You are on page 1of 37

Luka Bakar

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Menurut Billings and Stokes (1999) dalam bukunya Medical Surgical

Nursing, menyatakan bahwa : “Burns are injuries caused by thermal (liquid or

flame), chemical, or electrical agents”. Pengertian luka bakar adalah luka yang

disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia

dan radiasi, juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah (frost-bite). Luka bakar ini

dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan problem

fungsi maupun estetik (Mansjoer, Arif, 2000).

2. Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh kontak langsung antara anggota tubuh dengan

faktor penyebab luka bakar seperti api, listrik, bahan kimia ataupun radiasi ( Effendi.

C, 1999 ).

3. Patofisiologi luka bakar

Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut dan disfungsi

serebral. Kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal/akut/syok yang biasanya

berlangsung sampai 72 jam pertama. Kehilangan kulit sebagai sawar tubuh membuat

luka mudah terinfeksi selain itu kehilangan kulit yang luas menyebabkan penguapan

cairan tubuh yang berlebihan disertai dengan pengeluaran protein dan energi sehingga

terjadi gangguan metabolisme.

Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein

kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi

dan kegagalan fungsi organ seperti paru dan hepar yang berakhir dengan kematian.
Reaksi inflamasi yang berkepanjangan menyebabkan kerapuhan jaringan dan struktur

fungsional. Kondisi ini menyebabkan parut yang tidak beraturan, kontraktur,

deformitas sendi. (Mansjoer Arif, 2000).

Patofisiologi berdasarkan bagan :

Luka
Bakar

Jaringan Kulit Rusak

Permebilitas Kapiler

Pergeseran Cairan Terus Menerus

H2O, Elektrolit, Protein, Plasma Keluar Dari Intrasel Ke Interstitiel

Penurunan Albumin
Oedema Dibawah LUBAK

Tekanan Osmotik
Ion K Sel Rusak

Volume Darah
Ion K dalam darah

Hemokonsentrasi Cardiac Arest

4. Gambaran klinis

Gambaran klinis luka bakar( Brunner & Suddarth, 2002 ).

a. Derajat luka bakar

1) Derajat satu (superfisial)


Penyebab tersengat matahari dan terkena api dengan intensitasa yang

rendah. Melibatkan hanya epidermis, gejala yang dirasakan kesemutan,

hiperestesia (supersensitivitas) dan nyeri mereda bila didinginkan. Luka

tampak merah muda terang sampai merah dengan edema minimal dan putih

ketika ditekan. Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu disertai

pengelupasan kulit.

2) Derajat dua (partial thickness)

Penyebab tersiram air mendidih dan terbakar oleh nyala api.

Melibatkan epidermis dan bagian dermis, gejala nyeri, hiperestesia dan

sensitif terhadap udara dingin. Keadaan melepuh, dasar luka berbintik –

bintik merah, epidermis retak, permukaan basah dan edema. Kesembuhan

dalam waktu 2 hingga 3 minggu disertai pembentukan jaringan parut dan

bila ada infeksi dapat berubah menjadi derajat tiga.

3) Derajat tiga (full thickness)

Penyebab terbakar nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu

lama dan tersengat arus listrik. Melibatkan semua lapisan kulit, gejala tidak

terasa nyeri, syok, (hematuria ada dalam urin) dan kemungkinan hemolisis

(destruksi sel darah merah), kemungkinan terdapat luka masuk atau keluar

(pada luka bakar listrik). Kesembuhan dengan pembentukan eskar,

diperlukan pencangkokan, pembentukan parut dan hilangnya kontour serta

fungsi kulit. Pada fase yang lebih berat dapat terjadi amputasi pada daerah

jari atau ekstremitas.

b. Luas luka bakar

Perhitungan luas luka bakar antara lain berdasarkan Rule Of Nine dari

Wallace (1951) :
1) Kepala dan Leher : 9%

2) Ekstrimitas Atas : 2 x 9 % (kiri dan kanan)

3) Paha dan Betis – kaki : 4 x 9 % (kiri dan kanan)

4) Dada, Perut, Punggung, Bokong : 4x9%

5) Perineum dan Genetalia : 1%

Rumus tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif

permukaan kepala jauh lebih besar dan relatif permukaan kaki lebih kecil

digunakan rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 dari lund dan browder untuk

anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus-rumus tersebut diatas adalah

luas telapak tangan dianggap 1%. (Mansjoer Arif, 2000)

c. Berat ringannya luka bakar

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa

faktor (Engram B, 1999).

1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.

2) Kedalaman luka bakar.

3) Anatomi lokasi luka bakar.

4) Umur klien.

5) Riwayat pengobatan yang lalu.

6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.

d. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar

Beberapa indikasi klien dengan luka bakar yang harus menjalani rawat

inap ( Mansjoer Arif, 2000 )

1) Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar>10% pada anak atau >

15% pada orang dewasa.

2) Terancam edema laring akibat terhirupnya asap, udara hangat.


3) Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada wajah,

mata, tangan, kaki dan perineum.

e. Pemeriksaan diagnostik.

Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien luka

bakar ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.

2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini

terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam

pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.

3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,

khususnya pada cedera inhalasi asap.

4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.

5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan

kerusakan otot pada luka bakar.

6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada

luka bakar masif.

8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

5. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan luka bakar adalah dengan menutup lesi sesegera mungkin,

pencegahan infeksi dan mengurangi rasa sakit. Pencegahan trauma pada kulit yang

vital dan elemen didalamnya dan pembatasan pembentukan jaringan parut ( Mansjoer

Arif, 2000).

Pada saat kejadian, hal yang pertama harus dilakukan adalah menjauhkan

korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air.
Pada trauma dengan bahan kimia, siram kulit dengan air yang mengalir. Proses

koagulasi protein pada sel di jaringan yang terpajan suhu yang tinggi berlangsung

terus menerus walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses

tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan

mempertahankan suhu dingin pada jam pertama setelah kejadian. Oleh karena itu,

merendam bagian yang terkena selama lima belas menit pertama sangat bermanfaat.

Tindakan ini tidak dianjurkan untuk luka bakar >10%, karena akan terjadi hipotermia

yang menyebabkan cardiac arrest.

Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :

1) Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway), pernapasan

(breathing) dan sirkulasi (circulation).

2) Periksa jalan napas.

3) Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan jalan

napas (suction dan lain sebagainya), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi.

4) Berikan oksigen.

5) Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan cairan ringer laktat untuk

mengatasi syok.

6) Pasang kateter buli – buli untuk pemantau diuresis.

7) Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik.

8) Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous pressure/CVP) untuk

pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar ekstensif.

9) Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera

inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan

dapat yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan lebih

diindikasikan pada luka bakar derajat 2 dan 3 dengan luas >25%, atau pasien
tidak dapat minum. Terapi cairan dapat dihentikan bila masukkan oral dapat

menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung

kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu :

a) Cara Evans.

Untuk menghitung jumlah cairan pada hari pertama hitunglah :

Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)

Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc larutan koloid (2)

2000 cc glukosa 5% (3)

Separuh dari jumlah (1), (2) dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya

diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan cairan

setengah dari hari pertama. Pada hari ketiga berikan cairan setengah dari hari

kedua. Sebagai monitoring pemberian cairan lakukan penghitungan diuresis.

b) Cara Baxter.

Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai.

Jumlah cairan hari pertama dihitung dengan rumus = %luka bakar x BB (kg)

x 4cc. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya

diberikan dalam 16 jam selanjutnya. Hari pertama diberikan larutan ringer

laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua di berikan setengah dari

jumlah hari pertama.

6. Komplikasi

a. Neurologis

Trauma listrik dengan arus rendah akan menyebabkan satu atau lebih

gejala neurologis pada seluruh kasus, sementara arus tinggi menyebabkan defisit

neurologis pada dua per tiga kasus.

b. Trauma susunan saraf pusat


Gejala bervariasi mulai dari gangguan kesadaran, kejang, penurunan daya

ingat, kelebihan emosi, gangguan belajar dan sakit kepala.

c. Trauma susunan saraf tepi

Hilangnya daya sensoris dan motoris, parestesi, paralysis, disestesia,

causalgia dan distrofi refleks simpatis.

d. Kerusakan Pleura : Efusi dan Pneumnitis

e. Trauma Jantung, dapat terjadi aritmia

f. Trauma abdomen dapat menyebabkan nekrosis atau perforasi saluran cerna.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematik untuk mengumpulkan data dan

menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut (Gaffar,

1997).

Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan

secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/informasi tentang klien dikumpulkan

dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan. Tujuan pengkajian

keperawatan adalah mengumpulkan data dan menganalisa data sehingga ditemukan

diagnosa keperawatan.

Berdasarkan sumber data, data pengkajian dibedakan atas data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari klien tentang

kondisi klien. Artinya data tersebut dapat diperoleh walaupun klien tidak sadar

sehingga tidak dapat berkomunikasi. Misalnya data tentang kebersihan diri, data

tentang status kesadaran dan sebagainya terlepas dari lengkap tidaknya data yang

terkumpul. Data sekunder adalah data yang diperoleh selain dari klien. Seperti dari
perawat, dokter, ahli gizi, ahli fisioterapi, catatan keperawatan, pemeriksaan

laboratorium, hasil rontgen, pemeriksaan diagnostik lain, keluarga dan teman.

Adapun pengkajian yang ditemukan pada klien dengan luka bakar menurut

(Doenges, 1999) adalah sebagai berikut :

a. Aktifitas/istirahat :

Tanda :

Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;

gangguan massa otot, perubahan tonus.

b. Sirkulasi :

Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT) :

Hipotensi (syok); takikardia (syok/ansietas/nyeri); pembentukan oedema jaringan

(semua luka bakar).

c. Integritas ego:

Gejala:

Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.

Tanda :

Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

d. Eliminasi :

Tanda :

Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam

kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis

(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan

bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%

sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

e. Makanan/cairan :
Tanda :

Oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

f. Neurosensori:

Gejala:

Area batas; kesemutan.

Tanda:

Perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada

cedera ekstremitas.

g. Nyeri/kenyamanan :

Gejala :

Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara ekstern sensitif untuk

disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang

derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat

kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

h. Pernafasan :

Gejala :

Terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).

Tanda :

Serak; batuk mengi; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan

sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin

terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengi

(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:

gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam

(ronkhi).

i. Keamanan:
Tanda:

Kulit umum :

Destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan

dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar

mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya

penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera Api :

Terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase

intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong, mukosa

hidung dan muluit kering, merah; lepuh pada faring posterior; edema lingkar

mulut dan / atau lingkar nasal.

Adapun pengkajian yang ditemukan pada klien dengan luka bakar menurut

marillyn E. Donges, 1999 adalah sebagai berikut :

Data Subjektif Data Objektif


- Area kebas, kesemutan - Hipotensi ( Syok )

- Nyeri - Keterbatasan rentang gerak pada area

- Masalah tentang keluarga yang sakit

- Pekerjaan, keuangan, - Penurunan nadi perifer distal pada

kecacatan ekstremitas yang cedera

- Tidak tahu tentang - Takikardia

penyakitnya - Disritmia

- Takut dan cemas terhadap - Pembentukan edema jaringan (semua

penyakitnya luka bakar )

- Anoreksia - Area kulit tak terbakar dingin/lembab


2. Diagnosa Keperawatan

Adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual

atau potensial (Gaffar, 1997).

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang mejelaskan respon

manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok

dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan (Carpenito, L. J., 2002)

Menurut Hidayat (2002), diagnosa keperawatan dibagi sesuai masalah

kesehatan klien :

a. Aktual, diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang

nyata saat ini sesuai dengan data klinis yang ditemukan

b. Resiko Tinggi, diagnosa yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan nyata akan

terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan, saat ini masalah belum ada

tetapi etiologinya sudah ada.

c. Potensial, diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa perlu data tambahan

untuk memastikan tambahan masalah.

Tujuannya untuk mengidentifikasikan adanya masalah atau penyakit.

Diagnosa memberikan dasar pemilihan intervensi yang menjadi tanggung gugat

perawat. Perumusan diagnosa keperawatan adalah bagaimana diagnosa keperawatan

digunakan dalam proses pemecahan masalah. Melalui identifikasi dapat digambarkan

berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan Asuhan Keperawatan. Disamping

itu, dengan menentukan atau menyelidiki etiologi masalah akan dapat dijumpai faktor

yang menjadi kendala atau penyebabnya. Dengan menggambarkan tanda dan gejala

akan memperkuat memperkuat masalah yang ada.


Menurut Doenges maka diagnosa keperawatan pada klien dengan luka bakar

adalah sebagai berikut :

a. Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

kompresi jalan nafas thoraks dan dada atau keterbatasan pengembangan data.

b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

Kehilangan cairan melalui rute abnormal (luka bakar)

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan perlindungan kulit (jaringan

traumatik)

d. Gangguan Rasa Nyaman; Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan.

e. Perubahan perfusi Jaringan neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan

aliran darah arteri/vena

f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status

hipermetabolik.

g. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan tahanan

h. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit karena

destruksi lapisan kulit.

i. Ansietas berhubungan dengan perawatan di Rumah sakit/prosedur isolasi

j. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kejadian traumatik, kecacatan

k. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi atau mengoreksi masalah – masalah yang diidentifikasikan pada diagnosa

keperawatan.
Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan

menyimpulkan rencana dokumentasi (Lyer,Taptich, Bernoccchi -Losey, 1996).

Sebagai langkah selanjutnya dalam proses keperawatan adalah perencanaan, yaitu

penentuan apa yang ingin dilakukan untuk membantu klien. Untuk menmenuhi

kebutuhan kesehatan dan mengatasi masalah keperawatan. Langkah-langkah

perencanaannya dapat meliputi :

a. Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan diurutkan dengan prioritas tinggi, sedang dan

rendah. Masalah dengan prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam

hidup (misalnya bersihan jalan napas). Masalah dengan prioritas sedang

berhubungan dengan situasi yang tidak gawat dan situasi yang tidak mengancam

kehidupan klien (misalnya personal Hygiene klien). Masalah dengan prioritas

rendah berhubungan secara langsung dengan keadaan sakit atau prognosis yang

spesifik (misalnya masalah keuangan) (Carpenito, 2000)

b. Merumuskan tujuan dan Kriteria hasil

Kriteria Hasil adalah hasil intervensi keperawatan dan respon-respon klien

yang dapat dicapai, diinginkan oleh klien atau pemberi asuhan dan dapat dicapai

dalam periode waktu yang telah ditentukan (Doenges, 1999).

Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, Spesific (Khusus),

Measureable (dapat diukur), Acceptable (dapat diterima), Realable (nyata),

Time (waktu). Kriteri Hasil merupakan tujuan kearah mana perawatan kesehatan

diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan Asuhan Keperawatan.

Komponen pernyataan kriteria hasil :

1) Subjek, menunjukkan siapa yang mencapai Kriteria hasil


2) Kata kerja yang dapat diukur, menunjukkan tindakan, tingkah laku dan respon dari klien

yang dapat dilihat, didengar, dihidu atau diraba.

3) Hasil, menunjukkan respon fisiologis, psikologis dan gaya hidup yang diharapkan dari

klien terhadap intervensi

4) Kriteria, mengukur kemajuan klien dalam mencapai hasil dan menunjukkan tingkatan

kecakupan yang diperlukan untuk menyelesaikan hasil akhir.

5) Target waktu, menunjukkan periode waktu tertentu yang diinginkan untuk mencapai

kriteri hasil, dengan adanya batasan dalam waktu akan membantu perawat dalam

mengevaluasi tahap dalam memastikan apakah Kriteria hasil dapat dicapai dalam periode

waktu tertentu.

Adapun langkah – langkah perencanaan dapat meliputi :

1) Membuat prioritas urutan diagnosa

Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah

masalah keperawatan klien. Rencana keperawatan terdiri dari beberapa komponen

yaitu diagnosa keperawatan, tujuan dan instruksi perawatan (Gaffar,1997)

2) Diagnosa yang diprioritaskan

Dalam menentukan prioritas dari diagnosa keperawatan digunakan standar

prioritas kebutuhan dari Maslow ( fisiologi, rasa aman, cinta dan mencintai, harga diri

dan aktualisasi diri). Selain itu dapat juga digunakan standar prioritas seperti ancaman

kehidupan, ancaman kesehatan dan prioritas yang actual didahulukan dibanding

potensial.

Adapun perencanaan terdiri dari :

a) Tujuan

Tujuan adalah hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi diagnosa masalah

keperawatan. Dengan kata lain, tujuan merupakan sinonim dari Kriteria hasil. Secara
umum, tujuan ditulis dengan singkat, jelas dapat dimengerti, spesifik, dapat diukur,

dinilai, realistis dan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan. Kriteria hasil

merupakan standar evaluasi yang merupakan gambaran tentang faktor – faktor yang

dapat memberi petunjuk bahwa tujuan teal tercapai dan digunakan dalam membuat

pertimbangan

b) Instruksi Perawatan

Instruksi perawatan adalah suatu bentuk tindakan yang menunjukkan

perawatan dan pengobatan khusus. Perawat mempunyai kewenangan untuk

melakukan tindakan pada klien tertentu. Perawatan dan pengobatan dirancang untuk

membantu pencapaian satu atau lebih dari tujuan perawatan sehingga dapat

mengurangi, mencegah atau menghilangkan masalah klien.

Adapun perencanaan yang dilakukan pada klien luka bakar menurut Doenges,

1999 dalam rencana asuhan keperawatan adalah :

1. Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kompresi

jalan nafas thoraks dan dada atau keterbatasan pengembangan data.

Tujuan : Bersihan Jalan nafas kembali efektif

Kriteria hasil : - Bunyi nafas jelas

- Frekuensi pernafasan dalam rentang normal 16 – 20 x / menit

- Tidak dispnea / sianosis

Rencana Tindakan :

1.1 Kaji riwayat cedera, perhatikan adanya kondisi pernapasan sebelumnya

Rasionalisasi : Penyebab lama terpajan, terjadi dalam ruang tertutup atau terbuka

mengindikasikan cedera inhalasi

1.2 Catat frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, perhatikan adanya sianosis


Rasionalisasi : Takipnea, penggunaan otot Bantu dan perubahan sputum menunjukkan

distress pernafasan / edema paru

1.3 Auskultasi paru, perhatikan adanya stridor, mengi, penurunan bunyi nafas, batuk

rejan.

Rasionalisasi : obtruksi jalan nafas/distress pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau

lambat.

1.4 Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri muda pada kulit yang cedera

Rasionalisasi : Dugaan adanya hipoksemia atau karbonmonoksida

1.5 Tinggikan kepala tempat tidur sesuai indikasi

Rasionalisasi : Meningkatkan ekspansi paru optimal/ fungsi pernapasan

1.6 Ajarkan / latih nafas dalam

Rasionalisasi : Meningkatkan ekspansi paru, memoblisasi dan drainase sekret

1.7 Tingkatkan istirahat suara tapi kaji kemampuan untuk berbicara atau menelan secret

oral secara periodik

Rasionalisasi : Peningkatan serak/penurunan kemampuan untuk menelan

menunjukkan peningkata edema trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi

1.8 Kolaborasi untuk pemberian O2

Rasionalisasi : O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis

1.9 Awasi GDA

Rasionalisasi : Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman

untuk pengobatan

2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan

cairan melalui rute abnormal (luka bakar)

Tujuan : cairan dan elektrolit menjadi seimbang

Kriteria hasil : - Mukosa lembab


- Tanda vital stabil

- Input dan output seimbang

- Tidak terjadi dehidrasi

Rencana Tindakan :

2.1 Kaji tanda – tanda vital, CVP, perhatikan pengisian kapiler dan

kekutan nadi perifer

Rasionalisasi : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan

mengkaji respon kardiovaskuler

2.2 Awasi haluaran dan berat jenis urin. Observasi warna dan hemates

sesuai indikasi

Rasionalisasi : Secara umum, penggantian cairan harus dititrasi

untuk rata-rata haluaran urin 30 / 50 ml / jam (untuk

dewasa). Dapat merah atau sampai hitam, pada

kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya

darah dan keluarnya mioglobin.

2.3 Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tak tampak.

Rasionalisasi : Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan

protein, proses inflamasi dan kehilangan melalui

evaporasi tetap mempengaruhi volume sirkulasi dan

haluaran urine.

2.4 Catat jumlah dan tipe pemasukan cairan

Rasionalisasi : Penggantian masif/cepat dengan tipe cairan berbeda

dengan fluktuasi kecepatan pemberian memerlukan


tabulasi ketat untuk mencegah ketidakseimbangan

dan kelebihan cairan

2.5 Awasi perubahan mental

Rasionalisasi : Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat

mengindikasikan ketidakadekuatan volume sirkulasi/

penurunan perfusi serebral.

2.6 Observasi distensi abdomen, hematemesis dan feses

Rasionalisasi : Stres (curling) ulkus terjadi pada setengah dari

pasien dengan luka bakar berat.

2.7 Kolaborasi untuk pemasangan kateter

Rasionalisasi : Memungkinkan observasi ketat fungsi ginjal dan

mencegah stasis atau refleks urin.

2.8 Kolaborasi untuk pemasangan dan catat penggantian cairan IV

elektrolit, plasma, albumin

Rasionalisasi : Resusitasi cairan menggantikan kehilangan

cairan/elektrolit dan membantu mencegah

komplikasi

2.9 Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, elektrolit, Natrium urine

random)

Rasionalisasi : Mengidentifikasikan kehilangan darah/ kerusakan

SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan

elektrolit. Natrium urin kurang dari 10 mEq/L diduga

ketidak adekuatan penggantian cairan.

2.10 Kolaborasi untuk pemberian terapi :

- Diuretic
- Kalium

- Antasida

Rasionalisasi :

- Diuretic mungkin diindikasikan untuk meningkatkan haluaran urin membersihkan tubulus

dari debris

- Kalium penggantian lanjut mungkin karena kehilangan urin besar

- Antasida dapat menurunkan keasaman gastric

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan perlindungan kulit

(jaringan traumatik)

Tujuan : Infeksi tidak terjadi / terhindarkan

Kriteria hasil :

Pada pemeriksaan laboratorium leukosit normal : 5000 – 10000 / mm3

Penyembuhan luka tepat waktu, cepat mengering

Rencana Tindakan :

3.1 Tempatkan pasien dengan teknik isolasi yang tepat sesuai indikasi

Rasionalisasi : Tergantung tipe/luas dan isolasi dapat menurunkan

resiko kontaminasi

3.2 Tekankan pentingnya mencuci tangan

Rasionalisasi : Mencegah kontaminasi silang dan menurunkan

resiko infeksi

3.3 Gunakan skort, sarung tangan, masker dan teknik aseptik selama

perawatan luka

Rasionalisasi : Mencegah terpajan dengan organisme infeksius

3.4 Awasi/batasi pengunjung, bila perlu. Jelaskan prosedur isolasi

terhadap pengunjung.
Rasionalisasi : Mencegah kontaminasi silang dari pengunjung

3.5 Periksa area yang tidak terbakar (seperti lipat paha, lipatan leher,

membran mukosa) secara rutin.

Rasionalisasi : Infeksi oportunistik seringkali terjadi sehubungan

dengan depresi imun.

3.6 Berikan perawatan khusus pada mata

Rasionalisasi : Mata dapat membengkak atau menjadi terinfeksi

oleh drainase dan luka bakar sekitarnya.

3.7 Ganti balutan dan bersihkan area terbakar dalam bak hidroterapi.

Rasionalisasi : Air melembutkan dan membantu membuang balutan

dan jaringan parut.

3.8 Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas dengan gunting / forcep dan

priksa luka tiap hari

Rasionalisasi: Meningkatkan penyembuhan. Mencegah auto

kontaminasi dan mengidentifikasi adanya

penyembuhan dan deteksi dini infeksi luka baker.

3.9 Awasi tanda-tanda vital

Rasionalisasi : Indikator sepsis memerlukan evaluasi cepat dan

intervensi

3.10 Kolaborasi untuk pemberian antibiotik

Rasionalisasi : Pemberian antibiotik berguna sebagai anti microbial

4. Gangguan Rasa Nyaman ; Nyeri berhubungan dengan kerusakan

kulit/jaringan.
Tujuan : Rasa nyeri berkurang

Kriteria hasil : - Klien dapat mengontrol rasa nyerinya

- Klien dapat beristirahat

- Eksppresi wajah tampak rileks

Rencana Tindakan :

4.1. Kaji tingkat nyeri, perhatikan lokasi / karakter dan intensitas (skala 0 –

10)

Rasionalisasi : Untuk mengetahui derajat nyeri yang dirasakan oleh

klien.

4.2. Berikan tempat tidur yang nyaman dan suhu lingkungan yang nyaman

Rasionalisasi : Membantu menurunkan nyeri, suhu yang panas

dapat meningkatkan nyeri.

4.3. Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai

indikasi

Rasionalisasi : Gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi

dan kelelahan otot tergantung pada lokasi dan area

luka bakar

4.4. Lakukan penggantian balutan dan debridement setelah klien diberi obat

Rasionalisasi : Menurunkan terjadinya distress fisik dan emosi

sehubungan dengan penggantian balutan dan

debridemen.

4.5. Jelaskan prosedur / berikan informasi yang seiring dengan tepat

Rasionalisasi : Dukungan empati dapat membantu menghilangkan

nyeri/meningkatkan relaksasi. Mengetahui apa yang

diharapkan, memberikan kesempatan pada pasien


untuk menyiapkan diri dan meningkatkan rasa

control.

4.6. Berikan tindakan kenyamanan dasar, misalnya pijatan pada area yang

tidak sakit

Rasionalisasi : Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot

dan kelemahan umum.

4.7. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan

Rasionalisasi : Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi

nyeri/ kemampuan koping menurun

4.8. Kolaborasi untuk pemberian analgetik

Rasionalisasi : untuk mendapatkan obat mengurangi/menghilangkan

rasa nyeri

5. Perubahan perfusi Jaringan neurovaskuler perifer berhubungan dengan

penurunan aliran darah arteri/vena

Tujuan : Perfusi jaringan kuat

Kriteria hasil : Nadi perifer teraba dengan kualitas/ke kuatan sama,

pengisian kapiler baik Warna kulit normal/tidak pucat

pada area yang cedera

Rencana Tindakan :

5.1 Kaji warna, sensasi, gerakan nadi perifer dan pengisian kapiler pada

ekstrimitas luka baker, bandingkan dengan yang tidak terkena

Rasionalisasi : Pembentukan edema dapat secara cepat menekan

pembuluh darah sehingga mempengaruhi sirkulasi

dan meningkatkan status vena / edema Perbedaan


dengan tungkai yang tidak sakit membentu

membedakan masalah sistemik dengan lokal.

5.2 Tinggikan ekstrimitas yang sakit dengan tepat

Rasionalisasi : Meningkatkan sirkulasi sistemik/ aliran balik vena

dan dapat menurunkan edema

5.3 Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang tidak sakit.

Rasionalisasi : Meningkatkan sirkulasi local dan sistemik

5.4 Selidiki nadi secara teratur

Rasionalisasi : Disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat

perpindahan elektrolit, pengaruh pada curah

jantung/perfusi jantung.

5.5 Pertahankan penggantian cairan

Rasionalisasi : Memaksimalkan volume sirkulasi dan perfusi

jaringan.

5.6 Kolaborasi untuk pengawasan elektrolit, khususnya Natrium, Kalium

dan kalsium

Rasionalisasi : Kehilangan/perpindahan elektrolit ini mempengaruhi

potensial/eksibilitas membran mukosa, sehingga

mengubah konduksi miokard, potensial resiko

disritmia dan menurunkan curah jantung/perfusi

jaringan.

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status

hipermetabolik.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi


Kriteria hasil : Pemasukan nutrisi adekuat, berat badan stabil,

keseimbangan nitrogen positif dan regenerasi jaringan.

Rencana Tindakan :

6.1 Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif

Rasionalisasi : Ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka

bakar.

6.2 Pertahankan jumlah kalori tetap, timbang BB tiap hari

Rasionalisasi : Pedoman tepat untuk pemasukan kalori tepat. Sesuai

dengan penyembuhan luka, presentase area luka

bakar untuk menghitung bentuk diet yang diberikan.

6.3 Awasi massa otot / lemak subkutan sesuai indikasi

Rasionalisasi : Mungkin berguna untuk memperkirakan perbaikan

tubuh/ kehilangan dan keeektifan terapi.

6.4 Berikan makan dan makanan kecil sedikit tapi sering

Rasionalisasi : Membantu mencegah distensi gaster/

ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.

6.5 Pastikan makanan yang disukai / tidak disukai

Rasionalisasi : Memberikan rasa kontrol, dapat memperbaiki

pemasukan.

6.6 Berikan kebersihan oral sebelum makan

Rasionalisasi : Mulut/palatum bersih meningkatkan rasa dan

membantu nafsu makan.

6.7 Kolaborasi untuk pemberian diet TKTP


Rasionalisasi : Kalori, protein dan vitamin yang dibutuhkan untuk

memenuhi peningkatan kebutuhan metabolic,

mempertahankan BB dan mendorong regenerasi

jaringan.

7. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan

tahanan

Tujuan : Mempertahankan / meningkatkan kekuatan

Kriteria hasil : - Dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan

- Tidak kontraktur

Rencana Tindakan :

7.1 Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau belat untuk luka

bakar diatas sendi

Rasionalisasi : Meningkatkan posisi fungsional pada ekstrimitas dan

mencegah kontraktur yang lebih mungkin diatas

sendi

7.2 Perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensasi jari secara sering

Rasionalisasi : Edema dapat mempengaruhi sirkulasi pada

ekstrimitas dan mempotensialkan nekrosis jaringan/

terjadinya kontraktur

7.3 Lakukan rehabilitasi pada saat penerimaan

Rasionalisasi : Akan lebih mudah untuk membuat partisipasi bila

pasien menyadari kemungkinan adanya

penyembuhan
7.4 Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dg pasif –

aktif

Rasionalisasi : Mencegah secara progresif mengencangnya jaringan

parut, meningkatkan pemeliharaan otot/ sendi.

7.5 Beri obat sebelum aktivitas / gerak

Rasionalisasi : Menurunkan kekakuan otot/jaringan dan tegangan

memampukan pasien untuk lebih aktif dalam

perawatan

7.6 Jadwalkan pengobatan dan aktivitas perawatan untuk memberikan

periode istirahat tidak terganggu

Rasionalisasi : Meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien

terhadap aktivitas.

7.7 Instruksikan dan bantu dalam mobilisasi, contoh : tongkat

Rasionalisasi : Meningkatkan keamanan ambulasi

7.8 Libatkan keluarga dalam pemberian dukungan

Rasionalisasi : Memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif

dalam perawatan pasien.

7.9 Masukkan aktivitas sehari – hari dalam terapi fisik, hidroterapi dan

Asuhan Keperawatan

Rasionalisasi : Komunikasi aktifitas yang menghasilkan perbaikan

hasil dengan meningkatkan efek masing – masing.

7.10 Dorong partisipsi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemampuan

Rasionalisasi : Meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri

dan membantu proses perbaikan

7.11Konsul dengan rehabilitasi, fisical dan terapis


Rasionalisasi : Memberikan program latihan terintegrasi dan alat

bantu khusus berdasarkan kebutuhan individu

8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit

karena destruksi lapisan kulit.

Tujuan : Terjadinya regenerasi jaringan

Kriteria hasil : - Adanya regenerasi jaringan

- Penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.

Rencana Tindakan :

Pre operasi

8.1 Kaji / catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan

nekrosis dan kondisi sekitar luka

Rasionalisasi: Membrikan informasi dasar tentang kebutuhan

penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang

sirkulasi pada area graft

8.2 Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol

infeksi.

Rasionalisasi : Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan

menurunkan resiko infeksi / kegagalan graft

Post Operasi

8.3 Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi

Rasionalisasi : Balutan yang melekat pada kulit untuk menutupi

luka bakar

8.4 Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang

diinginkan dan immobilisasi area bila diindikasikan


Rasionalisasi : Menurunkan pembengkakan/ membatasi resiko

pemisahan graft, mempengaruhi penyembuhan

graft.

8.5 Pertahankan balutan diatas area graft baru sesuai indikasi

Rasionalisasi : Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permu

kaan tembus pandang tidak reaktif untuk

menghilangkan robekan dari epitel

baru/melindungi jaringan sembuh.

8.6 Evaluasi warna sisi graft dan donor : perhatikan ada/ tidaknya

penyembuhan

Rasionalisasi : Mengevaluasi keefektifan sirkulasi dan meng

identifikasikan terjadinya komplikasi

9. Ansietas berhubungan dengan perawatan di RS/ prosedur isolasi

Tujuan : Rasa cemas teratasi

Kriteria hasil : - Klien tampak tenang

- Klien dapat beristirahat

- Wajah tampak rileks

Rencana Tindakan :

9.1 Beri penjelasan dengan sering dan informasi prosedur perawatan

Rasionalisasi : Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan

ketakutan dan ansietas, memperjelas kesalahan

konsep dan meningkatkan kerjasama.

9.2 Tunjukkan rasa empati kepada klien


Rasionalisasi : Membantu pasien/orang terdekat mengetahui

dukungan dan perawatan yang dilakukan.

9.3 Libatkan keluarga/orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan

kapanpun memungkinkan

Rasionalisasi : Meningkatkan ras control dan kerjasama

9.4 Kaji status mental klien

Rasionalisasi : Pada awal pasien dapat menggunakan

penyangkalan dan persepsi untuk menurunkan dan

menyaring inormasi keseluruhan

9.5 Berikan orientasi konstan dan konsisten

Rasionalisasi : Membantu pasien tetap berhubungan dengan

lingkungan dan realitas

9.6 Identifikasi metode koping/penanganan situasi stress sebelumnya

Rasionalisasi : Perilaku masa lalu yang berhasil dapat digunakan

untuk menerima situasi saat ini

9.7 Dorong keluarga/orang terdekat mengunjungi/ mendiskusikanyg terjadi

pada keluarga.

Rasionalisasi : Mempertahankan kontak dengan realitas, keluarga

membuat rasa kedekatan dan kesinambungan hidup

10. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kejadian traumatik, kecacatan

Tujuan : Klien dapat menerima situasi dirinya

Kriteria hasil : - Klien dapat membuat tujuan/masa depan

Rencana Tindakan :

10.1 Kaji makna kehilangan/perubahan pada pasien/ orang terdekat


Rasionalisasi : Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-

tiba, tak diantisipasi dan membuat perasaan

kehilangan

10.2 Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan, marah,duka

Rasionalisasi : Penerimaan perasaan sebagai respon normal

terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan

10.3 Perhatikan perilaku maladaptif

Rasionalisasi : Keluarga dan pasien cenderung menerima krisis

ini dengan cara yang sama dimana mereka telah

alami waktu lalu

10.4 Bersikap realistis selama pengobatan

Rasionalisasi : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan

hubungan antara pasien dan perawat.

10.5 Berikan penguatan positif terhadap kemajuan

Rasionalisasi : Kata-kata penguatan sangat mendukung dalam

hubungan perawat dan pasien

10.6 Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat

Rasionalisasi : Meningkatkan ventilasi perasaan dan memungkin

kan respon yang lebih membantu klien

11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.

Tujuan :

Kriteria hasil : - Mengerti tentang prognosis, kondisi dan kebutuhan

pengobatan

- Berpartisipasi dalam program pengobatan


Rencana Tindakan :

11.1 Kaji ulang prognosis dan harapan yang akan datang

Rasionalisasi : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien

dapat membuat pilihan berdasarkan imformasi.

11.2 Diskusikan harapaan pasien untuk kembali ke rumah, bekerja dan

aktivitas normal.

Rasionalisasi : Pasien seringkali mengalami kesulitan

memutuskan pulang.

11.3 Kaji ulang perawatan luka baker, graft kulit, dan luka. Identifikas

sumber yang tepat untuk perawatan pasien rawat jalan dan

bahannya.

Rasionalisasi : meningkatkan kemampuan perawatan diri setelah

pulang dan meningkatkan kemandirian.

11.4 Diskusikan perawatan kulit

Rasionalisasi : Gatal, lepuh dan sensitivitas luka yang

sembuh/sisi graft dapat diharapkan selama waktu

lama

11.5 Dorong kesinambungan program latihan dan jadwalkan periode

istirahat

Rasionalisasi : Mempertahankan mobilitas, menurunkan

komplikasi dan mencegah kelelahan.

11.6 Identifikasi keterbatasan sfesifik aktivitas sesuai indivudu

Rasionalisasi : kemungkinan pembatasan tergantung pada

berat/lokasi cedera dan tahap penyembuhan.


11.7 Tekankan pentingnya melanjutkan pemasukan diet tinggi protein

kalori/protein.

Rasionalisasi : Nutrisi optimal meningkatkan regenerasi jaringan

dan penyembuhan umum kesehatan.

11.8 Kaji ulang pengobatan, temasuk tujuan, dosis, rute, dan efeksamping.

Rasionalisasi : Pengulangan memungkinkan kesempatan untuk

bertanya dan meyakinkan pemahaman yang

akurat.

11.9 Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.

Rasionalisasi : Deteksi dini terjadinya komplikasi, dapat

mencegah berlanjut lebih serius.

11.10 Tekankan perlunya/pentingnya mengevaluasi perawatan/rahabilitasi.

Rasionalisasi : Dukungan jangka panjang dengan evaluasi ulang

kontinudan perubahan terapi di butuhkan untuk

mencapai penyembuhan optimal.

11.11 Berikan nomor telpon untuk orang yang di hubingi.

Rasionalisasi : memberikan akses yang mudah bagi tim

pengobatan untuk menguatkan pendidikan,

klaripikasi kesehatan konsep, dan menurunkan

potensial komplikasi.

11.12 Identifikasi sumber komonitas contoh pusat krisis, kelompok

penyembuhan, kesehatan mental (bila ada).

Rasionalisasi : membantu transisi kerumah, memberiakan

bantuan untuk memenuhi kebutuhan individu dan

mendukung kemandirian.
4. Pelaksanaan

Merupakan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang

harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan

sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan

interpersonal, intelektual, dan teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan

efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik, dan psikologi dilindungi dan

dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan. (Engram B, 1999).

Pelaksanaan adalah implementasi atau penerapan tindakan-tindakan

keperawatan yang telah direncanakan. Pada tahap ini ada beberapa yang perlu

dikerjakan, antara lain :

a. Melaksanakan/menerapkan tindakan-tindakan keperawatan yang ada dalam

rencana.

b. Mengisi format asuhan keperawatan.

Adapun prioritas keperawatan dalam tahap pelaksanaan tindakan keperawatan

untuk klien luka bakar adalah :

a. Mempertahankan potensi jalan napas/fungsi pernapasan.

b. Memperbaiki stabilitas hemodinamik/volume sirkulasi

c. Menghilangkan nyeri.

d. Mencegah komplikasi.

e. Memberikan dukungan emosi pada pasien/orang terdekat.

f. Memberikan informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan.

5. Evaluasi

Merupakan hasil perbandingan yang sistmatis dan direncanakan antara status

kesehatan klien dengan hasil yang diharapkan. Evaluasi hasil yang di harapkan pada
klien dengan luka bakar berdasarkan diagnosa keperawatan (Brunner & Suddarth,

2002).

a. Memelihara pertukaran gas dan bersihan jalan napas

1) Memeperlihatkan paru-paru yang terdengar bersih pada auskultasi.

2) Tidak memperlihatkan dispnea atau cyanosis dan dapat bernafas dengan

ketika berdiri, duduk serta berbaring.

3) Memperlihatkan frekuensi respirasi antara 12 – 20 x/menit.

4) Memiliki sekret respirasi yang minimal, tidak berwarna dan encer.

5) Memiliki irama jantung yang stabil.

b. Mendapatkan kembali keseimbangan cairan yang optimal

1) Mempertahankan asupan serta keluaran cairan dan berat badan yang

mempunyai korelasi dengan pola yang diharapkan.

2) Memperlihatkan tanda-tanda vital, CVP, tekanan arteri pulmonalis dan

tekanan baji (wedge presure) yang tetap berada dalam batas-batas yang

direncanakan.

3) Memiliki frekuensi denyut jantung yang kurang dari 110x/menit dengan

irama sinus yang normal.

c. Tidak mengalami infeksi lokal maupun sistemik

1) Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur dengan jumlah bakteri yang

minimal

2) Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur sputum dan urin yang normal.

d. Mengalami nyeri yang minimal.

1) Memerlukan preparat analgetik hanya untuk aktifitas fisioterapi atau

perawatan luka yang spesifik.

2) Melaporkan nyeri yang minimal.


3) Tidak memperlihatkan tanda-tanda fisiologik atau non verbal yang

menunjukan terdapatnya nyeri.

4) Menggunakan tindakan untuk mengendalikan nyeri seperti teknik relaksasi.

5) Dapat tidur tanpa terganggu oleh rasa nyeri.

e. Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas/ kekuatan sama.

1) Meningkatkan sirkulasi sistemik / aliran balik vena.

2) Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik.

3) Memaksimalkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan.

4) Memperlihatkan status nutrsi yang anabolik.

5) Tidak memperlihatkan tanda-tanda difisiensi protein, vitamin dan mineral.

6) Memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan lewat asupan oral.

7) Turut berpartisipasi dalam memilih makanan yang mengandung nutrien

yang dipreskripsikan.

8) Memperlihatkan kadar protein serum yang normal.

f. Memperlihatkan mobilitas fisik yang optimal.

1) Memperbaiki kisaran gerak pada sendi setiap hari.

2) Memperlihatkan kisaran gerak pra luka bakar pada semua sendi.

3) Tidak mengalami tanda-tanda kalsifikasi disekitar sendi.

4) Turut berpartisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari.

g. Memperlihatkan perbaikan intergritas kulit.

1) Mempertahankan kulit yang secara umum tampak utuh dan bebas dari infeksi,

dekubitus serta cidera.

2) Memperlihatkan daerah-daerah luka terbuka yang berwarna merah muda,

mengalami reepitelisasi dan bebas dari infeksi.

3) Sudah memperlihatkan luka yang sembuh, teraba lunak dan halus.


4) Memperlihatkan kulit yang licin dan elastis.

h. Mengaitkan dengan tepat dalam proses klien / keluarga.

1) Klien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan perasaan mereka yang

berkenaan dengan perubahan dalam interaksi keluarga.

2) Keluarga memberikan dukungan emosional kepada klien selama perawatan

dirumah sakit.

3) Keluarga mengatakan bahwa kebutuhan mereka sendiri terpenuhi.

i. Menggunakan strategi koping untuk menghadapi masalah pasca luka bakar.

1) Dengan kata-kata mengutarakan reaksi terhadap luka bakar, prosedur

terapeutik, kehilangan.

2) Mengidentifikasi strategi koping yang digunakan secara efektif dalam

menghadapi situasi stres yang pernah dialami sebelumnya.

3) Dengan kata-kata mengutarakan pandangan yang realistik terhadap masalah

yang terjadi akibat luka bakar dan rencananya untuk masa depan.

4) Mengatasi kesedihan akibat kehilangan yang terjadi akibat luka bakar.

j. Klien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan pemahaman mereka

terhadap proses penanganan luka bakar.

1) Menyatakan dasar pemikiran bagi berbagai aspek penanganan.

2) Menyatakan periode waktu yang realistik untuk kesembuhan.

You might also like