You are on page 1of 23

Etika Lingkungan Hidup dan

Pengembangan Permukiman
______________________________________________________________________________________________
___

Pendidikan Lingkungan Hidup

UNIVERSITAS INDRAPRASTA
PGRI
Semester IV
Pendidikan matematika
IV-D
Disusun oleh:

200813500370
IRFAN IRSANI

200813500394
ANNISA ISNAINI

200813500411
SRI WIDYASTUTI

200813500424
MAYA KUSFITRI YANA

KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
senantiasa memberikan kita berbagai nikmat, sehingga saat ini kita masih diberi
kesempatan untuk terus menuntut ilmu dan mengembangkan wawasan kita.
Semoga kita dapat mensyukuri segala nikmat yang di berikan-Nya dan
menjadikannya sarana untuk selalu beribadah kepada-Nya.

Adapun makalah ini bertujuan untuk melengkapi nilai tugas mata kuliah
Pendidikan Lingkungan Hidup. Makalah yang diberi judul “Etika Lingkungan
Hidup dan Pengembangan Permukiman” ini mengulas tentang bagaimana sikap
yang seharusnya dilakukan oleh manusia terhadap lingkungannya, agar
lingkungan tetap terjaga kelestarian, keindahan, serta keseimbangannya. Selain
itu, makalah ini juga mengulas tentang pengembangan permukiman pada kota dan
desa.

Satu yang tidak dapat kami lupakan, bahwa penyusunan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai sumber. Oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Oleh karena kami merasa ada kekurangan dalam makalah ini, untuk itu
kami mengharapkan segala kritik dan saran serta masukan-masukan yang bersifat
membangun dari teman-teman.

Semoga apa yang kami sampaikan dalam makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca dalam pembelajaran maupun sebagai wawasan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.

Jakarta, Juni 2010

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii

PENDAHULUAN. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

PEMBAHASAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

Etika Lingkungan Hidup. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2

Antroposentrisme. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2

Biosentrisme. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

Ekosentrisme. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..3

Manusia dan Krisis Ekologi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

Pengembangan Permukiman. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9

Program pengembangan permukiman kota. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10

Program pengembangan permukiman desa. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12

Pembangunan Berwawasan Lingkungan Dalam Pengembangan

Permukiman. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13

PENUTUP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .16

Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .16

Saran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16

DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii

DAFTAR PUTAKA
http://aprillins.com/2010/1428/tiga-teori-etika-lingkungan-egosentris-homosentris-
ekosentris/

http://pipitkecilku.blogdrive.com/archive/95.html

http://riveryogya.wordpress.com/2008/02/27/pembangunan-berwawasan-
lingkungan/

http://soera.wordpress.com/2009/02/12/ekologi-etika-pembangungan/

http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2009/08/12/deep-ecology/

http://www.scribd.com/doc/18661173/Lingkungan-hidup

http://www.scribd.com/doc/6330078/Manusia-Dan-Lingkungan-Hidup

Budiharjo, Eko. 1992. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Bandung: Alumni.

Keraf, A. Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Buku Kompas

Marlina, Endy dkk. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan.


Yogyakarta: ANDI.

Soemarwoto, Otto. 1985. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:


Djambatan.

Supardi. 1994. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Bandung: Alumni.

PENDAHULUAN
Alam yang indah dan lestari merupakan jaminan bagi kelangsungan hidup
manusia dan segala lapisan kehidupan yang ada didalamnya. Untuk menjamin
kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang diharapkan agar tetap memiliki
kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik dan menyenangkan, banyak
hal yang dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya
kita harus merubah sikap dalam memandang dan memperlakukan alam sebagai
hal, bukan sebagai sumber kekayaan yang siap dieksploitasi, kapan dan dimana
saja.

Disamping itu, dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak pernah lepas


dari hal-hal yang berhubungan dengan tempat dimana ia tinggal dalam kehidupan
sehari-hari. Bagi manusia, kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan
dasar disamping kebutuhan pangan dan sandang. Oleh karena itu dibutuhkan
pengembangan dalam permukiman. Pengembangan permukiman merupakan
pekerjaan rumah bersama, yang tentunya membutuhkan kesatuan kinerja dari
semua pihak sehingga dapat saling mendukung.

Namun, dalam prosesnya, pengembangan permukiman ini tentu dapat


membuat kehidupan lingkungan menjadi terganggu. Oleh karena itu, makalah ini
akan membahas bagaimana sikap manusia yang seharusnya dalam
memperlakukan alam, seiring dengan pengembangan permukiman.

PEMBAHASAN
Etika Lingkungan Hidup

Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh


bagaimana pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Manusia memilki
pandangan tertentu terhadap alam, dimana pandangan itu telah menjadi landasan
bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam. Pandangan tersebut dibagi
dalam tiga teori utama, yang dikenal sebagai Shallow Environmental Ethics,
Intermediate Environmental Ethics, and Deep Environmental Ethics. Ketiga
teori ini dikenal juga sebagai Antroposentrisme, Biosentrisme, dan
Ekosentrisme.

Antroposentrisme

Dinamakan berdasar kata antropos = manusia, adalah suatu pandangan


yang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Karena pusat
pemikiran adalah manusia, maka kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk
mengabdi pada kepentingan manusia. Alam dilihat hanya sebagai objek, alat dan
sarana bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Dengan demikian alam dilihat tidak
memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Alam dipandang dan diperlakukan hanya
sebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia.

Namun, dalam sikapnya yang dianggap semena-mena terhadap alam,


pandangan ini juga peduli terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan
hidup yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajiban
memeliharan dan melestarikan alam lingkungannya. Kalaupun manusia bersifat
peduli terhadap alam, hal itu dilakukan semata-mata demi menjamin kebutuhan
dan kepentingan hidup manusia, dan bukan atas pertimbangan bahwa alam
mempunyi nilai pada dirinya sendiri. Teori ini jelas bersifat egoistis, karena hanya
mengutamakan kepentingan manusia. Itulah sebabnya teori ini dianggap sebagai
sebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow Environmental
Ethics).

Biosentrisme

Adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang


mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan
demikian, biosentrisme menolak teori antroposentrisme yang menyatakan bahwa
hanya manusialah yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Teori
biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya manusia saja.

Pandangam biosentrisme mendasarkan kehidupan sebagai pusat perhatian.


Maka, kehidupan setiap makhluk dibumi ini patut dihargai, sehingga harus
dilindungi dan diselamatkan. Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya
memilki harkat dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam memiliki nilai justru karena
ada kehidupan yang terkandung didalamnya. Manusia hanya dilihat sebagai salah
satu bagian saja dari seluruh kehidupan yang ada dimuka bumi, dan bukanlah
merupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka secara biologis, manusia tidak
ada bedanya dengan makhluk hidup lainnya.

Ekosentrisme

Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik


makhluk hidup maupun benda-benda abiotik saling terkait satu sama lain. Air
disungai, yang termasuk abiotik, sangat menentukan bagi kehidupan yang ada
didalamnya. Udara, walaupun tidak termasuk makhluk hidup, namun sangat
menentukan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Jadi, ekosentrisme selain
sejalan dengan biosentrisme (dimana kedua-duanya sama-sama menentang teori
antroposentrisme) juga mencakup komunitas yang lebih luas, yakni komunitas
ekologis seluruhnya.
Ekosentrisme disebut juga Deep Environtmental Ethics. Deep ecology
menganut prinsip biospheric egolitarian-ism, yaitu pengakuan bahwa seluruh
organisme dan makhluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatu
keseluruhan yang terkait. Sehingga mempunyai suatu martabat yang sama. Ini
menyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk
semua makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah hak universal
yang tidak bisa diabaikan.

MANUSIA DAN KRISIS EKOLOGI

Sonny Keraf, pemerhati lingkungan hidup serta mantan menteri


lingkungan hidup. Beliau pernah berujar bahwa masalah lingkungan hidup
memiliki kesatuan dengan masalah moral, atau persoalan perilaku manusia.
Dengan demikian, krisis ekonomi global yang kita alami dewasa ini adalah juga
merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global. Karena menjadi krisis
moral kita perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya.

Krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan


perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Yang dibutuhkan
adalah sebuah pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut
orang per orang, tetapi juga lingkungan masyarakat secara keseluruhan. Artinya
dibutuhkan etika lingkungan hidup yang menuntut manusia untuk berinteraksi
dalam alam semesta.

Dengan ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang kita
alami saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara
pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan
ekosistem. Manusia keliru memandang dan keliru menempatkan diri dalam
konteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari semua bencana lingkungan
hidup yang kita alami sekarang. Oleh karena itu, pembenahan harus pula
menyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi
baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kesalahan cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme, yang
memandang bahwa manusia sebagai pusat alam semesta, dan hanya manusia yang
mempunya nilai, sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi pemuasan
kebutuhan dan kepentingan hidup manusia. Manusia dianggap berada diluar,
diatas dan terpisah dari alam. Bahkan, manusia dipahami sebagai penguasa atas
alam yang boleh melakukan apa saja. Cara pandang seperti ini melahirkan sikap
dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam dan segala
isinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri sendiri.

Oleh karena itu, dapat disampaikan beberapa prinsip yang relevan untuk
lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini yang dilatar belakangi oleh krisis ekologi
yang bersumber pada cara pandang dan perilaku manusia.

1. Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature)


Dari ketiga teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui bahwa
alam perlu dihormati. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar
bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Dengan kata lain,
alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia
bergantung pada alam, tetapi terutama karena kenyataan bahwa manusia
adalah satu kesatuan dari alam.

2. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)


Setiap bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan
tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan
manusia atau tidak.Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta
bertanggung jawab pula untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut manusia
untuk mengambil usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk
menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti kelestarian dan
kerusakan alam semesta merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat
manusia. Wujud konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama, bahu-
membahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah serta
memulihkan kerusakan alam dan segala isinya. Hal ini juga akan terwujud
dalam bentuk mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang secara
sengaja ataupun tidak sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.

3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)


Terkait dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip ini
terbentuk dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta.
Oleh karena itu, manusia mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam,
maka akan membangkitkan perasaan solider, perasaan sepenanggungan
dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain. Manusia lalu bisa
merasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain. Manusia bisa
merasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan
betapa rusak dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa yang
terjadi dalam alam, karena ia merasa satu dengan alam.
Prinsip ini lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan
semua kehidupan yang ada di alam semesta. Prinsip ini juga mencegah
manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam dan seluruh kehidupan
didalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya serta
merusak rumah tangganya sendiri.
Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral, yakni untuk mengontrol
perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini juga
mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-
lingkungan, atau menentang setiap tindakan yang merusak alam. Khususnya
mendorong manusia untuk mengutuk dan menentak pengrusakan alam dan
kehidupan didalamnya. Hal ini semata-mata karena mereka merasa sakit sama
seperti yang dialami oleh alam yang rusak.

4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitas
ekologis mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan
dirawat. Prinsip kasih sayang dan kepedulian adalah prinsip tanpa
mengharapkan balasan yang tidak didasarkan atas kepentingan pribadi tetapi
semata-mata karena kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli kepada
alam, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai
pribadi yang identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang
bersama alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang, damai,
penuh kasih sayang, luas wawasannya seluas alam.

5. Prinsip “No Harm”


Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yang
relevan adalah prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajiban
moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan
mau merugikan alam secara tidak perlu. Dengan mendasarkan diri pada
biosentrisme dan ekosentrisme, manusia berkewajiban moral untuk
melindungi kehidupan dialam semesta ini.
Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankan
untuk memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dan
tumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan
bijaksana untuk tetap menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup dan
hanya dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling
vital. Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bersifat kemewahan
dan di luar batas-batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikan
kepentingan makhluk hidup lain (binatang dan tumbuhan).
Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa dinyatakan
dalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care),
melindungi, menjaga dan melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban dan
tanggung jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengan
tidak melakukan tindakan yang merugikan alam semesta dan segala isinya :
tidak menyakiti binatang, tidak meyebabkan musnahnya spesies tertentu, tidak
menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak membuang
limbah seenaknya, dan sebagainya.
6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selaras
dengan alam adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah
tidak rakus dan tamak dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-
banyaknya.
Prinsip ini penting, karena krisis ekologis sejauh ini terjadi karena
pandangan antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai objek
eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan gaya
hidup manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti
bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalau
manusia memahami dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harus
memanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif dan
produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bisa
ditolerir oleh alam.
Pengembangan Permukiman

Menurut UU No. 4 Tahun 1992, permukiman mengandung pengertian


sebagai bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa
kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.

Apabila dikaji dari segi makna, permukiman berasal dari terjemahan kata
human settelments yang mengandung pengertian suatu proses bermukim. Dengan
demikian terlihat jelas bahwa kata permukiman mengandung unsur dimensi waktu
dalam prosesnya. Melalui kajian tersebut terlihat bahwa pengertian permukiman
dan pemukiman berbeda. Kata pemukiman mempunyai makna yang lebih
menunjuk kepada objek, yang dalam hal ini hanya merupakan unit tempat tinggal
(hunian), contohnya seperti: rumah susun, apartemen, dan perumahan.

Sebelum membahas mengenai pengembangan permukiman, ada baiknya


kita mengetahui tingkatan kebutuhan manusia terhadap hunian yang dikategorikan
sebagai berikut (Maslow, 1970):

1. Survival Needs
Tingkat kebutuhan yang paling dasar ini merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi pertama kali. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana untuk
menunjang keselamatan hidup manusia.
2. Safety and Security Needs
Kebutuhan terhadap keselmatan dan keamanan yang ada pada tingkat
berikutnya ini terkait dengan keselamatan dari kecelakaan, keutuhan anggota
badan, serta hak milik.
3. Affilitation Needs
Pada tingkatan ini, hunian merupakan sarana agar dapat diakui sebagai
anggota dalam golongan tertentu. Hunian disini berperan sebagai identitas
seseorang untuk diakui dalam golongan masyarakat.
4. Esteem Needs
Kebutuhan berikutnya terkait dengan aspek psikologis. Manusia butuh
dihargai dan diakui eksistensinya. Terkait dengan hal ini, hunian merupakan
sarana untuk mendpatkan pengakuan atas jati dirinya dri masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.
5. Cognitive and Aesthetic Needs
Pada tingkatan ini, produk hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan tetapi
juga dapat memberi dampak kenikmatan (misalnya dinikmati secara visual)
pada lingkungan sekitarnya.

Dilihat dari tingkatan tersebut, tuntutan masyarakat kota terhadap hunian


berada pada tingkatan 3, 4 , dan 5. Berbeda dengan tuntutan masyarakat desa
terhadap hunian yang masih berada pada tingkatan 1, 2, dan 3. Oleh karena itu,
dilakukan program untuk memenuhi kebutuhan hunian dengan dilakukannya
pengembangan dalam permukiman.

Pada dasarnya, pengembangan pemukiman berupa strategi pembangunan


baik di kota maupun di desa. Berikut program-program pembangunan tersebut:

Program Pengembangan Permukiman Kota

1. Program Pengadaan Perumahan Baru


Pembangunan perumahan baru harus dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :
a. Penyediaan infrastruktur, seperti jaringan jalan, saluran sanitasi dan
drainase, jaringan air bersih, dan jaringan listrik.
b. Penyediaan fasilitas pendukung, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan,
sosial masyarakat, serta fasilitas umum lainnya.
c. Ketersediaan ruang terbuka sebagai fasilitas pendukung bagi kegiatan
penghuninya, serta sebagai strategi mempertahankan ketersediaan air
bersih dalam jangka panjang.
Program pembangunan perumahan baru dapat dilaksanakan baik oleh
pemerintah (PERUMNAS) maupun pihak swasta.
2. Program Perbaikan Kampung
Berdasarkan strukturnya, kampung merupakan salah satu elemen
pembentuk kota. Secara fisik, kondisi kampung dikota-kota besar saat ini pada
umumnya sangat buruk. Hal ini terutama dipicu karena masalah kepadatan.
Tingginya angka kepadatan penduduk dikampung-kampung diperkotaan
membawa berbagai dampak negatif bagi kondisi kampung tersebut, yaitu:
a. Kehidupan sosial yang tidak teratur
b. Tingkat ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial sangat rendah
c. Kurangnya infrastruktur
d. Tata guna lahan yang tidak teratur
e. Kondisi rumah yang kurang sehat

3. Program Peremajaan Kota


Pada program ini, dilakukan pengaturan kembali struktur kota yang tidak
sesuai. Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki, meningkatkan potensi
yang telah ada dan untuk menumbuhkan potensi yang baru, khususnya yang
terkait dengan aspek ekonomi.
Sasaran kegiatan ini adalah peremajaan sarana prasarana yang bersifat
strategis yang biasanya berupa:
a. Sarana dan prasarana dengan kualitas yang sangat rendah
b. Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan suatu wilayah
c. Sarana dan prasarana dikawasan yang sering mengalami bencana

4. Program Rumah Sewa


Program ini merupakan solusi terbaik untuk mengatasi masalah hunian
pada suatu wilayah perkotaan yang tingkat kepadatannya sudah sangat tinggi
serta sulit untuk mendapatkan lahan yang kosong karena terbatasnya wilayah
perkotaan tersebut. Rumah sewa disini, dapat berupa apartemen, ruman susun,
maupun kontrakan.
Program Pengembangan Permukiman Desa

1. Program Perbaikan Desa


Program ini merupakan Program Perbaikan Lingkungan Desa Terpadu
(P2LDT). Tujuan P2LDT adalah menciptakan kondisi masyarakat desa yang
memiliki kesadaran, kemampuan, dan keterampilan untuk memperbaiki rumah
dan lingkungan desanya.
2. Pengembangan Pusat Pertumbuhan Kecil
Adapun sasaran program pengembangan pusat pertumbuhan kecil ini
adalah sebagai berikut:
a. Memberikan infrastruktur desa dengan cara yang paling efisien untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi desa
b. Menciptakan keterkaitan secara efektif antara ekonomi desa dan kota
c. Mempergunakan sumber daya manusia dan alan yang tersedia didaerah
secara maksimal
d. Memberikan kualitas pelayanan ekonomi dan sosial yang tinggi untuk
masyarakat desa
Pembangunan Berwawasan Lingkungan Dalam Pengembangan
Permukiman

Untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pengembangan lingkungan


permukiman yang berkesinambungan, maka diperlukan adanya perhatian dan
penanganan khusus bagi pengembangan lingkungan tersebut. Hal ini juga tersirat
dalam hasil konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun
1972. Pada kesempatan itu disepakati bahwa tanggal 5 Juni merupakan Hari
Lingkungan Hidup se-Dunia. Selain itu, masalah yang berkaitan dengan
lingkungan hidup juga dijadikan topic utama didalam KTT Bumi tahun 1992 di
Rio de Janeiro (Brazilia). Berbekal kajian dari hasil referensi tersebut, maka bisa
disebutkan bahwa pengembangan permukiman merupakan satu pasang dengan
pembinaan lingkungan untuk mengatasi masalah lingkungan.

Aktifitas pembangunan, dalam proses pengembangan permukiman, secara


umum dapat menimbulkan dampak pada lingkungan. Dampak ini bisa positif
ataupun negative. Dampak positif akan menguntungkan pembangunan, sementara
dampak negative, menimbulkan resiko bagi lingkungan. Oleh karena itu
dibutuhkanlah pembangunan yang berwawasan pada lingkungan.

Kunci pembangunan berwawasan lingkungan adalah AMDAL (Analisis


Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL mempunyai maksud sebagai alat untuk
merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin
akan ditimbulkan oleh suatu aktivitas pembangunan yang sedang direncanakan.
Di Indonesia, AMDAL tertera dalam Undang-undang nomor 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan pelaksanaannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1999. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa setiap
rencana usaha dan/atau kegiatan (pembangunan) yang memungkinkan dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki analisis mengenai dampak lingkungan sekaligus sebagai syarat yang
harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Dengan dasar tersebut yang akan bertanggung jawab penuh terhadap
kerusakan yang mungkin terjadi akibat suatu proses pembangunan adalah pemilik
atau pemrakarsa proyek pembangunan yang bersangkutan dengan sepenuhnya
membiayai dan menyelenggarakan AMDAL.Pentingnya melibatkan peran serta
masyarakat yang berdasarkan pula pada unsur-unsur nilai lingkungan sosio-
budayanya sudah disyarakatkan pula dalam Bab VI Peraturan Pemerintah No.27
Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Menurut peraturan
ini, rencana usaha atau kegiatan wajib AMDAL harus diumumkan kepada
masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun AMDAL, dan warga masyarakat yang
berkepentingan berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan tentang
rencana usaha atau kegiatan tersebut. Pada tahun 2000 Pemerintah RI pernah
mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang
Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL yang
mengatur proses keterlibatan masyarakat secara lebih rinci. Masyarakat berhak
tahu tentang perubahan lingkungannya, karena masyarakat terdiri dari berbagai
orang yang memiliki beragam informasi, data, dan pengetahuan. Masyarakat
harus sadar bahwa mereka memiliki pengetahuan yang jauh lebih baik tentang
wilayahnya daripada sekumpulan tenaga ahli yang akan menggarap wilayahnya.

Dalam hal ini, yang dapat dilakukan dalam proses pengembangan


permukiman antara lain sebagai berikut :

1. Penggunaan teknologi bersih yang berwawasan lingkungan dengan segala


perencanaan yang baik dan layak. Jadi disini, baik alat maupun bahan yang
dipergunakan untuk mengembangkan permukiman haruslah yang ramah
lingkungan.
2. Pemanfaatan lahan, bahan ataupun energy yang digunakan untuk
pengembangan permukiman haruslah sehemat mungkin.
3. Diperlukan adanya pengawasan dan pemantauan terhadap jalannya
pembangunan, sehingga sesuai dengan rencana dan tujuannya.
4. Penerapan etika-etika lingkungan dalam pengembangan permukiman.
5. Diperlukan adanya kesadaran instansi yang mengelola proyek-proyek untuk
tetap memenuhi kewajibannya melaksanakan AMDAL
6. Peran serta masyarakat dalam mensukseskan pengembangan permukiman
yang berwawasan lingkungan.
PENUTUP

Kesimpulan

Dalam kehidupan ini manusia sepatutnya menjaga lingkungan agar tetap


lestari guna tetap memilki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik
dan menyenangkan. Oleh karena itu dibuat prinsip etika-etika yang harus
diperbuat manusia dalam memperlakukan makhluk hidup. Prinsip-prinsip itu
antara lain : bersikap hormat terhadap alam, prinsip tanggung jawab, prinsip
solidaritas, prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam, prinsip no harm,
serta prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam.

Disamping itu, dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak pernah lepas


dari hal-hal yang berhubungan dengan tempat dimana ia tinggal dalam kehidupan
sehari-hari. Bagi manusia, kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan
dasar disamping kebutuhan pangan dan sandang. Oleh karena itu dibutuhkan
pengembangan dalam permukiman. Dalam proses pengembangan permukiman
tersebut dibutuhkan adanya pembangunan yang berwawasan lingkungan
disamping menjadikan prinsip-prinsip dalam etika lingkungan hidup sebagai
pedoman.

Saran

Guna menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang


diharapkan agar tetap memiliki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang
baik dan menyenangkan, banyak hal yang dilakukan untuk menjamin
kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya kita harus merubah sikap dalam
memandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai sumber
kekayaan yang siap dieksploitasi, kapan dan dimana saja.
Selain itu, dalam pembangunan pengembangan permukiman sepatutnya
tetap memperhatikan etika-etika lingkungan hidup serta penerapan pembangunan
yang berwawasan lingkungan, agar keseimbangan alam tetap terjaga seiring
perkembangan teknologi, pertambahan penduduk, dan pertambahan jumlah
pemenuhan kebutuhan

You might also like