You are on page 1of 18

MARKAS BESAR

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN

SKENARIO SUPREMASI HUKUM INDONESIA TAHUN 2025


GUNA AKSELERASI GRAND STRATEGI POLRI 2005-2025
DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KAMDAGRI

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pembangunan nasional merupakan suatu kondisi ideal yang menjadi tujuan


utama dari pencapaian cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat
yang adil, makmur, sejahtera, dan mandiri, sehingga tercipta sebuah tatanan
kehidupan masyarakat yang madani. Keniscayaan tersebut bukanlah hal yang
mudah untuk diwujudkan, namun juga bukan hal yang mustahil untuk dicapai
dengan syarat terwujudnya supremasi hukum.

Dalam upaya mewujudkan supremasi hukum, Polri sebagai bagian dari


aparat penegak hukum, memiliki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan
harapan tersebut, karena dalam pelaksanaan tugasnya di bidang penegakan hukum
Polri akan bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat, dimana hal ini
akan mempengaruhi akselerasi program kerja jangka panjang Polri yang
terumuskan dalam Grand Strategi Polri 2005-2025.

Grand Strategi Polri 2005-2025 disusun untuk dijadikan pedoman bagi


seluruh anggota Polri agar dalam pelaksanaan tugasnya lebih terarah, namun pada
kenyataannya kinerja Polri dinilai masih belum sesuai dengan harapan masyarakat,
dimana hasil pencapaian pembangunan kepercayaan (trust building) selama 5 (lima)
tahun ini kurang menunjukan hasil optimal, padahal saat ini Polri sudah mulai
dihadapkan pada program kerja tahap kedua yaitu pembangunan kemitraan
(partnership building). Dengan kondisi ini sudah dapat dipastikan bahwa tantangan
dan beban kerja Polri dalam mencapai kesempurnaan (strives for excellence) akan
semakin berat.

1
2

Apabila akselerasi program kerja jangka panjang Polri (Grand Strategi Polri
2005-2025) kurang berhasil, maka perwujudan keamanan dalam negeri yang
menjadi tugas dan tanggungjawab Polri akan semakin jauh dari harapan dan dapat
berimplikasi pada supremasi hukum. Olah karena itu, merupakan tugas yang sangat
berat sekaligus tantangan bagi Polri untuk menjawab keraguan publik tersebut di
atas.

Mengacu pada kondisi tersebut, maka Polri perlu melakukan langkah-


langkah strategis bagi Polri agar peluang untuk mewujudkan keamanan dalam
negeri dapat tetap terbuka.

2. Permasalahan

Dari uraian latarbelakang tersebut di atas maka yang menjadi permasalahan


dalam penulisan ini adalah “diperlukan analisa tajam dalam supremasi hukum
di Indonesia tahun 2025 melalui teori scenario learning agar tujuan dari
Grand Strategi Polri 2005-2025 dapat tercapai, dan keamanan dalam negeri
pun dapat terwujud”.

3. Persoalan

Dari permasalahan tersebut di atas, maka dapat diinventarisir

a. Bagaimana kondisi faktual penegakan hukum di Indonesia?

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi?

c. Bagaimana kondisi ideal penegakan hukum di Indonesia?

d. Bagaimana skenario supremasi hukum di Indonesia tahun 2025 guna


akselerasi Grand Strategi Polri 2005-2025 dalam rangka mewujudkan
keamanan dalam negeri?

4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan Naskah Karya Perorangan ini dibatasi pada


gambaran situasi penegakan supremasi hukum di Indonesia tahun 2025 guna
akselerasi tujuan Grand Strategi Polri 2005-2025 dalam rangka mewujudkan
keamanan dalam negeri?
3

5. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan, merupakan gambaran awal dari penulisan NKP yang


dituangkan dalam latarbelakang, permasalahan, persoalan, dan ruang
lingkup penulisan.

Bab II : Landasan Teori, merupakan aspek pendukung naskah sekaligus


sebagai referensi untuk memperkuat esensi penulisan.

Bab III : Kondisi Faktual Supremasi Hukum di Indonesia, adalah suatu


kondisi yang terjadi saat ini menyangkut mekanisme penegakan
hukum di Indonesia yang cenderung masih paradoks.

Bab IV : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, adalah situasi yang


melatarbelakangi terciptanya kondisi ditinjau dari aspek internal dan
eksternal.

Bab V : Kondisi Ideal Supremasi Hukum di Indonesia, merupakan suatu


kondisi, bagaimana penegakan hukum tersebut dilaksanakan
sebagaimana telah diatur oleh undang-undang hukum yang berlaku
dengan tujuan terwujudnya supremasi hukum dan Kamdagri.

Bab VI : Skenario Supremasi Hukum Di Indonesia Tahun 2025 Guna


Mewujudkan Grand Strategi Polri 2005-2025 Dalam Rangka
Memelihara Kamdagri, Bab ini akan menjelaskan bagaimana teori
Scenario Learning diterapkan dengan tujuan untuk memprediksi
kondisi penegakan supremasi hukum yang akan terjadi di tahun 2025
untuk kemudian dijadikan bahan rujukan dan analisa untuk
memperkuat keyakinan pengambilan keputusan dan arah kebijakan
secara tepat.

Bab VII : Penutup, yaitu bagian penutup dari penulisan NKP yang berisi
ringkasan dari penulisan naskah yang dituangkan ke dalam Sub-Bab
kesimpulan, dan Rekomendasi sebagai usulan dan masukan dari
penulis bagi kemajuan penegakan hukum di Indonesia.
4

BAB II
LANDASAN TEORI

6. Teori Hukum

Teori umum tentang hukum yang dikembangkan oleh Hans Kelsen meliputi
dua aspek penting, yaitu aspek statis (nomostatic) sebagai perbuatan yang diatur
oleh hukum dan aspek dinamis (nomodinamic) sebagai hukum yang mengatur
perbuatan tertentu. Menurut Freidmann, dasar esensi dari pemikiran Kelsen tersebut
adalah :
a. Tujuan teori hukum, seperti tiap ilmu pengetahuan adalah untuk mengurangi
kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan.
b. Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku,
bukan mengenai hukum yang seharusnya.
c. Hukum adalah ilmu pengetahuan normatif bukan alam.
d. Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma, tidak hubungannya dengan
daya kerja norma-norma hukum.
e. Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi
dengan cara khusus.

7. Scenario Learning

Scenario learning merupakan pengembangan suatu skenario yang kemudian


diintegrasikan ke dalam proses pengambilan keputusan yang bertujuan untuk
memperkuat pemahaman terkait plausibilitas masa depan serta meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan. Skenario itu sendiri mengandung arti suatu proses
terkait proyeksi tentang masa depan yang potensial dan merupakan potensi tentang
prediksi yang mungkin terjadi namun tidak bersifat ramalan. Suatu proyeksi harus
diinterpretasikan sebagai pandangan masa depan berdasarkan informasi spesifik dan
asumsi yang logis. Adapun tahapan-tahapan penyusunan skenario antara lain;
Menetapkan Focal Concern (FC), mengidentifikasi Driving Force (DF),
menganalisis hubungan antar DF, memilih DF yang paling berpengaruh, menyusun
Matriks Skenario menentukan Ciri Kunci Setiap Skenario serta menyusun Narasi
Skenario.

4
5

BAB III

KONDISI FAKTUAL PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

8. Gambaran Penegakan Hukum Di Indonesia

Perkembangan hukum di Indonesia kini telah memasuki era baru, dimana


sistem yang ada sekarang mulai menunjukan perubahan ke arah sistem yang baik
dimana hukum diterapkan sebagaimana semestinya. Namun demikian hal ini
dianggap belum sepenuhnya mengakomodir kepentingan masyarakat di bidang
hukum, karena masih adanya intervensi yang dilakukan penguasa dalam aplikasi
penegakan hukum di Indonesia.

Kondisi di atas juga ditegaskan oleh Selo Sumardjan, dalam bukunya


“Menuju Tata Indonesia Baru”, bahwa “negara hukum Indonesia selama ini
didominasi oleh negara melalui pemerintah. Masyarakat negara hukum Indonesia
lebih merupakan suatu State Based Society dari pada Community Based Society
dan Negara dan pemerintah masih terlalu dominan dalam menentukan apa yang
harus dilakukan oleh hukum dengan segala akibatnya”.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum di Indonesia cenderung


bertolak belakang dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam tegaknya sebuah
negara hukum. berupa:
a. Sistem pemerintahan negara belum sepenuhnya didasarkan atas kedaulatan
rakyat, karena walaupun Pemilu Presiden telah dilaksanakan secara
langsung, namun pada prosesnya masih ada kesan bahwa presiden terpilih
haruslah orang-orang yang berasal dari kelompok atau golongan tertentu.
b. Adanya pembagian kekuasaan yang belum seimbang dengan check and balances
yang kurang jelas dan tegas.
c. Kurangnya peran aktif masyarakat atau warga negara dalam mengontrol serta
mengawasi jalannya pemerintahan.
d. Belum adanya jaminan dan penghormatan serta penghargaan terhadap hak asasi
manusia secara utuh.

e. Masih adanya unsur intervensi terhadap lembaga peradilan.

5
6

9. Peran Polri dalam menegakan hukum di Indonesia saat ini

Penegakan hukum yang selama ini telah dilaksanakan Polri secara maksimal
telah memunculkan dua sisi yang berbeda. Pada satu sisi seluruh insan Polri pantas
berbangga hati bahwa Polri telah berhasil menunjukan prestasi kerja pada dunia
internasional, khususnya terkait dengan penanganan jaringan terorisme di
Indonesia, dimana kejahatan terorisme merupakan tindakan yang harus diperangi
oleh negara-negara yang menganut sistem demokrasi. Namun di sisi lain Polri juga
harus mengakui dan menyadari akan adanya kekurangan dan kelemahan yang ada
pada saat ini, dimana hal ini tergambar dari adanya opini negatif dari sebagian
masyarakat (melalui informasi media massa), karena adanya beberapa pelanggaran
hukum yang justru melibatkan pimpinan dan anggota Polri sendiri, oleh karena itu
pembangunan kepercayaan yang diusung Polri selama 5 tahun dianggap kurang
memberikan hasil sempurna, dan dengan kondisi tersebut Polri sebagai aparat
penegak hukum dinilai belum mampu menunjukan sifat dan sikap profesionalnya.

Sementara itu aspek penegakan hukum yang selama ini diemban Polri baru
sebatas pelaksanaan tugas, namun belum mampu mengakomodir kepentingan
masyarakat di bidang penegakan hukum dengan dalih kepentingan politik penguasa
untuk menjaga eksistensi pemerintahannya. Proses penanganan kasus-kasus
menonjol yang menjadi pusat atensi masyarakat cenderung kurang ditangani secara
profesional dimana kasus-kasus mafia peradilan, mafia pajak, mafia peradilan dan
lain-lain terkesan tidak menemukan titik temu, seperti kasus Bank century,
penggelapan pajak, adanya makelar kasus di tubuh Polri dan sebagainya.

Ditinjau dari aspek peraturan perundang-undangan, tidak sedikit aturan


hukum atau undang-undang hukum pidana di Indonesia yang diadopsi dari hukum
yang di buat oleh pemerintah Belanda pada jaman penjajahan, dimana hukum
tersebut lebih memihak pada kepentingan penguasa. Kondisi ini tampaknya juga
berlaku dalam mekanisme penegakan hukum saat ini, dimana hukum di Indonesia
belum seutuhnya mengakomodir kepentingan publik, dan lebih banyak memihak
kepada kepentingan politik pemerintah.

Menyimak kondisi ini jelaslah sudah bahwa undang-undang di Indonesia


sudah tidak lagi sesuai dan relevan dengan perkembangan lingkungan strategik
yang terjadi saat ini, dimana pengetahuan hukum masyarakat pun kian meningkat.
7

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

10. Faktor internal


a. Kekuatan
1) Adanya Undang-Undang No. 2 tahun 2002, untuk
mempertegas tugas, fungsi dan wewenang Polri dalam memelihara
Kamdagri.
2) Telah disusunnya Grand Strategi Polri tahun 2005-2025, untuk
dijadikan pedoman kerja jangka panjang Polri ke depan.
3) Tercapainya prestasi penegakan hukum di bidang terorisme.

b. Kelemahan
1) Lemahnya kompetensi aparat penegak hukum (Polri) dalam
menangani kasus-kasus yang menjadi atensi publik.
2) Masih adanya aparat penegak hukum yang terlibat pelanggaran
hukum dan penyalahgunaan wewenang.
3) Masih adanya perilaku diskriminatif dalam menegakan hukum.

11. Faktor Eksternal


a. Peluang
1) Adanya pengawasan eksternal (DPR, LSM, pemerhati
Polri, Kompolnas, BPK, dan masyarakat) terhadap kinerja Polri.
2) Adanya komitmen pemerintah untuk menjadikan Polri
sebagai aparat penegak hukum yang Profesional, bermoral dan
modern.
3) Meningkatnya pengetahuan dan wawasan masyarakat di
bidang hukum, sehingga masyarakat memahami hak dan
kewajibannya.

b. Kendala
1) Lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum
khususnya kepada Polri.
8

2) Adanya peraturan yang tumpang tindih dan tarik ulur kewenangan


antara Polri dengan lembaga penegak hukum lainnya.
3) Masih adanya undang-undang yang tidak lagi sesuai dengan
perkembangan lingkungan strategik di bidang hukum.

BAB V

KONDISI IDEAL PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

12. Penegakan hukum yang diharapkan

Di dalam sistem hukum atau penegakan hukum terdapat 3 (tiga) aspek


penting untuk terwujudnya supremasi hukum, yaitu; Pertama, adanya struktur dan
institusi hukum, yang meliputi kekuasaan penyidikan, penuntutan, kekuasaan
kehakiman dan bantuan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan, kepolisian
kehakiman dan advokat/pengacara. Kedua, adanya budaya hukum, dimana hal
tersebut harus mampu direfleksikan melalui perilaku-perilaku yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat yang demokratis, transparan, partisipatif dan dapat
dipertanggungjawabkan yang mendukung dimensi keadilan dalam penegakan
hukum. Ketiga, yaitu adanya substansi hukum itu sendiri, dimana hal tersebut harus
memuat unsur-unsur norma yang dapat mendukung fungsi dan bekerjanya sistem
hukum dengan standar yang berlaku secara universal/internasional.

Selain hal di atas, dalam sistem kekuasaan politik dijelaskan bahwa, syarat-
syarat yang harus dipenuhi dalam mendukung tegaknya negara hukum adalah:

a. Adanya sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat,


dimana bentuk-bentuk pelaksanaannya dilakukan melalui Pemilu guna
memilih orang-orang yang akan duduk di dalam pemerintahan (eksekutif
dan legislatif).

b. Adanya pembagian kekuasaan yang seimbang atau check and balances yang
jelas dan tegas.

c. Adanya peran aktif masyarakat atau warga negara sebagai kontrol sosial untuk
turut serta mengawasi jalannya pemerintahan.
9

d. Adanya jaminan dan penghormatan serta penghargaan terhadap hak asasi


manusia.

e. Adanya lembaga peradilan yang bebas dari intervensi manapun dan mandiri.

Dengan demikian apabila penataan hukum di Indonesia telah memenuhi


kriteria tersebut di atas, maka negara hukum yang didambakan akan terwujud.

13. Peran Polri sebagai penegak hukum yang diharapkan


8
Prestasi Polri di bidang penegakan hukum sudah selayaknya dipertahankan,
bahkan harus terus ditingkatkan, karena hal ini merupakan hal yang penting untuk
meningkatkan kepercayaan dunia internasional bahwa bangsa Indonesia memiliki
komitmen kuat untuk menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang menjunjung
tinggi supremasi hukum.

Dalam rangka menyempurnakan pencapaian prestasi tersebut, maka


pimpinan yang memiliki kewajiban untuk menentukan kemajuan organisasi Polri
perlu melakukan berbagai pembenahan dan perbaikan terhadap sistem dan metode
yang dianggap memiliki kelemahan dan kekurangan agar mampu merubah stigma
negatif yang terlanjur berkembang di sebagian masyarakat menjadi sebuah pujian.
Hal untuk dapat merubah pandangan masyarakat tersebut adalah dengan
menunjukan sikap dan perilaku yang profesional dalam pelaksanaan tugas,
bermoral guna menghindari setiap tindakan yang bertentangan dengan norma
hukum yang berlaku dan modern dalam memanfaatkan kemajuan teknologi guna
mendukung pelaksanaan tugas, dalam hal ini bidang penegakan hukum.

Untuk mengakselerasikan pembangunan kepercayaan publik kepada Polri,


maka Polri harus mampu menunjukan komitmennya terhadap organisasi, artinya
bahwa Polri harus dapat menunjukan sosok yang peka terhadap setiap aspirasi yang
disampaikan masyarakat dan menindaklanjutinya berdasarkan prosedur dan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sesuai dengan kebijakan Kapolri, bahwa seluruh anggota Polri dari mulai
tingkat pimpinan hingga bawahan yang mengawaki Polri harus mampu menangani
setiap kasus yang menjadi perhatian publik, karena hal ini akan menjadi core
business bagi superioritas organisasi Polri di masyarakat maupun terhadap
peningkatan dukungan pemerintah.
10

Sebagaimana telah diulas bahwa sebagian dari perangkat hukum perundang-


undangan pidana Indonesia diadopsi dari hukum undang-undang peninggalan jaman
penjajahan Belanda, oleh karena itu sudah selayaknya Polri perlu melakukan
pendekatan dan kerjasama dengan lembaga-lembaga negara maupun instansi
penegak hukum berwenang lainnya untuk melakukan amandemen terhadap undang-
undang yang tidak lagi relevan dengan perkembangan era reformasi.

BAB VI

SKENARIO SUPREMASI HUKUM INDONESIA TAHUN 2025


GUNA AKSELERASI GRAND STRATEGI POLRI 2005-2025
DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KAMDAGRI

14. Program akselerasi Grand Strategi Polri 2005-2025 dalam rangka


mewujudkan keamanan dalam negeri

Sebagai pengemban tugas-tugas kepolisian yang meliputi pemeliharaan


Kamtibmas, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan
masyarakat hingga terwujudnya keamanan dalam negeri, maka seluruh program dan
kebijakan Polri haruslah tetap mengacu kepada Grand Strategi Polri (2005 -2025),
yang dirumuskan dalam tiga tahapan prioritas kerja Polri secara gradual yaitu
sebagai berikut:

a. Tahap I : Trust Building (2005 - 2009). Keberhasilan Polri dalam


menjalankan tugas memerlukan dukungan masyarakat dengan landasan
kepercayaan (trust).

b. Tahap II : Partnership Building (2010 - 2014). Merupakan kelanjutan dari


tahap pertama, di mana perlu dibangun kerjasama yang erat dengan berbagai
pihak yang terkait dengan pekerjaan Polri.

c. Tahap III : Strive for Excellence (2015 - 2025). Membangun kemampuan


pelayanan publik yang unggul dan dipercaya masyarakat. Dengan demikian
kebutuhan masyarakat akan pelayanan Polri yang optimal dapat
diwujudkan.
11

15. Scenario Learning

Menyikapi perkembangan lingkungan strategik yang terjadi begitu cepat,


menyebar dan menyeluruh, maka Polri mulai mengambil langkah-langkah strategis
guna mewujudkan keamanan dalam negeri.

a. Menetapkan Focal Concern

“Supremasi Hukum di Indonesia Tahun 2025”

b. Mengidentifikasi Driving Forces


10
1) Peraturan Perundang-Undangan
2) Aparat penegak hukum
3) Sistem dan metode Hukum
4) Komitmen pemerintah/DPR.
5) Sarana prasarana hukum
6) Budaya hukum masyarakat

c. Analisa Hubungan Antar Driving Forces

Sistem & Metode Hukum Aparat Penegak Hukum

FC :
Supremasi Hukum di Indonesia
Peraturan Per-UU Th 2025
Budaya Hukum Masy

Komitmen Pemerintah/ DPR Sarana Prasarana Hukum

d. Menentukan Driving forces

Dari gambar tersebut di atas dapat dilihat bahwa terdapat 2 (dua)


aspek hubungan antar Driving Forces yang berpengaruh diantaranya yaitu:
12

1) Aparat Penegak Hukum

2) Komitmen Pemerintah/DPR

e. Matriks Skenario

Aparat
Gakkum
(+)

KUADRAN KUADRAN
III I

Komitmen (-) (+) Komitmen


pemerintah/ pemerintah/
DPR KUADRAN KUADRAN DPR
IV II

(-)
Aparat
Gakkum

f. Ciri-Ciri Kunci Skenario


1) Aparat Gakkum
a) Indikator Positif
(1) Meningkatnya kemampuan aparat penegak hukum
dalam mewujudkan supremasi hukum.
(2) Adanya kerjasama antar aparat penegak hukum dalam
wadah CJS (Criminal Justice System).
(3) Adanya prestasi dalam penegakan hukum.

b) Indikator Negatif
13

(1) Kurangnya pengawasan terhadap aparat penegak


hukum dalam pelaksanaan tugas.
(2) Masih adanya pelanggaran dan penyalahgunaan
wewenang oleh aparat penegak hukum.
(3) Masih adanya diskriminasi dalam penegakan hukum.

2) Komitmen pemerintah/DPR
a) Indikator Positif
(1) Adanya political will pemerintah untuk mewujudkan
supremasi hukum di Indonesia.

(2) Berfungsinya lembaga eksekutif, legislatif dan


yudikatif dalam mewujudkan supremasi hukum.

(3) Adanya kewajiban untuk mengamandemen undang-


undang yang dianggap sudah tidak sesuai dengan
perkembangan era reformasi.

b) Indikator Negatif

(1) Masih adanya intervensi penguasa dalam penegakan


hukum untuk memperkuat eksistensi pemerintahan.

(2) Adanya upaya penguasa untuk menjadikan aparat


penegakan hukum sebagai alat kekuasaan.

(3) Adanya kepentingan politik dalam mengatur tata hukum


di Indonesia.

g. Symbol (Frase)

Aparat
Gakkum
(+) KUADRAN
KUADRAN
III I
Mobil Terjebak Mobil Melaju
Kemacetan Lancer
Komitmen (-) (+) Komitmen
pemerintah/ pemerintah/
KUADRAN KUADRAN
DPR DPR
IV II
Mobil mengalami Mobil Mogok
Kecelakaan Lalu Lintas
(-)
14

Aparat
Gakkum

h. Menyusun Narasi Skenario

1) Kuadran I : Mobil Melaju Lancar

Supremasi Hukum Indonesia tahun 2025 Tegak,


Kemampuan aparat penegak hukum meningkat, kerjasama antar CJS
harmonis dan sinergis, sehingga Prestasi kinerja aparat penegak
hukum pun meningkat. Hal ini diperkuat dengan adanya political
will pemerintah untuk mewujudkan supremasi hukum, dimana
lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif mampu memerankan
perannya dengan sempurna, dimana hal ini dibuktikan dengan
dilaksanakannya amandemen terhadap undang-undang yang dinilai
sudah tidak sesuai dengan perkembangan reformasi.

2) Kuadran II : Mobil Mogok

Supremasi hukum di Indonesia tahun 2026 lesu, karena


kurangnya pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum
akibatnya tidak sedikit aparat penegak hukum yang melakukan
pelanggaran hukum, dan bersikap diskriminasi dalam menegakan
hukum. Namun demikian dengan adanya Political will pemerintah
dalam menegakan supremasi hukum, maka lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudikatif pun tetap konsisten dalam melaksanakan
fungsinya sebagai lembaga yang berwenang mengamandemen setiap
undang-undang yang dinilai sudah invalid.

3) Kuadran III : Mobil Terjebak Kemacetan Lalu Lintas

Supremasi Hukum di Indonesia tahun 2025 pingsan,


Kemampuan aparat penegak hukum dalam mewujudkan supremasi
hukum telah mendukung, dimana kerjasama antar CJS pun berjalan
harmonis dan sinergis bahkan prestasi dalam penegakan hukum pun
dapat dicapai. Namun karena adanya intervensi pemerintah maka
15

aparat penegak hukum pun tidak lebih hanya menjadi alat


kekuasaan, terutama oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan
politik dalam penataan hukum di Indonesia.

4) Kuadran IV : Mobil Mengalami Kecelakaan Lalu Lintas

Supremasi Hukum di Indonesia tahun 2025, mati suri,


Pada kondisi ini negara harus melakukan reformasi total bidang
hukum secara total karena pelaksanaan hukum tidak berfungsi.
Kurangnya pengawasan tidak saja mengakibatkan pelanggaran dan
penyalah-gunaan wewenang oleh aparat penegak hukum, namun
juga sering bersikap diskriminasi dalam menegakan hukum. Kondisi
ini juga diperparah dengan adanya intervensi pemerintah dalam
penegakan hukum dimana aparat dijadikan alat kekuasaan
pemerintah untuk menjaga eksistensinya sesuai dengan kepentingan
politiknya dalam mengatur tata hukum di Indonesia.

16. Langkah-langkah pemecahan masalah


a. Apabila kondisi supremasi hukum Indonesia 2025 berada pada Kuadran II,
maka langkah-langkah yang ditempuh adalah:
1) Meningkatkan pengawasan kepada aparat penegak hukum dalam
melaksanakan tugasnya, dengan mengoptimalkan fungsi
pengawasan, (Kompolnas terhadap Polri, Komisi Yudisial terhadap
Kehakiman, Komisi Kejaksaan terhadap kejaksaan dan komisi
Advokat terhadap pengacara dan BPK).
2) Melakukan tindakan tegas sesuai dengan peraturan perundang-
undangan kepada oknum penegak hukum yang melanggar hukum
atau menyalahgunakan wewenang.
3) Mengaktifkan fungsi pengaduan masyarakat guna menampung
keluhan dan laporan masyarakat terhadap sikap dan perilaku aparat
penegak hukum yang melakukan tindakan diskriminasi.

b. Apabila kondisi supremasi hukum di Indonesia tahun 2025 berada pada


kuadran III, maka langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
16

1) Memperkuat komitmen seluruh aparat penegak hukum terhadap


organisasi untuk menghindari setiap upaya intervensi yang dilakukan
oleh pihak-pihak tertentu (individu pemerintah).
2) Melakukan pendekatan kepada pemerintah untuk mendapatkan
dukungan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di bidang
penegakan hukum serta meningkatkan kerjasama dan kemitraan
dengan instansi terkait lainnya dalam wadah Criminal Justice
System (CJS).
3) Memperkuat moral dan mental aparat penegak hukum agar selalu
mengabdi kepada kepentingan masyarakat, bukan kepada
kepentingan politik pemerintah.

BAB VII

PENUTUP

17. Kesimpulan

Dari uraian di atas, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai


berikut :

a. Berdirinya negara Indonesia sebagai negara hukum, bukan saja dapat


menjamin adanya keamanan dalam negeri yang kondusif, namun juga dapat
membawa seluruh rakyat Indonesia menuju tatanan kehidupan masyarakat
madani yang adil, makmur, sejahtera, dan mandiri sesuai dengan prinsip
pembangunan nasional.

b. Sebagai pengemban fungsi pemerintahan Polri memiliki peranan penting


untuk mendukung pencapaian pembangunan nasional dengan menempatkan
hukum sebagai panglima (supremasi hukum), dimana hal ini akan menjadi
“core business” bagi Polri untuk mengakselerasikan Grand Strategi Polri
2005-2025 dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.

c. Harapan tersebut di atas pada kenyataannya masih bertolak belakang dengan


kondisi faktual, karena kepentingan politik penguasa masih menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dalam penataan hukum di Indonesia, sehingga
17

berimplikasi pada pelaksanaan tugas Polri yang kurang optimal dan


profesional sebagai aparat penegak hukum, terlebih saat ini masih terdapat
sebagian undang-undang yang dinilai tidak sesuai dengan era reformasi.

d. Guna mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi dalam perwujudan


supremasi hukum di tahun 2025, maka Polri perlu melakukan pendekatan
teori scenario learning, guna memperkuat pengambilan keputusan secara
sistematis dan strategis serta efektif.

18. Rekomendasi

a. Untuk menyamakan persepsi terhadap supremasi hukum, diperlukan adanya


kegiatan rapat koordinasi antar CJS secara kontinyu, sehingga kerjasama
yang telah dibangun dapat terus terpelihara secara harmonis dan sinergis.

b. Diperlukan peningkatan kemampuan bagi penyidik Polri guna menangani


16
kasus-kasus yang menjadi atensi publik.

c. Guna meningkatkan motivasi kinerja seluruh aparat penegak hukum, maka


diperlukan penerapan reward and punishment secara konsisten dan
konsekuen tanpa adanya unsur diskriminasi.

d. Perlunya pemahaman skenario learning bagi setiap pimpinan Polri guna


mendukung pengambilan keputusan yang efektif guna mewujudkan
supremasi hukum.

Lembang, 21 M e i 2009
Penulis,
18

DAFTAR PUSTAKA

Ir. Nusyirwan Zen, “Paradigma Organisasi Pembelajaran dan Scenario Learning”,


Bahan Ajaran Peserta Sespati Polri Pendidikan Reguler ke 18, Tahun Pendidikan
2010, Lembang, 14 Juni 2010

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Grand Strategi Polri Menuju
Tahun 2025, Bekerjasama dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan
Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta Juni 2005

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Undang-Undang No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2002

Helmi, Supremasi Hukum, “Penegakan Hukum”, http://supremasihukum-helmi.blogspot.


com/2009/03/penegakan-hukum.html, Jumat, 6 Maret 2009

You might also like