You are on page 1of 21

Kriminalitas (crime) adalah suatu perbuatan melanggar hukum atau norma, merugikan diri sendiri dan

orang lain, melakukan sesuatu yang tidak umum. kejahatan dapat terjadi apabila ada 3 unsur yang
berada pada satu tempat dan waktu yang sama. Ketiga unsur tersebut adalah Suitable targets (sasaran
yang empuk) bisa disebut calon korban, kemudian adanya Motivated Offenders (pelaku yang
termotivasi) dan ketiadaan penjaga yang mampu mengamankan situasi (capable guardians) bisa kita
sebut Polisi. Sekarang kita akan menganilisis secara rinci tentang kejahatan tersebut, tentang siapa
penjahatnya, sebab-sebab berbuat jahat, dampaknya serta klasifikasi tentang kejahatan itu sendiri.

Siapa Penjahatnya?

Kejahatan yang dilakukan individual

Perilaku kejahatannya dilakukan hanya oleh satu orang saja (secara individual) dengan alasan yang
juga bersifat individual. Misalnya pencuri, pemerkosa.

Kejahatan yang dilakukan berkelompok

Perilaku kejahatan yang dilakukan secara kelompok dengan motif-motif yang telah disepakati
kelompok. Biasanya menggunakan strategi sebelum melakukan kejahatan. Misalnya perampokan
sepeda dan rumah, biasanya tiap individu dalam kelompok tersebut telah memilki tugas masing-masing
dengan menggunakan strategi yang telah direncanakan.

Kejahatan yang dilakukan terorganisir

Perilaku kejahatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi besar di tiap-tiap Negara bahkan tersebar
diseluruh dunia. Misalnya mafia di Italia, Ndrangheta di Kalabria, Triad di Hongkong, Yakuza di
Jepang, La Cosa Nostra di Amerika dan Medellin di Kolombia. Orgaisasi kejahatan ini biasanya sulit
sekali diringkus polisi dan biasanya memilki perusahaan dengan omzet yang besar dan kemungkinan
menambah pendapatan Negara bahkan ada yang masuk dalam pemerintahan. Organisasi kejahatan ini
biasanya bergerak dalam bidang perjudian, pengedaran obat-obatan terlarang dan senjata serta human
trafficking.

Kejahatan yang dilakukan oknum

Perilaku kejahatan yang dilakukan oleh ‘oknum’ pada suatu lembaga, perusahaan dan pemerintahan.
Misalnya adalah koruptor (white collar crime). Korupsi yang dilakukan akan merugikan Negara,
perusahan tempat koruptur melakukan kejahatan tersebut.

Kejahatan yang dilakukan corporation (perusahaan)

Perilaku kejahatan yang dilakukan oleh perusahaan adalah kejahatan dengan melakukan produksi-
distribusi produk-produk yang melanggar hukum dan merugikan orang lain. Misalnya adalah
perusahaan pembuat senjata serta perusahaan illegal pembuat obat-obatan terlarang.

Kejahatan yang dilakukan anak-anak

Perilaku kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak yang biasa disebut deliquensi. Perilaku kejahatan
pada anak-anak bisa dimasukkan dalam kejahatan individual ataupun kelompok, namun saat ini
dibedakan karena motif-motif anak-anak dan dewasa berbeda. Motif-motif anak-anak sederhana, tanpa
pikir panjang (misalnya hanya untuk menunjukkan identitas jagoan atau untuk diterima dalam
kelompok eksklusif dengan melakukan penyiksaan terhadap orang lain) dan sanksi hukumnya juga
berbeda dengan sanksi orang dewasa, disesuaikan dengan perkembangan mental anak.

Sebab-Sebab Berbuat Jahat

Pelaku kejahatan yang dilahirkan

Pelaku kejahatan yang dilahirkan menjadi penjahat, sehinnga seseorang berbuat jahat karena dilahirkan
menjadi jahat atau berdasarkan faktor genetic karena berbagai penelitian menyatakan perilaku genetik
mempengaruhi tingkah laku setiap individu, hal ini meliputi kognisi, hasil prestasi akademik, tingkah
laku sosial dan lainnya yang didapatkan melalui pewarisan genetik dari suatu generasi ke generasi
berikutnya. Neurochemical individu juga dapat mempengaruhi perilaku kejahatan yaitu hormaon
steroid yang berhubungan dengan agresivitas seseorang.

Pelaku kejahatan berdasarkan insting kejahatan yang ada pada dirinya

Setiap orang memilki insting untuk melakukan kejahatan. Dalam hal ini perbuatan kejahatan dilkaukan
karena individu mengikuti insting dalam dirinya. Misalnya setiap individu memilki insting untuk
menyalurkan insting pemuasan seksualnya, makla individu tersebut akan melakukan pemerkosasaan.

Pelaku kejahatan karena lingkungan

Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku kejahatan termasuk dalam hal
ini pola pendidikan dan pengasuhan. Orang yang hidup dalam lingkungan yang didalamya terdapat
pelaku kejahatan ataupun perilaku kejahatan merupakan hal yang biasa dalam lingkungan tersebut,
individu tersebut cenderung akan melakukan kejahatan sama seperti tuntutan lingkungan. Lingkungan
tersebut dapat berupa keluarga (misalnya individu tersebut merupakan keturunan yakuza) ataupun
lingkungan sosialnya (misalnya lingkungan anak jalanan).

Pola pendidikan dan pengasuhan menjadi penyebab kejahatan tampak pada kejahatan terorganisir.
Seorang pemimpin yakuza akan mewariskan keahliannya dalam berperilaku kejahatannya pada
keturunannya. Individu akan dididik dan diasuh agar dapat meneruskan perilaku kejahatan tersebut. Hal
ini juga terjadi pada individu yang hidup dijalanan. Seorang anak dididik untuk menjadi pencopet oleh
preman-preman yang ada dijalanan tersebut.

Pelaku kejahatan karena lingkungan juga dapat terjadi karena adanya faktor belajar sosial. Individu
berperilaku jahat karena belajar dari individu lain yang telah melakukan kejahatan. Individu akan
melihat bagaimana perilaku kejahatan itu dilakukan dan apa keuntungan yang akan didapatkan, setelah
itu proses belajar sosial terjadi. Individu tersebut akan menirukan perilaku kejahatan yang telah
dilakukan tadi.

Pelaku kejahatan karena terpaksa

Pelaku kejahatan karena terpaksa mengi,kuti ‘suasana anomie’ yaitu suasana yang menekan sehingga
memaksa orang berbuat sesuatu karena orang tersebut sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi (oleh E.
Durkhem). Anomie tersebut dapat membuat orang mengambil keputusan singkat. Misalnya anomie
dapat terjadi karena:

Pengangguran atau kehilangan pekerjaan

Pertumbunhan individu-individu angkatan kerja tidak diikuti dengan pertumbuhan lapangan kerja. Hal
ini membuat banyaknya pengangguran bahkan menyebabkan kehilangan pekerjaan (misalnya adanya
PHK). Padahal individu-individu tersebut harus menafkahi keluarganya, namun ketiadaan pemasukan
karena tidak bekerja membuat merkan tidak dapat menafkahi keluarga. Suasana ini membuat disters
pribadi pada individu tersebut dan membuatnya mengambil keputusan singkat untuk melakukan
kejahatan karena tuntutan untuk menfkahi keluarga.

Lingkungan tempat tinggalnya sudah tidak kondusif untuk ditinggali

Lingkungan yang tidak kondusif untuk ditinggali ini kita ambil contoh dalam kasus Lumpur Lapindo.
Para korban frustasi atas keadaannya yang kehilangan rumah, sawah tempat mereka mencari nafkah.
Hal inilah yang membuat mereka mengambil keputusan singkat untuk melakukan tindak kejahatan
karena mereka tidak tahu lagi harus bagaimana untuk bertahan hidup.

Urbanisasi

Kasus urbanisasi banyak terjadi kota-kota besar, yang mana para urbanisisator hidup tidak layak (dii
kolong jembatan, jalan dan rumah kumuh) dan tanpa pekerjaan tetap. Ketiadaan skills orang yang
melakukan urbanisasi tersebut membuat mereka tetap tidak dapat hidup layak walaupun telah tinggal di
kota besar. Untuk itu, mereka melakukan segala cara untuk bertahan hidup dan untuk menafkahi
keluarga di desa bahkan dengan melakukan tindak kejahatan.

Dampak Fisik dan Psikis

Dampak fisik dan psikis tidak hanya dialami oleh korban kejahatan, tetapi dialami oleh pelaku
kejahatan itu sendiri.

Dampak pada korban

Dampak fisik

Dampak fisik kejahatan yang paling ekstrim adalah kematian. Dampak lainnya adalah luka-luka
bahkan cacat (misalnya pada perampokan dengan kekerasan), kerusakan pada organ reprodeksi serta
penularan penyakit misalnya HIV AIDS pada korban pemerkosaan

Dampak psikis

Dampak psikis yang dialami korban adalah frustasi (karena kehilangan harta benda), trauma (karena
mengalami hal yang mengerikan, misalnya pemerkosaan), bahkan bisa jadi korban akan mengalami
phobia karena traumatic terhadap kejadian yang dialaminya. Keluarga korban juga akan mengalami hal
yang sama dengan korban

Dampak pada pelaku

Dampak fisik

Dampak fisik yang dialami pelaku apabila pelaku ketahuan melakukan kejahatan, misalnya perku
dipukuli bahkan ada yang sampai mati.

Dampak psikis

Dampak psikis yang dialami pelaku adalah deperes karena takut tindakannya ketahuan dan apabila
ketahuan pelaku tersebut juga akan depresi karena dikucilkan oleh masyarakat. Pengucilan oleh
masyarakat juga akan dialami keluarga pelaku tindak criminal tersebut.

Klasifikasi Jenis Kejahatan

1. Klasifikasi Kejahatan Berdasarkan Dampaknya

Kejahatan berdampak luas

Kejahatan dalam klasifikasi ini merupakan kejahatan berat yang berdampak pada skala luas
(berdampak pada orang banyak). Misalnya: bom Bali, USA menyerang Irak, penyebaran susu
bermelamin
Kejahatan berdampak lokal

Kejahatan dalam klasifikasi ini merupakan kejahatan yang dampaknya dalam skala kecil yaitu
berdampak perorangan dan keluarga. Misalnya: perampokan, pembunuhan, pemerkosaan.

Kejahatan korbannya diri sendiri

Kejahatan dalam klasifikasi ini, korbannya adalah pelaku itu sendiri. Misalnya: bunuh diri dan masokis
(menyiksa diri sendiri)

Kejahatan yang tidak ada korbannya

Kejahatan dalam klasifikasi ini misalnya adalah prostitusi, togel, mencontek.

2. Klasifikasi Kejahatan Berdasarkan Jenis Objek Sasaran

Kejahatan kemanusiaan

Kejahatan kemanusiaan adalah istilah di dalam hukum internasional yang mengacu pada tindakan
pembunuhan massal dengan penyiksaan terhadap tubuh dari orang-orang, sebagai suatu kejahatan
penyerangan terhadap yang lain yang mana objek sasarannya adalah manusia. Misalnya: pembunuhan,
pembasmian, perbudakan, pemerkosaan, penganiayaan terhadap kelompok lain.

Kejahatan perang

Kejahatan perang, objek sasarannya adalah lawan perang yang merupakan suatu tindakan pelanggaran,
dalam cakupan hukum internasional, terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik
militer maupun sipil, meliputi semua pelanggaran terhadap perlindungan yang telah ditentukan oleh
hukum perang, dan juga mencakup kegagalan untuk tunduk pada norma prosedur dan aturan
pertempuran, seperti menyerang pihak yang telah mengibarkan bendera putih, atau sebaliknya,
menggunakan bendera perdamaian itu sebagai taktik perang untuk mengecoh pihak lawan sebelum
menyerang

Kejahatan politik

Kejahatan politik itu meliputi state crime dan yang bukan state crime, sedangkan dalam berbagai
definisi dijelaskan bahwa kejahatan negara dikatakan identik dengan kejahatan politik yakni berupa
tindakan/perbuatan yang melawan negara seperti melanggar ketertiban umum, terorisme, subversive
(menggulingkan ideologi negara), mengganggu keamanan negara dan lainnya. Objek sasaran politik
adalah Negara.

Kejahatan harta benda

Kejahatan harta benda objek sasarannya adalah harta benda. Misalnya perampokan dan pencurian.

3. Klasifikasi Kejahatan Berdasarkan Cara yang digunakan

Kejahatan yang menyakiti orang lain


Kejahatan dengan menggunakan cara yang menyakiti orang lain. Misalnya pembunuhan

Kejahatan dengan kekerasan

Kejahatan dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Misalnya merampok tas dengan kasar.

Kejahatan dengan kelembutan

Kejahatan dengan menggunakan cara-cara yang halus tanpa menyakiti. Misalnya mencuri menggunkan
gendam (hipnotis)

Kejahatan dengan Media

Kejahatan dengan menggunakan media informasi sebagai cara untuk melakukan kejahatan dengan
menggunakan media informasi yang lagi marak saat ini. Misalnya kejahatan pembobolan ATM dengan
menggunakan internet dan adanya layanan primbon sms dengan cara ketik REG (spasi) Primbon, hal
ini secara tidak langsung merupakan penipuan karena biaya mahal yaitu 2000 rupiah setiap info yang
diberikan operator

Tags: kejahatan
Prev: Contoh kasus Psikologi
Next: Akhlak Terhadap Sesama Muslim

KELUARGA SEBAGAI KEKUATAN PENCEGAH


KENAKALAN ANAK DAN REMAJA
2010
02.05

oleh

Uke Hani Rasalwati

Pendahuluan

Kenakalan remaja merupakan salah satu dari sekian banyak masalah sosial yang semakin merebak
pada waktu sekarang ini. Masalah sosial sering dikaitkan dengan masalah perilaku menyimpang dan
bahkan pelanggaran hukum atau tindak kejahatan. Upaya rehabilitasi dianggap lebih tepat untuk
mengatasi masalah kenakalan remaja. Hal ini karena remaja adalah generasi penerus yang masih
memungkinkan potensi sumberdaya manusianya berkembang, sehingga pada saatnya akan
menggantikan generasi sebelumnya menjadi pemimpin-pemimpin bangsa.

Menurut Parillo, Stimpson dan Stimpson (1985), yang tergolong remaja nakal adalah mereka yang
ditangkap, seperti :
1. Anak laki-laki yang ditangkap lebih daripada anak perempuan
2. Angka penangkapan untuk kenakalan yang paling tinggi di kota-kota paling besar , yang
paling tinggi berikutnya di daerah-daerah subur, dan yang paling rendah adalah di wilayah-wilayah
pedesaan. Pola ini sama dalam semua bentuk kejahatan.
3. Angka penangkapan yang paling tinggi adalah kalangan anak-anak yang berasal dari keluarga
pecah (single parent) dan keluarga yang sangat besar.
4. Mereka yang ditangkap biasanya berakibat buruk di sekolah, menyebabkan putus sekolah atau
prestasinya rendah di bawah rata-rata.
5. Mereka yang ditangkap biasanya tinggal di wilayah-wilayah yang bercirikan adanya deprivasi
sosial dan ekonomi (tempat tinggal lebih penting daripada status keluarga dilihat dari resiko
ditangkap).

Penyebab Kenakalan Remaja

Manusia, termasuk anak dan remaja adalah mahluk sosial yang senantiasa melakukan interaksi yang
terbuka dengan berbagai faktor yang sulit dideteksi secara jelas, dan memungkinkan lebih bersifat
individual. Profesi pekerjaan sosial merupakan profesi yang bertanggung jawab atas masalah sosial
kenakalan remaja, menunjuk ketidakmampuan orang tua sebagai penyebab kenakalan remaja, yang
dalam hal ini berarti keluarga. Orang tua seharusnya memiliki kompetensi untuk mengendalikan
anak-anak mereka, terutama yang sedang memasuki masa remaja. Sosiolog memandang disorganisasi
sosial sebagai penyebab terjadinya kenakalan semaja, sedangkan psikolog mengacu pada pandangan
Freud, bahwa kenakalan remaja disebabkan oleh terjadinya inner conflict, kelabilan emosional dan
emosi alam bawah sadar lainnya.

Keluarga sering dianggap sebagai sumber tunggal dari banyak masalah sosial. Teoritisi Fungsionalis
beranggapan bahwa ketidakmampuan kelompok tertentu, terutama orang-orang miskin dan para
imigran, mengakibatkan anak-anak mereka mencari hubungan-hubungan alternatif seperti gang,
kelompok kriminal, dan kelompok sebaya yang menyimpang lainnya. Teoritisi Interaksionist
mempelajari pola-pola interaksi keluarga sebagai petunjuk mengapa beberapa anggota keluarga
berubah menyimpang, misalnya : keluarga-keluarga yang dikepalai oleh perempuan dan keluarga
yang pasangannya tidak menikah, tetapi menganut norma-norma keluarga konvensional, sering
mendapat stigma dan sumber masalah sosial. Bagi Teoritisi Konflik, keluarga adalah sumber
masalah sosial ketika nilai-nilai yang diajarkan bertentangan dengan masyarakat yang lebih besar.
Para sosiolog mengabaikan perspektif teoritis tentang keluarga tersebut dan cenderung memfokuskan
pada apa yang dapat dilakukan oleh institusi-institusi dalam masyarakat, terutama institusi-institusi
kesejahteraan sosial, untuk mempertahankan dan memperkuat stabilitas keluarga.

Keluarga sebagai iakatan sosial pertama yang dialami oleh seseorang. Di dalam keluargalah anak
belajar untuk hidup sebagai mahluk sosial yang berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungannya
(learning to live as a social being) (Brill, 1978). Keluarga merupakan wadah pertama bagi seseorang
untuk mempelajari bagaimana dirinya merupakan suatu pribadi yang terpisah dan harus berinteraksi
dengan orang-orang lain di luar dirinya. Interaksi sosial yang terjadi dalam keluarga ini merupakan
suatu komponen vital dalam sosialisasi seorang manusia. Anak akan menyerap berbagai macam
pengetahuan, norma, nilai, budi pekerti, tatakrama, sopan santun, serta berbagai keterampilan sosial
lainnya yang sangat berguna dalam berbagai kehidupan masyarakat. Anak akan belajar bagaimana
memikul rasa bersalah, bagaimana menghadapi secara konstruktif berbagai tanggapan anggota
keluarganya yang lain, anak akan mengembangkan rasa percaya diri, harga diri, kepuasan, dan cinta
kasih terhadap sesama mahluk. Dengan demikian, keluargalah pelaku pendidikan utama bagi seorang
anak menjadi manusia secara penuh, manusia yang mampu hidup bersama manusia lain dalam
lingkungannya yang diliputi suasana harmonis, bukan manusia congkak yang memiliki dorongan
agresi, merusak, dan mengganggu lingkungan sosialnya.

Suatu keluarga yang penuh dengan kehangatan, cinta kasih, dan dialog terbuka akan diserap oleh anak
dan dijadikan sebagai nilainya sendiri. Hal inilah yang menjadi landasan kuat anak dalam berinteraksi
dengan orang lain di masyarakat yang lebih luas. Pada kenyataannya, keluarga dengan kondisi seperti
itu tidak selalu terbentuk. Banyak keluarga yang penuh dengan kekerasan, akibat berbagai situasinya
tidak sempat mendidik anaknya menjadi manusia yang secara sosial memiliki kematangan, misalnya
anak yang hanya diarahkan kepada pembantu rumah tangga dari pagi hingga malam hari, enam hari
dalam seminggu, akibat kedua orang tuanya harus bekerja mencari nafkah. Banyak keluarga yang
merasa lingkungan sosialnya kurang aman sehingga melarang anak-anaknya bergaul di luar rumah,
sedangkan orang tuanya sendiri sibuk dengan pekerjaannya. Keluarga akan menghasilkan manusia
yang “kering”, “kerdil” dan “tidak bersahabat”. Inilah yang memungkinkan menjadi pra kondisi bagi
kenakalan anak dan remaja. Anak akan menyerap perilaku, kebiasaan, tatakrama, serta norma yang
berasal dari televisi tanpa mendapat bimbingan yang cukup berarti dari kedua orang tuanya. Anak
akan menyerap tanpa evaluasi, atas perilaku orang lain yang diamatinya.

Model Pendekatan Dalam Memahami Remaja

Kenakalan anak dan remaja merupakan hal yang harus diperhatikan oleh orang tua dalam upaya
pemecahannya. Tidak mudah untuk mendekati mereka tanpa memahami siapa mereka dan dalam
kondisi apa. Jones dan Pritchard (1985) mengemukakan lima model pendekatan untuk memahami
remaja, yaitu :

1. Model Konstitusi (Constitutional Model)

Model ini memahami remaja dari perkembangan biologis dan fisiologis. Perkembangan fisik dan
biologis yang terlalu dini atau terlalu lambat dapat menimbulkan masalah bagi remaja, terutama
dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Misalnya anak perempuan terlalu cepat mengalami
menstruasi dan mengalami pembesaran buah dada, atau sebaliknya terlambat (sudah lewat masa
remaja) belum mengalami masa menstruasi dan buah dadanya masih belum muncul. Hal ini dapat
menimbulkan kepanikan, rendah diri, yang akhirnya sulit berkomunikasi dan tidak dapat
menyesuaikan dengan lingkungan. Demikian pula dengan perkembangan biologis dan fisiologis anak
laki-laki, misalnya mimpi basah, tumbuh bulu dan lain-lain. Peran orang tua dalam hal ini sangat
penting untuk membimbing mempersiapkan berbagai kemungkinan menghadapi perkembangan
biologis dan fisiologis.

2. Model Krisis Identitas (Identity Crises Model)

Model ini memahami remaja berdasarkan pemahaman remaja terhadap identitas dan konsep dirinya.
Memandang remaja mengalami krisis identitas, belum memiliki kejelasan tentang siapa dirinya, apa
potensinya dan apa kekurangannya. Berdasarkan model ini, remaja harus dibantu untuk menjawab
pertanyaan siapa saya?, sehingga memperoleh kejelasan tentang konsep diri dan identitas dirinya. Bila
tidak, remaja akan mengidentifikasi dan melakukan imitasi identitas orang lain, terutama tokoh
idolanya sebagai dirinya. Masalah muncul bila tokoh yang menjadi idolanya adalah tokoh mafia, yang
sering digambarkan sebagai pembunuh berdarah dingin. Dalam hal ini peran orang tua dan para
profesional yang berkepentingan mempunyai tanggung jawab untuk membantu remaja agar memiliki
kejelasan terhadap identitas dan konsep dirinya.

3. Model Kebutuhan (Need Model)

Mengacu pada teori kebutuhan untuk memahami remaja. Menurut teori kebutuhan Maslow (1970),
bila kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman terpenuhi, maka pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan lainnya tidak akan banyak menemukan kesulitan yang berarti. Kedua kebutuhan tersebut
sangat berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan remaja yang lainnya. Remaja sering
menampilkan perilaku kasar bila perutnya lapar, kurang tidur an perasaannya tidak aman. Dalam hal
ini orang tua sangat berperanan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan fisiologis dan rasa aman
remaja.

4. Model Belajar Sosial (Social Learning Model)

Memandang bahwa remaja sangat sensitive atas model-model perilaku di lingkungannya. Bandura
(1970) mengemukakan sebuah teori bahwa apabila seseorang terekspos pada satu model perilaku,
kemudian exposure tersebut terjadi berulang-ulang (repetition), maka akan terjadi retention
(penyimpanan dalam long-term memory). Bila ini terjadi, maka seseorang tersebut akan mengikuti
model perilaku tersebut. Exposure ini biasanya dialami remaja dari media massa terutama televisi
atau dari lingkungan sebayanya. Bila model perilaku yang menempa remaja tersebut ternyata
dianggap cocok, maka remaja akan mengikuti model perilaku tersebut. Selain itu, pada saat
berkumpul dengan lingkungan kelompoknya, biasanya mereka berperilaku sama, yang sebenarnya
merupakan hasil belajar sosial. Masalah muncul apabila model perilaku yang mengeksposnya adalah
model perilaku negatif atau menyimpang. Orang tua dan para profesional yang berkepentingan juga
mempunyai tanggung jawab dalam hal mencegah tereksposnya remaja pada model-model perilaku
negatif atau menyimpang, atau mempersiapkan remaja agar memiliki ketahanan dalam menghadapi
pengaruh model-model perilaku tersebut.
5. Model Stress (Stress Model)

Memandang bahwa setiap orang pasti mengalami stress pada suatu saat. Kemampuan mengatasi stress
(Coping Ability) sangat berperanan. Stress yang tidak teratasi akan mengakibatkan kecemasan, baik
kecemasan ringan, seperti berkeringat, sampai kecemasan berat seperti psikosomatis. Daya untuk
mengatasi atau mengelola stress pada diri remaja perlu dikembangkan. Banyak kasus-kasus kenakalan
remaja disebabkan oleh stress dan rendahnya kemampuan untuk mengatasi. Pelatihan-pelatihan untuk
mengatasi stress dapat membantu para remaja mengembangkan coping ability.

Sedangkan ciri perilaku pada remaja adalah :


- Kecemasan yang menunjukkan pada gejala fisik. Misal: berkeringat, sakit perut, gemetar, sesak di
dada, sakit kepala, atau gelisah.
- Menunjukkan perilaku menghindar. Misalnya saja menghindari kegiatan sekolah, atau menghindar
dari lingkungan sosialnya dan malas bergaul
- Gangguan tidur atau kesulitan untuk tidur
- Kekhawatiran yang berlebih Dalam hal ini peran orangtua sangatlah diperlukan guna membantu anak
atau remaja dalam menangani kecemasan yang dialaminya.

Hendaknya orangtua dapat lebih peka terhadap keadaan atau perubahan yang sedang dialami oleh anak.
Berbicara secara langsung merupakan salah satu cara yang paling efektif dan memiliki pengaruh luas
terhadap jiwa anak. Membicarakan mengenai kekhawatiran dan ketakutan yang dirasakan mereka,
diharapkan akan sangat membantu meringankan beban yang dialami. Orangtua dapat pula
menyampaikan pada mereka bahwa orang lain juga pernah mengalami hal yang serupa. Hal lain yang
dapat diperoleh bahwasannya dengan berbicara secara langsung, orangtua mampu menguatkan anak
dalam beradaptasi dengan kondisi dan keadaannya saat ini.

Disamping itu juga orangtua dapat memberikan dorongan dan semangat dengan menggali potensi atau
keahlian dalam diri anak. Sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuannya dan tidak lagi
merasa malu atau minder dengan keadaannya. Melalui berbicara ataupun berinterkasi dengan anak
diharapkan nantinya kecemasan yang muncul dapat berkurang bahkan hilang.

Gangguan kecemasan umum dapat pula ditangani dengan melibatkan bantuan terapis, dokter, pihak
sekolah, maupun keluarga. Adanya keterbukaan dan komunikasi baik antara keluarga, sekolah, dan
profesional yang lain dapat meningkatkan kualitas hidup pada anak dan remaja yang sedang mengalami
kecemasan.

“Kecemasan bisa dialami siapa saja, tapi bagaimana kita menyikapi semua itu sehingga tidak
merugikan kita merupakan hal yang utama”

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&jd=Anxiety+Disorder
%3A+Dapat+Dialami+Pula+oleh+Anak+dan+Remaja&dn=20080717091703

Category Uncategorized |

No Comments

Perkembangan masa remaja


2010
02.04

Perkembangan masa remaja


Masalah remaja adalah masa datangnya pubertas (sebelas sampai empat belas tahun) sampai usia
sekitar delapan belas-masa tranisisi dari kanak-kanak ke dewasa. Masa ini hampir selalu merupakan
masa-masa sulit bagi remaja maupun orang tuanya. Ada sejumlah alasan untuk ini:

1. Remaja mulai menyampaikan kebebasanya dan haknya untuk mengemukakan pendapatnya sendiri.
Tidak terhindarkan, ini bisa menciptakan ketegangan dan perselisihan, dan bisa menjauhkan ia dari
keluarganya.
2. Ia lebih mudah dipengaruhi teman-temannya dari pada ketika masih lebih muda. Ini berarti pengaruh
orang tua pun melemah. Anak remaja berperilaku dan mempunyai kesenangan yang berbeda bahkan
bertentangan dengan perilaku dan kesenangan keluarga. Contoh-contoh yang umum adalah mode
pakaian, potongan rambut atau musik, yang semuanya harus mutakhir.
3. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhannya maupun seksualitasnya.
Perasaan seksual yang mulai muncul bisa menakutkan, membingungkan dan menjadi sumber perasaan
salah dan frustasi.
4. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri dan ini bersama-sama dengan emosinya yang biasanya
meningkat, mengakibatkan ia sukar menerima nasihat orang tua.

Ada sejumlah kesulitan yang sering dialami kaum remaja yang betapapun menjemukan bagi mereka
dan orang tua mereka, merupakan bagian yang normal dari perkembangan ini.

Beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum remaja, antara lain :

1. Variasi kondisi kejiwaan, suatu saat mungkin ia terlihat pendiam, cemberut, dan mengasingkan diri
tetapi pada saat yang lain ia terlihat sebaliknya-periang berseri-seri dan yakin. Perilaku yang sukar
ditebak dan berubah-ubah ini bukanlah abnormal. Itu hanya perlu diprihatinkan bila ia terjerumus
dalam kesulitan, kesulitan di sekolah atau kesulitan dengan teman-temannya.
2. Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba, hal ini normal dan sehat. Rasa ingin tahu seksual dan
bangkitnya birahi adalah normal dan sehat. Ingat, bahwa perilaku tertarik pada seks sendiri juga
merupakan ciri yang normal pada perkembangan masa remaja. Rasa ingin tahu seksual dan birahi jelas
menimbulkan bentuk-bentuk perilaku seksual.
3. Membolos
4. Perilaku anti sosial, seperti suka mengganggu, berbohong, kejam dan agresif. Sebabnya mungkin
bermacam-macam dan banyak tergantung pada budayanya. Akan tetapi, penyebab yang mendasar
adalah pengaruh buruk teman, dan kedisiplinan yang salah dari orang tua terutama bila terlalu keras
atau terlalu lunak-dan sering tidak ada sama sekali
5. Penyalahgunaan obat bius
6. Psikosis, bentuk psikosis yang paling dikenal orang adalah skizofrenia.

Apa yang harus anda lakukan bila anda merasa cemas terhadap anak remaja anda

Langkah pertama adalah bertanya kepada diri sendiri apakah perilaku yang mencemaskan itu adalah
perilaku yang normal pada anak remaja. Misalnya adalah pemurung, suka melawan, lebih senang
sendiri atau bersama teman-temannya dari pada bersama anda. Anak remaja anda ingin menunjukan
bahwa ia berbeda dengan anda. Hal ini dilakukan dengan berpakaian menurut mode mutakhir, begitu
pula dengan kesenanganya pada potongan rambut dan musik. Semua itu sangat normal, asal perilaku
tersebut tidak membahayakan, anda tidak perlu prihatin.

Tindakan selanjutnya adalah menetapkan batas dan mempertahankannya. Menetapkan batas itu
sangatlah penting, tetapi batas-batas itu haruslah cukup lebar untuk memungkinkan eksplorasi yang
sehat.

* Bila perilaku anak anda membahayakan atau melampaui batas-batas yang anda harapkan, langkah
berikutnya adalah memahami apa yang tidak beres.
* Depresi dan perilaku yang membahayakan diri selalu merupakan respon terhadap stres yang tidak
dapat diatasinya.
* Anak remaja yang berperilaku atau suka membolos seringkali akibat meniru dan mengikuti teman-
temannya, dan merupakan respon dari sikap orang tua yang terlalu ketat atau terlalu longgar.
* Minum-minuman alkohol dan menghisap ganja biasanya merupakan respon terhadap stres dan akibat
meniru teman. Masalah seksual paling sering mencerminkan adanya kesulitan diri didalam proses
pendewasaan.

Secara umum masalah yang terjadi pada remaja dapat diatasi dengan baik jika orang tuanya termasuk
orang tua yang “cukup baik”. Donald winnicott, seorang psikoanalisis dari Inggris memperkenalkan
istilah “good enough mothering” ia menggunakan istilah ini untuk mengacu pada kemampuan seorang
ibu untuk mengenali dan memberi respon terhadap kebutuhan anaknya, tanpa harus menjadi ibu yang
sempurna. Sekarang laki-laki pun telah “diikutsertakan”, sehingga cukup beralasan untuk
membicarakan tentang “menjadi orang tua yang cukup baik”

Tugas-tugas yang dilakukan oleh orang tua yang cukup baik, secara garis besar adalah:

1. memenuhi kebutuhan fisik yang paling pokok; sandang, pangan dan kesehatan
2. memberikan ikatan dan hubungan emosional, hubungan yang erat ini merupakan bagian penting dari
perkembangan fisik dan emosional yang sehat dari seorang anak.
3. Memberikan sutu landasan yang kokoh, ini berarti memberikan suasana rumah dan kehidupan
keluarga yang stabil.
4. Membimbing dan mengendalikan perilaku.
5. Memberikan berbagai pengalaman hidup yang normal, hal ini diperlukan untuk membantu anak anda
matang dan akhirnya mampu menjadi seorang dewasa yang mandiri. Sebagian besar orang tua tanpa
sadar telah memberikan pengalaman-pengalaman itu secara alami.
6. Mengajarkan cara berkomunikasi, orang tua yang baik mengajarkan anak untuk mampu menuangkan
pikiran kedalam kata-kata dan memberi nama pada setiap gagasan, mengutarakan gagasan-gagasan
yang rumit dan berbicara tentang hal-hal yang terkadang sulit untuk dibicarakan seperti ketakutan dan
amarah.
7. Membantu anak anda menjadi bagian dari keluarga.
8. Memberi teladan.

3. Karakteristik Remaja Nakal


Menurut Kartono (2003), remaja nakal itu mempunyai karakteristik umum
yang sangat berbeda dengan remaja tidak nakal. Perbedaan itu mencakup :
a. Perbedaan struktur intelektual
Pada umumnya inteligensi mereka tidak berbeda dengan inteligensi remaja
yang normal, namun jelas terdapat fungsi- fungsi kognitif khusus yang berbeda
biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas
prestasi daripada nilai untuk ketrampilan verbal (tes Wechsler). Mereka
kurang toleran terhadap hal-hal yang ambigius biasanya mereka kurang
mampu memperhitungkan tingkah laku orang lain bahkan tidak menghargai
pribadi lain dan menganggap orang lain sebagai cerminan dari diri sendiri.
b. Perbedaan fisik dan psikis
Remaja yang nakal ini lebih “idiot secara moral” dan memiliki perbedaan ciri
karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja
normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot, kuat, dan pada umumnya
17
bersikap lebih agresif. Hasil penelitian juga menunjukkan ditemukannya
fungsi fisiologis dan neurologis yang khas pada remaja nakal ini, yaitu:
mereka kurang bereaksi terhadap stimulus kesakitan dan menunjukkan
ketidakmatangan jasmaniah atau anomali perkembangan tertentu.
c. Ciri karakteristik individual
Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang
menyimpang, seperti :
1) Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang,
bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa depan.
2) Kebanyakan dari mereka terganggu secara emosional.
3) Mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga tidak
mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab
secara sosial.
4) Mereka senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang
merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya risiko
dan bahaya yang terkandung di dalamnya.
5) Pada umumnya mereka sangat impulsif dan suka tantangan dan bahaya.
6) Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya.
7) Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga mereka menjadi
liar dan jahat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja nakal biasanya
berbeda dengan remaja yang tidak nakal. Remaja nakal biasanya lebih
ambivalen terhadap otoritas, percaya diri, pemberontak, mempunyai kontrol
18
diri yang kurang, tidak mempunyai orientasi pada masa depan dan kurangnya
kemasakan sosial, sehingga sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Kenakalan Remaja
Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci
dijelaskan sebagai berikut :
a. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam
Santrock, 1996) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus
difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan
terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1)
terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan (2)
tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan
motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran
yang dituntut dari remaja.
Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan
kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan
aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa
balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari
berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka
merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka,
mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari
19
remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh
karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu
identitas, walaupun identitas tersebut negatif.
b. Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk
mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa
anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah
dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah
mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah
laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan
tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku
yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka
sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal
mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu
untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan
baru-baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri
mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua
yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat
pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri
oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai atribut
internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.
20
c. Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan
penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua
anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan,
seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang
menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir
meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka
menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.
d. Jenis kelamin
Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada
perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya
jumlah remaja laki- laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang
diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.
e. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang
rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak
begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka
terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk
sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao N. Lee (2005)
mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah
terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja
Vietnam menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara
umum tidak mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata dapat
21
menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi
akademik.
f. Proses keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap
aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih
sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya (dalam
Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak
memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak
efektif dan tidak sesua i merupakan faktor keluarga yang penting dalam
menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau
stress yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Faktor
genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun
persentasenya tidak begitu besar.
g. Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan
risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996)
terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan
kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada
remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang
melakukan kenakalan.
22
h. Kelas sosial ekonomi
Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas
sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal
di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang
memiliki banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini
disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk
mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka
mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status
dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan
“maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang
lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja
dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan
kenakalan.
i. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja.
Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja
mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan
memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka.
Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan
perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan
pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor- faktor
lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.
23
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling
berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah
faktor
keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya
yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan
rumah dan menuju teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang
ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku remaja dibandingkan
dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Syamsuddin, Prof., Dr. dan Vismaia, Dr. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.
Bandung : Remaja Rosdakarya.

Syaodih, Nana Sukmadinata, Prof.,Dr. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung


:Remaja Rosdakarya

Wiriaatmadja,Rochiati. 2007. Metode penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Furchan, Arief, MA.,Ph.D. (Penejemah). 2004. Pengantar penelitian Dalam Pendidikan.


Yogyakarta: Pustaka pelajar.

1. Hubungan antara pekerjaan orang tuanya dengan tingkat kenakalan

Untuk mengetahui apakah kenakalan juga ada hubungannya dengan pekerjaan


orangtuanya, artinya tingkat pemenuhan kebutuhan hidup. Karena pekerjaan
orangtua dapat dijadikan ukuran kemampuan ekonomi, guna memenuhi kebutuhan
keluarganya. Hal ini perlu diketahui karena dalam keberfungsian sosial, salah
satunya adalah mampu memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan data yang ada
mereka yang pekerjaan oangtuanya sebagai pegawai negeri 5 responden (16,7%),
berdagang 4 responden (13,3%), buruh 5 responden (16,6%), tukang kayu 2
responden (6,7%), montir/sopir 6 responden (20%), wiraswasta 5 responden
(16,6%), dan pensiunan 1 responden (3,3%).

7
Dari tabel korelasi diketahui bahwa kecenderungan anak pegawai negeri
walaupun melakukan kenakalan, namun pada tingkat kenakalan biasa. Lain halnya
bagi mereka yang orang tuanya mempunyai pekerjaan dagang, buruh, montir/sopir,
dan wiraswasta yang kecendrungannya melakukan kenakalan khusus. Hal ini
berarti pekerjaan orang tua berhubungan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan
oleh anak-anaknya. Keadan yang demikian karena mungkin bagi pegawai negeri
lebih memperhatikan anaknya untuk mencapai masa depan yang lebih baik,
ataupun kedisiplinan yang diterapkan serta nilai-nilai yang disosisalisasikan lebih
efektif. Sedang bagi mereka yang bukan pegawai negeri hanya sibuk mencari
nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga kurang ada perhatian
pada sosialisasai penanaman nilai dan norma-norma sosial kepada anak-anaknya.
Akibat dari semua itu maka anak-anaknya lebih tersosisalisasi oleh kelompoknya
yang kurang mengarahkan pada kehidupan yang normative.

2. Hubungan antara keutuhan keluarga dengan tingkat kenakalan

Secara teoritis keutuhan keluarga dapat berpengaruh terhadap kenakalan


remaja. Artinya banyak terdapat anak-anak remaja yang nakal datang dari keluarga
yang tidak utuh, baik dilihat dari struktur keluarga maupun dalam interaksinya di
keluarga

Dilihat dari keutuhan struktur keluarga, 21 responden (70%) dari keluarga utuh,
dan 9 responden dari keluarga tidak utuh. Berdasarkan data pada tabel korelasi
ternyata struktur keluarga ketidak utuhan struktur keluarga bukan jaminan bagi
anaknya untuk melakukan kenakalan, terutama kenakalan khusus. Karena ternyata
mereka yang berasal dari keluarga utuh justru lebih banyak yang melakukan
kenakalan khusus.

Namun jika dilihat dari keutuhan dalam interaksi, terlihat jelas bahwa mereka
yang melakukan kenakalan khusus berasal dari keluarga yang interaksinya kurang
dan tidak serasi sebesar 76,6%. Perlu diketahui bahwa keluarga yang interaksinya
serasi berjumlah 3 responden (10%), sedangkan yang interaksinya kurang serasi
14 responden (46,7%), dan yang tidak serasi 13 responden (43,3%). Jadi ketidak
berfungsian keluarga untuk menciptakan keserasian dalaam interaksi mempunyai
kecenderungan anak remajanya melakukan kenakalan. Artinya semakin tidak
serasi hubungan atau interaksi dalam keluarga tersebut tingkat kenakalan yang
dilakukan semakin berat, yaitu pada kenakalan khusus.

3. Hubungan antara kehidupan beragama keluarganya dengan tingkat kenakalan

Kehidupan beragama kelurga juga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat
keberfungsian sosial keluarga. Sebab dalam konsep keberfungsian juga dilihat dari
segi rokhani. Sebab keluarga yang menjalankan kewajiban agama secara baik,
berarti mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik. Artinya secara
teoritis bagi keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik, maka
anak-anaknyapun akan melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama.
Berdasarkan data yang ada mereka yang keluarganya taat beragama 6 responden
(20%), kurang taat beragama 15 responden (50%), dan tidak taat beragama 9
responden (30%). Dari tabel korelasi diketahui 70% dari responden yang
keluarganya kurang dan tidak taat beragama melakukan kenakalan khusus.

Dengan demikian ketaatan dan tidaknya beragama bagi keluarga sangat


berhubungan dengan kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Hal ini berarti
bahwa bagi keluarga yang taat menjalankan kewajiban agamanya kecil
kemungkinan anaknya melakukan kenakalan, baik kenakalan yang menjurus pada
pelanggaran dan kejahatan maupun kenakalan khusus, demikian juga sebaliknya.

4. Hubungan antara sikap orang tua dalam pendidikan anaknya dengan tingkat
kenakalan

Salah satu sebab kenakalan yang disebutkan pada kerangka konsep di atas
adalah sikap orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka yang orang tuanya
otoriter sebanyak 5 responden (16,6%), overprotection 3 responden (10%), kurang
memperhatikan 12 responden (40%), dan tidak memperhatikan sama sekali 10
responden (33,4%). Dari tabel korelasi diperoleh data seluruh responden yang
orang tuanya tidak memperhatikan sama sekali melakukan kenakalan khusus dan
yang kurang memperhatikan 11 dari 12 responden melakukan kenakalan khusus.
Dari kenyataan tersebut ternyata peranan keluarga dalam pendidikan sangat besar
pengaruhnya terhadap kehidupan anak.

5. Hubungan antara interaksi keluarga dengan lingkungannya dengan tingkat


kenakalan

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, oleh karena itu mau tidak
mau harus berhubungan dengan lengkungan sosialnya. Adapun yang diharapkan
dari hubungan tersebut adalah serasi, karena keserasian akan menciptakan
kenyamanan dan ketenteraman. Apabila hal itu dapat diciptakan, hal itu
meruapakan proses sosialisasi yang baik bagi anak-anaknya. Mereka yang
berhubungan serasi dengan lingkungan sosialnya berjumlah 8 responden (26,6%),
kurang serasi 12 responden (40%), dan tidak serasi 10 responden (33,4%). Dari
data yang ada terlihat bagi keluarga yang kurang dan tidak serasi hubungannya
dengan tetangga atau lingkungan sosialnya mempunyai kecenderungan anaknya
melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat yaitu kenakalan khusus.
Keadaan tersebut dapat dilihat dari 23 responden yang melakukan kenakalan
khusus 19 responden dari dari keluarga yang interaksinya dengan tetangga
kurang atau tidak serasi.

6. Pernah tidaknya responden ditahan dan dihukum hubungannya dengan keutuhan


struktur dan interaksi keluarga, serta ketaatan keluarga dalam menjalankan
kewajiban beragama
Data tentang responden yang pernah ditahan berjumlah 15 responden, dari
jumlah tersebut 3 responden (20%) karena kasus perkelaian, masing-masing 1
responden (6,7%) karena kasus penegeroyokan dan pembunuhan, 5 responden
(33,3%) karena kasus obat terlarang (narkotika) dan 8 responden (53,3%) karena
kasus pencurian.

Sedangkan responden yang pernah dihukum penjara berjumlah 10 responden


dengan rincian 7 responden karena kasus pencurian, masing-masing 1 responden
karena ksus pengeroyokan, pembunuhan, dan narkotika. Adapun lamanya mereka
dihukum antara 1 bulan-3 tahun, dengan rincian sebagai berikut 4 responden
(40%) dihukum penjara selama 1 bulan, 3 responden (30%) dihukum 3 bulan,
masing-masing 1 responden (10%) dihukum 7 bulan, 2 tahun, dan 3 tahun . Dari
responden yang pernah ditahan dan di hukum semuanya dari keluarga yang
struktur keluarganya utuh, tetapi interaksinya kurang dan tidak serasi. Hal ini
menunjukkan bahwa masalah interaksi dalam keluarga merupakan sebab utama
seorang remaja sampai ditahan dan dihukum penjara. Sedangkan dari sudut
ketaatan dalam menjalankan kewajiban agam bagi keluarganya masih terdapat 1
responden yang pernah ditahan dan dihukum karena kasus pencurian. Artinya
bahwa ketaatan beragama dari keluarganya belum menjamin anaknya bebas dari
kenakalan dan ditahan serta dihukum.

KENAKALAN REMAJA, FAKTOR PENYEBAB DAN TIPS MENGHADAPINYA


Minggu, 01-02-2009 10:13:45 oleh: Edward Manopo
Kanal: Opini

Kenakalan remaja di era modern ini sudah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak dibawah
umur yang sudah mengenal Rokok, Narkoba, Freesex, dan terlibat banyak tindakan kriminal
lainnya. Fakta ini sudah tidak dapat diungkuri lagi, anda dapat melihat brutalnya remaja jaman
sekarang. Dan saya pun pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri ketika sebuah anak kelas satu
SMA di kompelks saya, ditangkap/diciduk POLISI akibat menjadi seorang bandar gele, atau yang
lebih kita kenal dengan ganja.

Hal ini semua bisa terjadi karena adanya faktor-faktor kenakalan remaja berikut:

- kurangnya kasih sayang orang tua.

- kurangnya pengawasan dari orang tua.

- pergaulan dengan teman yang tidak sebaya.

- peran dari perkembangan iptek yang berdampak negatif.

- tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah.

- dasar-dasar agama yang kurang

- tidak adanya media penyalur bakat dan hobinya

- kebasan yang berlebihan

- masalah yang dipendam

Dan saya dapat memberikan beberapa tips untuk mengatasi dan mencegah kenakalan remaja,
yaitu:
- Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal apapun.

- Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. contohnya: kita boleh saja membiarkan
dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan kita dia telah
melewati batas yang sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang
harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut.

- Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih
tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan teman main yang sangat tidak sebaya
dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup yang
mungkin seharusnya belum perlu dia jalani.

- Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio, handphone,
dll.

- Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih banyak
menghabiskan waktunya selain di rumah.

- Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat
ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya.

- Kita perlu mendukung hobi yang dia inginkan selama itu masih positif untuk dia. Jangan pernah kita
mencegah hobinya maupun kesempatan dia mengembangkan bakat yang dia sukai selama bersifat
Positif. Karena dengan melarangnya dapat menggangu kepribadian dan kepercayaan dirinya.

- Anda sebagai orang tua harus menjadi tempat CURHAT yang nyaman untuk anak anda, sehingga
anda dapat membimbing dia ketika ia sedang menghadapi masalah.

Terima kasih telah membaca artikel ini, semoga dapat berguna bagi anda.

HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI KENAKALAN REMAJA

Kenakalan remaja dapat ditimbulkan oleh beberapa hal, sebagian di antaranya adalah:

1. PENGARUH KAWAN SEPERMAINAN


Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri.
Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka
dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota itu,
anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang
lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si
remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau
anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini
adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan
kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup
yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai modal
ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul
frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat
terlarang, dan lain sebagainya.Pengaruh kawan ini memang cukup besar. Dalam Mangala Sutta,
Sang Buddha bersabda: “Tak bergaul dengan orang tak bijaksana, bergaul dengan mereka
yang bijaksana, itulah Berkah Utama”. Pengaruh kawan sering diumpamakan sebagai
segumpal daging busuk apabila dibungkus dengan selembar daun maka daun itupun akan
berbau busuk. Sedangkan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan selembar kertas, kertas
itu pun akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan sedemikian besarnya pengaruh
pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang ketika remaja, khususnya. Oleh
karena itu, orangtua para remaja hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan
kesempatan anaknya bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak
benar. Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak
menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk
mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan
mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung
jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang
jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam
rumah akan dapat mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih
anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka
dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk
mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.

Dalam Digha Nikaya III, 188, Sang Buddha memberikan petunjuk tentang kriteria teman baik
yaitu mereka yang memberikan perlindungan apabila kita kurang hati-hati, menjaga barang-
barang dan harta kita apabila kita lengah, memberikan perlindungan apabila kita berada dalam
bahaya, tidak pergi meninggalkan kita apabila kita sedang dalam bahaya dan kesulitan, dan
membantu sanak keluarga kita.

Sebaliknya, dalam Digha Nikaya III, 182 diterangkan pula kriteria teman yang tidak baik.
Mereka adalah teman yang akan mendorong seseorang untuk menjadi penjudi, orang yang tidak
bermoral, pemabuk, penipu, dan pelanggar hukum.

2. PENDIDIKAN
Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak
seperti yang telah diterangkan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya III, 188. Agar anak dapat
memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu. Selain itu, perlu
dipikirkan pula latar belakang agama pengelola sekolah. Hal ini penting untuk menjaga agar
pendidikan Agama Buddha yang telah diperoleh anak di rumah tidak kacau dengan agama yang
diajarkan di sekolah. Berilah pengertian yang benar tentang adanya beberapa agama di dunia.
Berilah pengertian yang baik dan bebas dari kebencian tentang alasan orangtua memilih agama
Buddha serta alasan seorang anak harus mengikuti agama orangtua, Agama Buddha.Ketika
anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan
memilih perguruan tinggi. Orangtua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa
depan si anak berbahagia. Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan
dan bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orang tua. Masih sering terjadi dalam
masyarakat, orangtua yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya memilih
profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan
berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil
mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan
kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka
malah pergi bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal waktu
bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.

Anak pasti juga mempunyai hobi tertentu. Seperti yang telah disinggung di atas, biarkanlah
anak memilih jurusan sekolah yang sesuai dengan kesenangan ataupun bakat dan hobi si anak.
Tetapi bila anak tersebut tidak ingin bersekolah yang sesuai dengan hobinya, maka berilah
pengertian kepadanya bahwa tugas utamanya adalah bersekolah sesuai dengan pilihannya,
sedangkan hobi adalah kegiatan sampingan yang boleh dilakukan bila tugas utama telah selesai
dikerjakan.

3. PENGGUNAAN WAKTU LUANG


Kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha
menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu
luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi
waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang
positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang
negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa
iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para
remaja untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari
orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering menganggap
iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang sangat membanggakan.
Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat
bius, dan sebagainya.Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja sendiri,
sering pula karena dorongan teman sepergaulan yang kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat,
pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan
dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si remaja,
akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus.
Tersesat.

Oleh karena itu, orangtua hendaknya memberikan pengarahan yang berdasarkan cinta kasih
bahwa sikap iseng negatif seperti itu akan merugikan dirinya sendiri, orangtua, maupun
lingkungannya. Dalam memberikan pengarahan, orangtua hendaknya hanya membatasi
keisengan mereka. Jangan terlalu ikut campur dengan urusan remaja. Ada kemungkinan,
keisengan remaja adalah semacam ‘refreshing’ atas kejenuhannya dengan urusan tugas-tugas
sekolah. Dan apabila anak senang berkelahi, orangtua dapat memberikan penyaluran dengan
mengikutkannya pada satu kelompok olahraga beladiri.

Mengisi waktu luang selain diserahkan kepada kebijaksanaan remaja, ada baiknya pula
orangtua ikut memikirkannya pula. Orangtua hendaknya jangan hanya tersita oleh kesibukan
sehari-hari. Orangtua hendaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan materi remaja saja.
Orangtua hendaknya juga memperhatikan perkembangan batinnya. Remaja, selain
membutuhkan materi, sebenarnya juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Oleh karena
itu, waktu luang yang dimiliki remaja dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai
sarana rekreasi. Kegiatan keluarga ini hendaknya dapat diikuti oleh seluruh anggota keluarga.
Kegiatan keluarga dapat berupa pembacaan Paritta bersama di Cetiya dalam rumah ataupun
melakukan berbagai bentuk permainan bersama, misalnya scrabble, monopoli, dan lain
sebagainya. Kegiatan keluarga dapat pula berupa tukar pikiran dan berbicara dari hati ke hati.
Misalnya, dengan makan malam bersama atau duduk santai di ruang keluarga. Pada hari
Minggu seluruh anggota keluarga dapat diajak kebaktian di Vihãra setempat. Mengikuti
kebaktian, selain memperbaiki pola pikir agar lebih positif sesuai dengan Buddha Dhamma juga
dapat menjadi sarana rekreasi. Hal ini dapat terjadi karena di Vihãra kita dapat berjumpa
dengan banyak teman dan juga dapat berdiskusi Dhamma dengan para Bhikkhu maupun pandita
yang dijumpai. Selain itu, dihari libur, seluruh anggota keluarga dapat bersama-sama pergi
berenang, jalan-jalan ke taman ria atau mal, dan lain sebagainya.

4. UANG SAKU
Orangtua hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya
dapat diperoleh dengan kerja dan keringat. Remaja hendaknya dididik agar dapat menghargai
nilai uang. Mereka dilatih agar mempunyai sifat tidak suka memboroskan uang tetapi juga tidak
terlalu kikir. Anak diajarkan hidup dengan bijaksana dalam mempergunakan uang dengan selalu
menggunakan prinsip hidup ‘Jalan tengah’ seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha.Ajarkan
pula anak untuk mempunyai kebiasaan menabung sebagian dari uang sakunya. Menabung
bukanlah pengembangan watak kikir, melainkan sebagai bentuk menghargai uang yang didapat
dengan kerja dan semangat.

Pemberian uang saku kepada remaja memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang
saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang diberikan
dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah. Yaitu:

1. Anak menjadi boros


2. Anak tidak menghargai uang, dan
3. Anak malas belajar, sebab mereka pikir tanpa kepandaian pun uang gampang.
5. PERILAKU SEKSUAL
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja
dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat
umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya.
Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka,
merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja
kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era
globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu.
Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam
masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak
hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita,
sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan
dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.Dalam
memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua
hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda
usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian
agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran
dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih
banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan.
Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat.

Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak.
Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini
hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan.
Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk
menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara
orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu
menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa
takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.

Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya
memberikan bimbingan pendidikan seksual secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para
remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat
baik dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan teladan
dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan yang sesuai dengan Buddha
Dhamma. Sang Buddha telah memberikan pedoman untuk bergaul yang tentunya juga sesuai
untuk pegangan hidup para remaja. Mereka hendaknya dididik selalu ingat dan melaksanakan
Pancasila Buddhis. Pancasila Buddhis atau lima latihan kemoralan ini adalah latihan untuk
menghindari pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-
mabukan. Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan
sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang
boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan
menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus
dilakuk

You might also like