You are on page 1of 13

A.

PENGARUH PROFESIONAL GURU TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA KE


LAS VIII SMP N I AMPEL.
B. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dan kemajuan jaman dewasa ini demikian pesat, terutama perkembangan
dalam bidang teknologi. Oleh karena itu, merupakan tugas berat bagi dunia pendi
dikan, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia untuk dapat membina dan
membawa anak didik ke arah kemajuan. Pendidikan harus dapat menghasilkan manusia
yang cakap, aktif, dan kreatif.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan sebagai
wahana pengembangan sumber daya manusia. Melalui pendidikan manusia dapat melep
askan diri dari keterbelakangan. Pendidikan juga mampu menanamkan kapasitas baru
bagi manusia dalam mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru, sehingga dapa
t diperoleh manusia yang produktif (Sutarto, 1999). Meraka yang lemah dan tertin
ggal juga memerlukan perhatian khusus, sesuai dengan kebutuhannya. “barang siapa
tidak mendengar dan belajar, orang akan menjadi tua seperti sapi. Perutnya maki
n membuncit, tetapi kepandaiannya tidak berkembang. Sebaliknya barang siapa tela
h banyak mendengar dan belajar, lalu memandang rendah orang yang tertinggal dala
m pendidikan, bagaikan orang buta yang memegang lampu, begitu menilai seperti it
u,” demikian dikatakan Ananda (Thag. 1025-1026). Maka dari itu pendidikan memega
ng peranan penting dalam kehidupan.
Pendidikan dalam agama agama Buddha dikatakan bersifat pragmatis menyangkut pem
ecahan masalah untuk mencapai tujuan hidup manusia. Filosofi pendidikan dalam ag
ama Buddha mengacu pada empat kebenaran mulia, yaitu mengidentifikasi dukkha, as
al mula dukkha, lenyapnya dukkha, dan jalan mengakhiri dukkha, lewat formulasi i
ni Buddha memberi petunjuk bagaimana sebaiknya mengatasi masalah secara sistemat
ik.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, salah satu usaha yang dapat dilakukan
adalah Peningkatan profesional guru. Hal ini dilakukan karena guru mempunyai ke
dudukan yang penting dalam proses pendidikan. Guru dalam melaksanakan kegiatan b
elajar-mengajar bertanggung-jawab terhadap tujuan pendidikan, ke mana peserta di
dik akan diarahkan, dengan apa peserta didik diarahkan, dan bagaimana strategi y
ang digunakan. Sehingga nantinya ada peningkatan hasil belajar para pendidik.
Profesional guru merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan dalam pening
katkan hasil belajar siswa. Secara etimologi istilah profesional berasal dari ba
hasa inggris profession berakar dari bahasa latin “profesus” yang berarti mampu
atau ahli dalam satu bentuk pekerjaan (Sanusi, 1991). Menurut Supriadi (1998) pr
ofesi menunjukkan pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tingg
i, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi.
Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang seca
ra nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Pengembangan profesionalisme
guru meliputi peningkatan kompetensi, Peningkatan kinerja (performance) dan kes
ejahteraannya. Guru sebagai orang yang profesional dituntut untuk senantiasa men
ingkatkan kemampuan, wawasan dan kreativitasnya.
Menurut Buddhisme Seorang guru profesional, berbuat konsisten seperti apa yang d
iucapkan dan berbicara seperti apa yang diperbuatnya. Guru yang baik, memiliki k
ompetensi dan terampil dalam moralitas, konsentrasi dan kebijaksanan, mengajar s
iswa menjadi sepenuhnya mantap. Sedangkan guru yang tercela, tidak terampil, ter
lepas dari apakah siswa-siswanya mendengarkan atau tidak mendengarkan. Guru yang
pandai sendiri tetapi siswanya tidak mendengarkan maka seorang guru dipandang t
ercela (D.I.230-231).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan hadirnya seorang guru
yang profesional akan memberikan pengaruh yang besar dalam kegiatan belajar meng
ajar dan terutama dalam peningkatan hasil belajar siswa. Maka dari itu diharapka
n seorang guru yang sudah menguasai kemampuan profesinya dengan baik hendaknya l
ebih ditingkatkan lagi dengan mengikuti perkembangan jaman, sedangkan guru yang
kurang memperhatikan kemampuan profesinya hendaknya lebih disiplin dan lebih men
ingkatkan kemampuannya sebagai guru serta bertanggung jawab terhadap profesinya
sebagai seorang pendidik. Bagi pemerintah disarankan lebih memperhatikan keberad
aan seorang guru, perlu disadari bahwa guru adalah sosok paling penting dalam me
majukan dan meningkatkan pengetahuan generasi bangsa.
C. PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang masalah, sebagaimana yang telah diuraikan diatas, ma
ka permasalahan yang hendak diungkap adalah:
1. Bagaimana profesionalisme guru dalam kegiatan belajar-mengajar ?
2. Bagaimana prestasi belajar siswa setelah mengikuti kegiatan belajar-men
gajar?
3. Apakah ada hubungan profesional guru dengan prestasi belajar siswa?
D. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui tingkat profesional guru dalam kegiatan belajar-mengaja
r.
2. Untuk mengetahui gambaran tentang prestasi belajar siswa setelah mengiku
ti kegiatan belajar-mengajar.
3. Untuk mengetahui hubungan antara profesionalisme dalam proses belajar-me
ngajar dengan prestasi belajar siswa.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis akan menambah teori baru di bidang kependidikan terutama bagi pa
ra guru serta menambah pengalaman baru bagi guru tentang cara pengelolaan kegiat
an belajar mengajar.
2. Manfaat praktis
Memberi informasi mengenai pengaruh profesional guru terhadap peningkatan presta
si belajar siswa, sehingga guru diharapkan dapat meningkatkan prestasi hasil bel
ajar siswa, meningkatkan mutu para guru serta mutu pendidikan pada waktu sekaran
g dan yang akan datang.

F. LANDASAN TEORI
1. Prestasi Belajar Siswa
Prestasi belajar terdiri dari dua kata yaitu “prestasi” dan “belajar”. Prestasi
mengandung arti “hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan” sedangkan bela
jar adalah berusaha supaya memperoleh kepandaian ilmu dan sebagainya. Menurut Dj
alal (1986: 4) bahwa “prestasi belajar siswa adalah gambaran kemampuan siswa yan
g diperoleh dari hasil penilaian proses belajar siswa dalam mencapai tujuan peng
ajaran”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 444) ”prestasi be
lajar adalah hasil yang telah dicapai atau dikerjakan”. Prestasi belajar menurut
Hamalik (1994: 45) adalah prestasi belajar yang berupa adanya perubahan sikap d
an tingkah laku setelah menerima pelajaran atau setelah mempelajari sesuatu.
Prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai dari suatu proses belajar ya
ng telah dilakukan, sehingga untuk mengetahui sesuatu pekerjaan berhasil atau ti
dak diperlukan suatu pengukuran. “Pengukuran adalah proses penentuan luas atau k
uantitas sesuatu”. Dalam kegiatan pengukuran hasil belajar, siswa dihadapkan pad
a tugas, pertanyaan atau persoalan yang harus dipecahkan atau dijawab. Hasil pen
gukuran tersebut masih berupa skor mentah yang belum dapat memberikan informasi
kemampuan siswa. Agar dapat memberikan informasi yang diharapkan tentang kemampu
an siswa maka diadakan penilaian terhadap keseluruhan proses belajar mengajar se
hingga akan memperlihatkan banyak hal yang dicapai selama proses belajar mengaja
r. Prestasi belajar menurut Bloom meliputi 3 aspek yaitu ”kognitif, afektif dan
psikomotorik”.
Prestasi belajar ditunjukkan dengan skor atau angka yang menunjukkan nilai-nilai
dari sejumlah mata pelajaran yang menggambarkan pengetahuan dan keterampilan ya
ng diperoleh siswa, serta untuk dapat memperoleh nilai digunakan tes terhadap ma
ta pelajaran terlebih dahulu. Hasil tes inilah yang menunjukkan keadaan tinggi r
endahnya prestasi yang dicapai oleh siswa, dalam hal ini Buddha tidak menghendak
i pendidikan yang menghasilkan sebarisan orang buta yang saling menuntun (M.II,1
70). Keada suku kalama, Buddha menganjurkan agar tidak segera percaya terhadap s
uatu ajaran, apakah itu berupa tradisi hingga yang tertulis dalam kitab suci, se
belum diselidiki sendiri benar (A. I, 189). Buddha sangat menghargai kebebasan b
erpikir, karena iti pendididkan dalam persektif agama Buddha tidak bersifat otor
iter, melainkan bersifat demokratis. Bahkan Buddha tidak menginginkan adanya ket
ergantungan kepada diri-Nya, dan tidak menunjuk pengganti sebagai pemegang otori
tas setelah parinirvana. (D.II,100).
Menurut Wirawan mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapa
i seseorang dalam usaha belajar yang dilakukan dalam periode tertentu. Prestasi
belajar dapat dipakai sebagai ukuran untuk mengetahui materi pelajaran yang tela
h diajarkan atau dipelajari. Sehubungan dengan itu, Masrun dan Martaniah (dalam
Supartha, 2004 : 34) menyatakan bahwa kegunaan prestasi belajar diantaranya ada
lah : (1) untuk mengetahui efisiensi hasil belajar yang dalam hal ini diharapkan
mendorong siswa untuk belajar lebih giat, (2) untuk menyadarkan siswa terhadap
tingkat kemampuannya; dengan melihat hasil tes atau hasil ujiannya siswa dapat m
enyadari kelemahan dan kelebihannya sehingga dapat mengevaluasi dan bagaimana ca
ranya belajar selama ini, (3) untuk petunjuk usaha belajar siswa, dan (4) untuk
dijadikan dasar untuk memberikan penghargaan.
Sedangkan menurut Buddha, keberhasilan dari seseorang yang belajar, ditandai den
gan adanya pemahaman dan kecakapan (patisambhida) dalam hal: (1) memahami maksud
dan tujuan, mampu menjelaskan secara rinci, dan mempertimbangkan akibat, (2) me
mahami intisari atau ringkasan, meneliti, dan menunjukkan penyebab, (3) cakap da
lam memilih kata, dapat menggunakan bahasa dengan tepat, dan mudah dimengerti de
ngan baik, (4) lancar dalam penerapan, dan dengan bijaksana mampu menguasai pers
oalan yang timbul secara mendadak (A.II.160). Dalam hal ini Buddha lebih menekan
kan pada pencapaian-pencapaian yang lebih tinggi.
Prestasi belajar sebagai hasil dari proses belajar siswa biasanya pada setiap ak
hir semester atau akhir tahun ajaran yang disajikan dalam buku laporan prestasi
belajar siswa atau raport. Raport merupakan perumusan terakhir yang diberikan ol
eh guru mengenai kemajuan atau prestasi belajar (Suryabrata, 1984). Prestasi bel
ajar mempunyai arti dan manfaat yang sangat penting bagi anak didik, pendidik, w
ali murid dan sekolah, karena nilai atau angka yang diberikan merupakan manifest
asi dari prestasi belajar siswa dan berguna dalam pengambilan keputusan atau keb
ijakan terhadap siswa yang bersangkutan maupun sekolah. Prestasi belajar merupak
an kemampuan siswa yang dapat diukur, berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang dicapai siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Benyamin S. Bloom (dalam Nurman, 2006 : 36), prestasi belajar merupakan hasil pe
rubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah kognitif terdiri atas : pengetahua
n, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Saifudin Azwar (1996 :
44) prestasi belajar merupakan dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator-ind
ikator berupa nilai raport, indeks prestasi studi, angka kelulusan dan predikat
keberhasilan.
Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar. Dal
am setiap perbuatan manusia untuk mencapai tujuan, selalu diikuti oleh pengukura
n dan penilaian, demikian pula halnya dengan proses pembelajaran. Dengan mengeta
hui prestasi belajar, dapat diketahui kedudukan anak di dalam kelas, apakah anak
termasuk kelompok pandai, sedang atau kurang. Prestasi belajar ini dinyatakan d
alam bentuk angka, huruf maupun simbol pada periode tertentu, misalnya tiap catu
rwulan atau semester. Nasution (2001 : 439) menyatakan bahwa prestasi belajar ad
alah penguasaan seseorang terhadap pengetahuan atau keterampilan tertentu dalam
suatu mata pelajaran, yang lazim diperoleh dari nilai tes atau angka yang diberi
kan guru. Bila angka yang diberikan guru rendah, maka prestasi seseorang diangga
p rendah. Bila angka yang diberikan guru tinggi, maka prestasi seorang siswa dia
nggap tinggi sekaligus dianggap sebagai siswa yang sukses dalam belajar. Ini ber
arti prestasi belajar menuju kepada optimal dari kegiatan belajar, hal senada di
ungkapkan oleh Woodworth dan Marquis (dalam Supartha, 2004 : 33) bahwa prestasi
belajar adalah kemampuan aktual yang dapat diukur secara langsung dengan menggun
akan tes. Bloom (dalam Nurman, 2006 : 37) mengatakan bahwa prestasi belajar meru
pakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah yaitu: kognitif, afe
ktif dan psikomotor.
Buddha membedakan tingkat perkembangan atau prestasi manusia dalam empat golonga
n: (1) jenius (ugghatitannu), diumpamakan sebagai bunga teratai yang telah muncu
l diatas permukaan air dan pasti akan mekar, (2) intelektual (vipancitannu) sepe
rti bunga teratai yang segera akan muncul di atas permukaan air, (3) orang yang
berlatih (neyyo) bagaikan bunga teratai yang agak jauh di dalam air, (4) orang y
ang gagal dilatih (padaparamo), menyerupai bunga teratai yang tidak sempat muncu
l diatas permukaan air.
Seperti sabda Buddha dalam Dhammapada bahwa: “rumput-rumput ilalang merupakan be
ncana bagi setiap orang”. Pengetahuan intelektual saja tidak cukup untuk menying
kirkan kebodohan, pengetahuan yang digunakan untuk tujuan yang tidak baik, atau
mengabaikan dampak buruk yang ditimbulkan, juga menimbulkan bencana bagi manusia
. Menurut pernyataan tersebut Buddha mengharapkan bahwa pendidikan atau pelatiha
n agar menghasilkan pengetahuan yang lebih tinggi (spiritual). Pretasi belajar y
ang diharap dalam pendidikan Buddhisme adalah berupaya menolong seseorang untuk
menghentikan segala bentuk kejahatan. Buddha tidak menghendaki pendidikan yang m
enghasilkan sebarisan orang buta yang saling menuntun (M.II.171). Dalam hal ini
proses belajar-mengajar prestasinya ditandai dengan pencapaian seseorang berupa
tingkat-tingkat kesucian yaitu: (1) (sotapanna), (2) sakadagami, (3) anagami, (4
) arahat.
Dalam proses pencapaiannya, prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai fa
ktor. Salah satu faktor utama yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembela
jaran adalah keberadaan guru. Mengingat keberadaan guru dalam proses kegiatan be
lajar mengajar sangat berpengaruh, maka sudah semestinya profisional guru harus
diperhatikan. Selain itu menurut pandangan buddhis, orang dilahirkan dengan pemb
awaan baik dan buruk serta dapat berubah karena pengaruh lingkungan, dalam hal i
ni dimaksudnya pendidikan. Hasil pendidikan bergantung dari pembawaan dan lingku
ngan. Buddha lebih jauh lagi menunjukkan bagaimana perbuatan aktif masa sekarang
dapat meniadakan akibat karma buruk masa lalu.
Melihat dari pengertian prestasi atau hasil belajar di atas, dapat disimpulkan b
ahwa prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang berwujud perubahan ilmu
pengetahuan, keterampilan motorik, sikap dan nilai yang dapat diukur secara akt
ual sebagai hasil dari proses belajar serta merupakan hasil maksimal yang dapat
dicapai oleh seseorang setelah belajar, yaitu berusaha untuk menguasai suatu pen
getahuan, keterampilan, maupun sikap sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai ukur
an prestasi belajar pada umumnya adalah berupa nilai tes yang diberikan guru. Ad
a banyak pengertian tentang prestasi belajar. Berdasarkan pengertian di atas mak
a yang dimaksudkan dengan prestasi belajar adalah hasil belajar atau nilai pelaj
aran sekolah yang dicapai oleh siswa berdasarkan kemampuannya atau usahanya dal
am belajar.
2. Profesioanl Guru
Secara etimologi istilah profesional berasal dari bahasa inggris profession bera
kar dari bahasa latin “profesus” yang berarti mampu atau ahli dalam satu bentuk
pekerjaan (Sanusi, 1991). Menurut Supriadi (1998) profesi menunjukkan pada suatu
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tinggi, tanggung jawab, dan keset
iaan terhadap profesi.
Kata profesional menurut Agus F. Tamyong, (1987) adalah orang yang memiliki kema
mpuan dan keahlian khusus dalam membimbing keguruan sehingga seseorang mampu mel
akukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan k
ata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik,
serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya, yang memiliki kecakapan-kecakap
an, atau kepandaian khusus yang diperoleh dari dalam suatu institusi, yang menja
dikannya sebagai guru.
Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu komplek, maka profesi guru m
emerlukan persyaratan khusus antara lain: (1) menuntut adanya keterampilan yang
berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam, (2) menekankan pada
suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan profesinya (3) menuntut adan
ya tingkat pendidikan keguruan yang memadai, (4) adanya kepekaan terhadap dampak
kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya, (5) memungkinkan perkembang
an sejalan dengan dinamika kehidupan.
Berdasarkan uraian diatas Guru profesional merupakan orang yang telah menempuh p
rogram pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta mendapat ijasah Negara.
Guru diharapkan dan dikualifikasikan untuk mengajar di kelas dan bertindak seba
gai pemimpin bagi para anggota staf lainnya dalam membantu persiapan akademis se
suai dengan minatnya.
Guru profesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi; (1) memiliki bakat s
ebagai guru, (2) memiliki keahlian sebagai guru, (3) memiliki keahlian yang baik
dan terintergasi, (4) memiliki mental yang sehat, (5) berbadan yang sehat, (6)
memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, (7) guru adalah manusia berjiwa p
ancasila, (8) guru adalah seorang warga Negara yang baik. (Yamin Martinis, 2007.
7).
Seorang guru profesional, harus memiliki keahlian, keterampilan, dan kemampuan s
ebagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara; “ tut wuri handayani, ing ngarso sung tu
lodo, ing madyo mangun karso”. Tidak cukup dengan menguasai materi pelajaran aka
n tetapi mengayomi murid, menjadi contoh atau teladan bagi murid serta selalu me
ndorong murid untuk lebih maju. Guru profesional selalu mengembangkan dirinya te
rhadap pengetahuan dan mendalami keahliannya, kemudian guru profesional rajin me
mbaca literatur-literatur, dengan tidak merasa rugi membeli buku-buku yang kaita
nnya dengan pengetahuan yang digelutinya.
Dalam Buddhisme Seorang guru diharapkan sebaiknya memiliki kualitas, sebagai man
a seorang bhikkhu senior, yaitu: orang yang menguasai analisis logika, menguasai
analisis hubungan sebab-akibat, menguasai tata bahasa, menguasai analisis segal
a sesuatu yang dapat dikenali, apa yang harus dikerjakan oleh para pengikut, men
jalani kehidupan suci, besar dan kecil, cakap dan aktif, berusaha meneliti perso
alan, siap melakukan dan membuatnya terlaksana (A.III.113).
Dalam proses belajar-mengajar atau menjalani kehidupan samana memerlukan sesosok
guru yang profesional, Seperti yang di katakan oleh Bhikkhu Sariputta kepada bh
ikkhu lain “Saudara, seorang guru yang ingin memberi petunjuk kepada orang lain
, hendaknya mengembangkan lima hal yang baik, kemudian barulah memberi petunjuk,
kelima hal tersebut adalah: (1) berbicara pada waktu yang tepat bukan pada wakt
u yang tidak tepat, (2) berbicara tentang sesuatu yang fakta, (3) berbicara deng
an lemah-lembut tidak dengan cara yang kasar, (4) berbicara mengenai tujuan tida
k mengenai apa yang bukan tujuan, (5) berbicara dengan pikiran yang diliputi cin
ta kasih bukan dengan pikiran yang diliputi niat buruk.” (A.III.195). Seorang gu
ru profesional, berbuat konsisten seperti apa yang diucakan dan berbicara sepert
i apa yang diperbuatnya. Guru yang baik, memiliki kompetensi dan terampil dalam
moralitas, konsentrasi dan kebijaksanan, mengajar siswa menjadi sepenuhnya manta
p. Sedangkan guru yang tercela, tidak terampil, terlepas dari apakah siswa-siswa
nya mendengarkan atau tidak mendengarkan. Guru yang pandai sendiri tetapi siswan
ya tidak mendengarkan maka seorang guru dipandang tercela (D.I.230-231).
Guru profesional dalam kegiatan belajar mengajar yang meliputi; (1) memiliki bak
at sebagai guru, (2) memiliki keahlian sebagai guru, (3) memiliki keahlian yang
baik dan terintergasi, (4) memiliki mental yang sehat, (5) berbadan yang sehat,
(6) memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, (7) guru adalah manusia berji
wa pancasila, (8) guru adalah seorang warga Negara yang baik. (Yamin Martinis, 2
007.7). Seperti hal Buddha membuat perencanaan untuk mengajar dharma serta untuk
mengajar dhamma harus memiliki lima standar: (1) Dhamma diajarkan dalam kotbah
yang bertahap, (2) Dhamma harus diberikan sebagai kotbah yang masuk akal, (3) Dh
amma harus doberikan karena kasih sayang dan simpati, (4) Dhamma harus diberikan
bukan untuk memperoleh keuntungan duniawi, (5) Dhamma harus diajarkan tanpa men
yindir diri sendiri dan orang lain (A.V.159).
Secara spesifik pelaksanaan tugas guru sehari-hari di kelas seperti membuat sisw
a berkonsentrasi pada tugas, memonitor kelas, mengadakan penilaian, dan seterusn
ya, harus dilanjutkan dengan aktivitas dan tugas tambahan yang tidak kalah penti
ngnya seperti membahas persoalan pembelajaran dalam rapat guru, mengkomunikasika
n hasil belajar siswa kepada orang tua, dan mendiskusikan berbagai persoalan pen
didikan dan pembelajaran dengan sejawat. Bahkan secara lebih spesifik guru harus
dapat mengelola waktu pembelajaran dalam setiap jam pembelajaran secara efektif
dan efisien.
Seorang guru yang profesioanal dikatakan berhasil dalam pengajarannya dapat dili
hat sebagai berikut: (1) Guru yang berhasil adalah guru yang dapat menyampaikan
keahliannya untuk semua siswanya, (2) Guru yang berhasil sangat memahami bidang
ilmu keahlian yang akan diajarkannya dan menghargai bagaimana pengetahuan terseb
ut diciptakan, diorganisasikan, dihubungkan dengan ilmu pengetahuan lainnya sert
a diterapkan dalam dunia nyata, ). (3) Guru yang berhasil akan menciptakan, memp
erkaya, memelihara, dan menyesuaikan cara mengajarnya untuk menarik dan memeliha
ra minat siswa dalam mempergunakan waktu mengajar, sehingga mengajarnya efektif,
(4) Guru adalah model dari hasil pendidikan yang akan dijadikan contoh oleh sis
wanya, baik keberhasilan dari ilmu pengetahuannya ataupun cara mengajarnya, (5)
Guru yang profesioanal akan mengkontribusikan serta bekerja sama dengan teman se
jawatnya tentang seluruh kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Selanjutnya Depdikbud(1998) merinci kemampuan profesional tersebut menjadi sepul
uh kemampuan dasar, yaitu; (1) penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep
dasar keilmuannya, (2) pengelolaan program belajar mengajar, (3) pengelolaan kel
as, (4) penggunaan media dan sumber pembelajaran, (5) penguasaan landasan-landas
an kependidikan, (6) pengelolaan interaksi belajar mengajar, (7) penilaian prest
asi siswa, (8) pengenalan fungsi dan program bimbingan penyuluhan, (9) pengenala
n dan penyelenggaran administrasi sekolah, (10) pemahaman prinsip-prinsip dan pe
manfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengaja
ran.
Kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimi
liki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun. Kompentesi lainya adalah
kompetensi kepribadian dan kompetensi kemasyarakatan. Guru yang terampil mengaja
r tentu harus memiliki kepribadian yang baik dan mampu melakukan social adjustme
nt dalam masyarakat. (Hamalik, Oemar. 35). Sebagaimana sabda Buddha “hendaknya o
rang terlebih dahulu memgembangkan dirinya sendiri dalam hal-hal yang patut, dan
selanjutnya melatih orang lain. Orang bijaksana yang demikian tak akan tercela
”.
Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang seca
ra nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kompetensi-kompetensi penting
jabatan guru tersebut adalah: kompetensi bidang substansi atau bidang studi, ko
mpetensi bidang pembelajaran, kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan s
erta kompetensi bidang hubungan dan pelayanan atau pengabdian masyarakat.
Guru sebagai tenaga profesional tugas utamanya adalah mengajar siswa. Untuk dapa
t melaksanaan tugas utama tersebut ada tiga hal pokok utama yang harus dilakukan
oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar yaitu: (a) merencanakan program penga
jaran, (b) melaksanakan program pengajaran, dan (c) memberikan balikan.
Proses belajar-mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Gur
ulah yang menciptakan proses belajar-mengajar antara pendidik dengan anak didik.
Guru yang mengajar terhadap anak didik-Nya terdiri dari perpaduan kedua unsur m
anusiawi maka lahirlah interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai medi
umnya, semua komponen pengajaran diperankan secara optimal agar mencapai tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan. (Djamarah. 43)
.
Belajar adalah proses intelektual, emosional, spiritual, dan social. Keseimbanga
n dan keserasian keempat aspek ini perlu dikembangkan dalam ranah konitif (pemik
iran), afektif (perasaan, sikap dan nilai), dan psikomotorik (keterampilan). Ada
kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosioanl, selain dari itu dari sudut pan
dang agama ada kecerdasan spiritual. Buddha melihat, bahwa: “segala keadaan bati
n didahului oleh pikiran, dipimpin oleh pikiran, dan dibentuk oleh pikiran” (Dhp
.I). Dan seseorang melakukan perbuatan setelah timbul kehendak dan bagaimana men
gembalikan, melatih, mengembangkan, hingga mengunakan pikiran. Untuk itu harus a
da keyakinan tentang perlunya berubah sehingga bertekad dan berbuat.
Seorang guru dalam proses belajar mengajar atau mendidik dan melatih muridnya ha
rus sesuai dengan keahlian yang dimiliki . Ilmu pengetahuan yang dikuasainya dia
jarkan secara mendalam agar muridnya menguasai semua pelajaran yang diberikan. T
idak hanya soal keilmuan yang diperhatikan guru tetapi berkewajiban menjaga muri
d-muridnya dalam berbagai hal sehingga murid memiliki perilaku yang terpuji seka
ligus terjaga keselamatannya. Dengan demikian pantas membicarakan kebaikkan muri
dnya kepada orang lain. (Mukti, Krishnanda Wijaya. 322)
Dilihat dari peran guru di kelas, guru berperan sebagai seorang komunikator, men
gkomunikasikan, materi pelajaran dalam bentuk verbal dan non-verbal. Pesan yang
akan disampaikan kepada komunikan berupa buku teks, cacatan, lisan, dan cerita.
Pesan tersebut telah dikemas sedemikian rupa sehingga mudah dipahami, dimengerti
, dipelajari, dicerna, dan diaplikasikan para siswa. (Yamin, Martinis. 2005. 7).
Buddha menyampaikan atau mengajarkan ajaran (Dharma) kepada manusia tidak dengan
keinginan untuk mendapatkan pengikut, atau membuat seseorang meninggalkan gurun
ya, melepaskan kebiasaan dan cara hidupnya, menyalahkan keyakinan atau doktrin y
ang telah dianut. Buddha hanya menunjukkan bagaimana membersihkan noda, meninggg
alkan hal-hal buruk, yang menimbulkan akibat yang menyedihkan dikemudian hari. (
D.III.56-57).
Seorang guru dalam proses belajar-mengajar diharapkan dapat memilih metode-metod
e pengajaran secara tepat dan akurat sebelum menyampaikan materi pembelajaran un
tuk mencapai tujuan pengajaran. Metode pembelajaran merupakan bagian dari strate
gi instruksional, metode pembelajaran berfungsi sebagai cara untuk menyajikan, m
enguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan kepada peserta didik untuk menca
pai tujuan tertentu, tetapi tidak setiap metode pembelajaran sesuai digunakan un
tuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Adapun metode pembelajaraan yang dapa
t dipergunakan dalam penyampaian pelajaran kepada peserta didik, seperti metode
ceramah, diskusi, Tanya-jawab, demotrasi, simulasi, karyawisata, pemecahan masal
ah dan praktikum. (Yamin, Martinis. 132).
Dalam proses belajar-mengajar, yang pertama kali dilakukan adalah merumuskan tuj
uan pembelajaran khusus (TPK) yang akan dicapai. Setelah merumuskan tujuan pembe
lajaran khusus, langkah berikutnya ialah menentukan materi pelajaran yang sesuai
dengan tujuan tersebut. Selanjutnya menentukan metode mengajar yang merupakan w
ahana pengembangan materi pelajaran sehingga dapat diterima dan menjadi hak mili
k siswa. Kemudian menentukan alat peraga pengajaran yang dapat digunakan untuk m
emperjelas dan mempermudah penerimaan materi pelajaran oleh siswa serta dapat me
nunjang tercapainya tujuan tersebut. Langkah terakhir adalah menentukan alat eva
luasi yang dapat mengukur tercapai-tidaknya tujuan yang dihasilkan dapat dijadik
an sebagai umpan-balik (feedback) bagi guru dalam meningkatkan kualitas mengajar
nya maupun kuantitas belajar siswa. (Usman. 5).
Buddha mengajar dengan banyak cara dan dengan berbagai alasan. “kemudian Buddha
memperhatikan kapasitas dari para mahkluk, yang cerdas atau pun yang bodoh, yang
rajin berusaha ataupun yang malas. Sesuai dengan kemampuan individu masing-masi
ng. Buddha mengkhotbahkan Dharma dengan berbagai macam cara tak terbatas, sehing
ga menyebabkan individu gembira dan memperoleh manfaat dari hasil pelaksanaannya
. (Mukti, Krishnanda Wijaya. 130).
Kegiatan belajar mengajar selain berhubungan dengan keadaan fisik dan spsikis se
seorang, juga dipengaruhi lingkungan. Agar kegiatan belajar mengajar berjalan de
ngan baik, harus ada persiapan. Kesiapan mengajar dan kesiapan belajar sama pent
ingnya. Bagaimana mempersiapkan seseorang untuk belajar, ditunjukkan oleh Buddha
, misalnya dengan memberi makan orang yang lapar sebelum menyampaikan kotbah-Nya
. (DhpA.203).
Karena setiap orang itu unik, memiliki potensi dan kapasitas, kebutuhan, sifat d
an minat setiap orang berbeda maka pendekatan dalam pendidikan atau cara mengaja
rkan Dharma, Buddha mengunakan berbagai cara mendidikannya agar peserta didik me
ndapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Untuk mengajar, Buddha memberikan petun
juk kepada ananda agar memenuhi lima hal, yaitu: mengajar secara bertahan, menga
jar dengan alasan atau berdasar sebab yang mendahului sehingga dimengerti, menga
jar terdorong karena cinta kasih, mengajar tidak bertujuan untuk mendapatkan keu
ntungan pribadi, mengajar tanpa merugikan diri sendiri ataupun orang lain (A.III
,184).
Menurut Rosenshine dan Stevens (1986), terdapat sembilan (9) keterampilan dasar
yang penting dikuasai oleh guru untuk dapat mengelola kegiatan belajar-mengajara
n yang efektif dan efisien. Keterampilan-keterampilan dasar tersebut adalah kete
rampilan; (1) membuka pembelajaran dengan me-review secara singkat pembelajaran
terdahulu yang terkait dengan pembelajaran yang akan disajikan, (2) menyajikan s
ecara singkat tujuan pembelajaran, (3) menyajikan materi dalam langkah-langkah k
ecil dan disertai latihannya masing-masing, (4) memberikan penjelasan dan ketera
ngan yang jelas dan detil, (5) memberikan latihan yang berkualitas, (6) mengajuk
an pertanyaan dan memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pemah
amannya, (7) membimbing siswa menguasai keterampilan atau prosedur baru, (8) mem
berikan balikan dan koreksi, dan (9) memonitor kemajuan siswa. Selain itu, masih
ada keterampilan lain yang harus dikuasai guru, misalnya menutup pelajaran deng
an baik dengan membuat rangkuman dan memberikan petunjuk tentang tindak lanjut y
ang harus dilakukan siswa.
Dalam hal ini seperti yang dikemukakan Buddha kepada maha moggallana bahwa: Seor
ang guru mengajar demi kepentingan anak didiknya. “bagaimana pun harus atas dasa
r kasih sayang, apa yang harus dilakukan oleh seorang guru, yaitu mengusahakan k
ebahagiaan bagi murid-muridnya. Itulah yang dilakukan Buddha terdorong oleh cint
a kasih kepadamu”.(M.I.45).
Buddha mengajarkan ajaran (Dhamma) dengan mengambil kebijaksanaan dengan memilih
dan mendahulukan orang-orang yang tergolong siap, sehingga mampu menangkap ajar
an-Nya dan terjamin dalam waktu singkat berhasil meraih pencerahan. Buddha tidak
mulai pembabaran dihadapan siapa saja yang ditemui-Nya di jalan. Buddha membuat
perencanaan untuk mengajar dharma serta untuk mengajar dhamma harus memiliki li
ma standar: (1) Dhamma diajarkan dalam kotbah yang bertahap, (2) Dhamma harus di
berikan sebagai kotbah yang masuk akal, (3) Dhamma harus doberikan karena kasih
sayang dan simpati, (4) Dhamma harus diberikan bukan untuk memperoleh keuntungan
duniawi, (5) Dhamma harus diajarkan tanpa menyindir diri sendiri dan orang lain
(A.V.159).
Secara spesifik tugas guru dalam kegiatan belajar-mengajar sehari-hari di kelas
adalah seperti membuat siswa berkonsentrasi pada tugas, memonitor kelas, mengada
kan penilaian, dan seterusnya, harus dilanjutkan dengan aktivitas dan tugas tamb
ahan yang tidak kalah pentingnya seperti membahas persoalan pembelajaran dalam r
apat guru, mengkomunikasikan hasil belajar siswa kepada orang tua, dan mendiskus
ikan berbagai persoalan pendidikan dan pembelajaran dengan teman sejawat. Bahkan
secara lebih spesifik guru harus dapat mengelola waktu pembelajaran dalam setia
p jam pembelajaran secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, banyak hal-hal
kecil yang harus diperhatikan dan dikuasai oleh guru sehingga secara kumulatif m
embentuk suatu keutuhan kemampuan profesional yang bisa ditampilkan dalam bentuk
kinerja yang optimal.
G. HIPOTESIS
Untuk menguji ada atau tidaknya hubungan variabel X (profesionalisme guru) denga
n variabel Y (prestasi belajar siswa), maka penulis mengajukan hipotesa sebagai
berikut:
Ha: Terdapat hubungan positif yang signifikan antara profesionalisme
guru dengan prestasi belajar siswa.
Ho: Tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara
profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa.
Dari hipotesis di atas, penulis memiliki dugaan sementara bahwa terdapat hubunga
n positif yang signifikan antara profesionalisme guru dengan prestasi belajar si
swa. Untuk itu, penulis sepakat dengan pernyataan Ha di atas.
H. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Eksperimen. Penelitian jenis ini peneliti
mengumpulkan data setelah semua kejadian dari data yang dikumpulkan telah berla
ngsung (Nazir, 2005: 59). Peneliti dapat melihat akibat dari suatu fenomena dan
menguji hubungan sebab akibat dari data-data yang tersedia.
2. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menguji profesionalisme guru dan hubungannya dengan
prestasi belajar siswa.
1) Variabel bebas (independent variable) profesionalisme guru.
2) Variabel terikat (dependent variable) adalah prestasi belajar siswa atau
hasil belajar (nilai raport).
3. Populasi dan Sampel Penelitian
a) Populasi
Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang merupakan perhat
ian dari peneliti (Kountur, Ronny, 2007:145). Populasi dalam penelitian ini adal
ah seluruh siswa SMP N I Ampel Tahun 2008/2009.
b) Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu popu
lasi, singkatnya sample adalah bagian dari populasi (Nazir, 2005: 271). Sampel
dalam penelitian ini adalah seluruh guru kelas VIII di SMP N I Ampel.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka penulis menggu
nakan beberapa instrumen penelitian antara lain:
a) Angket (kuesioner)
Angket ini diberikan kepada siswa untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan
profesional yang dimiliki oleh guru dalam proses belajar mengajar. Angket dibuat
dengan model yang mempunyai empat kemungkinan jawaban yang berjumlah genap dima
ksud untuk menghindari kecenderungan responden bersikap ragu-ragu dan tidak memp
unyai jawaban yang jelas. Penyusunan angket kompetensi guru mengacu kepada aspek
-aspek kemampuan guru (kompetensi profesionalisme guru).
b) Observasi
Sebagai metode ilmiah, observasi biasa diartikan dengan pengamatan dan pencatata
n sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi ini dilakukan untuk me
mperoleh data tentang kondisi sekolah atau deskripsi lokasi SMP N I Ampel.
c) Wawancara
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk memperoleh data yang lebih m
endalam dan untuk mengkomparasikan data yang diperoleh melalui angket. Wawancara
dilakukan dengan kepala sekolah.
d) Studi Dokumentasi
Peneliti mencari data tentang prestasi belajar siswa, yaitu nilai raport pada se
mester ganjil tahun 2008/2009.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan untuk menguraikan keterangan-
keterangan atau data yang diperoleh agar data tersebut dapat dipahami bukan oleh
orang yang mengumpulkan data saja. Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah
sebagai berikut:
a) Editing
Dalam pengolahan data yang pertama kali harus dilakukan adalah editing. Ini bera
rti bahwa semua angket harus diteliti satu persatu tentang kelengkapan dan keben
aran pengisian angket sehingga terhindar dari kekeliruan dan kesalahan.
b) Scoring
Setelah melalui tahapan editing, maka selanjutnya penulis memberikan skor terhad
ap pertanyaan yang ada pada angket.
6. Analisis Metode Penelitian
Metode dan teknik analisis data di pergunakan untuk menjawab permasalahan peneli
tian yang telah di rumuskan, data yang dikumpulkan dianalisa dengan menggunakan
ANOVA (Analisys of Covarience ) dengan rumusan hipotesa sebagai berikut:
Ho diterima > 0,05 = tidak ada perbedaan, berarti tidak signifikan.
Ha ditolak < 0,05 = ada perbedaan, berarti signifikan.
Untuk mengetahui taraf signifikannya dari hasil analisis data, maka digunakan ta
ble.
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA
Anguttara Nikaya (The Book of Gradual Saying) Vol. II. Translated by. Woordward,
F. L. M. A. 1982. London: Pali Teks Society.
Anguttara Nikaya (The Book of Gradual Saying) Vol. IV. Translated by. Hare. E. M
. 1989. Oxford: Pali Teks Society.
Anwar Arifin. 2007. Profil Baru Guru Dan Dosen Indonesia. Jakarta: Pustaka Indon
esia.
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta
: Rineka Cipta.
Aryasuryacandra. Dhammapada. 1990. Badan Penerbit Buddhis: Aryasuryacandra.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakart
a: Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri dkk. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rinek
a Cipta
Hamalik, Oemar. 2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta
: PT Bumi Aksara.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
http://www.pdf-search.-engine.com diakses tgl 20 januari 2010.
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta
User Usman, Moh. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Wijaya-Mukti, Krishnanda. 2003. Wacana Buddha Dharma. Jakarta: Yayasan Dharma Pe
mbangunan.
Yamin, Martinis. M.Pd. 2007. Profesionalisai Guru Dan Implementasi KTSP. Jakarta
: Gaung Persada Press.

You might also like