You are on page 1of 25

DISUSUN

OLEH

METTY MEIKE BAWELLE


LENGANENG 2009
1
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
KATA PENGANTAR
Sastra lisan sangihe yang kaya, memiliki bermacam – macam
bentuk karya sastra. Terwaris sejak Gumansalangi dan dihargai sampai
saat ini. Banyak orang sangihe yang tidak peduli, pada akhirnya orang –
orang dari luar sangihe telah membukukannya. Sastra sebesar sastra
sangihe tidak pernah dijadikan bagian dari kekayaan sastra Indonesia,
entah mengapa ? Meskipun seorang Jan Engelberth Tatengkeng sudah
berjasa dan menjadi pelopor sastra angkatan pujangga baru tetapi tetap
saja dilupakan oleh Indonesia. Kekayaan sastra kita dan kebudayaan secara
umum hanya menjadi sumber penelitian orang lain dan menjadi
kebanggaan mereka bukan kebanggaan kita orang sangihe

Sekarang saatnya kita mulai menulis sesedikit dan sesederhana


mungkin tentang sastra secara khusus dan kebudayaan secara umum.
Menggali, meneliti dan membukukannya secara nasional. Tetapi kemudian
kita bertanya dalam hati “ siapa yang dapat mendanai penelitian
kebudayaan sangihe yang begitu besar ini”. Mungkin satu saat nanti ada
yang peduli. Mengangkat sastra sangihe sejajar dengan sastra lain di
Indonesia.

Tujuan penulisan ini untuk menjadi bahan pengenerasian nilai


sastra sangihe yang kepada generasi-generasi berikutnya untuk lebih
mencintai dan menghargai kebudayaannya sendiri.

Lenganeng, Nov. 2009


Penulis

i
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


Daftar Isi ...................................................................................................................... ii
BAB I. KONDA WULAENG MANUSIA PERTAMA SANGIHE .................................. 1
A. Cerita Gumansalangi dari sebuah catatan lepas yang ditemukan di
Pulau Mahumu yang dianggap sebagai versi Siau .............................................. 2
B. Cerita Gumansalangi berdasarkan reakaan dari Iverdikson Tinungki yang
diperkirakan merupakan cerita yang berkembang di luar sangihe................... 3
C. Ceriat Gumansalangi berdasarkan cerita yang berkembang disangihe. ... 4
D. Cerita Gumansalangi meurut Hamerson Juda ............................................... 5
BAB II. KESUSASTRAAN SANGIHE ........................................................................... 9
E. Puisi lama sangihe ........................................................................................ 12
a. Lahopa (Mantera) ...................................................................................... 12
b. Měbawalasě sambo ................................................................................... 13
c. Papantung (pantun)................................................................................... 13
d. Tatinggung / tinggung – tinggung (teka-teki) ............................................ 15
e. Me’bowo.................................................................................................... 16
f. Me’bawalase kantari ................................................................................. 17
F. Sasalamate..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 22

ii
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
BAB I.

KONDA WULAENG MANUSIA PERTAMA SANGIHE


(Sebuah tinjauan tentang berbagai versi cerita Gumansalangi)

Cerita Gumansalangi yang sudah diceritakan dari generasi ke


generasi di kepulauan sangihe merupakan sebuah legenda. Legenda
adalah dongeng yang berisi cerita tentang terjadinya nama-nama suatu
tempat (gunung,sungai,danau dan sebagainya). Karena cerita
Gumansalangi berhubungan dengan sejarah lahirnya sangihe maka dapat
digolongkan sebagai sejarah atau silsialah. Cerita tentang Gumansalangi
di generasikan secara lisan oleh leluhur orang sangihe. Tahun – tahun
yang menyatakan Kehidupan Gumansalangi tidak pernah menemui
kebenaran berdasarkan bukti. Kejadian-kejadian ,nama-nama tempat
kejadian peristiwa tidak jelas dan simpang siur.

Secara umum sejarah atau silsilah dikelompokan sebagai prosa


lama, yang berisi tentang, asal usul raja,adat istiadat, dan peristiwa penting
yang menyangkut keperwiraan raja dan para bangsawan, bercampur aduk
dengan cerita-cerita khayal.

Untuk membuktikan bahwa cerita Gumansalangi adalah bagian


dari prosa lama dibawah ini ada beberapa ringkasan cerita Gumansalangi.

1
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
A. Cerita Gumansalangi dari sebuah catatan lepas yang

ditemukan di Pulau Mahumu yang dianggap sebagai versi

Siau
Gumansalangi adalah kulano pertama di Pulau Sangihe
besar. Gumansalangi bersiteri Ondaasa yang disebut juga
Sangiangkonda atau Kondawulaeng. Gumansalangi adalah pangeran
kesultanan Cotabato,Mindanao Selatan akhir abad ke XII. Mereka
diperintahkan untuk pergi ketimur oleh ayah Gumansalangi
dengan maksud supaya mereka dapat mendirikan kerajaan
baru. Berangkatlah mereka dengan menunggangi ular terbang
sampai ke Pulau Marulung (pulau balut), kemudian keselatan
menuju pulau Mandolokang (pulau Taghulandang) dipulau ini
mereka tidak turun tetapi melanjutkan perjalanan ke pulau lain
melewati pulau Siau dan turun di pulau Sangihe besar.
Dalam perjalanan, ikut pula saudara laki-laki dari Kondaasa
bernama Pangeran Bawangunglare. Mereka lalu mendarat di
pantai Saluhe. Dikemudian hari nama Saluhe berubah menjadi
Saluhang dan kini menjadi Salurang.
Karena Gumansalangi adalah seorang bangsawan maka
tempat tersebut dinamakan Saluhang yang berararti ”dieluk-
elukan” dan dipelihara supaya dia bertumbuh dengan baik dan
subur. Sejak kedatangan Gumansalangi dan Kondaasa di saluhe,
selalu saja terdengar gemuruh dan terlihat kilat yang datang dari
gunung. Gumansalangi lalu diberikan gelar Medellu yg berarti
Guntur dan Kondaasa diberikan gelar Mengkila yang berarti cahaya

2
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
kilat. Gumansalangi dan Kondaasa memiliki dua orang putra
bernama Melintangnusa dan Melikunusa.
Gumansalangi lalu mendirikan kerajaan pada tahun 1300.
Wilayah kerajaannya sampai ke Malurung (Pulau Balut /
Philliphina).Saudara laki-laki Kondaasa melanjutkan perjalanan ke
kepulauan Talaud tepatnya di pulau Kabaruan. Sampai saat ini
tempat yang pertama kali diinjak oleh Pangeran Bawangunglare,
dinamakan Pangeran.
Gumansalangi menyerahkan waris raja kepada anaknya
yang sulung Melintangnusa pada tahun 1350. Anak bungsu
Melikunusa mengembara ke Mongondow dan memperisteri
Menongsangiang putri raja Mongondow.Melikunusa meninggal di
Mongondow sedangkan Melintangnusa meninggal di Philliphina
pada tahun 1400. Sesudah wafatnya Malintangnusa, kerajaan
terbagi dua yaitu kerajaan Utara bernama Sahabe atau Lumage
dan kerajaan Selatan bernama Manuwo atau Salurang. (dari
beberapa catatan lepas pemerhati sejarah sangihe).

B. Cerita Gumansalangi berdasarkan reakaan dari Iverdikson

Tinungki yang diperkirakan merupakan cerita yang

berkembang di luar sangihe.


Terbentuknya kerajaan pertama Sangihe berakar dari cerita
tentang Gumansalangi. Humansandulage beristeri Tendensehiwu
dan memperanakan Datung Dellu. Datung Dellu bersiteri Hiwungelo
dan memperanakan Gumansalangi.

3
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Gumansalangi, setelah mempersunting Ondaasa berlayar dari
Molibagu melalui pulau Ruang,Tagulandang,Biaro,Siau terus ke
Mindanao kemudian kepulau Sangihe, mereka tiba di Kauhis lalu
mendaki Gunung Sahendarumang dan berdiam disana sampai
terbentuknya kerajaan Sangihe pertama bernama Tampungang Lawo
pada tahun 1425.

C. Ceriat Gumansalangi berdasarkan cerita yang berkembang

di sangihe.
Gumansalangi adalah anak seorang raja dari sebuah kerajan
kecil diwilayah Philiphina bagian selatan. Ibunya meninggal
ketika Gumansalangi masih kecil. Raja kemudian menikah lagi
dengan perempuan lain dan melahirkan seorang puteri. Pada suatu
pesta sang puteri atas perintah ibunya mempengaruhi Raja dengan
sebuah permintaan dan berkata ”harta kekayaan tak penting bagiku
yang kuinginkan adalah agar Ayah dapat membunuh Gumansalangi.
Permintaan ini dilakukan agar tahta kerajaan tidak jatuh ketangan
Gumansalangi.
Keinginan itu diketahui oleh Batahalawo dan Batahasulu
atau Manderesulu orang sakti kerajaan pengikut Gumansalangi,
mereka lalu meberitahukan rencana itu pada Gumansalangi.
Batahalawo kemudian melemparkan ikat kepala ( poporong ) kelaut
yang kemudian menjelmah menjadi Dumalombang atau ular naga
besar. Dumalombang membawa terbang Gumansalangi dan tiba di
Rane dan tebing Mênanawo lalu mengitari bukit Bowong
Panamba,Dumêga dan Areng kambing. Setibanya ditempat yang

4
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
baru, setiap malam Gumansalangi hanya mendengarkan suara
burung pungguk atau Tanalawo, arti lain dari Tanalawo adalah
Pulau Besar.
Pada suatu senja digubuknya kedatangan seorang nenek yang
memerlukan tempat berteduh. Malam berikutnya dia didatangi lagi
seorang gadis cantik. Dua persitiwa membingungkan hati
Gumansalangi. Disaat tenang terdengar suara yang berkata ambilah
telur dipucuk pohon yang besar itu dan jangan sampai pecah.
Ditebangnyalah pohon tersebut sampai mendapatkan sebutir telur.
Telur itu kemudian pecah dalam perjalanan pulang, dari telur itu
keluar seorang puteri cantik yang kemudian dikenal dengan nama
Konda Wulaeng atau Sangiang Ondo Wasa (puteri perintang malam)
putri khayangan. Mereka menikah lalu dinobatkan menjadi Kasili
Mědělu dan Sangiang Měngkila yang berarti Putra Guntur dan
Putri Kilat. Dinamai demikian karena pakaian sang putri berkilau
seperti emas dan pertemuan mereka ditandai gemuruh dari langit.
Cerita ini juga menjadi bagian dari lahirnya nama sangihe, dan
menjadi inspirasi untuk pemotongan kue adat Tamo.
( Toponimi,Cerita rakyat, dan data sejarah dari kawasan
perbatasan Nusa Utara, Sub Dinas kebudayaan kab.Kepl. sangihe,
2006 )

D. Cerita Gumansalangi meurut Hamerson Juda


Tahun 1300, Pangeran Gumansalangi dibuang oleh orang
tuanya dari Cotabato – Mindanao, jauh ketengah hutan. Gumansalangi
dibuang karena tabiatnya buruk. Ditengah hutan Gumansalangi

5
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
menyadari kesalahannya sambil menangis-nangis dan tangisannya
terdengar sampai kekayangan. Dia lalu ditolong oleh raja dari
kayangan dengan mengirim putri bungsunya bernama konda kebumi
untuk menemui Gumansalangi dalam penyamaran sebagai seorang
perempuan yang berpenyakit kulit.

Gumansalangi mengajak perempuan itu untuk tinggal


bersamanya. Tapi beberapa hari kemudian sang putri menghilang
karena kembali kekhayangan. Dua kali putri melakukan hal itu
kepada Gumansalangi. Ketiga kalinya sang putri datang lagi dalam
rupa putri cantik atas perintah ayahnya. Sejak saat itu mereka
menjadi suami isteri.

Setelah menikah, atas perintah sang raja khayangan mereka


disuruh keluar dari hutan tersebut. Kepergian mereka ditemani oleh
kakak sang putri bernama Bawangung – Lare yang menjelmah
menjadi seekor naga. Mereka berangkat ketimur dan sampai ke
pulau Marulung (pulau balut sekarang) Ditempat ini mereka tidak
turun karena tidak ada tanda seperti yang disampaikan oleh
ayah mereka.Tanda-tanda tersebut adalah nampak kilat saling
menyambar dan gemuruh. Perjalanan di lanjutkan melewati Pulau
Mandalokang (Pulau taghulandang sekarang) mereka tidak
menetap disana karena tidak ada tanda dan terus ke pulau
Karangetang disana tidak juga terlihat tanda. Perjalanan dilanjutkan
ke pulau Tampungang Lawo menuju ke gunung Sahendalumang.
Di puncak gunung, mereka menemukan tanda berupa kilat dari
atas dan gemuruh dari bawah. Berdasarkan titah sang ayah,
6
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
menetaplah mereka di tempat itu. Gumansalangi diangkat menjadi
raja dengan gelar Medellu yang berarti bagaikan gemuruh,
sedangkan Putri Konda dijuluki Mengkila yang berarti putri kilat.
Kerajaan itu bernama kerajaan Tampungan Lawo.

Tahta kerajaan kemudian diserahkan kepada anaknya yang


sulung Melintangnusa tapi kemudian Melintangnusa pergi ke
Mindanao dan menikah dengan putri Mindanao bernama Putri
Hiabĕ anak dari raja tugis. Adiknya Melikunusa pergi ke daerah
Bolaang Mongondow dan menikah dengan putri Mongondow
bernama Menong Sangiang.

Dari beberapa versi cerita yang berkembang didalam kehidupan


orang sangihe di kepulauan sangihe dan diluar sangihe terdapat
kesimpangsiuran.

Tetapi intinya adalah terdapat dua orang tokoh dan dua tempat yaitu :
Gumansalangi dan Sangiang Konda Wulaeng. Kepulauan Philiphina dan
Kepl. Sangihe.

Dimengerti atau tidak, sudah sejak lama cerita ini berkembang


sebagai satera lisan, dan sampai saat ini orang sangihe tetap beranggapan
bahwa leluhur mereka berasla dari Philliphina. Benar atau tidaknya
cerita itu bukanlah masalah karena cerita ini sudah melegenda dan tidak
akan mungkin diulang lagi dari awalanya.

Jika kita melihat cerita ini sebagai bagian dari kehidupan nenek
moyang atau kehidupan mula-mula. Maka yang paling pokok adalah

7
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
manusia pertama yang menjadi cikal bakal kehidupan di tanah sangihe
adalah Konda wulaeng bukan Gumansalangi. Konda wulaeng adalah ibu
dari orang-orang sangihe.

Dilihat dari sisi lain bahwa keberadaan Gumansalangi dan


Sangiang Konda Wulaeng telah menjadi mitos yang tidak dapat
dihapuskan.

Mitos bagi masyarakat yang mendukungnya bukanlah sekedar cerita


yang menarik atau yang dianggap bersejarah, akan tetapi merupakan
suatu pernyataan dan kebenaran yang tinggi ,atau kenyataan yang
utama,yang meberikan pola dan landasan bagi kehidupan dewasa ini.
Pengetahuan tentang mitos yang lampau memberikan pembenaran bagi
ritual dan tindak moral,dan membina juga bagi pelaksanaan yang benar
dan tindakan yang suci.( Malinowski dalam Antropologi).

Cerita Gumansalangi juga menjelaskan kepada kita tentang konsep


kosmogoni Sangihe masa lalu. Kosmgoni berisi tentang penciptaan dan
asal-usul manusia. Dari cerita kehidupan manusia sangihe mula-mula
sampai lahirnya system kepercayaan, telah melahirkan sebuah kekayaan
sastra sangihe yang bernilai tinggi.

8
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
BAB II.

KESUSASTRAAN SANGIHE
(Pemaparan tentang bermacam-macam sastra sangihe)

Kekayaan sastra sangihe dimulai sejak kehidupan mula-mula di


kepulauan sangihe sejak adanya Gumansalangi dan Sangiang Konda
Wulaeng. Sistem kepercayaan yang dibangun oleh leuhur sangihe diawali
dengan lahirnya komunitas Sundeng. Didalam komunitas sundeng
terhimpun sebuah kelompok masyarakat pemuja kebesaran sang
penguasa alam, yang dianggap lebih berkuasa dari semua yang ada di
bumi sangihe.

Penguasa alam sangihe adalah Gengghonalangi yang berkuasa


sebagai roh dan tidak kelihatan tetapi dianggap mampu memberikan
jawaban atas semua permasalahan. Gengghonalangi yang bergelar Ruata
Saluruang adalah Tuhan tertinggi orang sangihe bersemayam dilangit
yang melihat keberadaan alam semesta. Oleh orang Kristen sangihe masa
kini, Genghonalangi dianggap sebagai “Allah Bapa yang bertahta di
surga”.Tetapi oleh sebagian orang Islam sangihe masa kini, tetap
mengacu kepada ajarannya bahwa “ Tiada Tuhan yang disembah
selain Allah”.

Kekuasan Gengghonalangi dibumi dapat ditemui melalui Aditinggi


penguasa daratan yang bersemayam di puncak-puncak bukit. Di laut,
kekuasaan Genghonalangi terwakilkan pada Mawendo. Hubungan antara
penganut dan pemuja dengan penguasa alam masa lalu tergambar dalam

9
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Ritual me’sundeng yang juga disebut Menale. Bentuk pengakuan terhadap
kekuatan Gengghonalangi dinyatakan melalui pengorbanan seorang gadis
yang masih perawan.

Sejak adanya sistem kepercayaan telah melahirkan berbagai bentuk


kebudayaan sangihe. Sebuah kebudayaan tidak akan terbentuk apabila
tidak ada masyarakat (dalam sebuah komunitas). Sistem kepercayaan
adalah bagian dari kebudayaan, sejak lahirnya sistem kepercayaan
berkembang pula bentuk kebudayaan lain yaitu bahasa dan kesenian.

Bentuk bahasa sangihe yang berkembang saat ini juga


merupakan bagian dari sistem kepercayaan masa lalu. Dalam system
pemerintahan lama, Sangihe dan Talaud mengenal raja, itulah sebabnya
dalam tingkatan bahasa dikenal bahasa halus yang dipakai di kalangan
Istana dan bahasa kasar digunakan oleh orang - orang biasa dan para
budak. (Paul Nebath,Budaya bahari dalam tradisi lisan daerah sangihe
talaud, 2004)

Berdasarkan sejarah, bahasa sangihe terdiri dari dua bentuk yaitu:

1. Bahasa sangihe Sasahara (sering disebut bahasa sastera atau


bahasa halus) lahir dan dikembangkan oleh penganut Mawendo.
Persebarannya berada di pulau-pulau kecil diluar pulau besar dan
dipesisir pantai.
Bukti dari penggunaan bahasa ini terdapat di daerah Manganitu
dan semua daerah bekas kerajaan Manganitu.
Mawendo sosok penguasa laut adalah pemarah (wawancara Gideon
Makamea, 2007). Untuk memohon kepada Mawendo harus
10
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
menggunakan bahasa yang halus dan sopan supaya tidak
melahirkan amarah dari Mawendo.
2. Bahasa sangihe sehari - hari. Bahasa ini digunakan secara umum
pada saat ini diseluruh wilayah kepulauan sangihe. Bahasa ini
lahir dan berkembang sejak sistem pemujaan kepada Aditinggi
dimulai. Penguasa Aditinggi merupakan sosok yang toleran,
sehingga untuk bertemu dengan aditinggi, bahasa bukan hal yang
mutlak.

Bahasa sasahara mulai digunakan sejak pelaksanaan - pelaksanaan ritual


dimasa lalu. Dari ritual – ritual inilah muncul penggunaan bahasa-bahasa
yang indah. Inti dari ritual-ritual masa lalu seperti : Menulude (ritual
besar), Menondo sakaeng, Menahulending banua,Melanise tembonang /
Melahunduitang adalah penggunaan Sasalamate.

Sastra sangihe yang masih digunakan berdasarkan umur lahirnya sastra


yaitu : Mantera,Me’bawalase Sambo, Papantun,Tatinggung,Mebowo,
Sasalamate,dan lain-lain. Dengan berjalannya waktu, muncullah
penggunaan sastra dalam mebawalase kantari.

Pada dasarnya semua bentuk sastra sangihe menggunakan bahasa –


bahasa puisi. Nilai-nilai puisi yang dikembangkan pada satsra sangihe
tergolong puisi lama dan prosa dalam sastra lisan.

11
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
E. Puisi lama sangihe

a. Lahopa (Mantera)

Mantera merupakan bentuk tertua dari sastra lisan


sangihe.
Mantera adalah bentuk puisi lama yang tertua di Indonesia.
Mantera isinya berbait-bait, ada yang berima dan tidak berima.
Jenis – jenis mantera sangihe :
- Mantra untuk membunuh orang yang masih hidup.
- Mantra untuk menghidupkan orang mati.
- Mantra untuk membuat sakit orang yang sehat
- Mantra untuk menyembuhkan orang sakit
- Mantra untuk membuat orang terpikat
- Mantra untuk keselamatan diri.
- Mantra untuk menangkal mantra
- Mantra untuk kesaktian seseorang.
- Mantera yang berhubungan dengan gejala alam seperti
menurunkan hujan,menghilangkan hujan,mengusir badai
dilaut.
Contoh mantra sangihe :

12
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
b. Měbawalasě sambo

Isi dari měbawalasě sambo berupa ungkapan, mantera dan


pantun.Tema dari puisi yang terkandung dalam sambo pada
umunya berupa nasehat.
Contoh sambo :
Abe pengumbalang biang apa sungkalene lawo.
Artinya ; Jangan selalu mengharapkan bidan, masih banyak
kekurangannya.
( Gideon Makamea,Mempelajari ungkapan dan sastra
sangihe,2003)

c. Papantung (pantun)

Pantun ialah bentuk puisi lama yang terdiri atas 4 larik


sebait berirama silang (ab – ab). Larik I dan II disebut sampiran,
yaitu bagian objektif, biasanya berupa lukisan alam atau apa saja
yang dapat diambil sebagai kiasan. Larik III dan IV dinamai
isi, sebagai subjektif. Pantun yang di kembangkan di sangihe
tergolong pantun kilat karena isinya pendek. Pantun sangihe
terdiri dari pantun lelucon,pantun anak, pantun nasehat/pantun
orang tua, pantun orang dewasa, pantun hinaan,dan pantun
bebas.
Contoh pantun ;
Isi pantun Arti pantun

13
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Tarai sarang siau Pergi ke siau
Mesenggoeng salipi Berlayarkan saripi
Abe kasusang marau Jangan sedih karena jauh
Hedo mesombang sui pi Nanti bertemu dimimpi
( Gideon Makamea,Mempelajari
ungkapan dan satra sangihe,2003)

Pia Dario kadodo Ada anak kecil


Suwowong meda Dibawah meja
Kumia kadodo Menangis anak kecil
Medorong kameja Meminta kemeja
Tarai mengawi koka Pergi memanjat koka
Nakatahida lelange pedi Terinjak cabang patah
Lumangsi medea doka Bergaya mencari pacar
Nakapile irunge pedi Terpilih hidungnya patah
Pia nalangku salamisi Ada mainanku salamisi
Ni iki su pepa Diikat di rumput
I papa u polisi Ayahmu polisi
Taku ni papepa Saya robohkan
Kina talang kina sasi Ikan talang ikan pantai
Maeng bega kumalang Kalau tidak tahu berenang,
Abe tumpa su sasi Jangan lompat di pantai

14
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
d. Tatinggung / tinggung – tinggung (teka-teki)

Teka – teki sudah dikenal sejak lama di kepulauan


sangihe dan berkembang pertama kali pada masa kerajaan
Tampungan Lawo ketika Makaampo menculik Sompo sehiwu
dan Timbang sehiwu untuk dijadikan isteri.
Teka - teki tersebut disampaikan oleh Lahauwang kepada
raja. Isi dari teka-teki Lahawuang adalah : “ Diantara bintang-
bintang yang gemerlapan ada dua bintang yang berkilauan
cahayanya”
Maksud dari kalimat “dua bintang yang berkilauan cahayanya
adalah” Sompo sehiwu dan Timbang sehiwu.
Contoh lain :
Teka teki dan artinya tebakan
Kumang bou kihi,mengkilo bou Ketam (alat untuk melicinkan
mohong. (makan melalui pantat, kayu, dala bahasa Manado
buang air besar melalui mulut) disebut sekap)
Maeng tawe kapuang tawe Mengayak sagu
rumaleng ( Kalau tidak dielus
tidak akan berjalan)
Lama nabeka simebang wulaeng Telur
(pecah piring keluar emas)
Dario kadodo pia botone (anak Buah nenas
kecil ada kondenya)
Taumata matane epa (orang Orang berkacamata
bermata empat)
15
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Dumalungkang suundangeng Kapal laut
kasuang saleleng apeng
( Menangis di hutan mayatnya di
pantai)
Pinikung, baline pinikung. Orang mati dimasukan di
Dingo, baline dingo ( Bungkusan peti
bukan bungkusan,Kiriman
bukan kiriman)
Tuline geguwa,irungne Gajah
manandu ( telinganya besar
hidungnya panjang)
Tau maghurang mememikule Siput (komang)
balene ( Orang tua memikul
rumahnya)
Kalu sempedi makapate ( Senjata
Sepenggal kayu bisa membunuh)
Dasi mepepapili, bawah Orang sedang memanjat
mededalutang.(Diatas menebas kelapa
pedang di bawah baku tembak)

e. Me’bowo

Me’bowo atau bawowo adalah kegiatan melagukan syair


untuk menidurkan anak atau bayi dalam ayunan. Bawowo
dapat digolongkan sebagai syair. Syair berasal dari bahasa

16
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Arab syu’ur, yang berarti perasaan. Dalam bahasa arab , syair
berarti penyair atau penggubahnya. Kata itu diturunkan dari
kata sya’ara yang berarti bertembang. Syair memiliki kesamaan
dengan pantun. Syair berisi nasehat,dongeng atau cerita.
Contoh bawowo :
Kawowo inang kawowo, apa nitendengi
lawo su hiwang takahalaweng
takaendengangu apa.

Artinya : Sayang si manis anak di manja orang


banyak di pangkuan yang dibentengi
tidak akan mengapa.

f. Me’bawalase kantari

Mebawalase kantari adalah bentuk tua dari masamper.


Masamper adalah kegiatan musical paduan suara yang saling
berbalas-balasan. Isi syair dari nyanyian masamper harus
berbentuk bahasa-bahasa indah yang puitis.

Contoh isi syair lagu masamper ;

Dudalung pasing suralung u naung


Su dunia mededalahagi
Kamangeng tama suku maka kendung
I leonganeng sale sumangi

I ro kasiang pekapuraneng
Sembeng kerene su tau mata
17
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Dunia ini tumba penumpaneng
Hedo su sorga takong sang apa

F. Sasalamate

Paul Nebath, dalam “Budaya Bahari dalam Tradisi Lisan


Daerah Sangihe Talaud” (temu tokoh daerah kabupaten
kepulauan sangihe 2004), mengatakan bahwa Sasalamate adalah
bentuk puisi. Puisi yang dimaksud berisi 10 sampai 36 larik atau
lebih. Paul Nebath juga mengatakan bahwa Sasalamate adalah
puisi sangihe. Sebetulnya puisi sangihe asli adalah “Kakumbaede”
bukan Sasalamate.
Dalam sasalamate tidak ada aturan larik dan berapa kata
dalam satu larik. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya
beberapa catatan lepas dan tutur dari beberapa orang tua yang
isinya berupa sasalamate panjang. Panjangnya bisa mencapai 100
atau 200 kalimat.
Kenapa sasalamate bisa mencapai banyak larik ( bukan 36 larik)
karena bentuk dan isi sasalamate di atur oleh si pengarang dan
penyusun sasalamate.
Sasalamate yang paling tepat dan paling benar adalah
sasalamate yang di ucapkan langsung tanpa di tulis atau di hafal.
Sasalamate yang baik lahir dari hati dan diucapkan langsung di
lokasi pelaksanaan acara. Yang lebih tepat, sasalamate adalah
bentuk doa dan nasehat yang isinya sangat puitis.
Bentuk sasalamate berdasarkan penggunaannya di acara atau ritual
diantaranya:
18
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
- Sasalamate Tamo
- Sasalamate Menondo Sakaeng
- Sasalamate Melanise Tembonang
- Sasalamate Mendangeng sake
- Sasalamate Perkawinan
- Sasalamate Menahulending Banua
- Dll

Contoh sasalamate memoto tamo dari Manganitu:

Tialang hale mapia munara maka daluase balage


Ute su orase ini I kite kai metetaloara si makananiang
Makananiang makadarumpelo, u kai kalu nanging
Kalu nanging mekekahaghiang, selerang ne tow one daung tinapeng
Nawombo lari tate I pelo mata, u kai kalu naung ontoi timpuang delu,
Saluhi upung gaghurang
Kai kalu ni suang su wulude nionto su tadetene, kalu tamahakang
anging tama lenggeng suwu – suwu, kalu ni suang tiala nionto
pemamatehang
Kai tiala banua pemamatehang lambung, Ku kai makoa pusaka su ana
pulung.

Ku ia mengasa e baliung lonsong,


Mambengelang mebebawelase

Sangeko su wembang koaneng,


Senggetang tamaloro
Kai taku I penuwang kalu didinure
Tileng lahampa liwutang
Kalu tutatengo su sembangeng, sukabekaseng u elo
Ku kai kalu mebebaloeng kalaumbure, dingangu kadadalure.

I kau taku haungang, taku haungang


Taku sahampikang taku sahampikang
19
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Taku haungang u heming sahampikang u dalege
Madiring makaonggang peli, makapeliaha bera
Bera dalai tanae kanawo, bera mapia kadeho kona

Eneku bingkung, eneku bingkung pendulagheng


Taku I pemoto lelange, tumbale taku sesohang
Pengalakeng towoe, penaghupia lambung
Arau we tanuhe kai alakeng pangase.

Menuwangke kalu niliku, obe kai petetumbihing


Kai kalu nahaka taonggange, lengge ta saghiahane
Kai nahaka su limang biang, su paledu yambia pekakentengang
Kai lohong tahulending

Ku ini balinebe potoku, kai poto I kite kebi

Salamate liung salamate, sinumarang sinumarang


Sarensang sinumarensang, sinumarang boeng nusa
Sarensang boeng buntuang
Tingihu ganding ndai su pato
Nawuna nanihing sahendeng dulage
Makakondo si sangiang,
Pia kakondo bukide liung salamate

20
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Dari beberapa syair memoto tamo yang disampaikan di beberapa
hayatan perkawinan dan kegiatan lainnya, menunjukan eratnya hubungan
antara memoto tamo dengan kisah Gumansalangi.

Sasalamate tamo di
acara pernikahan di
Kampung Adakele
kec. Manganitu
Selatan

21
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
DAFTAR PUSTAKA

BPH Jemaat Zaitun Paghulu,2005, Sejarah Gereja Paghulu (hasil seminar)


Dinas Pendidikan Nasional, Sub dinas Kebudayaan Kab.Kepl. Sangihe,2006,
Toponimi,Cerita rakyat dan Sejarah Dari Kawasan Nusa Utara.
Nebath Paul, 2004, Budaya Bahari dalam Tradisi Lisan Daerah Sangihe
Talaud (makalah), Tahuna
Makamea Gideon,2003, Mempelajari Ungkapan dan Sastra Daerah,
sangihe I kekendage.
Makamea Gideon, 2008,Prospek Budaya dan Tradisi-tradisi historis Daerah
Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud
Maryott Kenneth. R,1995, Manga Wekeng Asal u Tau Sangihe,The
Committee the promotion of the Sangir language, Davao
Philiphiness.
Sangihe, Badan adat, tanpa tahun, Tulude, Hasil sarasehan.
S.Pd. Surana, 2001, Pengantar Sastra Indonesia,PT. Tiga Serangkai.

Buku Anthropologi

22
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009

You might also like