You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi merupakan era yang harus dilalui oleh siapapun yang hidup

diabad XXI ini. Dalam era ini segala aspek kehidupan mengalami kemajuan.

Kehidupan global dalam era ini terbuka dengan perdagangan bebas serta kerja sama

regional yang memerlukan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas.

Manusia yang berkualitas adalah manusia yang mampu bersaing dengan baik.

Kemampuan berkompetisi dapat terwujud jika manusia mengenya m pendidikan yang

berkualitas. Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu

mengembangkan sikap inovatif dan kreatif pada peserta didik.

Dalam UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional

2000- 2004 pada bab VII tentang Pembangunan Pendidikan butir a bahwa: Pada awal

abad XXI dunia pendidikan menghadapi tiga tantangan besar: 1) sebagai akibat krisis

ekonomi, dunia pendidikan dituntut dapat mempertahankan hasil- hasil pembanguna n

pendidikan yang telah dicapai. 2) Mengantisipasi era global dunia, pendidikan

dituntut menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing

dalam pasar kerja global. 3) Sejalan dengan berlakunya otonomi daerah, perlu

dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat

mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman,


kebutuhan atau keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong partisipasi

masyarakat3

Salah satu solusi dalam memecahkan berbagai tantangan di atas adalah

meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Peningkatan mutu dan kualitas

pendidikan merupakan strategi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

unggul dan dan berkualitas.

Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pada bab II tentang dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional pasal 3

disebutkan bahwa:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk


watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokrasi serta bertanggung jawab. 4

Berdasarkan UU Sisdiknas di atas, maka salah satu ciri manusia yang

berkualitas adalah mereka yang tangguh iman dan takwanya, memiliki akhlak mulia,

sikap kreatif dan inovatif, serta bertanggung jawab dalam segala hal.

Pemerintah dalam mewujudkan cita-cita tersebut maka haruslah mampu

meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Pemerintah tidak akan dapat

mewujudkan semua itu jika dalam peningkatan mutu dan kualitas pendidikan

mengalami berbagai hambatan. Adapun salah satu hambatan yang dihadapi dalam

penyelenggaraan pendidikan antara lain adalah: Ketidakseimbangan dalam

pengembangan pendidikan umum dan pendidikan agama. Pada dasarnya dalam

penyelenggaraan pendidikan hendaknya pendidikan umum dan pendidikan agama

3
Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup (Bandung: Alfabeta, 2004), 2-3.
4
Undang- Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, (Bandung: Fermana, 2006), 68.
diselenggarakan secara seimbang, tidak dikenal adanya dikotomi pendidikan.

Pendidikan umum dan pendidikan agama merupakan dua hal yang harus dikuasai

oleh setiap manusia agar mampu menghadapi berbagai tantangan di era globalisasi.

Dalam penyelenggaran pendidikan hendaknya mampu melaksanakan proses

pembelajaran yang mampu memberikan kesadaran kepada peserta didik untuk mau

dan mampu belajar (Learning know or learning to lern). Materi pembelajaran

hendaknya dapat memberikan suatu pelajaran alternatif kepada peserta didiknya

(Learning to do ) dan mampu memberikan motifasi untuk hidup dalam era sekarang

dan memiliki orientasi hidup kemasa depan (Learning to be ). Pembelajaran tidak

cukup hanya diberi dalam buntuk keterampilan untuk dirinya sendiri, tetapi juga

keterampilan untuk hidup bertetangga, bermasyarakat, tidak ada perbedaan

diantaranya (Learning to live together).

Keempat pilar pembelajaran di atas harus dikembangkan baik dalam proses

pendidikan umum maupun pendidikan agama. Jika hambatan dalam proses

peningkatan mutu dan kualitas pendidikan dapat dipecahkan atau terselasaikan

dengan baik, maka pendidikan akan mampu mewujudkan tujuannya yaitu terciptanya

sumber manusia yang berkualitas yang menguasai iptek dan imtak.

Berkaitan pengembangan imtak dan akhlak mulia maka perlu dikaji lebih

lanjut peran pendidikan agama, sebagaimana dirumuskan dalam UU Sisdiknas

Nomor 20 Tahun 2003 bahwa: Pendidikan Keagamaan berfungsi mempersiapakan

peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-

nilai ajaran agamanya dan menjadi ahli agama. Pendidikan keagamaan merupakan

salah satu bahan kajian dalam semua kurikulum pada semua jenjang pendidikan,
mulia dari TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Pendidikan Agama

merupakan salah satu mata pelajaran wajib diikuti oleh peserta didik seperti halnya

pendidikan kewarganegaraan dan yang lainnya. 5

Bagi umat Islam, dan khususnya Pendidikan Islam secara historis

pertumbuhan dan perkembangannya di Indonesia sangat terkait erat dengan kegiatan

dakwah Islamiyah. Pendidikan Agama Islam berperan sebagai mediator dimana

ajaran Islam dapat disosialisasikan kepada masyarakat dalam berbagai tingkatannya.

Melalui pendidikan inilah, masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan

mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Sehubungan dengan itu tingkat kedalaman pemahaman, penghayatan dan pengamalan

masyarakat terhadap ajaran Islam tergantung pada tingkat kualitas Pendidikan Agama

Islam yang diterimanya. Pendidikan Islam berkembang setahap demi setahap hingga

mencapai tahapan seperti sekarang ini. 6

Dalam perkembangan Pendidikan Agama Islam seringkali berhadapan dengan

berbagai problematika. Diketahui bahwa sebagai sebuah sistem, pendidikan agama Islam

mengandung berbagai komponen yang antara satu dan yang lainnya saling berkaitan.

Komponen pendidikan tersebut meliputi; la ndasan, tujuan, kurikulum, kompetensi dan

profesionalisme guru, pola hubungan guru dan murid, metodologi pembelajaran, sarana

prasarana, evaluasi, pembiayaan dan lain sebagainya. Berbagai komponen yang terdapat

dalam sistem pendidikan seringkali berjalan apa adanya secara konvesional, tanpa adanya

inovasi menujuh hal yang lebih baru sesuai dengan perkembangan zaman

5
Cep Unang Wardaya, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Melalui Pendekat Kontekstual,
(28 September 2007). http: // www. Dunia guru . com/ Pengembangan % 20 profesi / PAI- melalui CTL –
html,.
6
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2003),1.
Akibat dari permasalahan tersebut mutu dan kualitas Pendidikan Agama Islam

semakin rendah, tujuan dan visi misi Pendidikan Agama Islam tidak berhasil dicapai

dengan baik.Tujuan pendidikan Islam seringkali diarahkan untuk menghasilkan manusia-

manusia yang hanya menguasai ilmu tentang Islam saja. Namun sebenarnya tujuan

Pendidikan Agama Islam sangatlah luas cakupannya.

Menurut Dr. Zakiah Darajat dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Pendidikan

Islam”, bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri dari beberapa tujuan yang meliputi: tujuan

umum, tujuan akhir, tujuan sementara dan tujuan operasional. Tujuan umum ialah tujuan

yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau

dengan cara lain. Tujuan ini meliputi aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah

laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Apabila penyelenggaran pendidikan Islam

mampu mencapai tujuan umum ini, maka terwujudlah bentuk insan kamil dengan pola

takwa. Tujuan akhir dari pendidikan Islam dapat dipahami dalam firman Allah. 7

??????d? ??T??? ???? ???????? ?????? ?S ????????????????? ? ???????????


Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan
sebenar-benarnya takwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan
muslim (menurut ajaran Islam). (Q.S. Ali Imran 102). 8

Adapun tujuan sementara dari pendidikan Islam adalah tujuan yang akan dicapai

setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu

kurikulum pendidikan formal, sedangkan tujuan operasional dari pendidikan Islam adalah

tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus (TIU dan TIK), yang pada

kurikulum saat ini disebut standar kompetensi dan kompetensi dasar. 9

7
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet II, 30-31.
8
Mahmud Yunus, Tarjamah Al Quran Al Karim (Bandung: Al Ma’arif, 19097), 58.
9
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan, 31-32.
Secara ideal betapa beratnya beban yang harus diemban dalam penyelenggaraan

pendidikan Islam. Penyelenggaraan pendidikan Islam harus mampu mencapai tujuan

tersebut di atas, yang intinya pendidikan Islam harus mampu memberikan bekal kepada

peserta didik untuk melaksanakan tugasnya di muka bumi sebagai kholifah dalam rangka

ibadah kepada Allah. 10

Secara realita dalam penyelenggaraan pendidikan Islam untuk mencapai tujuan

pendidikan Islam tersebut masih me rasa kesulitan dan jarang terwujud tujuan tersebut.

Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat out put yang dihasilkan dari lulusan pendidikan

Islam kurang mampu bersaing di era globalisasi saat ini dan munculnya krisis multi

dimensi, terutama krisis moral bangsa Indonesia, seperti KKN. Akibat dari itu semua

lulusan pendidikan Islam termarginalisasikan dan tak berdaya.

Permasalahan tersebut di atas, semakin diperparah dengan tidak tersedianya

tenaga pendidik Agama Islam yang profesional, yaitu tenaga pendidik yang selain

menguasai materi juga harus mampu mengajarkannya secara efisien dan efektif kepada

peserta didik, serta harus mampu memiliki idialisme.

Dalam UU RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen dijelaskan bahwa

guru adalah suatu profesi, oleh sebab itu seorang guru sebagai pendidik harus memiliki

kompetensi keahlian yang diantaranya: kompetensi profesional, kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.

10
Dalam literatur Kependidikan Islam lainnya banyak dijumpai pendapat para pakar pendidikan
yang menjelaskan tentang tujuan pendidikan yaitu agar dapat membantu manusia dalam melaksanakan
fungsinya kekhalifahan di muka bumi. Lihat misalnya, Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif
Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), cet VII,46-51. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 75-83.. Zuhairini,dkk, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Solo:
Ramadhani, 1993), 15-18. Armai Arif, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pres,
2002), !8-19. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 119-129.
Keempat kompetensi di atas jika dikuasai oleh seorang guru maka

penyelenggaraan pendidikan Islam akan mudah mencapai tujuan, visi dan misi

pendidikan Islam. Guru dalam proses penyelenggaraan pendidikan khususnya dalam

pembelajaran merupakan singgel factor yang berperan penting dalam kegiatan tersebut,

pembelajaran berlangsung dengan baik jika seorang guru menguasai metodologi

pembelajaran dan mampu mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran tersebut.

Penguasan metodologi pembelajaran yang baik bagi seorang guru merupakan sebuah

tantangan yang harus mereka hadapi dalam penyelenggaran pendidikan.

Dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam penguasan metodologi

pembelajaran merupakan hal yang paling penting bagi seorang guru, karena metodologi

yang baik akan mampu mewujudkan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran

pendidikan Agama Islam tidak hanya sekedar menyampaikan pengatahuan kepada

peserta didik, namun pembelajaran Pendidikan Agama Islam bertujuan mengarahkan

peserta didik agar memiliki kualitas iman, takwa dan akhlak mulia. Oleh sebab itu, dalam

pembelajaran seorang guru hendaknya tidak hanya membangun aspek kognitif peserta

didik namun aspek afektif dan psikomotor peserta didik juga harus dikembangkan. 11

Pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah pada saat ini umumnya masih

sebatas proses penyampaian materi tentang Agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari

metode yang digunakan dalam proses pembelajaran dan dapat dilihat dari aspek yang

disentuh hanyalah dari segi kognitif peserta didik saja. Metode pembelajaran selama ini

banyak mengandalkan pada metode ceramah yang hanya bermodalkan papan tulis dan

hanya menuntut keaktifkan guru. Posisi siswa dalam pembelajaran sebagai objek

11
Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Jakarta:
Kencana, 2006), 80.
pembelajaran yang pasif, hanya menunggu pemberian dari seorang guru. Minat peserta

didik dalam kegiatan pembelajaran sangat rendah sekali dan hasil yang diperolehnya

hanya sekedar penguasaan ilmu yaitu aspek kognitif. Namun sebernanya pengaplikasian

dari pengetahuan yang diperoleh dalam proses pembelajaran merupakan hal yang sangat

penting bagi peserta didik.

Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam

senantiasa selalu mendapat kritik dan selalu diragukan efektifitas pembelajarannya oleh

berbagai pihak, antara lain; orang tua, sekolah maupun masyarakat pada umumnya.

Padahal pendidikan agama Islam merupakan suatu mata pelajaran yang diyakini oleh

semua pihak sebagai salah satu mata pelajaran yang berfungsi untuk memperbaiki

kondisi moral generasi masa depan. Selain itu pendidikan agama Islam merupakan mata

pelajaran yang mampu mewujudkan pesserta didik yang berkepribadian baik sesuai

dengan nilai- nilai ajaran Islam.

Melihat kondisi seperti itu, pemerintah mengambil tindakan dengan mengadakan

perubahan kurikulum. Pada tahun 2004 pemerintah menggulirkan kurikulum KBK.

Dalam pengimplementasian KBK menekankan pada pengembangan kemampuan

melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performans tertentu, sehingga

hasilnya dapat dirasakan peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat

kompetensi tertentu. 12

KBK diberlakukan tidak begitu lama, dan pemerintah menggulirkan kembali

kurikulum baru, yang merupakan penyempurnaan KBK, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Dalam pengimplementasian KTSP sekolah diberikan wewenang

12
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik dan Implementasi (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006), 39.
untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan keadaan sekolahnya. Adapun salah satu

bagian terpenting dari pengembangan KTSP adalah pengembangan silabus. Setiap satuan

pendidikan diberi kewenangan untuk mengembangkan silabus sebagai rencana

pembelajaran.

Akibat dari adanya kewenangan satuan pendidikan dalam pengembangan silabus,

maka kreavitas guru dapat terwujud dalam proses pembelajaran. Adapun bentuk

kreativitas tersebut dapat dilihat dengan adanya berbagai macam model pembelajaran

yang digunakan dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang

memperoleh proporsinya ketik a diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) adalah model pembelajaran terpadu.

Pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan

siswa baik secara individual maup un kelompok untuk aktif mencari, menggali dan

menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik.

Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep pendekatan belajar mengajar yang

melibatkan beberapa bidang studi atau tema untuk memberikan pengalaman bermakna

kepada peserta didik. 13

Implementasi pembelajaran terpadu menggunakan pendekatan lintas disiplin ilmu

yang disusun secara berkesinambungan. Lewat pendekatan itu akan muncul pengalaman

yang bermakna antara pengalaman sehari- hari dengan pengalaman yang akan dipelajari

peserta didik. 14 Dari situlah, maka dalam penerapan pembelajaran terpadu menggunakan

pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual yaitu pembelajaran yang dilakukan

13
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Prestasi Pustaka,
2007), 6-7.
14
Menyiasati Kurikulum Pendidikan ( 28 September 2007). http:// www. Kompas. Com/ adinfo/
ad_ info. Htm > KCM webstore/>.
secara langsung dialami dan diingat siswa. Dalam pembelajaran, materi disampaikan

dalam konteks yang sesuai dengan lingkungannya dan bermakna bagi siswa. Pendekatan

kontekstual sangat bermanfaat bagi siswa karena memfokuskan pembelajaran pada

lingkungan sekitar siswa berada, baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun

masyarakat. Dalam pembelajaran siswa lebih berkesan karena mereka mengalami sendiri

secara langsung. 15

Apabila dipahami dari pengertian pembelajaran terpadu dengan pendekatan

kontekstual di atas, maka dapat dibayangkan betapa banyak kelebihan yang dihasilkan

dari penerapan pembelajaran terpadu tersebut, khususnya jika diterapkan dalam proses

pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Sekolah SD Unggulan Yapita merupakan salah satu sekolah yang menerapkan

model pembelajaran pendidikan agama Islam terpadu dengan pendekatan kontekstual.

Implementasi pembelajaran PAI terpadu dengan pendekatan kontekstual di SD Unggulan

Yapita diterapkan meliputi tiga aspek keterpaduan yaitu; keterpaduan penyelenggaraan,

keterpaduan materi pembelajaran dan keterpaduan proses pembelajaran.

Dalam penerapan aspek keterpaduan penyelenggaraan, SD Unggulan Yapita

memadukan dua kurikulum yaitu kurikulum Diknas dengan kerikulum Ma’arif dan

ditambah dengan kurikulum muatan lokal SD Unggulan Yapita. Pada aspek keterpaduan

materi, disusun dengan memadukan beberapa aspek mata pelajaran pendidikan agama

Islam dan memadukan mata pelajaran pendidikan agama Islam dengan mata pelajaran

umum. Keterpaduan yang terakhir yaitu keterpaduan proses pembelajaran. Keterpaduan

15
Najib Sulhan, Pembangunan Karakter Pada Anak Manajemen Pembelajaran Guru Menuju
Sekolah Efektif (Surabaya: Intelektual Club, 2006), 72-73.
proses pembelajaran diselenggarakan dengan memadukan proses pembelajaran PAI di

lingkungan keluarga, di lingkungan masyarakat dan lingkungan satuan pendidikan.

Berangkat dari permasalahan tersebut di atas, maka penulis berkeinginan untuk

mengamati lebih dekat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam terpadu

dengan pendekatan kontekstual di SD Unggulan Yapita. Dari ketertarikan itu, maka

penulis mengadakan penelitian dengan judul “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Terpadu dengan Pendekatan Kontekstual di SD Unggulan Yapita Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan pada latar belakang masalah di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan pembelajaran pendidikan agama Islam terpadu dengan

pendekatan kontekstual di SD Unggulan Yapita?

2. Mengapa pembelajaran pendid ikan agama Islam terpadu dengan pendekatan

kontekstual diterapkan di SD Unggulan Yapita?

3. Apa saja faktor hambatan dalam penerapan pembelajaran pendidikan agama Islam

terpadu dengan pendekatan kontekstual di SD Unggulan Yapita dan bagaimana

upaya penyelesaiannya?

C. Tujuan Penelitian.

Searah dengan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan

sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan penerapan pembelajaran pendidikan agama Islam terpadu

dengan pendekatan kontekstual di SD Unggulan Yapita.

2. Mendeskripsikan alasan diterapkannya pembelajaran pendidikan agama Islam

terpadu dengan pendekatan kontekstual di SD Unggulan Yapita

3. Mendeskripsikan faktor-faktor hambatan dan upaya penyelesaiannya dalam

penerapan pembelajaran pendidikan agama Islam terpadu dengan pendekatan

kontekstual di SD Unggulan Yapita.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menerapkan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah, dan memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengamati pembelajaran Pendidikan Agama

Islam terpadu dengan pendekatan kontekstual. Selain itu penelitian ini sekaligus

untuk memenuhi syarat penulis menjadi sarjana S1 Jurusan Pendidikan Agama

Islam, dan menambah khazanah keilmuan bagi penulis.

2. Kegunaan penelitian secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Pendidikan Agama

Islam dan bidang lainnya pada umumnya.

3. Kegunaan penelitian secara praktis.


Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman atau acuan dalam

penyelenggaraan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, khususnya di

SD Unggulan Yapita dan di sekolah-sekolah lain pada umumnya.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan pengertian atau kekurangjelasan makna dari

masalah penelitian ini, maka perlu adanya penjalasan dan penegasan pokok istilah

yang ada dalam judul penelitian ini. Adapun definisi istilah yang berkaitan dengan

judul penelitian ini sebagai berikut:

1. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Terpadu.

Pembelajaran adalah segala upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh

pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa. Tujuan dari pembelajaran

adalah membelajarkan siswa. 16 Dengan demikian yang dimaksud pembelajaran

dalam penelitian ini adalah kegiatan proses belajar mengajar yang dilakukan tidak

hanya sekedar proses penyampaian materi, akan tetapi pembelajaran

diselenggarakan untuk membentuk watak, peradaban, dan peningkatan mutu

kehidupan peserta didik.

Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar unt uk menyiapkan siswa

dalam menyakini, mamahami, menghayati, dan mengamalkan Agama Islam

melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan dengan memperhatikan

tuntutan untuk menghormati orang lain dalam hubungan kerukunan antar umat

16
Sobry Sutikno, Menggagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna (Mataram: NTP Press, 2007),
50.
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. 17 Dalam

penelitian ini Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran yang meliputi

aspek Al Quran, Aqidah, Akhlak, Fiqih dan Tarikh.

Terpadu dari kata dasar “padu” mendapat awalan “ter” menjadi terpadu

yang artinya sudah disatukan atau digabungkan. 18 . Terpadu dalam penelitian ini

maksudnya adalah keterpaduan pembelajaran pendidikan agama Islam yang

meliputi; keterpaduan penyelenggaran, keterpaduan materi dan keterpaduan

proses pembelajaran.

2. Pendekatan Kontekstual.

Pendekatan dalam pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang

diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa menghubungkan

pengetahuan yang dimilikinya dengan persoalan hidup sehari- hari. 19 Pendekatan

kontekstual dalam penelitian ini maksudnya adalah pendekatan pembelajaran

yang mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata peserta didik dan

pelaksanaan pembelajaran yang berdasarkan konteksnya.

3. SD Unggulan Yapita.

Lembaga pendidikan Islam yang berbasis unggul yang didirikan oleh

Yayasan Islam Tarbiyatul Aulad yang berlokasi di Jl. Arif Rahman Hakim

Keputih 19 Surabaya.

Berdasarkan penjelasan tiap-tiap istilah diatas, maka maksud dari

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Terpadu dengan Pendekatan Kontekstual

17
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 75-76.
18
Em Zul Fajri, Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Jakarta: Difa Publisher,
2006), 607.
19
A. Saepul Hamdani, Contextual Teaching And Learning Pada Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam, (Surabaya: Nizamia, 2003), Vol.6, No.2, 4.
di SD Unggulan Yapita dalam penelitian ini adalah segala upaya atau kegiatan

untuk membelajarkan peserta didik tentang materi PAI yang meliputi aspek Al-

qur’an, Aqidah, Akhlak, Fiqih, Tarikh. Kegiatan belajar mengajar tersebut

direncanakan meliputi tiga aspek keterpaduan, yaitu keterpaduan

penyelenggaraan, keterpaduan materi dan keterpaduan proses pembelajaran, serta

pelaksanaan pembelajaran dilakukan sesuai dengan konteksnya dan mengaitkan

materi pelajaran dengan kehidupan nyata peserta didik

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Kualitatif. Yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah proses penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati. 20

Dari pengertian penelitian kualitatif di atas bukan berarti dalam dalam

penelitian kualitatif tidak boleh menggunakan data yang berupa angka. Dalam

hal- hal tertentu data yang berupa angka dapat digunakan dalam pengumpulan

data. 21 Dalam penelitian ini data yang berupa angka seperti halnya data yang

digunakan untuk menyatakan jumlah guru dan siswa.

Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan diskriptif. Pendekatan deskriptif adalah pendekatan penelitian yang

berusaha mendiskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat

20
Lexy. J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), 3.
21
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), 10.
sekarang. 22 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran

atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat

serta hubungan antar fonomena yang diselidiki. 23 Lebih lanjut dalam penelitian

deskriptif kualitatif ini penulis menggunakan jenis studi kasus. Yang dimaksud

dengan studi kasus adalah penyelidikan yang mendalam dari suatu individu,

kelompok atau institusi. 24 Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam

penelitian kepada suatu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam,

mendetail dan komprehensif. 25

2. Tahapan Penelitian

Dalam pendektan penelitian ini ada beberapa tahapan penelitian. Tahapan-

tahapan ini merupakan gambaran mengenai keseluruhan perencanaan,

pelaksanaan, pengumpulan data, analisis dan penafsiran data, dan terakhir

penulisan laporan penelitian. Adapun dalam menentukan tahapan-tahapan dalam

penelitian ini penulis menggambil pendapat Bagdan yang tertuang balam buku

yang berudul “Metodologi Penelitian Kualitatif ” Yang ditulis oleh Lexy J.

Moleong. Tahapan-tahapan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap Pra lapangan

Dalam tahap pra lapangan ini terbagi menjadi beberapa kegiatan yang

harus dilakukan oleh peneliti. Kegiatan tersebut antara lain yaitu:

1) Menyusun rancangan.

22
Nana Sujana Ibrahim, Penelitian dan Penelitian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru, 1989), 64.
23
Moh Nazir, Metode Penelitian ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 54.
24
Sumanto, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Yogyakarta: Andi Offset, !995), 89.
25
Sanapiah Faisal, Format- format Penelitian (Jakarta: Rajawali Press, 1995), 22.
Isi rancangan penelitian ini meliputi: latar belakang masalah dan

alasan pelaksanaan penelitian, kajian kepustakaan yang menghasilkan

pokok-pokok kesesuaian paradigma dengan teori subtantif yang

mengarahkan inkuiri, pemilihan lapangan penelitian, penentuan judual

penelitian, menyiapkan alat penelitian, rancangan pengumpulan data,

rancangan analisis data, rancangan perlengkapan dan yang terakhir

rancangan pengecekan data.

2) Memilih lapangan

Penentuan lapangan penelitian dapat dilakukan dengan jalan

mempertimbangkan teori subtantif, kemudian menjajaki lapangan untuk

melihat apakah terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang berada di

lapangan.

3) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan.

Penjajakan dan penilaian lapangan akan terlaksana dengan baik

apabila peneliti sudah membaca terlebih dahulu mengetahui melalui orang

tentang situasi dan kondisi daerah tempat penelitian dilakukan.

4) Memilih dan memanfaatkan informan.

Informan adalah orang ya ng dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.

5) Menyiapkan perlengkapan lapangan. 26

b. Tahap Pekerjaan Lapangan.

Pada tahap ini peneliti memasuki lapangan dan berusaha untuk

memenuhi pengumpulan data serta dokumen yang diperlukan dalam


26
Lexy J. Moleong, Metodologi, 85-91.
penelitian. Data yang diperoleh dalam tahap ini dicatat dan dicermati. Dalam

mengumpulkan data peneliti melakukannya dengan cara observasi,

wawancara dan dokumentasi. Adapun dalam penelitian ini data-data yang

dikumpulkan yaitu data tentang sejarah dan profil SD Unggulan Yapita,

keadaan guru dan siswa serta data tentang proses pelaksanaan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam terpadu dengan pendekatan kontekstual.

c. Tahap Analisis Data.

Setelah data-data yang diperlukan dalam penelitian terkumpulkan,

maka tahap selanjutnya adalah tahap analisi data. Dalam tahap ini peneliti

menganalisis data yang telah diperoses secara apa adanya, sehingga dapat

diperoleh kesimpulan dan analisis penelitian.

3. Subjek Penelitian.

Yang dimaksud dengan subjek penelitian adalah sumber tempat peneliti

memperoleh keterangan tentang permasalahan yang diteliti, dengan kata lain

subjek penelitian adalah seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin

diperoleh keterangan. 27 Dalam ini penulis memilih subjek penelitian di SD

Unggulan Yapita Surabaya, hal ini dikarenakan sekolah tersebut merupakan salah

satu sekolah yang menerapkan pembelajaran PAI terpadu dengan pendekatan

kontekstual.

4. Jenis Data.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

27
Tatang M, Amirin, Menyusun Perencanaan Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1995).92-93
Yaitu data yang diperoleh peneliti secara mentah dari sumber data

dan masih memerlukan analisis lebih lanjut. 28 Jenis data primer dalam

penelitian ini diperoleh secara langsung dari sumber data melalui

wawancara, observasi, atau dengan cara yang lainnya. Adapun jenis data

primer dalam penelitian ini meliputi:

1) Sejarah dan profil SD Unggulan Yapita.

2) Visi dan misi sekolah.

3) Sarana dan prasarana.

4) Keadaan guru dan siswa.

5) Proses kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam terpadu

dengan pendekatan kontekstualdi SD Unggulan Yapita.

b. Data Sekunder.

Jenis data yang diperoleh atau berasal dari bahan-bahan

kepustakaan. 29 Data ini berupa dukumen, buku, majalah, jurnal dan yang

lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

5. Sumber Data.

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Adapun dalam

menentukan sumber data dalam penelitian ini penulis berpijak pada pendapat

Suharsimi Arikunto dalam bukunya “Prosedur Penelitian SuatuPendekatan

Praktek” yang antara lain meliputi:

a. Person, yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan

melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket. Adapun dalam

28
Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek ( Jakarta: Rineka Cipta, 2004),87.
29
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, 107.
penelitian ini yang termasuk sumber data ini adalah; kepala sekolah, waka

kurikulum, guru PAI dan Tata Usaha.

b. Place, yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan

bergerak, misalnya dalam penelitian ini berupa ruangan atau tempat kegiatan

pembelajaran berlangsung, media pembelajaran, dan adapun yang bergerak

berupa; segala aktifitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran.

c. Paper, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka,

gambar, atau simbol-simbol lain. Dalam penelitian ini dapat berupa literatur-

literatur dan berbagai dokumen yang berkaitan dengan masalah penelitian. 30

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti untuk

mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Adapun teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Observasi.

Metode observasi adalah cara pengumpulan data melalui pengamatan

dan pencatatan dengan sistematik tentang fonomena-fonomena yang

diselidiki, baik secara langsung maupun tidak langsung. 31 Secara garis besar

metode observasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan partisipan

dan non partisipan. Maksud dari observasi dengan partisipan yaitu peneliti

merupakan bagian dari kelompok yang diteliti, sedangkan observasi non

30
Ibid.,107.
31
Sutrisno Hadi, Metodologi Research II (Yogyakarta: Andi Offset), 136.
partisipan adalah peneliti bukan merupakan bagian dari kelompok yang

diteliti, kehadiran peneliti hanya sebagai pengamat kegiatan. 32

Dalam penelitian ini penulis menggunakan observasi non partisipan,

dan observasi peneliti lakukan selama peneliti mendampingi waka kurikulum

dalam menjalankan tugasnya di SD Unggulan Yapita serta selama peneliti

sebagai pembimbing belajar siswa-siswi SD Unggulan Yapita.

Metode observasi ini digunakan peneliti untuk memperoleh gambaran

umum tentang keadaan SD Unggulan Yapita yang meliputi:

1) Kegiatan pembelajaran PAI terpadu dengan pendekatan kontekstual

2) Interaksi guru dengan guru, interaksi guru dengan murid dan interaksi

masyarakat dengan pihak sekolah.

3) Keadan guru, siswa dan karyawan.

4) Sarana dan prasarana.

5) Letak geografis SD Unggulan Yapita.

b. Interview

Adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi

secara langsung dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada para

responden. 33

Ditinjau dari pelaksanaannya interview dibedakan atas tiga macam

yaitu:

1) Interview bebas, yaitu dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja,

tetapi juga mengingat data apa yang akan dikumpulkan. Interview bebas

32
S. Nasution, Metode Research ( Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 107- 108.
33
Cholid Nurboko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian ( Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 83.
ini dilakukan dengan tidak membawa pedoman wawancara tentang apa

yang ditanyakan. Kelebihan metode ini adalah bahwa responden tidak

menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diwawancarai, sedangkan

kelemahan dari metode ini adalah arah pertanyaan kurang terkendali.

2) Interview terpimpin, yaitu interview yang dilakukan oleh pewancara

dengan membawa sederatan pertanyaan lengkap dan terperinci.

3) Interview bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara interview bebas dan

interview terpimpin. 34

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis interview bebas

terpimpin, dan instrumen yang digunakan dalam interview adalah pedoman

wawancara. Interview dalam penelitian ini peneliti lakukan baik secara formal

maupun nonformal. Interview secara formal peneliti lakukan ketika peneliti

mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada kepala sekolah, guru dan bagian

tata usaha, sedangkan interview secara non formal peneliti lakukan selama

peneliti mendampingi waka kurikulum ketika mengajar di berbagai perguruan

tinggi baik negeri maupun swasta, dan peneliti lakukan kapanpun ketika

bersama dengan waka kurikulum. Adapun interview yang dilakukan dalam

penelitian ini meliputi tentang:

1) Wawancara kepala sekolah tentang sejarah, profil dan visi misi SD

Unggulan Yapita, keadaan guru, karyawan, siswa, sarana dan prasarana.

2) Wawancara dengan waka kurikulum tentang pengembangan kurikulum

dan tentang pelaksanaan pembelajaran PAI terpadu dengan pendekatan

kontekstual.
34
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, 132.
3) Wawancara dengan dan guru PAI tentang proses pembelajaran PAI

dengan pendekatan kontekstual.

4) Wawancara kepada Tata Usaha tentang keadaan siswa dan guru SD

Unggulan Yapita.

c. Dokumentasi.

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan

mencari data mengenai hal- hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip,

buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan dokumen

lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. 35

Metode dokumentasi digunakan dalam memperoleh data penelitian

tentang gambaran umum objek penelitian yang meliputi sejarah berdirinya SD

Unggulan Yapita, jumlah guru dan siswa, struktur kurikulum SD Unggulan

Yapita, struktur organisasi SD Unggulan Yapita, dan segala sesuatu dokumen

yang mendukung masalah penelitian ini.

7. Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke

dalam pola atau kategori dan uraian satuan dasar sehingga lebih mudah untuk

dibaca dan diinterprestasikan36

Analisis data bertujuan untuk menelaah data secara sistematika yang

diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data yang antara lain; wawancara,

observasi, dan dokumentasi. Setelah data terkumpulkan tahap selanjutnya adalah

data diklasifikasikan sesuai dengan kerangka penelitian kualitatif diskriptif yang

35
Ibid.,206.
36
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian, 103.
berupaya menggambarkan kondisi, latar belakang penelitian secara menyeluruh

dan data tersebut ditarik suatu temua n penelitian.

Dalam penelitian kualitatif dikenal dua strategi analisis data yang sering

digunakan bersama-sama atau secara terpisah. Strategi tersebut yaitu analisis

deskriptif kualitatif dan analisis verifikatif kualitatif. 37 Adapun dalam penelitian

ini teknik analis data yang digunakan adalah analisis diskriptif kualitatif, karena

pada hakekatnya data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa kata-kata atau

paragraf yang dinyatakan dalam bentuk narasi yang bersifat deskripif mengenai

peristiwa-peristiwa nyata yang terjadi dalam lokasi penelitian.

Dalam analisis data penelitian ini penulis memberikan gambaran secara

menyeluruh tentang pembelajaran PAI terpadu dengan pendekatan kontekstual di

SD Unggulan Yapita, kemudian gambaran hasil penelitian tersebut ditelaah, dikaji

dan disimpulkan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam mengkaji data-data

tersebut peneliti menggunakan pendekatan berfikir induktif, yaitu peneliti

berangkat dari kasus-kasus yang bersifat khusus berdasarkan pengalaman nyata

(ucapan atau perilaku subjek penelitian atau situasi lapangan penelitian),

kemudian kita rumuskan menjadi model, konsep, teori atau definisi yang bersifat

umum. Induksi adalah proses dimana peneliti mengkumpulkan data dan kemudian

mengembangkannya suatu teori dari data tersebut, yang sering disebut juga

grounded theory. 38 Adapun langkah- langkah teknik analisis deskripif kualitatif

dalam penelitian ini, peneliti berpijak kepada pendapat Miles, Hubermen dan Yin

37
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 83.
38
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 156-
157.
yang ditulis oleh Imam Suprayogo dalam bukunya yang berjudul “Metodologi

penelitian Sosial-Agama”, yang antara lain: 39

a. Pengumpulan data. Kegiatan analisis data selama pengumpulan data dimulai

setelah peneliti memahami fonomena- fonomena yang sedang diteliti dan

setelah mengumpulkan data yang dapat dianalisis.

b. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan lapangan. Data yang diperoleh dari lapangan ditulis dalam

bentuk uraian atau laporan terinci. Data dalam bentuk laporan tersebut peru

direduksi, dirangkum, dipilih hal- hal yang pokok, difokuskan pada hal- hal

yang penting dan dicari tema atau polanya. Data yang direduksi memberikan

gambaran yang lebih jelas tentang hasil pengamatan juga mempermuda

peneliti mencari kembali data yang diperoleh jika diperlukan.

c. Display data, yaitu rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis

atau menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberikan

kemungkinan ketika dibaca akan mudah dipahami tentang berbagai hal ya ng

terjadi dan memungkinkan peneliti untuk membuat suatu analisis atau

tindakan lain berdasarkan pemahamannya tersebut.

d. Penarikan kesimpulan dan verifikasi, yaitu suatu upaya untuk berusaha

mencari kesimpulan dari permasalahan yang diteliti. Dari data pene litian yang

sudah dianalisis dapat diambil kesimpulan serta menverifikasi data tersebut

dengan cara menelusuri kembali data yang telah diperoleh.

39
Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001),
192-197.
8. Teknik Keabsahan Data.

Agar data dapat dipertanggungjawabkan, maka dalam penelitian kualitatif

memerlukan metode pengecekan keabsahan data. Dalam hal ini peneliti merasa

perlu mengadakan pemeriksaan keabsahan data.

Adapun cara-cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh keabsahan

data tersebut antara lain:

a. Ketekunan atau keajekan pengamatan.

Ketekunan atau keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten

interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang

konstan atau tentatif. Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh.

Mencari apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang tidak dapat

diperhitungkan. 40

Ketekunan pengamatan ini bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan penelitian

dengan kata lain peneliti menelaah kembali data-data yang terkait dengan

fokus peneliti, sehingga data tersebut dapat dipahami dan tidak diragukan.

b. Triagulasi.

Triagulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data memanfaatkan

sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan sebagai

pembanding terhadap data itu. Teknik triagulasi yang paling banyak

digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lain. 41

40
Lexy J. Moleong, Metodologi, 177.
41
Ibid.,178.
Dalam hal ini peneliti memeriksa data-data yang diperoleh dari subyek

penelitian, kemudian data tersebut peneliti bandingkan dengan data dari luar

yaitu dari sumber lain. Sehingga keabsahan data tersebut dapat

dipertanggungjawabkan.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam sitematika pembahasan ini penulis mengungkapkan isi pembahasan

skripsi secara naratif, sistematis dan logis mulai dari bab pertama sampai dengan bab

terakhir, dengan tujuan agar penelitian ini dapat dipahami secara utuh dan

berkesinambungan. Adapun sistematika pembahasan penelitian ini sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II merupakan bab yang membahas tentang kajian teoritis yang

memaparkan tentang konsep pembelajaran terpadu, tinjauan umum tentang

pendekatan kontekstual, dan tentang pembalajaran Pendidikan Agama Islam terpadu

dengan pendekatan kontekstual.

Bab III merupakan bab yang memaparkan hasil penelitian lapangan yang

meliputi gambaran umum tentang objek penelitian, penyajian data tentang

pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam terpadu dengan pendekatan

kontekstual, serta analisis data.

Bab IV merupakan bab penutup yang berisi simpulan dan saran dari hasil

penelitian.

You might also like