Professional Documents
Culture Documents
BAB 1.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................4
BAB 2.........................................................................................................................................4
BAB 3.........................................................................................................................................9
BAB 4.......................................................................................................................................19
BAB 5.......................................................................................................................................24
BAB 6.......................................................................................................................................34
TEOLOGI ISLAM.............................................................................................................34
Martin M. Baihaqi
1
6.1 Latar Belekang Munculnya Teologi Islam.............................................................34
BAB 7.......................................................................................................................................40
BAB 8.......................................................................................................................................44
MU’TAZILAH....................................................................................................................44
BAB 9.......................................................................................................................................44
SYI’AH................................................................................................................................44
BAB 10.....................................................................................................................................44
FILSAFAT ISLAM............................................................................................................44
BAB 11.....................................................................................................................................44
Martin M. Baihaqi
2
11.4 Tasauf Al-Ghozali...................................................................................................44
BAB 12.....................................................................................................................................44
BAB 13.....................................................................................................................................44
AYAT-AYAT KAUNIYYAH............................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................44
Martin M. Baihaqi
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Study Islam merupakan salah satu kajian mengenai Islam serta memahami secara garis
besar pengertian dan fungsi syariah, pranata sosial serta sejarah dan Ajaran yang terdapat
dalam Islam.
BAB 2
a. Pengertian Syariat
Syariat (Bahasa Arab: Asy-Syari'ah) secara etimologis berarti sumber atau aliran air
yang digunakan untuk minum. Dalam perkembangannya, kata syariat digunakan orang Arab
untuk mengacu kepada jalan (Agama) yang lurus (At-tariqah Al-mustaqimah), karena kedua
makna tersebut mempunyai keterkaitan makna. Sumber atau aliran air merupakan kebutuhan
pokok manusia untuk memelihara keselamatan jiwa dan tubuh mereka, sedangkan At-tariqah
Al-mustaqimah merupakan kebutuhan pokok yang akan menyelamatkan dan membawa
kebaikan bagi umat manusia.
Dari kata ini, syariat diartikan sebagai agama yang lurus yang diturunkan Allah SWT
bagi umat manusia. Secara terminologis, Imam asy-Syatibi menyatakan bahwa syariat sama
dengan agama. Sedangkan Manna al-Qattan (ahli fiqih dari Mesir) mendefinisikan syariat
sebagai segala ketentuan Allah SWT bagi hamba-Nya yang meliputi masalah akidah, ibadah,
akhlak dan tata kehidupan umat manusia untuk mencapai kebahagiaan mereka di dunia dan
akhirat. Kemudian Fathi ad-Duraini menyatakan bahwa syariat adalah segala yang diturunkan
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW berupa wahyu, baik yang terdapat dalam Al-
Qur'an maupun dalam sunnah Nabi SAW yang diyakini kesahihannya. Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa syariat adalah an-nusus al-muqaddasah (teks-teks suci) yang dikandung
oleh Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW.
Martin M. Baihaqi
4
Berdasarkan definisi syariat tersebut, ulama fiqih dan usul fiqih menyatakan bahwa
syariat merupakan sumber dari fiqih. Alasannya, fiqh merupakan pemahaman yang
mendalam terhadap an-nusus al- muqaddasah dan merupakan upaya mujtahid dalam
menangkap makna serta illat yang dikandung oleh an-nusus al-muqaddasah tersebut. Dengan
demikian, fiqih merupakan hasil ijtihad ulama terhadap ayat Al-Qur'an atau sunnah Nabi
SAW. Atas dasar perbedaan tersebut, ulama fiqih menyatakan bahwa syariat dan fiqih tidak
bisa disamakan. Alasannya, syariat bersumber dari Allah SWT dan Rasul-Nya, sedangkan
fiqih merupakan hasil pemikiran mujtahid dalam memahami ayat Al-Qur'an atau hadits Nabi
SAW. Menurut Fathi ad-Duraini, sebelum dimasuki oleh pemikiran manusia, syariat
selamanya bersifat benar. Sedangkan fiqih, karena sudah merupakan hasil pemikiran
manusia, bisa salah dan bisa benar. Namun demikian, menurut Muhammad Yusuf Musa (ahli
fiqih dari Mesir) syariat dan fiqih mempunyai keterkaitan yang erat, karenanya fiqih tidak
bisa dipisahkan dari syariat.
c. Fungsi Syariat
Berdasarkan definisi Syariat tersebut, bahwa Fungsi syariat sebagai sumber dari fiqih.
fiqih merupakan pemahaman yang mendalam terhadap Al-Qur'an atau sunnah Nabi SAW dan
merupakan upaya mujtahid dalam menangkap makna serta kandungan dari Al-Qur'an atau
sunnah Nabi SAW tersebut. Dengan demikian, fiqih merupakan hasil ijtihad ulama terhadap
ayat Al-Qur'an atau sunnah Nabi SAW.
a. Pengertian Fiqih
Fiqih (Bahasa Arab: Fiqh ) adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang
secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan
manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan
Tuhannya. Beberapa ulama fiqih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fiqih sebagai
pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah.
Martin M. Baihaqi
5
i. Masa Nabi Muhammad SAW
Masa Nabi Muhammad saw ini juga disebut sebagai periode risalah, karena pada masa-
masa ini agama Islam baru didakwahkan. Pada periode ini, permasalahan fiqih diserahkan
sepenuhnya kepada Nabi Muhammad saw. Sumber hukum Islam saat itu adalah al-Qur'an
dan Sunnah. Periode Risalah ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu periode Makkah dan
periode Madinah. Periode Makkah lebih tertuju pada permasalah akidah, karena disinilah
agama Islam pertama kali disebarkan. Ayat-ayat yang diwahyukan lebih banyak pada
masalah ketauhidan dan keimanan.
Setelah hijrah, barulah ayat-ayat yang mewahyukan perintah untuk melakukan puasa,
zakat dan haji diturunkan secara bertahap. Ayat-ayat ini diwahyukan ketika muncul sebuah
permasalahan, seperti kasus seorang wanita yang diceraikan secara sepihak oleh suaminya,
dan kemudian turun wahyu dalam surat Al-Mujadilah. Pada periode Madinah ini, ijtihad
mulai diterapkan, walaupun pada akhirnya akan kembali pada wahyu Allah kepada Nabi
Muhammad saw.
Masa ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad saw sampai pada masa berdirinya
Dinasti Umayyahditangan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Sumber fiqih pada periode ini didasari
pada Al-Qur'an dan Sunnah jugaijtihad para sahabat Nabi Muhammad yang masih
hidup. Ijtihad dilakukan pada saat sebuah masalah tidak diketemukan dalilnya dalam nash Al-
Qur'an maupun Hadis. Permasalahan yang muncul semakin kompleks setelah banyaknya
ragam budaya dan etnis yang masuk ke dalam agama Islam.
Pada periode ini, para faqih mulai berbenturan dengan adat, budaya dan tradisi yang
terdapat pada masyarakat Islam kala itu. Ketika menemukan sebuah masalah, para faqih
berusaha mencari jawabannya dari Al-Qur'an. Jika di Al-Qur'an tidak diketemukan dalil yang
jelas, maka hadis menjadi sumber kedua . Dan jika tidak ada landasan yang jelas juga
di Hadis maka para faqih ini melakukan ijtihad.
Menurut penelitian Ibnu Qayyim, tidak kurang dari 130 orang faqih dari pria dan
wanita memberikan fatwa, yang merupakan pendapat faqih tentang hukum.
Martin M. Baihaqi
6
iii. Masa Awal Pertumbuhan Fiqih
c. Fungsi Fiqih
Fiqih membahas tentang cara bagaimana cara tentang beribadah, tentang prinsip Rukun
Islam dan hubungan antar manusia sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur'an
dan Sunnah. Dalam Islam, terdapat 4 mazhab dari Sunni, 1 mazhab dari Syiah, dan Khawarij
yang mempelajari tentang fiqih. Seseorang yang sudah menguasai ilmu fiqih disebut Faqih.
Martin M. Baihaqi
7
dan diucapkannya sunnah oleh Nabi, namun materi, cara dan dasar-dasarnya sudah mereka
(para Ulama Mujtahid) gunakan sebelumnya dalam mengistinbathkan dan menentukan
hukum. Dasar-dasar dan cara-cara menentukan hukum itulah yang disusun dan diolah
kemudian menjadi pengetahuan Ushul Fiqh. Menurut Istitah yang digunakan oleh para ahli
Ushul Fiqh ini, Ushul Fiqh itu ialah, suatu ilmu yang membicarakan berbagai ketentuan dan
kaidah yang dapat digunakan dalam menggali dan merumuskan hukum syari'at Islam dari
sumbernya.
Martin M. Baihaqi
8
BAB 3
1. Wajib (Fardlu)
Wajib adalah suatu perkara yang harus dilakukan oleh pemeluk agama islam yang telah
dewasa dan waras (mukallaf), di mana jika dikerjakan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan akan mendapat dosa. Contoh : solat lima waktu, pergi haji (jika telah mampu),
membayar zakat, dan lain-lain.
Wajib terdiri atas dua macam :
Wajib 'ain,
Wajib 'ain adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh semua orang muslim mukalaf
seperti shalat fardu, puasa ramadan, zakat, haji bila telah mampu dan lain-lain.
Wajib Kifayah,
Wajib Kifayah adalah perkara yang harus dilakukan oleh muslim mukallaff namun
jika sudah ada yang malakukannya maka menjadi tidak wajib lagi bagi yang lain seperti
mengurus jenazah.
2. Sunnah
Martin M. Baihaqi
9
Sunnah adalah suatu perkara yang bila dilakukan umat islam akan mendapat pahala dan jika
tidak dilaksanakan tidak berdosa. Contoh : sholat sunnah, puasa senin kamis, shalat tahajud,
memelihara jenggot, dan lain sebagainya.
Sunah terbagi atas dua macam:
Sunah Mu'akkad,
Sunah Mu'akkad adalah sunnat yang sangat dianjurkan Nabi Muhammad SAW seperti
shalat id dan shalat tarawih.
3. Haram
Haram adalah suatu perkara yang mana tidak boleh sama sekali dilakukan oleh umat
muslim di mana pun mereka berada karena jika dilakukan akan mendapat dosa dan siksa di
neraka kelak. Contohnya : main judi, minum minuman keras, zina, durhaka pada orang tua,
riba, membunuh, fitnah, dan lain-lain.
4. Makruh
Makruh adalah suatu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan akan tetapi jika
dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala dari Allah SWT.
Contoh : posisi makan minum berdiri, merokok (mungkin haram).
5. Mubah
Mubah adalah suatu perkara yang jika dikerjakan seorang muslim tidak akan mendapat
dosa dan tidak mendapat pahala.
Contoh : makan dan minum, belanja, bercanda, melamun, dan lain sebagainya.
b. Pengertian Al Qur’an
Al-Qur’ān adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam memercayai bahwa Al-Qur'an
merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang di-
sampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui pe-
rantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW
adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.
Martin M. Baihaqi
10
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti
“bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata
benda (masdar) dari kata kerja qara’a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini
dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an:
”Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka
ikutilah bacaannya itu.” ( Al-Qiyamah: 17-18)
“Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat
Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita
secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang
dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas”
Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang
digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut
dan ayat yang mencantumkannya:
Martin M. Baihaqi
11
Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39) An-Nur (cahaya): QS(4:174)
Al-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara
adil, objektif dan tidak memihak. Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya
mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga umat muslim mampu membuat sistematika
penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis.
Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22
tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode,
yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun
masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong
surat Makkiyyah.Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah
berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut
surat Madaniyah.
Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi
Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai
dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang
ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin
Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut
walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma,
lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang
binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-
Qur'an setelah wahyu diturunkan.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang
dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-
Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir
akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh
Martin M. Baihaqi
12
tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara parasahabat. Abu Bakar lantas
memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah
pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya
diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya
kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya
mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman
dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya
perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini
menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat
sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah
jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara
penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini.
Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang
dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil
mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam
penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang
Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al
Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu
tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan
bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu
kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat
agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan
perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
Martin M. Baihaqi
13
jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam
bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan
lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah,
Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).
Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses
penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai
bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan
usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan
terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.
c. Pengertian Hadits
Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam
terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah
laku dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna,
sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda),
perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan
ketetapan ataupun hukum.
Sanad,
Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur
mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga
mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari
contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah
Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad
SAW
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah perawi bervariasi dalam
lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad
dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini
dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :
Keutuhan sanadnya
Martin M. Baihaqi
14
Jumlahnya
Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini
diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi
mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.
Matan,
Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits
bersangkutan ialah:
Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau
bukan,
Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat
sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan
ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).
Periwayat Hadits yang diterima oleh Muslim:
8. Imam Malik
Martin M. Baihaqi
15
9. Ad-Darimi
Masa pembentukan Hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah
lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak
atau hafalan para sahabat saja.
Dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini
Al Hadits belum ditulis ataupun dibukukan. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah
bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar Al
Hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.
Abad 3 H merupakan masa pembukuan dan penyusunan Al Hadits. Guna menghindari
salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami Hadits sebagai prilaku Nabi Muhammad,
maka para ulama mulai mengelompokkan Hadits dan memisahkan kumpulan Hadits yang
termasuk marfu' (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku
sahabat) dan mana yang maqthu' (berisi prilaku tabi'in). Usaha pembukuan Al Hadits pada
masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud diatas) juga dilakukan
penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih
(koreksi/verifikasi) atas Al Hadits yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4 H,
usaha pembukuan Hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah
selesai melakukan pembinaan maghligai Al Hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya
adalah masa memperbaiki susunan kitab Al Hadits seperti menghimpun yang terserakan atau
menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab Al
Hadits.
5. Mushannaf Syu'bah oleh Syu'bah bin Hajjaj (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M)
6. Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 - 190 H / 725 - 814 M)
Martin M. Baihaqi
16
7. Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Sa'ad (tahun 94 - 175 / 713 - 792 M)
Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab Shahih,
Kitab Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya :
Martin M. Baihaqi
17
8. Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)
Hasil penghimpunan
Bersumber dari kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami'ul Masanid oleh Ibnu
Katsir (706-774 H / 1302-1373 M)
Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami'ush Shaghir oleh As Sayuthi
(849-911 H / 1445-1505 M)
Martin M. Baihaqi
18
Kitab Al Hadits Akhlaq
1. Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-
852 H / 1371-1448 M)
Mukhtashar (ringkasan)
Lain-lain
Martin M. Baihaqi
19
Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan
merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut.
Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan
maudu'
Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sanadnya bersambung;
Hadits Hasan, bila hadits yg tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi
yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa
mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang
tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
Hadits Maudu', bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya
dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
BAB 4
Mazhab (Bahasa Arab: Madzhab) adalah istilah dari bahasa Arab, yang berarti jalan
yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun
abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri
khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang dinamakan mazhab adalah metode
Martin M. Baihaqi
20
(manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang
menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-
bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
Mazhab menurut ulama fiqih, adalah sebuah metodologi fiqih khusus yang dijalani oleh
seorang ahli fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain, yang menghantarkannya
memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu'. Ini adalah pengertian mazhab secara
umum, bukan suatu mazhab khusus.
Martin M. Baihaqi
21
1. Al-Qur’an, tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang menegaskan bahwa yang
dimaksud bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i pertama sekali selalu mencari alasannya
dari Al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam.
2. Sunnah dari Rasulullah SAW kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari
Al-Quran. Imam Syafi'i sangat kuat pembelaannya terhadap sunnah sehingga
dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah Nabi).
3. Ijma' atau kesepakatan para Sahabat Nabi, yang tidak terdapat perbedaan pendapat
dalam suatu masalah. Ijma' yang diterima Imam Syafi'i sebagai landasan hukum adalah
ijma' para sahabat, bukan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu
hukum; karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi.
4. Qiyas yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijma' tidak juga
ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i menolak dasar istihsan dan istislah
sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam.
Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal sebagai ulama hadits terkemuka dan pendiri fiqh Mazhab
Hambali, juga pernah belajar kepada Imam Syafi'i. Selain itu, masih banyak ulama-ulama yang
terkemudian yang mengikuti dan turut menyebarkan Mazhab Syafi'i, antara lain:
Martin M. Baihaqi
22
Imam Syafi'i terkenal sebagai perumus pertama metodologi hukum Islam. Ushul
fiqh (atau metodologi hukum Islam), yang tidak dikenal pada masa Nabi dan sahabat, baru
lahir setelah Imam Syafi'i menulis Ar-Risalah. Mazhab Syafi'i umumnya dianggap sebagai
mazhab yang paling konservatif di antara mazhab-mazhab fiqh Sunni lainnya. Dari mazhab
ini berbagai ilmu keislaman telah bersemi berkat dorongan metodologi hukum Islam yang
dikembangkan para pendukungnya.
Karena metodologinya yang sistematis dan tingginya tingkat ketelitian yang dituntut
oleh Mazhab Syafi'i, terdapat banyak sekali ulama dan penguasa di dunia Islam yang menjadi
pendukung setia mazhab ini. Di antara mereka bahkan ada pula yang menjadi pakar terhadap
keseluruhan mazhab-mazhab Sunni di bidang mereka masing-masing. Saat ini, Mazhab
Syafi'i diperkirakan diikuti oleh 28% umat Islam sedunia, dan merupakan mazhab terbesar
kedua dalam hal jumlah pengikut setelah Mazhab Hanafi.
Mazhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir bawah, Arab Saudi bagian barat,
Suriah, Indonesia, Malaysia, Brunei, pantai Koromandel,Malabar, Hadramaut, dan Bahrain.
Martin M. Baihaqi
23
Mazhab Maliki (Bahasa Arab: Malikiyah) adalah satu dari empat mazhab fiqih atau
hukum Islam dalam Sunni. Dianut oleh sekitar 15% umat Muslim, kebanyakan di Afrika
Utara dan Afrika Barat. Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anasatau bernama
lengkap Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirul Ashbani. Mazhab ini menjadi dasar
hukum di Arab Saudi.
b. Dasar-dasar Mazhab Imam Maliki
Mazhab ini berpegang pada :
1. Al-Qur'an
2. Hadits Rasulullah yang dipandang sah
3. Ijma' ahlul Madinah. Terkadang menolak hadits yang berlawanan atau yang tak
diamalkan ulama Madinah
4. Qiyas
5. Istilah
Martin M. Baihaqi
24
5. Qiyas
a. Pengertian Ijtihad
Ijtihad (Bahasa Arab: Al-jahd atau al-juhd) yang berarti la-masyaqat (kesulitan dan
kesusahan) dan akth-thaqat (kesanggupan dan kemampuan. Ijtihad adalah sebuah interpretasi
usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah
berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran
maupun Hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.
b. Tujuan Ijtihad
Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam
beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
c. Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua
hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu
ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga
setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam
melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di
suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan
itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada
maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam
Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak
jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat
Martin M. Baihaqi
25
Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang
mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.
d. Jenis-Jenis Ijtihad
Ijma' ,
ijma artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu
hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang
terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk
kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan
bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Qiyas,
Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum
suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan
dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga
dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal
yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.
Istihsan,
Beberapa definisi Istihsan:
1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih),
hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa
diekspresikan secara lisan olehnya
Martin M. Baihaqi
26
3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima,
untuk maslahat orang banyak.
4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah
kemudharatan.
5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat
terhadap perkara yang ada sebelumnya.
Maslahah murshalah,
Maslahah murshalah adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya
dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan
menghindari kemudharatan.
Sududz Dzariah,
Sududz Dzariah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau
haram demi kepentinagn umat.
Istishab,
Istishab adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan
yang bisa mengubahnya.
Urf,
Urf adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan
masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan
prinsipal dalam Al Qur’an.
a. Penerapan Ittiba’
Martin M. Baihaqi
27
Adapun secara istilah ittiba’ berarti mengikuti seseorang atau suatu ucapan
denganhujjah dan dalil. Ibnu Khuwaizi Mandad mengatakan : “Setiap orang yang engkau
ikuti dengan hujjah dan dalil padanya, maka engkau adalah muttabi’ (Ibnu Abdilbar dalam
kitab Bayanul ‘Ilmi, 2/143).
Allah memerintahkan agar semua kaum muslimin ber-ittiba’ kepada Rasulullah saw,
seperti Firman-Nya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik.,
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kesenangan) hari akhirat dan dia
banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab:21)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini : “Ayat ini merupakan azas pokok lagi
agung dalam bersuri teladan kepada Rasulullah saw dalam segala ucapan, perbuatan dan hal
ihwalnya…”(Tafsir Ibnu Katsir, 3/475). Sedangkan Muhammad Nashiruddin Al-Albani
dalam kitabnya Al-Hadits Al-Hujjatun bi Nafsihi pada hal.35 menyatakan : “Ayat ini
memberi pengertian bahwa Rasulullah saw adalah panutan kita dan suri teladan bagi kita
dalam segala urusan agama…”
Ber-uswah kepada Rasulullah SAW ialah mengerjakan sesuai dengan apa yang
dikerjakan oleh beliau, baik berupa amalan sunnah atau pun wajib dan meninggalkan semua
yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw baik perkara itu makruh, apalagi yang haram. Jika
beliau SAW mengucapkan suatu ucapan, kita juga berucap seperti ucapan beliau, jika beliau
mengerjakan ibadah, maka kita mengikuti ibadah itu dengan tidak ditambah atau dikurangi.
Jika beliau menganggungkan sesuatu, maka kita juga mengagungkannya.
Namun perlu diperhatikan bahwa mustahil seseorang itu ber-uswah atau ber-
ittiba’kepada Rasulullah SAW jika dia jahil (bodoh) terhadap sunnah-sunnah dan petunjuk-
petunjuk Rasulullah SAW. Oleh sebab itu jalan satu-satunya untuk ber-uswah kepada
Rasulullah eadalah dengan mempelajari sunnah-sunnah beliau – ini menunjukkan
bahwa atba’ (pengikut Rasul) adalah ahlul bashirah (orang yang berilmu).
Dan cukup banyak ayat-ayat Al-Qur’an agar kita senantiasa mengikuti sunnah seperti :
“Barangsiapa yang menta’ati Rasul berarti dia menta’ati Allah.. ” (An-Nisa’:80)
“Barangsiapa yang ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya Allah akan memasukkannya ke dalam
Syurga…” (An-Nisa’:13) … dan ayat-ayat yang lainnya.
Dan perkataan Rasulullah merupakan perkataan yang harus dipercaya, sebab “Dan tidaklah
ia berkata-kata dari hawa nafsunya melainkan wahyu yang disampaikan Allah kepadanya.”
(An-Najm:4)
Bahkan Rasulullah mengingkari orang-orang yang beramal tetapi mereka tidak mau
mencontoh seperti apa yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah :
Martin M. Baihaqi
28
“Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalan itu
tertolak.” (HR. Muslim, 1718).
Dalam hadits ini ada faedah penting, yaitu : Niat yang baik semata tidak dapat
menjadikan suatu amalan menjadi lebih baik dan akan diterima di sisi Allah I, akan tetapi
harus sesuai dengan cara yang pernah diajarkan oleh Rasulullah saw. Oleh sebab itu Nabi
emenutup jalan bagi orang yang suka mengada-ngada dalam ibadah dengan ucapan : “Siapa
yang benci (meninggalkan) sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku“.(HR. Bukhari).
Dan ini berlaku bagi seluruh sunnah yang telah ditetapkan beliau.
Maka dengan demikian kedudukan ittiba’ (mengikuti contoh kepada Ralullah saw)
dalam Islam adalah wajib, setiap orang yang mengaku muslim mesti meninggikannya,
bahkan ia merupakan pintu bagi seseorang setelah masuk Islam. Sehingga Ittiba’ kepada
Rasulullah adalah salah satu syarat agar diterimanya amal seseorang. Sedangkan syarat
diterimanya ibadah seseorang yang disepakati oleh para ulama, ada dua: Pertama,
mengikhlaskan niat ibadah hanya kepada Allah. Kedua, harus mengikuti dan cocok dengan
apa yang diajarkan Rasulullah SAW.
a. Penerapan Taqlid
Taqlid (Bahasa Arab: qaladah) berarti membuat ikatan di leher. yaitu sesuatu yang
digunakan orang untuk mengikat yang lainnya. (Al-‘Aqa’id hal. 91). Adapun secara
istilah, taqlid bermakna mengambil madzhab dari seseorang atau beramal dengan ucapan-
ucapan orang itu tanpa dalil dan hujjah. Abu Abdillah bin Khuwaizi Mandad menyatakan :
“Setiap orang yang engkau ikut tanpa dalil danhujjah maka engkau adalah muqallidnya”.
(Al-‘Alamul Muwaqqi’in hal.137). Dengan demikian jika kita mengikuti pendapat seseorang,
padahal pendapatnya itu tidak berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan
pemahaman gene-rasi shahabat, maka kita adalah muqallidnya.
Hukum bertaqlid
1. Pendapat yang membolehkan taqlid kepada salah satu imam madzhab. Pendapat ini
dipegang banyak oleh orang-orang yang fanatik terhadap madzhab.
2. Pendapat yang secara mutlak melarang taqlid, seperti diantaranya pendapat Iman As-
Syaukani dan Ibnu Khuwazi Mandad.
Martin M. Baihaqi
29
3. Taqlid dengan syarat. Yaitu taqlid yang diperbolehkan, seperti taqlid orang bodoh kepada
‘alim yang terpercaya, serta taqlid yang dilarang, seperti taqlid seseorang kepada ‘alim tanpa
hujjah (dalil). Pendapat ini adalah pendapat jumhur para ulama.
Martin M. Baihaqi
30
menyata-kan: “Lihatlah wahai saudara-saudaraku. Alangkah keji dan bathilnya perkataan
mereka. Boleh meyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah dan Ijma’ Shahabat asal jangan keluar
dari empat madzhab. Ini adalah kedustaan besar!!” Ada pun ucapan mereka bahwa
‘Sesungguhnya mengambil zhahir Al-Qur’an termasuk pokok-pokok kekufuran.’ Juga
merupakan kebathilan yang sangat keji dan besar.”
Justru yang tidak mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah berarti telah kufur. Seperti Firman
Allah:
“Ta’atlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (As-Sunnah), barangsiapa yang
berpaling (dari keduanya) maka sesung-guhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang
kafir.” (Al-Imran : 32)
Padahal Allah telah membenarkan untuk mengikuti petunjuk (ijma’) shahabat seperti Firman-
Nya:
“Generasi pertama (Islam) dari kaum Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan benar Allah ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada
Allah…” (At-Taubah:100).
Atau perkataan mereka bahwa melarang mengambil arti Al-Quran dan Sunnah yang
tersurat karena termasuk-masuk pokok-pokok kekufuran. Lihatlah bagaimama Firman Allah
membantah mereka :
“Dia (Allah) yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepadamu di dalam terdapat ayat-ayat
yang jelas, sebagian besar isi Al-Qur’an itu(demikian)…” (Al-Imran:7)”
Perhatikan para muqallid, Allah menyatakan bahwa Al-Qur’an itu mudah dipelajari,
dan mudah dimengerti. Lalu mereka melarang orang-orang mempelajari Al-Qur’an dengan
pengerti-an tekstual bisa kufur. Masya Allah! Sama saja artinya mereka menggiring orang
untuk menjauhi Al-Qur’an. Maka jelaslah kedustaan mereka yang mereka ada-adakaan.
Sementara Rasulullah epernah bersabda bahwa : “Sesungguhnya agama ini mudah, tidaklah
seseorang mempersulitnya kecuali akan dikalahkan” (HR. Bukhari).
Perhatikan, agama ini bukan teka-teki. Jika Al-Qur’an itu sulit bagi manusia maka tidak
ada gunanya ia diturunkan. Dan tidak ada gunanya pula kita diperintahkan untuk
mempelajarinya sebagai Hudal linnas (petunjuk bagi manusia).
Dan para muqallid itu berdalil dengan firman Allah :”…maka tanyakanlah olehmu
kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahuinya.” (Al-Anbiya’:7).
Martin M. Baihaqi
31
Mereka memakai istidlal (pengambilan dalil) bukan pada tempatnya. Karena ayat itu
tidak menunjukkan taqlid buta. Yang dimaksud ahlu dzikr pada ayat adalah orang yang
mengerti tentang wahyu yang turun. Diperintahkan bertanya kepada mereka agar diberi fatwa
dengan ketentuan wahyu. Karena Al-Qur’an dan Sunnah pada hakekatnya adalah wahyu dari
Allah, maka jika seseorang menjelaskan dengan kedua wahyu tersebut, sehingga bila kita
mengikuti penjelasan seseorang dengan Al-Qur’an dan Sunnah bukan taqlid lagi namanya
tetapi ittiba’.
Begitulah para muqallid membela-bela pendirian mereka. Bahkan banyak lagi ayat-ayat
dan As-Sunnah yang mereka gunakan supaya terkesan “benar” di mata orang-orang yang
sama jahilnya dengan mereka. Sampai-sampai seorang ulama besar seperti Ibnul Qayyim Al-
Jaujiyyah rahimahullah membantah mereka dalam kitabnyaAl-Muwaqqi’in, juz II hal.140-
198 dengan hujjah kepada para muqallid madzhab sampai beliau menyebutnya lebih dari 80
segi.
Pendapat para Imam Madzhab tentang Taqlid:
1. Imam Hanafi (Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit)
“Apabila hadits itu shahih maka itu adalah madzhabku” (Perkatan beliau ini dapat
dilihat pada kitab Al-Hasyiyah karya Ibnu Abidin Juz 1/63, juga dalam risalah Rasmul
Mufti Juz 1/4.)
“Tidaklah dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang kepada perkataanku, selagi ia
tidak tahu dari mana aku mengambilnya.” (Ibnu Abdilbar dalam kitab Al-intiqa’u fi Fadha-
ilist Tsalatsatil ‘A-immatil Fuqaha’i p.145, dan Ibnul Qayyim dalam I’lamul
Muwaqqi’in, 2/309 dan Ibnu Abidin dalam Al-Hasyiyah).
Dalam riwayat lain dikatakan : “Adalah haram bagi orang yang tidak megetahui
alasanku untuk berfatwa dengan perkataanku.“. Atau riwayat lain lagi : “Sesungguhnya kami
adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”
Beliau berkata kepada Abu Yusuf : “Kasihan engkau wahai Ya’qub (Abu Yusuf)
jangan engkau tulis setiap apa yang dari padaku. Karena kadangkala aku memang
berpendapat dengan suatu pendapat pada hari ini, dan kadang kala aku berpendapat lain pada
esok lusa, bahkan aku meninggalkannya pada esok lusa.” (Al-Mizan 1/6. Abu Hanifah adalah
seorang ulama yang sering menetapkan sesuatu hukum dengan qiyas kepada suatu ketentuan
yang belum ditemukannya pada Kitabullah atau Sunnah Rasulullah saw. Para pengikut hanafi
Martin M. Baihaqi
32
penghafal hadits yang sering melakukan perjalan jauh dari negeri-negeri dan pelabuhan-
pelabuhan setelah berhasil mendapatkan hadits, niscaya Imam Hanafi mengambilnya dari
mereka dan membuang qiyas yang pernah ia fatwakan.)
“Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan Kitabullah atau
khabar Rasulullah, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani dalam Al-Iqazh p.50 yang
diasalkan oleh Imam Muhammad ).
“Setiap masalah yang sudah shahih haditsnya dari Rasulullah menurut para ulama
hadits, tetapi pendapatku menyalahi hadits yang shahih, maka aku ruju’ dari pendapatku dan
aku ikut hadits Nabi saw yang shahih baik ketika aku masih hidup maupun sesudah wafatku.”
(Al-Harawi 47/1, Ibnul Qayyim dalam I’lamul Muwaqqi’in, 2/363).
Martin M. Baihaqi
33
“Kaum muslimin sudah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya
Sunnah Rasulullah maka tidak halal meninggal-kannya karena taqlid kepada pendapat
seseorang.” (Ibnul Qayyim 2/361 dan Al-Fulani p.68)
“Apabila hadits itu shahih, maka dia adalah madzhabku.” (An-Nawawi dalam Al-
Majmu’, Asy-sya’rani, 10/57, Al-Fulani, p.100)
4. Imam Ahmad bin Hambal. Adalah salah seorang dari Imam madzhab yang paling banyak
jasanya dalam mengumpulkan Sunnah. Perhatikan pula apa perkataan beliau tentang taqlid :
“Janganlah kalian taqlid padaku dan jangan pula kalian taqlid kepada Imam Malik,
Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, tetapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Ibnul Fulani, 113,
dan Ibnul Qayyim dalam kitab Al-I’lam 2/302).
“Pendapat Auza’i, pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah semuanya adalah pendapat,
dan bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar.” (Ibnul
Abdilbar dalam Al-Jami’, 2/149).
“Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah maka sungguh ia telah berada di tepi
kehancuran.” (Ibnul Jauzy p.182).
Amat jelas perkataan mereka, dan amat jelas kedustaan yang dibuat oleh
paramuqallid yang membolehkan taqlid buta kepada salah seorang dari mereka.
Perhatikanlah, kesemua Imam-imam itu tidak ingin ditaqlidi. Semua mereka
menyarankan agar kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW. Tidak
dibenarkan orang-orang yang mengikuti mereka mengambil pendapat mereka tanpa dalil.
Dikarenakan keempat imam madzhab itu, memiliki dalil-dalil, dan diantara dalil-dalil itu
terdapat dalil yang shahih dan ada pula yang lemah, maka ambillah pendapat mereka yang
lebih rajih dan shahih, dengan tidak membedakan satu imam dengan lainnya. Jika hujjah
mereka berasal dari atsar yang shahih maka wajib kita membenarkan dan memegang
pendapat tersebut. Tidak dibenarkan seseorang mengambil fatwa-fatwa hanya dari salah
seorang mereka kemudian membenci pendapat Imam yang lain. Atau seseorang
mengambil fatwa dari ulama-ulama sementara dia tidak mengetahui hujjah atau dalil dari
ulama tersebut. Yang benar adalah kita cocokkan setiap pendapat yang kita terima dari Imam-
imam Ahlussunnahbaik dari empat Imam Madzhab atau pun dari imam-imam yang lain
dengan merujuk kepada Kitabullah, As-Sunnah serta atsar dari sahabat.
Martin M. Baihaqi
34
BAB 6
TEOLOGI ISLAM
a. Pengertian Teologi
Teologi, sebagimana diketahui membahas doktrin-doktrin dasar dari suatu doktrin
agama. Sehingga dalam Islam konsep teologi mutlak menjadi wajib dipelajari setiap muslim
yang telah dikaruniai oleh akal oleh Allah SWT. Karena sesungguhnya pondasi agama dalam
Islam haruslah dibangun atas dasar proses berfikir sebagaimana diperintahkan dalam banyak
ayat al-Qur'an. Salah satunya :
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi terdapat tanda- tanda bagi orang-orang
yang berakal (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata) : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS Ali-Imran : 190)
tentunya berfikir yang dimaksud adalah menempat akal secara proporsional dimana akal
merupakan alat untuk memahami ayat – ayat Allah, baik ayat kauliah dan kauniah.
Metode inilah yang menjadikan Islam sebagai agama yang tinggi dengan doktrin
rasional dimana Islam mampu memecahkan problematika terbesar umat manusia (al-uqdah
alkubro) atau sering disebut akidah. Berbeda dengan agama lain yang dibangun atas dasar
dogma-dogma semata tanpa melibatkan proses berfikir.
Teologi dalam Islam juga disebut ilmu tauhid. Selanjutnya teologi Islam juga disebut
sebagai ilmu kalam yakni ilmu yang mendalami kalam tuhan atau juga kalam yang dimaksud
disini adalah kata – kata atau kalam yang sering digunakan oleh para teolog untuk berhujjah
sehingga dalam Islam para teolog sering juga disebut sebagai mutakallimin.
Berbeda dengan ilmu fikih yang membahas masalah syari'at atau aturan Allah dalam
masalah habluminannas (hubungan manusia dengan manusia), objek kajian teologi sedikit
lebih rumit dan menimbulkan perdebatan panjang di antara aliran-aliran teologi. Islam yang
ada namun sekali lagi sebagaimana dalam pendahuluan makalah ini bahwa pembahasan yang
ada bahkan perdebatan panjang tersebut namun harus dipahami bahwa perdebatan yang
panjang tersebut tentunya haruslah dalam kerangka atau paradigma Islam yang sesuai thurats.
Martin M. Baihaqi
35
Pembahasan teologi Islam lebih pada kajian batasan-batasan atau kedudukan akal
dalam memaknai wahyu, antara kehendak tuhan dan perbuatan manusia, keadilan tuhan,
sifat-sifat tuhan, serta konsep iman dan kufur, dan tidak bisa dipungkiri bahwa teologi Islam
juga banyak bersinggungan dengan filsafat-filsafat asing pada masa kekhilafahan Islam
menguasai dua pertiga dunia dan selama 13 abad dimana pada saat futuhat terhadap wilayah-
wilayah baru juga membuka masuknya filsafat asing tersebut dalam wacana perdebatan
teologi Islam diantaranya filsafat yunani, persia, dan india. Teologi Islam juga sebelum
bersinggungan dengan filsafat asing tersebut teologi Islam lahir dan berkembang pasca terjadi
konflik antara Sahabat Ali ra dan Muawiyah ra yang menimbulkan pro-kontra di antara umat
Islam saat itu sehingga pendukung dari masing-masing pun terjadi perdebatan yang sangat
keras pada saat itu kemudian dari konflik politik tersebut berkembang menjadi perdebatan
teologis.
2. Murji'ah
Sebagaimana kaum khawarij , kaum Murji'ah pada mulanya juga timbul dari persoalan
politik antara Mua'wiyah ra dan Ali ra. Namun kalangan murji'ah adalah mereka yang
bersifat netral terhadap permasalahan politik tersebut, yakni dimana mereka tidak memihak
kepada siapapun dalam konflik tersebut dan memahami bahwa para sahabat yang terlibat
konflik adalah sema-sama mempunyai sifat keadilan sehingganya mereka berpendapat bahwa
permasalahan tersebut biarlah diadili oleh Allah SWT.
Martin M. Baihaqi
36
Pada perkembangannya kalangan murji'ah ini terbagi menjadi murji'ah moderat dan
murji'ah ekstrem. Kalangan murji'ah ekstrem berpendapat bahwa muslim yang percaya
kepada tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir karena
iman dan kufur tempatnya dalam hati. Sedangkan murji'ah moderat berpendapat bahwa orang
yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka orang demikian adalah
mukmin dan akhirnya akan masuk surga. Pendapat kalangan murji'ah moderat mengenai
iman, kufur, dan dosa besar agaknya sama seperti pandangan ahlusunnah waljama'ah.
3. Qadariyah
Paham Qadariyah merupakan paham yang muncul akibat perdebatan antara ketetapan
atau kehendak Allah dan kebebasan manusia untuk beramal atau berbuat. Kalangan qadariah
berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan
perjalanan hidupnya. Menurut paham Qadariah manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan
sendiri untuk mewujudkannya perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian nama Qadariah
berasal dari pengetian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar atau kadar tuhan. Mereka
berdalil dengan ayat – ayat al-Qur'an :
“Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
(QS. Ali-Imran : 164)
Martin M. Baihaqi
37
tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
(QS Ar-Ra'du : 11).
4. Jabariah
Paham Jabariah juga merupakan paham yang muncul akibat perdebatan sebagaimana
qadariah namun paham jabariah memandang bahwa manusia tidak mempunyai kekuasaan
untuk berbuat apa - apa ; manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri
dan tidak mempunyai pilihan; manusia dalam perbuatannya dipaksa dengan tidak ada
kekuasaan, kemauan, dan pilihan baginya.
Mereka berdalil dengan ayat al-Qur'an :
“Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan
(dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada
sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).
Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah
mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS Al-An'am : 112)
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (QS.
Ash-Shaaffat: 96)
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS Al-Hadid : 22)
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS Al- Insaan : 30)
5.Mu'tazilah
Kaum Mu'tazilah adalah golongan yang membawa persoalan – persoalan teologi yang
lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada peroalan – persoalan yang dibawa kaum
khawarij dan murji'ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka
sering disebut “kaum rasionalis Islam” pandangan – pandangan mendasar mu'tazilah ialah
tauhid . Tuhan dalam pandangan mereka akan betul – betul maha esa apabila tuhan
merupakan suatu zat yang unik, tidak ada yang serupa dengan dia. Kalangan mu'tazilah
berpandangan bahwa tuhan tidak dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya sehingga
Martin M. Baihaqi
38
mereka menolak pandangan bahwa akan ada perjumpaan dengan tuhan di surga nantinya.
Kaum mu'tazilah juga menolak sifat – sifat tuhan, yaitu sifat – sifat yang mempunyai wujud
sendiri di luar zat tuhan.
Ajaran dasar kedua ialah keadilan tuhan. Sehingganya mereka menganggap bahwa
perbuatan manusia adalah murni diciptakan oleh manusia itu sendiri. Sehingga manusia tidak
dipaksa berbuat oleh tuhan karena menurut mereka adalah suatu ketidakadilan ketika tuhan
menghisab perbuatan seseorang yang diciptakan sendiri oleh tuhan.
Ajaran dasar ketiga ialah al-manzilah bain al manzilatain, yakni posisi menengah bagi
berbuat dosa besar, juga erat hubungannya dengan keadilan tuhan. Pembuat dosa besar
bukanlah kafir, karena ia masih percaya kepada tuhan dan Nabi Muhammad ; tetapi bukanlah
mukmin, karena imannya tidak lagi sempurna. Karena bukan mukmin ia tidak dapat masuk
surga, dan karena bukan kafir pula, ia sebenarnya tak mesti masuk neraka. Ia seharusnya
ditempatkan di luar surga dan diluar neraka. Inilah sebenarnya keadilan menurut mereka.
Ajaran dasar keempat yakni perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat. Namun
menurut mereka tidak cukup dengan seruan tapi juga dengan kekerasan.
Dalam hal ini ialah pemaksaan atas ajaran – ajaran yang mereka anut. Ajaran kelima
ialah bahwa tuhan itu qadim (terdahulu) maka sesuatu yang hadis (baru) setelah tuhan adalah
ciptaan tuhan (makhluk) sehingganya mereka memandang bahwa al-Qur'an yang menurut
mereka baru ialah makhluk. Mereka juga memandang bahwa surga dan neraka itu belum ada
karena belum dipergunakan saat ini.
6.Asy'asriyah
Aliran teologi ini merupakan aliran teologi yang timbul dari reaksi atas paham- paham
golongan mu'tazilah. Aliran ini dikembangkan oleh Abu al-Hasan 'Ali Ibn Ismail al-Asy'ari
yang juga merupakan murid dari al-Jubba'i salah satu tokoh aliran mu'tazilah. Al-Asy'ari
dalam perkembangannya membuat aliran baru yang kemudian banyak disebut sebagai ahlu
sunnah wal jama'ah. Aliran teologi ini sampai saat ini dianut banyak oleh umat Islam.
Sebagaimana dijelaskan bahwa aliran ini timbul atas respon terhadappaham mu'tazilah
sehingganya aliran teologi ini banyak berpendapat bertentangan dengan paham mu'tazilah.
Misalnya dalam pandangan al-asy'ari bahwa tuhan mengetahui dengan sifatnya. Mustahil
katanya bahwa tuhan mengetahui dengan sifat-Nya karena dengan demikian zat-Nya adalah
pengetahuan dan tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan ('ilm) tetapi
yang mengetahui ('Alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan-Nya bukanlah dengan zat-
Nya.
Martin M. Baihaqi
39
Demikian pula dengan sifat seperti sifat hidup, berkuasa, mendengar, dan melihat.
Begitu pula dengan pendapat tentang al-Qur'an, al'asy'ari berpendapat bahwa al-Qur'a itu
Qadim. Mengenai perbuatan al'-asy'ari berpendapat bahwa perbuatan manusia bukanlah
diciptakan manusia itu sendiri sebagaimana pendapat mu'tazilah, melainkan pebuatan
diciptakan oleh tuhan. Perbuatan kufur itu buruk tetapi orang kafir ingin supaya perbuatan
kufr itu sebenarnya bersifat baik. Apa yang dikehendaki orang kafir ini tak dapat
diwujudkannya. Perbuatan iman bersifat baik, tetapi berat dan sulit. Orang mukmin ingin
supaya perbuatan itu janganlah berat dan sulit. Tetapi apa yang dikehendakinya itu tak dapat
diwujudkannya.
Dengan demikian yang mewujudkan perbuatan kufur itu bukanlah orang kafir yang tak
sanggup membuat kufr bersifat baik, tetapi tuhanlah yang mewujudkannya dan tuhan
memang berkehendak supaya kufr bersifat buruk. Demikian pula, yang menciptakan
pekerjaan iman bukanlah orang mukmin yang tak sanggup membuat iman bersifat tidak berat
dan sulit, tetapi tuhanlah yang menciptakannya dan tuhan memang menghendaki supaya iman
bersifat berat dan sulit. Istilah yang dipakai al'asy'ari untuk perbuatan manusia yang
diciptakan tuhan ialah alkasb. Dan dalam mewujudkan perbuatan yang diciptakan itu, daya
yang ada dalam diri manusia tak mempunyait efek.
Al'asy'ari juga berpendapat bahwa tuhan tak mempunyai muka, tangan, mata, dan
sebagainya dengan tidak ditentukan bagaimana yaitu dengan tidak mempunyai bentuk dan
batasan. al'-as'ari seterusnya menentang paham keadilan tuhan yang dibawa kaum mu'tazilah.
Menurut pendapatnya tuhan berkuasa mutlak dan tak ada satupun yang wajib baginya. Tuhan
berbuat sekehendaknya, sehingga kalau ia memasukkan seluruh manusia ke dalam surga
bukanlah ia bersifat tidak adil dan jika ia memasukkan seluruh manusia ke dalam neraka
tidaklah ia bersifat dzalim.
Juga ajaran tentang posisi menengah ditolak. Bagi al-Asy'ari orang yang bedosa besar
tetap mukmin, karena imannya masih ada, tetapi karena dosa besar yang dilakukannya ia
menjadi fasiq. Sekiranya orang bedosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, maka
dalam dirinya akan tidak didapati kufur atau iman; dengan demikian bukanlah ia atheis dan
bukan pula monotheis, tidak teman dan tidak pula musuh. Hal serupa ini tidak mungkin. Oleh
karena itu tidak pula mungkin bahwa orang berdosa besar bukan mukmin bukan pula tidak
kafir.
Martin M. Baihaqi
40
BAB 7
As-Sunnah secara bahasa berasal dari kata: "sanna yasinnu", dan "yasunnu sannan",
dan "masnuun" yaitu yang disunnahkan. Sedang "sanna amr" artinya menerangkan
(menjelaskan) perkara.
As-Sunnah juga mempunyai arti "at-Thariqah" (jalan/metode/pandangan hidup) dan "as-
Sirah" (perilaku) yang terpuji dan tercela. Seperti sabda Rasulullah SAW,
"Sungguh kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi
sejengkal dan sehasta demi sehasta." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). (HR. Al-Bukhari no
3456, 7320 dan Muslim no. 2669 dari Sahabat Abu Sa'id al-Khudri).
Lafazh "sanana" maknanya adalah (pandangan hidup mereka dalam urusan agama dan
dunia).
"Barangsiapa memberi contoh suatu sunnah (perilaku) yang baik dalam Islam, maka
baginya pahala kebaikan tersebut dan pahala orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa
mengurangi sesuatu apapun dari pahala mereka. Dan barang siapa memberi contoh sunnah
(perilaku) yang jelak dalam Islam ...." (HR. Muslim). ((HR. Muslim no. 1017, at-Tirmidzi
no. 2675, Ibnu Majah no. 203, ad-Darimi no. 514, Ahmad (IV/357), an-Nasa-i no. 2553, dan
yang lainnya dari Sahabat Jarir bin ‘Abdillah. Hadist selengkapknya adalah sebagai berikut,
"Dari al-Mundzir bin jarir, dari bapaknya, dia berkata, "Kami pernah berada bersama
Rasulullah SAW pada permulaan terik siang. Dia berkata, ‘Lalu datanglah kepada Rasulullah
SAW suatu kaum dalam keadaan tidak beralas kaki dan telanjang, hanya memakai kain
selimut (yang nampak dari yang memakainya hanya bagian kepala saja) atua mantel dari
karung sambil menyandang pedang, kebanyakan mereka dari kabilah Mudhar, bahkan
semuanya dari Mudhar. Melihat kondisi demikian raut wajah Rasulullah SAW menjadi
berubah (karena merasa iba) karena melihat kefakiran yang menimpa mereka.
Lalu beliau masuk kemudian keluar, kemudian menyuruh Bilal untuk
mengumandangkan adzan dan iqamah. Rasulullah SAW lalu mengerjakan shalat kemudian
dikuti dengan berkhutbah, sambil bersabda : ‘Hai sekalain manusia bertakwalah kepada
Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, .... sampai akhir
ayat ‘Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu,' (An-Nisaa': 1) juga membaca
ayat dalam surat Al-Hasyr, ‘Hari orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
Martin M. Baihaqi
41
dan hendaklah setiap diri memeprhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah....' (Al-Hasyr: 18). (Karena mendengar khutbah
Nabi tersebut)
Kemudian ada seseorang bershadaqah dari dinarnya, diharmnya, pakaiannya, dari satu
sha' (kira-kira 3 kg) gandumnya, satu sha' kurma, sampai-sampai beliau mengatakan
walaupun hanya dengan setengah butir kurma kering.' Dia berkata: "Kemudian seorang laki-
laki dari Kaum Anshar membawa membawa sekantung penuh kurma, hampir-hampir telapak
tangannya tidak kuat untuk membawahnya, bahkan benar-benar lemah, maka hal itu diikuti
silih berganti oleh banyak orang. Sampai-sampai aku melihat dua tumpukan makanan dan
pakaian yang sangat banyak. Akupun melihat raut wajah Rasulullah SAW bergembira
seakan-akan bersinar cerah sekali, kemudian beliau bersabda: "Barangsiapa yang
mencontohkan suatu sunnah yang baik dalam Islam, maka baginya pahala sunnah tersebut
dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya, tanpa mengurangi pahala mereka
sedikitpun, dan barang siapa mencontoh suatu sunnah yang jelek/buruk dalam Islam, maka
dosanya akan ditanggungnya dan juga dosa orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa
mengurangi dosa mereka sedikitpun. juga dosa orang yang yang mengerjakannya
setelahnya, tanpa mengurangi sesuatu apapaun dari pahalam mereka. Dan barangsiapa
memberi contoh sunnah (perilaku) yang jelak dalam Islam ...."
Lafazh "sunnah" maknanya adalah "sirah" (perilaku). (Lihat kamus bahasa, Lisaanul
‘Arab, Mukhtaarush Shihaah dan al-Qaamuusul Muhith: (bab: Sannana).
Martin M. Baihaqi
42
Pengertian Jama'ah Secara Bahasa (Etimologi)
Jama'ah diambil dari kata "jama'a" artinya mengumpulkan sesuatu, dengan
mendekatkan sebagian dengan sebagian lain. Seperti kalimat "jama'tuhu" (saya telah
mengumpulkannya); "fajtama'a" (maka berkumpul).
Dan kata tersebut berasal dari kata "ijtima'" (perkumpulan), ia lawan kata dari "tafarruq"
(perceraian) dan juga lawan kata dari "furqah" (perpecahan).
Jama'ah adalah sekelompok orang banyak; dan dikatakan juga sekelompok manusia yang
berkumpul berdasarkan satu tujuan.
Dan jama'ah juga berarti kaum yang bersepakat dalam suatu masalah. (Lihat kamus bahasa:
Lisaanul ‘Arab, Mukhtaraarush Shihaah dan al-Qaamuusul Muhiith: (bab: Jama'a).
Martin M. Baihaqi
43
milik at-Tirmidzi. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab as-Sunnah karya Ibnu Abi
‘Ashim dan bersamanya kitab Zhilaalul Jannah fi Takhrij as-Sunnah no. 88).
Seorang Sahabat yang mulia bernama ‘Abullah bin Mas'ud r.a. berkata,"Al-Jama'ah adalah
yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian." (Diriwayatkan oleh al-Lalika-i
dalam kitabnya, Syarah Ushul I'tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama'ah). (Syarah Ushuulil I'tiqaad
karya al-Lalika-i no. 160 dan al-Baa'its ‘alaa Inkaaril Bida' wal Hawaadits hal. 91-92, tahqiq
oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman).
Jadi Ahlus Sunnah wal Jama'ah, adalah mereka yang berpegang teguh pada sunnah
Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jejak dan jalan
mereka, baik dalam hal ‘aqidah, perkataan maupun perbuatan, juga mereka yang istiqamah
(konsisten) dalam ber-ittiba' (mengikuti Sunnah Nabi SAW) dan menjauhi perbuatan bid'ah.
Mereka itulah golongan yang tetap menang dan senantiasa ditolong oleh Allah sampai hari
Kiamat. Oleh karena itu mengikuti mereka (Salafush Shalih) berarti mendapatkan petunjuk,
sedang berselisih terhadapnya berarti kesesatan.
2. Sumber pengambilan pedoman bagi mereka hanyalah al-Qur-an dan as-Sunnah, Mereka
pun memperhatikan keduanya dan bersikap taslim (menyerah) terhadap nash-nashnya dan
memahaminya sesuai dengan manhaj Salaf.
3. Mereka tidak mempunyai iman yang diagungkan, yang semua perkataannya diambil dari
meninggalkan apa yang bertentangan dengan kecuali perkataan Rasulullah SAW. Dan Ahli
Sunnah itulah yang paling mengerti dengan keadaan Rasulullah SAW perkataan dan
Martin M. Baihaqi
44
perbuatannya. Oleh karena itu, merekalah yang paling mencintai sunnah, yang paling peduli
untuk mengikuti dan paling lolal terhadap para pengikutnya.
6. Mereka menolak ta'wil (penyelewengan suatu nash dari makna yang sebenarnya) dan
menyerahkan diri kepada syari'at, dengan mendahulukan nash yang shahih daripada akl
(logika) belaka dan menundukkan akal di bawah nash.
8. Mereka merupakan figur teladan orang-orang yang shalih, memberikan petunjuk ke arah
jalan yang benar dan lurus, dengan kegigihan mereka di atas kebenaran, tidak membolak-
balikkan urusan ‘aqidah kemudian bersepakat atas penyimpangannya. Mereka memadukan
antara ilmu dan ibadah, antara tawakkal kepada Allah dan ikhtiar (berusaha), antara berlebih-
lebihan dan wara' dalam urusan dunia, antara cemas dan harap, cinta dan benci, antara sikap
kasih sayang dan lemah lembut kepada kaum mukminin dengan sikap keras dan kasar kepada
orang kafir, serta tidak ada perselisihan diantara mereka walaupun di tempat dan zaman yang
berbeda.
9. Mereka tidak menggunakan sebutan selain Islam, Sunnah dan Jama'ah.
10. Mereka peduli untuk menyebarkan ‘aqidah yang benar, agama yang lurus,
mengajarkannya kepada manusia, memberkan bimbingan dan nasehat kepadanya serta
memperhatikan urusan mereka.
11. Mereka adalah orang-orang yang paling sabar atas perkataan, ‘aqidah dan dakwahnya.
Martin M. Baihaqi
45
12. Mereka sangat peduli terhadap persatuan dan jama'ah, menyeru dan menghimbau
manusia kepadanya serta menjauhkan perselisihan, perpecahan dan memberikan peringatan
kepada manusia dari hal tersebut.
13. Allah Ta'ala menjaga mereka dari sikap saling mengkafirkan sesama mereka, kemudian
mereka menghukumi orang selain mereka berdasarkan ilmu dan keadilan.
14. Mereka saling mencintai dan mengasihi sesama mereka, saling tolong menolong diantara
mereka, saling menutupi kekurangan sebagian lainnya. Mereka tidak loyal dan memusuhi
kecuali atas dasar agama.
Secara garis besarnya, ahlus sunnah wal jama'ah adalah manusia yang paling baik
akhlaknya, sangat peduli terhadap kesucian jiwa mereka dengan berbuat ketaatan kepada
Allah Ta'ala, paling luas wawasannya, paling jauh pandangan, paling lapang dadanya dengan
khilaf (perbedaan pendapat) dan paling mengetahui tentang adab-adab dan prinsip-prinsip
khilaf.
Martin M. Baihaqi
46
Maka sunnah adalah lawan kata bid'ah, sedangkan jama'ah lawan kata firqah (gologan).
Itulah yang dimaksudkan dalam hadits-hadits tentang kewajiban berjama'ah dan larangan
bercerai-berai.
Inilah yang dimaksudkan oleh "Turjumanul Qur-an (juru bicara al-Qur-an)" yaitu
‘Abdullah bin ‘Abbas r.a. dalam menafsirkan firman Allah Ta'ala, "Pada hari yang diwaktu
itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula maka yang hitam muram". (Ali Imran: 106).
Beliau berkata, "Muka yang putih berseri adalah muka Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan muka
yang hitam muram adalah muka ahlil bid'ah dan furqah (perselisihan)." (Lihat Tafsir Ibnu
Katsir, Juz I hal. 390 (QS. Ali Imran: 106).
sumber: Diadaptasi dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis
Shaalih (Ahlis Sunnah wal Jama'ah), atau Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal Jama'ah), terj.
Farid bin Muhammad Bathathy(Pustaka Imam Syafi'i, cet.I), hlm. 50 -60
BAB 8
MU’TAZILAH
Martin M. Baihaqi
47
Meski kini Mu’taziliyah tiada lagi, namun pemikiran rasionalnya sering digali cendekiawan
Muslim dan nonmuslim.
BAB 9
SYI’AH
Martin M. Baihaqi
48
Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang.
Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara.
Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali
bin Abu Thalib sangat utama diantara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang
tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau. Syi'ah,
dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, Syi'ah
mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga mengalami perpecahan mazhab.
Martin M. Baihaqi
49
Allah yang menentukan segala akibat. nabi sama seperti muslimin lain. I’tikadnya
tentang kenabian ialah:
Disebut juga Imamiah atau Itsna 'Asyariah (Dua Belas Imam); dinamakan demikian
sebab mereka percaya yang berhak memimpin muslimin hanya imam, dan mereka yakin ada
dua belas imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syiah. Urutan imam mereka yaitu:
BAB 10
FILSAFAT ISLAM
Martin M. Baihaqi
50
10.1 Pengertian Filsafat
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis
dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-
eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari
solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialek. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan
logika berpikir dan logika bahasa.
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada
sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula
filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan
Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah
agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam
justru Tuhan 'sudah ditemukan.'
Ketika Islam mengalami kejayaan peradaban pada abad ke-9 hingga abad ke-11,
dunia Islam sendiri mengakui adanya andil besar gelombang helenisme yang lebih awal
dalam mengais kemajuan peradaban. Dalam hal terakhir ini, pengaruh pemikiran Plato,
Aristoteles, dan beberapa tokoh lain, coba ditafsirkan oleh para filosof muslim awal seperti
al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.
Hasan Hanafi mencoba mendongkrak asumsi-asumsi salah yang dilancarkan para
pengkaji filsafat Islam, baik dari kalangan Islam sendiri, maupun dari kalangan orientalis.
Menurut Hanafi, selama ini mereka menduga bahwa para filosof muslim hanya melakukan
pembacaan terhadap filsafat Yunani, kemudian mengikuti, melakukan anotasi, dan
meringkas karya para filsuf Yunani, serta mencampuradukkannya dengan filsafat Islam,
dengan memperburuk pemahaman tentang konsep-konsep filosofis.
Sebut saja orang-orang seperti Adam Mez, Henry Corbin, Goldziher, Hitti, HAR. Gibb,
atau Seyyed Hossein Nasr, Fazlur Rahman, Joel Kraemer, dan belakangan Oliver Leaman
serta beberapa ahli filsafat muslim yang ada di Eropa lainnya ikut mengkaji filsafat Islam
secara intens. Adapun sebelumnya, wacana filsafat Islam seringkali tidak terjamah
bahkanmungkin hampir ditiadakan baik itu di kalangan pemikir Barat, maupun dalam
sebagian tradisi Islam sendiri.
Martin M. Baihaqi
51
Filsafat Islam dipandang sebagai sebuah objek yang asing dan serangkaian ilmu import
yang harus dilawan dan diperlakukan sebagai anak yatim oleh para sarjana Barat terutama
para sejarawan kuno.
Referensi yang selama ini dirujuk oleh para sarjana Barat ketika menghubungkan antara
Kebangkitan(Renaissance) di Eropa adalah tradisi keilmuan Yunani yang dikenal dengan
zaman logos. Hal ini sangat kuat diyakini terutama dalam cara pandang tentang kehidupan
yang dilandasi oleh pemikiran filosofis Yunani. Selalu saja rujukan awal yang dicari
adalah para pemikir seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles.
Memang hal ini bukanlah sebuah kesalahan fatal. Namun ketika hal tersebut tidak
pernah dikaitkan dengan kejayaan yang pernah diraih oleh Islam –dan kita tahu bahwa Islam
sangat banyak menyumbangkan pemikirandan kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan, filsafat, sejarah, dan beberapa bidang lainnya–, adaketerputusan-
sejarah yang pada akhirnya menyebabkan kerancuan-ilmiah dalam
memandang filsafat secaraumum terutama dalam filsafat Barat pasca Renaissance. Karena
pada dasarnya ada kotinuitas-historis yang tidak bisa kita abaikan.
Ketika Islam mengalami kejayaan peradaban pada abad ke-9 hingga abad ke-11, dunia
Islam sendiri mengakui adanya andil besar gelombang helenisme yang lebih awal dalam
mengais kemajuan peradaban. Dalam hal terakhir ini, pengaruh pemikiran Plato, Aristoteles,
dan beberapa tokoh lain, coba ditafsirkan oleh para filosof muslim awal seperti al-Farabi, Ibn
Sina, dan Ibn Rusyd.
Hasan Hanafi mencoba mendongkrak asumsi-asumsi salah yang dilancarkan para
pengkaji filsafat Islam, baik dari kalangan Islam sendiri, maupun dari kalangan orientalis.
Menurut Hanafi, selama ini mereka menduga bahwa para filosof muslim hanya melakukan
pembacaan terhadap filsafat Yunani, kemudian mengikuti, melakukan anotasi, dan meringkas
karya para filsuf Yunani, serta mencampuradukkannya dengan filsafat Islam, dengan
memperburuk pemahaman tentang konsep-konsep filosofis.
Martin M. Baihaqi
52
mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum, matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd
mendalami filsafat dari Abu Ja'far Harun dan Ibnu Baja.
Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan pengetahuan
ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk mengabdi sebagai "Kadi"
(hakim) dan fisikawan. Di dunia barat, Ibnu Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator
terbesar atas filsafat Aristoteles yang mempengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan,
termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas. Banyak orang mendatangi Ibnu Rusyd
untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan masalah hukum.
Ibnu Rusyd adalah seorang filosof islam ynag cukup masyur nama lengkapnya adalah
Abdul Walid Muhammad bin Ahmad Ibn Rusyd, kelahiran cordova pada tahun 520 H. Ia
berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal dengan keutamaan dan mempunyai
keduduka yang tinggi di Andalusia ( Spanyol ). Ayahnya adalah seorang hakim dan neneknya
yang terkenal dengan sebutan “Ibnu Rusyd Nenek” (Al-jadd) adalah kepala hakim di
cordova.
Pada usia 8 tahun Ibnu rusyd bepergian ke Maroko, ia belajar kepada Ibnu Thufail. Ada
dalam imu tauhid eliau bepegang kepada paham asy’ariyah dan ini menibukakan jalan bagi
nya untuk mempelajari ilmu filsafat. Pendek kata Ibnu rusyd adalah seorang tokoh filsafat,
agama, syariat dan kedokteran yang terkenal pada waktu itu. Beliau wafat di Maroko pada 10
Desember 1198.
Martin M. Baihaqi
53
dengan pelajaran agama islam yang umum, Ibnu Rusyd dianggap orang zindik. Karena
pendapatnya itu juga pernah dibuang oleh khalifah Abu yusuf dan diasingkan ke Lucena
(Alisana)
Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih dalam bentuk
karangan, ulasan, essai dan resume.
Bidayat Al-Mujtahid (kitab ilmu fiqih)
Kulliyaat fi At-Tib (buku kedokteran)
Fasl Al-Maqal fi Ma Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syari’at (filsafat dalam Islam dan
menolak segala paham yang bertentangan dengan filsafat)
Tahafut-tahafut
Risalah fi Ta’lluqi ‘ilmillahi ‘an Adami Ta’alluqihi bil-juziat
Tafsiru ma ba’dat-tabiat
Fashlul-Maqal fi ma bainal-hikmah wasy-Syrah Minal-ittisal
Al-kasyfu ‘an Manajhil ‘Adilag fi ‘aqaidi Ahli Millah
Naqdu Nadhariyat Ibn Sina ‘Anil-Mukmi Lizatihi wal-Mukmin Ligharihi.
Risalah fil-Wujudil-azali wal-Wujudil-Muaqat.
Risalah fil-Aqli wal ma’quli 3
Karangannya beliputi berbagai ilmu, seperti : fiqh, usul, bahasa, kedokteran, astronomi,
politik, akhlak, dan filsafat.
Buku-bukunya adakala merupakan karangan sendiri, atau ulasan dan ringkasan. Diantara
buku-buku yang yang telah diulasnya adalah buku-buku karangan platon, Iskandar
Aphrodisias, platinus, galinus, alfarabi, ibnu Sina, Alghazali dan IbnuBajah.
Buku-bukunya yang lebih penting yang sampai kepada kita ada empat, yaitu:
Martin M. Baihaqi
54
Tahfut at-tahafut
Suatu buku yang terkenal dalam lapangan filsafat dan ilmu kalam,dan dimaksudkan
untuk membela filsafat dari serangan al-ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah.
Hampir semua karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan
Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan besar karya-karya aslinya sudah tidak ada.
Amal perbuatan
Martin M. Baihaqi
55
Diantara ahli filsafat ada yang berpendapat bahwa materi itu abadi.Ia terdiri atas
bermacam-macam jauhar.tiap-tiap jauhar mengadakan jauhar yang baru. Materi itu terjadinya
bukan dari tidak ada, melainkan dari keadaan yang potensial(bilquwah)
Aristoteles berpendapat bahwa jauhar(subtansi)pertama dari materi itu menyebabkan
adanya jauhar yang kedua tanpa behajat bantuan zat lain diluar dirinya. Ini berarti bahwa
sebab dan akibat penciptaan dan amal matei itu seterusnya terletak pada diri materi itu
sendiri.
Ibnu Rusyd dapat menerima pendapat Aristoteles ini dengan menjelaskan pula
argumenny sebagai berikut:Seandainya Tuhan itu menjadikan segala sesuatu dan peristiwa
yang ada ini,maka akibatnya ide tentang sebab tidak akan ada artinya lagi. Padahal seprti
yang kit lihat sehari-hari, apapun yang terjadi dalam ini senantiasa diliputi oleh sebab dan
akibat.Misalny api yang menyebabkan terbakar,dan air yang menyebabkan basah.
Keazalian alam
Gerakan adalah suatu akibat karena setip gerakan senantiasa mempunyai sebab yang
mendahuluinya.Kalau kita cari sebab itu maka tidak akan kita temui sebab penggeraknya
Martin M. Baihaqi
56
pula,begitulah seterusnya,tidak mungkin berhenti. Oleh sebab itu kewajiban kita menganggap
bahwa sebab yang paling terdahulu atau sebab yang pertama adalah sesuatu yang tidak
bergerak. Gerakan itu dianggap tidak berawal dan tidak berakhir, azali dan berabad, dan
sebab pertama (prima causa) atau penggerak utama itulah yang disebut Tuhan.
Selanjutnya Ibnu Rusyd mengatakan meskipun Tuhan adalah sebab atau penggerak yang
pertama, Dia hanyalah menciptakan gerakan pada akal pertama saja, sedangkan gerakan-
gerakan selanjutnya(peritiwa-peristiwa didunia ini)disebabkan oleh akal selanjutnya.Dengan
demikian menurut Ibnu Rusyd, tidak dapat dikatakan adanya pimpinan lansung dari Tuhan
terhadap peristiwa-peristiwa di dunia.
Menurut Ibnu Rusyd akal itu (seperti yang dimaksud oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina)
adalah satu universal. Maksudnya bukan saja “akal yang aktif” adalah esa dan universal,
tetapi juga “akal kemungkinan”, yakni akal reseptif adalah Esa dan universal, sama dan satu
bagi semua orang.
Hai ini berarti bahwa segala akal dianggap sebaai monopsikisme.Menurut Ibnu Rusyd
“akal kemungkinan” barulah merupakan individu tertentu tatkala dia berhubungan dengan
dengan suatu bentuk materi atau tubuh orang per seorangan.
Martin M. Baihaqi
57
syara’ karena berdasarkan baharunya alam atas tersusunnya dari bagian-bagian yang tidak
terbagi-bagi, itu adalah baru.
Golongan Mutakallimin Asy’ariyah mengatakan bahwa perbuatan yang baru adalah
karna iradah yang qadim,maka Ibnu Rusyd menjawab bahwa prkataan tersebut tidak dapat
diterima, karena iradah itu bukan perbuatan yang berhubungan dengan perbuatan yang
dibuat.
Mengenai golongan Tasauf,maka menurut Ibnu Rusyd cara penelitian mereka bukan
bersiftat pikiran, yakni yang terdiri dari dasar-dasar pikiran atau premise-premise dan
kesimpulan, karena mereka mengira bahwa pengetahuan tentang Tuhan dan wujud-wujud
lain diterima oleh jiwa ketika sudah terlepas dari dari hambatan-hambatan kebendaan dan
ketika pikirannya tertentu kepada perkara yang dicarinya.
Cara tersebut menurut Ibnu Rusyd bukanlah cara kebanyakan orang sebagai
orang,yakni sebagai makhluk yang mempunyai pikiran dan diserukan memakai pikirannya.
Mengenai adanya Tuhan menurut ibnu Rusyd ada dua cara untuk mambuktikannya,
yaitu:kedua cara itu dimulai dari manusia dan tidak dari alam karena manusia itu berpikiran.
Seterusnya benda wujud dijadikan dan segala benda yang dijadikan berkehendak
kepada yang menjadikan.
BAB 11
Martin M. Baihaqi
58
11.2 Sejarah Munculnya Tasauf Dalam Islam
Banyak pendapat pro dan kontra mengenai asal-usul ajaran tasawuf, apakah ia berasal
dari luar atau dari dalam agama islam sendiri. Berbagai sumber mengatakan bahwa ilmu
tasauf sangat lah membingungkan.
Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakam paham yang sudah
berkembang sebelum nabi muhammad menjadi rasulullah. Dan orang-orang islam baru di
daerah irak dan iran (sekitar abad Ke-8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang
yang memeluk agama non islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk
islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan
kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan
ajarannya, yaitu dalam hidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri
terhadap tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian
yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya
dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut paham tersebut. Itulah sebabnya
maka pahamnya kemudian disebut paham sufi, sufisme atau paham tasawuf, dan orangnya
disebut orang sufi.
Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf berasal dari zaman
nabi muhammad. Berasal dari kata "beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-
suffa, seperti telah disebutkan di atas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham
tasawuf yang berasal dari pengetahuan nabi muhammad].
Pendapat lain menyebutkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat islam di
zaman khalifah utsman bin affan dan ali bin abi thalib, khususnya karena
faktor politik.pertikaian antar umat islam karena karena faktor politik dan perebutan
kekuasaan ini terus berlangsung dimasa khalifah-khalifah sesudah utsman dan ali. Munculah
masyarakat yang bereaksi terhadap hal ini. Mereka menganggap bahwa politik dan kekuasaan
merupakan wilayah yang kotor dan busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah , yaitu menarik
diri dari hingar-bingar masalah duniawi yang seringkali menipu dan menjerumuskan. Lalu
munculah gerakan tasawuf yang di pelopori oleh hasan al-bashiri pada abad kedua hijriyah.
Kemudian diikuti oleh figur-figaur lain seperti shafyan al-tsauri dan rabi’ah al-‘adawiyah.
Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah atau jasadiah, dan
kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniah itulah
Martin M. Baihaqi
59
kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar
dari sumber ajaran Islam, al-Qur'an dan al-Sunnah serta praktek kehidupan Nabi dan para
sahabatnya.
Al-Qur'an antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia dengan Tuhan dapat
saling mencintai (mahabbah). “ Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara
kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut
terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang
berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah
karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah : 54).
Petunjuk bahwa manusia akan senantiasa bertemu dengan Tuhan di manapun mereka
berada. “Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya
Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah :110).
Tuhan dapat memberikan cahaya kepada orang yang dikehendakinya (Lihat QS. al-Nur,
35). Selanjutnya al-Qur'an mengingatkan manusia agar dalam hidupnya tidak diperbudak
oleh kehidupan dunia dan harta benda . “ Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. dan
kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.”(QS. Al-Hadid:5), ”Hai manusia,
Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia
memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu,
memperdayakan kamu tentang Allah.”(Al-Faathir:5)
Martin M. Baihaqi
60
11.4 Tasauf Al-Ghozali
Martin M. Baihaqi
61
pengetahuannya yang ada. Dalam pengembaraan, beliau menulis kitab Ihya Ulumuddin yang
memberi sumbangan besar kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah.
Maqasid al-Falasifah
Tahafut al-Falasifah, buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filosof masa itu,
yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushdi dalam buku Tahafut al-Tahafut (The
Incoherence of the Incoherence).
Fiqih
Logika
Martin M. Baihaqi
62
BAB 12
Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah
“metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala
melalui tahapan-tahapan/maqamat.”
Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: sistem kerahasiaan,
sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh atau khalifah
suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru tarekat diperkokoh dengan
ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan berwasilah dengan guru dipererat dengan kepercayaan
karamah, barakah atau syafa’ah atau limpahan pertolongan dari guru.
Sejak abad kedua belas dan ketika belasan tarekat-tarekat tersebut mulai meluaskan
jaringannya di seluruh dunia Islam. Maksudnya ialah memimpin murid-murid dalam "jalan"
atau "rintis" masih terlihat pada namanya tariqah. Tarekat itu adalah beraneka warna dalam
tahap organisasinya. Ada tarekat yang dibentuk dalam susunan martabat yang naik dengan
ratusan ribu pengikut dan penyokong, ada tarekat yang tetap dalam susunan yang lebih bebas
daripada sufi-sufi yang bersahaja. Perbedaan utama terletak dalam upacara mereka dan dhikr.
Dalam ciri pendirian keagamaan mereka --apakah mereka kurang atau lebih mentaati ibadat
kaum ortodoks-- bersifat sabar atau senang berperang, dan lain sebagainya. Keanggotaan
Martin M. Baihaqi
63
biasanya dua jenis: suatu martabat yang lebih tinggi terdiri dari murid-murid yang ditugaskan
bermacam-macam pekerjaan ibadat dalam ribat dan mengumpulkan penghasilan, dan suatu
badan besar terdiri dari "anggota awam" yang tergabung pada tarekat dan yang menjalankan
pekerjaan keduniawian dalam desa atau kota, yang hanya berkumpul pada kesempatan-
kesempatan tertentu untuk berpikir.
Penyelenggaraan tarekat-tarekat tadi merupakan salah satu perkembangan yang amat
menarik perhatian dalam sejarah Islam. Tarekat adalah pergerakan populer dalam asasnya,
dalam caranya menarik anggota, dan menarik perhatian. Tarekat tadi ialah pergerakan
populer pertama-tama karena pergerakan Sufi jemu akan doktrin kaku, ahli kalam, dan
memudahkan jalan bagi orang yang ingin masuk Islam (karena pendapat umum bahwa
"kesederhanaan" Islam dengan sendirinya merupakan daya penarik yang agak dilebih-
lebihkan). Dalam pada itu, tambah lemahnya keyakinan tadi tentu menyebabkan akibat
genting. Sebagaimana Sufi mula-mula telah memasukkan kedalam Islam beberapa unsur
ibadat dan iman yang lebih tua di Asia Barat, sekarang tarekat-tarekat menunjukkan
kelembutan yang luar biasa, bahkan suatu kesediaan yang membahayakan untuk
berkompromi dengan kepercayaan dan kebiasaan agama lama di negeri-negeri lain serta
membiarkannya, asal saja pernyataan iman mereka sudah jelas.
Akibatnya ialah perubahan yang tidak sedikit dari aspek umum Islam. Apabila hingga
abad kedua belas umat Islam merupakan badan sama jenis agak kecil (kendatipun dengan
keserakahannya), kemudian Islam meliputi lebih kurang sepertujuh dari semua penduduk
bumi dan telah menjadi suatu badan yang dalam hal kepercayaan dan upacara ibadat
menunjukkan perbedaan luas, yang tidak disembunyikan oleh penerimaan umum dari upacara
dan pernyataan keyakinan yang tertentu, ataupun oleh usaha yang sama dari alim ulama.
Bentuk Islam populer berbeda di hampir semua negara Islam, dan acap kali bertentangan
keras dengan sistem kaku para ulama ortodoks. Pada pihak lain, alim ulama terus menerus
memberikan unsur yang mempersatukan badan yang besar tadi dengan kesabaran berusaha
mengajarkan pokok-pokok dasar agama kepada kelompok-kelompok baru masuk Islam atau
yang baru setengah diislamkan.
Untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan kata tarekat sebagai sebutan atau
nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan
Martin M. Baihaqi
64
paham tasawuf yang semula atau dengan tarekat besar dan kenamaan. Misalnya Tarekat
Sulaiman Gayam (Bogor), Tarekat Khalawatiah Yusuf (Suawesi Selatan) boleh dikatakan
hanya meminjam sebutannya saja. Sejarah Islam telah mencatat bahwa tarekat mengalami
perkembangan pesat sehingga memasuki semua Negara Islam.
Tarekat-tarekat tersebut memegang peranan penting dalam menjaga eksistensi dan
ketahanan akidah umat Islam, bahkan ternyata organisasi-organisasi tarekat tersebut telah
berhasil melanjutkan tradisi dakwah hingga ke pelosok dunia belahan barat Maroko dan
belahan timur Indonesia
BAB 13
AYAT-AYAT KAUNIYYAH
13.2 Beberapa Ayat Di Dalam Al Qur’an Tentang Penciptaan Alam Semesta, Evolusi,
Biologi, dan Lain-Lain
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (QS. Ali-Imran : 190)
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah
bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah
benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu”
(QS.Fushshilat : 53).
Martin M. Baihaqi
65
DAFTAR PUSTAKA
6. Masalah Mistik Tasawuf & Kebatinan, MH. Amien Jaiz, PT Alma'arif - 1980
Bandung
Martin M. Baihaqi
66
20. http://www.menaraislam.com/
21. http://parapemikir.com/
22. http://organisasi.org/
23. http://www.eramuslim.com/
24. http://muslim.or.id/
Martin M. Baihaqi
67