You are on page 1of 25

Tinjauan Pustaka

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA USIA LANJUT

Oleh:
Ganda Hidayat

PPDS I Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta

Disetujui : Tanggal :

Pembimbing : dr. Dewa Putu Pramantara, SpPD-KGER

Dipresentasikan : Tanggal :

Pembimbing : dr. Dewa Putu Pramantara, SpPD-KGER


DAFTAR ISI

Bab I. Pendahuluan 1
Bab II. Pembahasan 3
A. Gambaran Populasi Penduduk Usia Lanjut 3
B. Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia 4
C. Sekilas Komunikasi 4
C.1. Kegunaan Komunikasi 4
C.2. Komponen pada Proses Komunikasi 5
D. Teknik Umum untuk Berkomunikasi dengan Pasien Lanjut Usia 6
D.1. Menunjukkan Hormat dan Keprihatinan 6
D.2. Memastikan bahwa Pasien Didengar dan Dipahami 6
D.3. Menghindari Ageism 8
D.4 Mengenal Kultur dan Budaya 8
E. Hambatan Komunikasi 10
E.1.a. Pasien dengan Defisit Sensori 10
E.1.b. Pendekatan untuk Berkomunikasi 11
E.2.a. Pasien dengan Demensia 12
E.2.b. Pendekatan untuk Berkomunikasi 13
E.3.a. Pasien yang Ditemani oleh Caregiver 15
E.3.b. Pendekatan untuk Berkomunikasi 16
F. Skenario Ilustrasi 17
Bab III. Kesimpulan 22
Daftar Pustaka 23

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Persentase Penduduk lanjut usia di Indonesia Tahun 1990 – 2010 3
Tabel 2. Strategi Umum Tambahan untuk Memperbaiki Komunikasi dengan
Pasien Lanjut Usia 7
Tabel 3. Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia 9
BAB I

PENDAHULUAN

Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya

bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap

keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan

secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan

komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan

kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan

kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William

et al., 2007).

Komunikasi yang baik dalam konteks hubungan dokter dan pasien haruslah efektif,

komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan

pasien lanjut usia. Komunikasi yang efektif ini dapat mengikutsertakan partisipasi aktif pasien

dalam pengambilan keputusan, hal ini membantu proses mengingat, berpengaruh terhadap

ketaatan dan kepuasan pada pasien lanjut usia, yang selanjutnya juga berpengaruh terhadap

emosional bahkan fisik pasien lanjut usia tersebut. Bentuk-bentuk komunikasi seperti itu seakan

membangun hubungan yang berkelanjutan antara dokter dan pasien dan terlihat penting dalam

penurunan hospitalisasi pada pasien lanjut usia (Stewart et al., 2000).

Komunikasi yang baik dengan pasien adalah kunci keberhasilan untuk masalah klinis,

hubungan dokter – pasien yang lebih baik, dan keluaran perawatan kesehatan. Keberhasilan

komunikasi memerlukan pendekatan efektif kepada pasien, kemampuan untuk mendengarkan

dan mempersilahkan pasien untuk bercerita, serta cakap dalam melakukan investigasi untuk
mengklarifikasi dan mendapatkan informasi yang penting.

Dokter seringkali kurang meluangkan waktunya pada masalah psikososial, dan pasien

lanjut usia seringkali tidak memunculkan masalah ini karena menganggap hal tersebut sudah

biasa dan tidak perlu dipermasalahkan. Disamping kompleksitas masalahnya, pasien lanjut usia

menerima lebih sedikit edukasi dan konseling kesehatan daripada pasien yang lebih muda (Haug

& Ory., 1987).

Tinjauan pustaka ini memaparkan beberapa kiat praktis untuk komunikasi yang efektif

dalam membantu dokter mengoptimalkan waktu yang digunakan selama kunjungan rawat jalan

maupun perawatan rawat inap pada pasien lanjut usia. Ditampilkan beberapa teknik umum untuk

memperbaiki komunikasi dengan pasien lanjut usia serta strategi untuk membantu komunikasi

dengan pasien yang mengalami kehilangan sensori atau kognitif atau pasien lanjut usia yang

hadir dengan orang ketiga, baik oleh anggota keluarga ataupun perawatnya serta sebuah ilustrasi

komunikasi dokter dengan pasien lanjut usia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Populasi Penduduk lanjut usia

Dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk lanjut usia, berbagai masalah

klinis pada pasien lanjut usia akan menjadi semakin sering dijumpai di praktek klinis. Jumlah

penduduk Amerika berusia 65 tahun keatas diprediksi mencapai 40 juta pada akhir tahun 2010

dan meningkat menjadi lebih dari 55 juta pada tahun 2020. Peningkatan terbesar akan terjadi

pada penduduk berusia 85 tahun keatas, yaitu segmen populasi yang paling banyak terkena

demensia. Dokter yang berpraktek perlu memahami kebutuhan yang unik pada populasi pasien

lanjut usia ini sehingga mereka akan lebih siap berkomunikasi secara efektif selama kunjungan

pasien lanjut usia tersebut (Hingle & Sherry, 2009).

Demikian pula halnya di Indonesia, menurut data Perserikatan Bangsa Bangsa, Indonesia

diperkirakan mengalami peningkatan jumlah warga lanjut usia yang tertinggi di dunia, yaitu 414

%, hanya dalam waktu 35 tahun (1990-2025); sedangkan di tahun 2020 diperkirakan jumlah

penduduk lanjut usia akan mencapai 25,5 juta. Menurut Lembaga Demografi Universitas

Indonesia, persentase jumlah penduduk berusia lanjut tahun 1985 adalah 3,4 % dari total

penduduk, tahun 1990 meningkat menjadi 5,8 % dan di tahun 2000 mencapai 7,4 %,, seperti

terlihat pada tabel 1. (Czeresna, 2006).

Tabel 1. Persentase Penduduk lanjut usia di Indonesia Tahun 1990 – 2010

Tahun 1990 2000 2010

Persentase lanjut usia 5,8 % 7,4 % 8,0 %

Sumber : Crezesna, 2006

B. Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia

Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan dengan
komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang terkait usia dan

penurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari interaksi, karena pasien lanjut

usia seringkali ditemani oleh anggota keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada perawatan

pasien dan berpartisipasi dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi

efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia sering hadir dengan masalah

yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu untuk menyelesaikannya.

Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien kemungkinan mengalami satu

penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang kemungkinan memiliki paling tidak 4

penyakit kronis (Vieder et al., 2002).

Faktor lain adalah bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya dan

menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter (Haug & Ory, 1987;Greene et al.,1989).

Masalah usia atau dikenal dengan istilah ageism juga merupakan hal yang lazim dijumpai pada

perawatan kesehatan dan secara tidak sengaja berperan terhadap buruknya komunikasi dengan

pasien lanjut usia (Ory et al., 2003).

C. Sekilas Komunikasi

C. 1. Kegunaan Komunikasi

Komunikasi berguna untuk pertukaran informasi dan untuk membina hubungan dengan

orang lain, atau dengan kata lain komunikasi merupakan aspek dasar pada hubungan antar

manusia dan merupakan sarana untuk berhubungan dengan orang lain.

Pada pasien lanjut usia berbagai bentuk dari penyakit dan ketidakmampuan dapat

berpengaruh terhadap proses komunikasi dan perawatan kesehatannya, sehingga diperlukan

cukup perhatian dan sikap yang baik untuk proses komunikasi tersebut Sering kali terjadi bahwa
baik pihak keluarga maupun medis melupakan atau tidak memperhatikan berbagai hambatan

yang ada untuk tercapainya komunikasi yang efektif pada pasien lanjut usia yang akhirnya dapat

mengakibatkan interpretasi yang keliru terhadap pesan yang disampaikan maupun yang diterima

oleh mereka (Smith & Buckwalter, 1993).

C. 2. Komponen pada proses komunikasi

1. Pembicara : Orang yang menyampaikan pesan.

2. Pendengar : Orang yang menerima pesan.

3. Pesan verbal : Kata kata yang secara aktual diucapkan atau disampaikan.

4. Pesan nonverbal: Kesan yang ditangkap saat kata kata tersebut diucapkan termasuk

ekspresi wajah, tekanan suara, postur dan sikap tubuh dan pilihan kosa kata yang

digunakan.

5. Umpan Balik : Respon berupa tanggapan baik verbal maupun non verbal.

6. Konteks : Fisik dan lingkungan sosial atau pengaturan dalam pesan yang dikirim.

7. Persepsi : Kemampuan untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan informasi indrawi

menjadi dimengerti dan bermakna.

8. Evaluasi : Kemampuan untuk menganalisa informasi yang diterima, berdasarkan

pengalaman dan pengetahuan masa lalu.

9. Transmisi : Ekspresi yang sebenarnya dari informasi dari pengirim kepada penerima

(pesan lisan dan pesan nonverbal) (Smith & Buckwalter, 1993).

D. Teknik Umum untuk Berkomunikasi dengan Pasien lanjut usia

D.1. Menunjukkan Hormat dan Keprihatinan

Komunikasi pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat kepada pasien dan

memahami serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok manusia yang unik. Untuk
menunjukkan rasa hormat, anda harus menghadapi pasien secara formal dan menyapa dengan

“Bapak” atau “Ibu”, kecuali pasien sebelumnya telah meminta anda untuk memanggil dengan

nama pertamanya, dan hindarkan menggunakan istilah yang merendahkan seperti “manisku”,

“sayangku”, ‘cintaku”. Berkomunikasi yang saling bertatap mata dengan duduk di kursi dan

langsung menatap pasien. Dengan melakukan hal ini, anda menunjukkan perhatian sejati dan

aktif mendengarkan, serta membantu pasien untuk mendengar dan memahami anda secara lebih

baik. Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak pasien akan menyampaikan rasa turut

prihatin dan perhatian (Adelman et al., 2000).

D.2. Memastikan bahwa Pasien Didengar dan Dipahami

Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci

komunikasi efektif antara pasien lanjut usia dan dokter (Adelman et al., 2000 ; Ory et al., 2003).

Membiarkan pasien lanjut usia untuk berbicara beberapa menit tentang masalahnya tanpa

interupsi akan memberikan lebih banyak informasi daripada riwayat pendukung yang terstruktur

cepat. Merasa sedang diburu-buru akan menyebabkan mereka merasa bahwa mereka sedang

tidak didengarkan atau dipahami (Adelman et al., 2000). Penelitian menunjukkan bahwa pasien

lanjut usia dan dokter sering tidak sepaham tentang tujuan dan masalah medis yang dihadapi.

Komunikasi yang buruk dapat mengganggu pertukaran informasi serta menurunkan kepuasan

pasien (Greene et al., 1989).

Pada umumnya, anda harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa berteriak,

menggunakan bahasa dan kalimat yang singkat dan sederhana. Karena pasien lanjut usia

umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter,

khususnya penting untuk sering merangkum dan memancing pertanyaan (Adelman et al.,

2000;Robinson et al., 2006).


Strategi umum tambahan untuk memperbaiki komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat

dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Strategi Umum Tambahan untuk Memperbaiki Komunikasi dengan Pasien Lanjut Usia

• Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu, karena pasien

pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang kompleks.

• Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak bercerita dulu kepada

perawat atau asisten kemudian baru kepada anda) untuk meminimalkan frustasi dan

kelelahan pasien.

• Menghindarkan jargon medis.

• Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.

• Menggunakan diagram, model, dan gambar.

• Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya lebih siap dari

segi waktu dan secara klinis cenderung kurang sibuk.

Sumber : Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006

D.3. Menghindari Ageism

Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut

usia adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah yang pertama disampaikan oleh Robert

Butler, direktur pertama the National Institute on Aging, adalah systematic stereotyping dan

diskriminasi terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler, 1969). Ageism adalah hal

yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan dalam tindakan seperti
meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang bersifat merendahkan, hanya

memberikan sedikit edukasi tentang regimen preventif, menawarkan sedikit pengobatan untuk

masalah kesehatan mental, menggunakan panggilan yang bernada menghina, menghabiskan

lebih sedikit masalah psikososial, dan membuat stereotype orang tua (Ory et al., 2003).

Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia sebagai satu pribadi

dengan riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini memungkinkan anda untuk

menemui setiap pasien lanjut usia sebagai individu yang unik dengan pengalaman seumur hidup

yang berharga bukan orang tua yang tidak produktif dan lemah (Roter, 2000). Juga penting untuk

tidak mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja dijumpai “orang

berjiwa muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa tua” dengan usia 60 tahun. Setiap

pasien dan setiap masalah harus diperlakukan dengan unik.

D.4. Mengenal Kultur dan Budaya

Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian mengaplikasikannya

dalam komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga merupakan hal penting dalam mempengaruhi

persepsi pasien terhadap baik dan berkualitasnya pelayanan kesehatan yang diberikan dokter

(Ong et al., 1995).

Tips untuk komunikasi yang efektif dengan pasien lanjut usia dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia

1. Strategi Umum
• Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak penerangan dan menurunkan
kebisingan (mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya penglihatan dan
pendengaran)
• Memanggil pasien dan anggota keluarga dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu” dan
menghindarkan sebutan “manis”, “sayang”, atau “cintaku”
• Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang kalem dan
ekspresi yang menyenangkan.
• Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau bahu.
• Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menit
untuk mengekspresikan masalahnya jika mampu
• Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
• Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
• Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
• Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.
2. Gangguan kognitif pasien
• Jangan mengabaikan pasien.
• Bertanyalah dengan pertanyaan sederhana yang hanya memerlukan jawaban “ya” atau
“tidak” dan bahasa tubuh sederhana.
• Ketika melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu persatu.

3. Pertemuan dengan keterlibatan pihak ketiga.


• Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan dengan 3 kursi dalam bentuk segitiga.
• Pada mulanya berikan pertanyaan kepada pasien, kemudian mintalah masukan dari
pendamping pasien.
• Mintalah pasien dan pendamping pasien untuk mengulang kembali setiap instruksi yang
penting.

E. Hambatan Komunikasi

E.1.a. Pasien dengan Defisit Sensorik

Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait dengan

usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa

16% - 24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran yang

mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi mereka yang

berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et

al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai

presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi
tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata.

Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”,

pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake the hill

in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al., 2007).

Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa

mata menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang

pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang

mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang diberbagai jarak.

Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman

penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes).

Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk,

dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell,

2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang

terganggu (Chia et al., 2006).

E.1.b. Pendekatan untuk Berkomunikasi

Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang,

tataplah pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata.

Meminimalkan kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal. Berteriak

akan menghambat komunikasi, mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien

untuk memahami kata-kata anda. Jika suara anda melengking, meredam lengkingan ketika anda

berbicara dapat membantu pasien untuk mendengar anda dengan lebih baik. Ketika memberikan

instruksi untuk medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan untuk bertanya kepada pasien apakah

dia mengerti. Orang dengan gangguan pendengaran mungkin akan menjawab “ya” tanpa
menyadari bahwa mereka belum mendengar apapun atau salah memahami beberapa informasi.

Pendekatan yang lebih baik untuk mengecek pemahaman pasien adalah dengan meminta pasien

untuk mengulang instruksi (Adelman et al., 2000).

Akhirnya, karena pendengaran memburuk dikemudian hari, appointment yang lebih awal

umumnya lebih baik (Veras & Mattos, 2007). Jika tersedia, pengeras suara (alat portable yang

memperkuat suara dokter dan memancarkannya ke headphones yang dipakai oleh pasien)

diketahui sangat memudahkan komunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan

pendengaran (Fook & Morgan, 2000).

Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan klinik

dapat diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna-warna kontras untuk

membuat objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi yang berada dilantai klinik), dan

menggunakan huruf yang besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan dengan

tulisan harus dicetak paling tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas berwarna.

Direkomendasikan untuk menggunakan dua sumber cahaya, pencahayaan untuk latar belakang

dan lampu tertutup (Roter, 2000).

Ketika membahas rencana pengobatan, ingatlah masalah keamanan potensial yaitu

gangguan penglihatan. Sebagai contoh, pasien lanjut usia kadang-kadang akan meletakkan

obatnya dalam satu wadah dan tergantung pada satu warna untuk mengenalinya. Ini dapat

menjadi masalah keamanan, karena banyak obat yang berwarna putih, biru muda, hijau muda,

yang akan terlihat berwarna abu-abu oleh mata yang telah menua. Warna merah, oranye, dan

kuning paling baik dilihat dan dapat digabungkan kedalam perawatan. Pada contoh lain, pasien

yang mengalami kesulitan memastikan dosis insulin dapat diinstruksikan untuk ditempatkan

pada warna merah diatas meja, yang akan mempermudahnya untuk melihat jarum dan vial.
Kertas kontak berwarna merah dapat dibalutkan pada pegangan untuk berjalan, tongkat atau

tabung oksigen untuk membantu pasien lanjut usia untuk mengambilnya (Adelman et al., 2000).

E.2.a. Pasien dengan Demensia

Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk

berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi

akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2009). Sebagai

akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien

tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformal

lain (Vieder et al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiap

orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver). Penilaian dan

pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan

caregiver (Roter, 2000).

Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien

pada stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan,

pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”,

dan “anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat

dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).

Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi

pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan

mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang konsentrasi

yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).

E.2.b. Pendekatan untuk Berkomunikasi

Faktor yang paling kritis dalam berkomunikasi dengan pasien demensia adalah
memantapkan hubungan perawatan sesegera mungkin. Diatas segalanya yang paling penting

adalah merawat pasien dengan penuh martabat dan hormat. Ada kecenderungan untuk

memperlakukan pasien demensia seperti anak-anak atau berbicara dengan mereka sepertinya

mereka adalah anak-anak. Harus diingat bahwa pasien demensia kehilangan kemampuannya

untuk berkomunikasi, bukan kehilangan kepandaiannya. Mereka adalah orang dewasa yang

hidup produktif dan layak mendapatkan penghormatan. Pasien demensia juga sangat sensitif

terhadap emosi orang lain. Pada umumnya pasien tersebut, lebih merespon kepada bagaimana

cara seseorang berbicara kepada mereka daripada apa yang sebetulnya dikatakan (Smith et al.,

2006 ; Miller, 2008).

Sebagai akibatnya, sangat penting untuk mendekati pasien dengan cara yang tenang dan

menyenangkan. Pasien demensia sangat bergantung pada komunikasi nonverbal, maka penting

untuk tidak membiarkan bahasa tubuh anda memberikan kesan bahwa anda sedang tergesa-gesa

(Orange, 2000 ; Smith et al., 2006).

Saat memasuki ruangan pemeriksaan, anda sebaiknya langsung mengarah ke pasien

dengan tenang, menjaga kontak mata dan menampilkan ekspresi yang bersahabat. Pergunakan

nada suara yang tenang dan lembut sembari menyentuh bahu pasien dengan lembut akan

menunjukkan anda peduli dan ingin berbagi. Anda harus memperkenalkan diri, walaupun anda

telah mengenal pasien ini cukup lama. Akan cukup efektif bila anda menghabiskan beberapa

menit untuk mengobrol dan mengingatkan pasien pada keadaan sosialnya. Proses mengingatkan

ini merupakan tehnik komunikasi yang cukup efektif pada pasien demensia, karena hal ini akan

membangkitkan memori jangka panjang mereka, membuat kilas balik masa lalu, saat ini dan

masa akan datang dalam pikiran mereka serta mengurangi ketegangan (Puentes, 1998).

Pertanyaan harus disampaikan dengan sederhana dan pelan-pelan. Jargon dan


penggunaan istilah penggambaran harus dihindarkan, karena pasien akan menginterpertasikan

pernyataan tersebut secara apa adanya, sebagai contoh, ketika meminta pasien untuk

menjelaskan nyeri epigastrium, anda harus menghindari untuk menanyakan apakah ini adalah

nyeri “terbakar”. Bahasa fisik tubuh yang sederhana dapat membantu. Anda dapat meletakkan

tangan anda di atas dada dan menggerakkannya keatas dan kebawah. Kadang-kadang pertanyaan

yang hanya dijawab “ya” atau “tidak” dapat berhasil baik (Miller, 2008).

Tunggu 15 – 20 detik sebelum mengulang pertanyaan dengan menggunakan kata-kata

yang sama. Secara rutin menguji dengan orientasi bertanya akan menyebabkan frustasi, pasien

demensia tidak dapat menjawab pertanyaan bernada seperti itu karena memori mereka yang

berkurang (Smith et al., 2006).

Mendengarkan pasien demensia dengan seksama adalah sangat penting. Meskipun

mungkin anda tidak memahami segalanya, beberapa kata dalam percakapan dapat memberikan

ide tentang apa yang ingin disampaikan pasien. Caregiver sering dapat menguraikan keganjilan

atau kata-kata yang bukan pada tempatnya yang didasarkan pada pengalaman masa lalu pasien

(Smith et al., 2006).

Ketika melakukan pemeriksaan fisik, lebih disukai untuk memberikan instruksi satu

persatu. Sebagai contoh, jika anda ingin memeriksa gaya berjalan pasien, paling baik untuk tidak

berkata, “Tolong berdiri, berjalan melintasi ruangan dan kembali lagi”. Lebih baik untuk mulai

dengan mengatakan “Tolong berdiri”. Kemudian setelah pasien menyelesaikan tugasnya,

lanjutkan dengan “Tolong berjalan dalam ruangan ini”. Penting untuk memberikan hormat dan

meminta ijin setiap kali akan melakukan pemeriksaan. Sebagai contoh “Bolehkah saya

mendengarkan dada anda?”, dan menununjukkan stetoskop, “Bolehkah saya mengecek perut

anda?”, dan kemudian memeriksa perut, dan seterusnya (Miller, 2008).


E.3.a. Pasien yang Ditemani oleh Caregiver

Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga, dengan

seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada sepertiga

kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran,

termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus, caregiver

menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya. Caregiver sangat

penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak hanya membantu dengan

nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga, pemberian obat, transportasi, dan

perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu memudahkan komunikasi antara

dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri

(Clayman et al., 2005 ; Wolff & Roter, 2008).

Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau

sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi keduanya (Griffith et al., 2004).

E.3.b. Pendekatan untuk Berkomunikasi

Pada kunjungan pertama, untuk melindungi privacy pasien, paling baik untuk menemui

pasien sendirian dan kemudian meminta ijin kepada pasien untuk berbicara dengan caregiver

sendirian. Pada kunjungan berikutnya, jika disetujui pasien, caregiver dapat bergabung dengan

pasien selama perjanjian (Silliman, 2000).

Ketika caregiver hadir selama kunjungan klinik, komunikasi menjadi interaksi 3 arah.

Untuk memudahkan komunikasi, anda harus menyusun kursi sehingga anda bertiga duduk dalam

satu posisi berbentuk segitiga. Kemudian, anda dapat memberikan pertanyaan kepada pasien dan

kemudian meminta masukan dari caregiver. Caregiver dapat mengklarifikasi masalah pasien

lanjut usia dan memperkuat instruksi yang diberikan kepada pasien. Anda perlu untuk
melibatkan pasien dalam pertemuan, bahkan ketika caregiver menyela dengan menjawab

pertanyaan. Dalam hal in pasien sering disisihkan atau diminimalkan selama kunjungan karena

hadirnya orang ketiga, maka penting bagi anda untuk selalu mencoba melibatkan pasien

sepenuhnya dalam semua keputusan (Majerovitz et al., 1994).

Hubungan dokter-pasien-caregiver bersifat dinamis, selalu berubah setiap saat ketika

pasien dan caregiver memerlukan perubahan. Caregiver dapat memberikan definisi gejala,

perubahan dalam fungsi, dan penilaian efek medikasi. Karena caregiver adalah bagian dari

perawatan pasien, maka penting untuk mewaspadai tanda fisik verbal dan nonverbal atau stress

emosional caregiver. Persepsi caregiver terhadap kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari sangat berhubungan dengan tingkat stress caregiver. Maka anda harus

memberi pertanyaan yang menjelaskan deskripsi level fungsi pasien dan mengamati tanda stress

atau depresi pada caregiver. Pujian untuk caregiver memberikan dorongan kepada pasien dan

caregiver untuk hasil yang lebih baik bagi keduanya (Razani et al., 2007).

F. Skenario Ilustrasi

Anda adalah seorang residen penyakit dalam yang menemui pasien di poliklinik rawat

jalan. Pasien anda berikutnya adalah bapak Howell, seorang pria berusia 89 tahun dengan

penyakit Alzheimer serta hipertensi, atrial fibrillation, diabetes, osteoarthritis, katarak, dan

kehilangan pendengaran. pak Howell ditemani oleh istrinya, yang membuat perjanjian karena

pak Howell mengeluh nyeri perut.

Bapak dan ibu Howell telah menjadi pasien selama 2 tahun. ibu Howell berusia 88 tahun

dan memiliki beberapa penyakit kronis. Kemampuan pak Howell untuk merawat dirinya sendiri

pelan-pelan menurun, dan ibu Howell lebih banyak merawat suaminya. Pada kunjungan terakhir
ibu Howell, anda memperhatikan ibu Howell terlihat sangat lelah.

Sebelum memasuki ruang periksa, anda mempelajari seluruh daftar tips untuk

berkomunikasi dengan pasien lanjut usia, yang baru saja anda pelajari di workshop. Anda

mengingat bahwa pembicara menyarankan untuk menganggap pasien lanjut usia sebagai kakek

anda dan berbicara kepada mereka seperti anda akan meminta seorang dokter untuk berbicara

kepada kakek anda. Anda mengetahui bahwa anda harus menggabungkan teknik umum untuk

berkomunikasi dengan orang tua menggunakan pendekatan spesifik kepada orang tua dengan

kehilangan sensori dan demensia.

Untuk mengilustrasikan bagaimana strategi komunikasi ini dapat digunakan selama

kunjungan klinik, kami kembali ke skenario. Dalam mengintegrasikan teknik komunikasi

kedalam perjanjian klinik dengan bapak dan ibu Howell, pertimbangan harus diberikan kepada

adanya orang ketiga, status pasien lanjut usia keduanya, defisit pendengaran dan penglihatan

pasien, dan demensia pasien.

Anda memiliki hubungan yang baik dengan bapak dan ibu Howell dan sebelumnya telah

mendapat ijin dari pak Howell bagi ibu Howell untuk berpartisipasi dalam pertemuan. Anda juga

telah memastikan bahwa ada 3 kursi di ruang pemeriksaan. Saat memasuki ruangan, anda

mendapati bapak dan ibu Howell duduk di 2 kursi yang tersedia dalam posisi segitiga, dengan

jarak sekitar 2 kaki dari anda sehingga mereka dapat melihat dan mendengar anda dengan baik.

Anda memperkenalkan kembali diri anda, menyadari bahwa bapak Howell mungkin

tidak ingat nama anda. “Selamat pagi, bapak dan ibu Howell,” anda berkata dengan pelan dan

jelas sambil anda menyalami tangan mereka, “Saya Dr. Smith. Senang bertemu anda kembali”.

Anda sedikit bersosialisasi untuk mengikutsertakan bapak dan ibu Howell dalam

kunjungan tersebut. Dengan melihat langsung kepada pak Howell anda berkata, “Saya dengar
anda baru saja berulang tahun, pak Howell. Apakah anda merayakannya khusus?”

Anda perhatikan bahwa pak Howell mengalami kesulitan untuk menemukan kata-kata.

Setelah perbincangan singkat tentang pestanya, anda mengarahkan kembali diskusi ke keluhan

utama “nyeri perut”. Sekali lagi dengan melihat langsung kepada pak Howell, anda berkata.

“Saya mengerti bahwa anda mengalami nyeri perut, tolong tunjukkan kepada saya bagian mana

yang sakit.”

Setelah pak Howell menunjuk ke daerah epigastrium nya, anda memintanya untuk

menggambarkan nyerinya. Dia mengalami kesulitan menemukan kata-kata, maka anda

mengubah dengan pertanyaan dengan jawaban “ya” atau “tidak”.

“Apakah nyerinya parah atau ringan?” “Apakah nyerinya bergerak keatas kebawah di

dada anda?” “Apakah nyerinya memburuk setelah makan?”

Anda mendengarkan dengan seksama dan berpikir bahwa Mr. Howell mengalami GERD.

Kemudian, anda menanyainya apakah dia merasakan nyeri terbakar. Dia mengangguk

mengiyakan. Akhirnya anda menanyakan tentang penurunan berat badan, dysphagia, dan melena

untuk lebih menjelaskan penyebab nyeri epigastric. Kemudian anda beralih ke ibu Howell untuk

memperoleh informasi tambahan. Anda merasa cukup yakin pada diagnosis GERD dan

memutuskan untuk melakukan trial omeprazole.

Dengan melihat langsung kepada pak Howell, anda berkata, “pak Howell, Saya percaya

nyeri perut anda dapat disebabkan karena terlalu banyak asam di perut anda. Penyakitnya disebut

GERD, dan itu biasa. Saya akan memberi obat untuk menghentikan kelebihan asam. OK?”,

“OK” pak Howell menjawab.

Kemudian anda menerangkan kepada bapak dan ibu Howell bagaimana obat harus

diminum. Anda meminta mereka untuk mengulang instruksinya, yang mereka lakukan tanpa
kesalahan. Anda juga menyediakan pamflet edukasi kepada pasien.”Tips praktis untuk

mengurangi gejala GERD”, yang dicetak dalam huruf besar diatas kertas berwarna.

Kemudian anda menanyakan kepada bapak dan ibu Howell tentang masalah tambahan

dan mengetahui bahwa pak Howell mengalami lebih banyak kesulitan dengan berjalan,

berpakaian dan mandi. ibu Howell sedang membantunya untuk bangun dan duduk dari kursinya.

Anda memuji mereka melakukan pekerjaan dengan baik saling membantu selama bertahun-

tahun. Dengan halus dan lembut, anda menyarankan agar menggunakan bantuan dari orang lain,

seperti dari agensi kesehatan rumah tangga.

“Saya pikir dapat sedikit mempermudah hidup anda. Ada agensi lokal yang

mengkhususkan pada penyediaan pembantu rumah tangga. Sebagai contoh, pakar terapi dapat

membuat beberapa saran dan memberikan peralatan yang dapat membantu mempermudah

berpakaian dan mengurus rumah. Mrs. Seorang terapis fisik dapat menunjukkan kepada anda

bagaimana membantu pak Howell untuk bangun dari tempat tidur dan mandi dengan lebih

mudah”. Bapak dan ibu Howell setuju dengan rencana yang anda kemukakan. Anda berkata,

“bagus”. “Perawat saya akan menelpon agensi dan kemudian akan menelpon anda mengenai

detailnya”.

Sebelum anda meninggalkan ruangan, anda mereview rencana perawatan dengan

keduanya dan meminta ibu Howell untuk mengulang kembali pemahamannya tentang bagaimana

menggunakan medikasi baru dan rencana untuk melibatkan agensi kesehatan rumah tangga.

Dia menjawab. “Saya harus memberikan obat baru dipagi hari sebelum makan pagi dan

dimalam hari sebelum makan malam. Perawat anda akan menghubungi agensi kesehatan rumah

tangga, yang akan membantu kami dengan segala hal di rumah dan kemudian perawat anda akan

memberitahu saya kapan mereka akan datang berkunjung”, “Ya, tepat. Sangat bagus. Sekarang,
apakah anda berdua ingin bertanya lagi, atau apakah masih ada hal lain yang ingin anda

sampaikan kepada saya?”. Bapak dan ibu Howell menggelengkan kepalanya. “Tidak”. Kata ibu

Howell. “Terima kasih dokter. Saya lega, nyeri perut ini mungkin bukan masalah serius”.

“Tidak, Saya benar-benar berpikir bahwa ini hanyalah terlalu banyak asam di perut.

Tetapi beritahu saya jika obatnya tidak menolong. Terima kasih atas kedatangan anda berdua.

Saya harap perubahan yang kita lakukan hari ini akan membantu untuk sedikit mempermudah

hidup anda. Sekali lagi, perawat saya akan segera menghubungi anda. Sampai jumpa” (Hingle &

Sherry, 2009).

BAB III

KESIMPULAN

Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan

caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang tua

tidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada
hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi yang

efektif antara dokter – pasien lanjut usia :

• Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan

memungkinkan dokter untuk membuat diagnosis yang lebih akurat.

• Instruksi dan saran dokter akan lebih mungkin untuk ditaati.

• Kemungkinkan untuk melewatkan dosis atau menghentikan obat karena efek samping,

merasakan non efikasi, atau biaya obat dapat diminimalisir.

• Lebih memungkinkan untuk edukasi dalam memanajemen diri sendiri seperti pada pasien

diabetes dengan diet, olah raga, monitoring gula darah, dan perawatan kaki.

• Penurunan biaya tes diagnostik juga dihubungkan dengan komunikasi yang lebih baik

antara dokter dan pasien lanjut usia.

DAFTAR PUSTAKA

Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients and
their physicians. Clin Geriatr Med ;16:1–24
Butler, R.N. 1969. Age-ism: another form of bigotry. Gerontologist ;9:243–6
Chia, E.M., Mitchell, P., Rochtchina, E., et al. 2006.Association between vision and hearing
impairments and their combined effects on quality of life.Arch Ophthalmol
;124:1465–70
Clayman, M.L., Roter, D., Wissow, L.S., Bandeen, R.K. 2005. Autonomy related behaviors of
patient companions and their effects on decision making in geriatric primary care visits.
Soc Sci Med ;60:1583–91
Crews, J.E., Campbell, V.A. 2004. Vision impairment and hearing loss among community-
dwelling older Americans: implications for health and functioning. Am J Public
Health ;94:823–9
Czeresna, H. 2006. Pengkajian paripurna pada pasien geriatri dalam: A.W. Sudoyo., B.
Setyohadi. I. Alwi., M. Simadibrata.,S. Setiati (editor): Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III, edisi IV, hal. 1425 - 1430. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Fook, L., Morgan, R. 2000. Hearing impairment in older people: a review. Postgrad Med J
;76:357–41
Greene, M.G., Adelman, R.D., Charon, R., Friedmann, E. 1989. Concordance between
physicians and their older and younger patients in the primary care medical
encounter. Gerontologist ; 29 : 808–13
Griffith, J.C., Brosnan, M., Lacey, K. 2004. Family meetings - a qualitative exploration of
improving care planning with older people and their families. Age Ageing ;33:577–81
Haug, M.R., Ory, M.G. 1987. Issues in elderly patient-provider interactions. Res Aging ;
9 : 3–44
Hingle, T.S., Sherry, B.R. 2009 Enhancing Communication with Older Patients in the
Outpatients Setting. Semin Med Pract. Vol 12 : 1
Majerovitz, S.D., Greene, M.G., Adelman, R.D., Rizzo, C. 1994. The effects of the
presence of a third person on the physician-older patient medical interview. J Am
Geriatr Soc;42:413–9
Miller, C.A. 2008. Communication difficulties in hospitalized older adults with dementia.
Am J Nurs ;108:58–66
Mitchell, R.E. 2006. How many deaf people are there in the United States?. Estimates from
the Survey of Income and Program Participation. J Deaf Stud Deaf Educ ;11:112–9
Ong, L.M., de Haes, J.C., Hoos, A.M., Lammes, F.B. 1995. Doctor-patient
communication : a review of the literature. Soc Sci Med ;40:903-918
Orange, J.B., Ryan, E.B. 2000. Alzheimer’s disease and other dementias. Implications for
physician communication. Clin Geriatr Med ;16:15–73
Ory, M., Kinney, H.M., Hawkins, M. 2003. Challenging aging stereotypes: strategies for
creating a more active society. Am J Prev Med ; 25 : 164–71
Puentes, W.J. 1998. Incorporating simple reminiscence techniques into acute care nursing
practice. J Gerontol Nurs 1998;24:14–20
Razani, J., Kakos, B., Orieta, C. 2007. Predicting caregiver burden from daily functional
abilities of patients with mild dementia. J Am Geriatr Soc ;55:1415–20
Robinson, T.E., White, G.L. Jr., Houchins, J.C. 2006 Improving communication with older
patients: tips from the literature. Fam Pract Manag ;13:73–8
Ross, B., Fujioka, T., Tremblay, K.L., Picton, T.W. 2007. Aging in binaural hearing begins
in mid-life: evidence from cortical auditory-evoked responses to changes in interaural
phase. J Neurosci ;27:11172–8
Roter, D.L. 2000. The outpatient medical encounter and elderly patients. Clin Geriatr Med
;16:95–107
Silliman, R.A. 2000. Caregiving issues in the geriatric medical encounter. Clin Geriatr Med
;16:51–60
Smith, M., Buckwalter, K.C. 1993. “Getting the Facts: Communicating with the Elderly” The
Geriatric Mental Health Training Series :1 - 19
Smith, M., Hall, G.R., Gerdner, L., Buckwalter, K.C. 2006. Application of the Progressively
Lowered Stress Threshold Model across the continuum of care. Nurs Clin North Am
;41:57–81
Stewart, M., Meredith, L., Brown, J.B., Galajda. J. 2000. The influence of older patient-
physician communication on health and health-related outcomes. Clin Geriatr Med ;
16(1) : 25-36
Veras, R.P., Mattos, L.C. 2007. Audiology and aging: literature review and current
horizons. Braz J Otorhinolaryngol ;73:122–8
Vieder, J.N., Krafchick, M.A., Kovach, A.C., Galluzzi, K.E. 2002. Physician patient
interaction: what do elders want? J Am Osteopath Assoc ;102 : 73–8
William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the
physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older
patients. Clin Interv Aging 2(3) : 453-67
Wolff, J.L., Roter, D.L. 2008. Hidden in plain sight: medical visit companions as a
resource for vulnerable adults. Arch Intern Med ;168:1409–15

You might also like