You are on page 1of 222

Petunjuk Praktikum Taksonomi Tumbuhan I

(Cryptogamae),
Alga, Fungi, Bryophyta, Pterydophyta

Oleh: Ahmad Dwi Setyawan, S.Si.

Catatan:
Daftar pustaka dan sebagian
gambar hilang
Petunjuk Praktikum Taksonomi Tumbuhan I (Cryptogamae),
Alga, Fungi, Bryophyta, Pterydophyta

Penulis: Ahmad Dwi Setyawan, S.Si.

© 2000 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan


cara apapun tanpa ijin tertulis dari penulis dan penerbit.

Penerbit:
Laboratorium Taksonomi Tumbuhan
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Cetakan Pertama 1998


Cetakan Kedua 2000
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang
memberi ilmu, inspirasi dan kemuliaan. Atas perkenan-Nyalah Buku PETUNJUK
PRAKTIKUM TAKSONOMI TUMBUHAN I (BIO 00083) ini dapat disusun dan
diterbitkan sebagaimana mestinya. Shalawat dan salam bagi Rasul-Nya yang
sabar dan belas kasih.
Penyusunan buku Petunjuk Praktikum ini diusahakan sedapat mungkin
agar ringkas, praktis dan sistematis, sehingga mudah dipahami dan dapat
digunakan untuk memandu pelaksanaan praktikum mahasiswa. Materi buku ini
terdiri dari empat bab, meliputi BAB I ALGA, BAB II FUNGI, BAB III BRYOPHYTA
dan BAB IV PTERYDOPHYTA. Setiap Bab terdiri dari Landasan Teori dan Acara
Praktikum. Acara Praktikum meliputi: tujuan praktikum, bahan dan alat, cara
kerja dan pertanyaan observasi. Landasan teori diusahakan semaksimal
mungkin dapat memberi latar belakang yang cukup kepada para mahasiswa
dalam melaksanakan praktikum, namun berhubung keterbatasan jumlah
halaman, maka landasan teori setiap bab disusun seringkas mungkin dengan
tidak melupakan kaidah-kaidah ilmiah yang harus disampaikan. Untuk itu para
mahasiswa diharap juga membaca manual, monografi dan literatur-literatur lain.
Buku ini disusun berdasarkan pustaka-pustaka klasik yang umum
digunakan dalam pengajaran taksonomi tumbuhan tingkat rendah, namun untuk
menyesuaikan dengan kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan, tingkatan
taksa yang digunakan dalam buku ini mengacu pada pustaka-pustaka terbaru,
sehingga ALGA, FUNGI, BRYOPHYTA dan PTERYDOPHYTA tidak lagi dimasukkan
dalam tingkatan divisi, tetapi sudah menjadi regnum (kerajaan). Akibatnya
klasifikasi dalam buku ini tidak dapat mengacu hanya pada salah satu literatur
saja, tetapi merupakan gabungan dari berbagai literatur.
Dengan tersusunnya buku ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak, terutama Susi, Edwi, Kemik dan para asisten praktikum
Taksonomi Tumbuhan. Sebagai sebuah karya manusia, buku ini tentu
mengandung kelemahan, meskipun secara hati-hati telah diusahakan
meminimalkannya. Untuk itu, kritik dan saran selalu diharapkan untuk
menyempurnakan buku ini di waktu-waktu yang akan datang. Begitu juga
diharapkan buku sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama
para mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNS.

AHMAD DWI SETYAWAN, S.SI.


DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii


Bab I Alga 1
Bab II Fungi 81
Bab III Bryophyta 123
Bab IV Pterydophyta 147
BAB I
ALGA
PENDAHULUAN

Alga yang juga sering disebut algae atau ganggang, merupakan kelompok
tumbuhan berhabitus talus (Thallophyta), dimana akar, batang dan daun belum
berkembang dengan sempurna. Pada alga makroskopis kadang-kadang dapat
dibedakan atas alat perlekatan (holdfast/rizoid), batang/tangkai (stipe) dan helai
daun (blade), namun batang dan daun umumnya menyatu. Klasifikasi alga bukan
berdasarkan persamaan sifat morfologi, tetapi lebih berdasarkan persamaan sifat
pigmentasinya. Klasifikasi alga cukup beragam, meskipun secara tradisional
kebanyakan hanya didasarkan pada bentuk morfologi sel-sel reproduksi, jenis
pigmen fotosintesis dan jenis cadangan makanan. Di samping kloroplas, alga juga
mengandung kromoplas (kromatofor) yang berbeda-beda tergantung divisinya.
Salah satu model klasifikasi yang banyak diikuti adalah klasifikasi dari
Chapman dan Chapman (1973), yang membagi alga menjadi sepuluh divisi, yaitu:
Bacillariophyta Pyrrophyta
Chloromonadophyta Xanthophyta
Chrysophyta Chlorophyta
Cryptophyta Phaeophyta
Euglenophyta Rhodophyta
Dari sepuluh divisi tersebut, alga yang paling populer adalah Chlorophyta (alga
hijau), Rhodophyta (alga merah) dan Phaeophyta (alga coklat), karena memiliki
banyak spesies-spesies makroskopis yang dimanfaatkan untuk bahan makanan,
bahan industri dan lain-lain.

Reproduksi
Sistem reproduksi alga tidak dilengkapi jaringan sel-sel steril yang berfungsi
melindungi sel-sel fertil, sebaliknya semua sel berpotensi untuk menjadi fertil dan
menghasilkan keturunan. Embryo tidak dibentuk di dalam suatu jaringan
pelindung khusus yang dihasilkan induk. Pada saat sel membelah, membran

BAB I A L G A 1
plasma umumnya masuk ke dalam dari tepi sel (furrowing), seperti pada hewan,
fungi dan protista.

Pigmen Fotosintesis
Sistem fotosintesis alga berdasarkan pada klorofil a, namun secara keseluruhan
pigmen kloroplas Chlorophyta, Rhodophyta dan Phaeophyta berbeda-beda.
Kloroplas Chlorophyta mengandung klorofil a, b dan karotenoid, sama dengan
Euglenophyta dan tumbuhan tingkat tinggi. Kloroplas Rhodophyta mengandung
klorofil a dan fikobilin, sama dengan Cyanobacteria. Sedang kloroplas Phaeophyta
mengandung klorofil a dan c. Klorofil a juga terdapat pada Bryophyta dan
tumbuhan tingkat tinggi, tetapi strukturnya jauh lebih kompleks.

Cadangan Makanan
Alga dapat menyimpan cadangan makanan seperti umumnya tumbuhan.
Cadangan makanan Chlorophyta berupa pati yang disimpan dalam kloroplas.
Suatu sifat yang sangat unik mengingat semua eukaryota fotosintetik lain
menyimpan cadangan makanan di luar kloroplas. Cadangan makanan Rhodophyta
berupa pati/tepung floridean, suatu polimer yang menyerupai gugus amilopektin
pada pati (bukan gugus amilosa) dan mirip glikogen. Cadangan makanan
Phaeophyta berupa mannitol (alkohol) dan laminarin, suatu polimer glukosa yang
ikatannya tidak seperti ikatan pada pati. Selulosa merupakan senyawa utama
penyusun dinding sel semua spesies alga. Pada Chlorophyta selain mengandung
selulosa, dinding sel mengandung pula pektin. Pada Phaeophyta selain
mengandung selulosa dan pektin dinding sel mengandung pula asam algin. Sedang
dinding sel Rhodophyta hanya mengandung selulosa saja.

Klasifikasi
Secara garis besar klasifikasi ketiga divisi di atas sebagai berikut:
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Prasinophyceae
: Clorophyceae
: Charophyceae
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Subkelas : Bangiophycidae (bagean)
Subkelas : Florideophycidae (floridean)

2 Taksonomi Tumbuhan I
Dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan, penamaan tingkatan taksa
alga mengikuti aturan berikut:

Taksa Akhiran Laminaria saccharina L


Divisi -phyta Chlorophyta
Kelas -phyceae Chlorophyceae
Ordo -ales Laminariales
Familia -acea Laminariaceae
Genus - Laminaria
Laminaria
Laminaria
Spesies - Laminaria saccharina L
Laminaria saccharina L
Laminaria saccharina L
*) Nama genus dan nama spesies ditulis dengan huruf miring, huruf tebal atau digaris bawah.

DIVISI CHLOROPHYTA
(Alga Hijau)

Chlorophyta memiliki sekurang-kurangnya 7000 spesies dan merupakan alga


yang paling tinggi keanekaragamannya, baik bentuk morfologi maupun daur
hidupnya. Sebagian besar alga ini hidup di lingkungan akuatik, baik air tawar
maupun air laut, tetapi ditemukan pula pada berbagai habitat, seperti permukaan
tanah, salju, batang pohon atau bersimbiosis dengan lichenes, protozoa dan hydra.
Kebanyakan Chlorophyta bersifat mikroskopik, tetapi spesies yang tumbuh di laut
umumnya makroskopis.

Pigmen Fotosintesis
Sifat-sifat Chlorophyta menyerupai tumbuhan tingkat tinggi. Pigmen fotosinte-
sis yang utama adalah klorofil a dan b yang tersimpan dalam kloroplas. Keduanya
berwarna hijau dan jumlahnya sangat banyak, sehingga menutupi pigmen lain,
seperti karoten dan santofil (xanthophil). Santofil yang terdapat pada Chlorophyta
berupa lutein, jumlahnya cukup banyak dan hanya terdapat pada Chlorophyta.
Jumlah dan konsentrasi pigmen pada setiap spesies sangat bervariasi, sehingga
warna talus bernuansa dari hampir transparan hingga sangat hijau.

BAB I A L G A 3
Setiap genus atau spesies memiliki bentuk kloroplas tertentu. Kloroplas sel tua
pada genus Scenedesmus dan Hydrodictyon sering tersebar dalam sitoplasma.
Kloroplas pada Chlamydomonas, serta beberapa spesies anggota Ordo Volvocales
dan Tetrasporales berbentuk cawan. Bentuk ini dijumpai pada sebagain besar
Chlorophyta primitif, sehingga dapat digunakan untuk menentukan maju tidaknya
tingkat evolusi. Sebagian besar kloroplas memiliki pirenoid, berupa protein di
tengah yang diliputi butir-butir pati. Setiap sel memiliki satu sampai beberapa
kloroplas. Hasil fotosintesis ditimbun sebagai cadangan makanan dalam bentuk
pati, yang pembentuknnya sangat erat dengan pirenoid. Cadangan makanan
disimpan di dalam kloroplas dan dinding sel dalam bentuk polisakarida, terutama
selulosa yang mengikat hemiselulosa dan pektin.

Struktur Vegetatif
Struktur sel Chlorophyta sangat khas. Sel-sel motil umumnya memiliki dua
atau empat flagela yang ukurannya sama panjang. Flagela bertipe whiplash,
dimana seluruh filamen aksial (aksonema) diselimuti membran sitoplasma kecuali
bagian ujung, sehingga hanya ujung aksonema yang telanjang.
Sebagian besar sel Chlorophyta memiliki dinding, sehingga bentuknya tertentu.
Dinding sel terdiri dari dua lapis. Lapisan dalam seluruhannya atau sebagian besar
berupa selulosa, kecuali pada Ordo Siphonales berupa kalosa. Sedang lapisan luar
berupa pektosa yang dibentuk dalam sitoplasma dan dikeluarkan melalui misel-
misel lapisan selulosa. Pektosa paling luar umumnya menjadi pektin dan dapat
larut di dalam air, sehingga terus-menerus disintesis oleh se-sel vegetatif.
Chlorophyta memiliki nukleus sejati yang dikelilingi membran nukleus dan di
dalamnya terdapat satu atau beberapa nukleolus.

Reproduksi
Chlorophyta dapat berkembangbiak secara vegetatif, aseksual maupun seksual.
Reproduksi secara vegetatif dilakukan dengan fragmentasi talus atau filamen,
dimana setiap fragmen dapat tumbuh menjadi individu baru. Reproduksi aseksual
dilakukan dengan pembentukan zoospora, aplanospora dan hipnospora.
1. Zoospora atau spora berflagela merupakan cara reproduksi paling lazim,
spora ini biasanya dibentuk dalam sel vegetatif yang bentuknya sama dengan
sel-sel lain, namun kadang-kadang dibentuk dalam sel-sel khusus
zoosporangium, seperti pada Trentepohliaceae.
2. Aplanospora (akinet) adalah spora tanpa flagela.
3. Hipnospora adalah aplanospora yang dindingnya menebal.

4 Taksonomi Tumbuhan I
Reproduksi seksual dilakukan secara isogami, anisogami, oogami dan aplanogami:
1. Isogami adalah persatuan antara dua zoogamet yang bentuk dan ukurannya sama.
2. Anisogami adalah persatuan antara dua zoogamet yang bentuknya sama,
tetapi ukurannya berbeda.
3. Oogami adalah persatuan antara gamet jantan yang berflagela (anterozoid)
dengan gamet betina yang tidak berflagela dan non motil (sel telur).
4. Aplanogami adalah persatuan atara dua gamet amoeboid tanpa flagela
(aplanogamet)

a b c

Gambar 1-1
Tipe-tipe reproduksi seksual berdasarkan bentuk gamet: a. isogami; b. anisogami, c. oogami,
d.aplanogami.

Klasifikasi
Chlorophyta memiliki kesamaan pigmen, cadangan makanan dan struktur
kloroplas. Namun terdapat pula keragaman dalam tipe selubung sel, proses
pembelahan sel, struktur flagela dan kerangka sel (sitoskeleton). Berdasarkan
sifat-sifat tersebut Chlorophyta dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu
Prasinophyceae, Chlorophyceae dan Charophyceae. Prasinophyceae dianggap
paling primitif, karena tidak memiliki dinding sel, memiliki bermacam-macam
tipe pembelahan sel dan tipe struktur flagela.

BAB I A L G A 5
Tabel 1-1. Sifat-sifat pembeda Divisi Chlorophyta

Sifat Prasinophyceae Chlorophyceae Charophyceae

1. Selubung sel Sisik-sisik (theca) Dinding sel Dinding sel


2. Struktur flagela Macam-macam Halus Sisik-sisik
3. Struktur benang- Terbuka atau Tertutup Terbuka
benang mitosis tertutup
4. Cara pembelahan sel Macam-macam Bersama Sebagian
5. Struktur mikrotubuli Fikoplas atau Fikoplas Fragmoplas
pada pembelahan sel fragmoplas
6. Struktur mikrotubuli Akar Akar bersilangan Pita lebar dan akar
kerangka sel
7. Struktur rizoplas Ada atau tidak Ada atau tidak Tidak
kerangka sel
8. Enzim glikolat Ada Ada Glikolat oksidase
dehidrogenase
9. Enzim urea Tidak ada Urea amidolyase Urease

KELAS PRASINOPHYCEAE

Kelas Prasinophyceae merupakan Chlorophyta paling primitif, dimana


sebagian besar anggotanya bersifat uniseluler dan memiliki flagela. Kelas ini
berhabitat di laut atau air tawar, sering berbentuk asimetris dan ditutupi sisik-sisik
(theca) dari bahan organik. Sisik juga terdapat pada flagela. Sifat-sifat struktural
lainnya sangat bervariasi.
Keadaan primitif ini ditunjukkan oleh Micromonas, suatu alga yang hidup di
laut, berflagela dan berukuran sangat kecil (<2 μm). Flagela sebuah, terletak
lateral, muncul dari pangkal talus dan memiliki sebuah akar dari mikrotubuli.
Setiap sel memiliki nukleus tunggal, kloroplas dan mitokondria. Organel dan
flagela terlepas pada saat pembelahan sel.

6 Taksonomi Tumbuhan I
KELAS CHLOROPHYCEAE

Kebanyakan Chlorophyta termasuk dalam Kelas Chlorophyceae. Anggota


kelas ini memiliki beragam bentuk morfologi, meliputi: alga uniseluler berflagela
dan tanpa flagela, alga koloni motil dan non motil, alga filamen dan alga
parenkimatis. Sebagian besar anggotanya hidup di air tawar, beberapa spesies
uniseluler hidup sebagai plankton dan beberapa spesies multiseluler parenkimatis
hidup di perairan pantai. Ada pula yang tumbuh di darat, seperti di atas salju,
permukaan tanah dan batang pohon.

Gambar 1-2
Skema morofologi sel Chlorophyta (Chlamydomonas): 1. bintik mata, 2. tilakoid, 3. flagela, 4.
papila, 5. vakuola kontraktil, 6. mitokondria, 7. butir-butir pati, 8. dinding sel, 9. badan golgi,
10. nukleus, 11. pirenoid

BAB I A L G A 7
Bentuk-bentuk morfologi Chlorophyceae:
Uniseluler:
1. Uniseluler motil, misalnya Chlamydomonas.
2. Uniseluler nonmotil, misalnya Chlorella
Koloni multiseluler:
3. Koloni motil, misalnya Pandorina, Volvox.
4. Koloni kokus, misalnya Hydrodictyon, Pediastrum.
5. Koloni palmella, misalnya Tetraspora
6. Koloni dendroid, misalnya Prasinoclados
Filamen multiseluler:
7. Filamen tanpa cabang, misalnya Ulothrix, Oedogonium
8. Filamen bercabang, misalnya Cladophora, Pithophora
9. Filamen tegak dengan bagian pangkal bercabang-cabang menjalar,
misalnya Stigeoclonium, Coleochaeta
Parenkimatis multiseluler:
10. Menyerupai daun atau parenkim, misalnya Ulva
11. Menyerupai sifon/pipa, misalnya Protosiphon, Caulerpha.

Klasifikasi
Para author berbeda pendapat dalam mengklasifikasikan Chlorophyceae. Salah
satu klasifikasi tingkat ordo yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
1. Volvocales: talus berupa sel vegetatif berflagela dan motil. Ordo ini
merupakan satu-satunya ordo yang motil.
2. Tetrasporales: talus berupa sel vegetatif yang dapat mengalami metamorfosis
sementara menjadi sel berflagela yang motil.
3. Ulotrichales: talus berbentuk filamen bercabang atau tidak, berasal dari ujung
sel yang saling berhubungan. Nukleus tunggal. Kloroplas berbentuk pita lebar
terletak di bagian tepi sel.
4. Ulvales: talus berbentuk helai lebar atau pipa, berasal dari sel-sel bernukleus
tunggal yang membelah mengikuti dua atau tiga bidang.
5. Scizogoniales (Prasiolales): talus berbentuk filamen, cawan tipis atau tabung.
Nukleus tunggal. Kloroplas berbentuk bintang. Zoospora tidak ada, reproduksi
dilakukan dengan aplanospora.
6. Cladophorales: talus berbentuk filamen uniseriate (satu deretan sel) bercabang
atau tidak. Kloroplas berbentuk jala, pirenoid banyak. Nukleus banyak.
7. Oedogoniales: talus berbentuk filamen uniseriate, terdiri dari sel-sel berbentuk
tabung. Pembelahan sel sangat unik menghasilkan celah-celah anular pada
dinding. Sel kelamin memiliki banyak flagela, melingkari ujung anterior sel.

8 Taksonomi Tumbuhan I
8. Conjugales (Zygnematales): talus berupa sel soliter atau filamen uniseriate
tanpa cabang. Kloroplas berbentuk spiral, pipih atau bintang. Sel kelamin
amoeboid tanpa flagela. Reproduksi seksual isogami.
9. Chlorococcales: talus berupa sel soliter atau koloni nonfilamentik dengan
jumlah sel tertentu atau tidak. Nukleus tunggal atau banyak.
10. Siphonales: talus berbentuk pipa (sifon) panjang, bercabang-cabang dan
pertumbuhannya tanpa batas, berasal dari sel tunggal yang bernukleus banyak.
11. Siphonocladales: talus multiseluler melekat pada substrat dengan perantara
rizoid. Nukleus banyak dengan kloroplas berbentuk jala.
12. Dasycladales: talus berupa sumbu sentral bercabang-cabang. Semula sel
hanya memiliki satu nukleus diploid, lalu nukleus membelah secara amitosis
membentuk banyak nukleus. Sebagian atau seluruh cabang bersifat fertil.

ORDO VOLVOCALES
Volvocales merupakan satu-satunya ordo dari Kelas Chlorophyceae yang
memiliki sel vegetatif motil. Talus sangat sederhana, berbentuk uniseluler,
misalnya Chlamydomonas atau koloni dengan bentuk tertentu, misalnya
Pandorina, Eudorina dan Volvox. Sel bulat telur, kloroplas berbentuk mangkuk
dengan satu pirenoid. Sebagian memiliki dinding sel, lapisan dalam berupa
selulosa, sedang lapisan luar berupa pektin. Pada spesies yang membentuk koloni
multiseluler, pektin dari masing-masing sel akan membaur menjadi satu hingga
membentuk matriks koloni yang homogen. Struktur sitoplasma setiap spesies
relatif sama.
FAMILIA CHLAMYDOMONADACEAE
GENUS CHLAMYDOMONAS
Talus Chlamydomonas umumnya uniseluler, flagela dua atau empat buah,
ukuran sel sekitar 0,02 mm, berbentuk bulat, bulat telur atau bulat panjang.
Beberapa spesies memiliki papila pada ujung anteriornya. Kloroplas berbentuk
mangkuk dan mengisi hampir seluruh bagian sitoplasma. Pada spesies-spesies
tertentu kloroplas berbentuk jala, misalnya C.reticulata atau berbentuk cakram
misalnya C.alpina. Flagela terdapat di ujung anterior, tipe akronema (whiplash),
sama panjang dan memiliki blefaroplas. Setiap blefaroplas dihubungkan satu
dengan lain oleh suatu serabut melintang yang disebut paradesmose. Flagela
digunakan untuk bergerak, di bagian pangkalnya terdapat vakuola kontraktil.
Bintik mata (stigma) terletak di anterior, berwarna jingga dan berfungsi sebagai
fotoreseptor. Reproduksi dilakukan secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual
dilakukan dengan zoospora, aplanospora, hipnospora dan stadium palmella.

BAB I A L G A 9
Gambar 1-3
Daur hidup Chlamydomonas

10 Taksonomi Tumbuhan I
1. Zoospora dapat dibentuk dari semua sel vegetatif. Diawali dengan lepasnya
flagela, diikuti pembelahan sitoplasma secara memanjang dan berulang-ulang
membentuk 4, 8 atau 16 sel. Pembentukan dinding sel anakan selalu diikuti
pembentukan aparatus neuromotor yang akan menjadi flagela, bintik mata dan
vakuola kontraktil. Zoospora keluar dari sel induk melalui lubang atau
robekan dinding sel. Bentuk zoospora sama dengan sel induk, tetapi
ukurannya lebih kecil. Proses pembelahan ini berulang setiap 25 jam, sehingga
dalam satu minggu dapat terbentuk sekitar 2.000.000 individu baru dari satu
sel induk. Pembentukan zoospora merupakan cara reproduksi paling umum.
2. Aplanospora dibentuk apabila kondisi lingkungan kurang menguntungkan,
dimana sitoplasma anakan yang seharusnya dilepaskan tetap tinggal di dalam
sel induk dan membulat. Aplanospora dapat berkecambah atau membelah
membentuk zoospora, jika kondisi lingkungan membaik, misalnya C.caudata.
3. Hipnospora adalah aplanospora yang memiliki dinding sel tebal.
4. Stadium palmella dibentuk di lingkungan yang kekurangan air, misalnya
media agar, tanah lembab atau kolam yang mengering. Sitoplasma anakan
tidak membentuk aparatus neuromotor. Dinding sel induk mengalami
gelatinisasi, membentuk lapisan di sekeliling sitoplasma anakan, sehingga
terbentuk koloni ireguler terdiri dari ribuan sel. Semua sel memiliki flagela,
dapat bergerak dan akan keluar dari selubung gelatin jika terkena air.
Talus Chlamydomonas bersifat homotalus atau heterotalus. Reproduksi secara
seksual dilakukan secara isogami, anisogami atau oogami.
1. Isogami: semua sel vegetatif dapat berfungsi sebagai gamet (hologami).
Dinding sel terlepas sebelum dua gamet menyatu mulai dari bagian anterior,
sehingga terbentuk sel dengan empat flagela, dua nukleus, dua pirenoid dan
dua bintik mata. Zigot yang terbentuk memiliki empat flagela dan untuk
sementara tetap motil, misalnya C. snowiae.
2. Anisogami: gamet jantan dan betina dibentuk dalam sel vegetatif yang berlainan.
Gamet betina lebih besar dan dalam satu sel vegetatif hanya terbentuk 2-4
gamet betina, sedang gamet jantan dapat mencapai 8-16 buah.
3. Oogami: sel jantan (anteridium) membelah membentuk 8 atau 16 aterozoid
kecil berflagela dua, sedang sel betina yang ukurannya lebih besar, melepaskan
flagela dan menjadi oogonium berisi satu sel telur. Penyatuan gamet diikuti
pembentukan dinding sel, misalnya C.oogamum dan C.coccivera.
Pada spesies isogami dan anisogami, terlepasnya flagela dari zigot diikuti
dengan pembentukan dinding sel yang menyelubungi zigot tersebut. Kedua
nukleus bersatu membentuk struktur bulat yang mengalami fase istirahat beberapa
lama. Zigot membesar 2-5 kali ukuran semula, karena penimbunan bahan

BAB I A L G A 11
makanan hasil fotosintesis. Cadangan makanan diubah menjadi minyak dan
terbentuk pigmen hematokhrom, sehingga sitoplasma berwarna merah. Ketika
masa dormansi usai dan lingkungan sesuai, maka nukleus diploid membelah
meiosis menjadi empat nukleus haploid dan terbentuk empat sitoplasma anakan,
masing-masing dengan satu nukleus. Keempatnya dilepaskan melalui pecahnya
dinding zigot.

FAMILIA VOLVOCEAE
Talus familia ini merupakan koloni motil. Sel-sel di dalamnya teratur
berbentuk seperti cawan atau bulat. Jumlah sel dalam koloni tetap dan merupakan
kelipatan dua. Reproduksi aseksual dilakukan dengan membentuk koloni anakan
yang disebut gonidium dan senobium. Sedang reproduksi seksual dilakukan
secara isogami, anisogami atau oogami.

GENUS VOLVOX.
Genus Volvox paling maju dibanding genus-genus lain dalam familia ini.
Koloninya berbentuk bulat terdiri dari 500-60.000 sel, tergantung spesiesnya.
Letak sel teratur di bagian tepi koloni. Bagian dalam koloni berlendir dan
mengandung air. Setiap sel memiliki dua flagela dan 2-5 vakuola kontraktil. Pada
beberapa spesies, antar sel dihubungakan benang sitoplasma halus. Sebagian sel
dalam koloni merupakan sel vegetatif dan hanya beberapa sel yang dapat
membentuk gamet.

Reproduksi
Volvox dapat bereproduksi secara aseksual dengan membentuk gonidium dan
senobium, serta secara seksual dengan membentuk anterozoid dan sel telur. Pada
Volvox dewasa, beberapa sel di bagian posterior membesar dan flagela lepas. Sel-
sel ini disebut gonidium, yang selanjutnya membelah memanjang beberapa kali,
membentuk bulatan kecil yang memiliki rongga di tengah dan suatu porus ke arah
luar. Struktur ini disebut senobium, letaknya menggantung dalam rongga koloni
induk dan kemudian membalik mulai dari bagian porus. Diikuti terbentuknya
flagela pada setiap sel sehingga koloni anakan dapat keluar dari koloni induk.
Volvox dapat bersifat monoesis atau diesis. Sel calon anterozoid membelah
menjadi koloni berbentuk cawan atau lingkaran berisi 16, 32, 64, 132, 256 atau
512 anterozoid berflagela. Sel calon telur membesar, tetapi tidak membelah.
Secara umum mekanisme pembuahan belum diketahui, tetapi pada V.aureus,
anterozoid menembus koloni betina dan masuk ke dalam sel telur. Zigot yang
terbentuk tidak langsung berkecambah, tetapi melalui fase istirahat dahulu.

12 Taksonomi Tumbuhan I
a b

e
c

Gambar 1-4
Volvox: a. sekumpulan koloni, b. plakea, c. sperma, d. gonidium, e. daur hidup.

BAB I A L G A 13
GENUS PASCHERINA, GONIUM, PANDORINA, EUDORINA, PLEUDORINA
Pascherina merupakan anggota Volvocaceae paling sederhana. Koloninya
terdiri dari 3-4 sel yang menyerupai Chlamydomonas. Sel-sel ini berlekatan satu
dengan yang lain secara lateral.
Koloni Gonium terdiri dari 4, 8 atau 16 sel. Semua terletak dalam satu bidang
datar, hingga terbentuk suatu struktur segiempat.
Koloni Pandorina terdiri dari 4, 8, 16 atau 32 sel, yang letaknya sangat
berdekatan, berbentuk bulat dan terbungkus suatu membran.
Koloni Eudorina memiliki struktur yang lebih maju, berbentuk bulat panjang,
ujung posterior kadang-kadang ditandai dengan adanya tonjolan. Terdiri dari 16,
32 atau 64 sel, berflagela dua buah. Letak sel-sel tersebut berjauhan dan kadang
teratur dalam baris melintang. Pada E.illiniensis empat sel di anterior lebih kecil
dari pada sel-sel lainnya. Sel-sel ini tidak digunakan untuk berkembang biak. Hal
ini menunjukkan adanya diferensiasi inisial dalam setiap organisme tersebut.
Koloni Pleudorina terdiri dari 32 atau 64 sel, namun diferensiasinya kurang
berkembang, dimana sepertiga hingga setengah jumlah sel dalam koloni
merupakan sel vegetatif.

ORDO TETRASPORALES
Talus Tetrasporales terdiri dari sel-sel vegetatif non motil, tetapi dapat
mengalami metamorfosis sementara membentuk flagela, sehingga dapat bergerak
sementara. Sebagian besar anggotanya membentuk koloni non filamentik yang
bentuknya tertentu atau ireguler, namun pada beberapa genus berupa sel soliter.

Reproduksi
Reproduksi aseksual dilakukan dengan pembentukan zoospora dan
aplanospora, sedang reproduksi seksual dilakukan secara isogami. Bentuk sel
Tetrasporales menyerupai Volvocales uniseluler nonmotil dalam stadium palmella
temporer, yang kemudian kembali lagi ke keadaan motil.
Banyak author menyatakan Tetrasporales memiliki hubungan kekerabatan
sangat dekat dengan Chlamydomonas, sehingga untuk memisahkannya dari
Volvocales harus sangat hati-hati, bahkan sebagian author tetap mempertahankan
kelompok ini dalam Volvocales dan tidak mengakui adanya Tetrasporales. Mereka
menganggap immobilitas sel merupakan suatu tahap lebih maju dari stadium
palmella immotil temporer pada Chlamydomonadaceae. Sebagian besar spesies
Tetrasporales merupakan alga air tawar, ordo ini dibagi menjadi dua familia atas
dasar ada tidaknya pseudosilia.

14 Taksonomi Tumbuhan I
c

a b

Gambar 1-5
Koloni Chlorophyceae. a. koloni Pascherina menyatu langsung antar sel, b. koloni Gonium
menyatu dengan lendir, c. Gonium 16 sel, d. Pandorina, e. Eudorina, f. Pleudorina,

BAB I A L G A 15
FAMILIA TETRASPORACEAE
Talus berupa koloni bulat memanjang dan bergelatin. Sel vegetatif membentuk
kelompok yang terdiri dari 2-4 sel, masing-masing memiliki dua pseudosilia. Di
samping familia Tetrasporaceae, terdapat pula familia Palmellaceae dimana sel-
selnya membentuk koloni-koloni kecil dengan bentuk tertentu atau ireguler, tanpa
pseudosilia

GENUS TETRASPORA
Talus merupakan koloni ireguler, berwarna hijau. Lapisan luar koloni terdiri
dari sel-sel vegetatif yang memiliki sebuah kloropas dan dua pseudosilia.
Kloroplas terletak di tengah, berbentuk cawan dan memiliki sebuah pirenoid.
Pertumbuhan talus terjadi karena pembelahan sel-sel vegetatif.
Reproduksi aseksual dilakukan dengan aplanospora, sedang secara seksual
dengan isogami. Aplanospora tumbuh membesar hingga mencapai ukuran sebesar
sel vegetatif, lalu membelah menjadi empat sel anakan yang memiliki pseudosilia.
Sel anakan mengumpul dalam suatu membran berlendir, membentuk talus khas.
Isogamet dibentuk dari sel yang membelah sebanyak 2-3 kali sampai dihasilkan
empat atau delapan isogamet berbentuk pir dengan sebuah kloroplas berbentuk
mangkuk. Pembuahan terjadi apabila dua isogamet bersatu dan melebur. Zigot
yang berflagela empat berenang semetara, lalu menarik flagela dan membentuk
dinding sel. Zigot berkecambah membentuk 4-8 aplanospora tanpa pseudosilia.

ORDO ULOTRICHALES
Talus Ulotrichales umumnya berbentuk filamen sederhana (uniseriate), ber-
cabang-cabang atau tidak, sel bernukleus tunggal, kloroplas besar tunggal. Sedang
filamen semacam yang selnya multinukleat dimasukkan dalam Cladophorales.
Oedogoniales kemungkinan berasal dari Ulotrichales. Sedang Ulvales yang
memiliki talus parenkimatis kemungkinan dari Ulotrichales tanpa cabang.
Pertumbuhan talus filamen terjadi melalui pemanjangan dan pembelahan sel.
Pembelahan vegetatif diikuti reorganisasi benang-benang mitosis pada fikoplas.
Pada beberapa spesies, pembelahan sel diikuti terbentuknya lekukan pada bidang
ekuatorial sel induk, sehingga terbentuk dinding melintang antara sel-sel anakan.
Khusus pada pembelahan vegetatif/mitosis, dinding sel induk digunakan untuk
membentuk dinding sel anakan, sedang pada pembelahan reproduksi/meiosis
biasanya dinding sel induk rusak.
Pada beberapa genus talus berbentuk filamen bercabang-cabang yang saling
berhubungan membentuk massa pseudoparenkimatis, namun pada beberapa genus
lain talus berupa struktur sederhana yang hanya terdiri dari beberapa sel, bahkan

16 Taksonomi Tumbuhan I
pada genus Protococcus bentuk filamen tereduksi sehingga hanya berupa sel
tunggal. Talus bercabang sering terdiferensiasi membentuk bagian prostatus
(menjalar) dan bagian tegak, talus ini disebut heterotrikh. Genus yang memiliki
talus bercabang-cabang umumnya dianggap lebih maju dibandingkan genus
dengan talus tanpa cabang. Sel bernukleus tunggal, umumnya memiliki satu
kloroplas kecuali sel tua. Kloroplas berbentuk pita atau helai, terletak parietal.
Pada genus Coleochaeta dan Ulothrix, terdapat daur hidup antara generasi
gametofit multiseluler dan sporofit uniseluler (fase diploid). Selain itu, ada
beberapa genus yang memiliki daur hidup, dimana gametofit bersifat multiseluler
dan hapliod sedang sporofit multiseluler dan diploid, bersifar isomorf atau
heteromorf. Reproduksi aseksual dilakukan dengan membentuk zoospora
berflagela empat, sedang reproduksi seksual dilakukan secara isogami, anisogami
atau oogami.

FAMILIA ULOTRICHACEAE
GENUS ULOTHRIX
Ulothrix memiliki talus berbentuk filamen tanpa cabang dengan pertumbuhan
tanpa batas. Semua sel dalam filamen mampu membentuk zoospora. Sel
bernukleus tunggal, kloroplas satu, pirenoid satu atau beberapa. Kebanyakan
tumbuh di air tawar, meskipun ada pula yang tumbuh di laut. Beberapa spesies
tumbuh aktif selama musim dingin dan memenuhi danau atau sungai.
Sel Ulothrix tersusun dalam bentuk deretan tunggal (uniseriate). Semua sel
memiliki struktur dan fungsi sama, kecuali rizoid yang terspesialisasi untuk
melekat. Setiap sel memiliki nukleus haploid. Satu atau lebih vakuola terletak di
tengah, sedang kloroplas membentuk sabuk di tepi. Pirenoid beberapa buah.
Filamen tumbuh melalui pembelahan mitosis. Selama pembelahan, terbentuk
fikoplas dan dinding melintang antara sel anakan hilang. Hubungan interseluler
dilakukan plasmodesmata yang memanjang menembus dinding sel.

Reproduksi
Ulothrix bereproduksi secara vegetatif, aseksual dan seksual. Perbanyakan
vegetatif terjadi melalui fragmentasi, dimana sebagain filamen putus dan tumbuh
menjadi individu baru. Reproduksi aseksual terjadi melalui pembentukan zoospora
atau – kadang-kadang – aplanospora. Zoospora biasanya berflagela empat dan
langsung tumbuh membentuk filamen baru, tanpa fase istirahat. Reproduksi
seksual berupa penyatuan gamet biflagela. Zigot dapat membentuk dinding tebal
lalu mengalami dormansi. Pembelahan meiosis tejadi pada waktu perkecambahan
dan menghasilkan spora haploid yang tumbuh menjadi filamen baru. Pada fase

BAB I A L G A 17
Gambar 1-6
Ulothrix: a. filamen tanpa cabang, b. dinding sel (cell plate), c. zoospora, d. daur hidup: 1.gamet
biflagela, 2. fusi, 3. zigot, 4. tahap Codiolum, 5. fase istirahat, 6. zoospora, 7. aplanospora.

18 Taksonomi Tumbuhan I
istirahat, zigot dapat membesar dan membentuk rizoid untuk melekat. Tahap
diploid uniseluler, berwarna hijau dan terus aktif fotosintesis ini disebut tahap
codiolum (kodiolum), yang kemudian mengalami meiosis. Tahap kodiolum
merupakan langkah awal ke pergantian generasi. Fase diploid multiseluler
ditemukan pada beberapa Ulotrichales lain.

Gambar 1-7
Stigeoclonium: a. cabang tegak, cabang menjalar (prostatus)

FAMILIA CHAETOPHORACEAE
Familia ini memiliki filamen berbentuk heterotrik (bercabang-cabang),
terdiferensiasi menjadi cabang menjalar (prostatus) dan tegak. Cabang menjalar
tumbuh di atas substrat dan biasanya kompak. Filamen tegak bebas dari substrat
dan menunjukkan pola percabangan yang lebih terbuka, filamen ini pada dasarnya
merupakan tempat fotosintesis dan reproduksi. Pada beberapa spesies terbentuk
bulu-bulu di ujung cabang, hal ini diperkirakan berhubungan dengan keterbatasan

BAB I A L G A 19
nutrien, yakni menambah luas permukaan talus untuk menyerap nutrien atau
mensekresi enzim tertentu.

GENUS STIGEOCLONIUM
Stigeoclonium biasa tumbuh dalam air tawar. Talus heterotrik dan cenderung
tidak terspesialisasi. Sel-sel cabang menjalar biasanya lebih pendek dan lebih bulat
dari pada sel-sel cabang tegak. Morfologi Stigeoclonium bervariasi tergantung
kondisi lingkungan. Apabila kadar nutrien di dalam air rendah, maka sistem yang
tegak bercabang lebih banyak dan membentuk bulu-bulu panjang yang tersusun
dari sel-sel tanpa pigmen. Sel tunggal Stigeoclonium sama dengan Ulothrix.
Reproduksi aseksual biasanya dengan zoospora berflagela empat seperti Ulothrix,
sedang reproduksi seksual tidak banyak diketahui.
Genus heterotrik lain sangat terspesialisasi. Pada Draparnaldia, cabang tegak
terdiferensiasi menjadi cabang primer dan sekunder. Kloroplas pada sel cabang
primer tereduksi, sedang kloroplas pada sel cabang sekunder lebih panjang. Pada
Fritschiella, cabang tegak filamen uniseriate muncul dari bagian menjalar dan
dapat menjadi parenkimatis. Beberapa alga heterotrik memiliki morfologi yang
tereduksi. Apatococcus biasa tumbuh di kulit kayu. Talus biasanya berupa
kumpulan rapat sel-sel bulat agak pipih, jarang berbentuk filamen.

ORDO ULVALES
FAMILIA ULVACEAE
Talus berbentuk helai yang terdiri dari 1-2 lapis sel atau berbentuk tabung
berongga, dimana dindingnya hanya terdiri dari selapis sel. Sel bernukleus
tunggal, kloroplas berbentuk cawan. Sebagian besar hidup di laut. Genus yang
terkenal antara lain: Ulva, Enteromorpha dan Monostroma.

GENUS ULVA, ENTEROMORPHA, MONOSTROMA


Talus Ulva merupakan lembaran dikromatik (terdiri dari dua lapis sel). Talus
Enteromorpha berbentuk tabung berongga di tengah dengan dinding terdiri dari
selapis sel. Talus Monostroma juga berbentuk lembaran, tetapi dindingnya hanya
terdiri dari selapis sel. Ulva dan Enteromorpha memiliki daur hidup isomorf,
dimana gametofit memiliki bentuk dan ukuran sama dengan sporofit. Monostroma
tidak memiliki daur hidup. Talus merupakan gametofit, sedang zigot akan
membentuk zoospora berflagela empat dan biasanya berjumlah 64 buah. Spesies-
spesies ketiga genus tersebut umumnya bersifat bentik dan melekat pada substrat
dengan bantuan rizoid.

20 Taksonomi Tumbuhan I
Reproduksi
Gamet dibentuk di tepi talus gametofit. Bagian ini warnanya agak beda dengan
bagian vegetatif lain. Sel pembentuk gamet (gametangium) berasal dari sel
vegetatif yang mengalami metamorfosis. Sel-sel ini sitoplasmanya membelah
berulang-ulang, disertai pembentukan tonjolan untuk keluarnya gamet.
Pembelahan sel menghasilkan 32–64 sitoplasma anakan, masing-masing
mengalami metamorfosis menjadi gamet berflagela dua.
Reproduksi seksual secara isogami atau anisogami. Zigot yang terbentuk dari
persatuan gamet ini memiliki empat flagela dan berenang sebentar lalu mengalami
fase istirahat dengan menarik flagelanya. Zigot membelah menjadi dua sel. Salah
satu sel tumbuh menjadi rizoid sedang sel lain membentuk helai. Pembelahan
pertama helai ini terjadi secara melintang, sehingga menghasilkan filamen dengan
beberapa sel, kemudian diikuti pembelahan secara melintang dan memanjang.
Talus yang berkembang dari zigot akan menjadi sporofit diploid. Cara
pembentukan zoospora oleh sporofit sama dengan cara pembentukan gamet pada
gametofit, tetapi pembelahan pertama nukleus zoospora terjadi secara meiosis,
sehingga terbentuk zoospora haploid. Zoospora akan tumbuh menjadi gametofit
haploid, dimana perkembangannya identik dengan perkembangan zigot menjadi
sporofit. Gamet yang dihasilkan berflagela dua, sedang zoospora berflagela empat.
Gametofit dan sporofit memiliki bentuk dan ukuran sama.

ORDO SCHIZOGONIALES (PRASIOLALES)


Talus berbentuk lembaran (helai). Sel memiliki sebuah kloroplas, terletak di
tengah, berbentuk bintang. Habitat di laut.

FAMILIA SCHIZOGONIACEAE (PRASIOLACEAE)


GENUS PRASIOLA
Talus berupa helai kecil, bulat telur. Tumbuh di atas batas pasang tertinggi, di
daerah percikan air atau di tempat-tempat yang banyak mengandung kotoran
burung (guano). Prasiola memiliki daur hidup khas, yaitu dengan pembelahan
meiosis. Talus membentuk sel-sel haploid di bagian ujung dan sel-sel diploid di
bagian pangkal. Semua sel diploid dapat membentuk spora diploid atau gamet
haploid. Talus pembentuk spora tumbuh di daerah pasang surut yang lebih tinggi
dari pada talus pembentuk gamet. Spora diploid dibentuk melalui pembelahan sel-
sel bagian atas talus diploid, setiap sel menjadi spora yang tidak berflagela
(aplanospora) dan bersifat diploid. Aplanospora tumbuh menjadi individu diploid
seperti induknya.

BAB I A L G A 21
Gambar 1-8
Daur hidup Ulva (sea lettuce)

22 Taksonomi Tumbuhan I
Gamet dibentuk oleh sel-sel bagian atas talus diploid yang membelah meiosis
diikuti mitosis berulang-ulang, hingga terbentuk talus haploid. Bagian ini terdiri
dari bagian yang berwarna gelap dan terang. Bagian gelap mengandung gamet
jantan, sedang bagian terang mengandung gamet betina. Perbedaan warna
disebabkan perbedaan ukuran kloroplas. Gamet betina lebih besar dari gamet
jantan dan kloroplasnya lebih besar. Gamet dibebaskan setelah talus basah oleh air
pasang. Gamet jantan yang berflagela dua berenang sementara dan mengelilingi
gamet betina (telur) yang tidak bergerak, lalu keduanya bersatu. Zigot berbentuk
buah pir, berkecambah menjadi talus diploid.

ORDO CLADOPHORALES
Sel-selnya memiliki lebih dari satu nukleus, jumlah sel bervariasi. Kloroplas
berbentuk jala dan memiliki perforasi (lubang-lubang kecil).

FAMILIA CLADOPHORACEAEA
Talus berbentuk filamen bercabang atau tidak. Sel bernukleus banyak dengan
kloroplas berbentuk jala, letak di tepi. Pirenoid terdapat di setiap persilangan jala.
Familia ini memiliki dua tipe dasar daur hidup:
1. Isomorf: keturunannya berbentuk filamen, misal: Cladophora dan Chaetomorpha.
2. Heteromorf: keturunannya berbentuk talus uniseler endofitik dan talus
filamentik yang hidup bebas, misal: Spongomorpha.

GENUS CLADOPHORA, CHAETOMORPHA


Talus Cladophora berbentuk filamen bercabang. Pola pertumbuhannya apikal,
interkalar atau keduanya. Ukuran sel relatif besar, nukleus banyak, terletak di
bawah kloroplas, berbentuk jala. Habitat di air tawar, payau dan laut. Sebagian
besar bentik, melekat pada substrat dengan bantuan rizoid.
Talus Chaetomorpha berbentuk filamen tanpa cabang, terapung bebas atau
melekat pada karang atau batu, merupakan alga laut. Sel berbentuk tabung, pada
beberapa spesies selnya sangat besar, sehingga dapat dilihat mata telanjang. Sel
bernukleus tunggal, kloroplas berbentuk jala terdiri dari banyak segmen dan
mengandung banyak pirenoid.

ORDO OEDOGONIALES
Talus berbentuk filamen uniseriate. Sel-selnya berbentuk tabung, bernukleus
satu, struktur semua sel sama, kecuali sel basal. Dinding sel lateral memiliki satu
atau lebih struktur seperti cincin yang disebut striae, yang secara keseluruhan
tampak seperti tudung dan disebut tudung apikal (apikal cap). Kloroplas berbentuk

BAB I A L G A 23
b
a

Gambar 1-9
Cladophora: a. penampakan umum, b. filamen bercabang, c. daur hidup generasi isomorfik
(atas): 1. isogamet, 2. fusi, 3. zigot fase istirahat; daur hidup tanpa generasi haploid (bawah):
1.gamet, 2. fusi, 3. zigot fase istiraha, Me = meiosis

24 Taksonomi Tumbuhan I
jala, terbentang dari ujung ke ujung, memiliki banyak pirenoid. Reproduksi
seksual bersifat oogami. Gamet jantan (anterozoid) berflagela banyak, letak
melingkar di sub apikal sel.

FAMILIA OEDOGONIACEAEA
Familia ini memiliki tiga genus, yaitu: Oedogonium, Bulbochaeta dan
Oedocladium, yang dibedakan atas dasar pembentukan sel baru, tahap flagela yang
bercincin (stephanokontus) dan pembentukan oogami pada reproduksi seksual.
Kesemuanya hidup di air tawar.

GENUS OEDOGONIUM.
Talus berbentuk filamen tanpa cabang. Reproduksi dilakukan secara vegetatif,
aseksual dan seksual. Reproduksi vegetatif dilakukan dengan fragmentasi talus,
setiap fragmen dapat tumbuh menjadi individu baru apabila kondisi lingkungan
memungkinkan. Fragmentasi terjadi jika organisme mendapat cukup makanan.
Reproduksi aseksual dilakukan dengan pembentukan zoospora dan
aplanospora. Setiap sel hanya membentuk satu zoospora yang berbentuk bulat atau
seperti buah pir, berwarna hijau gelap, sedang bagian ujung anteriornya tidak
berwarna. Di sekeliling batas ini terdapat sejumlah flagela, kadang-kadang dalam
dua karangan. Zoospora berenang selama satu jam, lalu flagela ditarik, berhenti
dan beristirahat dengan bagian tanpa warna ke arah bawah membentuk alat
perlekatan (rizoid). Selanjutnya sel membelah membentuk dinding melintang.
Pembelahan sel terus berlanjut sehingga terbentuk filamen tanpa cabang.
Pembentukan zoospora dirangsang dengan bertambahnya CO2 di dalam air.
Reproduksi seksual dilakukan secara oogami dan sangat khas. Filamen dapat
bersifat homotalik atau heterotalik. Pada spesies homotalik anteridium dan
oogonium terletak pada satu filamen, sedang pada spesies heterotalik anteridium
dan oogonium terletak pada filamen yang berbeda. Apabila struktur morfologi
filamen yang mengandung anteridium dan oogonium sama, baik bersifat
homotalik atau heterotalik, maka tipe spesiesnya disebut makrandrik. Pada
beberapa spesies heterotalik, anteridium tumbuh pada filamen yang sangat kecil,
hanya beberapa sel. Filamen ini disebut nanandrium atau pejantan bajang dan tipe
spesiesnya disebut nanandrik.

Perkembangan anteridium
Anteridium berasal dari pembelahan melintang sel-sel vegetatif. Letak sel-sel
ini teratur dalam satu deret dan jumlahnya bervariasi antara 2-45 sel. Setiap sel
dapat berkembang menjadi anteridium, kecuali sel bagian basal. Setiap anteridium

BAB I A L G A 25
membentuk dua anterozoid yang dikeluarkan dalam sebuah gelembung (vesikel).
Apabila gelembung ini pecah, maka anterozoid berenang bebas. Morfologi
anterozoid mirip dengan zoospora, tetapi ukurannya lebih kecil. Nanandrium
berasal dari perkecambahan androspora yang dibentuk dalam androsporangium.
Jika androsporangium dan oogonium terletak pada filamen yang sama, maka
spesies nanandrik ini disebut ginandrosporik, sedang jika terletak terletak pada
filamen yang berbeda, maka spesies ini disebut idioanrosporik.

Perkembangan androsporangium
Pembentukan androsporangium sama dengan anteridium. Semua isi
androsporangium mengalami metamorfosis menjadi satu androspora yang
dikeluarkan dalam satu gelembung, seperti anterozoid. Setelah berenang beberapa
saat, androspora melekat pada dinding tangkai oogonium. Androspora
berkecambah menjadi nanandrium. Setiap nanandrium mempunyai sel basal dan
beberapa sel anteridium. Masing-masing anteridium membentuk dua anterozoid
yang bentuk dan ukurannya sama dengan anterozoid dari spesies makrandik.

Perkembangan oogonium
Oogonium terbentuk dari sel vegetatif, yang disebut sel induk oogonium. Sel
ini akan membelah secara transfersal menjadi dua sel. Sel bagian atas mengandung
lebih banyak makanan dari sel bagian bawah. Sel atas membesar sedang sel bawah
membentuk sel pendukung. Jika oogonium masak maka terbentuk suatu lubang
kecil pada dinding oogonium. Bentuk dan letak lubang ini merupakan sifat khas
spesies. Sitoplasma oogonium mengalami metamorfosis menjadi sel telur
(oosphere). Pembuahan terjadi setelah anterozoid masuk lewat porus ke dalam sel
telur, lalu nukleus anterozoid bersatu dengan sel telur membetuk zigot oospora.
Oospora keluar dari filamen dengan rusaknya dinding oogonium. Oospora
mengalami fase istirahat selama satu tahun. Oospora lalu berkecambah
membentuk empat zoospora haploid.

ORDO CONJUGALES (ZYGNEMATALES)


Anggota ordo ini dibedakan dengan anggota Chloprophyta lain karena
gametnya bersifat amoeboid dan tidak berflagela. Talus uniseluler atau filamentik.
Kloroplas berbentuk bintang, cakram atau spiral. Persatuan gamet dilakukan
secara konjugasi. Sitoplasma sel vegetatif umumnya dapat berfungsi sebagai
gamet (aplanogamet).

26 Taksonomi Tumbuhan I
Gambar 1-10
Oedogonium: a. filamen tanpa cabang, b. cincin, c. anteridium, d. oogonium, e. sperma
mendekati sel telur dalam oogonium, f. pejantan bajang.

BAB I A L G A 27
FAMILIA ZYGNEMATACEAEA
Talus berbentuk filamen tanpa cabang terdiri dari sel-sel tabung. Kloroplas
berbentuk spiral, pita atau bintang. Reproduksi vegetatif dengan fragmentasi,
sedang reproduksi seksual dengan konjugasi. Habitat di air tawar.

GENUS SPYROGYRA
Spyrogyra merupakan alga air tawar yang tersebar di seluruh bumi. Berupa
massa terapung di permukaan air, membuat lapisan yang dikenal sebagai
pondscum atau water silk, biasanya terdapat di air yang tergenang. Alga ini
melimpah sesudah turun hujan. Talus berbentuk filamen tanpa cabang. Pada
spesies bentik, sel basal tidak berwarna. Kloroplas berbentuk spiral dan
mengandung banyak pirenoid. Sel bernukleus tunggal, semua sel dapat membelah.
Reproduksi vegetatif dilakukan dengan fragmentasi talus. Umumnya tidak
membentuk spora. Hanya beberapa spesies yang dapat membentuk partenospora,
yaitu jika persatuan gamet gagal karena perubahan lingkungan yang mendadak.
Reproduksi seksual dilakukan secara konjugasi. Terdapat dua tipe konjugasi:
1. Tipe lateral: konjugasi terjadi antara dua sel bertetangga dalam satu filamen.
2. Tipe skalar (tangga): konjugasi terjadi antara dua sel dari filamen yang
berbeda.

Mekanisme konjugasi
Filamen yang akan melakukan konjugasi saling mendekat, lalu sel-sel yang
berhadapan membentuk tonjolan kecil yang disebut papilla. Dinding sel tempat
pertemuan kedua papila melebur, sehingga terbentuk saluran konjugasi.
Sitoplasma sel jantan (dianggap jantan) masuk ke dalam sel betina yang
sitoplasmanya telah melepaskan diri dari dinding sel. Semua sel vegetatif biasanya
dapat berfungsi sebagai gametangium jantan atau betina. Setelah bersatu kedua
nukleus melebur membentuk zigospora, lalu dinding zigospora menebal dan
mengalami fase istirahat di dalam gametangium betina. Jika terkena air hujan
zigospora berkebambah.
Nukleus diploid mengadakan pembelahan meiosis sehingga terbentuk empat
nukleus haploid. Tiga di antaranya mengalami degenerasi dan hanya satu yang
hidup, nukleus membesar sebelum berkecambah, Kandungan lemak dalam
zigospora berubah menjadi tepung dan kloroplas makin jelas. Zigospora lalu
membelah menjadi dua sel dan terbentuk individu baru.

28 Taksonomi Tumbuhan I
a b c d

Gambar 1-11
Konjugasi pada Spyrogyra. a. sel dewasa dengan kloroplas berbentuk jala, b. tonjolan/papila
konjugasi, c. konjugasi, d. sel anakan

FAMILIA DESMIDIACEAE
Talus berbentuk soliter atau koloni seperti filamen berasal dari penyatuan
ujung-ujung sel soliter. Sel umumnya memiliki konstriksi (lekukan) di tengah
yang membagi sel menjadi dua bagian, masing-masing disebut semi sel. Kedua
semi sel dihubungkan isthmuth. Genus yang umum ditemukan pada familia ini
antara lain: Cosmarius, Closterium, Desmidium, Micrasteria, Staurastrum dan
Euastrum.

GENUS COSMARIUS, CLOSTERIUM, DESMIDIUM


Genus Cosmarius merupakan plankton di kolam-kolam kecil yang kaya bahan
organik dan busuk. Daur hidupnya bersifat haplontik, dimana fase diploid terbatas
pada zigospora. Genus Closterium merupakan perkecualian sebab tidak
membentuk konstriksi. Genus Desmidium membentuk koloni seperti rantai.

BAB I A L G A 29
Gambar 1-12
Desmidiaceae:

30 Taksonomi Tumbuhan I
ORDO CHLOROCOCCALES
Talus berupa sel tunggal non motil atau koloni yang tersusun dari banyak sel.
Reproduksi aseksual dilakukan dengan zoospora, aplanospora, hipnospora,
autospora atau stadium palmella. Reproduksi seksual dilakukan secara isogami,
anisogami atau oogami. Sebagian besar genus anggotanya mampu membentuk
karotenoid sekunder, misalnya kantasantin dan astasantin. Pimen-pigmen ini
dibentuk di luar plastida dalam sel istirahat yang telah tua, hingga menyebabkan
warna kuning sampai merah. Sifat taksonomi yang penting untuk klasifikasi ordo
ini adalah tipe zoospora, tipe kloroplas dan ada tidaknya pirenoid. Kemotaksonomi
merupakan cara paling mutakhir untuk mengklasifikasikan kelompok ini, terutama
Chlorella dan Chlorococcum.

FAMILIA CHLOROCOCCACEAEA
GENUS CHLOROCOCCUM
Talus terdiri dari satu sel berbentuk bulat atau bulat memanjang dan tidak
bergerak. Hidup soliter atau membentuk lapisan koloni di atas tanah. Tidak
memiliki bintik mata dan vakuola kontraktil. Kloroplas terletak di tepi dan
berongga di tengah, mempunyai 1-2 pirenoid. Zoospora berflagela dua, berbentuk
bulat telur, sampai beberapa hari setelah kehilangan kemampuan bergerak.
Dinding sel dua lapis. Lapisan dalam tipis, sedang lapisan luar menyerupai gelatin
dan kadang-kadang berlapis-lapis dengan penebalan tak teratur. Sel-sel tua
berwarna merah, kuning jeruk, jingga atau karat (rust), karena melimpahnya
karotenoid. Sel muda berdinding tipis dan bernukleus tunggal, sedang sel tua
bernukleus banyak.
Reproduksi dilakukan secara aseksual dengan zoospora, aplanospora dan
stadium palmella, sedang secara seksual dengan isogami.
Sitoplasma dapat membelah membentuk 8, 16 atau lebih zoospora berflagela
dua atau dapat pula membentuk isogamet. Zoospora dan isogamet dikeluarkan dari
sel induk melalui suatu gelembung di pagi hari. Setelah melalui fase bergerak
sementara, flagela ditarik. Dalam lingkungan kering dibentuk aplanospora, dimana
sel induk dapat mengalami gelatinisasi membentuk stadium palmella yang
kemudian menghasilkan gamet berflagela dua. Apabila kandungan zat hara
rendah, maka reproduksi dilakukan zoospora, tetapi apabila kandungan zat hara
tinggi, reproduksi dilakukan aplanospora. Keadaan lingkungan mempengaruhi
cara berkembangbiak.

BAB I A L G A 31
Gambar 1-13
Chlorococcum: a. sel vegetatif bulat dan zoospora memanjang, b. daur hidup : 1. Pembelahan
sel, 2. Aplanospora, 3. Zoospora, 4. Zoospora tanpa flagela, 5. Isogami, 6. Zigot fase istirahat, 7.
perkecambahan

32 Taksonomi Tumbuhan I
FAMILIA CHLORELLACEAE
GENUS CHLORELLA
Talus uniseluler, hidup secara soliter atau koloni. Pirenoid tidak jelas. Sulit
diidentifikasi hingga tingkat spesies. Berdasarkan sifat morfologi dan fisiologi
dapat diidentifikasi sekitar delapan spesies. Alga ini dapat tumbuh diberbagai
media termasuk garam. Beberapa spesies hidup bersimbiose dengan hewan tingkat
rendah dan terkenal dengan nama Zoochlorella. Chlorella banyak digunakan untuk
penelitian fisiologi karena dapat hidup di dalam kultur.

FAMILIA COELASTRACEAE
GENUS SCENEDESMUS
Talus uniseluler dan membentuk koloni 4, 8 sel dan jarang mencapai 16 sel.
Bersifat planktonik tersebar luas dan sering melimpah di danau atau kolam air
tawar. Dua sel yang terletak di ujung sangat penting untuk taksonomi. Sel-sel ini
memiliki bentuk khas dan ujung-ujungnya sering memiliki tonjolan (tanduk) yang
berasal dari membran sel. Tonjolan ini kemungkinan berhubungan dengan
kehidupannya sebagai plankton.

Gambar 1-14
Scenedesmus :a & b. koloni dewasa, c. koloni anakan.

BAB I A L G A 33
FAMILIA HYDRODICTYACEAE
Anggota familia ini hidup soliter atau membentuk koloni dengan bentuk
tertentu. Sel berbentuk tabung, poligonal atau kadang hampir bulat. Kloroplas
tunggal, parietal, berbentuk helai dengan satu pirenoid.

GENUS HYDRODICTYON
Talus terdiri dari sel-sel berbentuk tabung yang menyatu membentuk koloni
menyerupai jala.

GENUS PEDIASTRUM
Talus terdiri dari sel-sel poligonal yang membentuk koloni (senobium) terdiri
dari 2, 4, 8, 16, 32, 64 atau 128 sel. Koloni berbentuk bidang datar atau bintang.
Sel-sel yang terletak di tepi koloni memiliki bentuk berbeda dengan sel-sel yang
terletak di tengah. Sel-sel di tepi umumnya memiliki tonjolan. Semua sel
bernukleus dan berkloroplas. Kloroplas letak di tepi, memiliki sebuah pirenoid.
Sel tua memiliki banyak nukleus.

Reproduksi
Reproduksi dilakukan secara aseksual dengan zoospora dan secara seksual
dengan isogami.
Setiap sel dalam koloni mampu membentuk zoospora, tetapi jarang simultan.
Zoospora berflagela dua, dibentuk pada malam hari dan dikeluarkan saat matahari
terbit. Semua zoospora dikeluarkan bersama dalam suatu vesikel, lalu mengatur
diri membentuk koloni berbentuk bintang yang kemudian tumbuh menjadi
individu baru.
Reproduksi seksual bersifat isogami. Gamet berflagela dua, berbentuk
kumparan. Cara pembentukan gamet sama dengan pembentukan zoospora. Gamet
jantan dan betina bersatu dan melebur membentuk zigot. Sitoplasma membelah
berulang-ulang membentuk sekelompok zoospora, yang mengalami fase istirahat
sementara lalu berkembang menjadi sel mandiri tanpa flagela. Sel-sel ini
berbentuk poliginal dan dinamai polihedron. Setelah sitoplasma berulangkali
membelah terbentuk zoopora dalam jumlah banyak. Zoospora ini terdapat dalam
vesikel ketika dikeluarkan dari sel induknya. Zoospora ini tetap dalam vesikel dan
kehilangan flagelanya serta menempatkan diri sedemikian rupa hingga letak saling
bertolak belakang. Koloni ini akan menjadi individu baru. Daur hidup Pediastrum,
belum diketahui secara pasti. Kemungkinan organismenya haploid dan stadium
diploid terbatas pada zigot.

34 Taksonomi Tumbuhan I
a

Gambar 1-15
Hydrodictyotaceae: a. Hydrodictyon, b. Pediastrum

BAB I A L G A 35
ORDO SIPHONALES
Talus umumnya merupakan buluh bercabang-cabang, tanpa sekat (senositik).
Sekat hanya dibentuk pada saat bereproduksi. Sitoplasma terletak di tepi sel,
sehingga vakuola sentral terbentang dari ujung ke ujung. Kloroplas berbentuk
bulat dengan atau tanpa pirenoid. Nukleus banyak, terdapat dua macam pigmen
santofil, yaitu sifonein dan sifonosantin. Kebanyakan tumbuh di laut tropis dan
subtropis.
Reproduksi dilakukan secara seksual dan aseksual. Tetapi hanya sedikit yang
mampu bereproduksi secara aseksual, yaitu dengan membentuk zoospora atau
aplanospora. Alga ini biasanya bereproduksi secara seksual dengan isogami,
anisogami atau oogami. Gamet dibentuk dalam cabang yang serupa dengan
cabang vegetatif atau dalam gametangium yang khas. Ordo ini dibagi ke dalam
familia berdasarkan struktur vegetatif, gametangium dan tipe persatuan gamet.

FAMILIA CAULERPHACEAE
GENUS CAULERPHA
Familia Caulephaceae hanya memiliki satu genus, Caulerpha. Genus ini
memiliki kurang lebih 60 spesies, semua tumbuh di laut tropis dan subtropis pada
perairan dangkal dan tenang. C.verticillata tumbuh epifit pada akar mangrove.
C.prolifera dan C. crassifolia tumbuh dalam lumpur di perairan dangkal.
C.racemosa tumbuh pada terumbu karang.
Talus terdiri dari satu sel dan bersifat senositik. Bagian bawah menjalar seperti
stolon dan memiliki rizoid, sedang bagian atas tegak dan disebut asimilator sebab
mengandung klorofil. Rizoid setiap spesies hampir selalu sama, sedang asimilator
berbeda-beda, antara lain berbentuk seperti daun tumbuhan paku, lumut atau buah
anggur. Tangkai asimilator bersifat turgor dan memiliki dinding sel yang tebal.
Dinding sel talus tidak bersekat melintang, tetapi di bagian dalam terdapat
trabekula yang diperkirakan berfungsi sebagai penopang tubuh secara mekanik.
Trabekula tersusun dari kalosa dan pektin.
Reproduksi vegetatif dilakukan dengan fragmentasi talus, sedang reproduksi
seksual dilakukan secara isogami atau anisogami. Zoogamet berflagela dua dan
sering hanya dibentuk dalam asimilator. Jika gamet telah keluar maka bagian
tubuh yang membentuk gamet mengalami disintegrasi dan bagian fertil hilang.
Zigot hasil persatuan gamet akan membesar dan langsung berkecambah menjadi
individu baru, tanpa fase istirahat. Daur hidup genus ini adalah diplontik.

36 Taksonomi Tumbuhan I
Gambar 1-17
Siphonales: a. Caulerpha, b. Codium, c. Halicystis, d. Bryopsis

BAB I A L G A 37
FAMILIA CODIACEAE
Talus seperti tabung/buluh bercabang-cabang tanpa sekat melintang. Buluh dan
cabang-cabangnya membentuk anyaman hingga membentuk tubuh makroskopik
dengan bentuk tertentu. Reproduksi hanya dilakukan secara seksual melalui
anisogami. Gamet dibentuk dalam gametangium yang bentuknya tertentu. Semua
spesies tumbuh di laut tropis dan subtropis.

GENUS CODIUM
Talus merupakan anyaman buluh-buluh tubuler yang bentuknya bermacam-
macam, antara lain seperti pohon yang bercabang menggarpu atau seperti bantalan
yang melekat pada substrat. Bagian dalam talus terdiri dari anyaman tanpa warna
sedang bagian luar terdiri dari utrikulus berwarna hijau. Utrikulus merupakan
pemanjangan buluh yang menyusun bagian dalam talus. Setiap utrikulus
mempunyai satu vakuola besar. Gametangium terletak pada utrikulus dan
berbentuk gada. Genus ini bersifat homotalik atau heterotalik.

FAMILIA HALICYSTIDACEAE
GENUS HALICYSTIS
Genus ini merupakan satu-satunya anggota Halicystidaceae. Talus berupa
rizoma pendek, tanpa warna, bagian atas membentuk vesikel berwarna hijau
dengan diameter 1 cm atau lebih. Vesikel berdinding tebal, berlapis-lapis
konsentris, di sebelah dalam dinding terdapat lapisan sitoplasma dengan sebuah
vakuola sentral besar di tengah. Kloroplas tanpa pirenoid. Rizoma masuk ke dalam
substrat, terisi penuh massa sitoplasma. Nukleus banyak dan mengandung pati.
Reproduksi hanya dilakukan secara seksual melalui anisogami. Gametangium dan
sel vegetatif hanya dipisahkan membran plasma.

FAMILIA BRYOPSIDACEAE
Talus tanpa sekat, terdiferensiasi menjadi bagian alat perlekatan (rizoid) dan
cabang tegak. Cabang tegak bercabang-cabang menyirip seperti bulu ayam,
disebut pinula dan di dalamnya terdapat gamet. Reproduksi hanya dilakukan
secara seksual melalui anisogami. Tidak memiliki zoospora. Familia ini hanya
memiliki dua genus, Bryopsis dan Pseudobriopsis.

ORDO SIPHONOCLADALES
Talus multiseluler, melekat pada substrat dengan rizoid. Sel bernukleus
banyak, kloroplas berbentuk gada, mengandung pigmen khas, sifonosantin. Ciri

38 Taksonomi Tumbuhan I
khas lain, sel membelah secara segregasi, didahului terbaginya sitoplasma menjadi
banyak dengan ukuran bermacam-macam. Setiap bagian membulat dan
membentuk membran di sekelilingnya. Masing-masing bagian dapat membesar
dan saling berhubungan. Ekspansi ini dapat secara endogen atau eksogen. Tipe
endogen terdapat pada Dictyopaeria, dimana sitoplasma membesar dalam vesikel
induk sehingga terbentuk jaringan pseudoparenkimatis. Tipe eksogen terdapat
pada Siphonocladus.

ORDO DASYCLADALES
Talus uniseluler, berbentuk simetri radial dengan sumbu tegak dan bercabang-
cabang. Sel vegetatif bernukleus tunggal dan terletak di pangkal rizoid, talus yang
memasuki stadium fertil bernukleus. Gamet terdapat dalam kista yang berdinding
tebal dan memiliki tutup (operkulum). Kista terletak di dalam gametangium.
Familia yang masih lestari hanya satu, Dasycladaceae.

FAMILIA DASYCLADACEAE
GENUS ACETABULARIA
Talus berupa sumbu tegak yang ujungnya memiliki struktur seperti piring dan
mengandung sejumlah gametangium radial. Talus melekat pada substrat dengan
rizoid, seluruh permukaan talus diliputi zat kapur tipis. Hidup di laut tropis dan
substropis. Selama stadium vegetatif nukleus tetap berada di rizoid dan
mengarahkan pertumbuhan talus. Talus masak membentuk gametangium yang
letaknya teratur radial di ujung sumbu. Gametangium ini dapat saling melekat satu
dengan lain atau lepas tergantung spesies. Bagian pangkal masing-masing
gametangium memiliki suatu mahkota yang tersusun oleh rambut-rambut steril.
Pada saat gametangium mencapai ukuran maksimum, nukleus primer di dalam
rizoid membesar 20 kali ukuran semula, lalu membelah secara meiosis
menghasilkan sejumlah nukleus sekunder yang terbawa sitoplasma masuk ke
dalam gametangium. Setiap nukleus diliputi sitoplasma dan diikuti terbentuk
dinding yang mengelilingi sitoplasma tersebut, kemudian terbentuk kista.
Selanjutnya kista yang memiliki operkulum pada dindingnya, membesar beberapa
kali ukuran semula dan diikuti pembelahan nukleus. Pada saat perkecambahan,
sitoplasma kista menghasilkan ribuan isogamet berbentuk buah pir dan berflagela
dua. Gamet dilepaskan lewat operkulum. Zigot yang terbentuk dari persatuan
isogamet, akan masak beberapa hari setelah isogami dan tumbuh menjadi individu
baru.

BAB I A L G A 39
Gambar 1-18
Acetabularia: a. penampakan umum, b. daur hidup: 1. fase vegetatif, 2. talus dewasa dengan
tudung gametangium, 3. nukleus primer membelah, 4. nukleus anakan menuju gametangium, 5.
kista, 6. gamet dari kista yang berbada, 7. fusi membentuk zigot

40 Taksonomi Tumbuhan I
KELAS CHAROPHYCEAEA
(Alga Karangan)

Kelas ini terkenal dengan nama karangan, karena memiliki cabang-cabang


teratur seperti karangan. Talus tegak bercabang-cabang, terdiri dari nodus (buku-
buku) dan internodus (ruas). Setiap nodus memiliki cabang-cabang lateral yang
letaknya mengelilingi nodus tersebut, hingga tampak seperti karangan. Cabang-
cabang ini pertumbuhannya terbatas dan sering disebut daun. Cabang-cabang
yang muncul dari ketiak daun memiliki pertumbuhan tidak terbatas. Talus
umumnya diliputi zat kapur. Reproduksi hanya dilakukan secara oogami.
Oogonium terletak pada daun dan terdiri dari satu sel yang dikelilingi sel steril.
Anteridium terletak di bagian atas daun, juga terdiri dari satu sel. Beberapa
anteridium (bisanya delapan buah) berkumpul dan diselubungi suatu membran,
sehingga berbentuk bulat.

ORDO CHARALES
FAMILIA CHARACEAEA
Ordo Charales sebenarnya terbagi menjadi empat familia, tetapi semua genus
yang masih hidup termasuk dalam Characeaea. Anggota familia ini terdiri dari 6
genus dan sekitar 250 spesies. Semua spesies Charales merupakan alga air tawar,
hidup di bawah permukaan air dan melekat pada substrat pasir atau lumpur.

Reproduksi
Reproduksi Characeae dilakukan secara vegetatif dan seksual. Reproduksi
vegetatif tidak pernah dilakukan dengan membentuk zoospora, namun reproduksi
ini dilakukan dengan membentuk:
1. Bintang tepung yaitu kumpulan sel-sel berbentuk seperti bintang, terletak di
nodus bagian bawah. Struktur ini penuh dengan tepung/pati.
2. Bulbus seperti protonema yang dibentuk pada rizoma.
Reproduksi seksual bersifat oogami. Alat pembuahan jantan disebut anteridium
dan alat pembuahan betina disebut oogonium. Akan tetapi istilah ini kurang tepat
sebab strukturnya terdiri dari alat kelamin dan membran multiseluler yang berasal
dari sel-sel dibawahnya. Menurut istilah lama alat pembuahan jantan disebut
globula, sedang alat pembuahan betina disebut nucula. Istilah ini lebih tepat
karena tidak mengindikasikan bahwa alat pembuahan tadi hanya berupa alat
kelamin.

BAB I A L G A 41
GENUS CHARA, NITELLA
Talus Chara memiliki ruas-ruas dan mengalami kortifikasi. Korteks terdiri dari
sel-sel panjang vertikal yang mengelilingi sel sentral. Talus Nitella memiliki ruas-
ruas, namun tidak mengalami kortifikasi dan setiap ruas hanya terdiri dari satu sel.

Gambar 1-19
Chara (stonewort): a. penampakan umum, b. penampang bujur alat pembuahan

42 Taksonomi Tumbuhan I
DIVISI PHAEOPHYTA
(Alga Coklat/Pirang)

Talus Phaeophyta tidak ada yang berbentuk uniseluler atau koloni. Talus paling
sederhana berbentuk filamen heterotrik. Sedang talus yang lebih maju berbentuk
parenkimatis atau pseudoparenkimatis. Talus sering sangat padat, mengalami
diferensiasi menjadi lapisan kortek (di luar) yang terdiri dari sel-sel fotosintetik
dan lapisan medula (di dalam) yang terdiri dari sel-sel tanpa pigmen, terutama
untuk menyimpan makanan dan transportasi.
Pola pertumbuhan Phaeophyta berbeda-beda. Beberapa spesies memiliki pola
pertumbuhan menyebar, dimana sel-sel baru terbentuk di seluruh talus, sedang
beberapa spesies lain titik tumbuh terlokalisasi pada meristem terminal (di ujung
cabang) atau interkalar (pada cabang). Meristem interkalar yang terletak di
pangkal bulu-bulu terminal disebut meristem trikotalik.
Phaeophyta hanya memiliki satu kelas, Phaeophyceae yang dibedakan menjadi
beberapa ordo berdasarkan daur hidup, pola pertumbuhan makrotalus dan cara
reproduksi seksual.

KELAS PHAEOPHYCEAE

Talus selalu bersel banyak (multiseluler), umumnya makroskopis dan


mempunyai bentuk tertentu. Sel bernukleus tunggal, plastida berbentuk pita atau
cawan. Pigmen plastida terdiri dari klorofil a, c, β-karoten, violasantin,
flavosantin, neosantin, fukosantin, neofukosantin a dan b. Sel berwarna coklat
kekuningan karena melimpahnya fukosantin. Cadangan makanan berupa tepung
laminarin, yaitu β-glukan yang mengandung manitol. Manitol penting untuk
osmoregulasi dan transportasi bahan organik. Dinding sel sebagian besar tersusun
oleh selulosa, serta asam alginat, fukan dan fukoidin. Asam alginat dan fukoidin
memiliki struktur kimia lebih komplek dari pada selulosa tetapi senyawa-senyawa
tersebut bukan merupakan komponen struktural. Juga ditemukan senyawa
polifenol untuk melindungi diri dari herbivora dan parasit.

Reproduksi
Reproduksi dilakukan secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual
melalui zoospora dan aplanospora. Zoospora memiliki dua flagela yang tidak sama
panjang, terletak di tepi. Spora dibentuk dalam sporangium unilokuler (uniseluler)

BAB I A L G A 43
atau sporangium plurilokuler (multiseluler). Reproduksi seksual dilakukan secara
isogami, anisogami atau oogami. Reproduksi dilakukan zooid yang berflagela dua
buah, dibentuk dalam alat reproduksi unilokuler atau plurilokuler. Alat reproduksi
biasanya terdapat pada ujung cabang lateral.
Perkembangan sporangium unilokuler dimulai dengan membesarnya sel
terminal yang pendek. Sporangium muda berbentuk bulat panjang atau bulat telur,
ukurannya beberapa kali ukuran sel semula. Nukleus tunggal yang terdapat dalam
sporangium muda mengalami pembelahan meiosis diikuti mitosis, hingga
terbentuk 32-64 nukleus. Ketika pembelahan nukleus terhenti, terbentuk sekat-
sekat yang membagi sitoplasma menjadi beberapa sitoplasma bernukleus tunggal.
Masing-masing mengalami metamorfosis menjadi zoospora berbentuk buah pir
dan berflagela dua buah. Zoospora keluar dalam bentuk massa melalui lubang
kecil dan berenang bebas. Selanjutnya sporangium baru terbentuk di sebelah
dalam dinding lama.
Sporangium plurilokuler (netral) juga berasal dari sel terminal yang pendek,
dimana ukurannya relatif besar. Sel ini membelah secara transfersal berulang-
ulang membentuk 6-12 sel, diikuti pembelahan vertikal mulai dari deretan sel
bagian tengah. Pembelahan selanjutnya dilakukan secara transfersal dan vertikal
sehingga terbentuk sel-sel kubus yang teratur dalam 2040 deretan transfersal.
Sitoplasma masing-masing sel tersebut mengalami metamorfosis menjadi
zoospora (spora netral) yang berflagela dua dan diploid. Strukturnya identik
dengan zoospora haploid, yang dibentuk sporangium unilokuler. Zoospora diploid
berkecambah membentuk talus diploid yang menghasilkan sporangium unilokuler
dan plurilokuler.

Struktur vegetatif
Semua Phaeophyta – kecuali Fucales – memiliki daur hidup antara gametofit
dan sporofit, dimana masing-masing hidup bebas. Daur hidup bersifat isomorfik
atau heteromorfik. Ukuran talus sporofit dan gametofit bermacam-macam. Pada
beberapa genus, gametofit atau sporofit hanya terdiri dari beberapa sel. Pada genus
lain, sporofit mencapai panjang beberapa puluh meter. Sporofit maupun gametofit
dewasa mempunyai bentuk tertentu atau tidak. Serta memiliki bagian tegak dan
alat perlekatan (rizoid). Pertumbuhan sebagian besar Phaeophyta bersifat
trikotalik, dilakukan oleh sel-sel meristematis basal filamen di ujung talus.

Gametofit
Gametofit bersifat homotalik atau heterotalik. Gamet dibentuk dalam
gametangium plurilokuler yang identik dengan sporangium plurilokuler. Gamet

44 Taksonomi Tumbuhan I
berflagela dua, dibebaskan melalui suatu porus di terminal gametangium. Tipe
persatuan gamet adalah isogami dan anisogami. Gamet betina lebih cepat
memasuki fase istirahat, lalu dikelilingi banyak gamet jantan. Gamet jantan
melekat dengan perantara flagela anterior, salah satu gamet jantan melebur dengan
gamet betina, sisanya pergi. Pembuahan ini menghasilkan zigot berdinding tipis
yang langsung berkecambah menjadi sporofit diploid. Sporofit ini mengandung
sporangium plurilokuler dan menghasilkan zoospora diploid yang akan
berkecambah menjadi sporofit diploid. Sporofit ini juga mengandung sporangium
unilokuler, dimana nukleusnya membelah meiosis membentuk zoospora haploid.
Zoospora ini tumbuh menjadi gemetofit haploid. Gametofit ini mengandung
gametangium plurilokuler dan menghasilkan gamet. Persatuan gamet
menghasilkan zigot yang tumbuh menjadi sporofit diploid

Distribusi
Sebagian besar Phaeophyta hidup di laut daerah dingin, hanya beberapa spesies
yang hidup di air tawar. Divisi ini dominan di kutub utara dan selatan, ke arah
tropis keanekaragaman dan kemelimpahannya semakin berkurang, namun
beberapa anggotanya seperti Dictyotales, Sargassum dan Turbinaria hanya
tumbuh di daerah tropis dan subtropis, melekat pada substrat karang atau epifit
pada alga lain.
Phaeophyta yang talusnya berbentuk filamen isogenerate dianggap primitif.
Phaeophyta yang lebih maju memiliki ciri-ciri:
1. Daur hidup heteromorfik.
2. Sporofit lebih komplek, berbentuk parenkimatis atau pseudoparenkimatis.
3. Gametofit tereduksi menjadi filamen mikroskopik.
4. Sporangium plurilokuler hilang.
Phaeophyceae dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan tipe daur
hidupnya (pergiliran/pergantian keturunan):
1. Isogeneratae: daur hidup isomorfik, sporofit (diploid) dan gametofit (haploid)
memiliki bentuk dan ukuran sama, tetapi secara sitologis berbeda, misalnya
Ectocarpales, Sphacelariales, Dictyotales dan Cuttleriales.
2. Heterogeneratae: daur hidup heteromorfik, sporofit dan gametofit berbeda
secara morfologi dan sitologi. Sporofit lebih komplek (parenkimatis atau
pseudoparenkimatis) dari pada gametofit (filamen). Pada spesies maju,
gametofit melekat pada sporofit, misalnya Laminariales, Desmaratiales,
Chordariales, Dictyosiphonales dan Scytosiphonales.
3. Cyclosporeae: tidak memiliki daur hidup, hanya memiliki keturunan diploid,
sporofit bersifat parenkimatis, misalnya Fucales dan Durvillaeales.

BAB I A L G A 45
Golongan Isogeneratae

ORDO ECTOCARPALES
Ectocarpales memiliki daur hidup isomorfik. Talus berbentuk filamen,
bercabang-cabang bebas atau saling berhubungan membentuk jaringan
pseudoparenkimatis. Alat reproduksi membentuk rantai atau bebas. Sporofit
menghasilkan zoospora dan spora netral, sedang gametofit tidak. Sistem
klasifikasi ordo ini didasarkan atas struktur vegetatif dan cara reproduksinya.

FAMILIA ECTOCARPACEAE
GENUS ECTOCARPUS
Talus pus merupakan salah satu yang paling sederhana di antara anggota
Phaeophyta, daur hidupnya isomorfik. Talus heterotrik, melekat pada batu/karang
atau epifit pada alga yang lebih besar. Pangkal filamen yang tumbuh di atas
substrat membentuk massa padat untuk melekat. Filamen di atasnya bercabang-
cabang terbuka. Pertumbuhan menyebar.

Gambar 1-20
Ectocarpus : a. penampakan umum, b. sporangium plurilokuler, c. gametangium plurilokuler.

46 Taksonomi Tumbuhan I
Sel uninukleat, memiliki vakuola sentral dan physode (kantung polifenol).
Kloroplas berbentuk ireguler, terletak di tepi sel. Pigmen dominan, fukosantin,
memberi warna coklat. Sitoplasma dihubungkan plasmodesmata pada dinding sel.
Ectocarpus memiliki daur hidup isogeneratae. Fase gametofit dan sporofit
berbentuk filamen, tetapi penyebaran gametofit lebih terbatas. Alat reproduksi
dibentuk di ujung batang. Sporofit membentuk dua tipe sporangium. Pada
temperatur hangat dibentuk sporangium plurilokuler, sedang pada temperatur
dingin dibentuk sporangium unilokuler. Gametofit membentuk gametangium
plurilokuler yang menyerupai sporangium unilokuler.

GENUS RALFSIA
Ralfsia membentuk lapisan coklat gelap pada batu. Talus pseudoparenkimatis,
berbentuk bulu dan kadang-kadang menyerupai Lichenes. Filamen basal melekat
pada substrat, memunculkan filamen tegak pendek untuk fotosintesis (asimilator).
Alat reproduksi berkelompok (sorus) di permukaan atas talus. Ralfsia merupakan
keturunan isomorfik, namun tahap ralfsoid juga terdapa pada Phaeophyta lain.

Gambar 1-21
Ralfsia : a. penampakan umum, b. anteridium, c. oogonium

BAB I A L G A 47
GENUS PILAEYLLA, GIFFORDIA
Pilaeylla dan Giffordia adalah dua genus heterotrik yang berkerabat dekat
dengan Ectocarpus. Pilaeylla sering tumbuh sebagai epifit pada alga yang lebih
besar. Genus ini dibedakan dari Ectocarpus karena kloroplasnya berbentuk cawan
dan struktur reproduksinya interkalar. Sporangium unilokuler dan plurilokuler
dibentuk dalam sel-sel vegetatif. Giffordia, seperti Ectocarpus membentuk
struktur reproduksi terminal, tetapi kloroplas berbentuk cawan.

ORDO SPHACERIALES
FAMILIA SPHACERICEAE
GENUS SPHACERIA
Sphacelaria berbentuk filamen yang pertumbuhan reguler. Ujung setiap aksis
utama merupakan sel apikal yang akan membentuk sel aksial. Sel aksial terbelah
memanjang menghasilkan sel vegetatif. Percabangan tersebar atau pinnatus.
Reproduksi dilakukan secara vegetatif dan seksual. Reproduksi vegetatif
melalui pembentukan cabang-cabang khusus yang disebut propagula. Propagula
terputus dari filamen induk dan terbawa air hingga menemukan substrat yang
cocok untuk tumbuh. Pada spesies tertentu, propagula dibentuk pada musim panas
saat temperatur tinggi dan fotomasa lama. Reproduksi seksual dilakukan melalui
pembentukan sporangium unilokuler dan gametangium plorilokuler yang dibentuk
pada musim dingin dan musim semi pada saat temperatur lebih rendah dan
fotomasa pendek.

ORDO DICTYOTALES
Ordo ini memiliki satu familia terdiri dari 21 genus dan 100 spesies,
kebanyakan tumbuh di laut tropis.

FAMILIA DICTYOTACEAE
GENUS DICTYOTA
Dictyota adalah genus paling sering ditemukan. Talus tegak, berbentuk pita
bercabang-cabang dikotom, melekat pada substrat dengan rizoid seperti cakram.
Talus dua lapis. Lapisan tengah (medula) terdiri dari sel-sel besar, berbentuk segi
empat, berdinding tebal dan tanpa kromatofora. Lapisan tepi terdiri dari sel-sel
kecil berbentuk segi empat, dinding tipis, mengandung banyak kromatofora. Pada
lapisan ini terdapat banyak rambut-rambut steril, tidak berwarna dan permukaan-
nya berlendir. Pertumbuhan dilakukan sel-sel apikal. Reproduksi biasanya
menyesuaikan diri dengan pasang surut air laut.

48 Taksonomi Tumbuhan I
Reproduksi dilakukan secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual
dilakukan dengan aplanospora. Sporofit mengandung sporangium unilokuler yang
menghasilkan empat aplanospora (tetraspora) haploid. Reproduksi seksual
dilakukan secara oogami. Gametofit heterotalik membentuk anteridium dan
oogonium dalam suatu sorus. Anteridium membentuk sperma tanpa flagela yang
membuahi sel telur dari oogonium.
Pembuahan terjadi di luar oogonium, jika tidak terjadi pembuahan, oogonium
dapat tumbuh secara partenogenesis menjadi gametofit betina. Sel telur yang telah
dibuahi membentuk dinding tebal dan menjadi zigot diploid. Nukleus zigot
membelah secara mitosis menjadi dua sel diploid. Salah satu sel membentuk rizoid
sedang satunya membentuk talus tegak. Sporofit ini mengandung sporangium
pada kedua permukaan talus. Pembelahan pertama nukleus sporangium adalah
meiosis, diikuti pembelahan mitosis membentuk empat spora diploid tanpa falgela
(aplanospora). Spora ini dikeluarkan lewat porus di bagian apikal sporangium.
pemisahan kelamin sudah terjadi sejak pembelahan meiosis dari nukleus
sporangium. Sehingga dari empat spora yang terbentuk, dua spora menjadi
gametofit jantan dan dua spora menjadi gametofit betina. Kedua gametofit dan
sporofit memiliki ukuran sama, sehingga sulit dibedakan. Sehingga daur hidupnya
isomorfik dan tergolong isogenerate.

c
a

Gambar 1-22
Dictyota: a. Penampakan umum, b. anteridium, c. oogonium

BAB I A L G A 49
GENUS PADINA
Padina berkerabat erat dengan Dictyota. Genus ini memiliki talus berbentuk
kipas yang dihasilkan oleh sel-sel apikal di tepi. Talus dilapisi kalsium karbonat.

Gambar 1-23
Padina

ORDO CUTLERIALES
FAMILIA CUTLERIACEAE
Familia ini hanya memiliki dua genus, Zanardina dan Cutleria. Daur hidup
Zanardina identik antara sporofit dan gametofit, sedang Cutleria tidak. Keduanya
memiliki hubungan erat karena memiliki pertumbuhan trikotalik, sporangium
unilokuler, gamet jantan dan betina tidak sama ukuran (anisogamet).

GENUS CUTLERIA
Gametofit berbentuk pita, bercabang-cabang menggarpu, ireguler atau
berbentuk kipas. Pola pertumbuhan interkalar, terjadi di tepi talus bagian atas yang
berbulu uniseriate. Gametofit heterotalik. Gametofit jantan mengandung
anteridium yang menghasilkan gamet jantan berbentuk buah pir, berflagela dua.
Gamet betina mirip gamet jantan tetapi lebih kecil dan gerakannya lamban. Pada
saat pembuahan, gamet jantan menuju gamet betina dan menyatu. Dalam waktu
sehari zigot tumbuh menjadi sporofit. Gamet betina yang tidak dibuahi akan
tumbuh menjadi gametofit betina.

50 Taksonomi Tumbuhan I
Bentuk sporofit dan gametofit sangat berbeda. Sporofit berbentuk helai kecil
yang melekat pada substrat dengan perantara rizoid. Semula sporofit ini dikira
talus dari spesies yang berbeda dan dinamai Aglaozonia, hingga sekarang nama ini
tetap digunakan untuk menamai sporofit Cutleria. Nukleus sporangium muda
membelah meiosis diikuti mitosis membentuk 8–32 nukleus haploid. Sitoplasma
terbagi-bagi, hingga masing-masing mengandung satu nukleus yang selanjutnya
mengalami metamorfosis menjadi zoospora berbentuk buah pir dan berflagela dua.
Sekitar 90 menit kemudian zoospora membulat membentuk dinding sel dan
tumbuh menjadi gametofit.

Golongan Heterogeneratae

ORDO LAMINARIALES
Ordo ini memiliki 30 genus dan kurang lebih 100 spesies. Gametofit antar
genus identik, tetapi sporofitnya berbeda-beda. Sporofit memiliki struktur lebih
maju dibanding alga lain. Struktur makrotalus parenkimatis dan terdiferensiasi
menjadi jaringan yang lebih maju. Sporofit terdiri dari alat perlekatan/rizoid,
tangkai dan helai. Pertumbuhan terjadi pada jaringan meristem interkalar, yang
biasanya terletak di antara tangkai dan helai. Sporofit memiliki sporangium
unilokuler dan terkumpul dalam sorus di permukaan helai. Pada genus tertentu,
sporangium terletak di helai khusus yang disebut sporofil. Gametofit berbentuk
filamen, mikroskopik, reproduksi seksual secara oogami.
Alga ini dikenal juga dengan nama kelp, beberapa spesies merupakan giant
klep yang melekat pada kedalaman 10-30 m. Macrocystis pyrifera bercabang-
cabang, panjang 10-50 m, ujung tangkai selalu tumbuh membentuk helai baru.
Nereocystis luetkeana panjang 20-25 m, tangkai tidak bercabang, berujung pada
sebuah kantung udara besar, di atasnya terdapat helai bercabang-cabang dikotom,
panjang 3-4,5 m. Postelsia palmaeformis, merupakan kelp paling kecil, memiliki
tangkai kuat dan fleksibel, panjang 50 cm, ujungnya berupa cabang dikotom
dengan helai kecil.

GENUS LAMINARIA
Talus sporofit dibedakan menjadi helai, tangkai dan rizoid. Helai tumbuh di
ujung tangkai, utuh atau terbagi menjadi segmen-segmen vertikal. Tangkai
berbentuk tabung, seperti batang, agak pipih, tanpa cabang, panjangnya sangat
beragam. Tangkai terdiri dari medula dan korteks yang dikelilingi selapis sel
serupa sel epidermis. Rizoid berbentuk cawan, bercabang-cabang dikotom dan
memiliki jari-jari panjang yang disebut haptera.

BAB I A L G A 51
Gambar 1-24
Daur hidup Laminaria

52 Taksonomi Tumbuhan I
Laminaria memiliki pola pertumbuhan yang berbeda-beda. Lapisan luar sel
yang disebut meristoderm adalah daerah utama pembentuk sel baru. Meristoderm
terutama aktif pada perbatasan helai dan tangkai, dimana sel-sel baru ditambahkan
ke helai, tangkai dan bagian interior. Pada tingkat lebih rendah, permukaan lapisan
di seluruh talus juga menunjukkan aktivitas meristematik.
Bagian dalam talus dibedakan menjadi beberapa lapisan. Permukaan talus
ditutupi kutikula yang tersusun dari asam alginat (algin). Kortek luar yang
mengandung lapisan meristoderm terdiri dari sel-sel kuboid kecil, yang sangat
berpigmen dan berguna untuk fotosintesis. Kortek dalam tersusun oleh sel-sel
yang lebih panjang, kebanyakan tidak berpigmen dan merupakan massa kompak.
Medula di bagian tengah kurang rapat terdiri dari sel-sel seperti benang panjang
dan tepinya tidak berlekatan. Bagian ini diliputi lendir berair. Di dalam medula
terdapat hifa dan sel pengangkut. Sel pengangkut tersusun dalam barisan
memanjang, ujungnya melebar dan menyatu. Bahan organik yang banyak
ditransportasikan adalah manitol.

Reproduksi
Laminaria berkembangbiak melalui pembentukan sporangium unilokuler
berbentuk gada dan parafisa pada permukaan helai. Nukleus sporangium mula-
mula mellakukan pembelahan meiosis yang diikuti pembelahan mitosis hingga
terbentuk 32–64 nukleus. Sitoplasma terbagi menjadi banyak sitoplasma anakan
yang masing-masing mengandung satu nukleus dan mengalami metamorfosis
menjadi zoospora haploid. Setelah berenang beberapa lama zoospora membulat
membentuk dinding sel dan berkecambah menjadi gametofit berbentuk filamen,
yang hanya terdiri dari beberapa sel.
Gametofit distimulasi sinar biru membentuk gametangium, setelah sel
gametofit berjumlah 2-3 buah. Gametofit jantan membentuk banyak anteridium
pada ujung cabang. Oogonium dan anteridium tumbuh pada individu yang
berbeda. Setiap anteridium menghasilkan satu sperma dan setiap oogonium
menghasilkan satu sel telur. Setelah ekstrusi oogonium, sel telur tetap melekat
pada permukaan luar oogonium dan mensekresikan feromon (lamoksirene) yang
mendorong pelepasan sperma dari anteridium dan menarik sperma ke sel telur.
Anterozoid berenang menuju sel telur kemudian bersatu. Terjadinya
pembuahan tergantung temperatur. Zigot yang terbentuk tumbuh menjadi sporofit
diploid. Sporofit muda membentuk gametofit betina mikroskopis. Bentuk sporofit
sangat beda dengan gametofit, jadi daur hidup bersifat heteromorfik dan tergolong
dalam heterogeneratae. Pada L.saccarina jenis kelamin gametofit ditentukan pada

BAB I A L G A 53
saat meiosis, dimana separuh zoospora akan tumbuh menjadi gametofit betina,
separuh sisanya menjadi gametofit jantan.
Laminaria saccharina L. merupakan kelp paling sering ditemukan. Talus
mencapai panjang tiga meter atau lebih. Kelp ini berbeda dengan Laminaria lain
karena memiliki helai yang menggelembung atau menjari. Helai menjari dibentuk
oleh robeknya helai karena gelombang laut. Robekan terutama terjadi pada bagian
helai yang tipis dan tidak berlanjut ke tangkai. Apabila L.saccharina dianggap
sebagai pola dasar kelp, maka pada genus yang lebih maju robekan helai mencapai
tangkai, kantung udara terletak di bawah helai dan terdapat sporofil.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut, maka Chorda merupakan genus primitif,
dimana talus bulat panjang, tanpa cabang, tidak terdiferensiasi menjadi helai dan
tangkai dan tanpa haptera. Agarum memiliki helai tunggal berlubang-lubang.
Alaria memiliki helai panjang dan untuk reproduksi membentuk sejumlah sporofil
berbentuk dayung kecil. Egregia memiliki sejumlah helai sekunder di sepanjang
tepi tangkai dan helai utama yang tebal. Dictyoneurum robekan helai sederhana

GENUS NEREOCYSTIS
Pada kelp yang lebih besar, robekan daun berlanjut hingga bagian
meristodermal tangkai. Nereocystis merupakan kelp annual yang pola dasarnya
menyerupai L.saccharina, tetapi stipula lebih cepat memanjang selama masa
pertumbuhan dan helai utama robek menjadi helai-helai sekunder seperti kulit,
yang panjangnya dapat mencapai lebih dari satu meter. Tangkai umumnya
berongga. Kantung udara besar berisi karbon monoksida dibentuk di ujung tangkai
utama untuk mengapung.

Gambar 1-25
Nereocystis

54 Taksonomi Tumbuhan I
GENUS MACROCYSTIS
Macrocystis merupakan kelp paling besar. Terbentuk oleh robekan helai
terminal secara berturut-turut. Masing-masing helai baru terpisah, membesar dan
membentuk kantung di pangkalnya. Tumbuhan dewasa memiliki beberapa ratus
kantung udara. Panjang talus biasanya 10-20 m, tetapi kadang-kadang mencapai
60 m. Panjang helai dapat mencapai 1,5 m dan bersama-sama membentuk kanopi
rapat di permukaan air. Terdapat sel pengangkut yang penting untuk transportasi
bahan organik, seperti manitol dan asam amino dari helai di permukaan laut, yang
aktif melakukan fotosintesis ke bagian yang lebih bawah. Sel pengangkut
memiliki porus besar di ujung dinding sel. Sel ini membentuk lapisan di antara
korteks dan medula. Pembentukan sel pengangkut pada Macrocystis jauh lebih
cepat dari pada Laminaria. Struktur sel pengangkut kelp sangat serupa dengan sel
pengangkut tumbuhan vaskuler.

Gambar 1-26
Macrocystis

BAB I A L G A 55
GENUS POSTELSIA
Postelsia memiliki tangkai primer kaku yang dapat menyangga talus ketika air
laut surut. Di ujung tangkai terdapat sejumlah helai yang memberi penampakan
seperti pohon palem.

ORDO CORDARIALES
Myroinema, Elacista dan Leatesia adalah epifit. Makrotalus Myrionema berupa
cawan pseudo-parenkimatis tersusun dari sejumlah filamen, membentuk bintik-
bintik gelap pada inangnya. Elacista membentuk segerombol filamen pada alga
inang yang lebih besar, dimana filamen asimilasi panjang muncul dari bagian
tengahnya. Sporangium unilokuler dan filamen steril yang bergabung disebut
parafisa, muncul pada pangkal asimilator. Pada Elacista fucicola pembelahan
meiosis terjadi pada sporangium unilokuler. Zoospora diploid membentuk
makrotalus pada temperatur tinggi dan membentuk mikrofilamen pada temperatur
rendah. Leatesia membentuk talus bulat ireguler bercabang-cabang. Pada bagian
dalam, cabang-cabang terpisah, tetapi pada permukaan sel terminal cabang-cabang
membentuk lapisan seperti palisade yang menyatu. Cordaria memiliki talus tegak
bercabang-cabang, tersusun dari filamen-filamen sentral dan cabang-cabang tepi
membentuk lapisan luar.

ORDO DICTYOSIPHONALES
Dictyosiphonales memiliki beberapa bentuk talus. Pada Stictyosiphon talus
berbentuk filamen multisereate, pada Dictyisiphon talus berbentuk tegak dan pada
Punctaria talus berbentuk helai. Makrotalus parenkimatis.

ORDO SCYTOSIPHONALES
Petalonia berbentuk helai seperti pita. Bagian tengah medula terdiri dari sel-sel
tanpa warna yang terdiferensiasi dari lapisan kortek luar. Sel kortek lebih kecil,
berfungsi untuk fotosintesis.
Selama pertumbuhan, lapisan kortek luar tumbuh lebih cepat daripada medula.
Scytosiphon tersebar luas, biasanya membentuk talus tubuler, menggembung ke
atas pada musim dingin. Talus mengalami pergiliran antara struktur plurilokuler
dengan sporangium unilokuler. Daur hidup heteromorfik terjadi dimana talus
tubuler adalah gametofit dan talus berkerak adalah sporofit. Penyatuan gamet dan
meiosis hanya terjadi pada spesies tertentu. Umumnya tahap flagela dihasilkan
dari sporangium plurilokuler yang terletak pada talus tubuler. Tahap flagela
langsung membentuk fase ralfsoid tanpa penyatuan gamet.

56 Taksonomi Tumbuhan I
ORDO DESMARESTYALES
Desmarestia berbentuk pseudoparenkimatis. Talus tegak seperti lembaran.
Beberapa genus anggota ordo Desmarestiales sangat melimpah di kutub selatan,
namun Desmarestia hanya melimpah di laut yang bersuhu sedang. Reproduksi
seksual dilakukan secara oogami. Pertumbuhan dilakukan oleh meristem trikotalik
yang terletak di pangkal bulu-bulu terminal ujung setiap aksis. Bagian aksis
sentral filamen mengalami kortifikasi. Sel Desmarestia mampu mengakumulasi
ion sulfat dari air laut. Sulfat bereaksi dengan air menghasilkan asam sulfat untuk
melindungi diri dari herbivora.

a b c d

Gambar 1-27
Desmarestia: a. D. viridis, b. D. tabacoides, c. D. Latifrons, d. D. ligulata

Golongan Cyclosporeae

ORDO FUCALES
Fucales terdistribusi luas di perairan laut. Talus umumnya lebih sederhana dari
pada Laminariales, meskipun ada juga yang memiliki bentuk talus parenkimatis.
Talus bersifat diploid, meiosis terjadi ketika gametogenesis. Alat kelamin terdapat
dalam konseptakel. Daur hidupnya jauh lebih maju, karena gametofit (fase
haploid) tidak hidup bebas. Gametofit tertahan dalam kantung talus diploid.

BAB I A L G A 57
FAMILIA FUCACEAE
GENUS FUCUS
Fucus merupakan anggota Fucaceae paling umum, hidup di laut hemisfer utara
yang beriklim dingin, melekat pada karang dengan rizoid. Talus berwarna coklat
tua, berbentuk pita pipih memanjang (< 1 meter), bercabang-cabang dikotom dan
memiliki satu rusuk tengah. Sel baru dibentuk pada sel-sel apikal yang terdapat di
dalam lekukan pada ujung setiap cabang. Secara anatomi, talus tersusun atas
meristoderm, korteks dan medula. Beberapa spesies Fucus memiliki kantung
udara di tubuhnya untuk menyimpan udara dan membantu mengapung. Letak
kantung udara berpasangan di kanan-kiri. Pembentukan kantung udara tergantung
kondisi lingkungan. Fucus yang tumbuh di air tenang memiliki lebih banyak
kantung udara.

Reproduksi
Reproduksi dilakukan secara vegetatif dan seksual. Reproduksi vegetatif
melalui tumbuhnya cabang-cabang kecil di bagian pangkal talus atau fragmentasi
talus. Reproduksi seksual secara oogami. Alga ini bersifat monoesis atau diesis.
Fucus memiliki struktur reproduksi khusus yang disebut reseptakel di ujung
batang. Pada F.vesiculosus, reseptakel menggembung, berisi lendir, sedang pada
F.distichus reseptakel berbentuk pipih, mengandung sedikit lendir. Di dalam
reseptakel terdapat konseptakel, berupa kantung bulat pembentuk gamet. Setiap
konseptakel memiliki operkulum dengan bulu-bulu memanjang tanpa warna.
Gamet jantan dan betina dapat dibentuk pada konseptakel yang sama
(monoesis) atau pada konseptakel tumbuhan yang berbeda (diesis), tergantung
spesiesnya. Sperma dibentuk dalam anteridium. Di dalam anteridium, terjadi
pembelahan meiosis diikuti mitosis berulang-ulang hingga terbentuk sebuah
kumpulan berisi 64 sperma. Pada oogonium proses yang sama menghasilkan
sebuah kumpulan berisi delapan sel telur. Kelompok gamet dilepaskan melalui
operkulum pada konseptakel. Sperma secara kimiawi ditarik sel telur yang
ukurannya lebih besar. Zigot yang telah dibuahi mensekresikan cairan lengket
untuk melekat pada substrat. Keadaan lingkungan mempengaruhi pembentukan
awal zigot.
Reseptakel dapat mengontrol pelepasan gamet. Pada spesies pasang surut,
seperti F.vesiculosus, reseptakel menggembung dan sangat membengkak apabila
gamet masak. Pada saat air surut, reseptakel mengering dan mengkerut, sehingga
gamet terlepas dari konseptakel. Kumpulan gamet ini melekat pada bulu yang
menjulur dari konseptakel. Pada saat air pasang kumpulan gamet mengambang
kembali dan lendir yang menyelimuti larut, sehingga gamet dilepaskan ke air laut.

58 Taksonomi Tumbuhan I
Gambar 1-28
Daur hidup Fucus

BAB I A L G A 59
Sebelum pembuahan, beberapa anterozoid mengelilingi sel telur. Dari delapan
sel telur yang dibentuk biasanya hanya satu yang dibuahi anterozoid. Dalam waktu
satu jam kedua nukleus melebur, membentuk nukleus diploid. Zigot segera
membentuk dinding berlendir dan melekat pada substrat, sebelum air surut lagi.
Zigot membentuk tonjolan yang akan membentuk rizoid, sehingga memiliki
polaritas. Cahaya, temperatur, pH dan hormon dalam sel telur merupakan faktor
perangsang terjadinya polaritas. Pertumbuhan embryo pada awalnya cepat karena
adanya cadangan makanan yang cukup di dalam sel telur, tetapi kemudian
melambat karena suplai makanan tergantung fotosintesis. Talus yang terbentuk
bersifat diploid dan pembelahan reduksi terjadi waktu gametogenesis. Jadi daur
hidup bersifat diplontik.
Cryptostomata (kriptostomata), suatu kantung kecil di permukaan talus,
menunjukkan bahwa reproduksi Fucus tidak selalu tergantung reseptakel. Struktur
ini homolog dengan reseptakel tetapi tidak membentuk gametangium.

GENUS ASCOPHYLLUM
Ascophyllum banyak ditemukan di daerah pasang surut Atlantik Utara. Panjang
talus dapat mencapai 30 m, bentuk sangat bervariasi tergantung gelombang laut.
Sumbu utama silindris (agak pipih) dan memiliki sejumlah cabang sekunder yang
pertumbuhannya terbatas. Di sekitar sumbu, terdapat kantung udara yang
menggembung untuk mengapung dan menegakkan talus. Setiap tahun dibentuk
sebuah kantung pada setiap sumbu. Sehingga dapat diperkirakan umurnya. Umur
lebih panjang dibanding Umum mencapai umur 8-10 tahun, bahkan ada yang
mencapai umur 20 tahun. Sedang alga perennial yang biasanya hanya hidup 2-3
tahun. Jaringan talus biasanya berisi ascomycetes (Mycosphaerella). Simbiose
keduanya tidak jelas.
Reseptakel Ascophylum dibentuk pada cabang khusus. Gamet jantan dan betina
terdapat pada konseptakel individu yang berbeda. Pembentukan 8 sel telur dalam
oogonium lebih maju dari pada Fucus. Pelepasan gamet tergantung suhu. Kadang
seluruh isi re-septakel dicurahkan ke air, yang membantu penyebaran gamet.
Reseptakel berwarna kuning jeruk atau kuning zaitun, seperti buah berri apabila
mengapung terbawa air laut. Gamet dilepaskan dari koseptakel seperti Fucus.

GENUS PELVETIA
Pelvetia tumbuh pada bagian atas daerah pasang surut pantai Atlantik Utara
dan pantai barat Amerika Utara. Talus menyerupai Fucus tetapi helai berubah
menjadi tabung. Dua sel telur dibentuk setiap oogonium.

60 Taksonomi Tumbuhan I
FAMILIA SARGASSACEAE
GENUS SARGASSUM, TURBINARIA
Sargassum merupakan genus yang tersebar luas dan memiliki banyak spesies.
Hidup di laut tropis atau subtropis di belahan bumi selatan, tetapi fragmen talus
yang terputus terbawa arus laut melintasi laut Atlantik ke daerah dingin di Eropa.
Tumbuh melimpah di sepanjang pantai Australia, India, Srilangka, Cina, Jepang
dan Indonesia.
Talus Sargassum memiliki morfologi kompleks sepintas seperti memiliki akar,
batang dan daun. Pada tangkai/batang, terdapat banyak cabang-cabang lateral yang
menyerupai daun, sering disebut filoid. Di dekatnya terdapat kantung udara dan
reseptakel yang mengandung konseptakel. Kantung udara muncul pada ujung
cabang menyerupai berry. Reseptakel dibentuk pada cabang-cabang pendek. Daur
hidup diplontik. Reproduksi dilakukan secara vegetatif/aseksual dengan
fragmentasi talus dan secara seksual dengan oogami. Anteridium dan oogonium
dibentuk dalam konseptakel. Pembentukan oogonium yang hanya berisi satu sel
telur merupakan kondisi maju pada fucoid. Setiap sel telur memiliki 8 nukleus,
tetapi hanya satu yang dibuahi sperma.

a b

Gambar 1-29
Sargassum: a. penampakan umum, b. skematis

BAB I A L G A 61
Sebagian besar Sargassum hidup secara bentik di pantai-pantai berkarang.
Tetapi terdapat dua spesies, S.natans dan S.fluitans, yang hidup mengapung bebas
(pelagik) dan membentuk rakit sangat luas di tengah samudera Atlantik Utara,
daerah ini disebut Laut Sargasso. Alga pelagik tidak dapat membentuk
reseptakel, sehingga berkembangbiak secara vegetatif.
Turbinaria memiliki ciri-ciri morfologi, daur hidup, cara reproduksi dan
habitat seperti Sargassum, hanya saja bentuk filoidnya menyerupai terompet.

ORDO DURVILLAEALES
Durvillaea dipisahkan dari Fucales karena pola pertumbuhannya menyebar.
Genus ini tumbuh di laut dingin belahan bumi selatan. Talus menyerupai kelp
dengan helai panjang (>10 m) muncul dari tangkai bulat dan melekat dengan rizoid.
Sel telur dan sperma dibentuk dalam konseptakel.

DIVISI RHODOPHYTA
(Alga Merah)

Talus umumnya multiseluler, hanya beberapa yang uniseluler. Talus berbentuk


filamen bercabang-cabang terbuka atau pseudoparenkimatis kompak, dimana
cabang individual sulit dibedakan. Sel bernukleus tunggal, berbentuk cincin,
bersifat haploid atau diploid. Sering membentuk sel poliploid dan multinukleat.
Selama mitosis, terbentuk membran nukleus. Sentriol hilang tetapi benang mitosis
muncul dari organel yang menyatu dengan nukleus. Bagian tengah sel dewasa
dapat berupa vakuola besar, dikelilingi lapisan sitoplasma yang mengandung satu
atau lebih kloroplas. Kloroplas megandung pirenoid. Tidak memiliki flagela.
Pigmen fotosintesis utama berupa klorofil a dan fikobilin. Fikobilin bersatu
dengan protein membentuk fikobili-protein, yang terdiri dari fikoeritrin, fikosianin
dan allofikosianin. Kadang-kadang ditemukan pula klorofil d tetapi fungsinya
kurang jelas. Pada permukaan luar tilakoid, fikobiliprotein membentuk granula fikobilisom
untuk menangkap sinar dan mentransfer energi ke klorofil a yang menyelubungi
membran tilakoid. Talus berwarna merah apabila pigmen fikoeritrin dominan.
Cadangan makanan disebut tepung floridea, berupa rangkaian α-1,4-glukosa
seperti glikogen atau amilopektin pati, terdapat di luar plastida dalam sitoplasma
Pertumbuhan dilakukan melalui pembelahan sel vegetatif dengan membentuk
furrowing (lekukan) pada dinding sel. Komponen utama dinding sel berupa
selulosa, kadang-kadang manan dan silan. Dinding sel diselimuti mukopoli-
sakarida berupa agar dan karagenan, merupakan 70% berat kering dinding sel.
Keduanya merupakan polimer galaktosa dan penting untuk stabiliser atau gel.

62 Taksonomi Tumbuhan I
KELAS RHODOPHYCEAE

Rhodophyta hanya memiliki satu kelas Rhodophyceae, yang dibagi menjadi


dua subkelas, Bangiophycideae (bangean) dan Florideaophycidae (floridean).
Keduanya dibedakan karena :
1. Floridean memiliki hubungan pit & plug (lubang dan sumbat), dimana antar
sel-selnya dihubungkan oleh benang-benang sitoplasma, sedang pada bangean
hubungan ”ketam” ini hampir tidak ada (hanya ada pada beberapa genus).
2. Floridean umumnya memiliki pertumbuhan apikal, sel apikal memiliki
sejumlah kloroplas kecil dan daur hidupnya komplek. Sedang pertumbuhan
bangean menyebar, kloroplas tunggal dan daur hidupnya sederhana tanpa
struktur reproduksi khusus.
Genus Rhodochaete merupakan pengecualian. Genus ini dimasukkan dalam
bangean meskipun memiliki benang-benang sitoplasma dan pertumbuhan apikal.

SUBKELAS BANGIOPHYCIDAE
Tipe morfologi bangean jauh lebih bervariasi dari pada floridean. Bangean
paling sederhana berupa sel soliter (uniseluler), di samping itu terdapat pula talus
filamentik dan helai parenkimatis, keduanya multiseluler. Sel bangean secara khas
memiliki satu kloroplas berbentuk bintang. Reproduksi pada talus multiseluler
biasanya melalui pembentukan monospora. Bangean tidak membentuk karpo-
gonium. Tahap karposporofit hilang dan tidak membentuk tetraspora. Beberapa
genus memiliki daur hidup seperti floridean yang talusnya berbentuk filamen.

Gambar 1-30
Bangia

BAB I A L G A 63
ORDO PORPHYRIDALES
FAMILIA PORPHYRIDACEAE
GENUS PORPHYRYDIUM
Porphyrydium kecil, sel bulat, tumbuh di darat dan diselimuti oleh lendir. Di
dalam sel, kloroplas stelat terletak di tengah dan kadang-kadang mengisi sebagian
besar sel. Spesies ini berkembangbiak melalui pembelahan yang dimulai dengan
terbentuknya lekukan pada dinding sel, selanjutnya sel terbelah menjadi dua anak-
an. Erytrotrichia berbentuk filamen sederhana, sering tumbuh epifit pada alga lain.

ORDO BANGIALES
FAMILIA BANGIACEAE
GENUS BANGIA
Bangia tumbuh baik di air tawar maupun laut, kadang membentuk lapisan
seperti bulu menutupi batu yang terpercik air. Talus berbentuk filamen lembut,
tanpa cabang, melekat pada substrat dengan rizoid sangat halus. Talus tua menjadi
multiseriate. Setiap sel memiliki kloroplas berbentuk bintang dan dikelilingi
dinding yang tersusun dari polimer manosa. Makrotalus Bangia ada sepanjang
musim dingin, sedang fase konkoselis yang berbentuk filamen mikroskopis hidup
sepanjang tahun. Daur hidupnya sama dengan Porphyra.

GENUS PORPHYRA
Talus Porphyra parenkimatis, membentuk helai terdiri dari 1-2 lapis sel, lebar
atau sempit, kedua permukaannya sangat licin. Warna helai bervariasi, umumnya
kuning, kuning zaitun, merah muda atau ungu. Seperti Bangia, dinding sel terdiri
dari manan. Kloroplas berbentuk bintang. Dalam daur hidup Porphyra, fase
makrotalus helai haploid bergantian dengan fase filamen mikroskopik diploid
yang disebut konkoselis (conchocelis). Pada spesies tertentu, reproduksi seksual
dan meiosis hilang sehingga kedua fase memiliki jumlah kromosom yang sama.
Makrotalus memiliki tiga tipe reproduksi dalam sel-sel vegetatif, yaitu
monospora, spermatium dan karpospora. Monospora dibentuk tunggal melalui
pelepasan isi sel yang bertindak sebagai spora dan tumbuh menjadi makrotalus.
Spermatium dihasilkan 16 atau lebih dengan pembelahan berulang-ulang isi sel.
Pada spesies yang melakukan reproduksi seksual, spermatium membuahi sel
karpoginium, lalu diikuti pembelahan berulang-ulang menghasilkan karpospora
diploid. Pada spesies non seksual, karpogonium membelah tanpa pembuahan,
membentuk karpospora haploid. Pada kasus lain, karpospora membentuk fase
konkoselis, yaitu filamen bercabang yang melekat pada cangkan moluska. Di
Jepang Porphyra banyak dibudidayakan untuk makanan.

64 Taksonomi Tumbuhan I
Gambar 1-31
Porphyra: a. talus berbentuk helai, b. monospora, c. karpospora, d. fase konkoselis

SUBKELAS FLORIDEOPHYCIDAE
Struktur dasar floridean tidak bervariasi banyak. Talus alga ini pada dasarnya
terdiri dari filamen-filamen bercabang-cabang. Pada beberapa genus filamen bebas
satu dengan lain, sedang pada genus lain filamen saling berhubungan membentuk
jaringan pseudoparenkimatis kompak. Bentuk talus tidak berperan dalam
membedakan ordo. Klasifikasi floridean didasarkan pada struktur talus, daur
hidup, pembentukan karposporofit dan hubungan pit & plug.
Pertumbuhan dilakukan dengan pembelahan transfersal sel-sel apikal di ujung
cabang-cabang filamen. Berdasarkan susunan sel apikalnya, filamen floridean
dibedakan menjadi:
1. Monoaksial: talus berupa sumbu yang terdiri dari satu filamen aksial yang
bercabang-cabang ke arah samping atau ke segala arah. Pertumbuhan talus
dimulai dengan terbentuknya 4-5 sel di bawah sel apikal, yang membelah ke
arah samping membentuk sel lateral. Sel ini merupakan inisial apikal filamen
lateral dan fungsinya sama dengan inisial apikal filamen aksial, yang masing-
masing dihubungkan benang sitoplasma.

BAB I A L G A 65
2. Multiaksial: talus berupa sumbu yang terdiri dari banyak filamen aksial.
Pertumbuhan talus ini sama dengan tipe monoaksial, tetapi setiap sumbu
filamen mempunya sel apikal. Filamen aksial hanya membentuk filamen
lateral ke permukaan talus, sehingga bagian medula talus dewasa terdiri dari
filamen longitudinal yang dikelilingi kortek yang terdiri dari filamen lateral.
Struktur talus
Struktur talus Floridean dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
1. Talus berbentuk Filamen bercabang-cabang terbuka
2. Talus berdaging atau berdaun tegak
3. Talus berkerak.
4. Talus tegak berkapur.
Tiga katagori terakhir berbentuk pseudoparenkim.

Daur Hidup
Daur hidup floridean cukup komplek. Umumnya terdiri dari tiga fase daur
hidup, yaitu gametofit, karposporofit dan tetrasporofit. Talus yang hidup bebas
berupa gametofit dan tetrasporofit, sedang karposporofit hidup di dalam gametofit.
Gametofit bersifat haploid, membentuk gamet jantan dan gamet betina yang tidak
memiliki flagela. Karposporofit bersifat diploid, berkembang dari zigot pada
gametofit betina. Karposporofit menghasilkan spora yang tumbuh menjadi
tetrasporofit. Selama pembentukan spora pada tetrasporangium terjadi pembelahan
mitosis, sehingga spora tumbuh menjadi gametofit betina.

Pembentukan Gametofit
Floridean umumnya berumah dua, dimana gametofit jantan dan betina terpisah.
Gametofit jantan membentuk gamet jantan yang disebut spermatium dalam sel
induk spermatangium. Ketika dibebaskan spermatium terbawa arus air secara
pasif, karena tanpa flagela. Gametofit betina menghasilkan cabang khusus yang
disebut karpogonium, dimana sel terminal berfungsi sebagai oogonium.
Karpogonium berbentuk botol, memiliki tonjolan distal yang disebut trikogin. Isi
karpogonium berfungsi sebagai sel telur. Apabila spermatium melekat pada
permukaan karpogonium, maka nukleus menuju trikogin dan berpindah ke bagian
dasar karpogonium, lalu menyatu dengan sel telur. Gametofit kadang-kadang juga
membentuk monosporangium, yaitu sporangium yang hanya mengandung satu
spora. Perkembangan zigot tergantung ordonya. Pada Nemalionales nukleus zigot
langsung mengadakan pembelahan meiosis, sedang pada ordo lain lebih dulu
mengalami pembelahan mitosis, yang mana pembelahan meiosis hanya terjadi di
dalam sporangium tetrasporofit talus diploid yang hidup bebas.

66 Taksonomi Tumbuhan I
Pembentukan Karposporofit
Karposporofit dapat dibentuk langsung dari karpogonium fertil atau dari zigot
yang ditransfer melalui buluh ooblas ke dalam sel auxiliary. Sel ini berbeda-beda
tergantung ordonya. Pada Nemalionales berupa sel filamen karpogonium. Pada
Gigartinales berupa sel pendukung karpogonium. Pada beberapa ordo lain berupa
sel vegetatif.
Karposporofit terdiri dari filamen bercabang-cabang yang disebut filamen
gonimoblas diploid. Persatuan gamet, baik langsung diikuti meiosis atau tidak,
selalu menghasilkan filamen gonimoblas. Nukleus zigot dapat tetap tinggal di
dalam karpogonium sampai filamen ini tumbuh atau pindah ke sel auxiliary, lalu
tumbuh menjadi filamen gonimoblas.
Filamen gonimoblas dapat bebas menyebar atau berdekatan membentuk
pseudoparenkim. Semua sel teminal filamen gonimoblas yang telah masak akan
membesar membentuk karpospora. Sel-sel steril pada filamen gonimoblas dan sel
vegetatif yang mengelilinginya disebut karpospoorofit (sistokarp). Karposporofit
terletak di dalam gametofit betina. Sel gametofit dapat menghasilkan lapisan
pelindung karposporofit (perikarp) dan lapisan pengangkut nutrien. Karpospora
dibentuk di ujung filamen gonimoblas, lalu dibebaskan ke dalam air.
Karposora dapat haploid atau diploid tergantung ordonya. Karposora haploid
selalu tumbuh menjadi gametofit haploid dan membentuk alat kelamin
(spermatangium dan karpogonium). Karpospora diploid tumbuh menjadi talus
diploid dan hidup bebas. Talus ini disebut tetrasporofit. Tetraspofit membentuk
tetrasporangium berisi empat spora (tetraspora), tetapi kadang juga membentuk
bisporangium, yaitu sporangium yang hanya berisi dua spora. Tetrasporangium
semula berisi sporangium bernukleus tunggal dan diploid, lalu mengalami meiosis
diikuti mitosis, sehingga terbentuk empat nukleus haploid yang diselubungi sito-
plasma dan dinding sel. Letak spora dalam sporangium bervariasi tergantung genus.

Pembentukan Tetrasporofit
Tetrasporofit tumbuh dari karpospora diploid. Tetrasporofit dewasa membentuk
tetrasporangium bersel tunggal, yang mengalami pembelahan meiosis membentuk
empat tetraspora haploid. Susunan tetraspora dalam tetrasporangium memiliki
pola tertentu. Tetraspora terpisah-pisah saat dilepaskan dan membentuk gametofit.
Ketiga fase daur hidup di atas menyebabkan Rhodophyceae dapat tetap lestari,
Walaupun proses pembuahan tidak pasti dan sangat tergantung arus air, karena
gamet tidak memiliki flagela.

BAB I A L G A 67
ORDO NEMALIONALES
Nemalionales tidak memiliki keturunan tetrasporofit, karena zigot langsung
mengalami pembelahan meiosis. Karposporofit hampir semuanya berkembang
dari karpogonium.

FAMILIA NEMALIONACEAE
GENUS NEMALION
Nemalion relatif tidak terlalu pseudoparenkimatis. Talus berwarna ungu gelap
terdiri dari cabang-cabang silindris, lembut seperti uret (earthworm). Berbeda
dengan Batrachospermum yang memiliki filamen aksial sentral tunggal, Nemalion
memiliki lebih dari 250 filamen aksial (multifilamen), masing-masing disusun
oleh sel-sel yang dibentuk sel terminal. Cabang samping menyerupai
Batrachospermum, tetapi permukaannya lebih kompak. Bagian luar talus
terdiferensiasi menjadi kortek dimana fotosintesis terjadi, sedang bagian dalam
yang tidak berwarna dan berlendir adalah medula. Bentuk talus multiaksial juga
terdapat pada Cumagloia, tetapi struktur cabang lateralnya lebih bebas.

a b c

Gambar 1-32
Nemalion: a. penampakan umum, b. fase konkoselis, c. monostroma

68 Taksonomi Tumbuhan I
b

Gambar 1-33
Batrachospermum: a. filamen bercabang-cabang lateral, b. karposporofit, c. skema percabangan
filamen.

GENUS BATRACHOSPERMUM
Batrachospermum biasa tumbuh di air tawar yang mengalir. Talus lembut dan
bergelatin. Berwarna coklat, kuning zaitun, abu-abu, ungu atau hujai-biru.
Batrachospermum jauh lebih terspesialisasi dari pada Audouinella. Pertumbuhan
terjadi pada sel apikal di ujung setiap sumbu. Sel yang dihasilkan membentuk
aksis sentral bulat. Pada ujung atas setiap sel sumbu, dibentuk 4-6 cincin dari sel
perisentral kecil. Sel ini mengawali pembentukan cabang. Sebagian besar cabang
pertumbuhannya terbatas dan bersegmen-segmen. Sumbu baru yang
pertumbuhannya tidak terbatas dibentuk di bagian lateral.

GENUS AUDOUINELLA
Morfologi dan daur hidup Audouinella merupakan keadaan primitif dalam
floridean. Talus berbentuk filamen heterotrik, bercabang terbuka, tumbuh pada
batu atau alga lain. Seperti bentuk heterotrik lain, pangkal cabang menempel pada
substrat. Kadang rizoid tereduksi menjadi sel tunggal. Filamen tegak bercabang
terbuka dan kadang-kadang memiliki bulu-bulu terminal. Pertumbuhan
Audouinella terjadi melalui pembelahan sel apikal pada ujung setiap cabang.
Jumlah dan bentuk kloroplas bervariasi, sehingga dulu dijadikan beberapa genera.

BAB I A L G A 69
ORDO CRYPTONEMIALES
Cryptonemiales merupakan alga tetarsporofit yang sel auxiliary-nya terletak
pada filamen khusus di dalam gametofit. Filamen ini terletak tepat pada
karpogonium atau jauh.

FAMILIA CORALLINACEAE
GENUS CORALLINA
Corallina tumbuh di laut. Talus bersegmen-segmen dan bercabang-cabang,
melekat pada substrat. Permukaan talus ditutupi zat kapur dari kalsium karbonat
dan magnesium karbonat tebal, yang dapat mencapai lebih dari 70% berat
keringnya. Pengapuran menyebabkan talus berwarna putih kemerah-merahan dan
berbatu, sehingga sering tampak sebagai bintik-bintik kemerah-merahan pada
permukaan laut. Talus terdiri dari lapisan basal filamen dan cabang tegak kompak.
Pada bagian tegak terdapat daerah meristematis di ujung terminal. Sel meristem
membentuk epithallium ke atas dan perithallium ke bawah. Epithallium tebal dan
secara kontinu lepas atau hilang, sehingga epifit yang melekat terlepas. Pada
bagian basal terdapat lapisan disebut hypothallium. Dinding sel dipertebal olek
kalsium karbonat berbentuk kalsit.

Gambar 1-34
Corallina: a. talus tersusun dari segmen-segmen kapur yang terpisah, b. ujung talus

70 Taksonomi Tumbuhan I
GENUS HILDENBRANDIA, DUMONTIA, LITHOTHAMNION
Hildenbrandia tersebar luas di laut dan kadang-kadang tumbuh di air tawar.
Talus sering sangat tipis, berwarna merah, tumbuh pada batu-batuan. Talus terdiri
dari filamen basal yang menjalar di atas substrat dan cabang vertikal terdiri dari
sel-sel kuboid, menjulang ke atas dari lapisan basal. Cabang membentuk massa
yang kompak. Pada Hildenbrandia hanya dikenal fase tetrasporofit, yang
menghasilkan tetraspora tanpa fase gametofit.
Talus Dumontia memiliki cabang-cabang berongga. Setiap cabang teratur di
sekeliling filamen aksial sentral (uniaksial). Terdapat ruangan di antara cabang
samping, kecuali di permukaan luar dimana sel terminal membentuk lapisan
seperti palisade yang kompak. Talus Lithothamnion menyerupai kerak, melekat
pada batu karang.

ORDO GIGARTINALES
Ordo ini merupakan floridean tetrasporofit yang sel auxiliary-nya adalah sel
pendukung karpogonium.

FAMILIA GRACILARIACEAE
GENUS GRACILARIA
Talus berbentuk silindris, bercabang-cabang dengan diameter 2-3 mm atau pipih.

FAMILIA GIGARTINACEAE
GENUS GIGARTINA
Bentuk talus bervariasi: silindris, pipih atau berbentuk helai. Talus
peseudoparenkim bercabang-cabang, umumnya melekat pada batu dengan rizoid
berbentuk cawan. Dari bagian tengah rizoid, talus tumbuh ke atas membentuk
struktur seperti helai, batang silindris atau tabung berongga. Talus yang menjulang
ke atas disusun oleh satu atau lebih sumbu pusat filamen dan memunculkan
cabang-cabang lateral dengan pertumbuhan terbatas. Ujung cabang lateral
membentuk lapisan seperti palisade, yang menjadi permukaan luar talus.
Gigartina memiliki dua tipe daur hidup. Beberapa spesies memiliki fase
isomorfik bebas, serupa Chondrus. Spesies lain memiliki talus tegak yang
bergiliran dengan tetrasporofit berkerak, serupa Mastocarpus. Gametofit jantan
menghasilkan spermatium. Proses pembuahan memacu gametofit betina
membentuk karposporofit diploid dan karpospora diploid membentuk tetrasporofit
berkerak. Tetrasporofit ini dulunya diidentifikasi sebagai genus Petrocelis. Jika
gametofit jantan tidak terbentuk, gametofit betina membentuk karposporofit tanpa
proses pembuahan dan karpospora menjadi gametofit betina.

BAB I A L G A 71
GENUS CHONDRUS, AGARDHIELLA
Baik Agardhiella maupun Chondrus memiliki talus bercabang-cabang banyak
(multiaksial) dan kompak. Cabang Agardhiella silindris, sedang Chondrus pipih.
Biasanya Chondrus berwarna coklat, tetapi ujung talus yang tumbuh di daerah
pasang surut dapat tercuci menjadi kuning cerah.
Pada Chondrus, tetrasporofit dan gametofit memiliki bentuk sama, namun
tetrasporofit cenderung tumbuh di air yang lebih dalam. Pada beberapa spesies,
gametofit jantan jarang atau tidak ada. Kedua generasi ini dapat dibedakan
berdasarkan kandungan karagenan dalam dinding sel. Pada gametofit berupa
kappa karagenan yang mengendap dalam potasium klorida, sedang pada
tetrasporofit (karposporofit) berupa lamda karagenan yang tidak bersifat demikian.

Gambar 1-35
a. Gracillaria, b. Gigartina, c. Chondrus

72 Taksonomi Tumbuhan I
Gambar 1-36
Gelidium:

ORDO GELIDIALES
Gelidiales merupakan alga tetrasporofit yang sistokarpnya (karposporofit)
tumbuh langsung dari karpogonium.

FAMILIA GELIDIACEAE
GENUS GELIDIUM
Talus agak keras, silindris atau agak pipih, bercabang-cabang menyirip. Alga
ini merupakan penghasil agar (Agarophyta).

ORDO CERAMIALES
Ceramiales merupakan floridean tetrasporofit, yang sel auxiliarynya baru
terbentuk setelah pembuahan. Sel ini tumbuh di atas sel pendukung karpogonium.

FAMILIA CERAMIACEAE
GENUS CERAMIUM
Ceramium tersebar luas di laut, talus berbentuk filamen bercabang-cabang,
tipis dan beruas-ruas. Di antara ruas-ruas terdapat sel kortek mengelilingi sel-sel
besar yang membentuk benang uniseriate. Ujung talus bercabang menggarpu,
seperti tanduk. Hal ini merupakan ciri khas Ceramium. Seperti Batrachospermum,
kortek merupakan hasil dari cabang-cabang khusus yang muncul dari sel
perisentral pada nodus, yang tumbuh diseluruh batas sel aksial. Sel aksial
merupakan pusat pertumbuhan talus. Sel pada cabang-cabang kortek berpigmen,
sedang sel aksial berisi vakuola besar tidak berpigmen. Ceramium memiliki sel-sel
bulu tanpa warna, yang dibentuk untuk merespon kekurangan nutrisi dan dapat
menambah permukaan talus untuk meningkatkan penyerapan nutrisi.

BAB I A L G A 73
FAMILIA RHODOMELLACEAE
GENUS POLYSIPHONIA, LAURENCIA, ACANTHOPHORA
Polysiphonia memiliki talus bercabang-cabang, dibentuk oleh sel-sel yang
berderet teratur. Tipe filamen ini disebut polysiphonous. Jumlah sel setiap deret
khas untuk spesies. Pertumbuhan cabang utama merupakan hasil dari pembelahan
transfersal sel-sel apikal. Sel aksial yang dihasilkan lebih panjang dan dibelah
secara longitudinal untuk membentuk sel perisentral. Sel perisentral yang
mengelilingi sel aksial sama panjangnya.
Dalam daur hidupnya, Polysiphonia memiliki bentuk morfologi sama antara
gametofit dan tetrasporofit. Karena merupakan filamen terbuka, alat reproduksi
mudah diamati. Spermatangium biasanya tanpa warna dan menghasilkan
sekelompok spermatium. Gametofit betina menghasilkan karpogonium berisi
empat sel. Nukleus zigot pindah ke sel auxiliary di dekat karpogonium dan
membentuk karposporofit yang dikelilingi perikarp. Karpospora dibentuk
karposporofit. Penampakan tetrasporofit sama dengan gametofit, tetapi memiliki
tetrasporangium di ujung-ujung cabang.
Talus Laurencia berbentuk silindris atau pipih, titik tumbuh terletak dalam
suatu cekungan apikal pada ujung-ujung percabangan. Sedang talus Acanthophora
berbentuk silindris, bercabang-cabang majemuk, pendek, seperti duri.

Gambar 1-37
Ceramium: a. penampakan umum, b. sel apikal di ujung cabang, c. kortifikasi sempurna,
d.kortifikasi tidak sempurna

74 Taksonomi Tumbuhan I
Gambar 1-38
Daur hidup Polysiphonia

BAB I A L G A 75
Acara 1.1
DIVISI CHLOROPHYTA
(Alga Hijau)

A. Tujuan Instruksional
Umum
• Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Chlorophyta.
Khusus
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi Chlorophyta berdasarkan sifat-sifat
morfologinya.
2. Mahasiswa dapat memahami sifat-sifat pembeda Chlorophyta, yaitu: struktur
talus, pigmentasi dan daur hidup/pola reproduksi.

B. Bahan dan Alat


1. Preparat mikroskopis: Chlamydomonas, Volvox, Ulothrix, Stigeoclonium,
Oedogonium, Spirogyra, Desmidium, Chlorococcum, Chlorella, Scenedesmus,
Pediastrum dan Hydrodictyon.
2. Herbarium basah makrotalus: Ulva, Enteromorpha, Cladophora, Caulerpha,
Codium, Halicystis, Acetabularia, Halimeda dan Chara.
3. Mikroskop cahaya, mikroskop diseksi, lup, pinset, silet/skalpel nampan
plastik.

C. Cara Kerja
1. Pada preparat mikroskopis, ambil setetes air yang diperkirakan mengandung
alga di atas. Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran kuat (10X40).
Untuk spesies tertentu gunakan preparat awetan (atau gambar).
2. Pada herbarium basah makrotalus: amati secara langsung. Bila perlu gunakan
lup dan mikroskop diseksi. Hati-hati terhadap cairan dan uap formalin 4% atau
alkohol 70% yang menjadi media pengawetnya. Untuk herbarium kering
lakukan hal yang sama.
3. Pada alga filamen lakukan pula pengamatan di bawah mikroskop, untuk
mengetahui sifat-sifat dasarnya.
4. Pada alga pseudoparenki buat irisan melintang untuk mengetahui susunan sel
di dalam talus dan gunakan JKJ (yodium) untuk mengetahui posisi kloroplas
dan pirenoid
5. Tulis klasifikasinya, gambar bentuk morfologinya dan beri deskripsinya
secara ringkas.

76 Taksonomi Tumbuhan I
D. Pertanyaan Observasi
1. Sebutkan tipe-tipe reproduksi seksual dan aseksual pada Chlorophyta ?
2. Sebutkan sifat-sifat pembeda ke-13 ordo anggota kelas Chlorophyceae?
3. Jelaskan daur hidup Chlamydomonas !
4. Jelaskan cara perkembangbiakan Volvox !
5. Sebutkan sifat-sifat khas Ulothrix !
6. Jelaskan daur hidup Ulva !
7. Bagaimana cara reproduksi Oedogonium !
8. Jelaskan cara konjugasi Spyrogira !
9. Gambarkan bentuk morfologi Chlorococcum !
10. Sebutkan kandungan gizi Chlorella !
11. Gambarkan bentuk morfologi Scenedesmus !
12. Sebutkan perbedaan bentuk talus Caulerpha, Codium dan Halicystis ?
13. Sebutkan ciri-ciri khas Chara yang membedakannya dengan anggota kelas
Chlorophyceae ?

Acara 1.2
DIVISI PHAEOPHYTA
(Alga Coklat)

A. Tujuan Instruksional
Umum
• Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Phaeophyta .
Khusus
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi Phaeophyta berdasarkan sifat-sifat
morfologinya.
2. Mahasiswa dapat membedakan struktur morfologi, daur hidup dan pola
reproduksi
3. Mahasiswa dapat menjelaskan sifat-sifat khas Phaeophyta, seperti kantung
udara, reseptakel, konseptakel, zoospora dan lain-lain.
4. Mahasiswa dapat membedakan perbedaan daur hidup Phaeophyta golongan
isogenerate, heterogenerate dan cyclosporeae.

B. Bahan dan Alat


1. Herbarium basah atau kering makrotalus: Ectocarpus, Ralfsia, Dictyota,
Padina, Laminaria, Macrocystis, Nereocystis; Fucus, Sargassum dan
Turbinaria.

BAB I A L G A 77
2. Preparat awetan daur hidup Laminaria dan Fucus.
3. Mikroskup cahaya, mikroskop diseksi, lup, pinset, skalpel/silet nampan
plastik.

C. Cara Kerja
1. Amati morfologi makrotalus sediaan yang ada secara langsung. Bila perlu
gunakan lup dan mikroskop diseksi. Hati-hati terhadap media pengawetnya.
2. Amati daur hidupnya Laminaria dan Fucus. Tentukan sporangium masak,
generasi gametofit dan sporofit.
3. Gambar bentuk morfologinya, tulis klasifikasi dan beri deskripsi ringkas.

D. Pertanyaan Observasi
1. Sebutkan jenis-jenis pigmen yang ada dalam Phaeophyta ?
2. Sebutkan ciri-ciri Phaeophyta yang telah maju ?
3. Sebutkan tipe-tipe pergantian keturunan pada Phaeophyta ?
4. Sebutkan perbedaan talus Laminaria, Macrocystis dan Nereocystis ?
5. Jelaskan daur hidup Laminaria dan Fucus ?
6. Jelaskan proses reproduksi pada Laminaria ?
7. Jelaskan proses pembuahan pada Fucus ?
8. Jelaskan maksud istilah-istilah berikut:
a. Filamen uniseriate
b. Filamen heterotrikh
c. Reseptakel
d. Konseptakel
e. Cryptostomata

Acara 1.3
DIVISI RODHOPHYTA
(Alga Merah)

A. Tujuan Instruksional
Umum
1. Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Phaeophyta .
Khusus
2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi alga coklat/ pirang berdasarkan sifat-sifat
morfologinya.

78 Taksonomi Tumbuhan I
3. Mahasiswa dapat membedakan struktur morfologi, daur hidup dan pola
reproduksi alga merah.
4. Mahasiswa dapat membedakan perbedaan daur hidup alga golongan
isogenerate, heterogenerate dan cyclosporeae.

B. Bahan dan Alat


1. Herbarium basah atau kering Porphyra, Nemalion, Batrachospermum,
Cumagloia, Gelidiun, Callophyllis, Corallina, Lithotamnium, Gigartina,
Gracilaria, Ceramium, Laurencia, Acanthophora, Polysiphonia.
2. Preparat awetan daur hidup Polysiphonia.
3. Mikroskup cahaya, mikroskop diseksi, lup, pinset, skalpel/silet nampan
plastik.

C. Cara Kerja
1. Amati sediaan makrotalus yang ada secara langsung. Bila perlu gunakan lup
dan mikroskop diseksi. Hati-hati terhadap media pengawetnya.
2. Amati preparat awetan daur hidup Polysiphonia. Tentukan generasi gametofit,
karposporofit dan tetrasporofit.
3. Gambar bentuk morfologinya, tulis klasifikasi dan beri deskripsi singkat.

D. Pertanyaan Observasi
1. Jelaskan perbedaan bangean dan floridean ?
2. Jelaskan perbedaan generasi gametofit, karposporofit dan tetrasporofit ?
3. Sebutkan sifat-sifat khas Bangia dan Porphyra ?
4. Sebutkan sifat-sifat khas Nemalion dan Batrachospermum ?
5. Sebutkan sifat-sifat khas Corallina ?
6. Sebutkan tipe-tipe talus floridean berdasarkan sel apikalnya ?
7. Apa yang dimaksud dengan:
a. Fase konkoselis (conchocelis)
b. Sistokarp (karposporofit).
c. Agarophyta
d. Monospora

BAB I A L G A 79
80 Taksonomi Tumbuhan I
BAB II
FUNGI
PENDAHULUAN

Fungi dikenal juga dengan nama jamur, cendawan atau kapang. Golongan ini
merupakan tumbuhan khas daratan, meskipun ada pula yang tumbuh di air (lebih
primitif). Tubuh berupa talus, umumnya berbentuk filamen multiseluler, namun
ada pula yang uniselular, misalnya khamir (Saccharomyces). Filamen fungi
disebut hifa dan kumpulan hifa disebut miselium. Hifa umumnya bersekat-sekat
(septat), tetapi pada Zygomycota tanpa sekat (nonseptat, senositik), sehingga
multinukleat. Pusat pertumbuhan hifa adalah ujung-ujungnya. Hifa tumbuh sangat
cepat, dalam 24 jam dapat mencapai lebih dari 1 km. Istilah miselium berasal dari
kata Yunani myoketos yang berarti fungi.
Fungi tidak mempunyai klorofil dan biasanya juga tidak mempunyai
kromatofor lain, kecuali pada fungi tingkat tinggi, yaitu dalam tubuh buah. Fungi
bersifat heterotrofik. Untuk mendapatkan makanan, mereka berperan sebagai
saprofit, namun dapat pula bersifat parasit atau melakukan simbiosis mutualisme
dengan spesies lain. Hifa yang digunakan menempel pada substrat disebut rizoid,
sedang hifa khusus yang digunakan fungi parasit untuk menyerap makanan
langsung dari sel inang disebut haustorium.
Semua fungi memiliki dinding sel dan menghasilkan spora. Dinding sel
dibentuk dari chitin (kitin), bukan selulosa. Spora umumnya terdiaspora oleh
angin dan aliran air, namun ada pula yang terbawa serangga dan arthropoda. Spora
fungi umumnya terlontar ke udara seperti peluru. Spora dapat mengering dan
menjadi sangat kecil, mereka dapat melayang-layang di udara untuk waktu yang
cukup lama, sehingga dapat terbawa ke tempat-tempat yang amat jauh. Spora lain
berbentuk ramping dan dapat melekat pada serangga dan arthropoda, yang
kemudian menyebarkannnya ke berbagai tempat. Fungi bersifat nonmotil, dalam
daur hidupnya tidak pernah memiliki flagela atau silia, kecuali fungi tingkat
rendah yang sering hidup dalam air.
Gambar 2-1
Bentuk-bentuk tubuh vegetatif fungi: a. hifa septat, b. hifa non septat (senositik), c. miselium, d.
haustorium

Reproduksi
Fungi dapat berkembangbiak secara vegetatif, aseksual dan seksual.
Reproduksi vegetatif dilakukan dengan fragmentasi talus. Cara ini paling efektif,
meskipun membutuhkan faktor luar sebagai pemicu.
Reproduksi aseksual dilakukan dengan:
1. Spora. Cara ini menyebabkan fungi dapat tersebar ke area yang sangat luas.
2. Konidium, terdiri dari sel-sel konidiogen yang membentuk struktur khusus
berupa askus (endospora) dan basidium (eksospora).
Reproduksi seksual dapat dilakukan secara:
1. Isogami: persatuan antara dua gamet yang bentuk dan ukurannya sama.
2. Anisogami: persatuan dua gamet yang bentuknya sama tetapi ukurannya berbeda.
3. Oogami: persatuan gamet jantan (anterozoid) dengan gamet betina (sel telur).
4. Gametangiogami: persatuan dua gametangium yang jenis kelaminnya berbeda.
5. Somatogami: persatuan dua sel talus yang tidak mengalami diferensiasi.
Beberapa spesies fungi dapat mengubah sel-sel tertentu menjadi organ istirahat
untuk mengatasi kondisi lingkungan yang buruk, yaitu teletospora, klamido-

82 Taksonomi Tumbuhan I
spora dan gemma (kuncup). Dapat juga mengubah sekumpulan miselium menjadi
semacam umbi (sklerotium).
Struktur reproduksi fungi dipisahkan suatu septa dari hifa pendukungnya. Alat
reproduksi yang membentuk gamet disebut gametangium, sedang yang memben-
tuk spora disebut sporangium pada Zygomycetes, askus pada Ascomycetes dan
basidium pada sebagian Basidiomycetes. Struktur reproduksi yang membentuk
konidium adalah sel-sel konidiogen yang terletak di dalam atau di ujung tangkai
konidiofor. Pembentukan zigot selalu diikuti meiosis (bersifat zigotik).

Klasifikasi
Klasifikasi fungi cukup komplek, terlebih semakin banyak spesies baru yang
ditemukan. Sehingga taksa yang dulu merupakan kelas atau sub kelas, kini sering
dinaikkan menjadi divisi. Umumnya fungi dikelompokkan menjadi fungi tingkat
rendah yang memiliki fase motil dalam daur hidupnya dan fungi tingkat tinggi
yang sudah tidak memiliki fase motil tersebut.
Dalam pustaka terbaru, para author umumnya memberi nama tingkatan taksa
fungi sebagai berikut:
Taksa Akhiran Mucor mucedo L.
Divisi -mycota Zygomycota
Kelas -mycetes Zygomycetes
Ordo -mycetales Zygomycetales
Familia -aceae Mucoraceae
Genus - Mucor
Mucor
Mucor
Spesies - Mucor mucedo L.
Mucor mucedo L.
Mucor mucedo L.
*) Nama genus dan nama spesies ditulis dengan huruf miring, huruf tebal atau digaris bawah.

Fungi tingkat tinggi (mycota) memiliki empat divisi penting, yaitu:


1. Zygomycota (fungi zigotik)
2. Ascomycota (fungi kantung)
3. Basidiomycota (fungi payung)
4. Deuteromycota (fungi imperfecti)
Pembicaraan tentang taksonomi fungi sering pula memasukkan Lichenes, suatu
simbiosis antara fungi dan alga. Di samping itu dalam ekologi sering pula dibahas
mikoriza, suatu simbiosis antara fungi dan tumbuhan vaskuler.

BAB II FUNGI 83
DIVISI ZYGOMYCOTA
(Fungi Zigotik)

KELAS ZYGOMYCETES
Zygomycetes memiliki satu ordo Zygomycetales, merupakan kelompok fungi
paling sederhana yang tidak memiliki sel-sel motil dalam daur hidupnya.
Kelompok ini dapat mengubah zigot menjadi spora istirahat bernama zigospora,
sehingga disebut Zygomycetes. Hingga saat ini telah diidentifikasi sekitar 765
spesies. Kebanyakan memiliki hifa senositik, sehingga sitoplasma dapat mengalir.
Pertumbuhan hifa sangat cepat, namun pada kondisi lingkungan tertentu, sebagian
memperlihatkan pertumbuhan uniselular dan berbentuk seperti khamir.
Kebanyakan Zygomycetes hidup saprofit pada sisa-sisa tumbuhan atau hewan
yang membusuk di tanah. Sebagian hidup parasit pada tanaman, serangga atau
makrofauna tanah, serta kadang-kadang menyebabkan infeksi pada manusia dan
hewan ternak. Hifa dapat tumbuh menembus substrat atau di permukaan substrat
membentuk massa putih seperti kapas.

Reproduksi
Reproduksi dilakukan secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual telah
disesuaikan dengan kehidupan di darat. Zoospora (spora berflagela; spora
kembara) sudah tidak ada. Spora dibentuk dalam sporangium di ujung hifa khusus
(sporangiofor) yang menjulang ke atas. Spora biasanya mengalami masa dormansi
cukup lama. Spora berasal dari sitoplasma multinukleat di dalam sporangium yang
membelah dan terpisah-pisah. Pada genus tertentu, dibentuk pula sporangium yang
hanya mengandung sedikit spora, bahkan ada yang hanya mengandung satu
nukleus, sehingga dindingnya hampir melekat pada dinding sporangium. Dalam
hal ini sporangium telah berubah menjadi konidium (Yunani: debu yang lembut).
Pada beberapa genus konidium hanya dibentuk apabila fungi mendapat cukup
makanan.
Reproduksi seksual jarang terjadi, reproduksi ini tidak dilakukan oleh gamet,
tetapi oleh gametangium multinukleat yang bentuknya sama (gametangiogami).
Proses ini dimulai dengan terbentuknya hifa-hifa seksual. Apabila dua hifa yang
cocok berdekatan, maka akan terbentuk enzim yang memacu pertumbuhan ujung-
ujung hifa. Lalu apabila ujung-ujung hifa tersebut bersentuhan, maka akan
dibentuk enzim yang mampu melarutkan dinding sel, sehingga sitoplasma kedua
hifa berfusi membentuk massa tunggal berupa gametangium multiseluler. Pada

84 Taksonomi Tumbuhan I
saat yang sama terbentuk sekat melintang dibelakang titik persentuhan ini.
Nukleus berpasang-pasangan dan menyatu membentuk zigot diploid, dengan
dinding sel tebal (zigosporangium), lalu zigot menjadi spora istirahat (zigospora).
Kemudian nukleus diploid dalam zigospora mengalami meiosis menjadi haploid,
selanjutnya terjadi perkecambahan. Dalam daur hidupnya hanya zigospora yang
memiliki fase diploid. Pada spesies homotalik (berumah satu/monoesis), alat
kelamin dibentuk pada satu individu, sedang pada spesies heterotalik (berumah
dua/diesis) alat kelamin dibentuk dari dua individu yang berbeda, berupa gamet
(+) dan gamet (–), misalnya Rhizopus dan Mucor.

ORDO ZYGOMYCETALES
FAMILIA MUCORACEAE
Familia ini umumnya hidup saprofit pada sisa-sisa tumbuhan dan hewan,
jarang parasit, serta memiliki beberapa anggota yang bernilai ekonomi, misalnya:
Mucor javanicus pada ragi tape, mampu mengubah pati menjadi gula.
Chlamydomucor oryzae, Rhizopus oryzae, R.nigricans dan beberapa spesies
Rhizopus lainnya, terdapat dalam ragi tempe dan oncom putih, mampu memecah
protein dan lemak. Salah satu anggota familia ini, Pilobolus crystallinus, memiliki
cara diaspora sangat unik, dimana spora ditembakkan seperti peluru. Hal ini terjadi
karena tangkai sporangium menegang dan pecah tepat di bawah kolumela,
sehingga sporangium yang berisi sekitar 50.000 spora terlempar sejauh satu meter.

GENUS MUCOR
Mucor dapat tumbuh pada roti, sisa-sisa makanan, kotoran hewan dan lain-lain.
Reproduksi aseksual dilakukan dengan membentuk spora dan reproduksi seksual
dilakukan dengan bersatunya dua hifa yang berlainan jenis kelaminnya. Pada
reproduksi aseksual, miselium yang melekat pada substrat, memunculkan hifa-hifa
tegak dengan sporangium di ujungnya. Sporangium dan hifa yang mendukungnya
dipisahkan sekat yang menonjol ke dalam sporangium dan dinamakan kolumela.
Sporangium berisi sitoplasma multinukleat yang dapat terbagi-bagi dan
membentuk spora bernukleus banyak. Spora telah beradaptasi dengan kehidupan
darat, berupa sel-sel bulat, multinukleat dan memiliki dinding. Spora akan tumbuh
menjadi miselium baru. Mucor bersifat diesis (berumah dua). Reproduksi seksual
terjadi apabila dua hifa yang berlainan jenis kelamin, yakni (+) dan (-) bersatu.
Zigot tumbuh menjadi hifa dengan sporangium pada ujungnya. Sporangium ini,
mempunyai spora yang hanya mengandung satu nukleus, bersifat (+) atau (-).
Spora akan tumbuh menjadi miselium (+) atau (-).

BAB II FUNGI 85
Gambar 2-2
Daur hidup Mucor

GENUS RHIZOPUS
Rhizopus sering tumbuh saprofit pada tempe atau sisa-sisa roti. Miselium
dibentuk oleh beberapa hifa haploid (umumnya senositik) yang dengan cepat
tumbuh menembus substrat, menyerap zat makanan dan membentuk hifa pengait
yang disebut stolon. Ujung-ujung stolon yang bertemu dengan subtrat dapat
membentuk rizoid dan hifa-hifa tegak yang disebut sporangiofor. Sporangiofor
menghasilkan suatu sporangium berbentuk bola pada pucuknya. Sporangium
multinukleat dan terisolasi oleh septa. Sitoplasma yang ada di dalam membelah,
membentuk dinding sel di sekitar spora. Dinding spora menjadi hitam, yang
merupakan warna khusus fungi, seiring dengan matangnya spora. Spora
dilepaskan dan berkecambah membentuk miselium baru.

86 Taksonomi Tumbuhan I
Gambar 2-3
Daur hidup Rhizopus

BAB II FUNGI 87
DIVISI ASCOMYCOTA
(Fungi Kantung)

KELAS ASCOMYCETES
Divisi ini dinamai Ascomycota karena dapat membentuk spora dalam suatu
kantung sporangium yang disebut askus. Anggota divisi ini sekitar 30.000 spesies,
termasuk sejumlah fungi terkenal yang nilai ekonominya tinggi. Talus berbentuk
filamen multiseluler, kecuali khamir dimana talus berbentuk uniseluler. Talus
bersifat homotalik atau heterotalik. Hifa septat, namun terdapat plasmodesmata di
antara sel-sel filamen, sehingga sitoplasma dan organel di dalamnya dapat
berpindah tempat. Sel-sel hifa uninukleat atau multinukleat.

Reproduksi
Reproduksi aseksual terjadi dengan dibentuknya spora (askospora) dan spora
khusus yang disebut konidium (jamak: konidia).
1. Askospora dibentuk dalam askus yang berbentuk seperti kantung, sehingga
bersifat endospora. Askospora bersifat haploid terbentuk setelah pembelah
meiosis. Askus biasanya terdapat dalam askoma atau tubuh buah (jamak:
askomata; sebelumnya dikenal dengan nama askokarp), yaitu suatu struktur
komplek hifa-hifa yang tersusun rapat. Askoma umumnya makroskopik,
terdiri dari tiga tipe, yaitu:
1. Apotesium: bentuk terbuka seperti cangkir.
2. Kleistotesium: bentuk tertutup seperti bola.
3. Peritesium: bentuk bulat/bulat memanjang seperti bola/botol dengan satu
pori-pori kecil tempat keluarnya askospora.
Askus biasanya dibentuk dari permukaan dalam askoma. Lapisan askus
biasanya disebut himenium (lapisan pembentuk spora).
2. Konidium biasanya multinukleat dan dibentuk dari sel-sel konidiogen di
dalam konidiofor, yang biasanya muncul dari ujung-ujung hifa yang
termodifikasi. Hifa ini berasal dari miselium yang merupakan hasil
perkecambahan sebuah askospora. Miselium membentuk konidiofora, yang
didalamnya dibentuk konidium. Konidium merupakan struktur paling
bertanggungjawab atas reproduksi fungi.
Reproduksi seksual terjadi secara gametangiogami, diawali dengan pemben-
tukan gametangium multinukleat. Gametangium jantan disebut anteridium, sedang
gametangium betina disebut askogonium. Kopulasi terjadi dengan masuknya
nukleus jantan dari anteridium ke dalam askogonium melalui buluh trikogen.

88 Taksonomi Tumbuhan I
Kemudian diikuti plasmogami yakni penggabungan sitoplasma keduanya. Nukleus
jantan selanjutnya akan berpasangan dengan nukleus betina, namun keduanya
belum saling menyatu. Hifa-hifa askogenous mulai tumbuh pada askogonium, lalu
pasangan-pasangan nukleus masuk ke dalam hifa-hifa tersebut. Sel-sel yang
terbentuk dari hifa-hifa askogenous ini kebanyakan berupa sel-sel dikaryotik,
berisi dua nukleus haploid.

Gambar 2-4
Daur hidup Ascomycetes

BAB II FUNGI 89
a

Gambar 2-5
Tipe askokarp: a. apotesium: 1. himenium, 2. peridium, 3. askus dengan askospora, b.
kleistotesium: 1. alat tambahan (appendages), 2. askus, 3. askospora, c. peritesium: 1. ostiola,
2. askus, 3. parafisis, 4. peridium.

90 Taksonomi Tumbuhan I
ORDO ENDOMYCETALES
FAMILIA SACCHAROMYCETACEAE
GENUS SACCHAROMYCES
Khamir (Saccharomyces) merupakan anggota Ascomycetes paling sederhana,
bersifat uniseluler. Dalam keadaan cukup makanan, sel-sel uniseluler dapat
bergabung dan membentuk rantai pendek seperti hifa, tetapi dapat terputus-putus
kembali menjadi sel-sel yang terpisah-pisah. Familia Saccharomycetaceae paling
sedikit terdiri dari 60 genus, masing-masing memiliki sekitar 500 spesies.
Reproduksi aseksual biasanya dilakukan dengan pembelahan mitosis, namun
dapat pula dengan pertunasan (budding), dimana sel baru tumbuh dari sel induk
seperti balon kecil. Tunas ini akhirnya membesar dan berpisah dengan sel induk.
Reproduksi seksual hanya dilakukan spesies tertentu. Pembentukan askus
sangat sederhana, dimana dua sel khamir yang kompatibel (cocok) berfusi, diikuti
fusi nukleus sehingga bersifat diploid, pembelahan meiosis dan pembentukan
dinding, tanpa pembentukan askoma. Proses ini umumnya menghasilkan empat
askospora. Pada Schizosaccharomyces octosporus dibentuk delapan askospora.

Gambar 2-6
Saccharomyces: a. sel dewasa (2n); b. tunas (buds)

BAB II FUNGI 91
Askospora tumbuh menjadi sel-sel vegetatif haploid. Pada beberapa
Saccharomyces, askospora yang sedang berkecambah dapat berkopulasi
membentuk sel-sel vegetatif diploid. Sel-sel ini dapat memperbanyak diri dengan
pertunasan, dapat pula berfungsi sebagai askus dan menghasilkan askospora.
Dinding sel khamir tidak mengandung selulosa atau kitin, tetapi fosfor
glikoprotein. Spesies ini banyak terdapat pada buah-buahan atau karbohidrat yang
mengalami fermentasi. Spesies-spesies penting ialah:
• Saccharomyces ellipsoideus: mengubah cairan buah anggur menjadi minuman
• Saccharomyces tuac: merubah air nira menjadi tuak (badeg).
• Saccharomyces cerevisiae: untuk pembuatan roti atau bir. Sel-sel khamir yang
mengendap pada pembuatan bir mengandung vitamin B-komplek.

ORDO PLESTACALES
Pada fungi ini gametangium terbentuk secara bebas. Tubuh buah dibentuk baik
di luar maupun di dalam substrat. Tubuh buah berbentuk bulat, dilapisi dinding
peridium yang terdiri dari miselium-miselium steril. Di dalamnya terdapat askus
yang susunannya tidak beraturan. Askus tumbuh dari hifa askogenus dan
mengandung 2-8 spora. Cara membukanya tubuh buah tidak beraturan. Pada
beberapa spesies, selain tubuh buah terdapat pula konidium dengan konidiofor
yang seringkali sangat banyak.

FAMILIA ASPERGILLACEAE
Familia ini jarang membentuk tubuh buah, sehingga sering dimasukkan dalam
Fungi Imperfecti (fungi tidak sempurna). Gametangium seringkali mengalami
reduksi. Askogonium mempunyai trikogin dan sehabis perkawinan zigot
membentuk hifa askogenus. Tubuh buah berupa kleistotesium, terdiri dari
sekelompok hifa tidak beraturan, membentuk jaringan dasar longgar dilapisi
peridium yang bersifat plektenkim. Askus bulat, tersebar tidak beraturan dalam
tubuh buah. Spora baru dapat terpencar, apabila tubuh buah telah pecah.

GENUS ASPERGILLUS
Aspergillus merupakan salah satu anggota familia Aspergillaceae yang paling
terkenal karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Ujung konidiofor genus ini
menggembung dan memiliki sterigma dengan konidium berderet-deret, misalnya:
• Aspergillus oryzae, digunakan dalam pembuatan minuman alkohol dari nasi.
• Aspergillus wentii, dapat memecah protein dan mengubah karbohidrat seperti
tepung dan selulosa menjadi gula; digunakan dalam pembuatan kecap dan tauco.

92 Taksonomi Tumbuhan I
Gambar 2,7
Aspergillus: 1. konidia, 2. konodiofor

GENUS PENICILLIUM
Genus lain yang juga cukup terkenal adalah Penicillium. Ujung konidiofor
genus ini tidak menggembung, tetapi membentuk bercabang-cabang. Konidium
berderet di ujung cabang-cabang tersebut. Fungi ini umumnya hidup saprofit pada
bahan-bahan organik, misalnya:
• Penicillium notatum: menghasilkan antibiotik penisilin.
• Penicillium glaucum: menghasilkan antibiotik penisilin, namun dapat pula
menyebabkan roti berbau tidak enak (apeg).

BAB II FUNGI 93
Gambar 2,7
Penicillium: 1. konidia, 2. konodiofor

ORDO PERISPORALES
Kopulasi antara askogonium dan anteridium menghasilkan tubuh buah yang
diselubungi dinding peridium. Peridium berbentuk bulat atau perisai, tertutup
(kleistotesium) atau dengan sebuah lubang pada bagian atasnya (peritesium).

FAMILIA ERYSIPHCEAE
GENUS ERYSIPHE, OIDIUM
Erysiophe umumnya hidup parasit pada tumbuhan tingkat tinggi. Miselium
berwarna putih seperti tepung dan melapisi epidermis tumbuhan inang, sehingga
dinamakan embun tepung (mildew). Miselium menghasilkan konidium dan tubuh
buah bertipe peritesium. Tangkai konidiofor kadang-kadang diidentifikasi sebagai
fungi lain dengan nama Oidium.

94 Taksonomi Tumbuhan I
Beberapa spesies yang terkenal karena menimbulkan penyakit pada tanaman
budidaya antara lain:
• Oidium heveae, menyerang daun tanaman karet (Hevea brasiliensis).
• Oidium tuckeri (Unicola necator), menyerang buah dan daun tanaman anggur,
jarang memperlihatkan tubuh buah.
• Erysiphe polygoni (E. pisi), menyerang Leguminosae terutama kacang kapri
(Pisum stivum).
• Erysiphe graminis, menyerang Gramineae.

Gambar 2-8
Erysiphe: a. konidium, b. konidiofor, c. haustorium

ORDO PYRENOMYCETALES
Tubuh buah berupa peritesium yang berbentuk botol atau bulat. Peritesium
paling sederhana berupa kepala jarum di ujung suatu hifa, berwarna hitam.
Peritesium lain terkumpul pada suatu badan seperti plektenkim, yang dinamakan
stroma. Ada pula yang menghasilkan monidium yang terkumpul pada piknidium
berbentuk bulat. Umumnya hidup sebagai parasit, sebagian hidup saprofit pada
kayu yang lapuk, kotoran hewan dan lain-lain.

BAB II FUNGI 95
FAMILIA HYPOCREACEAE
GENUS CLAVICEPS
Anggota Hypocreaceae yang paling terkenal adalah Claviceps purpurea. Fungi
ini hidup sebagai parasit dalam bakal buah Gramineae. Segera setelag askospora
menginfeksi bakal buah, miselium membentuk konidium dan suatu zat manis
berupa tetes-tetes yang disebut embun madu (honey dew). Kunjungan serangga
(semut) ke tetes-tetes itu akan menyebarkan konidium ke tanaman lain. Setelah
bakal buah rusak, miselium membentuk sklerotium (ergot, scale cornutum),
suatu badan serupa plektenkim yang lebih padat. Sklerotium berwarna ungu
kehitam-hitaman, merupakan struktur untuk menghadap kondisi lingkungan yang
buruk. Apabila kondisi lingkungan membaik, maka sklerotium berkecambah,
membentuk filamen. Pada ujung filamen terdapat suatu badan berbentuk bulat,
berwarna merah, mengandung peritesium dan akhirnya mengelurkan askospora.
Askospora kecil, panjang dan apabila kondisi lingkungan menguntungkan akan
menginfeksi tanaman. sklerotium merupakan bahan obat untuk menghentikan
pendarahan.

Gambar 2-9
a. Claviceps: a. askus, b. askospora (endospora)

96 Taksonomi Tumbuhan I
ORDO DISCOMYCETALES
Tubuh buah yang sudah dewasa, ujung-ujungnya membentang ke samping,
sehingga bentuknya seperti piala atau cawan (apotesium). Askus terdapat pada
permukaan atas tubuh buah. Tubuh buah kadang-kadang bertangkai dan lebarnya
dapat mencapai 10 cm. Tubuh buah yang telah tua kehilangan bentuk sebagai
piala, karena lapisan himenium mekar dan semua askus menghadap keluar. Pada
pembalikan ini himenium seringkali robek-robek atau retak-retak. Askus
membuka dengan suatu katup atau pecah pada ujungnya. Ordo ini dapat hidup
sebagai parasit, namun kebanyakan hidup saprofit pada kayu-kayu lapuk atau di
tanah yang mengandung banyak sisa-sisa tumbuhan.

FAMILIA HELCELLACEAE
GENUS MORCHELLA
Morchella esculenta merupakan salah satu anggota genus yang paling dikenal.
Spesies ini memiliki tubuh buah besar dan dapat dimakan.

a b
Gambar 2-10
Morcella: a. penampakan umum, b. lapisan himenium

BAB II FUNGI 97
DIVISI BASIDIOMYCOTA
(Fungi Payung)

Divisi ini dinamai Basidiomycota karena dapat membentuk spora dalam suatu
kantung sporangium karakteristik yang dinamakan basidium. Organ ini homolog
dengan askus pada Ascomycota. Basidium berbentuk gada, melalui penonjolan
(sterigma) selalu membentuk empat spora (basidiospora), bersifat eksospora.
Fungi ini berperan penting dalam dekomposisi sampah tanaman dan
menghancurkan 2/3 sampah biologis di dalam tanah. Di alam raya, kebanyakan
Basidiomycota bereproduksi melalui pembentukan basidiospora.
Miselium Basidiomycota selalu bersepta, namun septanya berlubang-lubang.
Pori-pori pada septa memiliki pinggiran seperti silinder dan menggembung yang
disebut dolipori. Sifat ini karakteristik untuk Basidomycetes. Sitoplasma dibatasi
oleh tutup berbentuk selaput yang disebut parentesoma, namun pada Uredinales
dan Ustilaginales tutup ini tidak ada.

Reproduksi
Reproduksi dilakukan secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual terjadi
dengan dibentuknya spora (basidiospora) dan pada spesies tertentu kadang-kadang
dibentuk spora khusus yang disebut konidium (jamak: konidia). Reproduksi
seksual dilakukan secara somatogami.
Dalam daur hidupnya, Basidiomycota melewati generasi monokaryotik dan
dikaryotik. Basidiospora berkecambah membentuk miselium multinukleat, diikuti
terbentuk-nya septa-septa dan pembelahan, sehingga miselium menjadi sel-sel
uninukleat (monokaryotik). Persatuan hifa monokaryotik yang berbeda jenis
kelaminnya akan menghasilkan miselium dikaryotik. Miselium ini dapat pula
terbentuk dari miselium monokaryotik yang tidak membentuk septa setelah
pembelahan nukleus. Miselium dikaryotik dapat tumbuh membentuk tubuh buah
yang disebut basidioma (jamak: basidiomata; sebelumnya disebut basidiokarp).
Sel-sel di ujung miselium dikaryotik dapat membelah melalui hubungan klem
(ketam; kait), suatu ciri khas pada Basidiomycota. Basidiospora dibentuk melalui
mekanisme ini.
Basidiomycota dibedakan menjadi dua kelas berdasarkan bentuk basidiumnya:
1. Homobasidiomycetes (Holohasidiomycetes): basidium terdiri dari satu sel.
2. Heterobasidiomycetes (Phragmobasidiomycetes): basidium bersekat-sekat, terbagi
menjadi empat sel.

98 Taksonomi Tumbuhan I
Gambar 2-11
Daur hidup Basidiomycota

BAB II FUNGI 99
KELAS HOMOBASIDIOMYCETES
Fungi-fungi yang secara awam dinamakan jamur umumnya termasuk dalam
golongan ini. Miselium Homobasidiomycetes dapat berumur lebih dari setahun.
Dalam keadaan buruk miselium berada dalam tanah, kadang-kadang juga dalam
kayu. Beberapa spesies bersimbiosis pada akar tumbuhan membentuk mikoriza.
Pada musim hujan (di Eropa akhir musim panas), beberapa fungi tertentu sering
kali membentuk tubuh buah yang cukup besar dan mempunyai tudung berbentuk
payung. Diameter tudung dapat mencapai 10 cm dan berat dapat mencapai 50 kg,
misal Polyporus giganteus.

Perkembangan sel vegetatif


Basidiospora mempunyai jenis kelamin yang berbeda-beda, masing-masing
tumbuh menjadi miselium dengan jenis kelamin berbeda pula. Miselium hasil
perkecambahan spora ini bersekat-sekat, membentuk sel-sel vegetatif yang
masing-masing hanya berisi satu spora (uninukleat). Apabila dua sel vegetatif
yang berlainan jenis kelamin bertemu, maka keduanya menyatu, diikuti fusi
sitoplasma (somatogami), sehingga terbentuk satu sel berisi sepasang nukleus
(dikaryotik). Hingga tahap ini miselium ini tidak menghasilkan alat-alat kelamin
khusus. Selanjutnya sel yang berasal dari persatuan dua sel monokaryotik tersebut
tumbuh membentuk tubuh buah (basidiomata) yang terdiri dari hifa-hifa
dikaryotik.
Sel-sel di ujung hifa membentuk hubungan klem melalui suatu kait (semacam
trikogen). Pasangan nukleus sel di ujung hifa membelah sehingga terbentuk dua
pasang nukleus. Salah satu dari dua nukleus anakan yang pertama tertarik ke
pangkal. Lalu salah satu dari dua nukleus anakan yang kedua masuk ke buluh kait
dan menuju ke pangkal pula, sehingga di ujung sel terdapat sepasang nukleus lagi.
Selanjutnya sel membuat dinding pemisah di tempat keluarnya kait dan satu
dinding pemisah lagi yang membatasi sel ujung dengan sel di bawahnya. Kait lalu
bersatu lagi dengan sel yang ada di bawah, sehingga sel menjadi dikaryotik lagi.
Pembentukan kait selalu diulangi lagi setiap kali akan terbentuk dinding pemisah,
sehingga akhirnya terbentuk miselium dikaryotik yang panjang dan bercabang-
cabang. Dalam kondisi demikian fungi dapat tumbuh terus hingga beberapa tahun.

Perkembangan sel seksual


Tubuh buah Basidiomycetes dibentuk oleh hifa-hifa dikaryotik. Pada tubuh
buah tadi, umumnya pada sisi bawah tudung, berkembang hifa-hifa yang akan
membentuk basidium. Hifa ini membentuk suatu lapisan himenium (lapisan
pembentuk spora) yang susunannya seperti jaringan palisade. Sel di ujung hifa

100 Taksonomi Tumbuhan I


yang akan membentuk basidium membesar membentuk gada. Lalu sepasang
nukleus di dalamnya bersatu, diikuti pembelahan meiosis, sehingga terbentuk
empat nukleus haploid dan dua-dua mempunyai jenis kelamin yang berbeda.
Selanjutnya pada ujung basidium terjadi empat penonjolan dengan ujung bulat
atau jorong yang disebut sterigma, yang kemudian akan menjadi basidiospora.
Keempat nukleus haploid masuk ke dalam calon basidiospora melalui sterigma.
basidiospora masak akan dilemparkan oleh kekuatan turgor basidium dan
seterusnya tersebar oleh angin.
Lapisan himenium tubuh buah Holobasidiomycetes, di samping mengandung
basidium terdapat pula parafisis, yaitu hifa dikaryotik steril yang telah mengalami
degenerasi. Selain itu terdapat pula sistidium, yaitu hifa-hifa steril yang
ukurannya lebih besar daripada parafisis.

ORDO HYMENOMYCETALES
Tingkat perkembangannya masih sederhana, belum membentuk tubuh buah.
Umumnya basidium bebas, namun pada anggota yang tingkat perkembangannya
lebih tinggi, hifa pendukung basidium teranyam membentuk tubuh buah dan
basidium terkumpul membentuk himenium yang didukung himenofor. Himenium
terletak bebas di atas tubuh buah (gimnokarp). Spora sangat banyak dan secara
aktif dilontarkan basidium. Pada Hymenomycetales tingkat tinggi, himenofor
menonjol, membentuk rigi-rigi, lamela atau papan-papan, sehingga permukaan
himenium lebih luas. Berdasarkan ada tidaknya himenofor, ordo ini dibedakan
menjadi dua subordo, yaitu Aphyllophorales dan Agaricales.

SUBORDO APHYLLPHORALES
Tubuh buah tanpa himenofor yang menonjol. Himenium terletak bebas di atas
tubuh buah dan sudah terbentuk sejak tubuh buah masih muda.

FAMILIA POLYPORACEAE
GENUS GANODERMA, POLYPORUS
Tubuh buah berbetuk seperti kipas, himenofor membentuk pori-pori, dari luar
tampak berlubang-lubang. Sisi dalam lubang-lubang itu dilapisi himenium. Tubuh
buah dapat berumur beberapa tahun, setiap kali membentuk lapisan himenofor
baru. Umumnya hidup sebagai saprofit, misalnya:
• Ganoderma applanatum (jamur kayu): tubuh buah berbentuk setengah
lingkaran, banyak terdapat pada kayu-kayu lapuk.
• Ganoderma pseudoferreum (jamur akar merah).
• Polyporus giganteus: tubuh buah besar.

BAB II FUNGI 101


Gambar 2-12
Ganoderma

SUBORDO AGARICALES
Tubuh buah biasanya berbentuk payung dengan tangkai sentral. Pada waktu
muda tubuh buah itu diselubungi oleh suatu selaput yang dinamakan velum
universale. Apabila tubuh buah membesar, selaput hanya tersisa di pangkal
tangkai tubuh buah dan disebut bursa. Dari tepi tubuh buah ke tangkai terdapat
juga suatu selaput yang menutupi sisi bawah tubuh buah. Selaput ini dinamakan
velum partiale. Apabila tubuh buah membesar selaput ini akan robek dan
merupakan suatu cincin (anulus) pada bagian atas tangkai.
Himenofor terletak pada sisi bawah tubuh buah, membentuk lamela yang
tersusun radial, dapat juga membuat tonjolan berupa buluh-buluh. Himenium
menutupi permukaan bawah tubuh buah dan mula-mula terletak di bawah velum
partiale. Letak himenium yang demikian itu disebut angiokarp. Lapisan
himenium terbentuk serempak.

Gambar 2-13
Ganoderma

102 Taksonomi Tumbuhan I


FAMILIA AGARICACEA
GENUS VOLVARIELLA, AGARIS, AGARICUS
Tubuh buah kebanyakan berbentuk payung, himenofor membentuk lamela
dengan lapisan himenium pada kedua permukaannya. Kebanyakan hidup saprofit,
sebagian kecil parasit. Beberapa diantaranya dapat dimakan, tetapi ada pula yang
beracun. Tubuh buah jamur payung sangat khas, terdiri dari tangkai (stipe) yang
melekat pada substrat dengan miselium dan membentuk tudung lebar di atas
(pileus). Pada bagian bawah tudung terdapat gills yang mengandung himenium,
misalnya:
• Volvariella volvacea (jamur merang), dapat dimakan, sering ditanam pada
media jerami padi.
• Ooudemansella canarii (jamur gajih), dapat dimakan, hidup saprofit pada
kayu-kayu yang lapuk.
• Cantharellus cibarius (kantarel), tubuh buah berwarna jingga, dapat dimakan.
• Agaris melles (Armillaria mellea), hidup parasit, terutama menimbulkan
busuk pada akar jeruk dan pohon-pohon lainnya.
• Agaricus phalloides, sangat beracun, memberi warna gelap pada makanan.

a
c

Gambar 2-13
Agaricus: a. tudung (pileus), b. lapisan himenium (gills), c. tangkai (stipe), d. cincin (annulus)

BAB II FUNGI 103


FAMILIA BOLETACEAE
GENUS BOLETUS
Himenofor berupa tonjolan-tonjolan berbentuk buluh-buluh. Beberapa
anggotanya merupakan penyusun utama mikoriza yang keberadaannya seringkali
sangat mutlak untuk kelangsungan hidup tumbuhan tertentu, misalnya anggrek
(Orchidaceae). Beberapa contoh dari familia ini antara lain:
• Boletus edulis (jamur batu), dapat dimakan.
• Boletus luteus, mikoriza pada Pinus silvestris.
• Boletus granulatus, mikoriza.

a
b

Gambar 2-14
Boletus: a. tudung (pileus), b. lapisan himenium (gills), c. tangkai (stipe)

ORDO GASTEROMYCETALES
Tubuh buah tertutup, bentuk kurang lebih bulat. Pada waktu masak, dinding
paling luar (peridium, homolog velum universale) pecah dan spora keluar secara
pasif. Tubuh buah membentuk massa kompak yang dinamakan gleba.
Kebanyakan bersifat saprofit di dalam tanah yang subur, namun tubuh buah
biasanya terdapat di atas tanah.

104 Taksonomi Tumbuhan I


FAMILIA LYCOPERDACEAE
GENUS LYCOPERDON, SCLERODERMA
Peridium gleba mengalami diferensiasi menjadi eksoperidium (pseudo-
parenkim) dan endoperidium (tipis). Apabila tubuh buah masak, eksoperidium
lepas dan endoperidium membuka dengan suatu lubang pada ujungnya. Gleba
dapat pula terdiferensiasi sehingga bagian atas fertil dan bagian bawah steril.
Apabila spora masak, gleba berubah strukturnya. Misalnya:
• Lycoperdon pratense (jamur kelentos/puffball). Gleba berbentuk bulat, tidak
terlalu besar, mula-mula putih kasar, akhirnya abu-abu rata. Sering tumbuh di
antara rumput-rumput.
• Scleroderma aurantium (jamur melinjo), eksoperidium kotor kekuning-
kuningan, gleba dapat dimakan.

Gambar 2-15
Lycoperdon: a. lubang spora, b. gleba

KELAS HETEROBASIDIOMYCETES
Basidium dibagi menjadi empat sel oleh sekat-sekat melintang, masing-masing
menonjolkan satu spora, tetapi ada pula basidium yang terbagi oleh sekat-sekat
membujur atau hanya terdiri dari satu sel saja.

BAB II FUNGI 105


ORDO AURICULARIALES
Tubuh buah menyerupai daun telinga, permukaan atas cekung berupa lapisan
himenium. Basidium terbagi dalam empat sel oleh sekat-sekat melintang dan
masing-masing sel menonjol sterigma dengan satu spora.

FAMILIA AURICULARIACEAE
GENUS AURICULARIA
Pada pangkal basidium terdapat suatu badan yang membesar, disebut
probasidium (hipobasidium) dan merupakan sel terujung hifa dikaryotik. Dalam
probasidium terjadi peleburan nukleus, lalu dibentuk basidium bersekat, yang
didahului pembelahan meiosis. Probasidium dapat berdinding tipis atau tebal.
Fungi ini kebanyakan hidup sebagai saprofit pada tumbuh-tumbuhan yang
telah mati. Spesies yang terkenal adalah Auricularia polytricha (jamur kuping).
Tubuh buah berwarna coklat, menyerupai daun telinga, sisi atas melipat dan
mempunyai lapisan himenium. Sisi bawah mempunyai rambut-rambut pendek
yang tersusun amat rapat. Biasa terdapat pada dahan-dahan yang kering. Tubuh
buah dapat dimakan.

Gambar 2-16
Auricularia

106 Taksonomi Tumbuhan I


ORDO UREDINALES
(Jamur karat)
Ordo ini kebanyakan hidup sebagai parasit, terutama pada Gramineae.
Serangannya menimbulkan bercak-bercak coklat seperti karat, sehingga disebut
jamur karat.

Reproduksi
Uredinales dapat menghasilkan lima jenis spora, yaitu pikniospora, esiospora,
uredospora dan teletospora. Tidak semua spesies dapat menghasilkan kelima
macam spora tersebut, tetapi teletospora dan basidiospora hampir selalu dibentuk.

1. Basidiospora
Basidium terbagi menjadi empat sel oleh sekat-sekat melintang. Miselium
hidup dalam ruang antar sel daun tumbuhan inang dan mengisap zat makanan dari
sel inang dengan haustorium. Miselium mengumpul di sekitar tempat infeksi.
Fungi ini tidak membentuk tubuh buah, tetapi menghasilkan bermacam-macam
spora. Basidiospora mempunyai jenis kelamin berbeda-beda.

2. Pikniospora
Pada miselium monokaryotik, hifa di tempat-tempat tertentu di dekat epidermis
atas daun mengumpul, mendesak sel epidermis dan membentuk struktur seperti
botol yang dinamakan piknium. Piknium selain mengandung hifa-hifa steril
(parafisis), juga menghasilkan pikniospora, yakni konidium berbentuk jorong
dengan satu nukleus. Miselium yang terletak di dekat epidermis bawah daun
membentuk struktur bulat dengan susunan serupa plektenkim, disebut protoesium.
Miselium haploid dapat menembus stomata dan sela-sela epidermis, sehingga
hifa yang mengandung pikniospora dapat muncul di permukaan daun, serta
tersebar oleh angin atau serangga. Apabila pikniospora kontak dengan pikniospora
yang berjenis kelamin lain, maka terjadi fusi. Nukleus spora masuk sampai ke
dalam protoesium, memperbanyak diri dengan pembelahan dan dimulailah fase
dikaryotik. Selanjutnya membentuk esium dan rantai-rantai esiospora. Pikniospora
menarik kedatangan serangga, karena piknidium juga menghasilkan nektar/madu.

3. Esiospora
Apabila infeksi dilakukan basidiospora yang berbeda jenis kelaminnya, maka
akan terjadi kopulasi miselium di dalam daun, hingga sel-sel protoesium menjadi
dikaryotik dan akhirnya dari permukaan bawah daun muncul struktur berbentuk
piala yang disebut esium. Di dalamnya terdapat konidium dikaryotik, berbentuk

BAB II FUNGI 107


rantai, berwarna karat dan dinamakan esiospora. Apabila infeksi awal hanya
dilakukan oleh basidiospora dari salah satu jenis kelamin, maka hifa berjenis
kelamin lain dapat datang kemudian setelah terbentuk pikniospora.
Pada beberapa genus, antara lain Puccinia, sebelum mendesak epidermis,
spora-spora berlekatan membentuk suatu selaput kulit yang dinamakan
pseudoperidium. Karena tekanan dari bawah akibat pembentukan spora baru
terus-menerus (dalam satu esium dapat terbentuk sampai 10.000 spora)
pseudoperidium dan epidermis pecah, sehingga spora keluar dan terbawa angin.
Pada beberapa spesies tertentu, misalnya Puccinia sorghi, pikniospora dapat
tumbuh menjadi miselium lunak dan meluas dalam ruang-ruang antar sel dan
akhirnya mengadakan kopulasi dengan miselium lain.

4. Uredospora
Esiospora berkecambah pada inang baru, hifa masuk ke dalam daun melalui
stoma dan berkembang menjadi miselium dikaryotik. Tanpa pembentukan
hubungan klem, miselium ini segera menghasilkan konidium, yang disebut
uredospora (spora musim panas). Uredospora terbentuk dari sel-sel ujung hifa
yang muncul di atas epidermis daun. Spora ini bersifat dikaryotik dan merupakan
alat berkembang biak pada musim panas. Pembentukan uredospora sangat cepat.

5. Teletospora
Menjelang akhir masa pertumbuhan inangnya, Uredinales membentuk
basidium dari probasidium. Probasidium mengakhiri fase dikaryotik karena di
dalamnya terjadi peleburan nukleus. Probasidium baru tumbuh menjadi basidium
pada musim semi tahun berikutnya, tetapi ada pula yang langsung membentuk
basidium. Kebanyakan probasidium merupakan alat untuk mengatasi kondisi
lingkungan yang buruk dan dinamakan teletospora (taliospora).
Teletospora terbentuk pada lapisan miselium yang sama dengan uredospora,
tetapi dapat juga terbentuk dari bagian lain. Teletospora berdinding tebal,
kebanyakan berwarna gelap. Pada umumnya terdiri dari satu atau dua sel, tetapi
dapat juga terdiri dari beberapa sel. Sel-sel yang masih muda dikaryotik, apabila
sudah masak kedua nukleus bersatu. Pada musim semi tahun berikutnya, setiap sel
akan tumbuh menjdi basidium, dan dengan pembelahan mitosis membentuk empat
nukleus yang dipisahkan sekat-sekat. Sehingga basidium terdiri dari empat sel
yang berderet, lalu masing-masing menonjolkan satu sterigma dengan satu
basidiospora pada ujungnya. Basidiospora dapat disebarkan angin dan mulai
menginfeksi daun tumbuhan. Klasifikasi Uredinales didasarkan pada struktur
teletospora.

108 Taksonomi Tumbuhan I


BAB II FUNGI 109
FAMILIA MELAMPSOCEAE
GENUS MELAMSPORA
Teletospora berkecambah di luar inang, esium tidak mempunyai pseudo-
peridium. Misalnya Melamspora caryophellacearum: keturunan yang berasal dari
esiospora menimbulkan sapu setan dan kanker pada Abies alba, sedang uredospora
dan telespora menyerang Caryophyllaceae. Contoh lain ialah Peridermium strobi.

FAMILIA PUCCINIACEAE
GENUS PUCCINIA
Teletospora bertangkai, soliter, jarang sekali dalam suatu baris. Anggota
familia ini yang amat merugikan tergolong dalam genus Puccinia. Serangannya
dapat menurunkan hasil Gramineae antara 5-10%. Puccinia graminis (fungi karat
hitam), bersifat kosmopolit dan tidak hanya menyerang Gramineae, tetapi juga
rumput-rumput liar. Contoh lain anggota familia ini ialah Puccinia sorghi,
Puccinia thwaitesii, Hemileia vastatrix, Gymnosporangium clavariaeforme dan
Phragmidium rubu-idaei.

ORDO USTILAGINALES
(Jamur api)

Ustilaginales umumnya hidup sebagai parasit pada tumbuhan. Miselium


tumbuh dalam ruang antar sel inang dan dapat terpisah-pisah membentuk
klamidospora yang berfungsi sebagai probasidium. Basidiospora setelah
berkecambah segera atau beberapa lama kemudian mengadakan kopulasi, serta
membentuk miselium dikaryotik.
Pada beberapa spesies terjadi pembentukan hubungan klem seperti
Hymenomycetales, yang mula-mula hidup sebagai saprofit. Fase haploid tidak
mampu menginfeksi, tetapi fase diploid dapat meluas dalam jaringan inang.
Setelah mencapai tempat-tempat tertentu, misalnya bakal buah Gramineae, fungi
membentuk miselium yang rapat, sel-selnya membesar membentuk rangkaian
seperti rantai mutiara dan akhirnya melepaskan diri dari hifa sebagai spora yang
berdinding tebal, berwarna kehitam-hitaman. Tempat berkumpulnya spora ini
berwarna hitam seperti arang. Spora itu dapat terhembus angin, seperti serbuk
arang, sehingga disebut jamur api. Klasifikasi Ustilaginales didasarkan atas
susunan basidiumnya.

110 Taksonomi Tumbuhan I


FAMILIA USTILAGINACEAE
GENUS USTILAGO
Pembentukan spora dimulai dengan leburnya sepasang nukleus haploid
menjadi satu nukleus diploid, dilanjutkan dengan pembelahan meiosis membentuk
empat nukleus yang haploid. Lalu nukleus dipisahkan oleh sekat-sekat, sehingga
terbentuk basidium berisi empat sel, seperti pada Auriculariales dan Uredinales,
dan dinamakan juga promiselium. Setiap sel ditonjolkan sterigma membentuk
satu basidiospora atau juga disebut sporidium.
Dalam keadaan cukup makanan, selalu dapat dibentuk sporidium baru.
Basidiospora yang lepas kemudian berkecambah menjadi hifa atau suatu rantai
yang terdiri dari sel-sel yang menyerupai sel-sel khamir. Miselium dengan jenis
kelamin yang berbeda dapat mengadakan kopulasi, juga basidiosporanya sendiri
dapat mengadakan kopulasi. Beberapa anggora dari familia ini tidak menghasilkan
basidium. Persatuan nukleus dan kemudian pembelahan meiosis berlangsung di
dalam klamidospora. Kebanyakan anggota dari familia ini menimbulkan penyakit
pada Gramineae, misalnya:
• Ustilago zeae (Ustilago maydis), menyerang batang, daun dan bunga jagung,
menghasilkan bisul-bisul yang berisi klamidospora.
• Ustilago scitaminea, menyerang tanaman tebu.

Gambar 2-18
Serangan fungi Ustilago maydis pada buah jagung (Zea mays).

BAB II FUNGI 111


DIVISI DEUTEROMYCOTA
(Fungi Imperfekti)

Deuteromycetes terdiri dari sekitar 17.000 spesies. Pengelompokannya


didasarkan pada tidak diketahuinya (tidak adanya) reproduksi seksual, sehingga
dianggap sebagai jamur tidak sempurna (Fungi Imperfecti). Fungi ini hanya
memiliki konidium, tanpa askus atau basidium. Apabila cara pembentukan askus
atau basidium ditemukan, fungi ini dipindah ke dalam Ascomycetes atau
Basidiomycetes, bergantung dari macamnya alat pembiak yang ditemukan.
Satu-satunya fase yang diketahui sering ditemukan pada Deuteromycetes
adalah anamorf (fase aseksual). Pada beberapa anggota fungi ini, fase telemorf
(fase seksual) telah hilang dari jalur evolusi. Namun ada pula yang fase
telemorfnya belum ditemukan, sehingga ketika ditemukan mereka dimasukkan
dalam divisi lain. Misalnya Aspergillus dan Penicillium, setelah fase telemorfnya
diketahui maka dimasukkan dalam Divisi Ascomycota. Namun ada pula author
yang tetap memasukkan keduanya dalam Deuteromycota, karena kemiripan
dengan spesies-spesies lain anggota divisi ini.
Kebanyakan Deuteromycetes memiliki ciri-ciri menyerupai Ascomycetes,
mereka berkembangbiak hanya dengan konidium. Sebagian kecil Deuteromycetes
merupakan Basidiomycetes dikarenakan adanya septa dan hubungan klem. Di
samping itu ada pula yang menyerupai Zygomycetes. Oleh karena itu klasifikasi
fungi ini amat sukar dan klasifikasi yang ada saat ini masih sangat subyektif.
Beberapa jenis fungi yang pernah dimasukkan dalam divisi ini, tetapi juga
dapat dimasukkan dalam divisi lain adalah:
1. Zygomycetes
• Mucor digunakan untuk memfermentasi kedelai menjadi tofu (dadih kedelai)
yang kaya protein dari Jepang.
• Rhizopus digunakan untuk membuat tempe dan oncom putih dari kedelai,
makanan kaya protein dari Indonesia.
2. Ascomycetes
• Aspergillus oryzae dan A. soyae, campuran keduanya digunakan untuk
memfermentasi kedelai menjadi kecap (shoyu). Proses ini banyak dilakukan di
Asia dan dibantu oleh bakteri asam laktat. .
• Aspergillus oryzae yang di daerah Cina dan Jepang digunakan untuk membuat
pasta kedelai (miso) dengan memfermentasi kacang kedelai.
• Aspergillus oryzae juga bermanfaat tahap-tahap awal dalam proses pembuatan
sake, minuman tradisional beralkohol dari Jepang;

112 Taksonomi Tumbuhan I


• Khamir Saccharomyces cerevisiae digunakan dalam pembuatan sake.
• Koloni Aspergillus yang ditumbuhkan di dalam kondisi sangat asam dapat
menghasilkan asam sitrat dalam skala besar untuk tujuan komersial.
• Monilia sitophila (Neurospora sitophila) antara lain digunakan dalam
pembuatan oncom merah
Anggota Deuteromycetes yang banyak menimbulkan penyakit pada tanaman
budidaya, antara lain:
• Helminthosporium oryzae, selain merusak kecambah terutama menyerang
buah dan menimbulkan noda-noda pada daun inang. Buah yang terserang
menjadi hitam seperti beludru.
• Sclerotium rolfsii yang menimbulkan penyakit busuk pada bermacam-macam
tanaman budaya.
• Beberapa spesies dari genus Colletotrichum, Cladosporium, Gloeosporium,
Diplodia, Fusarium dan lain-lain.

LICHENES
(Lumut Kerak)

Lichenes merupakan bentuk simbiosis antara fungi dan alga, yang sedemikian
rupa sehingga secara morfologi dan fisiologi menjadi suatu kesatuan utuh.
Lichenes hidup sebagai epifit pada pohon-pohonan, di atas tanah dan bebatuan.
Tumbuh mulai dari permukaan air laut hingga pegunungan tinggi. Sangat
melimpah di daerah tundra di sekitar kutub Utara. Tumbuhan ini tergolong
tumbuhan perintis dan ikut berperan dalam pembentukan tanah. Beberapa spesies
dapat menembus tepian batu, sehingga disebut endolitik. Lichenes berwarna
putih, hitam, kemerah-merahan, keoranye-oranyean, kecoklat-coklatan, kekuning-
kuningan ataupun kehijau-hijauan. Serta mengandung banyak bahan-bahan kimia
yang tak lazim.
Lichenes mampu hidup di habitat yang paling keras di dunia dan tahan
kekurangan air dalam jangka panjang. Lichenes dapat mempertahankan diri
dengan cara mengeringkan talus, dimana kandungan air dalam tubuh tinggal
sekitar 2 – 10 % dari berat kering tubuh. Pada saat lichenes mengering, kegiatan
fotosintesis berhenti. Dalam keadaan “mati suri” ini, lichenes tahan terhadap sinar
matahari yang terik atau suhu yang sangat dingin.

BAB II FUNGI 113


Alga yang menyusun tubuh lichenes disebut gonidium, dapat bersel tunggal
atau koloni. Kebanyakan gonidium adalah alga biru (Cyanobacteria) antara lain
Chroococcus dan Nostoc, kadang-kadang juga alga hijau (Chlorophyceae)
misalnya Trebouxia, Pseudotrebouxia dan Trentepohlia. Hampir 90 % dari semua
lichenes disusun oleh salah satu dari lima genus tersebut. Kebanyakan alga dan
Cyanobacteria pembentuk lichenes dapat hidup bebas, sedang fungi pembentuk
lichenes jarang hidup bebas. Terdapat sekitar 13.500 spesies fungi dan 40 genus
alga yang dapat bersimbiosis membentuk lichenes.
Hidup bersama antara dua organisme yang berlainan spesies umumnya disebut
simbiosis. Masing-masing organisme itu sendiri disebut simbion. Pada Lichenes
simbiosis antara fungi dan alga diberi tafsiran berbeda-beda. Umumnya hubungan
keduanya merupakan simbiosis mutualisme, karena keduanya memperoleh
keuntungan dari hidup bersama itu. Alga memberikan hasil-hasil fotosintesis
terutama karbohidrat kepada fungi dan sebaliknya fungi memberikan air, garam-
garam dan tempat berlindung kepada alga. Namun ada pula kemungkinan
hubungan keduanya bersifat simbiosis parasitisme atau helotisme (perbudakan).
Keuntungan timbal balik hanya terjadi pada permulaan simbiosis, tetapi akhirnya
alga diperalat oleh fungi.

Gambar 2-19
Penampang melintang Lichenes

114 Taksonomi Tumbuhan I


Struktur Talus
Pada penampang melintang, talus lichenes tampak hifa fungi membalut sel-sel
alga, bahkan kadang-kadang memasukkan haustorium ke dalam sel-sel alga. Ada
pula yang hifa fungi hanya masuk ke dalam selaput lendir sel-sel alga. Pada
umumnya miselium fungi jauh lebih banyak. Bagian dalam talus berupa anyaman
hifa yang renggang dan merupakan lapisan empulur (teras). Di dekat permukaan
luar, sel-sel alga bergerombol membentuk lapisan gonidium. Permukaan luar
talus berupa anyaman hifa yang sangat rapat, membentuk plektenkim.
Pertumbuhan talus sangat lambat, dalam satu tahun jarang lebih dari 1 cm. Tubuh
buah baru terbentuk setelah mengadakan pertumbuhan vegetatif bertahun-tahun.
Talus lichenes dapat berbentuk kerak (crustose), lembaran (leafy) atau seperti
semak. Talus kerak melekat sangat erat pada substrat, talus lembaran biasanya
melekat dengan rizoid yang menutupi seluruh permukaan bawah talus, sedang
talus semak memiliki ujung yang bebas ke udara.

Reproduksi
Kebanyakan Lichenes bereproduksi vegetatif dengan fragmentasi. Pada
beberapa spesies, reproduksi melalui perantara soredium, yaitu sekelompok sel
alga yang membelah dan diselubungi miselium. Dengan robeknya dinding talus
soredium tersebar seperti debu. Soredium sering terbentuk pada tempat-tempat
tertentu dan mempunyai batas jelas. Struktur ini disebut soralium. Reproduksi
dapat juga dengan tumbuhan kecil yang disebut isidium. Baik fragmen, soredium
ataupun isidium mengandung hifa fungi dan alga. Fungi dapat membentuk tubuh
buah di dalam talus lichenes, berupa apotesium atau peritesium tergantung
jenisnya. Spora yang dilepaskan, dapat berkembang menjadi lichenes baru apabila
menjumpai spesies alga yang tepat.

Klasifikasi
Kebanyakan fungi yang ikut menyusun Lichenes tergolong ke dalam
Ascomycetes terutama Discomycetales dan kadang-kadang Pyrenomycetales.
Basidiomycetes dapat pula membentuk lichenes. Lichenes diklasifikasikan
menurut fungi yang menyusunnya, yaitu Ascolichenes dan Basidiolichenes.

KELAS ASCOLICHENES
Fungi ini dibentuk oleh Ascomycetes dan alga. Apabila fungi yang
menyusunnya Pyrenomycetales, maka tubuh buah berbentuk peritesium, misalnya
Dermatocarpon dan Verrucria. Sedang apabila fungi yang menyusunnya
Discomycetales, maka tubuh buahnya berbentuk apotesium.

BAB II FUNGI 115


Lichenes yang memiliki talus berbentuk semak, antara lain:
• Usnea barbata dan Usnea dayspoga, yang berkhasiat obat dan merupakan
bahan jamu tradisional. Tumbuh epifit pada pepohonan di hutan pegunungan,
menghasilkan antibiotika asam usnin untuk melawan tuberkolusis.
• Cladonia rangiferina, banyak terdapat di daerah tundra di sekitar kutub Utara
dan merupakan makanan utama rusa kutub.
• Cetraria islandica, banyak terdapat di daerah pegunungan Eropa, mempunyai
beberapa macam khasiat obat.
Lichenes dengan talus berbentuk lembaran, misalnya Parmelia acetabulum dan
Lobaria pulmonaria. Keduanya melekat pada pepohonan dan batu-batuan. Sedang
lichenes dengan talus berbentuk kerak, misalnya Graphis.

Gambar 2-20
a b
Ascolichenes: a. Usnea, b. Cladonia, c. Parmelia.

KELAS BASIDIOLICHENES (HYMENOLYCHENES)


Fungi ini dibentuk oleh Basidiomycota (Ordo Hymenomycetales) dan alga.
Talus umumnya berbentuk lembaran. Pada tubuh buah terbentuk lapisan
himenium yang mengandung basidium, misalnya Cora pavonia.

Gambar 2-21
Basidiolichenes: Cora pavonia

116 Taksonomi Tumbuhan I


ACARA 2.1
DIVISI ZYGOMYCOTA
(Kelas Zygomycetes)

A. Tujuan Instruksional
1. Umum
Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Zygomycota.
2. Khusus
a. Mahasiswa dapat mengidentifikasi Zygomycota berdasarkan sifat-sifat
morfologi mikroskopis.
b. Mahasiswa dapat membedakan struktur morfologi Mucor dan Rhizopus.

B. Bahan dan Alat


1. Perparat segar dan awetan Mucor dan Rhizopus.
2. Mikroskup cahaya, lup, pinset, skalpel/silet wadah plastik, kuas, jarum preparat.

C. Cara Kerja
1. Preparat segar: ambil hifa Mucor dan Rhizopus dengan jarum preparat,
letakkan di atas gelas benda yang telah diberi setetes air, lalu tutup degan
gelas penutup. Perhatikan bentuk hifa, sporangium, sporangiofor, konidium
dan kolumela.
2. Preparat awetan (apabila ada): lakukan pengamatan seperti di atas. Amati daur
hidup Mucor dan Rhizopus.
3. Gambar bentuk morfologinya, tulis klasifikasi dan beri deskripsi ringkas.

D. Pertanyaan Observasi
1. Jelaskan perbedaan Mucor dan Rhizopus ?
2. Jelaskan daur hidup Mucor dan Rhizopus ?
3. Sebutkan spesies-spesies Zygomycota selain Mucor dan Rhizopus beserta
keuntungan dan kerugian yang ditimbulkannya ?
4. Apa yang dimaksud dengan:
a. Sporangium
b. Sporangiofor
c. Konidium
d. Kolumela
e. Hifa senositik

BAB II FUNGI 117


ACARA 2.2
DIVISI ASCOMYCOTA
(Kelas Ascomycetes)

Tujuan Instruksional
1. Umum
Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Ascomycota.
2. Khusus
a. Mahasiswa dapat mengidentifikasi Ascomycota berdasarkan sifat-sifat
morfologi.
b. Mahasiswa dapat membedakan struktur morfologi Saccharomyces,
Aspergillus, Penicillium, Erysiphe, Claviceps dan Morcella

Bahan dan Alat


1. Perparat segar dan awetan Saccharomyces, Aspergillus, Penicillium, Erysiphe,
Claviceps dan Morcella.
2. Mikroskup cahaya, mikroskup diseksi, lup, pipet, pinset, skalpel/silet wadah
plastik, kuas, jarum preparat.

Cara Kerja
1. Preparat Saccharomyces: ambil setetes cairan buah yang sedang difermentasi
dengan pipet, letakkan di atas gelas benda, lalu tutup degan gelas penutup.
Perhatikan bentuk hifa (uniseluler) dan pertunasan.
2. Preparat Aspergillus dan Penicillium: ambil hifa dengan jarum preparat,
letakkan di atas gelas benda yang telah diberi setetes air, lalu tutup degan
gelas penutup. Perhatikan bentuk hifa, sporangium, sporangiofor, konidium
dan kolumela.
3. Preparat Erysiphe, Claviceps dan Morcella: perhatikan bentuk umum dan ciri
khas masing-masing.
4. Gambar bentuk morfologinya, tulis klasifikasi dan beri deskripsi ringkas.

Pertanyaan Observasi
1. Jelaskan cara reproduksi seksual pada Ascomycota ?
2. Mengapa Aspergillus dan Penicillium dapat dimasukkan ke dalam Deuteromycota?
3. Jelaskan perbedaan mendasar antara fungi embun madu dan embun tepung ?
4. Jelaskan perbedaan morfologi Aspergillus dan Penicillium ?
5. Jelaskan perbedaan morfologi Erysiphe, Claviceps dan Morcella.

118 Taksonomi Tumbuhan I


6. Jelaskan proses pembentukan askospora dan konidium pada Ascomycota ?
7. Jelaskan daur hidup Ascomycetes ?
8. Apa yang dimaksud dengan:
a. Apotesium
b. Kleistotesium
c. Peritesium
d. Budding (buds)
e. Himenium
f. Plektenkim
g. Ergot
h. Stroma

ACARA 2.3
DIVISI BASIDIOMYCOTA
(Basidiomycetes)

A. Tujuan Instruksional
1. Umum
Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Basidiomycota.
2. Khusus
a. Mahasiswa dapat mengidentifikasi Basidiomycota berdasarkan sifat-sifat
morfologi dan anatomi.
b. Mahasiswa dapat membedakan struktur morfologi Ganoderma, Volvariella,
Agaricus, Boletus, Lycoperdon, Scleroderma, Auricularia, Puccinia dan Ustilago.

B. Bahan dan Alat


1. Perparat segar dan awetan Ganoderma, Volvariella, Agaricus, Boletus,
Lycoperdon, Scleroderma dan Auricularia.
2. Preparat awetan mikroskopis Puccinia dan Ustilago.
3. Mikroskup cahaya, mikroskup diseksi, lup, pipet, pinset, skalpel/silet, wadah
plastik, kuas, jarum preparat.

C. Cara Kerja
1. Preparat Ganoderma, Volvariella, Agaricus, Boletus, Lycoperdon, Scleroderma,
Auricularia: amati secara langsung, apabila perlu lakukan sayatan untuk
mengetahui anatominya. Perhatikan lapisan himenium, parafisis, sistidium,
basidium, basidiospora dan basidiokarp.

BAB II FUNGI 119


2. Preparat awetan Puccinia dan Ustilago: amati di bawah mikroskup.
Perhatikan ciri khas masing-masing, termasuk kaki haustorium dan letak hifa
di antara sel-sel inang.
3. Gambar bentuk morfologinya, tulis klasifikasi dan beri deskripsi ringkas.

D. Pertanyaan Observasi
1. Jelaskan perbedaan basidium dan askus ?
2. jelaskan daur hidup Basidiomycetes ?
3. Jelaskan proses pembentukan lima macam spora pada Uredinales ?
4. Apa yang dimaksud dengan:
a. Mikoriza
b. Sterigma
c. Gleba
d. Basidioma
e. Sterigma
f. Himenium
g. Probasidium
h. Sistidium
i. Parafisis
j. Dolipori dan parentesoma
k. Velum universale dan velum partiale

ACARA 2.4
LICHENES
(Lumut Kerak)

A. Tujuan Instruksional
1. Umum
Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Lichenes.
2. Khusus
a. Mahasiswa dapat mengidentifikasi Lichenes berdasarkan sifat-sifat morfologi
dan anatomi.
b. Mahasiswa dapat membedakan struktur morfologi Mucor dan Rhizopus.

B. Bahan dan Alat


1. Perparat segar dan awetan Usnea, Cladonia, Parmelia, Graphis dan Cora.

120 Taksonomi Tumbuhan I


2. Preparat awetan mikroskopis irisan melintang Usnea, Cladonia, Parmelia,
Graphis dan Cora.
3. Mikroskup cahaya, lup, pipet, pinset, skalpel/silet wadah plastik, kuas, jarum
preparat.

C. Cara Kerja
1. Preparat Usnea, Cladonia, Parmelia, Graphis dan Cora: amati secara
langsung, apabila perlu lakukan sayatan untuk mengetahui anatominya.
Perhatikan
2. Preparat awetan mikroskopis irisan melintang Usnea, Cladonia, Parmelia,
Graphis dan Cora: amati di bawah mikroskup. Perhatikan lapisan empulur,
lapisan gonidium, plektenkim; soredium, soralium dan isidium.
3. Gambar bentuk morfologi umum dan anatomi, tulis klasifikasi dan beri
deskripsi ringkas.

D. Pertanyaan Observasi
1. Jelaskan bentuk-bentuk simbiosis dalam lichenes ?
2. Jelaskan struktur morfologi irisan melintang lichenes ?
3. Sebutkan genera alga yang sering menjadi pembentuk lichenes ?
4. Apa yang dimaksud dengan:
a. Soredium
b. Soralium
c. Isidium
d. Gonidium
e. Telemorf
5. Buatlah klasifikasi lengkap spesies:
a. Usnea barbata
b. Cladonia rangiferina
c. Parmelia acetabulum
d. Graphis
e. Cora pavonia

BAB II FUNGI 121


BAB III
BRYOPHYTA
PENDAHULUAN

Bryophyta dikenal juga sebagai tumbuhan lumut. Tumbuhan ini memiliki daur
hidup heteromorf, dimana generasi aseksual diploid (sporofit) secara morfologi
berbeda dengan generasi seksual haploid (gametofit). Tetapi berbeda dengan
tumbuhan tingkat tinggi (Pterydophyta dan Spermatophyta), pada Bryophyta
tumbuhan yang terlihat sehari-hari dan berfungsi untuk fotosintesis adalah
gametofit. Sedang sporofit sangat kecil, melekat pada gametofit, tidak pernah
hidup bebas dan nutrisinya tergantung pada gametofit.
Gametofit Bryophyta hidup bebas dan mandiri dalam hal nutrisi karena
memiliki kloroplas. Pada beberapa jenis gametofit berbentuk talus, sedang pada
jenis lain sudah terdiferensiasi menjadi batang dan daun, sedang akar masih
berupa rizoid, yaitu organ penyerap yang hanya terdiri dari satu sel. Semua
Bryophyta bersifat oogami. Gamet dihasilkan dalam organ kelamin multiseluler
yang dilapisis sel-sel steril di permukaan luarnya (sel jaket).
Bryophyta memiliki habitat peralihan antara lingkungan air dan daratan,
sehingga memiliki sifat-sifat untuk beradaptasi di kedua lingkungan tersebut.
Tumbuhan ini menyerupai alga karena:
1. Sperma berenang bebas dan mencapai sel telur melalui medium air.
2. Tanpa berkas pengangkut meskipun terdapat jaringan pengangkut primitif.
3. Tidak mengalami lignifikasi, sehingga tidak dapat tumbuh tinggi.
4. Tidak memiliki akar dan daun yang sebenarnya.
Bryophyta menyerupai tumbuhan daratan dalam banyak hal. Adaptasi utama
untuk tumbuh di darat ditunjukkan cara reproduksi dan diasporanya.
1. Memiliki spora yang dapat diterbangkan angin dan dindingnya dilindungi lilin
untuk mencegak dehidrasi.
2. Sel pembentuk gamet dikelilingi sel-sel jaket pelindung (jaket steril). Sel telur
dibentuk dalam arkegonium dan sperma dibentuk dalam anteridium.
3. Zigot tetap di dalam tubuh induk hingga tumbuh menjadi embryo multiseluler.
Klasifikasi
Kebanyakan author sekarang sepakat bahwa Bryophyta dapat dibagi dalam tiga
divisi yang mandiri. Pembagian ini terutama didasarkan pada asal lapisan
sporogen, cara pemecahan kapsul spora, ada tidaknya pseudopodium dan struktur
protonema.
1. Hepatophyta (lumut hati, liverwoths),
2. Anthocerophyta (lumut tanduk, hornworts)
3. Bryophyta1 (lumut daun, moses, Musci).
Ketiganya memiliki beberapa kesamaan sifat, misalnya gametofit merupakan fase
dominan dan biasanya melekat pada substrat dengan bantuan rizoid, berupa sel
tunggal yang memanjang atau filamen.
Pada pustaka-pustaka lama, ketiga divisi di atas masih dimasukkan dalam
tingkatan kelas, masing-masing Hepaticopsida, Anthocerotopsida dan Bryopsida
(Musci). Sebagian author tetap berpegang pada ketentuan ini, terlebih jumlah dan
keanekaragaman spesies Bryophyta yang ditemukan hingga saat ini tidak
sebanyak Alga, Fungi atau Pterydophyta. Bahkan sebagian author tetap cenderung
memasukkan Anthocerotopsida dalam Hepaticopsida
Dalam buku ini penamaan tingkatan taksa Bryophyta mengikuti aturan berikut:

Taksa Akhiran Marchantia polymorpha L.


Regnum - Bryophyta
Divisi -phyta Hepatophyta
Kelas -cae/idae Hepaticae
Ordo -ales Marchantiales
Familia -aceae Marchantiaceae
Genus - Marchantia
Marchantia
Marchantia
Spesies - Marchantia polymorpha L.
Marchantia polymorpha L.
Marchantia polymorpha L.

*) Nama genus dan nama spesies ditulis dengan huruf miring, huruf tebal atau digaris bawah.

1
Untuk membedakan Bryophyta sebagai regnum dan divisi, maka untuk selanjutnya Divisi
Bryophyta disebut Musci.

124 Taksonomi Tumbuhan I


Reproduksi
Sperma yang dihasilkan anteridium harus berenang melalui air untuk mencapai
sel telur di dalam arkegonium. Arkegonium berbentuk botol terdiri dari bagian
leher yang panjang dan bagian pangkal yang menggembung membentuk venter
(perut), berisi sel telur tunggal. Di ujung leher terdapat empat sel penutup (cover
cell). Arkegonium melekat pada gemetofit dengan sebuah tangkai (seta) pendek.
Beberapa saat sebelum sel telur masak, sel penutup terbuka. Pada saat yang sama
sel-sel di bagian tengah leher (sel sentral) larut, sehingga terbentuk saluran
berlendir yang menghubungkan venter dengan lingkungan luar yang lembab.
Sperma akan berenang menuju sel telur karena tertarik oleh substansi kimia
(feromon) yang dihasilkan arkegonium. Beberapa sperma dapat memasuki
arkegonium, namun hanya satu yang membuahi sel telur.
Anteridium umumnya berbentuk bulat atau bulat memanjang seperti buah pir,
tersusun dari dua tipe sel: fertil dan steril. Sel fertil (spermatogen) tumbuh
menjadi sperma, yang jumlahnya relatif banyak, kecil dan rapat. Sedang sel steril
menjadi jaket pelindung, berdinding tebal, mengelilingi sel fertil. Setiap sel
spermatogen, membentuk sperma tunggal beflagela dua. Setelah fertilisasi, zigot
tetap tinggal di dalam venter arkegonium dan berkembang menjadi embryo. Bila
saatnya tiba, sel-sel venter membelah memanjang dan sporofit muda tumbuh di
dalamnya. Arkegonium yang memanjang dilindungi kaliptra.

DIVISI HEPATOPHYTA
(Lumut hati, liverwort)

Hepatophyta terdiri dari 6.000-9.000 spesies. Kebanyakan tumbuh di tempat-


tempat lembab dan terlindung dari sinar matahari. Sebagian kecil tumbuh di dalam
air. Gametofit merupakan tumbuhan yang tampak nyata, sedang sporofit biasanya
melekat pada gametofit. Gametofit berwarna hijau dan memiliki dua tipe tubuh,
yaitu berbentuk pita pipih (misalnya Marchantiales) dan berbentuk tunas berdaun
(misalnya Jungermanniales). Tubuh lumut ini biasa disebut talus, meskipun secara
anatomi jauh lebih maju dibandingkan dengan Thalophyta (alga dan fungi).
Hepatophyta merupakan tumbuhan lumut paling primitif dan sederhana, tidak
memiliki stomata, kutikula dan sel pengangkut. Namun sebagian kecil ada yang
memiliki sel pengangkut untuk air. Tidak adanya sel ini menunjukkan bahwa
Hepatophyta memiliki jalur evolusi yang berbeda dengan tumbuhan lumut lain.

BAB III B R Y O P H Y T A 125


Seperti kelompok tumbuhan primitif lain, sperma selalu berenang ke arkegonium
melalui air. Fertilisasi diikuti pembentukan zigot yang selanjutnya berkembang
menjadi sporofit. Sporangium atau kapsul memiliki cara yang berbeda untuk
melepaskan spora.
Gametofit biasanya tumbuh langsung dari spora, tetapi pada beberapa genus
mula-mula dibentuk filamen lebih dahulu. Gametofit berbentuk pipih dorsiventral,
sederhana atau terdiferensiasi menjadi daun dan batang. Bentuk anatomi homogen
atau terdiri dari beberapa jaringan. Alat kelamin selalu dibentuk dari sel superfisial
dorsal, kecuali bila letaknya terminal. Sporofit sederhana, memiliki kaki, kapsul
dan seta (tangkai) atau hanya kaki dan kapsul saja. Kadang-kadang pertumbuhan
terbatas, sel sporogen dibentuk dari endotesium embryo. Rizoid terdiri dari sel-sel
tunggal, berbeda dengan divisi lain, yang terdiri dari beberapa sel.
Hepatophyta memiliki satu kelas, Hepaticae dan empat ordo. Dua ordo
diantaranya akan dibahas lebih rinci, yaitu Marchantiales (diwakili Riccia dan
Marchantia) serta Jungermanniales (diwakili Porella).

KELAS HEPATICAE
ORDO MARCHANTIALES
(Lumut Hati Bertalus)

Lumut hati ini masih berbentuk lembaran-lembaran talus, belum terdiferensiasi


menjadi batang dan daun. Tumbuh di rawa-rawa yang lembab dan teduh atau di
habitat lain yang sesuai seperti pot bunga. Pada beberapa spesies, talus terdiri dari
sekitar 30 sel tebal di bagian tepi dan 10 sel tipis di bagian tengah, serta
terdiferiansiasi menjadi bagian dorsal yang tipis, kaya klorofil dan bagian ventral
yang lebih tebal dan tidak berwarna. Permukaan bawah talus memiliki rizoid
uniseluler dan sisik-sisik multiseluler. Permukaan atas terbagi menjadi beberapa
area, masing-masing memiliki kantung udara dan pori-pori besar.

FAMILIA MARCHANTIACEAE
GENUS MARCHANTIA
Marchantia merupakan salah satu tumbuhan lumut paling terkenal. Genus ini
tersebar luas, tumbuh terestrial pada tanah atau batu yang lembab. Gametofit
bercabang-cabang dikotom, serupa dengan Riccia, tetapi lebih lebar, panjang satu
sampai beberapa sentimeter. Gametangium terletak di ujung gametofor. Gametofit
uniseksual (heterotalus), gametofit jantan dan betina dapat diidentifikasi berdasarkan
perbedaan struktur morfologi.

126 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 3-1
Marchantia: a. penampakan umum, b. gemma cup, c. anteridium, d. arkegonium, e. irisan
gemma cup dengan kuncup anakan (gemma) di dalam cawan.

BAB III B R Y O P H Y T A 127


Gambar 3-2
Daur hidup Marchantia

128 Taksonomi Tumbuhan I


BAB III B R Y O P H Y T A 129
Anteridium tumbuh di ujung tangkai berkepala cawan yang disebut anteridiofor,
sedang arkegonium tumbuh di ujung tangkai berkepala payung yang disebut
arkegoniofor. Pada genus ini generasi sporofit terdiri dari kaki, tangkai pendek dan
kapsul (sporangium). Sporangium dewasa mengandung sel-sel memanjang yang
disebut elatera, yang tersusun secara heliks dengan dinding tebal dan dapat
menyerap air (dan nutrien). Dinding sel sangat mudah dipengaruhi kelembaban. Pada
saat kapsul pecah, dinding sel akan meloncat dan menyebarkan spora.
Fragmentasi merupakan cara utama reproduksi vegetatif/aseksual, dimana bagian
talus yang tua mati dan bagian yang muda tumbuh menjadi individu baru. Cara lain
dengan membentuk gemma, suatu badan multiselluler yang dapat tumbuh
membentuk gametofit baru. Struktur ini dibentuk dalam gemma cup yang bentuknya
seperti mangkuk di permukaan atas gametofit. Air hujan merupakan agen utama yang
menyebabkan gemma terlepas dan tersebar.

FAMILIA RICCIACEAE
GENUS RICCIA
Riccia memiliki daerah penyebaran luas. Sebagian besar memerlukan air agar
dapat tumbuh dengan cepat, namun umumnya dapat beradaptasi terhadap
kekeringan. Beberapa spesies hidup akuatik, tumbuh di atas lumpur atau
permukaan kolam-kolam kecil. Gametofit berupa talus kecil berwarna hijau,
kadang-kadang berbentuk roset. Jaringan di permukaan bawah gametofit terdiri
dari sel-sel tanpa warna dan kadang-kadang mengandung pati. Sedang jaringan di
permukaan atas terdiri dari sel-sel berklorofil yang membentuk kolom-kolom
vertikal di antara kantung-kantung udara. Gametangium tertanam sangat dalam di
permukaan atas talus. Anteridium dan arkegonium biasanya terdapat pada
gametofit yang sama (homotalus). Bentuk serupa dengan tumbuhan lumut lain.
Zigot bersifat diploid, akan membelah membentuk massa bulat terdiri dari
sekitar 30 sel berbentuk sama dan terletak di dalam venter. Sporofit muda ini
merupakan embryo. Sel-sel bagian luar embryo terdiferensiasi menjadi jaket
pelindung yang terdiri dari sel-sel steril (sel jaket steril). Jaket ini mengelilingi sel-
sel fertil di bagian dalam yang disebut jaringan sporogen. Sel sporogen membelah
secara mitosis menjadi beberapa sel sporosit (sporogen), yang selanjutnya
membelah secara meiosis menjadi empat spora haploid (tetrad). Sporofit masak
disebut kapsul (sporangium), berupa jaket steril yang mengelilingi sejumlah spora.
Pada saat spora masak, maka sporofit akan hancur, namun spora tetap melekat
pada gametofit hingga gametofit mati. Lalu spora berkecambah menjadi gametofit
baru.

130 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 3-3
Riccia

BAB III B R Y O P H Y T A 131


Gambar 3-4
Daur hidup Riccia

Taksonomi Tumbuhan I
132
Gambar 3-5
Porella

ORDO JUNGERMANNIALES
(Lumut Hati Berdaun)

Ordo ini merupakan lumut hati paling banyak, terdiri dari 4000 – 6000 spesies.
Sangat melimpah di daerah tropis dan subtropis, dimana curah hujan dan
kelembabannya tinggi. Gametofit memiliki daun serta organ seperti daun dan batang.
Talus biasanya bercabang-cabang, terdiri dari satu lapis sel dan tidak terdiferensiasi.
Pada beberapa genus, daun terdiri dari dua lapis sel. Daun bercuping dua, masing-
masing tumbuh dari dua titik apikal yang berbeda. Anteridium umumnya terdapat di
dalam kantung yang menggembung pada permukaan bawah daun. Kantung ini
disebut androesium. Arkegonium dikelilingi perianthium. Anggota yang paling
populer adalah Porella.

BAB III B R Y O P H Y T A 133


FAMILIA JUNGERMANNIACEAE
GENUS PORELLA
Porella membentuk massa rapat. Bagian yang tua atau tertutup serasah
kehilangan daunnya dan pada bagian ini muncul rizoid. Bagian batang yang masih
muda tertutup rapat oleh daun yang membentuk tiga rangkaian. Bagian bawah lebih
kecil dari pada dua bagian di atasnya. Daun hanya terdiri dari selapis sel dan tidak
memiliki kutikula. Anteridium terdapat di pertemuan daun dan batang, sedang
arkegonium terdapat pada cabang-cabang berdaun yang pendek. Sporofit serupa
dengan Marchantia.

DIVISI ANTHOCEROPHYTA
(Lumut tanduk, hornwort)

Tumbuhan ini terdiri dari sejumlah kecil tumbuhan khas yang diduga berkerabat
dekat dengan Chlorophyta (alga hijau). Anthocerophyta tidak memiliki sel
pengangkut, tetapi memiliki stomata. Gametofit pipih dorsiventral, bentuk luarnya
sederhana dan secara anatomi homogen. Alat kelamin betina dibentuk dari sel
superfisial, sedang alat kelamin jantan dibentuk dari sel-sel hipodermis permukaan
dorsal. Sporofit terdiferensiasi menjadi kapsul dan kaki. Bagian luar kapsul
meristematik dan selalu tumbuh ke atas. Jaringan sporogen kapsul muncul dari
lapisan superfisial (amfitesium) dan dikelilingi kolumela. Ordo ini dibagi dalam
Kelas Anthocerotae, Ordo Anthocerotales dan Familia Anthocerotaceae.

GENUS ANTHOCEROS
Anthoceros merupakan genus yang paling terkenal dibanding enam genus lain,
terdiri dari sekitar 100 spesies. Gametofit menyerupai Jungermanniales, tetapi
memiliki beberapa ciri khusus. Antara lain: setiap sel memiliki satu kloroplas besar
seperti alga, sedang tumbuhan lain memiliki banyak kloroplas kecil berbentuk cawan.
Setiap kloroplas Anthocoeros berisi pirenoid, sebagaimana Chlorophyta, sehingga
dipercaya memiliki asal-usul yang berbeda dengan tumbuhan lain. Sifat khas yang
serupa dengan tumbuhan lain adalah adanya stomata yang membuka pada akhir
perkembangannya.
Gametofit berwarna hijau, memiliki beberapa lapis sel fotosintesis, dilapisi
kutikula dan memiliki stomata. Gametofit sangat pipih dorsiventral, daun berbentuk
roset, panjang 1-2 cm. Genus ini memiliki lekukan besar berisi lendir, berbeda

134 Taksonomi Tumbuhan I


dengan gametofit Marchantia yang berisi udara. Lekukan ini ditumbuhi Nostoc yang
mampu memfiksasi nitrogen dan menyuplainya ke tumbuhan inang. Gametofit
beberapa spesies Anthoceros bersifat uniseksual, sisanya biseksual. Anteridium dan
arkegonium menggembung pada permukaan atas gametofit. Anteridium
mengelompok dalam ruangan tertentu. Sejumlah sporofit dapat tumbuh menjulang ke
atas dari gametofit yang sama.
Sporofit memiliki struktur memanjang ke atas terdiri dari kaki dan sporangium
bulat memanjang. Pada awal pembentukan sporofit, meristem berkembang di antara
kaki dan sporangium. Meristem tetap aktif selama kondisi lingkungan sesuai untuk
tumbuh. Sehingga sporofit terus memanjang dalam waktu lama. Pematangan spora
dan pecahnya sporangium dimulai di dekat ujung sporangium dan menyebar ke arah
pangkal, terjadi ketika spora masak. Di antara spora terdapat struktur steril yang
memanjang, sering multiseluler menyerupai elatera Marchantia.

Gambar 3-6
Anthoceros: a. gametofit, b. sporofit

BAB III B R Y O P H Y T A 135


1 2

Gambar 3-7
Irisan melintang Anthoceros: 1. gametofit: a. anteridium, b. arkegonium; 2. talus: a. meristem
sporofit, b. kaki, c. gametofit, d. spora.

DIVISI BRYOPHYTA
(Lumut daun, moses, Musci)

Divisi ini terdiri dari 9500 spesies, tumbuhan kecil, bentuk sangat beragam.
Mereka sering melimpah di tempat lembab, dimana beberapa spesies dapat
ditemukan secara bersama-sama. Lumut ini mendominasi daerah luas di sekitar kutub
utara dan selatan serta di bebatuan miring pada pegunungan. Seperti Lichenes, lumut
ini sensitif terhadap polusi udara, terutama sulfur dioksida. Di tempat yang
mengalami polusi berat mereka sering tidak tumbuh. Sejumlah kecil tumbuh di
padang pasir dan beberapa di antaranya membentuk massa sangat luas di daerah

136 Taksonomi Tumbuhan I


kering. Beberapa spesies Musci mampu bertahan bertahun-tahun dalam keadaan
kekeringan dan dapat tumbuh melimpah dengan segera apabila kondisi lingkungan
menjadi lembab. Beberapa spesies dapat tumbuh di tepi pantai, pada karang yang
terhempas gelombang, meskipun tidak benar-benar tumbuh di air laut.
Musci memiliki sel pengangkut untuk mengangkut air dan makanan, baik pada
gametofit maupun sporofit. Gametofit membentuk stadium sementara yang lemah
(protonema), mengandung cabang seksual tegak (gametofit berdaun). Cabang ini
tumbuh menjadi individu baru setelah protonema tereduksi. Cabang seksual
dibedakan menjadi daun dan batang, biasanya simetri radial. Alat kelamin
dibentuk dari sel superfisial dorsal batang. Pertumbuhan sporofit terbatas, terdiri
dari kaki, seta dan kapsul atau hanya kaki dan kapsul saja. Jaringan sporogen
kapsul dibentuk dari endotesium atau amfitesium embryo, kadang-kadang
dikelilingi kolumela.
Divisi Bryophyta (Musci) terdiri dari 3 kelas, yaitu: Bryidae, Sphagnidae dan
Andreaeidae.

KELAS BRYIDAE
Gametofit memiliki dua fase yang berbeda, yaitu: protonema yang tumbuh
langsung dari spora dan gametofit berdaun. Protonema terdiri dari satu lapis sel dan
membentuk filamen bercabang-cabang menyerupai Chlorophyta. Gametofit tumbuh
dari tunas kecil pada protonema. Pada beberapa genus, protonema persisten dan
bersifat fotosintetik, sedang gametofit berdaun berukuran kecil. Protonema juga
ditemukan pada Hepatophyta, tetapi tidak ada pada Anthocerotophyta. Pada Bryidae,
gametofit berdaun dapat tumbuh ke atas, dari sel inisial apikal seperti
Jungermanniales, dimana daun tersusun spiral. Sedang pada Hepatophyta cenderung
pipih dorsiventral.

Gametofit
Gametofit memiliki panjang antara 0,5 mm – 50 cm. Kesemuanya memiliki
rizoid multiseluler. Daun umumnya hanya terdiri dari satu lapis sel kecuali di
bagian tepi. Pada beberapa genus, batang gametofit dan sporofit memiliki medula
dan berisi air. Struktur ini dikenal sebagai hydroid, berupa sel memanjang
berdinding tipis dan sangat permeabel terhadap air dan zat hara. Sehingga
menyerupai trachea pada tumbuhan vaskuler (berpembuluh). Ketika dewasa
hydroid menjadi rongga kosong. Pada beberapa genus – secara khas – terdapat
jaringan pengangkut yang mengelilingi hydroid. Jaringan ini berupa sel-sel
memanjang dan memiliki kloroplas, ketika dewasa menyerupai jaringan
pengangkut Pterydophyta. Keduanya memiliki nukleus yang terdegenerasi dan

BAB III B R Y O P H Y T A 137


Gambar 3-8
Daur hidup Polytrichum

138 Taksonomi Tumbuhan I


dinding sel berpori-pori kecil. Sel pengangkut air dan makanan pada Bryidae dan
tumbuhan vaskuler memiliki asal-usul yang sama, karena struktur dan fungsinya
sama. Gametofit Bryidae memiliki dua macam pola pertumbuhan:
• Gametofit tumbuh tegak, hanya memiliki sedikit cabang dan biasanya terdapat
sporofit di ujung cabang.
• Gametofit tumbuh merayap, memiliki banyak cabang dan berbulu, sedang
sporofit tumbuh ke samping. Pola kedua ini terdapat pada tumbuhan lumut yang
menempel pada batang-batang pohon di tempat lembab.
Gametangium biasanya dibentuk pada ujung sumbu utama atau di cabang lateral.
Pada beberapa genus, gametofit bersifat uniseksual, tetapi umumnya biseksual.
Anteridium sering mengelompok dalam daun dan disebut splash cup. Sperma dari
beberapa anteridium terbawa tetesan air dan tersebar luas. Serangga juga dapat
membawa titik-titik air yang kaya sperma dari tumbuhan satu ke tumbuhan lain.
Gametofit betina dapat membentuk banyak sekali sporofit.

Sporofit
Sporofit biasanya memerlukan 6-18 bulan untuk dewasa dan menghasilkan
spora. Kapsul atau sporangium biasanya terletak di ujung tangkai (seta), yang
panjangnya 6-20 cm. Beberapa lumut tidak memiliki seta. Seta umumnya terdiri
dari hydroid di tengah dan pada beberapa genus dikelilingi oleh berkas
pengangkut. Kaki pendek di bawah seta dan membesar di dalam jaringan
gametofit. Pada awal pembentukan sporofit, seta biasanya memanjang. Stomata
biasanya ada, beberapa diantaranya hanya memiliki satu sel tetangga, sehingga
sangat berbeda dengan tumbuhan vaskuler.
Umumnya sel sporofit mengandung kloroplas dan dapat berfotosintesis. Ketika
sporofit dewasa, perlahan-lahan kehilangan kemampuan berfotosintesis dan menjadi
kuning, orange dan akhirnya coklat. Kaliptra yang dibentuk dari arkegonium
biasanya terangkat ke atas bersama dengan pemanjangan seta. Ketika spora
disebarkan, kaliptra jatuh dan operkulum kapsul pecah, memperlihatkan cincin
bergerigi (peristom) yang mengelilingi operkulum dan menutupi lubang kapsul
spora. Selanjutnya gigi peristom dibentuk oleh lapisan di dekat ujung kapsul. Gigi
terbuka bila udara kering dan mengkerut bila lembab. Gerakan gigi membuka
menyebabkan spora dilepaskan perlahan-lahan. Gigi peristome hanya terdapat pada
kelas Bryidae dan tidak ditemukan pada kelas lain. Setiap kapsul berisi lebih dari
50.000.000 spora haploid, masing-masing dapat tumbuh menjadi gametofit baru.
Reproduksi aseksual biasanya melalui fragmentasi. Pada dasarnya bagian-bagian
gametofit dapat regenerasi termasuk bagian steril dari organ-organ seksual. Beberapa
spesies menghasilkan gemma.

BAB III B R Y O P H Y T A 139


ORDO BRYALES
FAMILIA POLYTRICHACEAE
GENUS POLYTRICHUM
Salah satu anggota kelas Bryidae yang sangat terkenal adalah genus Polytrichum,
disamping Mnium. Umur Polytrichum lebih dari setahun. Kapsul spora tegak, gigi
peristom sebanyak 32-64 buah, terdiri dari sel-sel utuh, tidak bergaris-garis dengan
dinding-dinding menebal dan panjang. Daun kecil, dengan lamela membujur di sisi-
sisinya. Susunan daun khas, merupakan bentuk adaptasi terhadap kekurangan air.
Daun terdiri dari beberapa lapis sel, sel-sel lapisan atas mengandung banyak kloropil,
tersusun menurut poros panjang daun dan berfungsi untuk asimilasi. Di dalamnya
terdapat ruang-ruang antar sel yang berfungsi untuk menyimpan air. Pada waktu
kekeringan, daun segera menempel pada batang karena adanya mekanisme kohesi,
sehingga jaringan asimilasi terlindung dari kehilangan air yang besar.

KELAS SPHAGNIDAE
Kelas ini hanya memiliki satu ordo Sphagnales, satu familia Sphagnaceae dan
satu genus Sphagnum.

GENUS SPHAGNUM
Genus Sphagnum beranggotakan sekitar 350 spesies dengan bentuk morfologi
bermacam-macam. Batang gametofit bercabang-cabang seringkali berjumlah lima
pada setiap buku, semakin rapat mendekati ujung batang, membentuk kepala.
Gametofit ini membentuk lapisan luas hijau cerah atau kemerah-merahan di rawa.
Gametofit tumbuh dari protonema yang berbentuk filamen dan memiliki tunas di
tepi-tepinya. Daun Sphagnum tanpa tulang dan tumbuhan dewasa tanpa rizoid. Daun
terdiri dari sel-sel besar dan mati yang dikelilingi oleh sel-sel hidup, berukuran kecil
dan berwarna hijau atau agak merah. Sel mati memiliki pori, tebal dan mampu
menyerap air. Kemampuan menyerap air ini lebih dari 20 kali berat keringnya.
Sporofit bermacam-macam. Kapsul berwarna merah hingga coklat kehitam-
hitaman, hampir bulat muncul pada tangkai pseudopodium yang merupakan
bagian gametofit dan panjangnya dapat lebih dari 3 mm. Sporofit memiliki seta
sangat pendek. Bentuk spora sangat unik. Di ujung kapsul terdapat operkulum
berbentuk cawan. Ketika kapsul matang, jaringan internal menyusut dan udara
masuk, melalui stoma yang tidak lagi dapat menutup. Ketika dinding kapsul
mengering, udara tertahan di dalamnya. Kontraksi kapsul matang menghasilkan
tekanan kuat, sehingga operkulum meledak. Hal ini dapat terjadi karena panas
sinar matahari. Pada saat operkulum meledak/pecah, gas yang keluar membawa
serta spora.

140 Taksonomi Tumbuhan I


a

Gambar 3-9
Sphagnum: a. sporofit, b. gametofit

KELAS ANDREAEIDAE
Kelas ini hanya memiliki satu ordo Andreaeales, satu familia Andreaeaceae
dan dua genus Andreaea dan Andreaeobryum.

GENUS ANDREAEA
Genus Andreaea terdiri dari sekitar 100 spesies. Bentuk kecil, berwarna hijau
gelap atau coklat kemerah-merahan gelap, melekat pada batu. Tumbuh di gunung-
gunung dan di daerah kutub utara, sering melekat pada batu granit. Gametofit sangat
menyerupai Musci, namun tumbuh dari struktur tebal dan memiliki beberapa cuping
filamen tunggal. Sporofit tidak memiliki seta yang sebenarnya dan muncul di atas
daun pada tangkai pseudopodium gametofit, seperti Sphagnum. Kapsul kecil
Andreaea ditandai oleh empat katup berupa garis-garis vertikal terdiri dari sel-sel
yang amat rapuh. Keempat katup sangat dipengaruhi kelembaban udara lingkungan.
Katup membuka lebar ketika udara kering, sehingga spora dapat tersebar luas oleh
angin dan menutup kembali ketika udara lembab.

BAB III B R Y O P H Y T A 141


a b

Gambar 3-10
Kelas Andreaeidae: a. Andreaea rupestris, b. Andreaea petrophila

GENUS ANDREAEOBRYUM
Genus ini merupakan genus kedua dalam kelas Anrdeaeidae. Andreaeobryum
pertama kali ditemukan di Alaska pada tahun 1976. Ia dibedakan dari Andreaea
karena sporofit memiliki seta yang sebenarnya dan kapsul terbelah hingga ke ujung.

142 Taksonomi Tumbuhan I


Acara 3.1
DIVISI HEPATOPHYTA
(Lumut Hati)

A. Tujuan Instruksional
1. Umum
Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Hepatophyta.
2. Khusus
a. Mahasiswa dapat mengidentifikasi gametofit dan sporofit Hepatophyta
berdasarkan sifat-sifat morfologi dan anatomi.
b. Mahasiswa dapat membedakan struktur morfologi dan anatomi Marchantia,
Riccia dan Jungermannia.

B. Bahan dan Alat


1. Sediaan segar dan awetan Marchantia, Riccia dan Jungermannia.
2. Preparat awetan irisan membujur arkegonium, anteridium, gemma cup dan
sporofit masak Marchantia
3. Mikroskop cahaya, mikroskop diseksi, lup, pinset, skalpel/silet, wadah plastik,
kuas, jarum preparat.

C. Cara Kerja
1. Sediaan segar dan awetan Marchantia, Riccia dan Jungermannia: amati
bentuk umum morfologi. Perhatikan ciri khas masing-masing. Gambar bentuk
morfologinya, tulis klasifikasi dan beri deskripsi singkat
2. Preparat awetan irisan membujur arkegonium, anteridium, gemma cup dan
sporofit masak Marchantia: amati dibawah mikroskop, perhatikan bentuk
gametofit, sporofit, kaki, kolumela, elatera, spora masak dan lain-lain.

D. Pertanyaan Observasi
1. Jelaskan perbedaan morfologi Marchantia, Riccia dan Jungermannia ?
2. Jelaskan daur hidup Marchantia ?
3. Jelaskan yang dimaksud dengan:
a. Kolumela
b. Elatera
c. Gemma cup
d. Spora masak.
e. Venter

BAB III B R Y O P H Y T A 143


Acara 3.2
DIVISI ANTHOCEROPHYTA
(Lumut Tanduk)

A. Tujuan Instruksional
1. Umum
Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Anthocerophyta.
2. Khusus
Mahasiswa dapat mengidentifikasi gametofit dan sporofit Anthocerophyta
berdasarkan sifat-sifat morfologi dan anatomi.

B. Bahan dan Alat


1. Sediaan segar dan awetan Anthoceros.
2. Preparat awetan irisan membujur sporofit Anthoceros.
3. Mikroskop cahaya, mikroskop diseksi, lup, pinset, skalpel/silet, wadah plastik,
kuas, jarum preparat.

C. Cara Kerja
1. Sediaan segar dan awetan Anthoceros: amati bentuk umum morfologi. Gambar
bentuk morfologinya, tulis klasifikasi dan beri deskripsi singkat
2. Preparat awetan irisan membujur sporofit masak Marchantia: amati dibawah
mikroskop, gambar bentuk gametofit, sporofit, kaki, involukrum, kolumela,
pseudoelatera, kapsul dan lain-lain.

D. Pertanyaan Observasi
1. Mengapa Anthoceros disebut juga lumut tanduk ?
2. Jelaskan yang dimaksud dengan:
a. Pseudoelatera
b. Involukrum.
c. Amfitesium

144 Taksonomi Tumbuhan I


Acara 3.3
DIVISI BRYOPHYTA
(Lumut Daun)

A. Tujuan Instruksional
1. Umum
Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Bryophyta.
2. Khusus
a. Mahasiswa dapat mengidentifikasi gametofit dan sporofit Bryophyta
berdasarkan sifat-sifat morfologi dan anatomi.

B. Bahan dan Alat


1. Sediaan segar dan awetan Sphagnum dan Polytrichum.
2. Preparat awetan irisan membujur sporofit Sphagnum..
3. Preparat awetan irisan membujur arkegonium, anteridium, sporangium serta
spora dan protonema Polytrichum.
4. Mikroskop cahaya, mikroskop diseksi, lup, pinset, skalpel/silet, wadah plastik,
kuas, jarum preparat.

C. Cara Kerja
1. Sediaan segar dan awetan Sphagnum dan Polytrichum: amati bentuk umum,
gambar bentuk morfologi, tulis klasifikasi dan beri deskripsi singkat.
2. Preparat awetan mikroskopis Sphagnum dan Polytrichum: amati dibawah
mikroskop, perhatikan bagian-bagiannya dan gambar bentuknya.

D. Pertanyaan Observasi
1. Mengapa anggota-anggota divisi Bryophyta disebut juga lumut daun ?
2. Jelaskan yang dimaksud dengan:
a. Protonema
b. Sporogonium.
c. Gigi peristom.
d. Kapsul
e. Seta
f. Hydroid
g. Splash cup

BAB III B R Y O P H Y T A 145


BAB IV
PTERYDOPHYTA
PENDAHULUAN

Pterydophyta atau tumbuhan paku, merupakan tumbuhan tingkat rendah paling


maju. Tumbuhan ini digolongkan tumbuhan tingkat rendah karena sistem
reproduksi seksualnya masih berupa spora dan alat reproduksinya tersembunyi
(cryptogamae), sebaliknya dianggap maju karena sudah mempunyai berkas
pengangkut, sporofit hidup bebas, berumur panjang dan umumnya sudah memiliki
akar (rhizophyta), sehingga penyediaan nutrisi tidak tergantung gametofit.
Tumbuhan ini sudah memiliki kormus (cormophyta), dimana akar, batang dan
daun dapat dibedakan dengan jelas. Perkembangan kutub akar terhenti (unipolar)
dan akar tumbuh dari batang (homorhizi) ke arah samping (endogen). Pada
Lycophyta akar masih berupa rizoid. Tumbuhan ini menyukai tempat teduh dan
lembab (higrophyta).

Mikrofil dan Makrofil


Berdasarkan bentuk dan pertulangannya, daun Pterydophyta dibedakan atas
mikrofil dan megafil (makrofil). Sesuai namanya, mikrofil relatif kecil, sederhana,
sering hanya berupa sisik-sisik atau duri-duri dan hanya memiliki sebuah berkas
pengangkut. Mikrofil terdapat pada batang yang stelenya bertipe protostele,
dimana daun menempel langsung pada batang tanpa celah daun (leaf gap). Tipe
ini terdapat pada golongan Pterydophyta primitif, seperti Psilophyta dan
Lycophyta. Mikrofil kemungkinan berasal dari pertumbuhan superfisial lateral
batang. Megafil memiliki ukuran lebih besar daripada mikrofil, terdapat pada
batang yang stelenya bertipe sifonostele atau eustele, dimana tempat menempelnya
daun pada batang terdapat celah daun. Tipe pertulangan helai daun sangat
komplek, terdapat pada golongan Pterydophyta yang sudah maju, misalnya
Pterophyta (Filicophyta).

BAB IV PTERYDOPHYTA 147


Gambar 4-1
Cara pembentukan sporangium: a. eusporangiate, b. leptosporangiate

Eusporangiate dan Leptosporangiate


Berdasarkan bentuk dan cara pembentukannya, sporangium Pterydophyta
dibedakan menjadi eusporangiate dan leptosporangiate. Pada tipe eusporangiate,
spora dibentuk oleh sporangium yang berasal dari beberapa sel inisial atau sel
induk. Sel inisial (berupa sel epidermis) terbelah oleh pembentukan dinding sejajar

148 Taksonomi Tumbuhan I


dengan permukaan, menghasilkan sekumpulan sel dalam dan sel luar. Lapisan sel
luar membelah di kedua permukaannya membentuk beberapa lapis dinding
sporangium. Dinding sporangium paling dalam membentuk tapetum. Lapisan sel
dalam membelah tidak beraturan membentuk jaringan sporogen. Pada beberapa
eusporangium, lapisan dinding dalam tertekan selama pembentukannya, sehingga
ketika dewasa dinding hanya terdiri dari satu lapis sel. Ukuran eusporangium lebih
besar dari pada leptosporangium dan mengandung beberapa spora. Hal ini
merupakan sifat khas tumbuhan berpembuluh, sehingga dianggap lebih maju.
Pada leptosporangiate spora dihasilkan sporangium yang berasal dari satu sel
inisial, yang membelah melintang atau jorong menghasilkan dua sel. Sel luar
selanjutnya membentuk tangkai sporangium (sporangifor) yang besar atau –
sebaliknya -- tereduksi sehingga tidak berperan. Hal terakhir ini paling sering
terjadi. Sel luar membentuk tangkai sporangium yang panjang berdinding tebal,
berfungsi untuk menyuplai makanan tapetum yang terdiri dari dua lapis sel. Sel
dalam terdiferensiasi menjadi sel induk spora, yang selanjutnya mengalami miosis
membentuk spora tetrad. Tapetum mengendap di sekeliling spora, membentuk
alur-alur, tonjolan-tonjolan duri atau bentuk-bentuk lain di permukaan spora yang
seringkali sangat khas sebagai sifat pembeda familia atau genus. Sporangium
mengandung lapisan khusus sel-sel berdinding tebal yang disebut cincin. Apabila
spora mengering, cincin berkontraksi dan menyebabkan robeknya permukaan
kapsul sporangium. Ledakan yang diikuti kembalinya cincin ke posisi semula
menghasilkan efek gerakan seperti ketapel yang melontarkan spora. Pada tipe
eusporangiate, tangkai masif dan tidak memiliki cincin.

Sporofil dan Tropofil


Berdasarkan fertilitasnya, daun Pterydophyta dibedakan atas daun fertil
(sporofil) dan daun steril (tropofil). Bentuk keduanya dapat sama atau berbeda
tergantung spesiesnya. Sporofil merupakan tempat perlekatan sporangium yang
mengumpul membentuk sorus. Kumpulan sporofil yang menghasilkan
sporangium di ketiak daun dan di ujung batang disebut strobilus.

Heterospora dan Homospora


Berdasarkan bentuk dan ukuran sporanya, Pterydophya dapat bersifat
homospora, heterospora atau peralihan. Homospora adalah tipe spora yang bentuk
dan ukurannya sama. Terjadi apabila spora menghasilkan gametofit berkelamin
ganda, memiliki anteridium dan arkegonium. Tipe ini terdapat pada Psilophyta,
Sphenophyta, beberapa Lycophyta dan semua Pterophyta (kecuali Marsiliales).
Heterospora adalah tipe spora yang bentuk dan jenis kelaminnya berbeda, yaitu

BAB IV PTERYDOPHYTA 149


mikrospora dan megaspora. Terjadi apabila kedua spora dihasilkan oleh dua
sporangium yang jenis kelaminnya berbeda, yaitu mikrosporangium dan
megasporangium. Keduanya dibedakan berdasarkan jenis kelamin, bukan
ukurannya. Mikrospora menghasilkan mikrogametofit (gametofit jantan), sedang
megaspora menghasilkan megagametofit (gametofit betina). Ukuran keduanya
jauh lebih kecil dari pada gametofit Pterydophyta homospora.Tipe ini ditemukan
pada Lycophyta dan Marsileales (divisi Filicophyta). Sedang bentuk peralihan
terjadi apabila bentuk luar spora sama tetapi jenis kelaminnya berbeda.

Gametofit dan Sporofit


Gametofit Pterydophyta disebut juga protalium (catatan: gametofit Bryophyta
disebut protonema). Gametofit Pterydophyta homospora relatif besar dan
nutrisinya tidak tergantung sporofit. Gametofit beberapa spesies yang tumbuh di
bawah tanah bersifat heterotrof, misalnya Psilotum dan Lycopodiaceae. Mereka
bersimbiosis dengan fungi endomikoriza. Beberapa Lycopodiaceae, Pterophyta
dan Equisetum memiliki gametofit yang hidup bebas dan mampu berfotosintesis.
Sebaliknya gametofit Pterydophyta heterospora sangat tergantung sporofit dalam
penyediaan nutrisi. Gametofit Pterydophyta heterospora terbentuk di dalam
dinding spora, sedang Pterydophyta homospora terbentuk di luar dinding spora.
Pada Equisetum, hampir semua spora secara morfologi identik, tetapi secara
fisiologi berbeda, beberapa spora menghasilkan sporangium berkelamin tunggal.
Semua Pterydophyta memiliki sperma motil yang membutuhkan air untuk
berenang menuju sel telur.
Pterydophyta mengalami daur hidup antara generasi penghasil spora (sporofit)
dan penghasil gamet (gametofit). Individu yang tumbuh dari spora bersifat haploid
dan menghasilkan gamet, sedang individu yang tumbuh dari konjugasi gamet
bersifat diploid dan menghasilkan spora. Sporofit Pterydophyta merupakan fase
dominan, bersifat heterotrof, berukuran besar dan strukturnya lebih komplek.
Habitus sangat beragam, dari ukuran kecil sampai sebesar pohon, dengan ciri khas
pertumbuhan pucuk daun menggulung atau melingkar. Dalam kehidupan sehari-
hari, generasi sporofit ini yang biasa disebut tumbuhan paku (Pterydophyta).
Sebaliknya pada tumbuhan lumut (Bryophyta) fase yang terlihat sehari-hari adalah
generasi gametofit, dimana sporofit tergantung kepada gametofit dalam nutrisi.
Gametofit Pterydophyta berumur pendek, hanya beberapa minggu dan berukuran
kecil, hanya beberapa sentimeter. Gametofit berbentuk jantung, berwarna hijau
dan melekat pada substrat dengan rizoid. Di antara rizoid terdapat alat reproduksi
jantan (anteridium) dan betina (arkegonium). Pembuahan berlangsung dengan
bantuan air. Generasi ini tidak tergantung sporofit dalam hal nutrisi.

150 Taksonomi Tumbuhan I


Klasifikasi
Penamaan takson (tingkatan taksa) Pterydophyta mengikuti aturan berikut:

Taksa Akhiran Psilotum nudum L.


Divisi -phyta Psilophyta
Kelas -psida Psilotopsida
Ordo -ales Psilotales
Familia -aceae Psilotaceae
Genus - Psilotum
Psilotum
Psilotum
Spesies - Psilotum nudum L.
Psilotum nudum L.
Psilotum nudum L.
*) Nama genus dan nama spesies ditulis dengan huruf miring, huruf tebal atau digaris bawah.

Pterydophyta sering diklasifikasikan menjadi empat divisi:


1. Psilophyta (tumbuhan paku purba)
2. Lycophyta (Lepidophyta; tumbuhan paku kawat)
3. Sphenophyta (Arthrophyta, Calamophyta; tumbuhan paku ekor kuda)
4. Pterophyta (Filicophyta: tumbuhan paku sejati).

DIVISI PSILOPHYTA
(Tumbuhan Paku Purba)

Sebagian besar anggota Psilophyta telah punah, spesies-spesies yang tetap


lestari biasanya tidak berdaun atau berdaun sangat kecil dan belum terdiferensiasi
(mikrofil). Pterydophyta ini bersifat homospora, sporangium aksiler di ketiak daun
atau terminal di ujung batang. Psilophyta yang masih lestari, semua digolongkan
dalam satu kelas: Psilotopsida, satu ordo: Psilotales, satu familia: Psilotaceae serta
dua genus: Psilotum dan Tmesipteris. Psilotum tumbuh di daerah tropis dan
subtropis, sedang Tmesipteris umumnya hanya tumbuh di pulau-pulau kawasan
Pasifik Selatan.

BAB IV PTERYDOPHYTA 151


Gambar 4-2
Daur hidup Psilotum

152 Taksonomi Tumbuhan I


BAB IV PTERYDOPHYTA 153
Gambar 4-3
Struktur anatomi batang Psilotum: 1. penampakan umum, 2. suatu sektor yang diperbesar: a.
epidermis, b. korteks, c. xilem, d. floem, e. stele, f. endodermis, g. perisikel

GENUS PSILOTUM
Sporofit Psilotum berupa batang di atas tanah, bercabang-cabang menggarpu
(dikotom) dan dilengkapi daun-daun kecil berupa sisik-sisik (mikrofil) tersusun
spiral, serta rimpang/rizoma (rhizome) merayap di bawah tanah dan bercabang-
cabang mergarpu. Untuk melekat pada substrat, genus ini tidak menggunakan akar
dan masih menggunakan rizoid. Bagian terluar korteks rizoma terdapat mikoriza.
Berkas pengangkut batang bertipe sifonostele, sedang berkas pengangkut rizoma
bertipe protostele.

154 Taksonomi Tumbuhan I


Psilotum bersifat homospora, spora dihasilkan sporangium yang terletak di
ketiak daun pada ujung batang. Setiap tiga sporangium berkelompok membentuk
sebuah sinangium yang tangkainya sangat pendek. Tipe pembentukan spora
adalah eusporangiate, dimana spora berasal dari beberapa sel inisial. Spora tumbuh
menjadi gametofit berkelamin ganda dan bersimbiosis dengan fungi (mikoriza).
Sperma berflagela banyak dan memerlukan air untuk menuju sel telur. Pada
awalnya gametofit melekat pada rizoma sporofit dengan akar haustorium, suatu
struktur yang dapat menyerap nutrien langsung dari sel-sel sporofit, selanjutnya
melepaskan diri. Gametofit berbentuk silindris, bercabang-cabang menggarpu,
diameter 2-5 mm, panjang dapat mencapai 20 mm, tumbuh di atas batu atau epifit
pada pohon, memiliki rizoid dan tidak berwarna atau berwarna cokelat. Beberapa
gametofit memiliki berkas pengangkut. Psilotum dapat pula memperbanyak diri
secara vegetatif dengan gemma (kuncup) pada rizoma.

GENUS TMESIPTERIS
Tmesipteris tumbuh sebagai epifit pada batu atau pohon. Batang sporofit
umumnya tidak bercabang, apabila bercabang sifatnya dikotom. Daun di pangkal
batang berbentuk sisik, makin ke ujung makin besar, hingga akhirnya berbentuk
lanset. Daun bertulang satu, lebih besar dari daun Psilotum dan memiliki stomata
di kedua permukaannya. Sporangium terletak di ketiak daun pada ujung batang,
kadang-kadang membentuk strobilus, meskipun berbeda dengan strobilus Lycopodium.
Karakteristik Tmesipteris lainnya pada dasarnya sama dengan Psilotum.

DIVISI LYCOPHYTA
(Tumbuhan Paku Kawat)

Lycophyta (Lepidophyta) yang masih lestari, dibagi menjadi dua kelas ber-
dasarkan ada tidaknya ligula, yaitu Ligulopsida (memiliki ligula) dan Eligulopsida
(tanpa ligula). Ligulopsida memiliki dua ordo, Selaginellales dan Isoetales,
masing-masing berturut-turut dengan satu familia Selaginellaceae dan Isoetaceae.
Eligulopsida memiliki satu ordo Lycopodiales dengan satu familia Lycopodiaceae.
Lycophyta memiliki sporofit yang dapat dibedakan dengan jelas antara batang,
akar dan daun. Batang dan akar bercabang menggarpu. Tipe daun khas mikrofil,
tidak bertangkai dan bertulang satu. Berkas pengangkut bertipe protostele atau
sifonostele. Sporangium terletak di ketiak daun dan terkumpul di ujung batang
membentuk strobilus. Spora bersifat homospora dengan gametofit endosporik atau
heterospora dengan gametofit eksosporik.

BAB IV PTERYDOPHYTA 155


KELAS ELIGULOPSIDA
Eligulopsida tidak memiliki ligula dan bersifat homospor.

ORDO LYCOPODIALES
Hampir semua Lycophyta yang masih hidup termasuk dalam Ordo
Lycopodiales Familia Lycopodiaceae, bahkan dulu hampir semua dimasukkan
dalam genus Lycopodium. Kini Lycopodiacea digolongkan berdasarkan susunan
sporofil, adanya rizoma, struktur vegetatif, bentuk gametofit dan jumlah
kromosom, sehingga tidak lagi dikelompokkan dalam satu genus Lycopodium.

FAMILIA LYCOPODIACEAE
Lycopodiaceae tersebar mulai dari daerah kutub hingga daerah tropis, tetapi
jarang mendominasi suatu komunitas. Sporofit umumnya memiliki rizoma
bercabang-cabang, dimana batang dan tunas adventif muncul ke atas. Berkas
pengangkut batang dan akar bertipe protostele. Mikrofil tersusun spiral, tetapi
pada beberapa kelompok berseling atau melingkar. Pada awalnya familia ini hanya
memiliki dua genus, yaitu Lycopodium dan Phylloglossum.
Lycopodiaceae bersifat homospora, sporangium terdapat di permukaan atas
sporofil. Pada Huperzia dan Phlegmarius, sporofil terletak di antara tropofil,
bentuk sporofil keduanya sama. Pada Diphasiastrum dan Lycopodium sporofil non
fotosintesis mengelompok dalam strobilus di ujung batang. Selama perkecam-
bahan, spora membentuk gametofit berkelamin ganda. Tergantung genusnya
gametofit dapat berbentuk tidak beraturan dan berwarna hijau, misalnya
Lycopodiella, Pseudolycopodiella dan Palhinhaea atau berbentuk simbion
mikoriza, terletak di bawah tanah dan non fotosintesis, misalnya Diphasiastrum,
Lycopodium, Huperzia dan Phlegmarius.
Perkembangan arkegonium dan anteridium gametofit Lycopodiaceae dapat
memakan waktu 6-15 tahun dan selama masa itu dapat menghasilkan sporofit
beberapa kali. Fertilisasi Lycopodiaceae membutuhkan air. Sperma dengan dua
flagella berenang dalam air menuju arkegonium yang berisi sel telur. Zigot
berkembang membentuk embryo yang tumbuh di dalam arkegonium. Sporofit
muda segera melepaskan diri dari gametofit, namun kadang-kadang tetap melekat
pada gametofit dalam jangka waktu lama.

GENUS LYCOPODIUM
Lycopodium hidup di tanah atau epifit. Batang bercabang-cabang menggarpu
dan tertutup daun-daun. Panjang daun 2-10 mm, kadang-kadang mencapai 2-3 cm.
Daun tersusun spiral dalam karangan padat atau tidak beraturan. Umumnya bentuk

156 Taksonomi Tumbuhan I


daun sama (isofil), tetapi ada pula yang tidak sama (anisopil). L.clavatum
mewakili Lycopodiaceae yang tumbuh di bawah tanah, gametofit mengandung
mikoriza dan membentuk strobilus.
Spesies-spesies Lycopodium memiliki beberapa tipe sporofil dan tropofil:
1. Sporofil dan tropofil serupa atau agak lebih kecil, letak keduanya bergantian.
Strobilus tidak ada. Setelah spora dalam sorus habis dihamburkan, sporofil
berfungsi sebagai tropofil.
2. Bentuk, ukuran dan warna sporofil sangat berbeda dengan tropofil. Sporofil
hanya berfungsi sebagai tempat pembentukan sporangium dan berkumpul di
ujung batang atau cabang membentuk strobilus.
3. Semua daun yang telah tua menjadi sporofil dan membentuk sporangium.
Strobilus tidak ada karena semua daun berfungsi sebagai sporofil.
Sporangium bertipe eusporangiate. Berntuk seperti ginjal, tangkai pendek, jika
tua berwarna kekuning-kuningan, diameter 1-1,5 mm. Dinding sporangium terdiri
atas beberapa lapis sel. Bagian paling dalam berupa lapisan tapetum yang aktif
membentuk spora. Diameter spora 0,03 mm, berdinding tipis dan pada aksospora
terdapat penebalan jala. Spora membentuk susunan tetrade.
Lycopodium memiliki dua sub genus:
1. Urostachya: batang dan cabang-cabangnya tumbuh tegak, misalnya
L.phlegmaria, L. selago, L.hamiltonii, L.serratum dan L. alorfolium.
2. Rhopallostachya: batang tumbuh mendatar, sedang cabangnya tumbuh tegak,
misalnya L.sernum, L.clavatum, L. complanatum dan L.anotinum.

Struktur anatomi batang


Irisan melintang batang Lycopodium, misalnya L.clavatum, terdiri atas
epidermis, korteks dan stele. Epidermis terdiri atas selapis sel yang dinding
luarnya dilapisi kutikula dan terdapat stomata. Korteks, daerah antara epidermis
dan stele, memiliki tiga bentuk, yaitu: seluruhnya terdiri atas sel-sel berdinding
tipis dan memiliki ruang-ruang antara sel, terdiri atas sel-sel sklerenkim dan tanpa
ruang antar sel dan terdiri atas tiga bagian, yakni paling luar sel berdinding tebal,
di tengah sel berdinding tipis dan ruang antar sel, serta paling dalam terdiri atas sel
berdinding tebal.
Batang Lycopodium tidak memiliki kambium. Stele pada dasarnya bertipe
protostele, tersusun atas xilem primer dan floem primer, tetapi ada pula yang bertipe:
1. Aktinostele (jari-jari), misalnya L. serratum.
2. Stellate stele (lekukan iregular), misalnya L.annotinum.
3. Mixed protostele (jala disisipi floem), misalnya L.sernuum.
4. Plektostele (lekukan berbentuk papan-papan), misalnya L.volubile.

BAB IV PTERYDOPHYTA 157


Gambar 4-4
Daur hidup Lycopodium

158 Taksonomi Tumbuhan I


BAB IV PTERYDOPHYTA 159
Gametofit
Gametofit Lycopodium tidak banyak dikenal karena sporanya tumbuh sangat
lambat. Gametofit terdiri dari tiga tipe:
1. Gametofit memiliki kloroplas, hidup di bawah tanah, berbentuk silindris atau
oval. Bagian pangkal tumbuh rizoid, sedang di bagian atas terdapat lobus-
lobus tidak beraturan seperti daun. Gametangium terdapat pada pangkal lobus
berwarna hijau, misalnya L.inundatum, L.salaccense dan L.sernuum
2. Gametofit tidak memiliki kloroplas, hidup di bawah tanah, berbentuk umbi
atau cawan. Gametangium di bagian atas gametofit, pada dataran atau
lekukan. Rizoid tumbuh di bagian bawah gametofit. Tipe ini dapat berumur
sampai 20 tahun. Spora berkecambah setelah 3-5 tahun, semula hanya terdiri
dari lima sel dan mendapat nutrien dari cadangan makanan dalam spora.
Setelah mengalami fase istirahat 12-15 tahun, sel-sel ini dimasuki hifa jamur,
misalnya L.clavatum, L.complanatum, L.annotinum dan L.obscurum.
3. Gametofit yang tidak memiliki kloroplas, hidup sebagai saprofit pada batang
pohon. Berbentuk umbi yang ditumbuhi cabang-cabang silindris, tidak
berwarna. Gametangium dibentuk pada permukaan cabang-cabang tersebut.
Di dalam sel-selnya sering dijumpai jamur mikoriza, misalnya L.phegmaria.

Gambar 4-5
Struktur anatomi batang Lycopodium

160 Taksonomi Tumbuhan I


KELAS LIGULOPSIDA
Ligulopsida daunnya mempunyai ligula dan bersifat heterospora.

ORDO SELAGINELLALES
Ordo ini hanya terdiri atas satu familia, Selaginellaceae dengan satu genus
Selaginella yang seluruhnya meliputi sekitar 700 spesies. Kebanyakan tersebar di
daerah tropis, tumbuh di tempat lembab. Sebagian kecil tumbuh di padang pasir
dan mengalami fase istirahat selama musim panas.
Sporofit Selaginellales memiliki persamaan dengan Lycopodiales. Beberapa
spesies yang berukuran kecil, menyerupai lumut hati berdaun (Jungermanniales)
dan tumbuh di antara tumbuhan lumut (Bryophyta), sehingga sering dinamakan
tumbuhan paku lumut. Di dekat percabangan batang terdapat alat tambahan
yang dinamakan rizofora (pendukung akar). Rizofora berbentuk seperti batang,
tetapi tidak bendaun, tumbuh ke bawah menuju tanah dan pada ujungnya tumbuh
akar. Sporangium terdapat dalam strobilus.

GENUS SELAGINELLA
Kebanyakan Selaginella hidup di tempat teduh. Bentuk sporofil bermacam-
macam. Panjang antara beberapa sentimeter sampai beberapa meter. Genus ini
memiliki dua sub-genus, yaitu:
1. Homocophyllum: daun satu macam (isofil) dan tersusun spiral, batang
biasanya tumbuh tegak. Sub genus ini terdiri dari dua kelompok:
a. Cylindrostachya: sporofil membentuk spiral, misalnya S. selaginoides.
b. Tetragonostachya: sporofil membentuk empat barisan vertikal, misalnya
S.pygmaea, S.uliginous, S. rupestris dan S.oregana
2. Heterophyllum: daun dua macam tersusun dalam empat baris membujur pada
batang. Batang tumbuh mendatar, pipih dorsiventral dan bercabang-cabang
pendek. Daun yang lebih kecil tersusun rapat dalam dua baris pada permukaan
dorsal batang, sedang daun yang lebih besar tersusun pada kedua permukaan
lateral. Strobilus tersusun dari empat baris sporofil, dapat berupa isofil atau
anisofil. Heterophyllum dibedakan menjadi dua kelompok: Pleiomacro-
sporangiate dan Oligomacrosporangiate, misalnya S.martensii, S.krausiana,
S.chrysozhizos dan S.chrysocaulos.
Daun Selaginella berupa mikrofil, berukuran kecil, memiliki satu tulang daun,
tidak bercabang. Pada bagian pangkal dari sisi ventral daun terdapat sisik-sisik
yang dinamakan ligula (lidah-lidah). Ligula ini merupakan alat penghisap air ($
tetes air hujan) dan mempunyai hubungan dengan berkas pengangkut.

BAB IV PTERYDOPHYTA 161


Gambar 4-6
Struktur anatomi batang Selaginella

Struktur anatomi batang


Pada dasarnya struktur anatomi batang Selaginella hampir sama dengan
Lycopodium. Penampang melintang batang terdiri atas epidermis, korteks dan
stele. Epidermis terdiri dari selapis sel tidak berwarna yang dinding luarnya
dilapisi kutikula, tetapi tidak memiliki stomata. Korteks beberapa lapis: paling luar
berupa 3-11 lapis sel berdinding tebal yaitu lapisan sklerenkim. Sebelah dalam
merupakan sel-sel berdinding tipis, biasanya terdapat kloroplas dan ruang antar
sel. Stele mengalami beberapa modifikasi. Pada spesies yang batangnya pipih
dorsiventral, hanya terdapat satu stele (monostele), misalnya S. chrysocaulos,
S.martenssi dan S. Chrysozhizos, tetapi spesies-spesies lain memiliki 2, 3 atau
lebih stele. Berkas pengangkut batang bertipe protostele.

162 Taksonomi Tumbuhan I


Korteks dan stele dipisahkan rongga udara dan dihubungkan filamen-filamen
trabekula. Bagian dalam korteks terdapat selapis sel endodermis yang mula-
mula letaknya teratur dalam satu lingkaran, tetapi karena korteks dan stele saling
menjauh maka endodermis memanjang ke arah radial hingga berubah menjadi sel-
sel trabekula. Hal ini terlihat dari adanya penebalan titik kaspari pada trabekul.
Lapisan terluar stele berupa perisikel, disusul floem, protoxilem dan metaxilem.
Selaginella merupakan Pterydophyta heterospora, sehingga memiliki
mikrosporangium dan makrosporangium. Sporofil yang membentuk mikrospora
disebut mikrosporofil sedang sporofil yang membentuk makrospora disebut
makrosporofil. Sporofil dan tropofil berbeda bentuk dan ukurannya. Makro-
sporofil biasanya terdapat pada pangkal strobilus, sedang mikrosporofil di ujung.
Mikrosporangium menghasilkan banyak mikrospora, sedang makrosporangium
hanya menghasilkan empat makrospora melalui pembelahan meiosis.

Gametofit
Gametofit Selaginella, terutama mikrogametofit, telah berkembang pada waktu
masih di dalam spora, bahkan pertumbuhan gametofit telah dimulai sewaktu masih
berada di dalam sporangium. Meskipun pertumbuhan yang lengkap baru terjadi
setelah spora dihamburkan dan jatuh di tempat yang cocok. Gametofit sangat kecil
dan sangat tereduksi.

Perkembangan mikrogametofit
Perkembangan mikrogametofit dimulai dengan terbentuknya sel protalial,
kecil seperti lensa dan sel anteridial besar. Sel protalial bersifat vegetatif dan
dinamakan sel rizoid, sedang sel anteridial membelah beberapa kali membentuk
gametofit yang hanya terdiri dari beberapa sel, dimana 2 atau empat sel di tengah
menjadi sel spermatogen primer, sedang sel-sel di sekelilingnya menjadi sel
dinding. Sel spermatogen membelah beberapa kali membentuk sel induk
spermatozoid. Sedang sel dinding larut, menjadi lapisan lendir yang didalamnya
terkandung spermatozoid. Setelah spermatozoid masak, dinding mikrospora pecah
dan spermatozoid keluar.

Perkembangan makrogametofit
Gametofit betina tidak banyak tereduksi. Makrogametofit terbentuk di dalam
makrospora, dan prosesnya berbeda-beda tergantung spesiesnya. Pada S.crausiana
proses ini dimulai dengan membesarnya makrospora, diikuti pembelahan inti
spora, sehingga protoplas multinukleat. Lalu protoplasma menepi membentuk
lapisan pada dinding spora. Pembelahan sel menghasilkan jaringan yang terdiri

BAB IV PTERYDOPHYTA 163


Gambar 4-7
Daur hidup Selaginella

164 Taksonomi Tumbuhan I


BAB IV PTERYDOPHYTA 165
dari 2-3 lapisan sel di bagian ujung makrospora. Jaringan ini dipisahkan suatu
selaput dari jaringan lain dam membentuk beberapa arkegonium. Lalu dinding
makrospora pecah dan gametofit tersembul ke luar dengan membentuk 3 rizoid
pada tiga tempat. Pertumbuhan makrogametofit dapat terjadi pada waktu
makrospora masih berada di dalam makrosporangium atau setelah keluar.
Beberapa spesies Selaginella dapat mengalami apogami.

ORDO ISOETALES
Habitus menyerupai rumput, tumbuh di air atau di tanah-tanah yang basah.
Isoetales yang masih lestari hingga sekarang tergolong dalam familia Isoetaceae
dan genus Isoetes dengan 60-1000 spesies. Beberapa Isoetes yang tumbuh di
dataran tinggi tropis memiliki sifat khas dalam fotosintesis. Tumbuhan ini tidak
memiliki stoma, kutikula tebal dan tidak melakukan pertukaran gas dengan
lingkungan. Pola fotosintesisnya adalah CAM (Crasullaceae )

GENUS ISOETES
Sporofit Isoetes berupa batang di bawah tanah, pendek, berdaging, seperti
umbi, jarang bercabang, bila bercabang menggarpu. Pertumbuhan memanjang
sangat lambat, biasanya kalah dengan pertumbuhan penebalan sekunder. Isoetes
adalah satu-satunya genus Pterydophyta yang batangnya memiliki kambium,
sehingga dapat membentuk jaringan baru ke luar dan dalam. Tetapi setiap tahun
bagian terluar korteks membusuk dan mengelupas, sehingga umbi tidak menebal.
Bagian bawah batang tumbuh akar bercabang-cabang menggarpu. Bagian atas
batang tumbuh suatu roset daun, berujung runcing, panjang sampai 1 meter. Setiap
daun mempunyai empat saluran udara dan satu ibu tulang daun yang tidak
bercabang. Pangkal daun melebar dan di sebelah atasnya terdapat lekukan yang
dinamakan foveum. Semua daun adalah sporofil, kecuali yang letaknya di tengah
(paling dalam). Setiap sporofil mengandung satu sporangium terletak di dalam
foveum. Di atas foveum terdapat ligula, berupa selaput berbentuk segitiga dengan
pangkal terbenam. Bentuk sporofil dan daun biasa sama.
Di dalam roset, daun yang terletak di bagian luar adalah makrosporofil sedang
yang terletak di bagian dalam adalah mikrosporofil. Makrosporangium menghasil-
kan 50-300 makrospora berbentuk bulat. Mikrosporangium menghasilkan
150.000-1.000.000 mikrospora berbentuk jorong. Sporangium besarnya 4-7 mm,
sebagian atau seluruhnya dilindungi oleh selaput velum. Ruang sporangium
dibagi-bagi oleh jaringan steril trabekula. Pada makrosporangium terdapat lebih
banyak trabekula dari pada mikrosporangium. Dinding sporangium terdiri dari
beberapa lapis sel. Spora baru dapat dibebaskan setelah sporangium membusuk.

166 Taksonomi Tumbuhan I


Gametofit
Gametofit Isoetes berumah dua (dioesis), sangat jarang, terbentuk di dalam
spora. Perkembangan gametofit hampir sama dengan gametofit Selaginella.
Gametofit jantan membentuk empat spermatosoid, sedang gametofit betina
membentuk arkegonium pada tempat robeknya dinding spora. Setelah pembuahan
zigot membelah membentuk empat kuadran, dua diantaranya membentuk ujung
tunas, daun dan ligula, sedang dua lainnya membentuk akar dan haustorium.

Gambar 4-8
Sporofit Isoetes

DIVISI ARTHROPHYTA
(Tumbuhan paku Ekor Kuda)

Divisi Arthrophyta disebut juga Sphenophyta atau Calamophyta. Sporofit


berhabitus herba, tumbuh di tempat lembab. Batang berbuku-buku, daun kecil
seperti sisik dan tersusun berkarang. Sporofil berbeda dengan tropofil, biasanya
berbentuk perisai dengan sporangium di permukaan bawah. Keseluruhan sporofil
membentuk strobilus di ujung batang, berbentuk gada atau kerucut. Gametofit
hijau, tumbuh di luar sporofit. Semua anggota yang masih lestari tergolong dalam
Kelas Calamopsida, Ordo Equisetales, Familia Equsetaceae dan Genus Equisetum.

BAB IV PTERYDOPHYTA 167


GENUS EQUISETUM
Equisetum terdiri dari sekitar 25 spesies, hidup di darat, rawa-rawa, tepian
sungai dan di tepian hutan. Rizoma merayap di dalam tanah, memunculkan
batang-batang tegak di atas tanah yang hanya berumur setahun (annual). Batang
memiliki daun-daun kecil seperti sisik, tunggal, melingkari buku-buku batang.
Ujung daun meruncing, memiliki satu berkas pengangkut, ukuran sangat kecil
sehingga fotosintesis lebih didominasi permukaan batang yang berklorofil. Cabang
muncul pada buku-buku batang. Pada spesies tertentu, cabang baru tumbuh
apabila ujung batang patah. Spesies yang bercabang banyak dianggap primitif,
misalnya Equisetum arvense, sedang yang bercabang sedikit dianggap maju. Akar
sangat kecil tumbuh di buku-buku rizoma dan di pangkal batang. Rizoma dapat
bertahan lama untuk melindungi dari kekeringan. Sporangium terdapat pada
sporangiofor yang sebenarnya sporofil. Sporangiofor sangat pendek membentuk
kerucut di ujung batang. Sporofil berbentuk perisai berisi 5-10 sporangium.
Sporangium bertipe leptosporangiate, berasal dari sebuah sel permukaan. Sel
sporogen mula-mula membentuk beberapa lapis sel dinding, lapisan dalam berupa
sel tapetum. Kumpulan sporofil disebut strobilus.
Selama pembentukan spora, dinding sel tapetum larut, plasmanya menjadi
periplasmodium yang terletak di antara spora dan digunakan untuk membentuk
dinding spora. Ketika spora masak, dinding sporangium tinggal selapis. Spora
tersebar dengan retaknya dinding yang menghadap sporangiofor, karena
mengkerutnya dinding sel akibat kekeringan. Spora terdiri dari endosporangium
dan eksosporangium, serta dilindungi beberapa lapis perisporium. Lapisan
perisporium paling luar berupa dua pita sejajar dengan ujung melebar seperti lidah.
Apabila basah, pita ini akan membalut spora, sedang apabila kering pita akan lepas
dari gulungan, namun pada eksosporium tetap melekat.

Struktur anatomi batang


Anatomi batang Equisetum menyerupai tumbuhan air tawar, di dalamnya
terdapat banyak rongga udara dan terdapat tiga macam saluran:
1. Saluran pusat (central), terletak di tengah-tengah batang. Tidak ditemukan
pada batang muda dan rizoma.
2. Saluran karinal (carinal), terletak di dalam berkas pengangkut, berupa
lingkaran dan mengakibatkan terbentuknya rigi-rigi di permukaan batang.
3. Saluran valekuler (valecular), terletak di dalam korteks, berseling dengan
saluran karinal.

168 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-9
Struktur anatomi batang Equisetum

BAB IV PTERYDOPHYTA 169


Gambar 4-10
Daur hidup Equisetum

170 Taksonomi Tumbuhan I


BAB IV PTERYDOPHYTA 171
Gametofit
Gametofit berwarna hijau dan tumbuh bebas, sangat kecil (diameter 1-10 mm).
Menyukai tanah lembab, basah, teduh dan berhumus. Spesies yang tumbuh di
daerah panas diameternya dapat mencapai 3 cm, misalnya E. debile. Gametofit
bersifat monoesis atau dioesis (heterotalik). Gemetofit masak setelah berumur 3-5
minggu, berkelamin ganda atau jantan saja. Pada gametofit berkelamin ganda,
arkegonium masak sebelum anteridium, sehingga dapat terjadi penyerbukan
silang. Sperma multiflagela, memerlukan air untuk berenang ke sel telur. Zigot
berkembang membentuk embryo dan sporofit muda.

DIVISI PTEROPHYTA
(Tumbuhan paku Sejati)

Divisi ini disebut juga Filicophyta dan merupakan Pterydophyta paling maju.
Anggotanya sangat banyak, meliputi sekitar 300 genus dan 10.000 spesies. Daun
bertipe makrofil, bercabang-cabang dengan ukuran dan bentuk bervariasi.
Sporangium mempunyai cincin (annulus) dan kebanyakan terkumpul dalam sorus,
yang dilindungi indusium. Spora bersifat homospora, kecuali tumbuhan paku air
(Salviniales dan Marattiales; pada masa lalu keduanya dimasukkan dalam ordo
Hydropteridales). Gametofit homospora bersifat endosporik, sedang gametofit
heterospora bersifat eksosporik.
Reproduksi
Pterophyta berkembang biak secara vegetatif dan generatif. Reproduksi
vegetatif/aseksual dilakukan secara:
1. Fragmentasi: rizoma tua mati, cabang-cabangnya tumbuh menjadi individu
baru, terdapat pada Pterydophyta yang tumbuh menjalar dan berizoma.
2. Kuncup/Tunas, dapat tumbuh pada:
• Permukaan bawah helai daun, misalnya Asplenium bulbiferum.
• Permukaan atas helai daun, misalnya Diplazium celtidifolium.
• Pangkal daun, misalnya Cystopteris bulbifer.
• Sorus, misalnya Woordwardia radicans.
• Ujung akar, misalnya Platycerum dan Asplenium
• Pucuk/ujung daun yang menyentuh tanah dapat tumbuh menjadi individu
baru (walking fern), misalnya Asplenium pennatifidum.
3. Umbi: digunakan sebagai organ istirahat untuk menghindari kekeringan.
4. Apogami: gametofit membentuk sporofit tanpa pembuahan.

172 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-11
Struktur anatomi rizoma Adiantum

BAB IV PTERYDOPHYTA 173


Gambar 4-12
Daur hidup
Polypodium

174 Taksonomi Tumbuhan I


BAB IV PTERYDOPHYTA 175
Pterophyta dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan cara perkembangan
sporangium di dalam sorus:
1. Simplices : sporangium masak bersama-sama, sorus sederhana.
2. Gradatae : sporangium tumbuh dan masak dari ujung ke pangkal, sorus
memiliki plasenta.
3. Mixtae : pembentukan dan pematangan sporangium tidak bersamaan.
Gametofit Pterydophyta homospora berkembang di dalam spora dengan tipe:
1. Kordata: berbentuk seperti jantung, misalnya Polypodiaceae, Dicksoniaceae,
Gleicheniaceae, Dipteridaceae, Mattoniaceae, Osmundaceae, Marattiaceae
dan Cyantheaceae.
2. Filamen: berbentuk seperti benang, misalnya Schizaea dan Trichomanes.
3. Mikoriza: gametofit bersimbiosis dengan fungi, misalnya Ophioglossaceae
Pterophyta digolongkan dalam dua kelompok, berdasarkan cara pembentukan
sporangium:
1. Eusporangiate: sporangium terbentuk dari beberapa sel inisial. Pembelahan
pertama terjadi pada sel epidermis, sel-sel luar membentuk dinding
sporangium, sel-sel dalam membentuk sporogen. Lapisan dinding sporangium
terdalam membentuk tapetum.
2. Leptosporangiate: sporangium berasal dari satu sel inisial. Pembelahan
pertama menghasilkan dua sel. Sel luar membentuk sporangium lengkap
dengan tangkai, tapetum dan sporogen.
Berdasarkan cara pembentukan sporangium ini Pterophyta dibagi menjadi tiga
kelas, yaitu Eusporangiopsida, Protoleptosporangiopsida dan Leptosporangi-
opsida.

KELAS EUSPORANGIOPSIDA
Sporangium bertipe eusporangiate, berbentuk bulir atau dalam sorus, jumlah
tidak tetap, bersifat homospora. Gametofit selalu bersimbiosis dengan mikoriza,
bagian di atas tanah berklorofil.

ORDO OPHIOGLOSSALES
Rizoma pendek, dalam setahun sekali memunculkan satu daun dengan upih
seperti selaput. Akar bersimbiosis dengan mikoriza. Daun berupa sporofil dan
tropofil. Sporofil dengan sorus yang tersusun malai atau bulir. Sporangium besar
tanpa cincin. Gametofit tumbuh di dalam tanah, bersifat saprofit, bersimbiosis
dengan mikoriza. Anteridium dan arkegonium dapat bertahan beberapa tahun di
dalam gametofit. Ordo ini hanya memiliki satu familia Ophiglossaceae

176 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-13
Ophioglossum

FAMILIA OPHIGLOSSACEAE
GENUS OPHIGLOSSUM
Sporangium dua baris, berhadapan. Dinding sporangium retak melintang pada
saat spora masak. Tropofil bertepi rata atau melekuk 1-2 kali, pertulangan daun
berbentuk jala, ibu tulang daun tidak jelas, misalnya O. pendulum (epifit) dan
O.vulgatum (di tanah).

BAB IV PTERYDOPHYTA 177


Gambar 4-14
Botrichium

GENUS BOTRICHIUM
Tangkai sporofil bercabang-cabang, sporangium dua baris di sepanjang
cabang. Dinding sporangium membuka melintang apabila spora masak. Tropofil
menyirip 1-4 kali, tulang daun menggarpu. Biasanya tumbuh di tanah, misalnya
B.daucifolium dan B. ternatum.

178 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-15
Helminthostachys zeylanica Hook.

GENUS HELMINTHOSTACHYS
Sporangium melingkari tangkai, apabila masak dinding sporangium pecah
membujur. Tropofil berbagi tiga, anak daun berbentuk lanset. Hanya memiliki satu
spesies, yaitu: H.zeylanica.

BAB IV PTERYDOPHYTA 179


Gambar 4-15
Marattia sambucina Bl.

ORDO MARATTIALES
Batang pendek, tegak. Daun besar, majemuk menyirip ganda, tangkai lunak
dengan tangkai tebal. Tropofil dan sporofil sama. Dinding sporangium tebal tanpa
cincin. Gametofit tumbuh di atas tanah, berklorofil, bersimbiosis dengan mikoriza,
menyerupai lumut hati. Ordo ini hanya memiliki satu familia Marattiaceae dengan
empat genus: Angiopteris, Christensenia, Danaea dan Marattia.

180 Taksonomi Tumbuhan I


FAMILIA MARATTIACEAE
GENUS MARATTIA
Panjang daun mencapai 2 meter, menyirip ganda 2-4 kali. Pada pangkal
tangkai daun terdapat duri yang merupakan diferensiasi daun penumpu. Sorus
terletak di dekat tepi daun, di dalamnya terdapat sporangium yang berlekatan
membentuk sinangium dengan dua katub, misalnya M. fraxinea.

Gambar 4-16
Christensenia aesculifolia C Chr.

GENUS CHRISTENSENIA
Daun majemuk menjari dengan tiga buah anak daun atau berbentuk kaki
beranak daun 4-5. Sinangium berbentuk cincin, terletak di permukaan bawah
daun, misalnya C. aesculifolia.

BAB IV PTERYDOPHYTA 181


Gambar 4-17
Angiopteris avecta Hoofm.

GENUS ANGIOPTERIS
Sporofit besar, panjang daun 2-5 meter, menyirip ganda 2-4 kali, sorus
memanjang, sporangium bebas, apabila masak membuka membentuk celah,
misalnya A.avecta.

GENUS DANAEA
Menyerupai Angiopteris, tetapi sporangium terletak di dalam indusium. Sorus
tenggelam dalam jaringan daun.

182 Taksonomi Tumbuhan I


KELAS PROTOLEPTOSPORANGIOPSIDA
Semula anggota kelas ini digolongkan dalam subkelas Leptosporangiate, tetapi
karena sifat-sifat juga berhubungan dengan subkelas Eusporangiate, dimana
sporangium tidak hanya berasal dari satu sel epidermis, tidak memiliki cincin dan
gametofit berumur panjang, maka kemudian dianggap sebagai tipe peralihan dan
dijadikan subkelas tersendiri, yaitu Osmundidaea. Pada saat ini tingkatan taksanya
dinaikkan menjadi kelas Protoleptosporangiopsida.
Ciri-ciri kelas ini adalah sporangium merupakan tipe peralihan, dimana
sporangium dibentuk dari beberapa sel inisial; sel tapetum berasal dari jaringan
arkesporium; dinding sporangium selapis, sporangium tidak teratur dalam sorus;
gametofit tebal, tanpa cincin dan tanpa mikoriza. Kelas ini hanya memiliki satu
ordo Osmundales dan satu familia Osmundaceae.

FAMILIA OSMUNDACEAE
GENUS OSMUNDA, LEPTOPTERIS DAN TODEA
Familia ini memiliki tiga genus yang lestari, yaitu: Osmunda dengan 12-14
spesies, Leptopteris dengan enam spesies dan Todea hanya satu spesies.
Semuanya hidup sepanjang tahun (perenial).
Batang pendek, tegak atau memanjat dan berdaun besar. Korteks padat terdiri
dari sel-sel sklerenkim. Stele sempit, pada batang muda bersifat protostele, tetapi
setelah daun-daun tumbuh terbentuk empulur. Berkas pengangkut pada
penampang melintang berbentuk tapal kuda. Daun besar, pada pangkal tangkai
terdapat sayap kecil yang disebut stipula. Daun dapat tebal seperti kulit atau tipis.
Pada Leptopteris daun tipis, tersusun spiral, tetapi tampak seperti roset. Pada
Todea tanaman tua berhabitus seperti tumbuhan paku pohon, tinggi mencapai 1-2
meter. Daun steril kebanyakan menyerupai daun fertil, dengan kumpulan
sporangium di permukaan dorsal sepanjang tulang daun. Pada Osmunda daun
dapat mencapai 2-3 m, misalnya O.chinnamonea. Terbagi menjadi bagian fertil
dan steril. Bagian fertil tidak mempunyai helai dan tidak hijau. Pada O.regalis
bagian fertil terletak di bagian terminal, sedang pada O.claitoniana di bagian
median. Pada O.chinnamomea dua atau tiga daun menghasilkan sporangium.
Sporangium tidak membentuk sorus, tanpa tangkai atau tangkai sangat pendek.
Tanpa cincin, tetapi mempunyai sekelompok sel berdinding tebal. Jika masak
membuka dengan suatu retakan. Letak sporangium tersebar, kadang-kadang
menutupi sebagian besar permukaan daun. Indusium tidak ada. Tidak terdapat
sisik-sisik, tetapi pada daun muda sering terdapat bulu-bulu yang menghasilkan
lendir. Gametofit muda berbentuk memanjang, hijau tua, berdaging dengan satu
tulang di tengah. Hidup lebih dari setahun, panjang dapat sampai 5 cm, monoesis.

BAB IV PTERYDOPHYTA 183


Gambar 4-18
Osmunda

184 Taksonomi Tumbuhan I


KELAS LEPTOSPORANGIOPSIDA
Leptosporangiopsida merupakan kelas terbesar dalam divisi Pterophyta dan
sering disebut tumbuhan paku sejati. Bentuk gametofit atau sporofit berbeda
dengan kedua kelas di atas. Hampir semua berumur panjang, jarang yang berumur
setahun atau kurang. Ciri utama kelas ini adalah sporangium bertipe
leptosporangiate, dinding sporangium selapis, sporangium terkumpul dalam sorus
bersifat homospora atau heterospora, jumlah spora tetap. Kelas ini dibagi dalam 3
ordo, yaitu: Filicales, Marsileales dan Salviniales.

ORDO FILICALES
Bentuk sporofit bermacam-macan, yaitu herba, liana, epifit atau pohon. Batang
umumnya berupa rizoma bercabang menggarpu. Daun umumnya bertangkai dan
jarang sekali duduk, ukuran relatif besar, bentuk beda-beda. Biasanya daun
bersifat majemuk, tetapi ada pula daun tunggal yang panjangnya dua meter atau
lebih. Daun umumnya berbagi menyirip atau menjari dengan tepi bermacam-
macam. Tekstur daun tipis atau tebal seperti kulit, misalnya tumbuhan paku
xerophyta. Daun sering mengalami dimorfisme, misalnya Platycerium biformae,
dimana daun di pangkal berfungsi untuk mengumpulkan humus, sedang daun
tegak untuk fotosintesis. Dimorfisme juga sering dijumpai antara daun steril dan
fertil. Ujung daun muda biasanya tergulung dan membuka setelah dewasa.
Kebanyakan daun menjadi dewasa dalam satu musim, tetapi pada beberapa spesies
daun baru dewasa dalam tiga tahun atau lebih. Daun spesies yang tumbuh di
daerah dingin umumnya hanya hidup satu musim, tetapi di daerah tropis daun
dapat hidup beberapa tahun.
Akar melekat pada pangkal batang atau rizoma. Pada tumbuhan paku air dan
tumbuhan paku berdaun tipis, bisanya tidak memiliki akar, hanya berupa rizoid.
Sporangium banyak, terletak di tepi atau di permukaan atas daun, sehingga
letaknya dapat marginal atau superfisial. Sporangium umumnya mengumpul di
dalam sorus, yang ukurannya bermacam-macam dan dapat berbentuk bulat, ginjal,
memanjang seperti garis dan lain-lain. Adakalanya dua atau lebih sorus berkumpul
dan bersatu disebut caenosorus (senosorus).
Senosorus dapat terputus-putus dalam segmen seperti Blechnum dan
Woodwardia. Letak sorus dipengaruhi letak berkas pengangkut. Biasanya sorus
terdapat di ujung tulang-tulang, atau sepanjang tulang di permukaan atas daun.
Apabila tanpa sorus maka sporangium dapat terbentuk pada permukaan daun yang
sempit seperti Osmunda, pada sepanjang atau dekat tepi yang sempit $ Schizaea,
pada sebagian besar atau seluruh permukaan atas daun, misalnya Acrostichum,
keadaan ini disebut acrosticoid. Sorus dilindungi alur daun dimana sorus terletak

BAB IV PTERYDOPHYTA 185


di dalamnya, tertutup bulu-bulu yang tumbuh di sekitar sporangium, memiliki
indusium dan tepi daun menggulung.
Indusium adalah suatu ploriferasi permukaan daun. Bentuk dan letaknya
sangat beda-beda, ada yang seperti piala, dua bibir, cawan, payung dan lain-lain.
Sorus tanpa indusium disebut sorus telanjang, misalnya Gleichenia. Indusium
palsu terjadi jika sebagian daun melipat atau menggulung menutupi sorus,
misalnya Adiantum. Di bawah indusium palsu, sebenarnya terdapat indusium
sejati, tetapi biasanya mereduksi.
Indusium palsu juga dapat dibentuk apabila helai mengalami degenerasi.
Dalam hal ini dikenal dua tipe: lomaria dan eublechnum. Pada kedua tipe ini tidak
terdapat indusium sejati.
1. Lomaria: daun menggulung dan berfungsi sebagai indusium.
2. Eublechnum: tepi daun menggulung dan berfungsi sebagai indusium, tetapi
pada daun itu masih terbentuk bangunan seperti sayap.

Gametofit
Gametofit umumnya merupakan talus, berwarna hijau, berbentuk jantung, tipis
dengan gametangium pada sisi bawah, tumbuh di bawah tanah. Bentuk anteridium
berbeda-beda. Sifat penting anteridium meliputi jumlah dan bentuk sel dinding,
ada tidaknya tangkai dan jumlah spermatozoid. Panjang leher arkegonium
berbeda-beda. Leptosporangiate umumnya memiliki leher arkegonium lebih
panjang dari pada eusporangatae. Ordo Filicales memiliki tujuh familia:
Schizaeceaea, Gleicheniaceae, Matoniaceae, Hymenophyllaceae, Dicksoniaceae,
Cyatheaceae, Polypodiaceae.

FAMILIA SCHIZAEACEAEA
Anggota familia ini sedikit, meliputi sekitar 115 spesies, tetapi penyebarannya
sangat luas. Kebanyakan hidup di daerah tropis. Familia ini paling rendah tingkat
evolusinya. Perkembangan sporangium di dalam sorus bertipe simplices.
Sporangium memiliki cincin. Familia ini memiliki empat genus: Schizaea,
Lygodium, Aremia dan Mokria.

GENUS SCHIZAEA
Daun tegak ke atas, di ujung terdapat bagian fertil yang berbagi menyirip.
Setiap sporangium mempunyai satu indusium. Gametofit menyerupai filamen
bercabang, misalnya S. digitata dan S. dichotoma.

186 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-19
Lygodium circinnatum Sw.

GENUS LYGODIUM
Batang membelit, daun sering amat panjang, dengan helai menyirip.
Sporangium membentuk dua barisan, terletak pada daun tersendiri. Kadang-
kadang helainya saja yang fertil. Sorus tanpa indusium, tetapi memiliki lipatan tepi
daun. Gametofit berbentuk jantung, misalnya L.circinatum.

BAB IV PTERYDOPHYTA 187


Gambar 4-20
Gleichenia microphylla R.Br.

FAMILIA GLEICHENIACEAE
Anggota familia ini hanya dua genus, tetapi sifat morfologinya sangat khas.
Genus Stromatopteris hanya satu spesies, sedang Gleichenia sekitar 80 spesies.

GENUS GLEICHENIA
Kebanyakan hidup xerofit. Semua spesies memiliki rizoma, batang dan daun
bercabang menggarpu. Bentuk menggarpu pada daun sebenarnya palsu
(pseudodikotomi), karena pada ketiak percabangan terdapat mata kuncup yang
menghentikan pertumbuhan memanjang secara terminal. Selanjutnya pertumbuhan
memanjang diteruskan cabang lateral. Susunan daun berbeda-beda, bentuk daun
steril dan fertil sama. Sporangium terdapat dalam sorus, bertipe simplices, terletak

188 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-21
Matonia

BAB IV PTERYDOPHYTA 189


pada permukaan atas daun. Sorus tanpa indusium dan mengandung sedikit
sporangium. Sporangium duduk atau bertangkai pendek, biasanya berdekatan.
Struktur anatomi batang sederhana. Gametofit bisanya memiliki tulang di tengah,
kiri dan kanan tulang melebar menyerupai sayap. Bagian tepi bawah gametofit
terbentuk tonjolan yang dapat lepas dan tumbuh menjadi sporofit secara apogami.

FAMILIA MATONIACEAEA
Familia ini hanya memiliki dua genus, Phanerosorus dan Matonia, masing-
masing hanya terdiri dari dua spesies. Ciri khas familia ini adalah sporangium
bertipe simplices, retak secara melintang, karena adanya cincin membujur dan
indusium berbentuk jantung.

GENUS MATONIA
Matonia memiliki rizoma bercabang menggarpu. Pada M. pectinata rizoma
berdiameter sekitar 7 mm, memunculkan tonjolan daun ke atas yang ujungnya
bercabang menggarpu. Sebenarnya percabangan ini berulang-ulang, namun hanya
salah satu sisi yang muncul anak daunnya, sehingga bentuk daun keseluruhan
seperti kipas. Sporangium dalam sorus berbentuk bulat. Gametofit menyerupai
gametofit Gleichenia.

FAMILIA HIMENOPHYLLACEAE
Familia ini hanya terdiri dari dua genus, Himenophyllum dan Trichomanes.
Keduanya memuat sekita 460 spesies. Tersebar luas di daerah tropis, tumbuh epifit
pada tempat-tempat lembab. Namun ada pula yang tumbuh di habitat kering,
seperti batu-batuan bersama lumut dan lichenes. Daun amat kecil dan tipis, sering
hanya berupa selapis sel, kecuali pada tulang daun tebalnya beberapa lapis sel.
Panjang daun antara 3-10 mm, tebal sekitar 3-4 lapis sel. Bentuk daun fertil dan
steril umumnya sama. Sporangium di dalam sorus bertipe gradatae, terletak pada
tepi daun. Sorus memiliki indusium berbentuk piala atau bibir. Sporangium
biasanya pendek atau gada, mempunyai cincin melintang atau serong. Jumlah
spora dalam sporangium 32-420 buah. Gametofit berbentuk pita atau filamen.

GENUS TRICHOMANES
Tumbuh di tanah atau epifit. Rizoma merayap atau tegak. Daun tunggal atau
majemuk, tipis, lemas, kadang-kadang kaku. Sorus dengan indusium berbentuk
piala. Tangkai sporangium langsung muncul di atas indusium dan menyerupai
bulu panjang di tepi daun. Dinding sporangium terdiri dari sel-sel kecil tidak
sama. Gametofit berbentuk filamen.

190 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-22
Hymenophyllum javanicum Spr.

GENUS HIMENOPHYLLUM
Batang berupa rizoma merayap, daun majemuk, helai sempit dan tipis. Sorus
dengan indusium berbentuk bibir. Tangkai sporangium panjang dan sedikit keluar
dari indusium. Dinding sporangium atas terdiri dari sel-sel kecil yang ukurannya
sama besar. Gametofit berbentuk pita bercabang-cabang.

BAB IV PTERYDOPHYTA 191


Gambar 4-23
Cibotium

FAMILIA DICKSONIACEAE
Familia ini memuat tumbuhan paku tiang hingga tumbuhan paku yang rizoma-
nya tumbuh merayap. Cibotium, Dicksonia dan Dennalaedtia merupakan tiga

192 Taksonomi Tumbuhan I


genus paling sering dijumpai, meskipun semuanya ada sembilan genus, terdiri dari
sekitar 500 spesies. Kebanyakan hidup di tropis. Beberapa spesies mempunyai
rizoma besar sebagai cadangan makanan karena mengandung pati, misalnya C.
chamissoi. Ciri khas familia ini adalah adanya bulu-bulu panjang dan halus pada
batang dan tangkai daun. Daun fertil dan steril sama. Sporangium di dalam sorus,
pada Cibotium dan Dicksonia bertipe gradatae, sedang pada Dennalaedtia
merupakan peralihan ke tipe mixtae. Setiap sorus mempunyai indusium berbentuk
seperti bibir. Sporangium bertangkai dan berisi sekitar 64 spora.

GENUS CIBOTIUM
Cibotium merupakan Pterydophyta tiang, daun besar menyirip ganda 3-4 atau
berbagi menyirip. Sorus berbentuk bulat, terletak pada tepi helai daun.Indusium
berbentuk bibir atau berkatup dua. Batang tegak, tinggi dapat mencapai beberapa
meter. Pada ujungnya terdapat bulu-bulu yang berwarna pirang atau kuning
keemasan, misalnya C. baramezt.

GENUS DICKSONIA
Dicksonia merupakan Pterydophyta pohon, daun menyirip. Sorus berbentuk
bulat atau memanjang, terletak di kanan kiri tulang daun. Indusium berbentuk dua
bibir. Gametofit berbentuk jarum, tetapi dapat pula berbentuk memanjang dan
padat serta berbagi menggarpu, misalnya D. Blumei.

FAMILIA CYANTHEACEAE
GENUS ALSOPHILA, CYATHEA, HEMETELIS
Anggota dari familia ini merupakan Pterydophyta pohon. Tersebar luas di
daerah tropis dan subtropis. Familia ini hanya mempunyai tiga genus, yaitu
Alsophila (300 spesies), Hemetelis (100 spesies) dan Cyathea (300 spesies).
Batang kuat, dapat digunakan untuk bahan bangunan. Tinggi batang mencapai 15-
25 meter, dengan diameter 25-50 cm. Daun besar, panjang beberapa meter,
biasanya majemuk menyirip ganda.
Sporangium di dalam sorus yang terletak di permukaan bawah daun. Sorus
berbentuk bola, bertipe gradatae, tetapi pada beberapa spesies menunjukkan
peralihan ke tipe mixtae. Sporangium mempunyai cincin arah membujur. Jumlah
spora dalam setiap sporangium 64 buah. Sorus dapat dilindungi indusium atau
tidak. Pada Cyanthea sorus dilindungi indusium berbentuk bola, misalnya
C.javanica. Pada Hemetelia sorus dilindungi indusium yang melekat pada sisi
sorus, sehingga tampak seperti sisik. Pada Alsophila sorus hanya dilindungi bulu-
bulu, misalnya A. glauca.

BAB IV PTERYDOPHYTA 193


Gambar 4-24
Cyathea moluccana R.Br.

FAMILIA POLYPODIACEAE
Familia ini sangat melimpah dan beragam, memuat lebih dari 170 genus dan
3000 spesies. Habitus bervariasi. Daun tunggal atau majemuk, biasa-nya majemuk
menyirip. Rizoma merayap mempunyai ruas-ruas panjang. Akar dan daun
seringkali bersisik atau bebulu. Kebanyakan sporofil sama dengan tropofil, namun
juga terdapat dimorfisme. Bentuk sorus bermacam-macam, terletak di tepi atau
dekat tepi daun. Beberapa anggotanya yang terkenal adalah: Acrosticum,
Asplenium, Adiantum, Blechnum, Cystopteris, Davalia, Drymoglossum,
Dryopteris, Nephrolepis, Oleandra, Platycerium, Polipodium dan Pteris.

194 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-25
Acrostichum speciosum Willd.

GENUS ACROSTICUM
Sporangium amat banyak menutupi seluruh sisi bawah daun fertil yang terletak
di ujung. Kumpulan sporangium tidak jelas merupakan sorus dan tidak
mempunyai indusium. Dauan besar, meyirip, urat-urat bentuk jala. Rizomakuat,
tegak. Hidup sebagai Pterydophyta rawa, misalnya: A. speciosum

BAB IV PTERYDOPHYTA 195


Gambar 4-25
Oleandra musifolia Presl.

GENUS OLEANDRA
Sorus bulat di kanan kiri tulang daun, berderet membujur. Indusium berbentuk
ginjal atau memanjang. Daun tunggal, sempit, lanset, tidak bertoreh, pertulangan
daun berlekatan. Rizoma tegak, memanjat atau merayap, misalnya O. musifolia

GENUS CYSTOPTERIS
Sorus bulat, terletak di permukaan bawah daun. Indusium bulat melengkung.
Sporofil dan tropofil sama. Daun menyirip rangkap dua atau lebih dengan pertu-
langan daun bebas. Rizoma tegak dengan ruas-ruas pendek, misalnya C.tenuisecta

196 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-25
Asplenium normale Don.

GENUS ASPLENIUM
Sorus berbentuk garis atau sempit memanjang, terletak di samping anak tulang
daun. Indusium sesuai dengan sorusnya. Daun tunggal menyirip atau menyirip
rangkap. Urat-urat bebas atau bersambungan dengan tulang tepi, misalnya A.nidus
dan A. normale.

BAB IV PTERYDOPHYTA 197


Gambar 4-26
Adiantum cuneatum L&F

GENUS ADIANTUM
Sorus berbentuk ginjal, jorong atau garis, terletak di tepi daun yang terlipat ke
bawah, yang berfungsi sebagai indusium. Daun majemuk menyirip atau menyirip
rangkap beberapa kali dengan urat-pertulangan daun yang bebas. Rizoma merayap
atau tegak, misalnya: A. cuneatum

198 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-27
Blechnum patersonii Mett.

GENUS BLECHNUM
Sorus berebntuk garis pada permukaan bawah daun, kadang-kadang sepanjang
tepi sporofil, tetapi dapat pula menutupi seluruh permukaan bawah kecuali tulang
daun. Sebagian terdapat di sisi kiri kanan tulang daun. Apabila sorus terletak di
tepi daun, terdapat indusium. Daun menyirip, jarang tunggal, misalnya B.orientale
dan B. patersonii Mett.

BAB IV PTERYDOPHYTA 199


Gambar 4-28
Davalia solida (Forst.) Sw.

GENUS DAVALIA
Sorus bulat atau memanjang pada permukaan bawah daun dekat tepi. Indusium
melekat di pangkal dan kiri kanan sorus, membentuk seperti piala atau terbuka ke
arah tepi. Daun menyirip rangkap dua atau lebih dengan pertulangan daun bebas.
Rizoma merayap dengan ruas-ruas panjang dan bersisik rapat, berwarna pirang,
misalnya D. trichomanoides dan D. solida (Forst.) Sw.

200 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-29
Drymoglossum piloselloides Pr.

GENUS DRYMOGLOSSUM
Sorus pada permukaan bawah daun, di kanan kiri daun dan sejajar dengan ibu
tulang daun, panjang, berbentuk garis, tanpa indusium. Daun tunggal tepi rata,
mengalami dimorfisme. Daun fertil lebih panjang dari pada daun steril, misalnya
D. piloselloides.

BAB IV PTERYDOPHYTA 201


Gambar 4-30
Dryopteris rufescens C.Chr.

GENUS DRYOPTERIS
Sorus bulat atau jorong pada pertulangan daun di permukaan bawah, Sorus
muda memiliki indusium berbentuk ginjal, tidak sempurna, lekas gugur, kadang-
kadang tidak ada. Daun majemuk menyirip atau menyirip rangkap beberapa kali.
Rizoma merayap atau tegak, misalnya D. rufescens.

202 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-31
Nephrolepis biserrata

GENUS NEPHROLEPIS
Sorus bulat atau garis pada permukaan bawah daun, sepanjang tepi atau agak
jauh sejajar tepi. Indusium sesuai bentuk sorus, biasanya berbentuk ginjal. Daun
panjang, sempit, majemuk menyirip. Rizoma tegak, ditumpangi akar, kadang
bercabang dan berumbi, misalnya N. Exaltata, N. cordifolia dan N. biserrata.

BAB IV PTERYDOPHYTA 203


Gambar 4-32
Platycerium bifurcatum

GENUS PLATYCERIUM
Sporangium pada permukaan bawah daun fertil. Daun terletak pada lekukan di
dalam rizoma, dapat lepas, mengalami dimorfisme. Sebagian atau seluruh daun
(daun-daun sarang) menempel pada pada rizoma. Daun berbentuk bulat, ginjal
atau bulat telur terbalik. Kadang-kadang bertoreh. Pada bagian yang tidak
menempel keluar akar-akar. Daun juga berguna untuk menimbun humus. Daun
mula-mula hijau, jika tertutup daun baru, menjadi pirang. Daun fertil biasanya
menggantung dan bercabang menggarpu. Ibu tulang daun bercabang menggarpu.
Rizoma pendek merayap, seluruhnya tertutup daun sarang, misalnya P.bifurcatum.

204 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-33
Polypodium feei Meet

GENUS POLYPODIUM
Sorus di permukaan bawah daun, dalam barisan atau tidak beraturan, tanpa
indusium, berbentuk bulat memanjang, garis atau tidak beraturan, kadang-kadang
tertanam pada lekukan, misalnya P.feei dan P. commutatum.

BAB IV PTERYDOPHYTA 205


Gambar 4-34
Pteris ensiformis Burm.

GENUS PTERIS
Sorus terletak pada pertulangan daun bagian tepi ditutupi tepian helai daun.
Daun majemuk berbagai menyirip atau menyirip rangkap, kadang-kadang
bercabang-cabang menjari, misalnya P. ensiformis.

206 Taksonomi Tumbuhan I


ORDO MARSILEALES
Ordo ini meliputi segolongan kecil tumbuhan air yang hidup di rawa-rawa
dengan akar melekat di dasar perairan atau di dalam lumpur. Tumbuhan ini selalu
heterospora, makrosporangium dan mikrosporangium berdinding tipis dan tanpa
cincin. Sporangium terkumpul dalam sorus, yang terletak di dalam sporokarp
(sporokarpium). Setiap sorus dalam sporokarp mengandung makrosporangium
dan mikrosporangium. Sporangium dalam sorus bertipe gradatae. Ordo ini hanya
terdiri atas satu familia Marsileaceae.

FAMILIA MARSILEACEAE
Batang merayap, ke atas membentuk daun dan ke bawah membentuk akar.
Tangkai daun panjang, helai berbelah 2, empat atau tanpa helai. Sporokarp terletak
pada tangkai daun, bertangkai atau tidak, berbentuk ginjal atau bulat, dengan
dinding kuat. Familia ini dibedakan dalam 3 genus berdasarkan bentuk morfologi
daun, kedudukan spora dalam sporokarp dan jumlah sporangium dalam sorus,
yaitu Marsilea, Pilularia dan Regnellidium.

GENUS MARSILEA
Sporofit memiliki daun bertangkai panjang, muncul dari buku-buku batang.
Daun menyembul di atas permukaan air, helai berbelah empat. Sedikit di atas
pangkal tangkai daun muncul sepasang atau sejumlah sporokarp berbentuk ginjal.
Di dalam sporokarium terdapat banyak sorus dengan banyak indusium. Sorus
tersusun dalam dua baris memanjang. Permukaan atas sporokarp, di dekat
perbatasan antara tangkai dengan sporokarp, baiasanya terdapat bangunan seperti
gigi-gigi. Berkas pengangkut yang berasal dari tangkai setelah melalui biji sampai
pada permukaan atas dan bercabang menggarpu. Cabang-cabang tersebut
bercabang lagi membentuk susunan seperti rusuk.
Sporokarp masak membuka di dalam air, yaitu terbelah pada permukaan bawah
dan ujung. Sporokarp memiliki cincin yang mengelilingi permukaan atas, bawah
dan ujung sporokarp. Cincin tersebut berupa jaringan berlendir yang dapat
mengisap air. Apabila cincin mengisap air, maka akan menggelembung dan keluar
dari sporokarp, sehingga terbentuk celah terbuka. Selanjutnya ujung cincin
terdorong keluar berikut sorus yang menempel padanya. Dengan demikian maka
sorus berada di luar sporokarp dan spora dibebaskan. Pada irisan melintang
sporokarp, sorus tampak membujur, sedang pada irisan membujur sporo-karpium,
sorus tampak melintang, misalnya M.crenata.

BAB IV PTERYDOPHYTA 207


Gambar 4-35
Marsilea crenata

GENUS PILULARIA
Pilularia tidak mempunyai helai daun, hanya memiliki tangkai yang berbentuk
seperti bulu. Setiap sporokarp berisi 2-4 sorus. Setiap individu hanya membentuk
satu sporokarp pada pangkal tangkai daun. Pada irisan melintang sporokarp, sorus
tampak melintang, sehingga berlainan dengan Marsilea, misalnya P.globulifera.

GENUS REGNELLIDIUM
Daun Regnellidium berbelah dua. Sporokarp menyerupai sporokarp Marsilea.
Kedudukan sorus dalam sporokarp sama dengan Marsilea, hanya kulit luarnya
tidak halus dan bertangkai panjang, misalnya R.diphyllum.

208 Taksonomi Tumbuhan I


Gambar 4-35
Regnellidium diphyllum

ORDO SALVINIALES
Ordo ini meliputi segolongan kecil Pterydophyta air yang hidupnya terapung
bebas. Tumbuhan ini juga hererospora, sporangium dalam sorus bertipe gradatae.
Sorus terletak di dalam sporokarp. Setiap sporokarp hanya mengandung satu sorus
dan hanya membentuk makrosporangium atau mikrosporangium saja. Sehingga
sporokarp dibedakan menjadi makrosporokarp dan mikrosporokarp. Ordo ini
dibedakan atas dua familia: Salviniaceae dan Azollaceae.

FAMILIA SALVINIACEAE
GENUS SALVINIA
Pterydophyta air yang mengapung bebas pada permukaan air. Daun berkarang,
pada setiap buku terdapat 3 daun. Dua daun terletak di atas dan menjadi alat
pengapung, daun ketiga tenggelam. Daun yang tenggelam ini bememiliki buku-

BAB IV PTERYDOPHYTA 209


Gambar 4-36
Salvinia natans

buku, berbulu tebal dan berbentuk seperti akar. Bulu-bulu ini tidak seperti bulu
akar karena terdiri dari banyak sel. Sehingga daun yang tenggelam tidak berfungsi
sebagai akar. Fungsi daun ini kemungkinan sebagai pelindung sporokarp dan
stabilisator untuk mencegah/ mengurangi kemungkinan terbawa arus air. Daun

210 Taksonomi Tumbuhan I


untuk mengapung biasanya telah mengalami modifikasi, misalnya bentuk daun
agak cekung, seperti perahu dan permukaan daun penuh bulu-bulu dan papila,
sehingga tidak mudah basah. Pada setiap buku daun pengapung dan ternggelam
terdapat inisial cabang.
Batang berupa rizoid, penuh dengan rongga udara karena hidup di dalam air.
Sporokarp terdapat pada buku-buku daun tenggelam. Jumlahnya antara 4-20 buah,
terletak dalam barisan atau tandan. Bentuk bulat panjang atau sedikit pipih. Dari
luar, semua sporokarp memiliki bentuk dan ukuran sama, tetapi satu atau dua
sporokarp yang dibentuk pertama kali dalam suatu tandan berisi megasporangium,
sedang lainnya berisi mikrosporangium. Dinding sporokarp berasal dari bagian
basal indusium yang tumbuh memanjang dan melengkung, membentuk cincin.

Perkembangan megasporangium
Di dalam megasporangium mula-mula terdapat delapan sel induk spora, yang
kemudian membentuk 32 megaspora, dari jumlah tersebut hanya satu yang eksis.
Selama perkembangan megaspora plasma sel melepasakan diri dari sel tapetum
dan dari spora-spora lain yang telah mengalami degenerasi, sehingga terbentuk
jaringan terdiri dari banyak rongga-rongga yang dinamakan perisporium atau
episporium. Jaringan perisporium di ujung spora lebih tebal. Pada bagian ujung
terdapat celah yang berhubungan dengan ruangan bercabang tiga.

Perkembangan mikrosporangium
Di dalam mikrosporangium terdapat 16 sel induk spora, sehingga akan
terbentuk 64 spora yang kesemuanya akan masak, pada saat itu plasma sel
mengental, membentuk masa bulat yang disebut masula.

Gametofit
Mikrospora berkecambah menumbuhkan mikro-protalium (mikrogametofit)
berbentuk buluh pendek, terdiri atas beberapa sel dan mempunyai 2 anteridium
yang masing-masing menghasilkan empat spermatozoid. Gametofit ini sangat
sederhana dan berkembang di dalam sporangium. Dinding sporangium tidak
membuka, tetapi di suatu tempat ditembus oleh mikroprotalium sehingga
spermatozoid dapat bergerak bebas. Makrospora tetap diselubungi sporangium,
keduanya terlepas dari tumbuhan induk dan berenang pada permukaan air.
Makrospora berkecambah membentuk makroprotalium pada ujungnya.
Makroprotalium memiliki beberapa akegonium, tetapi hanya salah satu sel telur
yang dibuahi dalam arkegonium, dapat berkembang menjadi embryo.

BAB IV PTERYDOPHYTA 211


Gambar 4-37
Azolla pinnata

FAMILIA AZOLLACEAE
GENUS AZOLLA
Tumbuhan ini terapung bebas, ukurannya sangat kecil, lunak dan bercabang-
cabang. Daun hanya berukuran 1 mm dan berseling dalam dua baris. Setiap daun
terbelah dua, daun bagian atas terapung untuk fotosintesis dan didalamnya
terdapat rongga-rongga berisi koloni Anabaena yang dapat mengasimilasi N2 dari
udara. Daun bagian bawah hanya selapis sel, tidak berwarna, serta berfungsi untuk
membantu penyerapan air dan zat makanan. Akar banyak.
Sporokarp dibentuk pada cabang-cabang pendek. Bentuk dan ukuran
makrosporokarp dengan mikrosporokarp berbeda. Makrosporokarp berbentuk
bulat besar, sedang mikrosporokarp bulat memanjang dan kecil. Mikrospora
keluar dari mikrosporangium dalam bentuk 5-8 gumpalan yang diselubungi
periplasmodium berbuih, disebut masula. Setiap gumpalan berisi 8-12 mikrospora.
Pada masula terdapat kait yang disebut glokidium. Bagian atas makrospora
membentuk alat renang yang berisi udara. sehingga terapung. Glokidium dapat
mengkait makrospora sehingga kedua spora saling berdekatan. Apabila kedua
spora telah berkecambah, maka gamet jantan dan betina dapat bersatu.

212 Taksonomi Tumbuhan I


Acara 4.1
DIVISI PSILOPHYTA
(Tumbuhan Paku Purba)

A. Tujuan Instruksional
1. Umum
Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Psilophyta.
2. Khusus
a. Mahasiswa dapat mengenali dan mengidentifikasi Psilophyta berdasarkan
sifat-sifat morfologinya.
b. Mahasiswa dapat membedakan Psilotum dengan tumbuhan paku dari divisi
lain berdasarkan struktur morfologi dan anatominya.

B. Bahan dan Alat


1. Herbarium kering dan preparat segar Psilotum
2. Preparat awetan penampang melintang batang Psilotum.
3. Mikroskup cahaya, mikroskop diseksi, lup, pinset, skalpel/silet nampan
plastik.

C. Cara Kerja
1. Amati sediaan tumbuhan paku Psilotum secara langsung. Perhatikan letak
mikrofil dan sporangium. Bila perlu gunakan lup dan mikroskop diseksi.
Gambar bentuk morfologinya, tulis klasifikasi dan beri deskripsi singkat.
2. Amati preparat penampang melintang batang Psilotum. Tentukan bagian-
bagiannya, antara lain epidermis, korteks (parenkim, sklerenkim dan
endodermis) serta stele (floem dan xilem).

D. Pertanyaan Observasi
1. Jelaskan perbedaan mikrofil dan makrofil ?
2. Jelaskan perbedaan tumbuhan paku homospora dan heterospora ?
3. Sebutkan sifat-sifat khas Psilotum ?
4. Mengapa Psilophyta disebut tumbuhan paku purba ?
5. Mengapa Psilophyta dianggap tumbuhan paku paling sederhana ?
6. Dapatkah Psilophyta digolongkan sebagai tumbuhan bertalus ? Apa alasannya
?
7. Jelaskan daur hidup Psilotum ?

BAB IV PTERYDOPHYTA 213


Acara 4.2
DIVISI LYCOPHYTA
(Tumbuhan Paku Kawat)

A. Tujuan Instruksional
1. Umum
Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Lycophyta.
2. Khusus
a. Mahasiswa dapat mengidentifikasi Lycopodium, Selaginella dan Isoetes
berdasarkan sifat morfologinya.
b. Mahasiswa dapat membedakan Lycopodium, Selaginella dan Isoetes
berdasarkan sifat anatominya.
c. Mahasiswa dapat membedakan kelas Eligulopsida dan Ligulopsida.

B. Bahan dan Alat


1. Herbarium kering dan preparat segar Lycopodium, Selaginella dan Isoetes.
2. Preparat awetan penampang melintang batang Lycopodium dan Selaginella.
3. Preparat awetan penampang membujur sporofil Isoetes.
4. Preparat awetan penampang membujur strobilus Lycopodium dan Selaginella.
5. Mikroskup cahaya, mikroskop diseksi, lup, pinset, skalpel/silet nampan
plastik.

C. Cara Kerja
1. Amati sediaan tumbuhan paku Lycopodium, Selaginella dan Isoetes secara
langsung. Gambar bentuk morfologinya, tulis klasifikasi dan beri deskripsi
singkat. Bila perlu gunakan lup dan mikroskop diseksi.
2. Amati preparat penampang melintang batang Lycopodium dan Selaginella.
Tentukan bagian-bagiannya.
3. Amati preparat penampang membujur strobilus Lycopodium. Perhatikan
sporofil dan sporangiumnya.
4. Amati preparat penampang membujur strobilus Selaginella. Perhatikan
mikrosporangium, makrosporangium dan ligulanya.
5. Amati preparat penampang membujur sporofil Isoetes. Perhatikan ligula,
foveum, velum, trabekula, mikro-sporangium dan makrosporangiumnya.

D. Pertanyaan Observasi
1. Jelaskan perbedaan mikrosporangium dan makrosporangium ?

214 Taksonomi Tumbuhan I


2. Jelaskan perbedaan sifat morfologi Lycopodium, Selaginella dan Isoetes ?
3. Jelaskan perbedaan sifat anatomi strobilus Lycopodium dan Selaginella ?
4. Mengapa batang Isoetes tidah bisa membesar, meskipum memiliki kambium?
8. Jelaskan daur hidup Lycopodium dan Selaginella ?
5. Mengapa Lycophyta disebut tumbuhan paku kawat ?
6. Apa yang dimaksud:
a. Ligula.
b. Foveum.
c. Velum.
d. Trabekula
e. Strobilus
f. Rizofora

Acara 4.3
DIVISI SPHENOPHYTA
(Tumbuhan Paku Ekor Kuda)

A. Tujuan Instruksional
1. Umum
Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Sphenophyta.
2. Khusus
a. Mahasiswa dapat mengenali dan mengidentifikasi Equisetum berdasarkan
sifat-sifat morfologinya.
b. Mahasiswa dapat membedakan Equisetum dan tumbuhan paku lain
berdasarkan sifat anatominya.

B. Bahan dan Alat


1. Herbarium kering dan preparat segar Equisetum.
2. Preparat awetan penampang melintang batang Equisetum.
3. Preparat awetan penampang membujur strobilus Equisetum.
4. Mikroskup cahaya, mikroskop diseksi, lup, pinset, skalpel/silet nampan
plastik.

BAB IV PTERYDOPHYTA 215


C. Cara Kerja
1. Amati sediaan Equisetum secara langsung. Gambar bentuk morfologinya, tulis
klasifikasi dan beri deskripsi singkat. Bila perlu gunakan lup dan mikroskop
diseksi.
2. Amati preparat penampang melintang batang Equisetum. Perhatikan susunan
anatomi batang secara umum, saluran pusat, saluran karinal dan saluran
valekuler.
3. Amati preparat penampang membujur strobilus Equisetum. Perhatikan sporofil,
sporangium dan sporangiofornya.

E. Pertanyaan Observasi
1. Jelaskan sifat-sifat morfologi Equisetum?
2. Jelaskan sifat-sifat anatomi khas batang Equisetum?
3. Jelaskan daur hidup Equisetum ? Termasuk tumbuhan paku homospora atau
heterospora ?
4. Mengapa Sphenophyta disebut tumbuhan paku ekor kuda ?
5. Jelaskan proses pembentukan sporangium Equisetum ?

Acara 4.4
DIVISI PTEROPHYTA
(Tumbuhan Paku Sejati)

A. Tujuan Instruksional
1. Umum
Mahasiswa memahami sifat-sifat umum Divisi Pterophyta.
2. Khusus
a. Mahasiswa dapat mengenali dan mengidentifikasi Pterophyta berdasarkan
sifat-sifat morfologinya.
b. Mahasiswa dapat membedakan Kelas Eusporangiopsida, Protoleptosporangi-
opsida dan Leptosporangiopsida.

B. Bahan dan Alat


1. Herbarium kering dan preparat segar Ophioglossum, Marattia, Osmunda,
Lygodium, Gleichenia, Matonia, Hymenophyllum, Cibotium, Alsophila,
Blechnum, Drymoglossum, Neprolepis, Polypodium, Mersilea, Salvinia dan
Azolla.

216 Taksonomi Tumbuhan I


2. Mikroskup cahaya, mikroskop diseksi, lup, pinset, skalpel/silet nampan
plastik.

C. Cara Kerja
1. Amati sediaan yang ada secara langsung.
2. Gambar bentuk morfologinya, tulis klasifikasi dan beri deskripsi singkat.
3. Bila perlu gunakan lup dan mikroskop diseksi.

D. Pertanyaan Observasi
1. Sebutkan tipe-tipe perkembangbiakan Pterophyta secara vegetatif ?
2. Jelaskan daur hidup Polypodium ?
3. Jelaskan perbedaan Kelas Eusporangiopsida, Protoleptosporangiopsida dan
Leptosporangiopsida?
4. Jelaskan cara-cara perkembangan sorus dalam sporangium Pterophyta?
5. Sebutkan bentuk-bentuk adaptasi morfologi Marsilea, Salvinia dan Azolla
untuk hidup di lingkungan akuatik ?
6. Sebutkan perbedaan sporokarpium pada Marsilea, Salvinia dan Azolla ?
7. Apakah yang disebut:
a. Coenosorus
b. Sinangium
c. Indusium
d. Pseudodikotom pada Gleichenia
e. Akar tenggelam pada Salvinia

BAB IV PTERYDOPHYTA 217

You might also like