You are on page 1of 107

Kamis, 23 Juni 2010

SOSIALISASI

PENDAHULAN

Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA


Ketua Komite Medik
RSUP Fatmawati
Jakarta
KEBIJAKANKESEHATAN DALAM
UUKESEHATAN, UUNARKOTIKA
DANUU RUMAHSAKIT
DAN HUBUNGANNYA DENGAN
PERKEMBANGAN PERUMAHSAKITAN

BUDI SAMPURNA
UUNo 36tahun 2009
tentangKESEHATAN
HAK SETIAPORANG
• Setiap Orang berhak:
– Kesehatan
– Akses atas sumber daya
– Yankes yg aman, bermutu dan terjangkau
– Menentukan sendiri yankes yg diperlukan
– Lingkungan yg sehat
– Info & edukasi kesehatan yg seimbang dan
bertanggungjawab
– Informasi ttg data kesehatan dirinya

Pasal 4 – 8 UU No 36/2009 ttg Kesehatan


KEWAJIBAN SETIAPORANG
• Setiap orang berkewajiban:
– Ikut mewujudkan kesmas yg setinggi2nya
– Menghormati hak orang lain
– Berperilaku hidup sehat
– Menjaga kesehatan orang lain yg menjadi
tanggungjawabnya
– Ikut jaminan kesehatan

Pasal 9 - 13 UU No 36/2009 ttg Kesehatan


TENAGAKESEHATAN
• Harus memiliki kualifikasi minimum
• Harus memiliki kewenangan yg sesuai dg
keahlian, memiliki izin
• Harus memenuhi kode etik, standar profesi, hak
pengguna yankes, standar pelayanan, SOP
• Pemerintah mengatur penempatan utk
pemerataan
• Utk kepentingan hukum: wajib periksa
kesehatan dg biaya ditanggung negara
• Dalam hal diduga kelalaian, selesaikan dg
mediasi terlebih dahulu
Pasal 21-29 UU No 36/2009 ttg Kesehatan
FASILITAS PELAYANANKESEHATAN

• Harus memenuhi Persyaratan dan Perizinan


• Dalam menghadapi pasien darurat, wajib
selamatkan nyawa dan cegah cacat, dilarang
menolak pasien atau minta uang muka lebih
dahulu
• Pimpinan harus memiliki kompetensi
• Pemda menentukan jumlah dan jenis fasyankes
dan berikan izin
• Diatur dengan PP

Pasal 30-35 UU No 36/2009


ttg Kesehatan
GANTIRUGI AKIBAT
KESALAHAN
1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan
yang diterimanya.
2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan
darurat.

Pasal 58 UU No 36/2009 ttg


Kesehatan
Pasal 64:Upaya Pemulihanttt

(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan


kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi
organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat
dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan
rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang
untuk dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang
diperjualbelikan dengan dalih apa pun.
Pasal 66
• Transplantasisel , baik yang berasal dari
manusiamaupun dari hewan,hanya dapat
dilakukanapabila telah terbukti keamanan
dan kemanfaatannya

Pasal 69
(2) Bedahplastik dan rekonstruksi tidak
boleh bertentangandengan norma yang
berlaku dalam masyarakatdan tidak
ditujukan untuk mengubahidentitas
Pasal 70
(1) Penggunaansel punca hanya dapat
dilakukanuntuk tujuanpenyembuhan
penyakit dan pemulihankesehatan, serta
dilarang digunakanuntuk tujuan
reproduksi.
(2) Sel puncasebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak boleh berasal dari sel
punca embrionik
Pasal 72:Reproduksi
Setiap orang berhak:
menjalani kehidupan reproduksi dan
kehidupan seksual yang sehat, aman, serta
bebas dari paksaan dan/atau kekerasan
dengan pasangan yang sah.
menentukan kehidupan reproduksinya dan
bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau
kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur
yang tidak merendahkan martabat manusia
sesuai dengan norma- agama.
menentukan sendiri kapan dan berapa sering
ingin bereproduksi sehat secara medis serta
tidak bertentangan dengan norma agama.
memperoleh informasi, edukasi, ... dst
Pasal 75:Abor si
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dikecualikan berdasarkan:
– indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin,
yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi
tersebut hidup di luar kandungan; atau
– kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan;
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling
dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor
yang kompeten dan berwenang.
Pasal 76:Aborsi

• Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75


hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung
dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal
kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan
oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat
yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 82;Bencana
1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya,
fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan
secara menyeluruh dan berkesinambungan pada
bencana.
2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi pelayanan kesehatan pada tanggap
darurat dan pascabencana.
3) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mencakup pelayanan kegawatdaruratan yang
bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah
kecacatan lebih lanjut.
4) Pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 83

• Setiap orang yangmemberikan


pelayanankesehatan padabencana
harus ditujukan untuk penyelamatan
nyawa, pencegahankecacatan lebih
lanjut, dan kepentinganterbaik bagi
pasien.
• Pemerintahmenjamin perlindungan
hukum bagi setiap orang sebagaimana
dimaksud padaayat (1) sesuai dengan
kemampuanyang dimiliki.
Pasal 85 :darurat pdbencana

1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan


kesehatan, baik pemerintah maupun swasta
wajib memberikan pelayanan kesehatan
pada bencana bagi penyelamatan nyawa
pasien dan pencegahan kecacatan.
2) Fasilitas pelayanan kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada
bencana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilarang menolak pasien dan/atau
meminta uang muka terlebih dahulu.
Pasal 90:Yan darah
1) Pemerintahbertanggung jawab atas
pelaksanaanpelayanan darah yang
aman, mudahdiakses, dan sesuai
dengankebutuhan masyarakat.
2) Pemerintahmenjamin pembiayaan
dalam penyelenggaraanpelayanan
darah.
3) Darah dilarangdiperjualbelikan dengan
dalih apa pun.
Pasal 115 :KTR
• Kawasan tanparokok antaralain:
– fasilitas pelayanan kesehatan;
– tempat proses belajar mengajar;
– tempat anak bermain;
– tempat ibadah;
– angkutan umum;
– tempat kerja; dan
– tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
• .
Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya
Pasal 117 : Definisi Mati
• Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem
jantung-sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti
telah berhenti secara permanen, atau apabila
kematian batang otak telah dapat dibuktikan

Pasal 118 : Identifikasi


• Mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya
identifikasi.
• Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
bertanggung jawab atas upaya identifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 122: BM Forensik
1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat
dilakukan bedah mayat forensik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Bedah mayat forensik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh dokter ahli
forensik, atau oleh dokter lain apabila tidak
ada dokter ahli forensik dan perujukan ke
tempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak
dimungkinkan.
Pasal 125
• Biaya pemeriksaan kesehatan terhadap
korban tindak pidana dan/atau pemeriksaan
mayat untuk kepentingan hukum ditanggung
oleh pemerintah melalui APBN dan APBD
Pasal 127: Kehamilancara nonalami
• Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya
dapat dilakukan oleh pasangan suami istri
yang sah dengan ketentuan:
– hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri
yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri
dari mana ovum berasal;
– dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu; dan
– pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Pasal 128 :ASI eksklusif
1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu
eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam)
bulan, kecuali atas indikasi medis.
2) Selama pemberian air susu ibu, pihak
keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat harus mendukung ibu bayi secara
penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas
khusus.
3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat
kerja dan tempat sarana umum.
Pasal 148:Keswa
• Penderitagangguan jiwa mempunyaihak
yang sama sebagaiwarga negara.
• Hak sebagaimanadimaksud padaayat (1)
meliputi persamaanperlakuan dalam
setiap aspek kehidupan,kecuali peraturan
perundang-undanganmenyatakan lain
Pasal 171:Anggaran
1) Besar anggaran kesehatan Pemerintah
dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen)
dari anggaran pendapatan belanja negara
(APBN) di luar gaji.
2) Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah
provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal
10% dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) di luar gaji.
3) Besaran anggaran kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan
publik yang besarannya sekurang-kurangnya
2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan
dalam APBN dan APBD.
Pasal 149
1) Penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang,
mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain,
dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum
wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib
melakukan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar,
menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau
orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau
keamanan umum.
3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas
pemerataan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa
dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat.
4) Tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk pembiayaan
pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk
masyarakat miskin.
Pasal 150

1) Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk


kepentingan penegakan hukum (visum et
repertum psikiatricum) hanya dapat
dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran
jiwa pada fasilitas pelayanan kesehatan.
2) Penetapan status kecakapan hukum
seseorang yang diduga mengalami
gangguan kesehatan jiwa dilakukan oleh tim
dokter yang mempunyai keahlian dan
kompetensi sesuai dengan standar profesi
PERATURANPELAKSANAAN
• 2 UU
• 20 PERATURAN PEMERINTAH
• 2 PERPRES
• 18 PERMENKES
UUNo 35TAHUN 2009
TENTANGNARKOTIKA
Pasal 7
 Narkotika hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Pasal 8
 Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan.
 Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I
dapat digunakan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan
Menteri atas rekomendasi Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal36
(1) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat
diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari
Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
perizinan peredaran Narkotika dalam bentuk obat
jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
(3) Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika
dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus melalui pendaftaran pada Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal43

(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat


dilaksanakan untuk:
a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan
Narkotika melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan
memberikan Narkotika melalui suntikan; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada
apotek.
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu
yang diserahkan oleh dokter sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.
Pasal 53

(1) Untuk kepentingan pengobatan dan


berdasarkan indikasi medis, dokter dapat
memberikan Narkotika Golongan II atau
Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan
tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa
Narkotika untuk dirinya sendiri.
(3) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus mempunyai bukti yang sah bahwa
Narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau
dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
PERATURANPELAKSANAAN
• 8 PERATURAN PEMERINTAH
• 13 PERMENKES
UUNo 44tahun 2009
tentangRUMAH SAKIT
TANGGUNGJAWAB
PEMERINTAHDAN PEMERINTAH
DAERAH
• menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan
di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang
tidak mampu sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
• membina dan mengawasi penyelenggaraan
Rumah Sakit;
• memberikan perlindungan kepada Rumah
Sakit agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan secara profesional dan
bertanggung jawab;
• memberikan perlindungan kepada masyarakat
• menggerakkanperan serta masyarakat
dalam pendirianRumah Sakit sesuai
dengan jenis pelayananyang dibutuhkan
masyarakat;
• menyediakan informasi kesehatan
yang dibutuhkanoleh masyarakat;
• menjamin pembiayaanpelayanan
kegawatdaruratandi Rumah Sakit akibat
bencanadan kejadianluar biasa;
• menyediakansumber daya manusiay ang
dibutuhkan;dan
• mengatur pendistribusiandan penyebaran
alat kesehatanberteknologi tinggi dan
bernilai tinggi.
Pasal 7
1) Rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi,
bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan.
2) Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, atau swasta.
3) Rumah sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari
Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi
tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan
Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4) Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta
sebagaimana yang dimaksud pada ayat ( 2 ) harus
berbentuk Badan Hukum yang kegiatan usahanya
hanya bergerak di bidang perumahsakitan
Pasal 11
1) Prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) dapat meliputi:
instalasi air; instalasi mekanikal dan elektrikal; instalasi gas
medik; instalasi uap; instalasi pengelolaan limbah; pencegahan
dan penanggulangan kebakaran; petunjuk, standar dan sarana
evakuasi saat terjadi keadaan darurat; instalasi tata udara;
sistem informasi dan komunikasi; dan ambulan.
2) Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi standar pelayanan, keamanan,
serta keselamatan dan kesehatan kerja
penyelenggaraan Rumah Sakit
3) Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.
4) Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah
Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di
bidangnya.
Pasal 12
1) Persyaratan sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yaitu Rumah Sakit
harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga
medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan,
tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit,
dan tenaga non kesehatan.
2) Jumlah dan jenis sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan jenis dan
klasifikasi Rumah Sakit.
3) Rumah Sakit harus memiliki data ketenagaan yang
melakukan praktik atau pekerjaan dalam
penyelenggaraan Rumah Sakit.
4) Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap
dan konsultan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan sesuai dengan peraturan perundangan.
Pasal 14

1) Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga kesehatan


asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
2) Pendayagunaan tenaga kesehatan asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan
dengan mempertimbangkan kepentingan alih teknologi
dan ilmu pengetahuan serta ketersediaan tenaga
kesehatan setempat.
3) Pendayagunaan tenaga kesehatan asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan
bagi tenaga kesehatan asing yang telah memiliki Surat
Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktik
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan
tenaga kesehatan asing pada ayat (1) ayat (2) dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
1) Berdasarkan jenis pelayanan yang
diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam
Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus.
2) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis
penyakit.
3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memberikan
pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis
penyakit, atau kekhususan lainnya.
Pasal 20
1) Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi
menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
2) Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dikelola oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
Badan Hukum yang bersifat nirlaba.
3) Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan
Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan
Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4) Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.

Pasal 21
• Rumah Sakit privat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 dikelola oleh Badan Hukum dengan tujuan
profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau
Persero.
Pasal 22
• Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit
pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar
rumah sakit pendidikan.
• Rumah Sakit pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi
dengan Menteri yang membidangi urusan pendidikan.

Pasal 23
• Rumah Sakit pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 merupakan Rumah Sakit yang
menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara
terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran,
pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan
tenaga kesehatan lainnya.
• Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan dapat
dibentuk Jejaring Rumah Sakit Pendidikan.
Pasal 24
• Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan
secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit
umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan
Rumah Sakit.
• Klasifikasi Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas :
– Rumah Sakit umum kelas A;
– Rumah Sakit umum kelas B
– Rumah Sakit umum kelas C;
– Rumah Sakit umum kelas D.
• Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
– Rumah Sakit khusus kelas A;
– Rumah Sakit khusus kelas B;
– Rumah Sakit khusus kelas C.
Pasal 26
1) Izin Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman
modal asing atau penanaman modal dalam negeri diberikan
oleh Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari
pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada
Pemerintah Daerah Provinsi.
2) Izin Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman
modal dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang
melaksanakan urusan penanaman modal asing atau
penanaman modal dalam negeri.
3) Izin Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah
Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat
yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
4) Izin Rumah Sakit kelas C dan kelas D diberikan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat
rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang
kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 29
Setiap Rumah Sakit mempunyaikewajiban :
• memberikan informasi yang benar tentang
pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;
• memberi pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
• memberikan pelayanan gawat darurat kepada
pasien sesuai dengan kemampuan
pelayanannya;
• berperan aktif dalam memberikan pelayanan
kesehatan pada bencana, sesuai dengan
kemampuan pelayanannya
Kewajiban RS( lanjutan)

• menyediakan sarana dan pelayanan bagi


masyarakat tidak mampu atau miskin
• melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan
memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa
uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban
bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti
sosial bagi misi kemanusiaan;
• membuat, melaksanakan, dan menjaga standar
mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
sebagai acuan dalam melayani pasien;
• menyelenggarakan rekam medis;
Kewajiban RS( lanjutan)

• menyediakan sarana dan prasarana umum yang


layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang
tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita
menyusui, anak-anak, lanjut usia;
• melaksanakan sistem rujukan;
• menolak keinginan pasien yang bertentangan
dengan standar profesi dan etika serta peraturan
perundang-undangan;
• memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai hak dan kewajiban pasien;
• menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
• melaksanakan etika Rumah Sakit;
Kewajiban RS( lanjutan)
• memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana;
• melaksanakan program pemerintah di bidang
kesehatan baik secara regional maupun
nasional;
• membuat daftar tenaga medis yang
melakukan praktik kedokteran atau kedokteran
gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
• menyusun dan melaksanakan peraturan
internal Rumah Sakit (hospital by laws);
• melindungi dan memberikan bantuan hukum
bagi semua petugas Rumah Sakit dalam
melaksanakan tugas; dan
• memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit
sebagai kawasan tanpa rokok.
Pasal 30
Setiap Rumah Sakit mempunyaihak:

• menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi


sumber daya manusia sesuai dengan
klasifikasi rumah sakit;
• menerima imbalan jasa pelayanan serta
menentukan remunerasi, insentif, dan
penghargaan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan;
• melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam
rangka mengembangkan pelayanan;
• menerima bantuan dari pihak lain sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
• menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
• mendapatkan perlindungan hukum dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan;
• mempromosikan layanan kesehatan yang ada
di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
• mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit
publik dan rumah sakit yang ditetapkan sebagai
rumah sakit pendidikan.
Pasal 32
Setiap pasien mempunyaihak:
• memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
• memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban
pasien;
• memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur,
dan tanpa diskriminasi;
• memperoleh layanan kesehatan yang bermutu
sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional;
• memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi;
• mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan
yang didapatkan;
• memilih dokter dan kelas perawatan sesuai
dengan keinginannya dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit;
• meminta konsultasi tentang penyakit yang
dideritanya kepada dokter lain (second opinion)
yang mempunyai Surat ijin Praktik (SIP) baik di
dalam maupun di luar rumah sakit;
• mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit
yang diderita termasuk data-data medisnya;
Hak Pasien (lanjutan)
• mendapat informasi yang meliputi diagnosis
dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan;
• memberikan persetujuan atau menolak atas
tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
• didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
• menjalankan ibadah sesuai agama atau
kepercayaan yang dianutnya selama hal itu
tidak mengganggu pasien lainnya;
• memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit;
• mengajukan usul, saran, perbaikan atas
perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
• menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak
sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya;
• menggugat dan/atau menuntut rumah sakit
apabila rumah sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
baik secara perdata ataupun pidana; dan
• mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak
sesuai dengan standar pelayanan melalui
media cetak dan elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
• Setiap Rumah Sakit harus memiliki
organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.
• Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri
atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah
Sakit, unsur pelayanan medis, unsur
keperawatan, unsur penunjang medis, komite
medis, satuan pemeriksaan internal, serta
administrasi umum dan keuangan
Pasal 34
• Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis
yang mempunyai kemampuan dan keahlian di
bidang perumahsakitan.
• Tenaga struktural yang menduduki jabatan
sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan
Indonesia.
• Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap
menjadi kepala Rumah Sakit.

Pasal 36
• Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan
tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis
yang baik
Pasal 39

1) Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit harus


dilakukan audit.
2) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa audit kinerja dan audit medis.
3) Audit kinerja dan audit medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
secara internal dan eksternal.
4) Audit kinerja eksternal sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan oleh
tenaga pengawas.
5) Pelaksanaan audit medis berpedoman pada
ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri
Pasal 40

1) Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan


Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi
secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali.
2) Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu
lembaga independen baik dari dalam maupun
dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi
yang berlaku.
3) Lembaga independen sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 43
1) Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan
pasien.
2) Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
3) Rumah Sakit melaporkan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh
Menteri.
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dibuat secara anonim dan
ditujukan untuk mengkoreksi sistem dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien.
Pasal 44

1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan


segala informasi kepada publik yang berkaitan
dengan rahasia kedokteran.
2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut
Rumah Sakit dan menginformasikannya
melalui media massa, dianggap telah
melepaskan hak rahasia kedokterannya
kepada umum.
3) Penginformasian kepada media massa
sebagaimana dimaksud ayat (2) memberikan
kewenangan kepada Rumah Sakit untuk
mengungkapkan rahasia kedokteran pasien
sebagai hak jawab Rumah Sakit.
Pasal 45
• Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara
hukum apabila pasien dan/atau keluarganya
menolak atau menghentikan pengobatan yang
dapat berakibat kematian pasien setelah
adanya penjelasan medis yang komprehensif.
• Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam
melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.
Pasal 46
• Rumah Sakit bertanggungjawab secara
hukum terhadapsemua kerugiany ang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga kesehatandi Rumah Sakit.
Pasal 50

1) Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang


dikelola Pemerintah ditetapkan oleh Menteri.
2) Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang
dikelola Pemerintah Daerah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
3) Besaran tarif kelas III Rumah Sakit selain
rumah sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Pimpinan
Rumah Sakit dengan memperhatikan besaran
tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 51
• Pendapatan Rumah Sakit Publik yang
dikelola Pemerintahdan Pemerintah
Daerah digunakanseluruhnya secara
langsunguntuk biaya operasionalRumah
Sakit dan tidak dapatdijadikan
pendapatannegara atau pemerintah
daerah
Pasal 54
1) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Sakit
dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi
perumahsakitan, dan organisasi kemasyaratan lainnya
sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diarahkan untuk :
– pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang
terjangkau oleh masyarakat;
– peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
– keselamatan pasien ;
– pengembangan jangkauan pelayanan; dan
– peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
Pasal 54
3) Dalam melaksanakan tugas pengawasan Pemerintah
dan Pemerintah Daerah mengangkat tenaga
pengawas sesuai kompetensi dan keahliannya.
4) Tenaga pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) melaksanakan pengawasan yang bersifat teknis
medis dan teknis perumahsakitan.
5) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengambil
tindakan administratif berupa:
– Teguran;
– teguran tertulis; dan/atau
– denda dan pencabutan ijin.
Pasal 55
1) Pembinaan dan Pengawasan non teknis
perumahsakitan yang melibatkan unsur
masyarakat dapat dilakukan secara internal
dan eksternal.
2) Pembinaan dan Pengawasan secara internal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Dewan Pengawas Rumah Sakit
3) Pembinaan dan Pengawasan secara eksternal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit
Indonesia
Pasal 56
1) Pemilik Rumah Sakit dapat membentuk Dewan
Pengawas Rumah Sakit.
2) Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu unit
non struktural yang bersifat independen dan
bertanggung jawab kepada pemilik Rumah
Sakit.
3) Keanggotaan Dewan pengawas Rumah Sakit
terdiri dari unsur pemilik rumah sakit, organisasi
profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh
masyarakat.
4) Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit
berjumlah maksimal 5 (lima) terdiri dari 1 (satu)
orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat)
orang anggota.
Pasal 56
5) Dewan pengawas Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertugas :
– menentukan arah kebijakan Rumah Sakit;
– menyetujui dan mengawasi pelaksanaan renstra;
– menilai dan menyetujui pelaksanaan Rencana
Anggaran;
– mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali
biaya;
– mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien;
– mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah
Sakit; dan
– mengawasi kepatuhan penerapan etika rumah sakit,
etika profesi, dan peraturan perundang-undangan;
Pasal 57
1) Pembinaan dan Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54 ayat (2) dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit
Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri.
2) Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia bertanggung jawab
kepada Menteri.
3) Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia merupakan unit
nonstruktural di Kementerian yang bertanggung jawab dibidang
kesehatan dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.
4) Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia
berjumlah maksimal 5 (lima) orang terdiri dari 1 (satu) orang ketua
merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.
5) Keanggotaan Badan pengawas Rumah Sakit Indonesia terdiri
dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumah
sakitan, dan tokoh masyarakat.
6) Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dalam melaksanakan
tugasnya dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang
sekretaris.
7) Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Badan Pengawas Rumah
Sakit Indonesia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara
Pasal 58
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia
:

• membuat pedoman tentang Pengawasan


Rumah Sakit untuk digunakan oleh Badan
Pengawas Rumah Sakit Provinsi;
• membentuk sistem pelaporan dan sistem
informasi yang merupakan jejaring dari
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia
dan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi;
dan
• Melakukan analisis hasil pengawasan dan
Memberikan rekomendasi kepada
pemerintah dan pemerintah daerah untuk
digunakan sebagai bahan pembinaan.
Pasal 59
1) Badan Pengawas Rumah Sakit dapat dibentuk di
tingkat provinsi oleh Gubernur dan bertanggung jawab
kepada Gubernur.
2) Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi merupakan
unit nonstruktural pada Dinas Kesehatan Provinsi dan
dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.
3) Keanggotaan Badan pengawas Rumah Sakit Provinsi
terdiri dari unsur pemerintah, organisasi profesi,
asosiasi perumah sakitan, dan tokoh masyarakat.
4) Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi
berjumlah maksimal 5 (lima) terdiri dari 1 (satu) orang
ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang
anggota.
5) Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Badan
Pengawas Rumah Sakit Provinsi dibebankan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pasal 60
• Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertugas :
– mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien
di wilayahnya;
– mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah
Sakit di wilayahnya;
– mengawasi penerapan etika rumah sakit, etika
profesi, dan peraturan perundang-undangan;
– melakukan pelaporan hasil pengawasan kepada
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia;
– melakukan analisis hasil pengawasan dan
memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah
untuk digunakan sebagai bahan pembinaan; dan
– menerima pengaduan dan melakuan upaya
penyelesaian sengketa dengan cara mediasi
Pasal 62
• Setiap orang dengansengaja
menyelenggarakanRumah Sakit tidak
memiliki izin sebagaimanadimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1) dipidanadengan
pidana penjara palinglama 2 (dua) tahun
dan dendapaling banyak Rp.
5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah).
Pasal 63
• Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
pasal 62 dilakukan oleh korporasi, selain pidana
penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana
yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari
pidana denda sebagaimana dimaksud pada pasal 62.
• Selain pidana denda sebagaiman dimaksud pada ayat
(1), koorporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
• pencabutan izin usaha; dan/atau
• pencabutan status badan hukum.
PERATURANPELAKSANAAN
• 4 PERATURAN PEMERINTAH
• 1 PERATURAN PRESIDEN
• 14 PERMENKES
TANTANGANPELAYANAN
RUMAHSAKIT
HAKDAN KEWAJIBAN
WARGANEGARA
• AKSES YANKES, LINGKUNGAN SEHAT,
INFORMASI DAN EDUKASI TTG KESEHATAN,
HORMATI HAK ORANG LAIN UTK
MEMPEROLEH LINGKUNGAN SEHAT,
PERILAKU SEHAT
• HIDUP BERSIH DAN SEHAT, IKUT JAMINAN
KESEHATAN, KESEHATAN BAWAHANNYA
• WAJIB SELAMATKAN NYAWA DAN CEGAH
KECACATANNYA DALAM KEADAAN
DARURAT, DILARANG MENOLAK ATAU
MEMINTA UANGMUKA DULU
MENCAPAI
• PENINGKATAN KUALITAS UPAYA KESEHATAN:
– DEFINISI MATI OTAK, TRANSPLANTASI,
REKONSTRUKSI, TRANSPLANTASI SEL,
PEMANFAATAN SEL PUNCA, PELAYANAN
DARAH, KONTRASEPSI, KEHAMILAN DG
BANTUAN, ABORSI, PENANGGULANGAN
BENCANA, IDENTIFIKASI JENASAH, PELAYANAN
BAGI KORBAN TINDAK PIDANA
• KTR UNTUK SEMUA FASYANKES,
• INISIASI MENYUSUI DINI DAN ASI EKSKLUSIF
• KES JIWA, NAPZA, KECAKAPAN MENTAL
• ANGGARAN
RUMAHSAKIT
• STANDAR PELAYANAN, KEAMANAN,
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA
• SYARAT SDM PD MASYARAKAT RUMKIT ( TENAGA
TETAP)
• KEWAJIBAN RUMKIT
• HAK PASIEN (SOSIALISASIKAN)
• PENGURUSAN RUMKIT: AKUNTABEL, AUDIT,
AKREDITASI, KESELAMATAN PASIEN, KEAMANAN
• PENYIAPAN PERATURAN PELAKSANAAN U.U.
FUNGSISOSIAL RUMAHSAKIT

fungsi sosial antara lain


• dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien
tidak mampu/miskin,
• pelayanan gawat darurat tanpa uang muka,
• ambulan gratis,
• pelayanan korban bencana dan kejadian luar
biasa, ATAU
• atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan
UUPelayanan Publik
Azas:
• Kepentinganumum; kepastianhukum;
kesamaanhak; keseimbanganhak dan
kewajiban; keprofesionalan; partisipatif;
persamaanperlakuan/tidak diskriminatif;
keterbukaan;akuntabilitas ; fasilitas dan
perlakuankhusus bagi kelompok rentan;
ketepatanwaktu; dan kecepatan,
kemudahan,dan keterjangkauan.
RuangLingkup
• Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan
barang publik dan jasa publik serta pelayanan
administratif yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan (Ps 5 ayat 1), termasuk pelayanan
kesehatan
• Pelayanan jasa:
– APBN atau APBD
– Modal kekayaan negara
– Ketersediaannya menjadi misi negara yg ditetapkan
dengan UU, termasuk jasa pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin oleh rumah sakit swasta (Ps 5 ayat 4
berikut penjelasan )
HakPenyelenggara
Penyelenggara memiliki hak: (Ps 14)
a. memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain
yang bukan tugasnya;
b. melakukan kerja sama;
c. mempunyai anggaran pembiayaan
penyelenggaraan pelayananan publik;
d. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan
tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan
e. menolak permintaan pelayanan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.
KewajibanPenyelenggara
a. menyusun dan menetapkan standar pelayanan;
b. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan
maklumat pelayanan;
c. menempatkan pelaksana yang kompeten;
d. menyediakan sarana, prasarana, dan/atau
fasilitas pelayanan publik yang mendukung
terciptanya iklim pelayanan yang memadai;
e. memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai
dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik;
f. melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar
pelayanan;
g. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik;
h. memberikan pertanggungjawaban terhadap
pelayanan yang diselenggarakan;
i. membantu masyarakat dalam memahami hak dan
tanggung jawabnya;
j. bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi
penyelenggara pelayanan publik;
k. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan
hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri
atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau
jabatan; dan
l. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi
untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu
tindakan hukum atas permintaan pejabat yang
berwenang dari lembaga negara atau instansi
pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
HakMasyarakat
Masyarakat berhak: (ps 18)
a. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
b. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
c. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang
diajukan;
d. mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau
pemenuhan pelayanan;
e. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara
untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan
yang diberikan tidak sesuai dengan standar
pelayanan;
f. memberitahukan kepada pelaksana untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan
yang diberikan tidak sesuai dengan standar
pelayanan;
g. mengadukan pelaksana yang melakukan
penyimpangan standar pelayanan dan/atau
tidak memperbaiki pelayanan kepada
penyelenggara dan ombudsman;
h. mengadukan penyelenggara yang
melakukan penyimpangan standar pelayanan
dan/atau tidak memperbaiki pelayanan
kepada pembina penyelenggara dan
ombudsman; dan
i. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai
dengan asas dan tujuan pelayanan.
StandarPelayanan (ps20)
(1) Penyelenggara berkewajiban menyusun dan
menetapkan standar pelayanan dengan
memperhatikan kemampuan penyelenggara,
kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan.
(2) Dalam menyusun dan menetapkan standar
pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelenggara wajib mengikutsertakan
masyarakat dan pihak terkait.
(3) Penyelenggara berkewajiban menerapkan
standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(4) Pengikutsertaan masyarakat dan pihak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan prinsip tidak diskriminatif, terkait langsung
dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi dan
mengutamakan musyawarah, serta
memperhatikan keberagaman.
(5) Penyusunan standar pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
dengan pedoman tertentu yang diatur lebih lanjut
dalam peraturan pemerintah.
KomponenStandar
• Komponen standar pelayanan sekurang-
kurangnya meliputi (ps 21):
• a. dasar hukum;
• b. persyaratan;
• c. sistem, mekanisme, dan prosedur;
• d. jangka waktu penyelesaian;
• e. biaya/tarif;
• f. produk pelayanan;
• g. sarana, prasarana, dan/atau fasilitas;
• h. kompetensi pelaksana;
• i. pengawasan internal;
• j. penanganan pengaduan, saran, dan
masukan;
• k. jumlah pelaksana;
• l. jaminan pelayanan yang memberikan
kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan;
• m. jaminan keamanan dan keselamatan
pelayanan dalam bentuk komitmen untuk
memberikan rasa aman, bebas dari bahaya,
dan risiko keraguraguan; dan
• n. evaluasi kinerja pelaksana.
Maklumat(?)
• (1) Penyelenggara berkewajiban menyusun
dan menetapkan maklumat pelayanan yang
merupakan pernyataan kesanggupan
penyelenggara dalam melaksanakan
pelayanan sesuai dengan standar pelayanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
• (2) Maklumat pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dipublikasikan
secara jelas dan luas.
Tarif(ps 31)
(1) Biaya/tarifpelayanan publik pada
dasarnyamerupakan tanggungjawab
negaradan/atau masyarakat.
(2) Biaya/tarifpelayanan publik yang
merupakantanggung jawab negara
sebagaimanadimaksud pada ayat (1)
dibebankankepada negaraapabila
diwajibkan dalam peraturanperundang -
undangan.
(3) Biaya/tarif pelayanan publik selain yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dibebankan kepada penerima pelayanan
publik.
(4) Penentuan biaya/tarif pelayanan publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) ditetapkan dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dan berdasarkan peraturan perundang-
undangan KETENTUAN KHUSUS PADA BADAN LAYANAN UMUM
KebijakanPublik
• PengaturanPenggunaan Obat Generikak an
menurunkanbiaya yankes di Fasyankes
Pemerintahdan Pemda
• Nakes dalamFasyankes harus
memperhatikanhak pasien dalam
memperolehyankes yg aman,bermutu dan
terjangkau
• UU Kes, UU RS dan UU YanPublik
mengatursecara cukup harmonis,
khususnya tentanghak pasien
KebijakanKementerian
Kesehatan
• Mempersiapkanseluruh peraturan
perundang-undanganyang dimandatkan
oleh UU Kes dan UU RS
• Melibatkans eluruhk omponanmasyarakat
di bidang kesehatanuntuk turutserta
• Menelaahketerkaitan UU Yan-Publik,
khususnya yg berkaitandengan Standar
Pelayanandan Tarif Pelayanan(lex
spesialis?)
KESIMPULAN
• PERATURAN BERTUJUAN MENGATUR
• YANG DIATUR BELUM TENTU MENJADI
TERATUR
• KEPASTIAN HUKUM, KERINCIAN DAN
KEMAMPU-LAKSANAAN PERATURAN,
SOSIALISASI DAN INTERNALISASI NILAI,
BUDAYA LOKAL, PENGAWASAN, PENINDAKAN
PELAKU PELANGGARAN, PEMBINAAN :
MERUPAKAN FAKTOR-FAKTOR YG
MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PERATURAN
• TANTANGAN SEKALIGUS PELUANG !!!

You might also like