Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Sri Miyatun
R 1000 400 50
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
prostitusi atau pelacuran ada semenjak manusia itu sendiri ada dan terus
berkembang sampai saat ini. Bahkan tidak sedikit yang berpendapat bahwa
istri ini adalah termasuk keluarga yang berduit, mereka datang ke tempat-
1
G. Kartasapoetra L. J. B. Kreimers, 1987, Sosiologi Umum, Jakarta: Bina Aksara, hal. 513
2
yang kian waktu tidak pernah terlihat surut. Dengan demikian tercipta
adanya suatu industri seksual yang disepakati dari daerah sekitar. Bentuk
dan mekanisme seks pada pelayanan yang ditawarkan industri seks sangat
beragam.
seks yang terorganisir, seperti lokasi panti pijat, rumah bordil, klub malam,
Kedua, industri seks yang tidak terorganisir yang dapat ditemukan pada
2
Sutarto Hadi & Bambang Wicaksono Triantoro, 2001, Pembinaan Wanita Pekerja
Seks Komersial Pasca Penutupan Lokalisasi, Yogyakarta : PPPK UGM, hal. 281
3
Endang Sulistyaningsih & Yudo Swasono, 1993, The Sexs Industry, Prostitution and
Development in Indonesia, Laporan penelitian untuk Universitas Mahidol, Bangkok, hal.
25
3
bawah.
kalangan generasi muda yang rentan terhadap akses negatif dari budaya
Surakarta. Filosofi dari kata tersebut adalah dengan adanya harapan agar
seks.
5
Koentjaraningrat dan A.A. Loendin, 1995, Ilmu-Ilmu Sosial Dalam Pembangunan Kesehatan,
Jakarta: Gramedia, hal.61
5
jumlah pelacuran.
praktik pelacuran liar yang secara historis telah ada di beberapa jalan atau
sudah ketinggalan jaman, bias gender dan tidak dapat menjangkau seluruh
pihak yang terlibat dalam industri seks yang marak di kota Surakarta.
masyarakat karena tingkah lakunya yang tidak susila. Oleh karena itu,
seringkali pelacur disebut juga wanita tuna susila atau disingkat WTS.
agama, bahkan juga bisa melanggar norma hukum, apabila di dalam suatu
setiap daerah tidak sama peraturannya dan kebanyakan norma adat tidak
seks di luar nikah. Menurut Kartini Kartono budaya ini terlihat pada
dalam al-Quran tidak ada ayat yang menyebutkan pelacuran tetapi hanya
berbeda dengan zina. Semua pelacuran dengan segala bentuk, sifat dan
berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, dan pada hari akhirat,
adalah perihal menjual diri sedangkan pelacur berarti wanita tuna susila.
8
Departemen Agama Repubelik Indonesia, 1995, Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang: PT.
Karya Toha Putra, hal. 543
9
W.J.S, Poerwadarminta, 1983, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, hal.
351
8
tetapi banyak juga walaupun sudah susah payah mencari pekerjaan tidak
kota.
Kemudian, kurang dapat membedakan antara baik dan buruk, larangan dan
perintah, boleh tidak boleh dan adanya kepribadian yang lemah dan mudah
muda, dan hal ini belum diatur secara tegas dalam KUHAP.
sosial.
B. Rumusan Masalah
penanganan prostitusi?
C. Tujuan Penelitian
penanganan prostitusi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini, besar harapan akan menuai manfaat yang dapat dipetik
Tuna Susila.
E. Kerangka Pemikiran
No. 1 Tahun 1975 mengenai Pemberantasan Tuna Susila.10 Dalam hal ini
disebutkan bahwa :
melakukan perbuatan cabul. Jika itu benar benar ada dan terjadi maka
10
Perda No. 1 Tahun 1975 mengenai Pemberantasa Tuna Susila, hal. 1
11
Ibid, hal. 2
12
lanjut peran dari mucikari (germo) dan para hidung belang. Perda ini
yakni, kaum hawa. Padahal bila mengacu pada faktor terjadinya pelacuran
dikenai hukuman setimpal (pihak PSK), begitu juga pihak terkait yang
prostitusi sebagaimana data pada tabel di atas. Hal itu menjadi penting
rumah bordil atau sering disebut lokalisasi pelacuran, tetapi juga dalam
tempat seperti klub malam, panti pijat, tempat dansa bahkan ada salon
memberantas itu semua. Dalam hal ini, Perda No 1 tahun 1975 tentang
rupa sehingga tidak satupun kelompok sosial (warga negara dewasa) yang
saling bersaingan. Dengan kata lain, hukum itu selalu lahir sebagai refleksi
kalimat-kalimat yang ada di dalam aturan hukum itu tidak lain merupakan
13
The Global Fund (GF)-ATM AIDS Component District Implementing Unit (DIU) Surakarta
Oktober 2005-September 2006, Berupa Makalah, hal. 22-23
14
Ibid, hal. 24
15
MD, Moh. Mahfud, 1997, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, hal. 77
15
F. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
keluarga.
menghukum WTS, tapi bahkan para lelaki hidung belang dan gigolo.
2. Sumber Data
sebagai berikut:
berikut:
masing-masing.
tersebut.
17
G. Sistematika Pembahasan
pembahasan. Pada Bab II berisi tentang landasan teori yang terdiri dari,
Utama,” dan kedudukan, tugas, fungsi dan wewenang serta tujuan PKW
prosedur dan tata cara PKW “Wanita Utama” dalam Menerima Klien,