You are on page 1of 7

Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara
ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan
daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis
produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.
AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun
1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari
kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas
perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN
dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun
(1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi
tahun 2002.
Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA)
merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi
0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.
Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk
menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010,
Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar
dan Vietnam pada tahun 2015.

ASEAN FREE TRADE ARES (AFTA)

1. Apa yang dimaksud dengan AFTA

ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana
tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi negara-
negara anggota ASEAN, melalui skema CEPT-AFTA.
2. Apa tujuan pembentukan AFTA ?

Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan
menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan
meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN.
3. Kapan AFTA diberlakukan secara penuh ?

AFTA diberlakukan secara penuh untuk negara ASEAN-6 sejak 1 Januari 2002 dengan
fleksibilitas (terhadap produk-produk tertentu tarifnya masih diperkenankan lebih dari 0-
5%). Target tersebut diterapkan untuk negara ASEAN-6 sedangkan untuk negara baru
sbb : Vietnam (2006); Laos dan Myanmar (2008); dan Cambodia (2010).
4. Apa yang dimaksud dengan skema CEPT ?

Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan penurunan
tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara
ASEAN.
5. Produk-produk apa saja yang tercakup dalam skema CEPT-AFTA ?

Semua produk manufaktur, termasuk barang modal dan produk pertanian olahan, serta
produk-produk yang tidak termasuk dalam definisi produk pertanian. (Produk-produk
pertanian sensitive dan highly sensitive dikecualikan dari skema CEPT).
6. Kapan pembatasan Kwantitatif dan Hambatan Non-Tarif dihapuskan ?

Pembatasan kwantitatif dihapuskan segera setelah suatu produk menikmati konsesi CEPT,
sedangkan hambatan non-tarif dihapuskan dalam jangka waktu 5 tahun setelah suatu
produk menikmati konsensi CEPT.
7. Apakah ada klasifikasi produk dalam skema CEPT ?

ADA.Produk CEPT diklasifikasikan kedalam 4 daftar, yaitu :


· Inclusion List (IL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria sbb :

1) jadwal penurunan tarif

2) Tidak ada pembatasan kwantitatif

3) Hambatan non-tarifnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.

· General Exception List (GEL), yaitu daftar produk yang dikecualikan dari skema CEPT
oleh suatu negara karena dianggap penting untuk alasan perlindungan keamanan
nasional, moral masyarakat, kehidupandan kesehatan dari manusia, binatang atau
tumbuhan, nilai barang-barang seni, bersejarah atau arkeologis. Ketentuan mengenai
General Exceptions dalam perjanjian CEPT konsisten dengan Artikel X dari General
Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Contoh : senjata dan amunisi, narkotik, dsb.

· Temporary Exclusions List (TEL). Yaitu dartar yang berisi produk-produk yang
dikecucalikan sementara untuk dimasukkan dalam skema CEPT. Produk-produk TEL
barang manufaktur harus dimasukkan kedalam IL paling lambat 1 Januari 2002.
Produk-produk dalam TEL tidak dapat menikmati konsensi tarif CEPT dari negara
anggaota ASEAN lainnya. Produk dalam TEL tidak ada hubungannya sama sekali
dengan produk-prodiuk yang tercakup dalam ketentuan General Exceptions.

· Sensitive List, yaitu daftar yang berisi produk-produk pertanian bukan olahan
(Unprocessed Agricultural Products = UAP ).

1) Produk-produk pertanian bukan olahan adalah bahan baku pertanian dan produk-
produk bukan olahan yang tercakup dalam pos tarif 1-24 dari Harmonized System
Code (HS), dan bahan baku pertanian yang sejenis serta produk-produk bukan
olahan yang tercakup dalam pos-pos tarif HS;

2) Produk-produk yang telah mengalami perubahan bentuk sedikit dibanding bentuk


asalnya.

Produk dalam SL harus dimasukkan kedalam CEPT dengan jangka waktu untuk
masing-masing negara sbb: Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina dan
Thailand tahun 2003; Vietnam tahun 2013; Laos dan Myanmar tahun 2015; Camodia
tahun 2017.

Contoh : beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, cengkeh

8. Apa dimungkinkan suatu negara menunda pemasukan produk Temporary


Exclusion List (TEL) kedalam Inclusion List (IL) ?

Hal ini dimungkinkan apabila suatu negara belum siap untuk menurunkan tarif produk
manufaktur, namun penundaan tersebut bersifat sementara.

Keterangan mengenai hal ini diatur dengan Protocol Regarding The Implementation Of
CEPT Scheme Temporary Exclusion List.
9. Dapatkan suatu produk didalam Inclusion List dipindahkan ke Temporary Exclusion
List atau Sensitive List ?
Tidak dapat. Namun demikian, pasal 6 mengenai “Emergency Measures” dari perjanjian
CEPT, mengatur bahwa negara-negara anggota dapat menunda sementara preferensi
yang diberikan tanpa diskriminasi, apabila suatu sektor menderita kerugian atau
menghadapi ancaman kerugian.

10. Kapan produk-produk dalam daftar sensitif dimasukan kedalam daftar CEPT-AFTA ?

Sejumlah kecil produk-produk pertanian bukan olahan, telah ditempatkan dalam SL.
Produk-produk itu akan dimasukkan secara bertahap kedalam skema CEPT selambat-
lambatnya tahun 2010. Produk-produk ini tarif akhirnya berkisar antara 0-5%, selain
pembatasan kwantitatif (quantitative restrictions) dan hambatan non-tarif harus dihilangkan
selambat-lambatnya tahun 2010.

11. Apa syarat suatu produk bisa memperoleh konsensi CEPT ?

a) Produk yang bersangkutan harus sudah masuk dalam Inclusion List (IL) dari
negara eksportir maupun importir.

b) Produk tersebut harus mempunyai program penurunan tarif yang disetujui oleh
Dewan AFTA (AFTA Council);

c) Produk tersebut harus memenuhi persyaratan kandungan lokal 40%.

1. Apa yang dimaksud dengan suatu produk mempunyai kandungan lokal ASEAN
40%?

Suatu produk dianggap berasal dari negara anggota ASEAN apabila paling sedikit 40%
dari kandungan bahan didalamnya berasal dari negara anggota ASEAN.

2. Bagaimanakah rumus perhitungan kandungan lokal ASEAN 40% ?

Valune of Imported + Valune of


Parts or produce Produce
Non-ASEAN Materials Undetermined
FOB price or equal than 60% x100% is less

Cina Bergabung Dalam Afta


Bergabungnya Cina dalam perdagangan bebas Asean atau Asean Free Trade Arean atau
AFTA mulai 1 Januari 2010, mengkhawatirkan banyak pihak terutama kalangan produsen tekstil
di dalam negeri, karena merasa tidak akan kuat bersaing dengan produk Cina yang harganya
lebih murah. Pemerintah diharapkan mengambil langkah, agar industri tekstil dan produk tekstil
dalam negeri tidak kolap di buatnya. Perdagangan bebas ASEAN sudah diputuskan berlaku 1
Januari 2010. Dan Cina dipastikan bergabung, lewat apa yang disebut dengan Asean Cina
Free Trade Agreement atau ACFTA. Masuknya Cina dalam perdagangan bebas Asean ini
meresahkan kalangan produsen tekstil dalam negeri, karena bisa dipastikan semua produk
Cina bebas masuk ke pasar Asean, termasuk Indonesia. Para produsen pesimis produk mereka
akan mampu bersaing dengan produk Cina yang harganya jauh lebih murah.

Dampaknya perdagangan bebas ini sudah mulai dirasakan. Beberapa bulan terakhir, banyak
produsen tekstil dalam negeri, terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah, mulai mengurangi
kegiatan produksinya, dan merumahkan ribuan buruhnya. Beberapa produsen bahkan memilih
menjadi pedagang, karena lebih menguntungkan, dan minim resiko. Karena itu kalangan
produsen tekstil minta pemerintah menunda pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas
dengan Cina ini. Keresahan para produsen ini, menurut para wakil rakyat di DPR sangat wajar,
dan perlu menjadi perhatian pemerintah.

Menurut Anggota Komisi VI, komisi yang membidangi perdagangan dan industri, pihaknya
sudah mengusulkan penundaan ini kepada pemerintah, karena faktanya, menurut Anggota
Komisi VI DPR, Hendrawan Supratikno, Indonesia memang belum siap untuk bersaing dengan
Cina, dan mengancam meningkatnya angka pengangguran di dalam negeri.

Bagaimana sikap pemerintah?. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, kepada


wartawan Senin (04/01/10) kemarin mengatakan, mengahadapi ancaman Cina dalam
pemberlakuan perdagangan bebas ini, pemerintah telah mengambil langkah, salah satunya
dengan meninjau lagi pos-pos tarif yang selama ini menjadi kendala peningkatan daya saing
industri tekstil di tanah air.

Pemerintah, menurut Hatta, juga telah meminta masukan kalangan dunia usaha, agar antara
pemerintah sebagai regulator dan kalangan dunia usaha dapat melakukan langkah bersama,
menghadapi era persaingan bebas di kawasan Asean itu. Sebagai gambaran, selama ini daya
saing industri tekstil dan produk tekstil domestik sangat lemah, karena beberapa faktor, terkait
kebijakan pemerintah Indonesia, yang di sisi lain, justru menjadi kekuatan Cina dalam
memasuki persaingan di pasar bebas Asean.

Pertama, tingginya suku bunga komersial yang menapai 14 persen, padahal di Cina hanya 6
persen. Kedua, krisis energi yang sampai kini masih berlangsung di Indonesia, berdampak
langsung pada mahalnya harga listrik. Dan ketiga masih rendahnya produktifitas
ketenagakerjaan yang ada. Badan tenaga kerja PBB-ILO mencatat, produktifitas kerja
Indonesia berada di peringkat ke-59 dunia, sedangkan Cina di posisi ke-31. Dan keempat,
tingginya biaya pelabuhan di Indonesia dan masih menggunakan mata uang dollar Amerika,
padahal di negara pesaing, dapat menggunakan mata uang setempat. Benarkah bergabungnya
Cina dalam perdagangan bebas Asean akan merontokkan sektor industri dan mengancam
bertambahnya angka pengangguran di dalam negeri. Tak semua sependapat dengan hipotesis
itu.

Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan, Indonesia masih punya peluang untuk
bersaing dengan Cina. Kinerja perdagangan Indonesia dengan 10 negara aAsean selama ini
menunjukkan, Indonesia masih memiliki kekuatan daya saing. Karena itu menurut Rusman,
masuknya Cina dalam perdagangan bebas ini, harus dilihat dari dua sisi, ancaman juga sebagai
peluang. Merujuk kinerja ekonomi tahun 2009, pemerintah memang optimis, laju perekonomian
nasional akan mampu menghadapi goncangan ekonomi global. Kinerja ralisasi APBN 2009,
mencatat prestasi luar biasa.

Realisasi defisit APBN 2009 mencapai 1,6 persen terhadap pendapatan domestik bruto,
melampaui target sebelumnya 2,4 persen, dengan membukukan kelebihan pembiayaan
anggaran sebesar 38 triliun rupiah. Capaian prestasi ini, menurut Hatta Rajasa, tidak lepas dari
perkembangan kondisi ekonomi makro dan langkah kebijakan fiskal selama tahun 2009. Karena
itu Hatta yakin, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 mencapai 4,3 sampai 4,4 persen,
yang merupakan peringkat ketiga dunia, dan akan meningkat lagi di tahun 2010. Demikian juga
dengan inflasi, di mana selama 2009 dapat dikendalikan hingga 3 persen, yang merupakan
inflasi terendah dalam 10 tahun terakhir.

Optimisme inilah yang, Senin kemarin juga disuarakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
saat membuka sesi perdagangan bursa pasar modal tahun 2010 di Bursa Efek Indonesia.
Bursa Efek Indonesia, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, saat ini menjadi yang terbaik di
antara negara-negara yang tergabung dalam G-20, bahkan yang terbaik se asia tengara, dan
nomor dua se Asia Pasifik. Atas semua apaian di tahun 2009 inilah, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono optimis, tahun 2010 dan di tahun-tahun mendatang, perekonomian Indonesia akan
terus mengalami kemajuan, termasuk mencapai target-target pertumbuhan ekonomi. Karena
itu, kalangan dunia usaha tak perlu pesimis, apalagi bersikap cengeng. Sikap optimis harus
ditumbuhkan, karena seperti kata Kepala BPS Rusman Heriawan, berbagai ancaman, termasuk
masuknya Cina dalam perdagangan bebas, harus pula dilihat sebagai tantangan untuk maju,
dengan memaksimalkan semua peluang yang ada

You might also like