You are on page 1of 26

MAKALAH BAHAN GALIAN

BATU APUNG

(PUMICE)

DISUSUN OLEH :

1. AGUS SUPRIADI RIDWAN (G1C 007 002)


2. LALU RADINAL FASHA (G1C 007 016)
3. NI WAYAN SRIWIDANI (G1C 007 027)
4. NUR WILDAWATY (G1C 007 028)
5. NURAINI YUSUF (G1C 007 029)

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MATARAM

2010
BAB I.

PENDAHULUAN
Posisi geografis dan geologis Indonesia yang terletak di daerah tropis, dimana
sebagian besar di daerah di Indonesia terletak pada jalur pegunungan berapi. Oleh karena
itu, Indonesia sangat kaya dengan jenis-jenis batuan alam, seperti misalnya bahan galian
golongan C yang tersebar luas di beberapa daerah di Indonesia. Bahan galian golongan C
itu seperti batu kapur/ gamping, batu kali, pasir (pasir urug dan pasir besi), batu bara,
genteng, batu kerikil, gypsum, kalsite, manner, pyrite, silt, batu lempung, trass, andesit,
batu apung, dll. Namun dalam makalah ini, kami hanya membahas batu apung.

Batu apung atau pumice adalah bahan galian industri yang termasuk golongan C
yang cukup berperan dalam sektor industri, baik sebagai bahan utama maupun sebagai
bahan tambahan. Batu Apung adalah hasil gunung api yang kaya akan silika dan
mempunyai struktur porous, yang terjadi karena keluarnya uap dan gas-gas yang larut di
dalamnya pada waktu terbentuk, berbentuk blok padat, fragmen hingga pasir atau
bercampur halus dan kasar. Batu Apung terdiri dari pada silika, alumina, soda, besi
oksida. Warna : putih, abu-abu kebiruan, abu-abu gelap, kemerah-merahan, kekuning-
kuningan, jingga. Bongkah-bongkah di waktu kering dapat terapung diatas air.

Penyelidikan umum dan eksplorasi batu apung telah banyak dilakukan di


Indonesia, salah satunya di beberapa daerah yang tersebar di pulau lombok, NTB. Pulau
Lombok salah daerah penghasil batu apung terbanyak di Indonsia. Eksplorasi secara
umum dilakukan dengan tambang terbuka dan secara manual, yaitu tidak membutuhkan
peralatan yang khusus untuk mendapatkannya. Kebanyakan batu apung yang diperoleh
dari penambangannya hanya berupa batu apung yang dipisah berdasarkan ukurannya
yang kemudian dijual dengan variasi ukuran tersebut. Namun dalam proses pengolahan
selanjutnya untuk menghasilkan suatu produk yang berguna, dilakukan oleh perusahaan
yang cenderung menggunakan bahan baku batu apung, contohnya industri cat.

Batu apung dapat diaplikasikan dalam sektor industri dan sektor konstruksi.
Aplikasinya dalam sektor industri cenderung memproduksi barang-barang pelengkap,
seperti cat, plamur, dan semen. Sedangkan pada sektor konstruksi, cenderung
menghasilkan bahan baku bangunan, seperti agregar ringan beton.

Perkembangan sector industri dan konstruksi, terutama di Negara-negara maju,


telah menunjukkan peningkatan yang berarti, dan hal ini mengakibatkan segi permintaan
akan batu apung Indonesia terus meningkat. Dari segi pemasokan, produksi batu apung di
Indonesia sebagian besar berasal dari daerah Nusa Tenggara Barat dan sisanya dari
daerah ternate, pulau Jawa dan lain-lain. Sementara itu, impor batu apung dapat
dikatakan tidak ada atau untuk kebutuhan di dalam negeri sudah terpenuhi.

Di Lombok Barat sedikitnya ada 20 perusahaan pengololahan batuapung yang


tersebar di berbagai wilayah. Namun Saat ini penambangan batuapung di Lombok Barat
banyak menuai masalah, terutama masalah lingkungan, dimana sebagian besar
penambangan dilakukan tanpa memiliki perijinan dan tidak memperhatikan kelestarian
lingkungan.

Limbah batu apung yang berasal dari pengayakan batu apung itu sendiri telah
merusak lingkungan. Hal ini dikarenakan pembuangannya pada lahan yang masih
produktif. Sehingga diperlukan suatu usaha untuk menaggulangi limbah tersebut. Salah
satunya yaitu dengan penggunaan limbah batu apung sebagai bahan bangunan, berupa
batako, paving blok, genteng beton, beton ringan. Hal ini dikarenakan selain sebagai
salah satu penggulangan limbah batu apung, juga menjadi salah satu alternatif bahan
bangunan yang ekonomis, serta peluang lapangan kerja bagi masyarakat.
BAB II

ISI

2.1 Definisi

Batu apung (pumice) adalah jenis batuan yang berwarna terang, mengandung buih
yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan
gelas vulkanik silikat.

Gambar 1. Batu apung

Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan gunung api yang
mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi secara horizontal
dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. Batu apung mempunyai sifat vesicular yang
tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak (berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas
alam yang terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau
fragmen-fragmen dalam breksi gunungapi. Sedangkan mineral-mineral yang terdapat
dalam batu apung adalah

Feldspar

Kuarsa
Obsidian
Kristobalit
Tridimit
2.2 Proses pembentukan

Pumice terjadi bila magma asam muncul ke permukaan dan bersentuhan dengan
udara luas secara tiba-tiba. Buih gelas alam dengan gas yang terkandung didalamnya
mempunyai kesempatan untuk keluar dan magma membeku dengan tiba-tiba. Pumice
umumya terdapat sebagai fragmen yang terlemparkan pada saat gunung api dengan
ukuran dari kerikil sampai bongkah. Pumice umumnya terdapat sebagai lelehan atau
aliran permukaan, bahan lepas, atau fragmen dalam breksi gunung api. Batu apung dapat
pula dibuat dengan cara memanaskan obsidian, sehingga gasnya keluar. Pemanasan yang
dilakukan pada obsidian dari Krakatau, suhu yang diperlukan untuk megubah obsidian
menjadi batu apung rata-rata 880oC. Berat jenis obsidian yang semula 2,36 turun menjadi
0,416 sesudah perlakuan tersebut oleh sebab itu mengapung didalam air. Batu apung ini
mempunyai sifat hydraulis. Pumice berwarna putih abu-abu, kekuningan sampai merah,
tekstur vesikuler dengan ukuran lubang yang bervariasi baik berhubungan satu sama lain
atau tidak struktur skorious dengan lubang yang terorientasi. Kadang-kadang lubang
tersebut terisi oleh zeolit atau kalsit. Batuan ini tahan terhadap pembekuan embun (frost),
tidak begitu higroskopis (mengisap air). Mempunyai sifat pengantar panas yang rendah.
Kekuatan tekan antara 30-20 kg/cm2. Komposisi utama mineral silikat amorf.

Jenis batuan lainnya yang memiliki struktur fisika dan asal terbentuknya sama
dengan batu apung adalah pumicit, volkanik cinter, dan scoria. Sedangkan mineral-
mineral yang terdapat dalam batu apung adalah feldspar, kuarsa, obsidian, kristobalit, dan
tridimit.

Didasarkan pada cara pembentukan (desposisi), distribusi ukuran partikel


(fragmen) dan material asalnya, endapan batu apung dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

 Sub areal
 Sub aqueous
 New ardante; yaitu endapan yang dibentuk oleh pergerakan ke luar secara
horizontal dari gas dalam lava, yang menghasilkan campuran fragmen dengan
berbagai ukuran dalam suatu bentuk matriks.
 Hasil endapan ulang (redeposit).

Gambar 2. Variasi ukuran batu apung

gambar 3. Batu apung size 1-2 cm(triple small)

gambar 4. Batu apung size 2-3 cm(double small)

gambar 5. Batu apung size 3-5 cm(small)

Dari metamorfosisnya, hanya daerah-daerah yang relative ada gunung api, akan
mempunyai endapan batu apung yang ekonomis. Umur geologi dari endapan-endapan ini
antara tersier sampai sekarang. Gunung api yang aktif selama umur geologi tersebut
antara lain pada jalur pinggiran laut Pasifik dan jalur yang mengarah dari laut Mediteran
ke pegunungan Himalaya kemudian ke India Timur.
2.3 Sifat-sifat batu apung

Sifat-sifat kimia batu apung adalah sebagai berikut:

a. Komposisi kimianya:

 SiO2 : 60,00 – 75,00%

 Al2O3 : 12,00 – 15,00%

 Fe2O3 : 0,90 – 4,00%

 Na2O : 2,00 – 5,00%

 K2O : 2,00 – 4,00%

 MgO : 1,00 – 2,00%

 CaO : 1,00 - 2,00%

 Unsur lainnya : TiO2, SO3, dan Cl.

b. Hilang pijar (LOI atau loss of ignition) : 6%

c. pH : 5

d. Berwarna terang

e. Mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas.

f. Sifat fisika:

 Bobot isi ruah : 480 – 960 kg/cm3

 Peresapan air : 16,67%

 Gravitasi spesifik : 0,8 gr/cm3

 Hantaran suara : rendah

 Rasio kuat tekan terhadap beban : Tinggi


 Konduktifitas panas : rendah

 Ketahanan terhadap api : s.d 6 jam.


BAB III

PENAMBANGAN

3.1 Teknik Penambangan

Batu apung sebagai bahan galian tersingkap dekat permukaan, dan relatif tidak
keras. Oleh sebab itu, penambangan dilakukan dengan tambang terbuka atau tambang
permukaan dengan peralatan sederhana. Pemisahan terhadap pengotor dilakukan dengan
cara manual. Apabila dikehendaki ukuran butir tertebtu proses pemecahan (grinding) dan
pengayakan dapat dilakukan.

1) Eksplorasi
Penelusuran keterdapatan endapan batu apung dilakukan dengan mempelajari
struktur geologi batuan di daerah sekitar jalur gunung api, antara lain dengan
mencari singkapan-singkapan dengan geolistrik atau melakukan pengeboran dan
pembuatan beberapa sumur uji. Selanjutnya, dibuat peta topografi daerah yang
diperkirakan mengandung endapan batu apung dengan skala yang besar guna
melakukan eksplorasi detail. Eksplorasi detail bertujuan untuk mengetahui kualitas
dan kuantitas cadangan dengan lebih pasti. Metode eksplorasi yang digunakan
diantaranya adalah dengan pengeboran (bor tangan dan bor mesin) atau dengan
pembuatan sumur uji.
Dalam menentukan metode mana yang akan dipakai, harus dilihat kondisi dari
lokasi yang akan dieksplorasi, yaitu didasarkan pada peta topografi yang dibuat pada
tahap penelusuran (prospeksi). Metode eksplorasi dengan pembuatan sumur uji,
diawali dengan membuat pola empat persegi panjang (dapat juga dengan bentuk
bujur sangkar) dengan jarak dari satu titik atau dari sumur uji yang satu ke sumur uji
berikutnya antara 25-50 m. peralatan yang dipakai dalam pembuatan sumur uji
diantaranya adalah cangkul, linggis, belincong, ember dan tali.
Pada eksplorasi dengan pengeboran dapat dilakukan dengan menggunakan alat
bor yang dilengkapi dengan bailer (penangkap contoh), baik bor tangan ataupun bor
mesin. Dalam eksplorasi ini, dilakukan juga pengukuran dan pemetaan yang lebih
detail untuk digunakan dalam perhitungan cadangan dan pembuatan perencanaan
tambang.
2) Penambangan
Pada umumnya, endapan batu apung terletak dekat ke permukaan bumi, sehingga
penambangannya dilakukan dengan cara tambang terbuka dan selektif. Pengupasan
tanah penutup dapat dilakukan dengan alat-alat sederhana (secara manual) ataupun
dengan alat-alat yang mekanis, seperti bulldozer, scraper, dan lain-lain. Lapisan
endapan batu apungnya sendiri dapat digali dengan menggunakan excavator antara
lain backhoe atau power shovel, lalu dimuat langsung ke dalam truk untuk diangkut
ke pabrik pengolahan.

Gambar 6. Eskavator

Gambar 7. Backhoe Gambar 8. Power Shovel


3) Pengolahan
Untuk menghasilkan batu apung dengan kualitas yang sesuai dengan persyaratan ekspor atau kebutuhan di sector konstruksi dan
industri, batu apung dari tambang diolah terlebih dahulu, antara lain dengan menghilangkan pengotor dan mereduksi ukurannya.

Gambar 9. Batu apung yang telah dipilah sesuai ukuran


Secara garis besar, proses pengolahan batu apung terdiri atas:
a. Pemilahan (sorting); untuk memisahkan batu apung yang bersih dari batu apung yang masih banyak pengotornya (impuritis),
dan dilakukan secara manual atau dengan scalping screens.

Gambar 10. Scalping Screens

b. Peremukan (crushing); dengan tujuan untuk mereduksi ukuran, dengan menggunakan crusher, hammer mills, dan roll mills.

Gambar 11. Impact crusher Gambar 12. Cone crusher

Gambar 13. Roll mill

c. Sizing; untuk memilah material berdasarkan ukuran yang sesuai dengan permintaan pasar, yang dilakukan dengan
menggunakan saringan (screen).
Gambar 14. Vibrating screen
d. Pengeringan (drying); dilakukan jika material dari tambang banyak mengandung air, yang salah satunya dapat dilakukan
dengan menggunakan rotary dryer.

Gambar 15. Rotary Dryer

Gambar 16. Proses pengayaan batu apung


Bagan penambangan batu apung

Digali Dipecah sesuai digiling/dihalus


ukuran kan

Penjemuran

Gradasi 1≤X≤5

Dipasarkan Dikemas Penyortiran

Gradasix<1

Gambar 3. Skema Proses pemanfaatan batu apung

Bahan Limbah Batu


Gambar proses pengolahan batu apung
bangunan Apung
BAB IV

POTENSI

Tempat Diketemukan

Keterdapatan batu apung di Indonesia selalu berkaitan dengan rangkaian gunung api Kuarter sampai Tersier muda. Tempat
dimana batu apung didapatkan antara lain:

Jambi: Salambuku Lubukgaung, Kec. Bangko, Kab. Sarko (merupakan piroklastik halus yang berasal dari satuan batuan gunung api
atau tufa dengan komponen batu apung diameter 0,5-0,15 cm terdapat dalam formasi Kasai).
Lampung: sekitar Kepulauan Krakatau terutama di P. Panjang (sebagai hasil letusan gunung Krakatau yang memuntahkan batu
apung).
Jawa Barat: Kawah Danu, Banten, sepanjang pantai laut sebelah barat (diduga hasil kegiatan Gunung Krakatau); Nagreg, Kab.
Bandung (berupa fragmen dalam batuan tufa); Mancak, Pabuaran Kab. Serang (mutu baik untuk agregat beton, berupa fragmen
pada batuan tufa dan aliran permukaan); Cicurug Kab. Sukabumi (kandungan SiO2 = 63,20%, Al2O3 = 12,5% berupa fragmen pada
batuan tufa); Cikatomas, Cicurug, Gunung Kiaraberes Bogor.
Daerah Istimewa Yogyakarta; Kulon Progo pada Formasi Andesit Tua.
Nusa Tenggara Barat: Lendangnangka, Jurit, Rempung, Pringgasela (tebal singkapan 2-5 m sebaran 1000 Ha): Masbagik Utara
Kec. Masbagik Kab. Lombok Timur (tebal singkapan 2-5 m sebaran 1000 Ha); Tanah Beak, Kec. Batukliang Kab. Lombok Tengah
(dimanfaatkan sebagai campuran beton ringan dan filter); Kopang, Mantang Kec. Batukliang Kab. Lombok Barat (telah
dimanfaatkan untuk batako, sebaran 3000 Ha); Narimaga Kec Rembiga Kab. Lombok Barat (tebal singkapan 2-4 m, telah
diusahakan rakyat).
Maluku: Rum, Gato, Tidore (kandungan SiO2 = 35,92-67,89%; Al2O3 = 6,4- 16,98%).
Peta Potensi Batu Apung di Indonesia

Gambar 2. Peta Potensi Batu Apung di Indonesia


BAB V

APLIKASI

5.1 Pemanfaatan

Batu apung lebih banyak digunakan di sektor industri dibandingkan dengan sektor konstruksi.

 Di sektor konstruksi
Di bidang konstruksi, batu apung banyak dimanfaatkan untuk pembuatan agregat ringan dan beton. Agregat ringan karena
mempunyai karakteristik yang sangat menguntungkan yaitu ringan dan kedap suara (high in sulation). Berat spesifik batu apung
sebesar 650 kg/cm3 sebandingkan dengan bata biasa seberat 1.800 – 2.000 kg/cm3. Dari batu apung lebih mudah dibuat blok-blok
yang berukuran besar, sehingga dapat mengurangi pelesteran. Kelebihan lain dari penggunaan batu apung dalam pembuatan agregat
adalah tahan terhadap api, kondensi, jamur dan panas, serta cocok untuk akustik.
 Di sektor industri
Di bidang industri, batu apung digunakan sebagai bahan pengisi, pemoles/penggosok, pembersih, stonewashing, abrasif, isolator
temperature tinggi dan lain-lain.

Tabel 1. Industri pengguna, fungsi, dan derajat ukuran butir batu apung:

Industri Kegunaan Derajat Ukuran


Butir
Cat - Pelapis nonskid Kasar
- Cat sekat akustik
Kasar
- Bahan pengisi cat tekstur
- Flattening agent
Halus-kasar

Sangat halus
Kimia - Media filtrasi Kasar
- Chemical carrier
Kasar
- Pemicu korek api belerang

Halus-kasar
Logam dan plastik - Pembersih dan pemoles Sangat halus
- Vibratory and barrel finishing
Sangat halus-sedang
- Pressure blasting
- Electro-plating
Sedang
- Pembersih gelas atau kaca
Halus

Sangat halus
Komponder - Bubuk sabun tangan Sedang
- Pembersih gelas atau kaca
Sangat halus
Kosmetik dan odol - Pemoles dan penambal gigi Halus
- Pemerata kulit
Bubuk cair
Karet - Bahan penghapus Sedang
- Bahan cetakan
Sangat halus
Kulit - Untuk mengkilapkan Sedang

Kaca dan cermin - Pemrosesan tabung TV Halus


- Pemoles dan pengkilap kaca tabung TV Halus
- Bevel finishing
Sangat halus
- Penghalus potongan kaca

Sangat halus
Elektronika - Pembersih papan sirkit Sangat halus

Tembikar - Bahan pengisi Halus

Keterangan : kasar = 8 – 30 mesh; sedang = 30 – 100 mesh; halus = 100 – 200 mesh; sangat halus > 200 mesh.

Sumber : Industri Minerals, Bulletin, 1990.

Batu apung Media Filtrasi

Sebagai media filtrasi, batu apung banyak digunakan untuk membersihkanlimbah perkotaan dan industry. Karena mempunyai
luas area permukaan yang besar serta berpori banyak, sehingga batu apung idea untuk digunakan sebagai agen filtrasi.

Suatu badan penelitian berkembang telah menunjukkan apung menjadi media yang efektif untuk penyaringan air minum. Struktur
berbusa dan kemurnian dekat-putih Hess apung membuatnya ideal untuk menangkap dan menahan cyanobacterial racun dan kotoran
lainnya yang ditemukan mengotori air minum.

Batu apung memiliki beberapa keunggulan dibandingkan media filtrasi lain seperti tanah liat diperluas, antrasit, pasir, dan PFA
disinter. Tes dilakukan perbandingan antara pasir unggun dan filter batu apung untuk mengobati air ditemukan apung menjadi
keunggulan dalam kinerja kekeruhan penghapusan dan kerugian head.

Manfaat batu apung untuk aplikasi pengolahan air meliputi:

-Peningkatan tingkat filtrasi

-pemanfaatan energy rendah

-sebagai alas dasar yang baik dalam medium filtrasi

-Lebih besar luas permukaan

-Rendah-biaya perawatan filter

-Ekonomis: menghemat pengeluaran modal untuk pembangkit pengobatan limbah baru

Filtrasi Minuman

Pemurnian bahan dan bahkan minuman jadi penting untuk rasa konsistensi dan kualitas. Hal yang sama karakteristik yang membuat
batu apung media filtrasi yang superior untuk air juga berlaku untuk minuman dan cairan lainnya. Batu apung adalah tidak beracun,
benar-benar inert dan sangat serbaguna-dapat tanah secara konsisten terhadap berbagai spesifikasi.

Sebagai penghias lampu hias


Dalam perkembangannya, batu apung banyak digunakan sebagai penghias lampu hias. Seperti yang telah dilakukan oleh Deddy
Effendy, perajin asal Yogyakarta, yang memanfaatkan serpihan batu apung untuk mempercantik desain atau model lampu bias
buatannya. Proses pembuatannya dimulai dengan memotong batu apung dengan gergaji mesin menjadi lempengan setebal 2-3 milimeter
dengan panjang dan lebarnya sekitar 10-15 cm.
Spesifikasi baru apung yang digunakan.

Berikut adalah beberapa contoh spesifikasi batu apung yang digunakan dalam sector industri:

a) Untuk pigmen adalah sebagai berikut:


- Hilang pijar : maks. 5%
- Zat terbang : maks. 1%
- Lolos saringan 300 m : min. 70%
- Lolos saringan 150 m : maks. 30%
b) Untuk keramik tembikar
- SiO2 : 69,80%
- Al2O3 : 17,70%
- Fe2O3 : 1,58%
- MgO : 0,53%
- CaO : 1,49%
- Na2O : 2,45%
- K2 O : 4,17%
- H2 O : 2,04%
- Kadar air : 21%
- Kuat lentur : 31,89 kg/cm3
- Peresapan air : 16,66%
- Berat volume : 1,18 gr/cm2
- Keplastisan : Plastis
- Ukuran butir : 15 – 150 mesh
Komposisi bahan untuk keramik tembikar ini terdiri atas pumice, tanah liat, dan kapur dengan perbandingan masing-masing 35%,
60% dan 5%. Penggunaan batu apung ini dimaksudkan untuk mengurangi bobot dan meningkatkan kualitas tembikar. Di samping di
sector konstruksi dan industri, batu apung juga dimanfaatkan pada bidang pertanian, yaitu sebagai bahan aditif dan substitusi pada tanah
pertanian.

Gambar 2. Batu apung

PROSPEK BATU APUNG KEDEPANNYA

Prospek Batu Apung

Untuk dapat melihat prospek industri pertambangan batu apung Indonesia di masa mendatang, perlu ditinjau atau dianalisis
beberapa factor atau aspek yang berpengaruh, baik yang mendukung maupun hambatan-hambatannya. Oleh karena data yang
diperoleh sangat terbatas, maka analisis hanya dilakukan secara kualitatif.
a. Aspek-aspek yang Berpengaruh
Perkembangan industri pertambangan batu apung di Indonesia, baik yang sudah, sedang dilakukan ataupun yang akan
dilaksanakan di masa mendatang, diantaranya dipengaruhi oleh aspek-aspek sebagai berikut:
 Ketersediaan potensi

Potensi batu apung Indonesia yang tersebar di daerah Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat,
Bali, dan Ternate, belum dapat diketahui secara pasti. Tetapi diperkirakan memiliki cadangan lebih dari 12 juta m3. menurut
Dinas Pertambangan Propinsi NTB, potensi endapan batu apung yang terbesar terdapat di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat,
dan cadangannya diperkirakan lebih dari 7 juta m3.

Apabila dilihat dari tingkat produksi sekarang, yaitu sekitar 175.000 ton per tahun, potensi batu apung di Indonesia baru
habis lebih dari 40 tahun. Namun, eksplorasi dan inventarisasi endapan batu apung di daerah-daerah tersebut di atas perlu
ditingkatkan ke eksplorasi yang lebih detail, sehingga jumlah cadangan da kualitasnya dapat diketahui dengan pasti.

 Kebijaksanaan pemerintah

Aspek yang tidak kalah pentingnya bagi industri pertambangan adalah kebijaksanaan pemerintah, antara lain pencanangan
ekspor di luar minyak dan gas sejak pelita IV, deregulasi di bidang ekspor, dan peningkatan pemanfaatan sumber daya alam.
Kebijaksanaan tersebut, pada dasarnya merupakan dorongan bagi para eksportir dan para pengusaha untuk menanamkan
investasinya, yang diantaranya adalah di industri pertambangan batu apung. Namun, agar kebijaksanaan pemerintah tersebut lebih
berhasil, bagi industri pertambangan batu apung, masih perlu disertai dengan kemudahan dalam perizinan dan bantuan teknis baik
eksploitasi, serta informasi tentang potensi; terutama untk para pengusaha golongan ekonomi lemah.

 Faktor permintaan

Dengan semakin meningkatnya sektor konstruksi dan industri pemakai batu apung di negara-negara maju dan di negara-
negara berkembang lainnya, permintaan akan batu apung telah semakin meningkat.

Di sektor konstruksi, sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk di dalam negeri, kebutuhan perumahan pun terus
meningkat, yang sudah barang tentu pemakaian bahan konstruksi akan naik. Untuk daerah yang dekat dengan lokasi keterdapatan
batu apung, dan sukar mendapatkan batu bata dan genteng yang terbuat dari tanah merah, serta batu untuk pondasi, maka batu
apung dapat digunakan sebagai pengganti konstruksi tersebut.

Dalam tahun-tahun terakhir ini, pemakaian batu apung untuk agregat ringan, yaitu genteng sudah dilakukan oleh suatu
perusahaan bahan bangunan di Bogor, Jawa Barat dan menghsilkan produk genteng yang lebih ringan serta kuat.

Di negara-negara maju penggunaan bahan konstruksi yang ringan dan tahan api untuk pembangunan gedung dan perumahan
semakin diutamakan. Dalam hal ini, pemakaian batu apung sanagt sesuai karena di samping ringan juga mudah penanganannya,
yaitu dibentuk menjadi agregat dengan ukuran sebagaimana yang diinginkan sehingga mempermudah dan mempercepat proses
pembangunannya. Demikian juga di Negara-negara berkembang, penggunaan batu apung untuk pembangunan perumahan yang
mudah dan murah serta aman mulai banyak dilakukan.

Semakin meningkat minat masyarakat terhadap pemakaian dari bahan tekstil jenis jean, baik di dalam maupun luar negeri,
telah memacu industri tekstil jenis jean untuk berproduksi secara besar-besaran, sehingga pemakaian batu apung sebagai
stonewashing terus menigkat.

Karena adanya kelebihan dari sifat batu apung dengan menggunakan bahan galian lainnya seperti batu apung dibandingkan
dengan menggunakan bahan galian lainnya seperti batu apung dibandingkan dengan menggunakan bahan galian lainnya seperti
bentonit, zeolit, atau kaolin, di Negara-negara maju, pemakain batu apung sebagai filler dalam industri pestisida, mula
menunjukkan peningkatan. Jika menggunakan batu apung, pestisida tidak akan tenggelam di dalam air sehingga kerjanya akan
relative lebih efektif sedangkan jika menggunakan bentonit atau kaolin, pestisida tersebut akan cepat tenggelam dan kurang
efektif.

Ketersediaan tersebut di atas terbukti dari tingkat permintaan (konsumsi dan ekspor) batu apng yang hampir setiap tahunnya
terus meningkat. Dalam industri keramik jenis gerabah, pemakaian batu apung akan meningkatkan kualitas keramik, yaitu lebih
ringan dan lebih kuat. Namun, pemakaian batu apung untuk bahan keramik di dalam negeri saat ini belm banyak berkembang dan
masih terus dilakukan penelitian.

 Faktor harga

Struktur atau tata niaga batu apung yang berlaku sekarang ini, masih kurang menguntungkan para pengusaha tambang batu
apung. Sebagai contoh, di daerah NUsa Tenggara Barat, pada tahun 1991 harga batu apung di lokasi yambang berkisar antara Rp.
450,00 - Rp. 500,00 per karung, dan di tempat prosessing sekitar Rp. 700,00 per karung. Jika selesai dip roses akan menghasilkan
batu apung bersih sekitar 30 kg/karung. Sementara itu, harga batu apung yang di ekspor, jika dihitung dari nilai dan volume
ekspor tahun 1991 diperoleh harga sebesar Rp. 270,50 per kg. Jika harga tersebut diasumsikan sebagai harga sampa di Negara
tujuan ekspor, ongkos transportasi, pajak, dan asuransi, serta ongkos-ongkos lainnya sebesar 40 % dari harga tersebut di atas,
maka harga jual batu apung di tempat eksportir sekitar Rp. 165,00 per kg, atau Rp. 4.950,00 per kg.

Dengan demikian jelas sekali bahwa batu apung di lokasi tambang sangat rendah. Dengan kata lain, tata niaga batu apung di
Indonesia, cenderung lebih banyak menguntungkan pihak eksportir, dibandingkan dengan pengusaha tambangnya sendiri. Oleh
karena itu, perlu adanya perombakan dalam tata niaga batu apung sedemikian rupa, yang dapat lebih mendukung peningkatan
industri pertambangan batu apung, serta tetap menguntungkan semua pihak.

 Substitusi

Dalam penggunaannya, batu apung dapat disubstitusi dengan material lain. Di sector industri konttruksi, batu apung dapat
diganti oleh kaolin dan feldspar sebagai salah satu bahan baku genteng, saluran air, (gorong-gorong). Untuk dinding bangunan,
penggunaan batu apung mendapat persaingan dari bata merah, asbes, kayu papan, dan sebagainya. Di sector industri, serta
sebagai bahan baku di industri keramik, dapat disubstitusi dengan bentonit, kaolin, feldspar, dan zeolit yang cenderung mudah
untuk mendapatkannya.

 Aspek lainnya

Aspek lainnya yang dapat berpengaruh terhadap sector pertambangan, khususnya pertambangan batu apung, adalah:

a) Masalah tumpang tindih lahan.


Pada kenyataannya, banyak potensi batu apung yang terdapat di kawasan perkebunaan, kehutanan (hutan lindung dan
cagar alam), dan kawasan lainnya, sehingga terjadi benturan kepenting, yang akhirnya cenderung potensi batu apung tersebut
tidak dapat dimanfaatkan / diusahakan.

b) Masalah transportasi
Meskipun harga batu apung ini relative lebih murah, tetapi karena jarak transportasi dari lokasi terdapatnya batu apung
dengan industri-industri pemakainya cukup jauh, maka industri-industri tersebut cenderung menggunakan bahan galian
industri yang lain (substitusinya).

c) Informasi penting dan teknologi pemanfaatan.


Pada dasarnya, banyak investor yang berminat terhadap industri pertambangan batu apung. Akan tetapi, karena masih
kurangnya informasi tentang data potensi yang lebih akurat, maka para investor tersebut melanjutkan niatnya. Demikian juga
halnya, penelitian dan informasi tentang teknologi pemanfaatan batu apung di industri hilir pemakainya, di dalam negeri
dirasakan masih perlu ditingkatkan lagi, agar dapat menunjang pengembangan industri pertambangan di masa mendatang.

b. Prospek Batu Apung Indonesia

Berdasarkan analisis perkembangan selama periode 1985-1991 dan aspek-aspek yang mempengaruhinya, prospek industri
pertambangan batu apung Indonesia di masa dating (sampai tahun 2000) diperkirakan cukup baik.

c. Pemasokan

Walaupun ada substitusi dari material lain bagi batu apung dan pemanfaatannya di sector industri di dalam negeri yang
belum banyak berkembang, jika dilihat dari sisi potensi yang cukup besar, terus meningkatnya permintaan dari luar negeri, serta
kebijaksanaan pemerintah dalam ekspor yang lebih luwes, diperkirakan sisi pemasokan, yaitu produksi dan impor batu apung, akan
terus meningkat.

 Produksi

Produksi batu apung di masa datang cenderung akan lebih dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi di dalam negeri sendiri.
Oleh karena itu, untuk proyeksinya digunakan laju pertumbuhan pendapatan domestic bruto (GDP) pertahun;antara lain 3%
(proyeksi rendah), 5% (proyeksi sedang), 7% (proyeksi tinggi), maka produksi batu apung pada tahun 2000 diperkirakan
mencapai angka antara 225.100-317.230 ton

Tabel 6. Proyeksi Produksi Batu Apung Indonesia Tahun 1997 dan 2000

Produksi pada Proyeksi Produksi (Ton)

Tahun 1991 LP 1997 2000

Rendah (3,00 %) 194.200 225.100

172.554 Sedang (5,00 %) 209.740 267.680

Tinggi (7,00 %) 225.100 317.230

Keterangan : LP = Laju pertumbuhan rata-rata per tahun

 Impor

Sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi, di masa datang pengilahan batu apung di dalam negeri diperkirakan
semakin maju, dan sudah dapat menghasilkan produk dengan spesifikasi sebagaimana dibutuhkan oleh industri pemakainya.
Dengan demikian, impor batu apung yang semula timbul sebagai akibat kualitasnya tidak dapat memenuhi permintaan industri
hilir tersebut, kini dapat dipasok dari dalam negeri sendiri. Dengan demikian, pada tahun 2000 impor batu apung tidak ada lagi.

d. Permintaan

Sementara itu, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan bahan konstruksi yang lebih ringan, aman dan mudah penangannya,
serta meningkatnya kemajuan teknologi pemanfaatan batu apung di sektor industri, maka permintaan batu apung baik dari dalm
maupun luar akan terus meningkat.

e. Konsumsi

Konsumsi batu apung di dalam negeri pada beberapa tahun terakhir ini mulai menunjukkan peningkatan, terutama di sektor
konstruksi. Di masa yang akan datang pun konsumsi batu apung diperkirakan akan terus meningkat. Untuk proyeksinya dihitung
dengan laju pertumbuhan GDP 3%, 5%, dan 7%, maka didapat besarnya konsumsi batu apung di dalam negeri pada tahun 2000,
antara 65.130-91.770 ton .

Tabel 7. Proyeksi Konsumsi Batu Apung Indonesia Tahun 1997 dan 2000

Produksi pada Proyeksi Produksi (Ton)

Tahun 1991 LP 1997 2000

Rendah (3,00 %) 56.180 65.130

49.917 Sedang (5,00 %) 60.670 77.440

Tinggi (7,00 %) 65.430 91.770

Keterangan : LP = Laju pertumbuhan rata-rata per tahun

f. Ekspor

Proyeksi ekspor untuk pemenuhan permintaan Negara-negara lain, pada tahun 2000 diperkirakan mencapai jumlah antara
184.770-369.390 ton (Tabel 3).
Tabel 8. Proyeksi Ekspor Batu Apung Indonesia Tahun 1997 dan 2000

Produksi pada Proyeksi Produksi (Ton)

Tahun 1991 LP 1997 2000

Rendah (3,00 %) 119.480 138.510

106.161 Sedang (5,00 %) 139.150 164.690

Tinggi (7,00 %) 184.770 369.390

Keterangan : LP = Laju pertumbuhan rata-rata per tahun


BAB VI

LIMBAH BATU APUNG

Batu apung yang banyak terdapat pada beberapa daerah di Indonesia, mempunyai banyak kegunaan dan sudah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, bahkan sudah menjadi bahan komoditif ekspor Indonesia ke luar negeri. Pabrik-pabrik
penggilingan atau penghalusan batu apung di Indonesia juga juga banyak ditemui terlebih pada daerah potensi galian batu apung. Limbah
batu apung yang dihasilkan dari proses penghalusan tersebut tidak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sehingga menyebabkan
berkurangnya lahan-lahan produktif masyarakat karena dijadikan sebagai tempat penampungan limbah batu apung.

 Definisi limbah batu apung

Limbah batu apung adalah hasil dari proses pengayakan batu apung yang tidak terpakai lagi karena besarannya kurang dari syarat
pengepakan untuk dipasarkan (besar agregat limbah batu apung berkisar antara 0,1mm – 1cm).

 Proses terbentuknya limbah batu apung

Limbah batu apung berasal dari pabrik-pabrik pengolahan batu apung yang merupakan sisa-sisa dari batu apung itu sendiri dan tidak
dapat dipasarkan kepada konsumen karena bentuknya kurang beraturan dan gradasinya lebih kecil dari 1 cm. Limbah batu apung hampir
menyerupai pasir dan kerikil pada umumnya, hanya berat satuannya lebih ringan dan berpori yang membedakannya dengan kerikil biasa.
Karena keringanannya itulah, limbah batu apung sangat baik untuk diolah menjadi bahan bangunan yang mempunyai bobot ringan.

 Pemanfaatan limbah batu apung

Limbah batu apung dapat dimanfaatkan sebagai:

 Sebagai pengganti bahan bangunan galian golongan C


 Mengurangi pemanfaatan lahan-lahan produktif yang dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah-limbah batu apung.
 Peningkatan pendapatan masyarakat dengan membuka lapangan kerja baru dengan memanfaatkan limbah batu apung dan
tidak terpakai lagi.

 Dampak negatif penambangan batu apung di Lombok, NTB

Selain mempunyai efek positif berupa beberapa kegunaannya, batu apung juga mempunyai dampak negatif bagi lingkungan
dan masyarakat. Terutama yang terlihat pada pulau Lombok, NTB.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa telah terjadi penurunan harkat kesuburan tanah akibat penambangan. Penurunan
kandungan hara makro (N, P, K), C-organik, dan nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation) disebabkan oleh penyingkiran lapisan tanah
atas dan munculnya lapisan bawah yang bertekstur lebih kasar. Akibat pembongkaran dan pemindahan lapisan atas tersebut maka
tanah bekas penambangan batu apung mengandung fraksi pasir lebih besar dari pada tanah yang tak ditambang. Berdasarkan kriteria
pengharkatan yang dikemukakan oleh PPT Bogor (1983), sifat fisik tanah bekas penambangan batu apung memiliki agregat yang
tidak mantap, porositas yang sangat tinggi dan permeabilitas yang sangat cepat. Pembalikan lapisan tanah tersebut akan sangat
merugikan bagi pertumbuhan tanaman paska penambangan. Degradasi struktur tanah sebagai akibat pembongkaran lapisan olah
tanah akan mengakibatkan makin rentannya tanah terhadap erosi, menurunnya kemampuan tanah memegang air (water holding
capacity) dan dapat mempercepat kehilangan hara di dalam tanah.

 Tingkat kerusakan lahan akibat Penambangan batu apung

Tingkat kerusakan lahan akibat penambangan galian-C batu apung didekati dengan melihat beberapa faktor: kedalaman
galian, luasan penambangan, kemiringan lahan, keberadaan vegetasi dan aktivitas konservasi paska penambangan. Berdasarkan skor
yang digunakan, tingkat kerusakan lahan (rusak berat, sedang dan ringan) bervariasi pada masing-masing lokasi penambangan. Di
sentra penambangan batu apung Lombok Barat sekitar 34% termasuk rusak berat, 61% rusak sedang dan 5% rusak ringan. Di
Lombok Tengah sekitar 20% rusak berat, 75% rusak sedang dan 5% rusak ringan, sementara di Kabupaten Lombok Timur sekitar
12% rusak berat, 80% rusak sedang dan 8% rusak ringan. Kerusakan berat tersebut disebabkan oleh penggalian dalam (>3m), lereng
yang curam (>20%), dan tanpa adanya upaya pengelolaan lahan konservatif paska penambangan.

Penggalian dalam (>3m) ditemukan di beberapa lokasi penambangan di Lombok bagian utara dan tengah. Penggalian 1,5 – 3
meter merupakan kedalaman penggalian yang paling dominan di semua lokasi. Penggalian dalam (>3 m) pada lahan miring (>20%)
dan tebing menimbulkan keruskan yang paling parah, meskipun luas kerusakan relatif sempit. Penggalian dangkal pada pada lahan
datar tetapi tanpa adanya revegetasi pasca penggalian juga akan memacu kerusakan lahan pada tahapan berikutnya. Bertambahnya
luasan areal lahan penambangan berimplikasi terhadap makin luasnya kerusakan lahan yang terjadi, yang tentunya akan berimplikasi
terhadap meningkatnya biaya pemulihan lahan yang diperlukan. Penambangan yang dilakukan pada lahan dengan kemiringan >20 %
ditemukan di beberapa tempat yakni di Lombok Utara, Batukliang, dan Pringgasela. Kemiringan lahan penambangan yang paling
dominan di semua lokasi berkisar antara 6 - 10%.

Dari semua lokasi penambangan yang diobservasi ternyata sebagian besar belum dilakukan upaya pengelolaan lahan paska
penambangan. Dengan kata lain bekas penambangan sebagian besar masih dibiarkan terlantar tanpa upaya rehabilitasi. Selain tiga
aspek yang telah dibahas diatas, aspek luas areal penambangan juga berperan penting dalam menciptakan image tentang tingkat
kerusakan lahan. Areal penambangan dengan rata-rata luasan >15 ha ditemukan di Lombok Utara. Areal penambangan dengan luas
antara 6-10 ha banyak ditemukan di Lombok Utara dan beberapa lokasi di Kec. Masbagik Lombok Timur. Luas areal penambangan
antara 1-5 Ha merupakan areal yang paling banyak ditemukan di semua lokasi penambangan.

BAB VII

PENUTUP

Batu apung terbentuk dari hasil letusan gunung api. Batuapung atau pumice adalah jenis batuan yang berwarna terang,
mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas vulkanik silikat. Batuan
ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan gunung api yang mngeluarkan materialnya ke udara kemudian mengalami transportasi
secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik.

Batuapung mempunyai sifat nersikular yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak akibat ekspansi buih gas alam yang
terkandung didalamnya. Pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi gunung api. Sedangkan
mineral-mineral yang terdapat dalam batuapung adalah feldpar, kuarsa, obsidian, cristobalit dan tridimit. Salah satu potensi bahan galian
gol C di Lombok Barat adalah batuapung, keberadaannya tersebar di beberapa kecamatan terutama di bagian utara Lombok Barat, seperti
Kecamatan Bayan, Gangga, Kayangan sebagian lagi di bagian tengah yaitu kecamatan Narmada dan Lingsar. Keberadaannya adalah
sebagai hasil aktifitas gunung api Rinjani yang kaya akan silika dan mempunyai struktur porous yang terjadi akibat keluarnya gas-gas
yang ada didalamnya pada waktu pembentukannya.

Di Lombok Barat sedikitnya ada 20 perusahaan pengololahan batuapung yang tersebar di berbagai wilayah. Batuapung di
Lombok Barat merupakan komoditi ekspor terutama ke China sebagai salah satu bahan dalam pencucian textile. Pada umumnya
batuapung juga digunakan untuk bahan penggosok, bahan bangunan ringan dan tahan api, pengisi isolator temperatur tinggi, rendah dan
akustik, sebagai bahan penyerap dan saringan. Saat ini penambangan batuapung di Lombok Barat banyak menuai masalah, terutama
masalah lingkungan, dimana sebagian besar penambangan dilakukan tanpa memiliki perijinan dan tidak memperhatikan kelestarian
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Fadhillah, Said. 2005. Modul Pelatihan AMDAL Pertambangan. Jakarta: Kementerian Pembangunan Daerah tertinggal
Sukandarrumudi. 2009. Bahan Galian Industri. Yogyakarta: UGM Press

You might also like