You are on page 1of 27

ARTIKEL BAHAN GALIAN INDUSTRI:

DOLOMIT

DISUSUN OLEH :
LALU JAMILUDIN (G1C 007 015)
NURUL WAZNI (G1C 007030)
PUTU EKA WAHYU RATNANINGSIH (G1C 007032)
RAHMAWATI (G1C 007033)
TAUFIK ABDULLAH (G1C 007 043)

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS MATARAM
2010
BAHAN GALIAN INDUSTRI: DOLOMIT

Dengan semakin bertambahnya penduduk semakin bertambah pula kebutuhan


manusia akan bahan-bahan terutama bahan-bahan tambang, baik dalam hal jumlah dan
jenisnya. Manusia semakin berusaha mencari cara bagaimana cara untuk memenuhi
kebutuhannya, hal ini juga disebabkan karena kemajuan teknologi dari hasil kreasi manusia
tersebut, sehingga banyak bermunculan berbagai industri yang memerlukan bahan baku dari
bahan tambang. Meningkatnya perkembangan industri secara langsung meningkatkan pula
kebutuhan berbagai macam bahan tambang yaitu yang lebih dikenal dengan sebutan bahan
galian industri. Untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan tersebut manusia berupaya
untuk mencari cadangan-cadangan baru bahan tambang tersebut.
Yang termasuk dalam golongan bahan galian industri disini adalah bahan galian
tambang untuk industri pupuk (potasium, pospat, nitrogen, belerang), industri kimia (garam
NaCl, abu soda Na2CO3, Na2SO4, boraks (Na2B4O7.10H2O), industri bahan bangunan (tanah
liat, batugamping,gipsum), dan industri-industri yang lain (bentonit, felspar, granit, andesit,
marmer, zeolit, pasir kuarsa).
Dolomit merupakan salah satu contoh bahan galian industi penting yang termasuk
kelompok mineral karbonat. Batuan dolomite pertama kali di deskripsikan oleh mineralogist
Francis bernama Deodat de Dolomieu pada tahun 1791 dari tempat terdapatnya di daerah
Southern Alps. Batuan ini diberi nama Dolomit oleh de Saussure, dan sekarang pegunungan
tersebut disebut dolomit. Pada saat Dolomieu menginformasikan bahwasannya batuan
dolomite adalah seperti batu gamping, tetapi mempunyai sifat yang tidak sama dengan batu
gamping, pada saat diteteskan larutan asam batuan dolomite tidak membuih. Mineral yang
tidak beraksi tersebut dinamakan dolomite. Kadang-kadang dolomite juga disebut dolostone.
Dolomit tergolong ke dalam batuan sedimen karbonat yang merupakan kelas batuan
sedimen (batuan yang terbentuk akibat proses pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses
pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi dan seterusnya terendapkan) yang
terutama terdiri dari mineral karbonat (terdiri dari kalsit (CaCO3) dan mineral dolomit
(CaMg (CO3)2) ).
Mineral dolomit murni secara teoritis mengandung 45,6% MgCO3 atau 21,9% MgO
dan 54,3% CaCO3 atau 30,4% CaO. Rumus kimia mineral dolomit dapat ditulis meliputi
CaCO3.MgCO3, CaMg(CO3)2 atau CaxMg1-xCO3, dengan nilai x lebih kecil dari satu.
Dolomit di alam jarang yang murni, karena umumnya mineral ini selalu terdapat bersama-
sama dengan batu gamping, kwarsa, rijang, pirit dan lempung. Dalam mineral dolomit
terdapat juga pengotor, terutama ion besi.
Proses terbentuknya dolomit ini tidak begitu jelas, tetapi pada umumnya dolomit ini
bersifat sekunder atau sedikit banyak terbentuk setelah proses sedimentasi. Salah satu teori
yang menyebutkan pembentukan porositas pada dolomit yaitu porositas timbul karena
dolomitisasi (proses penggantian Ca oleh unsur Mg) batuan gamping sehingga molekul kalsit
diganti dengan molekul dolomit, dan karena molekul dolomit lebih kecil daripada molekul
kalsit maka hasilnya akan merupakan pengecilan volume sehingga tidak timbulah rongga-
rongga. Dolomit biasanya mempunyai porositas yang baik berbentuk sukrosit yaitu berbentuk
menyerupai gula pasir. Ternyata dolomit ini terbentuk karena pembentukan kristal dolomit
yang bersifat euhedron dan tumbuh secara tidak teratur diantara kalsit sehingga kebanyakan
dolomite didapatkan bersama-sama dengan batu gamping. Kandungan unsur magnesium ini
menentukan nama dolomit tersebut.

Tata Nama Batu Gamping Berdasarkan Kandungan Magnesium


NAMA BATUAN KADAR DOLOMIT (%) KADAR MgO (%)
Batu Gamping 0–5 0,1 – 1,1
Batu Gamping Magnesium 5 – 10 1,1 – 2.2
Batu Gamping Dolomitan 10 – 50 2,2 – 10,9
Dolomit Berkalsium 50 – 90 10,9 – 19,9
Dolomit 90 – 100 19,9 – 21,8

Berkaitan dengan hal tersebut diatas karena sumber magnesium berasal dari air laut
sedang batu gamping menjadi dolomite karena proses pelindihan maka kebanyakan secara
statigrafis dolomite didapatkan di bagian bawah seri batu gamping. Disamping itu dolomite
dapat diendapkan tersendiri sebagai evaporit. Dolomite sendiri bersifat massif, memiliki
butiran hakus hingga kasar dan mempunyai sifat mudah menyerap air serta mudah
dihancurkan, berwarna abu-abu putih, kebiruan, kuning, dengan Kristal berbentuk
heksagonal. Dolomite tidak larut dalam HCl, kadang dijumpai bersama halit dan gypsum.
Kekerasannya antara 3,5 – 4, dengan berat jenis 2,8 – 2,9 (Ajie, 2009).
sifat kimia dolomite
 Suhu pembentukan refraktory = 905 – 1200oC,
 Suhu leleh = 1415-2800oC
 MgO lebih besar dari 19 %, SiO2, Al2O3 + Fe2O3 kurang dari 2 %
 Dolomit harus dipanaskan dulu sebelum dipakai bata tahan api
 Pada temperatur 737 oC akan terjadi reaksi searah dan akan terbentuk MgCO3n
CaCO3 dan MgO
 Sebelum membuat refractory dolomite harus distabilkan → 3 CaOSiO2 (mempunyai
daya tahan terhadap air ).
 SiO2 yang ditambahkan harus banyak untuk mengikat CaO bebas, umumnya dalam
bentuk silikat 3MgO 2SiO2 2H2O(serpentin)
 pembuatan refractory : diawali dengan penstabilan dolomit, dilakukan peremukan
dicampur dengan air (12%) dextrin (5%) dicetak, diangin-anginkankan kemudian
dipanaskan 1350-1450 oC (Anonim, 2009).

Gambar1. Dolomite
http://bongkah.blogspot.com

A. Tempat Ditemukan
Penyebaran dolomite yang cukup besar terdapat di provinsi Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, dan Papua. Di beberapa daerah sebenarnya
terdapat juga potensi dolomite namun jumlahnya relative jauh lebih kecil dan hanya berupa
lensa-lensa pada endapan batu gamping.
 Propinsi Nangroe Aceh Darussalam: Aceh Tenggara, desa Kungki berupa marmer
dolomite. Cadangan masih berupa sumberdaya dengan kandungan MgO = 19%.
 Propinsi Sumatra Utara : Tapanuli Selatan, desa Pangoloan, berupa lensa dalam batu
gamping. Cadangan berupa sumber daya dengan kandunan Mg) = 11-18 %.
 Propinsi Sumatera Barat : daerah Gunung kajai (antara Bukittinggi-Payakumbuh).
Umur diperkirakan permokarbon.
 Propinsi Jawa Barat : daerah Cibinong, yaitu Pasir Gedogan. Dolomite daerah ini
umumnya berwarna putih abu-abu dan putih serta termasuk batu gamping dolomitan
yang bersifat eras, kompak, dan kristalin.
 Propinsi Jawa Tengah : 10 km timur laut Pamotan. Endapan batuan dolomite dan batu
gamping dolomitan.
 Propinsi Jawa Timur :
 Gn. Ngaten dan Gn. Ngembang, Tuban. Formasi batu gamping pliosen. MgO
= 18,5% sebesar 9 juta m3, kandungan MgO = 14,5% sebesar 3 juta m3;
Temperan, Pacitan. Cadangan berupa sumberdaya dengan cadangan sebesar
puluhan juta ton. Kandungan MgO = 18%.
 Sekapuk, sebelah utara Kampung Sekapuk (Sedayu-Tuban). Terdapat di bukit
Sekapuk, Kaklak, dan Malang. Formasi batu gamping umur pliosen, ketebalan
50 m, bersifat lunak dan berwarna putih. Cadangan sekitar 50 juta 3;
kandungan MgO di sekapuk (7,1-20,54%); di Sedayu (9,95-21,20%); dan di
Klakak (9,5-20,8%);
Di gunung kaklak, Gresik, endapan dolomite terdapat dalam formasi batu
gamping pliosen, tebal ± 30 m dan cadangan sekitar 70 juta m3.
 Gunung Lengis, Gresik. Cadangan sumberdaya dengan kandungan MgO =
11,1 – 20,9% merupakan batuan dolomite yang bersifat pejal, kompak, dan
kristalin.
 Socah, Bangkalan, Madura : satu kilometer Socah. Cadangan 430 juta ton dan
sumberdaya termasuk formasi Kalibeng berumur pliosen, warna putih, agak
lunak, sarang. Ada di bawah batu gamping dengan kandungan MgO = 9,32 –
20,92%.
 Paciatan, Sentul dan Pancen: batu gamping dolomitan 45,5 %-90,4%, berumur
pliosen. Di bukit Kaklak
 Propinsi Sulawesi Selatan ; di Tonasa, dolomite berumur Miosen dan merupakan
lensa-lensa dalam batu gamping.
 Propinsi Papua : di abe Pantai, sekitar Gn. Sejahiro, Gn. Mer dan Tanah Hitam.
Kandungan MgO sebesar 10,7 – 21,8 %, dan merupakan lensa-lensa dan kantong-
kantong dalam batu gamping (Tekmira, 2009).

B. Teknik Penambangan

Gambar 2. Penambangan batu kapur dan dolomit


Sumber. Tekmira, 2010

Pada umumnya dolomite terdapat dibawah deposit batu gamping yang biasa
ditemukan dalam bentuk bukit. ditinjau dari segi teknik penambangan, bahan galian ini cukup
sulit untuk digali, karena letak endapannya yang berada di bawah batugamping, sehingga
perlu membuat lubang-Iubang mendatar/ terowongan dari arah tepi bukit. Cara demikian
memang cukup mudah, namun mengandung resiko yang cukup tinggi, karena atap gua
sewaktu-waktu bisa runtuh. Penambangan akan lebih baik dan aman apabila batugamping
yang berada di atasnya ditambang terlebih dahulu, walaupun untuk menambang batugamping
tersebut cukup sulit, karena sifatnya yang sangat keras. Untuk deposit dolomit yang letaknya
tidak begitu dalam (kurang dari 2 m), misalnya di pebukitan daerah Kemantren, maka
penambangannya bisa dilakukan dengan sistem tambang terbuka (Kusuma, Adang P1,2009).
Untuk penambangan skala besar pembongkaran dilakukan dengan system peledakan
beruntun dengan dibantu peralatan berat antara lain eescavator dan ripper (penggaru), sedang
untuk penambangan skala kecil dilakukan dengan alat sederhana antara lain cangkul, ganco,
dan sekop. Apabila batu gamping yang terletak di atasnya tidak keras, pemberaian dibantu
dengan membuat sederetan lubang tembak yang diisi dengan lempung. Sesudah lempung
diisikan pada masing-masing lubang lalu dituangkan air kedalamnya. Akibatnya lempung
mengembang dan dengan bantuan linggis, batu gamping tersebut mudah dibongkar.
Gambar 3. Eskavator Gambar 4. Ripper

Gambar 5. Ganco besi

Apabila skala penambangannya kecil, system yang diterapkan dalam kegiatan


penambangan adalah system ‘gophering’, mengikuti bagian atau jalur batu gamping yang
relative mudah dibongkar. Disamping hal tersebut teknik penambangan juga
mempertimbangkan ukuran atau bentuk pembongkaran yang diinginkan. Karena
mempertimbangkan keselamatan kerja maka system gophering tidak dianjurkan.

Pembersihan Pengupasan Persiapan Pemboran


Lapangan Tanah pemboran lubang

Pendorongan Penambangan/pengambila Peledakan


dan pemuatan n batu gamping dan deposit batu
gamping

Penumpahan/penimbunan pada
pengangkutan unit pengolahan
Pengawetan Tanah
Maksud dari pengelolaan ini adalah mengatur dan memisahkan tanah pucuk dengan
lapisan tanah lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tanah pucuk
adalah :
 Pengamatan profil tanah dan identifikasi perlapisan tanah tersebut sampai
endapan bahan galian.
 Pengupasan tanah berdasarkan atas lapisan-lapisan tanah dan ditempatkan pada
tempat tertentu sesuai tingkat lapisannya. Timbunan tanah pucuk tidak boleh
melebihi 2 meter.
 Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula. Tanah pucuk
ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimal 0,15 meter.
 Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengandung racun dianjurkan
lebih tebal dari yang tidak beracun atau dilakukan perlakuan khusus dengan cara
mengisolasi dan memisahkannya.
 Pengupasan tanah sebaiknya dilakukan dalam keadaan basah untuk menghindari
pemadatan dan rusaknya struktur tanah.
 Bila tanah pucuk tipis, perlu dipertimbangkan :
1. Penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi
sehingga perlu penanganan konservasi tanah dan pertumbuhan tanaman
dengan segera,
2. Penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman.
3. Pencampuran tanah pucuk dengan tanah lain. Tanah pucuk yang sangat
terbatas dapat dicampur dengan tanah bawah (sub soil).
4. Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (cover crop)
yang cepat tumbuh dan menutup permukaan tanah

Peledakan
Secara garis besar jenis bahan peledak dibedakan menjadi :
 Bahan peledak mekanis (mechanical explosives)
 Bahan peledak kimia (chemical explosives)
 Bahan peledak nuklir (nuclear explosives)
Dari ketiga jenis bahan peledak tersebut diatas yang umum digunakan sebagai bahan
peledak industry adalah jenis bahan peledak kimia yang berdasarkan atas kecepatan reaksinya
dibedakan menjadi :
 Bahan peledak kuat, mempunyai kecepatan reaksi sangat tinggi yaitu 5000-24.000 fps
(1-6 mile per detik), tekanan yang dihasilkan sangat tinggi yaitu 50.000-4.000.000 psi.
sifat reaksinya ialah detonasi, yaitu penyebaran gelombang kejut (shock wave). Yang
termasuk jenis bahan peledak kuat yaitu semua jenis dinamit antara lain TNT (Tri
Nitro Toluen), PETN (Penta Ery-Thritol Nitrate).
 Bahan peledak lemag, mempunyai kecepatan reaksi rendah yaitu kurang dari 5.000
fps (beberapa inchi sampai beberapa feet per detik). Tekanan yang dihasilkan kurang
dari 50.000 psi. untuk penggunaan di tempat yang mengandung gas atau berdebu,
bahan peledak ini harus lulus uji sebagai ‘permissible explosives’ (permitted
explosive). bahan peledak lemah yang tidak perlu lulus uji disebut non permissible
explosives. Contoh bahan peledak lain adalah black powder, propellant.
a. Bahan Peledak Industri (Komersil) antara lain:
 Black Powder
Terbuat dari campuran arang, belerang, dan potasiun nitrat
8C + 3S + 10 KNO3 → 3K2SO4 + 2K2CO3 + 6CO2 + 5N2
Dibuat dalam 2 bentuk yaitu:
a. Bentuk butiran (granular) untuk isian sumbu api.
b. Bentuk pellet untuk isian lubang tebak.
 Dinamit
Termasuk jenis bahan peledak kuat dengan bahan dasar Nitro Gliserin (NG).
berdasarkan komposisinya dikenal:
a. Straight Dynamite
Komposisi: NG 20 – 67%, NaNO3 59-23%
b. Gelatine Dynamite
Kompisisi: campuran NG dan Nc (disebut Blasting Gelatine- BG) sebagai bahan
dasar, ditambah NaNO3 atau KNO3 sebagai sumber oksigen. Gelatine Dinamite
tahan terhadap air sehingga mampu disimpan hingga 3 tahun.
c. Ammonia Gelatine Dynamite
Komposisi: BG sebagai bahan dasar, ditambah ammonium nitrat (NH4NO3)
sebagai sumber oksigen.
 Permissible Explosives
Komposisi: Ammonium gelatin dynamite ditambah sodium klorida (NaCl) yang
berfungsi sebagai flame depressant untuk mendapatkan temperature ledakan yang
rendah, volume gas sedikit dan penyalaan yang sesingkat mungkin sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya ledakan sekunder.
 Blasting Agent
Blasting agen merupakan bahan kimia yang apabila belum dicampur, belum
mempunyai daya ledak. Tetapi setelah dicampur dengan perbandingan tertentu akan
menjadi bahan peledak. Bahan peledak jenisini termasuk bahan peledak yang kuat.
Contoh: ANFO (Ammonium Nitrat + Fuel Oil).
Reaksi kimia: 3NH4NO3 + 2CH2 → CO2 + 3N2 + 7H2O
(94%) (4%)
Sifat ANFO: harganya murah, sangat mudah rusak karena air, sesuai digunakan
dibatuan yang kering. Kecepata detonasi sangat dipengaruhi oleh diameter lubag
tembak. Hasil terbaik apabila lubang tembak lebih dari 2,5 inchi (6,35 cm).
 Slurry/Watergel Explosives/Emulsion
Jenis ini tidak peka terhadap gesekan api ataupun rangsangan mekanis lainnya. Oleh
karenanya dinilai sangat aman dalam penggunaannya dan tahan air. Terdiri dari
campuran AN dan SN (Sodium Nitrat) dengan combustible fuel sebagai sensitizer
dan air (sampai 20%) ditambah bahan pengikat (gelling agent). Pada jenis emulsi
bahan pengikatnya sejenis oli dan lilin (wax). Combustible fuel yang dipakai
diantaranya : gula cair, serbuk gergaji, belerang, logam Mg atau Al, kadang-kadang
TNT.
Contoh bahan peledak jenis ini :
a. Tovex (Produksi Duvont – USA)
b. Aquagel (Produksi Atlas – USA)
c. Emulite (Produksi Nitro Nobel – Swedia)
d. Gel. Power (Produksi Hercules – USA)

b. Sifat Gas Beracun


Bahan peledak yang meledak dapatmenghasilkan dua jenis gas yang berbeda sifatnya
yaitu:
 Smoke, tidak berbahaya terdiri dari uap atau asap putih.
 Fume, cukup berbahaya karena beracun, terdiri dari gas karbon monoksida (CO) dan
Oksida Nitrogen (NO atau NO2), gas tersebut berwarna kuning. Fumes dapat terjadi
bila peledak :
a. Yang diledakkan tidak memiliki keseimbangan oksigen
b. Telah dalam keadaan rusak karena lama atau penyimpanan tidak benar
Oleh karena timbul fames yang beracun dan cukup berbahaya bagi pekerja, maka
dalam setiap operasi peledakan baik dipermukaan maupun bawah tanah, salah satu
prosedur yang harus diikuti adalah membiarkan tempat yang baru saja diledakan
sekurang-kurangnya satu jam sampai diperkirakan tempat tersebut terbebas dari fumes.

c. Lokasi Penyimpanan Bahan Peledak


Beberapa persyaratan lokasi yang dimaksud:
 Harus mudah dicapai, aman bagi daerah disekitarnya (lingkungannya) dan
memperhatikan jarak keselamatan terhadap situasi sekeliling.
 Bila dimungkinkan dipilih pada daerah berbukit yang dapat memberi perlindungan
terhadap gedung, jalan raya, dan instalasi umum.
Sesuai fungsinya tempat penyimpanan dibedakan :
a. Tempat penyimpanan induk (main storage)
b. Tempat penyimpanan sementara dilapangan

d. Gudang Penyimpanan Bahan Peledak


Gudang yang dimaksud harus memiliki ketentuan sebagai berikut:
 Memiliki konstruksi yang cukup kuat, tahan peluru, tahan api dengan lantai tidak
lembab.
 Atap terbuat dari bahan yang ringan, pintu dilengkapi dengan kunci yang baik.
 Terdiri dari 2 bangunan/bagian yang terpisah :
a. Bangunan pertama khusus untuk menyimpan bahan peledak
b. Bangunan kedua khusus untuk menyimpan detonator
 Bahan peledak dan detonator tidak boleh disimpan dalam satu bangunan yang disatu
tempat.
 Dilengkapi dengan penangkal petir dan harus diperiksa setiap 6 bulan.
e. Tata Cara penyimpanan Bahan Peledak
tata cara penyimpanan bahan peledak harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
 Bahan peledak disimpan dan disusun menurut system rak dengan tumpukan yang
serendah-rendahnya, 30 cm di atas lantai.
 Tinggi susunan bahan peledak tidak boleh lebih dari 1,80 m dan sirkulasi udara harus
diperhatikan.
 Didalam gudang bahan peledak tidak boleh disimpan benda lain.
 Dilarang membuka peti bahan peledak pada jarak kurang dari 15 m dari gudang bahan
peledak.
 Suhu dalam gudang tidak boleh lebih dari 35 oC.
Pembuatan Lubang Tembak
Lubang tembak dibuat pada batuan yang akan diledakkan dan :
 Dibuat dengan alat bor.
 Jumlah lubang tembak satu atau lebih tergantung kepentingan.
 Kedalaman dan lebar lubang tembak menyesuaikan dengan jenis bahan peledak yang
dipakai.
 Sebelum diisi dengan bahan peledak tiap lubang harus dibersihkan dengan kompresor.
Sistem Peledakan
Untuk menghemat waktu dan tenaga untuk menghancurkan batuan dibuat lebih dari
satu lubang tembak. Oleh sebab itu system peledakan dapat dilakukan dengan :
 Serentak, apabila peledakan dilakukan dengan skala kecil sehingga suara dan getaran
yang ditimbulkan tidak membahayakan.
 Benturan (delayed blasting), apabila peledakan dilakukan dengan skala menengah-
besar sehingga apabila dilakukan peledakan tunggal suara dan getaran yang
dihasilkan diduga sudah berdampak negative. Dampak ini akan menjadi lebih besar
apabila dilakukan serentak.
Catatan:
 Tempat yang akan diledakkan agar diberi tanda (biasanya dengan bendera merah yang
dapat dilihat dari jarak minimal 500 m).
 Berikan tanda peringatan awal (biasanya dengan bunyi sirine) agar daerah sekitar
diamankan.
 Pilih system peledakan sesuai dengan kepentingan dan berdampak seminimal
mungkin sebagai akibat suara dan getaran yang ditimbulkan.
 Berikan tanda peringatan akhir (biasanya seperti pada tanda peringatan awal) apabila
lokasi ledakan sudah dinyatakan aman untuk melanjutkan pekerjaan/kegiatan.
 Yakinkan bahwa petugas kegiatan peledakan mempunyai kewenangan melaksanakan
pekerjaan tersebut (Sukandarrumidi, 2009).

Gambar 6. Kegiatan penambangan batu gamping dan dolomit

C. Pengolahan Bahan Galian Hasil Tambang


Pengolahan bahan galian (mineral beneficiation/mineral processing/mineral dressing)
adalah suatu proses pengolahan dengan memanfaatkan perbedaan-perbedaan sifat fisik bahan
galian untuk memperoleh produk bahan galian yang bersangkutan.
Pada saat ini umumnya endapan bahan galian yang ditemukan di alam sudah jarang
yang mempunyai mutu atau kadar mineral berharga yang tinggi dan siap untuk dilebur atau
dimanfaatkan. Oleh sebab itu bahan galian tersebut perlu menjalani pengolahan bahan galian
(PBG) agar mutu atau kadarnya dapat ditingkatkan sampai memenuhi kriteria pemasaran atau
peleburan.
Dari segi ekonomis pengolahan ini bertujuan untuk :
1. Memudahkan dalam pengolahan lebih lanjut.
Umumnya, setelah ditambang, bahan galian tidak dapat langsung digunakan. Namun
kembali digunakan sebagai bahan baku dari industri lain dengan diadakannya
pengolahan awal. Maka hal ini akan memudahkan konsumen untuk langsung
menggunakan bahan galian tersebut tanpa harus mengeluarkan cost untuk pengolahan
awal, sehingga konsumen akan dapat membeli bahan galian dengan harga yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan sebelum pengolahan awal.
2. Memaksimalkan jumlah daya angkut.
Dengan dipisahkannya antara tailing dengan konsentrat, maka pada saat proses
pemindahan bahan galian, kita tidak perlu memindahkan zat pengotornya, sehingga
jumlah bahan galian yang dapat kita pindahkan menjadi maksimal dan hal ini akan
mempengaruhi pada cost transportasi pemindahan bahan galian (Hauling) yang
semakin rendah.
3. Mengurangi ongkos peleburan.
Dari segi teknis, pengolahan awal ini juga memliki beberapa keuntungan, diantaranya :
1. Memudahkan dalam pengolahan lanjutan.
Dengan sudah terpisahnya konsentrat dan tailing, maka pengolahan lanjutan untuk
konsentrat ini akan menjadi lebih mudah.
2. Kemungkinan mendapatkan mineral ikutan.
Pada saat pengolahan, proses utama yang dilakukan adalah memisahkan bahan galian
utama dengan material lain. Namun dalam beberapa kasus, material tersebut juga
dapat berupa bahan galian ekonomis,seperti adanya unsur emas pada penambangan
tembaga yang dilakukan PT Free Port Indonesia.
3. Mengurangi kehilangan (losses) logam berharga pada saat peleburan
4. Proses pemisahan (pengolahan) secara fisik jauh lebih sederhana dan menguntungkan
daripada proses pemisahan secara kimia.
Pengolahan dolomit dilakukan dengan cara sederhana, bongkah-bongkah dolomit hasil
dari penambangan diangkut ke unit pengolahan. Kemudian bongkah-bongkah ini di reduksi
ukurannya dengan alat pemecah batu dan selanjutnya digiling untuk mendapatkan dolomit
yang berukuran halus (tepung) dengan ukuran tertentu yang disesuaikan dengan permintaan.
Tahap-tahap utama dalam proses PBG dolomite terdiri dari:
a. kominusi atau reduksi ukuran (comminution)
Kominusi atau pengecilan ukuran merupakan tahap awal dalam proses pengolahan bahan
galian yang bertujuan untuk :
 Membebaskan / meliberasi (to liberate) mineral berharga dari material
pengotornya.
 Menghasilkan ukuran dan bentuk partikel yang sesuai dengan kebutuhan
pada proses berikutnya.
 Memperluas permukaan partikel agar dapat mempercepat kontak dengan zat
lain, misalnya reagen flotasi.
Kominusi ada 2 (dua) macam, yaitu :
 Peremukan / pemecahan (crushing)
 Penggerusan / penghalusan (grinding)
Disamping itu kominusi, baik peremukan maupun penggerusan, bisa terdiri dari beberapa
tahap, yaitu :
 Tahap pertama / primer (primary stage)
 Tahap kedua / sekunder (secondary stage)
 Tahap ketiga / tersier (tertiary stage)
 Kadang-kadang ada tahap keempat / kwarter (quaternary stage)
1. Peremukan / Pemecahan (Crushing)
Peremukan adalah proses reduksi ukuran dari bahan galian yang langsung dari
tambang (ROM = run of mine) dan berukuran besar-besar (diameter sekitar 100 cm)
menjadi ukuran 20-25 cm bahkan bisa sampai ukuran 2,5 cm.
Peralatan yang dipakai antara lain adalah : Jaw crusher, Gyratory crusher, Cone
crusher, Roll crusher,Impact crusher, Rotary breaker, dan Hammer mill.

Gambar 7. Impact crusher gambar 8. Cone crusher

2. Penggerusan / Penghalusan (Grinding)


Penggerusan adalah proses lanjutan pengecilan ukuran dari yang sudah berukuran 2,5
cm menjadi ukuran yang lebih halus. Pada proses penggerusan dibutuhkan media
penggerusan yang antara lain terdiri dari :
 Bola-bola baja atau keramik (steel or ceramic balls).
 Batang-batang baja (steel rods).
 Campuran bola-bola baja dan bahan galian atau bijihnya sendiri yang disebut
semi autagenous mill (SAG).
 Tanpa media penggerus, hanya bahan galian atau bijihnya yang saling
menggerus dan disebut autogenous mill.
Peralatan penggerusan yang dipergunakan adalah :
 Ball mill dengan media penggerus berupa bola-bola baja atau keramik.
 Rod mill dengan media penggerus berupa batang-batang baja.
 Semi autogenous mill (SAG) bila media penggerusnya sebagian adalah bahan
galian atau bijihnya sendiri.
 Autogenous mill bila media penggerusnya adalah bahan galian atau bijihnya
sendiri.

Gambar 9. Ball mill

Gambar 10. Rod mill gambar 11. Semi Autogenous mill

b. Pemisahan Berdasarkan Ukuran (Sizing)


Setelah bahan galian atau bijih diremuk dan digerus, maka akan diperoleh bermacam-
macam ukuran partikel. Oleh sebab itu harus dilakukan pemisahan berdasarkan ukuran
partikel agar sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan pada proses pengolahan yang
berikutnya.
Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik berdasarkan
perbedaan ukuran partikel. Pengayakan (screening) dipakai dalam skala industri,
sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium.
Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu :
 Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize).
 Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize).
Saringan (sieve) yang sering dipakai di laboratorium adalah :
 Hand sieve
 Vibrating sieve series / Tyler vibrating sive
 Sieve shaker / rotap
 Wet and dry sieving

Gambar 12. Hand sieve Gambar 13. Rotap

Sedangkan ayakan (screen) yang berskala industri antara lain :Stationary grizzly, Roll
grizzly, Sieve bend, Revolving screen, Vibrating screen (single deck, double deck, triple
deck, etc.), Shaking screen, Rotary shifter (Tambang Unhas, 2009).
Gambar 14. Vibrating screen Gambar 15. Stationary grizzly

D. Reklamasi
Dampak Penambangan Bahan Galian
Kelayakan tambang merupakan salah satu elemen penting dalam evaluasi proyek
penambangan. Penilaian yang dimaksud meliputi penilaian dampak ekonomi, lingkungan dan
sosial dari suatu kegiatan pertambangan, yang bertujuan menganalisa faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap keberhasilan proyek serta resiko-resiko besar yang akan timbul hingga
implikasi penutupan tambang. Beberapa permasalahan umum yang dijadikan variabel analisis
kelayakan tambang diantaranya adalah :
 Potensi area yang terganggu.
 Sensitifitas lingkungan flora dan fauna.
 Volume dan jenis limbah yang akan dihasilkan, termasuk batuan sisa dan tailing.
 Karakterisasi limbah.
 Stabilitas geoteknik pada permukaan tanah dan struktur hasil rekayasa.
 Persyaratan hukum mengenai rancangan dan penutupan tambang.
 Usulan rancangan untuk fasilitas penyimpanan limbah dan biaya rehabilitasi serta
penutupan tambang.
 Pengembangan dan keberlanjutan sosial dan ekonomi, seperti : usaha lokal,
penggunaan lahan dan infrastruktur serta program-program pengembangan
masyarakat lainnya.
Dampak lingkungan kegiatan pertambangan antara lain berupa :
 Penurunan produktivitas tanah.
 Pemadatan tanaH.
 Terjadinya erosi dan sedimentasi.
 Terjadinya gerakan tanah/ longsoran.
 Terganggunya flora dan fauna.
 Terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk.
 Perubahan iklim mikro.
Perubahan bentuk lahan yang diakibatkan oleh aktifitas pertambangan merupakan salah satu
dampak yang tidak dapat dihindari. Namun tahapan reklamasi lahan yang diterapkan dengan
baik dapat mengembalikan fungsi lahan. Jika lahan dibiarkan tanpa ada rekayasa teknik
reklamasi dapat berakibat tingginya intensitas erosi yang terjadi sehingga dapat berakibat
hilangnya lapisan tanah yang subur.

Rencana Reklamasi
Keberhasilan reklamasi bergantung pada beberapa hal seperti : persiapan penanaman,
cara penanaman, pemeliharaan tanaman serta pemantauan tanaman. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan agar kegiatan reklamasi dapat berhasil dengan baik, antara lain pemilihan
jenis tumbuhan, metode penanaman, pemupukan, serta pemeliharaan tanaman.
Pemilihan Jenis Tumbuhan
Pada umumnya program revegetasi tambang diarahkan pada penanaman jenis tumbuhan
asli. Sebaiknya dipilih jenis tumbuhan lokal yang sesuai dengan iklim dan kondisi tanah
setempat. Jenis tumbuhan yang dipilih juga tergantung pada penggunaan lahan tersebut di
masa yang akan datang. Harus selalu diperhatikan kemungkinan bahaya kebakaran pada
daerah yang ditanami kembali. Apabila revegetasi bertujuan untuk menghidupkan kembali
bermacam spesies lokal dan bersifat permanen, maka proses pemilihan spesies yang sesuai
perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pengamatan spesies tumbuhan yang tumbuh secara alamiah pada setiap daerah yang
sudah lama terganggu dekat lokasi reklamasi sehingga pengelompokan dan
pertumbuhannya dapat diidentifikasi.
2. Pengamatan tanah dan kondisi penirisan dimana spesies lokal yang berbeda dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi lokasi tambang.
3. Pemilihan jenis tanaman yang dapat menghasilkan biji dan dapat memperbanyak diri
sendiri.
4. Jenis tanaman yang bernilai ekonomi/ komersiil dapat digunakan dengan
pertimbangan peruntukan lahannya (RUTR).
5. Pertimbangan prasyarat habitat, dimana kemungkinan kembalinya binatang liar ke
daerah tersebut merupakan unsur penting dari penggunaan lahan pasca penambangan
(post mining land use).
6. Pertimbangkan penanaman tumbuhan pangkas (trubus) karena tumbuhan ini sering
merupakan kelompok tumbuhan yang baik dan akan memperbaiki kesuburan tanah.
Perlu selalu mengikuti perkembangan pengetahuan mengenai jenis-jenis tanaman
yang cocok untuk kegiatan revegetasi lokasi bekas tambang.
Metode Penanaman
Terdapat beberapa pilihan metode penanaman kembali dari tumbuhan asli. Metode
penanaman yang dipilih tergantung pada ukuran dan sifat dari lokasi dan tersedianya jenis
tanaman. Metode yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Penyemaian langsung : Metode yang sangat ekonomis untuk revegetasi tetapi hanya
pada tingkat tumbuh biji dan penyemaian yang cukup tinggi. Keuntungannya adalah
upah buruh yang rendah, penaburan biji secara acak dan tidak memerlukan
pengecekan terhadap tingkat pertumbuhan setelah selesai penanaman. Kelemahannya
adalah resiko kegagalan yang lebih tinggi bila kondisi iklim kurang baik, persaingan
dengan rumput liar, hilangnya bijih oleh pemangsa serta daya kecambah bijih yang
rendah.
2. Penanaman semaian : pada metode ini diperlukan pemasok yang dapat dipercaya atau
pembangunan semaian di lapangan. Keuntungannya adalah penggunaan biji yang
tersedia menjadi efisien, pengendalian terhadap adanya campuran jenis biji dan tidak
ada pembatasan jenis-jenis tumbuhan yang termasuk dalam program revegetasi.
3. Pencangkokan : pencangkokan pohon dewasa dan semak dapat dilkaukan pada lokasi
tertentu. Keuntungannya termasuk efek pertumbuhan langsung dan kemungkinan
memperoleh sumber biji yang tepat. Kelemahannya adalah mempunyai resiko
kegagalan yang tinggi.
Pemupukan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan revegetasi antara lain :
1. Penggunaan gipsum :
 Gipsum digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah yang mengandung
banyak lempung dan untuk mengurangi pembentukan kerak tanah pada tanah
padat. Penggunaan gipsum akan menggantikan ion sodium dengan ion kalsium
sehingga dapat meningkatkan struktur tanah, meningkatkan daya resap tanah
terhadap air, aerasi (udara), pengurangan kerak tanah, mengurangi kadar
garam.
 Bila lapisan tanah bagian bawah (sub soil) yang diperbaiki, maka perlu dibuat
alur garukan yang dalam agar gipsum dapat terserap. Jika tanah kerak yang
diperbaiki sebarkan gipsum pada lapisan permukaan saja.
 Pengolahan biasanya dilakukan sekali saja. Pengaruh pengolahan dengan
gipsum akan tahan selama beberapa tahun, pada saat tumbuh-tumbuhan sudah
mampu bahan-bahan organik yang memberikan dampak positif bagi tumbuhan
2. Penggunaan Kapur :
 Kapur digunakan khususnya untuk mengatur pH akan tetapi dapat juga untuk
memperbaiki struktur tanah.
 Pengaturan pH dapat merangsang tersedianya zat hara untuk tanaman dan
mengurangi zat-zat racun.
 Kapur biasanya digunakan dalam bentuk tepung gamping serta kapur
dolomitan.
 Kapur atau batugamping giling kasar dan kapur dolomit mempunyai daya
kerja lebih lambat akan tetapi pengaruhnya dalam menetralisir pH lebih lama
dibandingkan kapur tohor.
3. Penggunaan mulsa, Jerami dan Bahan Organik Lainnya.
 Mulsa adalah bahan yang disebarkan di permukaan tanah sebagai upaya
perbaikan kondisi tanah untuk penyesuaian biji pada pertumbuhan awal.
Tanaman penutup berumur pendek dapat juga digunakan sebagai mulsa.
 Selain untuk mengendalikan erosi juga bermanfaat untuk mempertahankan
kelembaban tanah dan mengatur suhu permukaan tanah.
 Pada umumnya penggunaan mulsa terbatas pada lokasi yang memerlukan
reklamasi yang cepat, perlindungan tempat-tempat tertentu (seperti tanggul)
atau jika perbaikan tanah atau media akar dibutuhkan. Jerami atau batang padi
umumnya digunakan sebagai mulsa daerah yang luas.
 Berbagai jenis bahan organik atau limbah pertanian dapat digunakan sebagai
mulsa yang penggunaannya bergantung dari ketersediaan dan harganya.
Bahan-bahan yang baik digunakan sebagai mulsa antara lain tumbuhan yang
tergusur pada waktu pengupasan tanah, potongan-potongan kayu dan serbuk
gergaji, ampas pabrik tebu dan berbagai jenis kulit kacang-kacangan.
 Nitrogen mungkin perlu ditambahkan untuk memenuhi kekurangan nitrogen
yang terjadi pada saat mulsa segar mulai membusuk/ terurai.
Pelaksanaan Reklamasi
Setiap lokasi pertambangan mempunyai kondisi tertentu yang mempengaruhi pelaksanaan
reklamasi. Kegiatan ini meliputi :
Persiapan lahan :
 pemindahan/ pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak digunakan dari
lahan yang akan direklamasi.
 Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/ limbah beracun dan berbahaya
dengan perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan.
 Pembuangan atau penguburan potongan beton dan ”scrab” pada tempat khusus.
 Penutupan lubang bukaan tambang dalam secara aman dan permanen.
 Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang akan direklamasi.
Pengaturan Bentuk Lahan :
 Pengaturan bentuk lereng : pengaturan bentuk lereng dimaksudkan untuk mengurangi
kecepatan air limpasan (”run off”), erosi, sedimentasi serta longsor. Diusahakan
lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berteras-teras.
 Pengaturan Saluran Pembuangan Air (SPA) : dimaksudkan untuk mengatur air agar
mengalir pada tempat tertentu sehingga bisa mengurangi kerusakan lahan akibat erosi.
Jumlah dan kerapatan serta bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan (topografi) dan
luas areal yang direklamasi.
Pengaturan/ penempatan Low Grade
Maksud pengaturan dan penempatan low grade (bahan tambang yang mempunyai
nilai ekonomis rendah) adalah agar bahan tambang tersebut tidak tererosi/ hilang apabila
ditimbun dalam waktu yang lama karena belum dapat dimanfaatkan.
Pengendalian Erosi dan Sedimentasi.
Pengendalian erosi merupakan hal yang mutlak dilakukan selama kegiatan
penambangan dan setelah penambangan. Erosi dapat mengakibatkan berkurangnya kesuburan
tanah, terjadinya endapan lumpur dan sedimentasi di alur-alur sungai. Untuk mengendalikan
erosi dilakukan tindakan konservasi tanah, baik fisik maupun vegetatif. Erosi pada
panambangan pada umumnya disebabkan oleh air. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya erosi oleh air adalah : curah hujan, kemiringan lahan (topografi), jenis tanah, tata
guna lahan dan tanaman penutup lahan.
Beberapa cara yang diusulkan untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah
1. Meminimalisasikan area terganggu dengan :
 Membuat rencana detil kegiatan penambangan dan reklamasinya.
 Membuat batas-batas yang jelas areal penambangan.
 Penebangan pohon sebatas areal yang akan dilakukan penambangan.
 Pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan.
2. Membatasi/ mengurangi kecepatan air limpasan dengan :
 Pembuatan teras-teras.
 Pembuatan saluran diversi (pengelak).
 Pembuatan SPA.
 Pembuatan dam pengendali.
 Pembuatan check dam.
3. Meningkatkan infiltrasi (peresapan air tanah.
 Dengan penggaruan tanah searah kontur.
 Akibat penggaruan, tanah menjadi gembur dan volume tanah meningkat
sebagai media tumbuh tanaman.
Pengelolaan air yang keluar dari lokasi tambang
Penyaluran air dari lokasi tambang ke perairan umum harus sesuai dengan peraturan
yang berlaku dan harus di dalam wilayah Kuasa Pertambangan.
 membuat bendungan sedimen untuk menampung air yang banyak
mengandung sedimen.
 Bila curah hujan tinggi perlu dibuat bendungan yang kuat dan permanen yang
dilengkapi saluran pengelak.
 Bila endapan sedimen telah mencapai setengah dari badan bendungan,
sebaiknya sedimen dikeruk dan dapat digunakan sebagai lapisan tanah atas
(top soil).
 Kurangi kecepatan aliran dengan membuat teras, checkdam dari beton, kayu,
batu atau lainnya.
Air Asam Tambang
Air Asam Tambang (AAT) atau ”acid mine drainage” dapat dikenal dari warna
jingga/ kuning dari endapan ferihidroksida di dasar aliran (streambeds) dan adanya bau
belerang, tetapi hal itu tidak selalu terjadi. Keasaman tanah bisa juga menjadi indikasi
masalah AAT yang potensial. Pembersihan vegetasi dan pemberian pupuk nitrogen dapat
menjadikan tanah yang bersifat asam, dimana keasaman ini tidak berhubungan dengan
oksidasi pirit.
Sekali AAT terbentuk maka akan sulit dan membutuhkan biaya besar untuk
menanganinya. Karena kebanyakan ion-ion logam akan bertambah daya larutnya dengan
berkurangnya pH. AAT sering menyebabkan masalah terjadinya logam berat. Untuk
pengelolaan dan pencegahannya perlu diketahui karakteristik dari tanah penutup dan bahan
buangan dan pengetahuan tentang hidrologi di daerah tersebut. Jadi kemungkinan timbulnya
AAT bisa diduga dari material yang berpotensi menimbulkan asam harus diseleksi dan
diisolasi.

E. Kegunaan Dolomit
Penggunaan dolomit dalam industri tidak seluas penggunaan batugamping dan
magnesit. Kadang-kadang penggunaan dolomit ini sejalan atau sama dengan penggunaan
batugamping atau magnesit untuk suatu industri tertentu. Akan tetapi, biasanya dolomit lebih
disukai karena banyak terdapat di alam.
Bahan tambang dolomit dapat dipergunakan secara langsung, dolomit yang sudah dikalsinasi,
maupun kimia dari dolomit.
1. Untuk penggunaan dolomit secara langsung diantaranya untuk.
 Pertanian : untuk menetralisir tanah yang sudah masam dan menahan keasaman
yang ditimbulkan oleh pupuk urea. Pemberian pupuk yang terlalu banyak (dengan
urea maupun kalium) akan menurunkan Mg sehingga menyebabkan kehilangan
kemampuan berasimilasi dengan CO2. Dengan pemberian dolomit, pH tanah akan
meningkat sehingga unsur-unsur N, P, K akan menjadi semakin baik.
 Semen klinker mortar : penambahan dolomit terhadap semen akan mempercepat
hidrasi semen.
 Dempul rekahan : selain batugamping, dolomit atau campuran keduanya dapat
digunakan sebagai penyemen rekahan-rekahan pada kayu.
2. Untuk dolomit yang sudah dikalsinasi dapat digunakan untuk :
 Semen Magnesium Oksiklorida : digunakan dalam industri komponen
kendaraan mobil.
 Semen Magnesium Oksisulfat : seman ini banyak digunakan untuk
mempercepat pembuatan jalan raya, pavement dan berbagai konstruksi serta
untuk mengisi rekahan-rekahan.
 Busa Magnesium Anorganik : untuk bahan pintu, pelapis, dinding tahan api,
bata penyekat dan pencegahan keling baja dari korosi.
 Bata Silika.
3. Untuk kimia dolomite
Magnesium Oksida (MgO), digunakan untuk :
 Industri gelas dan kaca lembaran : sebagai bahan pencampur.
 Industri keramik dan porselen.
 Industri refraktori (bahan tahan api) : merupakan salah satu bahan pembentuk
barang tahan api basa. Dolomit dipakai sebagai refraktory karena mempunyai
sifat fisik : warna putih, merah muda, kuning, kekerasan = 3,5 – 4,0, berat
jenis = 2,8 – 2,9. Pembuatan refractory diawali dengan penstabilan dolomit,
dilakukan peremukan, dicampur dengan air (12%), dextrin (5%) dicetak,
diangin-anginkan kemudian dipanaskan 1350-1450 oC.
 Industri peleburan dan pemurnian logam : MgO dipakai sebagai bahan imbuh
(influx) pada tanur tinggi yang berfungsi untuk menurunkan titik lebur dan
mengikat unsur2 ikutan/ kotoran yang berupa silika, alumina menjadi slag.
Dolomit dipakai karena punya sifat sarang tetapi keras, lunak dan hancur
sebelum mencapai titik lebur logamnya.
 Industri bahan penggosok : dikenal dengan nama Viena Lime, merupakan
bahan penggosok pada beberapa macam logam dan mutiara.
Magnesium Hydroksida (MgOH) :
 digunakan sebagai filler pada industri plastik, berfungsi untuk
memperlambat pengaruh panas atau api.
Proses pembuatan magnesia dolomite melalui 3 tahapan yaitu Proses kalsinasi
dolomit, proses ini untuk mendapatkan MgO dan CaO dengan kadar maksimal. Pada proses
ini dolomite di panaskan dengan suhu 900 oC selama 3 jam dengan ukuran 3-5 cm.
Reaksi yang terjadi adalah : CaCO.MgCO3- → CaO + MgO + 2CO2 + Kkal
proses ekstraksi magnesium hidroksida Mg(OH)2. Ekstraksi magsiun hidroksida dilakukan
dalam media air laut. MgO dalam dolomit yang terkalsinasi dipisahkan dengan CaO
kemudian diberi air sehingga terbentuk magnesium hidroksida.
CaO + MgO + H2O → Ca (OH)2 + Mg(OH)2 + Kkal
Reaksi ini spontan dan menghasilkan panas dan disebut proses slacking. Selanjutnya adalah
proses pencucian, dan diteruskan kalsinasi terhadap magnesium hidroksida
Mg(OH)2 → MgO + H2O

4. Penggunaan dolomit lainnya :\


 Industri alkali Pengikat senyawa sulfur dari bahan-bahan yang banyak
mengandung sulfur.
 Sebagai pembersih air : untuk mengikat SiO2 dalam air.
 Sebagai bahan pengisi (filler) pada industri ban, cat, kertas, plywood.
 Sebagai bahan baku obat-obatan dan kosmetik.
 Sebagai campuran makanan ternak (Uulgrs, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Ajie. 2009. Dolomit. Http://bongkah.blogspot.com/2009/03/what-is-dolomit.html


[12 Maret 2010].
Anonim. 2009. Dolomit. Http://www.scribd.com/doc/22694972/DOLOMIT-KULIAH-7
[18 Maret 2010].
Nurhakim. 2007. Dasar-Dasar Pengolahan Bahan Galian. Http://nurhakim.zoomshare.com/
files/bgi/bahankuliah-bgi-05.pdf [12 Maret 2010].
Kusuma, Adang P. 2002. Sebaran dan Kelayakan Penambangan Bahan Galian Non Logam
Di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Http://katalog.pdii.go.id/index.php/searchkatalog/
downloadDatabyId/45/45.pdf [11 Maret 2010].
Kusuma, Adang P. 2007. Penyelidikan Geologi Lingkungan Pertambangan Bahan Galian
Golongan C Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Http://katalog.pdii.go.id/index.php/
searchkatalog/downloadDatabyId/40/40.pdf [11 Maret 2010].
Sherviendo, Rheo. 2009. Bahan Galian Industri. Http://www.minerhe.co.cc/2009/07/
bahan-galian-industri.html [13 Maret 2010].
Sukandarrumidi. 2009. Bahan Galian Industri. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Tambang Unhas. 2009. Pengolahan Bahan Galian.
Tekmira. 2009. Dolomit. Http://www.tekmira.esdm.go.id/data/dolomit/
ulasan.asp?xdir=Dolomit&commId=10&com=Dolomit [18 Maret 2010].
Tekmira. 2010, Rancangan dan Desain Penambangan Dolomit Sistem Room and Pillar.
Uulgrs. 2010. Industri Batu Gamping Lamongan. Http://uulgrs.wordpress.com/category/
industri-penambangan-nasionalis [18 Maret 2010].

You might also like