You are on page 1of 104

PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM

MENGAWASI TENDER BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD)


DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

Oleh :

AGUNG YURIANDI
NIM. 030200058

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah membuktikan, ekonomi pasar merupakan sistem terbaik untuk

membangun dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat. Dalam sistem

ekonomi pasar, aktivitas produsen dan konsumen tidak direncanakan oleh sebuah

lembaga sentral, melainkan secara individual oleh para pelaku ekonomi. Dan

persainganlah yang bertindak sebagai tangan-tangan tidak terlihat (invisible

hands) yang “mengkoordinasi” rencana masing-masing.1

Salah satu bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan persaingan tidak

sehat adalah persekongkolan dalam tender, yang merupakan salah satu bentuk

kegiatan yang dilarang oleh Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999. Prinsip-prinsip

umum yang perlu diperhatikan dalam tender adalah transparansi, penghargaan

atas uang, kompetisi yang efektif dan terbuka, negosiasi yang adil, akuntabilitas

dan proses penilaian, dan non-diskriminatif.

Praktek KKN yang diungkapkan masyarakat sebagaimana diberitakan

dalam media massa adalah dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah, baik

yang berasal dari instansi pemerintah maupun dari Badan Usaha Milik Negara

(BUMN). Kita bisa lihat dalam kasus proyek listrik swasta di PT. PLN (Persero),

1.
Adiwarman Karim, Ekonomi Islam dalam Pandangan Adam Smith,
http://www.hudzaifah.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=17
1. 2007. h. 1.

2
kerja sama perusahaan swasta dengan PT. PERTAMINA (Persero), proyek-

proyek jalan tol di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum, dan sebagainya.2

Praktek KKN dalam proyek pemerintah telah menimbulkan persaingan

yang tidak sehat dalam usaha memenangkan tender proyek tersebut. Persaingan

yang tidak sehat ini membuka peluang terjadinya monopoli orang atau

perusahaan tertentu dalam proyek-proyek yang berkaitan dengan pemerintah dan

pada gilirannya merugikan masyarakat umum. Proyek listrik swasta dari PLN,

misalnya, telah menyebabkan PLN menderita kerugian yang tidak sedikit.

Prosedur mengenai pelaksanaan tender untuk proyek-proyek pemerintah,

baik yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) maupun Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diatur dalam beberapa

produk hukum. Pertama, Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1974 tentang

Pelaksanaan APBN yang kemudian melalui Keputusan Presiden No. 24 Tahun

1995 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 tentang

Pelaksanaan APBN, dan diperbaharui lagi melalui Keputusan Presiden No. 8

Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994

tentang APBN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden No. 24

Tahun 1995. Kedua, Keputusan Menteri Negara Perencanan Pembangungan

Nasional/ Ketua BAPPENAS No. KEP-122/ KET/ 7/ 1994 tentang Tata Cara

Pengadaan dan Biaya Jasa Konsultasi. 3

2.
Abdul Hakim G. Nusantara dan Benny K. Harman. Analisa dan Perbandingan Undang-
Undang Anti Monopoli. PT. Gramedia, Jakarta, 1999. h. 21.
3.
Ibid.

3
Produk hukum pertama dan kedua di atas berlaku untuk departemen,

lembaga pemerintah non departemen, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.

Ketentuan ini dibuat agar pengelolaan uang atau kekayaan negara, baik yang

dituangkan melalui APBN/ APBD maupun pengembangan BUMN/ BUMD, bisa

berjalan lebih efisien dan efektif dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.4

Untuk menjamin persaingan usaha yang sehat, Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia (DPR-RI) menerbitkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya

disebut UU No. 5 Tahun 1999). Pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 yang efektif

diharapkan dapat memupuk budaya berbisnis yang jujur dan sehat sehingga dapat

terus menerus mendorong dan meningkatkan daya saing diantara pelaku usaha.

Tidak dapat disangkal bahwa agar suatu aturan hukum dapat ditegakkan

secara baik, diperlukan organ penegak hukum yang memadai. Suatu aturan

hukum, betapapun baiknya secara substantif, tidak akan berjalan dengan baik

apabila tidak didukung oleh sistem penegak hukum yang baik pula.5

Hukum Persaingan Usaha tidak hanya ditujukan pada ketertiban

masyarakat (public order), namun juga sedikit banyak bekepentingan dengan

terciptanya efisiensi ekonomi melalui penciptaan dan pemeliharaan iklim

persaingan usaha yang kondusif.

Mengingat bahwa hukum persaingan usaha berkaitan dengan aktivitas

berusaha (business activity) dan masyarakat usaha sebagai tempat berlakunya,

bisa dimengerti apabila di banyak negara yang telah memiliki hukum persaingan

usaha yang komprehensif lantas dibentuk organ khusus untuk mengelola

4.
Ibid. h. 22.
5.
Arie Siswanto. Hukum Persaingan Usaha. Ghalia Indonesia. Jakarta. 2002. h. 49.

4
penegakan hukum persaingan usaha. Dengan kewenangan yang dimiliki, organ-

organ khusus semacam ini memikul tanggung jawab untuk mengungkapkan

hukum persaingan di satu sisi dan di sisi lain sekaligus menjaga supaya iklim

berusaha tidak terganggu oleh “intervensi” hukum persaingan usaha.

Untuk dapat terwujudnya ketentuan-ketentuan tentang anti monopoli ini

ke dalam praktek, maka dibutuhkan suatu badan yang tugas pokoknya adalah

untuk mengawasi pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan tentang persaingan

usaha.

Maka dari itu, UU No. 5 Tahun 1999 telah membentuk apa yang disebut

dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Komisi ini bertanggung

jawab langsung kepada Presiden RI. Karena itu, KPPU memperoleh sumber

keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau sumber-sumber

lainnya yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 Tahun 1999,

KPPU dibentuk sebagaimana diatur dalam Pasal 34 yang mengatur mengenai

susunan organisasi, tugas, dan fungsi Komisi yang ditetapkan melalui Keputusan

Presiden.

Komisi memiliki beberapa tugas yang meliputi6 :

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku

usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat.

6.
Ningrum Natasya Sirait. Hukum Persaingan di Indonesia. Pustaka Bangsa Press. Medan.
2004. h. 108 – 109.

5
3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan

posisi dominan yang dapat mengakibatkan praktek monopoli yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat.

4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi.

5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang

berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No. 5

Tahun 1999.

7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada

Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Dengan tugas tersebut di atas maka KPPU menjalankannya dengan baik

terbukti dengan terungkapnya kasus RSU. KOTA PEMATANG SIANTAR yang

mengadakan tender mengenai Perbaikan Bangsal pada rumah sakit tersebut tetapi

telah terjadi persekongkolan tender. Adanya kerjasama antara perusahaan peserta

tender dengan Walikota, Wakil Walikota, Pelaksana Kepala RSU dan Panitia

Tender mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp. 381.440.000,00

(tiga ratus delapan puluh satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah).7

Dari uraian di atas maka sudah waktunya KPPU mulai memikirkan

bagaimana upaya membantu pemerintah agar dapat lebih mengatasi masalah-

masalah persaingan usaha tidak sehat dan atau persekongkolan tender tersebut

terlebih lagi di daerah yang masih banyak terjadi persekongkolan tender.

7.
KPPU, Putusan Perkara No. : 06 / KPPU-L / 2006 Tentang Perbaikan Bangsal RSU Kota
Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005.

6
Untuk melakukan analisis yang lebih komprehensif dan dapat

dipertanggungjawabkan secara metodologis tentang permasalahan ini, penulis

memilih judul “Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam

Mengawasi Tender Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Sumatera

Utara” dengan studi kasus RSU. PEMATANG SIANTAR.

B. Perumusan Masalah

Dalam suatu rencana penelitian langkah utama yang perlu diperhatikan

adalah apa yang menjadi masalah pokok penelitian tersebut. Berdasarkan uraian

di atas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tender ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha?

2. Bagaimana peran KPPU mengawasi dalam pelaksanaan Tender Badan Usaha

Milik Daerah (BUMD) di Sumatera Utara?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi

syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dan sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis. Namun,

berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam karya tulis ini, antara lain :

1. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan tender yang di tempuh oleh

peseta tender sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa Instansi

Pemerintah.

7
2. Untuk mengetahui mengenai permasalahan yang timbul dalam pengadaan

barang dan jasa instansi Pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan yang

dilarang menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Manfaat Penulisan

a. Secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap

perkembangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai

sejauh mana pengawasan terhadap tender tersebut dilakukan khususnya

pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Sumatera Utara.

b. Secara praktis, penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran

yuridis tentang keberadaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

yang memegang peranan penting dalam kegiatan perekonomian di negara

kita; dan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pemahaman

kepada para pembaca yang berminat untuk mengetahui dan mempelajari

tata cara mengikuti tender-tender pemerintah.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul : “Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) dalam mengawasi tender Badan Usaha Milik Daerah di Sumatera

Utara”. Sejauh pengamatan dan sepengetahuan penulis, materi yang dibahas

dalam skripsi ini belum pernah dijadikan judul maupun pembahasan dalam

skripsi yang sudah ada terdahulu, sehingga penulis tertarik mengangkat judul di

atas serta permasalahannya sebagai judul dan pembahasan dalam skripsi ini.

8
E. Tinjauan Kepustakaan

Dari judul pada skripsi Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) dalam Mengawasi Tender Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di

Sumatera Utara maka dapat diambil beberapa tinjauan kepustakaan, yaitu :

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah suatu lembaga yang

khusus dibentuk oleh dan berdasarkan undang-undang untuk mengawasi jalannya

undang-undang.8

Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu

pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa.9

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD) adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modalnya untuk

seluruhnya merupakan kekayaan negara Republik Indonesia kecuali ditentukan

lain dengan atau berdasarkan undang-undang.10

F. Metode Penulisan

1. Tipe Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif dan

penelitian hukum empiris. 11 Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang

didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-

peraturan yang berkaitan dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

8.
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli.PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 1999. h. 53.
9.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia. Pedoman Pasal 22 Tentang
Larangan Persekongkolan dalam Tender. KPPU. Jakarta. 2005. h. 7.
10.
Syamsul Rizal. Analisis Yuridis dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). USU Digital
Library. Medan. 2003.
11.
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. 1986. h. 9-10.

9
sebagai lembaga yang mengawasi persaingan usaha. Selain itu, juga

dipergunakan bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan Peran Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Mengawasi Tender Badan Usaha

Milik Daerah (BUMD) di Sumatera Utara.

Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam

meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum persaingan usaha. Kemudian

dikaitkan dengan penelitian hukum empiris dimana penelitian ini berupaya untuk

melihat bagaimana persoalan ini dilaksanakan dalam praktek.

2. Jenis Data

Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari12 :

a. Sumber hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yaitu

UU No. 5 Tahun 1999 dan peraturan perundang-undangan lainnya

yang relevan.

b. Sumber hukum sekunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan

informasi tentang bahan primer berupa tulisan/ buku berkaitan dengan

hukum persaingan usaha dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU).

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Perwakilan KPPU di Medan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka

penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara13 :

12.
Ibid. h. 51 – 52.
13.
Ibid. h. 24.

10
a. Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara

sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, peraturan

perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan

materi yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Wawancara, dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang

mendukung penulisan skripsi ini dengan pihak-pihak yang terkait

dengan KPPU dan perusahaan-perusahaan yang pernah mengikuti

tender BUMN maupun BUMD, dengan cara memberikan sejumlah

pertanyaan yang berhubungan langsung dengan materi yang diteliti.

5. Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif,

yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya

dianalisis secara kulaitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas

dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.14

G. Sistematika Penulisan

Sebagai karya ilmiah, skripsi ini memiliki sistematika yang teratur,

terperinci di dalam penulisannya agar dimengerti dan dipahami maksud dan

tujuannya.

Tulisan ini terdiri dari 5 (lima) bab yang akan diperinci lagi dalam sub

bab, adapun kelima bab itu terdiri dari :

14.
Ibid.

11
1. BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang mengapa

penulis tertarik menyajikan materi yang ditelilti dalam bentuk skripsi,

permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, dilanjutkan dengan keaslian

penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian yang digunakan serta

sistematika penulisan skripsi ini.

2. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG TENDER

Bab ini berisikan uraian mengenai pengertian tender, tahap-tahap

pelaksanaan tender, dasar hukum tender, dan pengawasan pelaksanaan tender di

BUMD.

3. BAB III : TENDER DALAM TINJAUAN UU NO. 5 TAHUN 1999

TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN

PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Pada bab ini diuraikan secara teoritis mengenai persekongkolan yang

dilakukan dalam tender yang merupakan perbuatan yang dilarang Pasal 22 UU

No. 5 Tahun 1999, jenis-jenis persekongkolan dalam tender, larangan

persekongkolan tender dalam UU No. 5 Tahun 1999, serta peranan dan fungsi

KPPU di daerah dalam pelaksanaan tender di BUMD.

4. BAB IV : KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

DALAM MENGAWASI PELAKSANAAN TENDER

BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) DI

SUMATERA UTARA

Bab ini merupakan pembahasan dari permasalahan yang ada dalam skripsi

ini. Dimulai dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai

12
lembaga pengawas terhadap penegakan hukum UU No. 5 Tahun 1999, kemudian

tinjauan umum KPPUD di Sumatera Utara, dilanjutkan dengan pelaksanaan

tender di rumah sakit siantar, dan terakhir dibahas mengenai peranan KPPUD

dalam pelaksanaan tender di Rumah Sakit Umum Kota Pematang Siantar.

5. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah bab terakhir yang merupakan kesimpulan dan saran dari

penulisan skripsi ini. Dimana dalam bab ini ditemukan jawaban atas

permasalahan yang telah penulis uraikan sebelumnya.

13
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TENDER

A. Pengertian dan Dasar Hukum

Yang dimaksud dengan tender adalah tawaran mengajukan harga terbaik

untuk membeli atau mendapatkan barang dan atau jasa, atau menyediakan barang

dan atau jasa, atau melaksanakan suatu pekerjaan.15

Pengertian tender meliputi, antara lain16 :

1. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk memborong atau melaksanakan

suatu pekerjaan;

2. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk mengadakan barang-barang

atau jasa;

3. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk membeli suatu barang dan atau

jasa;

4. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk menjual suatu barang dan atau

jasa.

Dalam prakteknya pengertian tender adalah sama dengan pengertian

"lelang". Pelelangan adalah serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan

barang/ jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat di antara penyedia

barang/ jasa yang setara dan memenuhi syarat, berdasarkan metode dan tata cara

tertentu yang telah ditetapkan dan diikuti oleh pihak-pihak yang terkait secara

taat asas sehingga terpilih penyedia jasa terbaik.17

15.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Guideline Tender. Jakarta. 2007.
16.
Ibid.
17.
Ibid.

14
Definisi tersebut merupakan bentuk operasional pelaksanaan Pasal 22

UU. No. 5 Tahun 1999 yang ada di lapangan. Dari definisi tersebut, pengertian

tender dan lelang tidak dibedakan.

UU No. 5 Tahun 1999 melarang perbuatan pelaku usaha yang bertujuan

menghambat atau bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat,

antara lain seperti pembatasan akses pasar (barrier to entry),18 kolusi, dan

tindakan lain yang bertujuan untuk menghilangkan persaingan. Tindakan lain

yang dapat berakibat kepada terjadinya persaingan usaha tidak sehat adalah

tindakan persekongkolan untuk mengatur dan atau menentukan pemenang

tender.19

Setelah berbicara mengenai tender maka tidak terlepas dari pengadaan

barang/ jasa yang memiliki beberapa prinsip-prinsip dasar, yaitu20 :

1. Efisien berarti pengadaan barang/ jasa harus diusahakan dengan

menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang

ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat

dipertanggungjawabkan;

2. Efektif berarti pengadaan barang/ jasa harus sesuai dengan kebutuhan

yang telah ditetapkan dan dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya

sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;

3. Terbuka dan bersaing berarti pengadaan barang/ jasa harus terbuka bagi

penyedia barang/ jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui

persaingan yang sehat di antara penyedia barang/ jasa yang setara dan

18.
Ningrum Natasya Sirait. Op cit. h. 100.
19.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Op cit. h. 7.
20.
Pasal 3 Keppres. No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/
Jasa Pemerintah.

15
memenuhi syarat/ kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur

yang jelas dan transparan;

4. Transparan berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan

barang/ jasa termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara

evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/ jasa sifatnya

terbuka bagi peserta penyedia barang/ jasa yang berminat serta bagi

masyarakat luas pada umumnya;

5. Adil/ tidak diskriminatif berarti memberikan perlakuan yang sama bagi

semua calon penyedia barang/ jasa dan tidak mengarah untuk memberi

keuntungan pada pihak tertentu dengan cara dan atau alasan apapun;

6. Akuntabel berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan, maupun

manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan

pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang

berlaku dalam pengadaan barang/ jasa.

Walaupun pengadaan barang/ jasa memiliki prinsip-prinsip dasar yang

baik namun masih banyak pengaturan pemenang tender yang dapat ditemukan

pada pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa yang dilaksanakan oleh

pemerintah pusat atau pemerintah daerah (government procurement), BUMN,

dan perusahaan swasta. Untuk itu Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tidak hanya

mencakup kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh Pemerintah, tetapi juga

kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh perusahaan negara (BUMN/ BUMD)

dan perusahaan swasta.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, Tender adalah

tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk

16
mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. Dalam hal ini tidak

disebut jumlah yang mengajukan penawaran (oleh beberapa atau oleh satu pelaku

usaha dalam hal penunjukan/ pemilihan langsung). Pengertian tender tersebut

mencakup tawaran mengajukan harga untuk21 :

1. Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan.

2. Mengadakan barang dan atau jasa.

3. Membeli suatu barang dan atau jasa.

4. Menjual suatu barang dan atau jasa.

Berdasarkan definisi tersebut, maka cakupan dasar penerapan Pasal 22

UU No. 5 Tahun 1999 adalah tender atau tawaran mengajukan harga yang dapat

dilakukan melalui22 :

1. Tender terbuka;

2. Tender terbatas;

3. Pelelangan umum; dan

4. Pelelangan terbatas.

Berdasarkan cakupan dasar penerapan ini, maka pemilihan langsung dan

penunjukan langsung yang merupakan bagian dari proses tender/ lelang juga

tercakup dalam penerapan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 199923.

Ketentuan tentang isi Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan

pelarangan, yaitu :

“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur


dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat”.

21.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Loc cit.
22.
Ibid.
23.
Ibid.

17
Pasal 22 di atas dapat diuraikan kedalam beberapa unsur, antara lain24 :

1. Unsur pelaku usaha;

Pasal 1 butir 5 UU No. 5 Tahun 1999, menyebutkan bahwa :

“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi”.

2. Unsur bersekongkol;

Bersekongkol adalah kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan

pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya

memenangkan tender tertentu.

3. Unsur pihak lain;

Pihak lain adalah para pihak (vertikal dan horizontal) yang terlibat dalam

proses tender yang melakukan persekongkolan tender baik pelaku usaha sebagai

peserta tender dan atau subjek hukum lainnya yang terkait dengan tender

tersebut.

4. Unsur mengatur dan atau menentukan pemenang tender; dan

Mengatur dan atau menentukan pemenang tender adalah suatu perbuatan

para pihak yang terlibat dalam proses tender secara bersekongkol yang bertujuan

untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya dan/ atau untuk

memenangkan peserta tender tertentu dengan berbagai cara. Pengaturan dan atau

penentuan pemenang tender tersebut antara lain dilakukan dalam hal penetapan

kriteria pemenang, persyaratan teknik, keuangan, spesifikasi, proses tender, dan

sebagainya.

24.
Ibid.

18
5. Unsur persaingan usaha tidak sehat.

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang

dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat

persaingan usaha.

Demikianlah diuraikan unsur-unsur dari Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Selanjutnya, akan dibahas mengenai tahap-tahap pelaksanaan tender.

B. Tahap-Tahap Pelaksanaan Tender

Tahap-tahap pelaksanaan tender yang prosedural mengenai pengadaan

barang dan jasa pemerintah diatur dengan UU No. 18 Tahun 2000, yaitu25 :

1. Perencanaan Pengadaan;

Perencanaan Pengadaan adalah tahap awal dalam kegiatan pengadaan

barang dan jasa pemerintah yang bertujuan untuk membuat Rencana Pengadaan

(Procurement Plan)26 yang mempersiapkan dan mencantumkan secara rinci

mengenai target, lingkup kerja, SDM, waktu, mutu, biaya, dan manfaat dari

pengadaan barang & jasa untuk keperluan pemerintah, yang dibiayai dari dana

APBN maupun BLN. Rencana Pengadaan akan menjadi acuan utama dalam

kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah per paket pekerjaan.27

25.
Komaruddin Hidayat. Tool Kit Anti Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah. http://kormonev.org/data/toolkitbarang.pdf. ADB Project Public Relations
Activities in Support of Government’s Anticoruption Efforts. Jakarta. 2005. h. 15 – 22.
26.
Moedjiono. Seluruh Departemen Mulai Pakai E-Procurement. www.depkominfo.go.id.
Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Jakarta. 2007.
27.
Loc cit. h. 15 – 22.

19
2. Pembentukan Panitia Lelang;

Panitia lelang adalah lembaga pelaksana pengadaan yang pertama-tama

dibentuk dan ditunjuk oleh pemimpin proyek setelah seluruh persiapan

administrasi pelaksanaan proyek baku. Penunjukkan panitia sepatutnya bersandar

pada prinsip profesionalisme, responsif, accountable, credible, dan mandiri.

Panitia lelang memiliki kewenangan antara lain28 :

a. menyusun dokumen tender;

b. menyusun dan menyeleksi peserta tender;

c. melakukan kegiatan- kegiatan tender sampai dengan penetapan

pemenang; dan

d. melaksanakan tugas secara professional

3. Prakualifikasi Perusahaan;

Kegiatan prakualifikasi adalah penentuan syarat administrasi, teknis, dan

pengalaman serta seleksi dari perusahaan (kontraktor/ konsultan/ dan supplier),

yang diperkirakan mampu untuk melaksanakan pekerjaan yang akan ditender

atau dilelangkan. Prakualifikasi dilaksanakan sebelum tender dalam rangka

menjaring calon yang sanggup melaksanakan pekerjaan. Dalam tahap ini panitia

menyusun kriteria kelulusan prakualifikasi dan mengumumkannya pada

masyarakat. Prioritas dalam prakualifikasi akan merujuk kepada sertifikasi, izin

usaha, kemampuan keuangan, pengalaman yang sesuai, kepatuhan dalam

perpajakan, pekerjaan yang sedang dikelola, serta kinerja perusahaan.

Sebagaimana tahap-tahap lainnya, pelaksanaan prakualifikasi harus mengacu

28.
Komaruddin Hidayat. Op cit. h. 15 – 22.

20
pada prinsip keterbukaan, kejujuran, transparansi, kemandirian, dan

profesionalisme.29

4. Penyusunan Dokumen Lelang;

Penyusunan dokumen lelang adalah kegiatan yang bertujuan untuk

menentukan secara teknis dan rinci dari pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh

pihak penyedia jasa, mulai dari lingkup pekerjaan, mutu, jumlah, ukuran, jenis,

waktu pelaksanaan, dan metoda kerja dari keseluruhan pekerjaan yang akan

dilelangkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah30 :

a. Dokumen disusun secara sederhana oleh panitia agar mudah

dipahami dan menjadi pedoman baku bagi seluruh pihak;

b. Dokumen tersebut meliputi petunjuk kepada peserta lelang, syarat

kontrak, syarat teknis, daftar pekerjaan yang akan dikontrakkan,

usulan perjanjian, serta gambar-gambar dan referensi yang

diperlukan oleh peserta tender.

5. Pengumuman Lelang;

Pengumuman lelang dimaksudkan agar masyarakat mengetahui akan

adanya pekerjaan yang diselenggarakan oleh pemerintah, oleh karena itu

pengumuman tersebut harus disebarluaskan melalui media massa. Pada dasarnya,

pengumuman tersebut mewakili proses pendaftaran bagi perusahaan yang telah

lulus kualifikasi untuk mengikuti tender.31

29.
Ibid.
30.
Ibid.
31.
Ibid.

21
6. Pengambilan Dokumen Lelang;

Kegiatan penyediaan dokumen pelelangan oleh Panitia Lelang kepada

para peminat, secara lengkap dengan cuma-cuma maupun dengan biaya yang

telah ditentukan, dalam waktu yang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan

oleh peraturan yang berlaku. Untuk mempermudah distribusi, dokumen lelang

dapat dibagi menjadi dokumen tetap dan tidak tetap. Isi dokumen adalah instruksi

standar untuk bidder, syarat-syarat umum kontrak, spesifikasi teknis umum,

contoh-contoh dokumen yang umum diberlakukan seperti surat penawaran, bid

bond/ guarantee, performance bond/ guarantee, dan surat usulan ajudicator.32

7. Penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS);

Harga Perkiraan Sendiri (HPS) menentukan perkiraan besaran biaya

pekerjaan yang akan dilelangkan, berdasarkan33 :

a. Harga pasaran yang berlaku;

b. Patokan jenis, ukuran volume, metoda dan pekerjaan yang sesuai

dengan desain atau rancang bangun pekerjaan dimaksud;

c. Perhitungan kenaikan harga dan waktu pelaksanaan pekerjaan;

d. Harga Perkiraan Sendiri perlu dalam penyusunan anggaran, proses

pengadaan, dan pelaksanaan. Harga Perkiraan Sendiri berperan

dalam penentuan pemenang;

e. Setiap peserta lelang memperoleh akses untuk mengetahui Harga

Perkiraan Sendiri;

f. Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri harus mengkaji studi

kelayakan, engineering design, data harga kontrak di sekitar

32.
Ibid.
33.
Ibid.

22
pekerjaan yang akan dilelangkan, harga pasar yang berlaku, dan

harga yang dikeluarkan oleh pemerintah/ manufaktur atau

perusahaan jasa;

8. Penjelasan Lelang;

Aanwijzing adalah pertemuan penjelasan lisan dari pihak pemberi kerja,

yang dalam hal ini diwakili oleh Panitian Pengadaan dihadap keseluruhan calon

peserta pelelangan Penjelasan dan tanya jawab dilakukan tentang hal teknis

maupun administratif, agar tidak terjadi perbedaan persepsi maupun kekeliruan

dalam pengajuan penawaran. Kegiatan tersebut, antara lain34 :

a. Kegiatan ini harus bersifat terbuka dan dibuat berita acaranya oleh

panitia;

b. Informasi yang diberikan dalam bentuk addendum dokumen

lelang;

c. Bila penjelasan lapangan diperlukan, panitia tidak diperkenankan

memungut biaya untuk kegiatan tersebut.

9. Penyerahan Penawaran Harga dan Pembukaan Harga;

Penyerahan dokumen penawaran secara tepat waktu, lengkap dan

memenuhi syarat administrasi dan teknis, serta dialamatkan seperti yang telah

ditentukan penyerahan harus dapat dibuktikan dan tanda terima dari petugas.

Kegiatan ini antara lain meliputi35 :

a. Penyampaian penawaran oleh peserta oleh peserta dapat dilakukan

segera setelah peserta menerima addendum terakhir panitia;

b. Penyampaian dokumen diluar batas waktu tidak akan diterima;

34.
Ibid.
35.
Ibid.

23
c. Pembukaan, pemberian tanda, penelitian dokumen utama

disaksikan oleh peserta;

d. Setelah berita acara pembukaan, panitia tidak diperkenankan lagi

menerima dokumen apapun;

e. Tidak ada peserta yang gugur sebelum dilakukan evaluasi

terhadap dokumen.

10. Evaluasi Penawaran;

Kegiatan pemeriksaan, penelitian dan analisis dari keseluruhan usulan

teknis dari peserta pelelangan, dalam rangka untuk memperoleh validasi atau

pembuktian terhadap harga penawaran yang benar, tidak terjadi kekeliruan sesuai

dengan persyaratan teknis yang telah ditentukan. Adapun kegiatan itu adalah36 :

a. Evaluasi penawaran meliputi evaluasi administrasi, evaluasi

teknis, dan evaluasi harga;

b. Evaluasi administrasi perlu mempertimbangkan faktor

redaksional, keabsahan, jaminan penawaran, dan aritmatik;

c. Setelah lulus evaluasi administrasi, penawaran akan dikaji dari isi

teknis dimana perusahaan yang mengikuti tender harus memiliki

sertifikasi dari lembaga akreditas yang kredibel.

11. Pengumuman Calon Pemenang;

Kegiatan Pengumuman urutan Calon Pemenang dilakukan setelah

keseluruhan hasil penelitian dirumuskan oleh panitia pelelangan dinyatakan

selesai, dan diusulkan atau dipertanggungjawabkan kepada penanggung jawab

alokasi dana atau pemilik proyek. Calon pemenang diurutan pertama akan

36.
Ibid.

24
disyahkan sebagai pemenang pelelangan, setelah masa sanggah selesai dengan

kegiatan sebagai berikut37 :

a. Pengumuman dipasang di media massa dengan jangkauan yang

luas sesuai besaran kontrak, pengumuman ditempelkan pula di

Kantor proyek;

b. Pengumuman harus jelas dan rinci, sehingga sanggahan menjadi

berkurang;

c. Dilaksanakan dengan waktu yang cukup;

d. Pelaksanaannya tepat waktu dan tidak ditunda-tunda.

12. Sanggahan Peserta Lelang;

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi para

peserta pelelangan yang minta penjelasan tentang keputusan panitia pelelangan

tentang urutan calon pemenang, dengan kegiatan sebagai berikut38 :

a. Panitia harus terbuka, akomodatif, dan memproses setiap

sanggahan dari masyarakat yang umumnya berkisar paada

ketidakpuasan evaluasi, intransparansi, ketidakadilan, dan

penggelapan data dari pemenang;

b. Berdasarkan informasi tersebut, panitia harus segera melakukan

investigasi untuk membuktikan kebenaran sanggahan. Bila

sanggahan tersebut tidak benar, maka panitia akan melanjutkan ke

penandatanganan kontrak, sebaliknya bila sanggahan dari

masyarakat benar;

37.
Ibid.
38.
Ibid.

25
c. Pemerintah harus memberikan sanksi administratif yakni

pembatalan tender, mencoret nama pemenang, dan pembubaran

panitia.

13. Penunjukan Pemenang Lelang;

Setelah masa ‘sanggah’ berakhir maka, kepala instansi/ proyek wajib

untuk mengeluarkan secara resmi surat penetapan pemenang pelelangan. Guna

dapat diproses di dalam ikatan perjanjian kerja pelaksanaan pekerjaan atau

Kontrak Kerja. Kegiatan tersebut meliputi39 :

a. Berita acara yang telah selesai lengkap dengan tanda tangan

seluruh anggota panitia;

b. Catatan lengkap sanggahan dan jawaban merupakan kelengkapan

data yang diperlukan untuk pengeluaran surat tersebut;

c. Catatan samping, side letter yang merupakan hasil kesepakatan

antara panitia dan mitra calon pemenang pada preaward meeting.

14. Penandatanganan Kontrak Perjanjian;

Kegiatan akhir dari proses pelelangan adalah penandatanganan perjanjian

kontrak pelaksanaan pekerjaan. Perjanjian tentang nilai harga pekerjaan, hak dan

kewajiban kedua belah pihak, serta waktu pelaksanaan pekerjaan yang ditentukan

secara pasti.40

15. Penyerahan Barang/ Jasa kepada User.

Penyerahan barang dan jasa dapat dilakukan secara bertahap atau

menyeluruh. Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi yang

tertuang dalam dokumen lelang. Penyerahan final dilakukan setelah masa

39.
Ibid.
40.
Ibid.

26
pemeliharaan selesai. Setelah penyerahan final selesai, tanggung jawab penyedia

jasa masih belum berakhir. Penyerahan barang dan jasa dianggap memenuhi

aturan yang berlaku apabila dilaksanakan41 :

a. Tepat waktu sesuai perjanjian;

b. Tepat mutu sesuai yang dipersyaratkan;

c. Tepat volume sesuai yang dibutuhkan;

d. Tepat biaya sesuai dalam isi kontrak.

C. Dasar Hukum Pengaturan Tender di BUMD

Prosedur mengenai pelaksanaan tender untuk proyek-proyek pemerintah,

baik yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diatur

dalam beberapa produk hukum, antara lain42 :

1. Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1974 tentang pelaksanaan APBN yang

kemudian melalui Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1995 tentang

Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 tentang

Pelaksanaan APBN, dan diperbarui lagi melalui Keputusan Presiden No.

8 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 16 Tahun

1994 tentang APBN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan

Presiden No. 24 Tahun 1995, yang menjadi hukum positif dalam hal

melaksanakan tender di BUMN maupun BUMD adalah Keppres. No. 80

41.
Ibid.
42.
Abdul Hakim G. Nusantara dan Benny K. Harman. Op cit. h. 21 – 22.

27
Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa

Pemerintah yang diubah dengan Keppres. No. 61 Tahun 2004; dan

2. Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua

BAPPENAS No. KEP-122/ KET/ 7/ 1994 tentang Tata Cara Pengadaan

dan Biaya Jasa Konsultasi.

Produk hukum pertama dan kedua di atas berlaku untuk departemen,

lembaga pemerintah non departemen, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.

Ketentuan ini dibuat agar pengelolaan uang atau kekayaan negara, baik yang

dituangkan melalui APBN/ APBD maupun pengembangan BUMD/ BUMD, bisa

berjalan lebih efisien dan efektif dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.

Keppres No. 16 Tahun 1994, merupakan pengganti Keppres No. 9 Tahun

1984 tentang pelaksanaan APBN. Perubahaan ketentuan seperti ini dilakukan

karena perubahan kondisi. Misalnya, dalam nilai proyek yang ditenderkan.

Dalam Keppres No. 9 Tahun 1984 ditentukan bahwa tender melalui pengadaan

langsung adalah proyek yang bernilai sampai dengan Rp. 5 juta, sementara dalam

Keppres No. 16 Tahun 1994 nilai itu dinaikkan. Dalam Keppres yang lama,

ketentuan mengenai prakualifikasi tidak diatur secara khusus dalam lampiran.

Sementara dalam Keppres yang baru ketentuan rinci mengenai prakualifikasi

diatur secara khusus dalam Lampiran III.43

Dalam Keppres No. 16 Tahun 1994, ketentuan tender tertuang dalam

Pasal 21 – Pasal 29. Pengaturan secara rinci mengenai tender dalam Keppres No.

16 Tahun 1994 dijabarkan dalam Lampiran I mengenai Ketentuan Tentang

43.
Ibid. h. 22 – 23.

28
Penggunaan Produksi Dalam Negeri, Lampiran III mengenai Ketentuan Tentang

Prakualifikasi untuk Calon Rekanan.

Dalam Keppres tersebut terdapat peluang terjadinya persaingan tidak

sehat44 :

1. Tender Tidak Terbuka (Pasal 21);

Dalam Pasal 21 ayat 1 Keppres tersebut menyebutkan bahwa pelaksanaan

pengadaan barang/ jasa dilakukan melalui :

a. Pelelangan Umum dan Pelelangan Terbatas

Pelelangan umum dan pelelangan terbatas diperlakukan bagi proyek

bernilai di atas Rp. 50 juta. Secara umum, proses tender yang dilakukan dengan

cara pelelangan umum dan pelelangan terbatas ini lebih terbuka dibandingkan

dengan pemilihan langsung dan pengadaan langsung. Namun, setelah diteliti

lebih jauh ditemukan beberapa kelemahan yang memungkinkan terjadinya

persaingan tidak sehat dalam proses tender.

b. Pemilihan Langsung

Dalam Pasal 21 ayat (4) Keppres No. 16 Tahun 1994 menyebutkan :

“Pemilihan langsung adala pelaksanaan pengadaan barang/ jasa tanpa


melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas, yang dilakukan
dengan membandingkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar dan
dilakukan negosiasi, baik teknis maupun harga, sehingga diperoleh harga
wajar dan yang secara teknis dapat dipertanggungjawabkan dari rekanan
yang tercatat dalam DRM sesuai dengan bidang usaha, ruang lingkup,
atau kualifikasi kemampuannya”.

Dalam cara pemilihan langsung ini calon peserta tender dijaring oleh

pemilik proyek melalui undangan langsung. Dalam Lampiran I, Nomor IV, angka

2 disebutkan bahwa untuk pelaksanan pemilihan langsung, dibentuk panitia

44.
Ibid. h. 23.

29
pemilihan langsung sesuai dengan ketetapan yang berlaku pada Nomor II, angka

2, huruf a, b, c, d, dan e, 1 kecuali Nomor II, angka 2, huruf d, butir 2.2. Ini

berarti penawaran tender tidak diumumkan secara terbuka dan meluas seperti

pada pelelangan umum dan pelelangan terbatas.

Dalam ketentuannya, proyek yang ditenderkan melalui pemilihan

langsung adalah proyek yang nilainya berkisar antara Rp. 15 juta sampai dengan

Rp. 50 juta. Tetapi, untuk kasus tertentu, sebagaimana dijelaskan dalam

Lampiran I, Nomor IV, angka 4, nilai proyek di atas Rp. 50 juta ditenderkan

melalui penunjukan langsung. Beberapa persyaratan yang disebutkan antara lain :

1). Pekerjaan yang tidak bisa ditunda berhubung adanya bencana alam

berdasarkan pernyataan gubernur kepala daerah tingkat I;

2). Pekerjaan lanjutan dari bangunan yang telah ada yang secara teknis

merupakan satu kesatuan konstruksi;

3). Pengadaan barang/ jasa yang bersifat khusus; dan

4). Pelaksanaan pekerjaan yang mendesak untuk menghindari kerugian

negara yang lebih besar.

Cara pemilihan langsung dan penunjukan ini bisa menimbulkan

persaingan tidak sehat, karena proyek ditenderkan secara tidak terbuka. Ini

memungkinkan pimpinan proyek atau panitia pelelangan hanya mengundang atau

memberikan informasi kepada rekanan yang dekat atau mempunyai hubungan

khusus dengan mereka. Akibatnya, para rekanan tidak memperoleh informasi

tentang tender proyek secara merata. Hal ini membatasi peserta lain yang

sebetulnya bisa ikut serta dalam tender tersebut.

30
Penentuan calon peserta tender juga bisa mengandung kolusi dan

nepotisme, sehingga proyek-proyek yang ditawarkan melalui pemilihan langsung

ini menjadi monopoli orang yang mempunyai kedekatan khusus dengan pimpinan

proyek atau panitia pelelangan. Bisa saja, informasi mengenai proyek tersebut

hanya disebarkan kepada peserta tertentu. Ketidakterbukaan dalam proses seleksi

juga memungkinkan pemenangnya sudah ditentukan lebih dahulu, sementara

peserta lain hanya sebagai pembanding untuk memenuhi persyaratan. Persaingan

yang tidak sehat ini pada akhirnya mengakibatkan terjadinya inefisiensi pada

pelaksanaan kegiatan.

c. Pengadaan Langsung

Dalam Pasal 21 ayat (5) disebutkan bahwa :

“Pengadaan langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang/ jasa yang


dilakukan di antara rekanan yang termasuk perusahaan golongan lemah
tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas atau pemilihan
langsung”.

Sementara proses tender yang dilakukan dengan pengadaan langsung jelas

bersifat tertutup, karena pelaksana proyek ditentukan langsung tanpa seleksi

sebagaimana dijabarkan dalam Lampiran I Nomor V, angka 2 :

“Pengadaan langsung dilakukan untuk pelaksanaan pengadaan barang/


jasa sebagai berikut :
a. Sampai dengan 5 juta rupiah dilakukan tanpa Surat Perintah Kerja
(SPK).
b. Di atas 5 juta rupiah sampa dengan 15 juta rupiah dilakukan
dengan SPK dari satu penawar dari rekanan golongan ekonomi
lemah yang tercantum dalam daftar rekanan golongan ekonomi
lemah yang disusun oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II/
Walikotamadya”.

2. Perlakuan Khusus

Pasal 22 ayat (10) dan (11) mengatur pelaksanaan khusus terhadap

beberapa BUMN/ BUMD, yaitu PT. PLN/ Perusahaan Listrik Daerah, PT.

31
Telkom, PT. Perusahaan Gas Negara, PDAM (Perusahaan Daera Air Minum),

Perum Perumnas, Perum Percetakan Negara, dan PT. Penerbitan dan Percetakan

Balai Pustaka. Untuk proyek-proyek yang bernilai di atas Rp. 50 juta (lima puluh

juta rupiah) yang berkaitan dengan barang/ jasa yang ditawarkan BUMN/ BUMD

tersebut dilaksanakan tanpa pelelangan.

Dalam Lampiran I, Nomor IV, angka 4, huruf b dijelaskan bahwa jenis

pengadaan barang/ jasa tertentu yang dapat langsung ditunjuk rekanannya adalah

pemasangan listrik oleh PT. PLN/ Perusahaan Listrik Daerah, pemasangan

telepon oleh PT. Telkom, pemasangan gas oleh PT. Perusahaan Gas Negara,

pemasangan saluran air minum oleh PDAM, pembangunan rumah dinas oleh

Perum Perumnas, percetakan oleh Perum Percetakan Negara, PT. Penerbitan dan

Percetakan Balai Pustaka.

Pemberian perlakuan khusus seperti itu membatasi peluang perusahaan

lain untuk menangani proyek tersebut, sehingga menimbulkan persaingan yang

tidak sehat. Bahkan, ketentuan ini memberikan hak monopoli kepada BUMN/

BUMD tersebut.

3. Produk Dalam Negeri

Dalam Pasal 23 ayat (1) a dinyatakan bahwa departemen/ lembaga dalam

melaksanakan pengadaan barang/ jasa semaksimal mungkin menggunakan hasil

produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan/ potensi nasional.

Dalam Lampiran II, Nomor III, angka 1 sampai 4 dinyatakan bahwa untuk

pengadaan barang dan jasa (baik untuk kebutuhan sendiri maupun pelaksanaan

proyek pembangunan) yang dibiayai dana dalam negeri, setiap pemerintah/

lembaga, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, wajib menggunakan barang dan

32
jasa hasil produksi dalam negeri dan kontraktor nasional. Dalam pelaksanaan

pengadaan barang/ jasa, kontraktor nasional bertindak sebagai kontraktor utama,

sedangkan kontraktor asing dapat berperan sebagai subkontraktor sesuai

kebutuhan. Bila bahan baku barang tersebut ada yang diimpor, wajib memilih

barang dengan kandungan lokal paling besar.

Bila sifat dan ruang lingkup kegiatannya terlalu besar, maka dalam tahap

pelelangan kontraktor nasional diberi kesempatan untuk membentuk kerja sama

antar kontraktor nasional seperti konsorsium atau bentuk kerja sama lainnya. Bila

jenis keahliannya tidak bisa dipenuhi kontraktor nasional, tenaga ahli asing bisa

digunakan sepanjang diperlukan untuk mencukupi jenis keahlian yang benar-

benar belum dimiliki.

Ketentuan ini jelas-jelas menganaktirikan produk-produk lokal (barang

dan jasa) dan membatasi penggunaan produk asing. Pembatasan seperti ini

menimbulkan persaingan tidak sehat, karena mempersempit ruang gerak produk-

produk asing dalam proyek-proyek pemerintahan.

Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ini dibuat untuk melengkapi

Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBN dan secara

khusus mengatur tender pengadaan jasa konsultasi. 45

Dalam ketentuan ini terdapat Pasal 4 ayat (1) b dinyatakan adanya

pengadaan konsultasi melalui penunjukan langsung. Selanjutnya, dalam Pasal 4

ayat (4) dinyatakan bahwa pengadaan konsultan dengan nilai sampai dengan Rp.

50 juta (lima puluh juta rupiah), dilakukan melalui pemilihan langsung serta

45.
Ibid. h. 29.

33
Surat Perintah Kerja (SPK) dengan membandingkan sekurang-kurangnya tiga

perusahaan konsultan yang tercatat dalam DRM.

Konsultan yang diundang, sebagaimana diatur dalam ayat (5) (b),

ditentukan oleh pemimpin proyek. Ayat (5) (b) berbunyi :

“Pengiriman undangan kepada sekurang-kurangnya 3 (tiga) perusahaan


konsultan perorangan yang dinilai memenuhi persyaratan dengan
melampirkan KAK (Kerangka Acuan Kerja)”.

Penentuan pemenang dalam tender seperti ini dilakukan melalui negosiasi

dengan rekanan yang diundang sebagaimana diatur dalam ayat (5) (d) dan (e).

ayat (5) (d) berbunyi :

“Penilaian terhadap usulan teknis dan usulan biaya konsultan yang


memasukkan usulan dalam bentuk nilai dan peringkat”.

Sedangkan ayat (5) (e) berbunyi :

“Dilakukan negosiasi teknis dan biaya dengan konsultan peringkat


pertama agar diperoleh biaya yang wajar. Apabila dalam negosiasi dengan
konsultan tingkat pertama tidak dapat dicapai kesepakatan, dilakukan
negosiasi dengan konsultan peringkat kedua juga tidak dicapai
kesepakatan, maka dilakukan negosiasi dengan konsultan peringkat
ketiga”.

Proses tender seperti ini memberi peluang terjadinya persaingan yang

tidak sehat. Dalam hal ini, proyek-proyek yang ditenderkan melalui penunjukan

langsung kemungkinan besar hanya jatuh kepada orang yang dekat dengan

pimpinan proyek.

D. Pengawasan Pelaksanaan Tender di BUMD

Pengawasan pelaksanaan tender di BUMD biasanya dilakukan oleh

instansi pemerintahan yang mengadakan pekerjaan tersebut yang dilakukan oleh

34
pimpinan instansi46 dan masyarakat yang mengetahui tentang jalannya suatu

tender pemerintah. Apabila ada suatu perbuatan yang melanggar hukum maka

instansi pemerintah dan masyarakat dapat langsung melaporkan hal tersebut

kepada menteri/ pimpinan instansi yang diteruskan tembusannya kepada Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)47 atau langsung kepada

KPPU48. Para peserta tender itu sendiri juga saling mengawasi satu sama lain

mengenai jalannya proses tender tersebut.

Suatu kegiatan/ proyek yang dilakukan oleh pelaku usaha wajib

memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai kegiatan/ proyek yang

dilaksanakannya tersebut apabila terjadi pengaduan atau pihak-pihak yang

memerlukan penjelasan sesuai dengan batas kewenangannya.49

Dalam hal KPPU menerima laporan bahwa telah terjadi adanya

persekongkolan dalam tender yang bertentangan dengan Pasal 22 UU No. 5

Tahun 1999 maka upaya penegakan hukum persaingan usaha yang dilakukan

oleh KPPU adalah investigasi. Investigasi memainkan peranan amat menentukan.

Buah dari investigasi inilah yang akan dipergunakan guna menetapkan terjadi

46.
Pasal 48 Ayat (4) Keppres. No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, menyebutkan bahwa : instansi pemerintah wajib
melakukan pengawasan terhadap pengguna barang/ jasa dan panitia/ pejabat pengadaan
di lingkungan instansi masing-masing, dan menugaskan kepada aparat pengawasan
fungsional untuk melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
47.
Pasal 48 Ayat (5) Keppres. No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, menyebutkan bahwa : Unit pengawasan intern pada
instansi pemerintah melakukan pengawasan kegiatan/ proyek, menampung dan
menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan masalah atau
penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang/ jasa, kemudian melaporkan hasil
pemeriksaannya kepada menteri/ pimpinan instansi yang bersangkutan dengan tembusan
kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
48.
Murman Budijanto. KPPU Awasi Tender. www.pikiranrakyat.com. Jakarta. 2005.
49.
Pasal 48 Ayat (6) Keppres. No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, menyebutkan bahwa : pengguna barang/ jasa wajib
memberikan tanggapan yang berada dalam batas kewenangannya kepada peserta
pengadaan/ masyarakat yang mengajukan pengaduan atau yang memerlukan penjelasan.

35
atau tidaknya pelanggaran hukum persaingan usaha, tentunya pelaksanaan

investigasi oleh KPPU harus dilakukan secara cermat dan akurat.

Teknik investigasi ini pertama-tama dikembangkan oleh para penyidik

dan penyidik di dunia kriminal. Walaupun sifat dan karakteristik investigasi

kriminal dan investigasi KPPU amat berbeda, namun tujuan dari investigasi ini

pada pokoknya sama, yaitu mengumpulkan data dan informasi yang tepat. Oleh

karenanya dari para penyelidik dan penyidik inilah kita dapat mempelajari teknik-

teknik investigasi yang efektif dan tentunya teknik investigasi dalam dunia

kriminal perlu dimodifikasi untuk menunjang operasional investigasi KPPU

sesuai dengan keunikan hukum persaingan usaha. Dalam investigasi kriminal,

kepolisian mengenal beberapa teknik investigasi, yaitu50 :

1. Observasi;

2. Surveillance;

3. Interview;

4. Undercover;

5. Penggunaan informan.

Pertama sekali penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian dengan

menggunakan teknik observasi. Observasi adalah pengamatan yang seksama

terhadap tersangka dan objek lainnya, sehingga dari kegiatan observasi ini

diperoleh informasi-informasi yang mendetail mengenai gerak-gerik dari

tersangka. Berbeda dengan observasi yang bersifat statis, kegiatan surveillance

dilakukan secara dinamis yaitu dengan cara membuntuti tersangka atau objek

lainnya. Interview dilakukan dalam rangka mengumpulkan data dan informasi

50.
Farid F. Nasution. Teknik Investigasi di KPPU. www.kppu.go.id. Jakarta. 2007.

36
yang tidak tertangkap oleh penglihatan, misalnya peristiwa-peristiwa yang telah

lampau sehingga tidak mungkin diperoleh keterangan melalui observasi dan

surveillance.

Hal penting dalam melakukan interview adalah identifikasi interview yang

tepat sehingga keterangan yang diperoleh dari sang interview adalah data dan

informasi yang kredibel dan dapat dipercaya akurasinya. Undercover adalah

teknik penyamaran, dimana seorang penyidik atau penyelidik berpura-pura

menjadi orang lain guna mendekati sasaran dan menggali keterangan dari yang

bersangkutan. Sedangkan penggunaan informan adalah teknik untuk memperoleh

keterangan dari orang-orang dalam atau yang mengetahui mengenai suatu

kegiatan atau peristiwa tertentu. Informan dalam perkara persaingan usaha pada

umumnya adalah karyawan atau mantan karyawan dari suatu pelaku usaha yang

tengah diinvestigasi.

Berbeda dengan penggunaan informan dalam dunia kriminal yang bersifat

tetap dan secara kontinyu memberi informasi kepada penyelidik maupun

penyidik. Informan dalam perkara persaingan usaha lebih bersifat sebagai saksi

dan tidak secara kontinyu jasanya dipergunakan dalam investigasi perkara

persaingan usaha lebih mengarah pada teknik interview.51

Dalam perkara persaingan usaha, investigasi biasanya dilakukan untuk

memperoleh keterangan mengenai dua hal, yaitu conduct dan effect. Conduct

umumnya dilakukan sebagai suatu kegiatan korporasi dan bukan perilaku

51.
Ibid.

37
personal, sedangkan effect adalah dampak yang diakibatkan oleh conduct tersebut

pada pasar bersangkutan.52

Oleh karena itu, observasi dalam investigasi perkara persaingan usaha

lebih diarahkan pada berkas dan bukti-bukti tertulis lainnya dan observasi pasar.

Melalui pembelajaran pada berkas dan bukti-bukti tertulis dapat kita ketahui

kronologis suatu kegiatan korporasi, tujuan yang hendak dicapainya, sumber daya

yang digunakannya, dan berbagai konsiderannya. Melalui observasi pasar kita

dapat mengidentifikasi pergerakan harga barang dan atau jasa, trend penjualan

atau pembelian dari suatu pelaku usaha dalam kurun waktu tertentu, sehingga

dapat kita identifikasi kausalitas antara effect yang terjadi di pasar dengan

conduct oleh suatu pelaku usaha.53

Surveillance hingga saat ini tidak pernah digunakan sebagai teknik

investigasi perkara persaingan usaha. Namun demikian tidak tertutup

kemungkinan di masa-masa yang akan datang dapat berguna dalam rangka

mengumpulkan keterangan-keterangan yang diperlukan.54

Interview merupakan teknik utama yang selama ini dilaksanakan dalam

investigasi perkara persaingan usaha. Melalui interview dapat diperoleh seluruh

keterangan-keterangan yang diperlukan, pemeriksaan silang terhadap akurasi

suatu dokumen, dan penggambaran kondisi-kondisi pre-conduct yang mungkin

tidak terekam melalui dokumen-dokumen resmi perusahaan.55

52.
Ibid.
53.
Ibid.
54.
Ibid.
55.
Ibid.

38
Teknik investigasi dengan cara interview sering digunakan karena dapat

dengan mudah diperoleh keterangan-keterangan maupun bukti-bukti dari para

pelaku usaha atau karyawan suatu perusahaan tentang suatu kasus KPPU.

Berbeda sekali dengan teknik Undercover atau penyamaran yang hanya

beberapa kali digunakan dalam investigasi suatu perkara persaingan usaha

apabila seluruh bukti-bukti telah dimusnahkan oleh pelaku usaha tersebut maka

dapat digunakan teknik undercover, namun demikian teknik ini jarang

dipergunakan karena pada umumnya dalam perkara persaingan usaha keterangan-

keterangan yang diperlukan dapat diperoleh secara tegas dengan hanya

menjelaskan bahwa keterangan tersebut diperlukan oleh KPPU dalam rangka

penyelidikan atas suatu dugaan pelanggaran hukum persaingan usaha.56

Dengan bertolak belakang dengan teknik investigasi yang dilakukan oleh

Kepolisian maka KPPU mengadopsi beberapa teknik investigasi yang utama,

yaitu :

1. Wawancara;

2. Pemeriksaan berkas atau bukti-bukti tertulis;

3. Observasi pasar.

Melalui tiga teknik tersebut keterangan-keterangan yang diperlukan dapat

dikumpulkan untuk selanjutnya dijadikan bahan untuk menetapkan apakah telah

terjadi/ tidak terjadinya suatu pelanggaran hukum persaingan usaha. Dengan

teknik wawancara dapat dilakukan dengan para pelaku usaha yang terlibat

pelanggaran tersebut begitu juga dengan pemeriksaan berkas atau bukti-bukti

tertulis lainnya. Lalu selanjutnya melakukan observasi pasar dengan melihat

56.
Ibid.

39
keadaan pasar dengan cara melihat stok barang, permintaan pasar, lalu harga.

Apabila stok barang sedikit di pasar dan permintaan meningkat maka harga akan

naik dengan tujuan untuk mengambil keuntungan yang besar. Namun sebaliknya

apabila stok barang banyak di pasar dan permintaan sedikit maka harga akan

turun dengan tujuan untuk menghabiskan/ mengganti stok lama dengan stok

baru.

40
BAB III

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM

MENGAWASI PELAKSANAAN TENDER BADAN USAHA MILIK

NEGARA (BUMN) DI SUMATERA UTARA

A. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai Lembaga Pengawas

terhadap Penegakan Hukum UU No. 5 Tahun 1999

UU No. 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha (UU Antimonopoli) merupakan salah satu produk undang-

undang yang dilahirkan atas desakan dari International Monetary Fund (IMF)

sebagai salah satu syarat agar pemerintah Indonesia dapat memperoleh bantuan

dari IMF guna mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Tujuan adanya

undang-undang ini adalah untuk memangkas praktek monopoli dan persaingan

usaha yang tidak sehat yang terjadi di Indonesia pada zaman pemerintahan Orde

Baru, dimana praktek monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat tersebut

banyak terjadi akibat kebijakan pemerintah yang kerap kali menguntungkan

pelaku usaha tertentu saja. Sebenarnya Indonesia telah memiliki Rancangan

Undang-Undang (RUU) Antimonopoli yang disusun oleh pelaku usaha dengan

para ekonom Indonesia pada akhir tahun 80-an, yang apabila disahkan dapat

digunakan sebagai landasan hukum penghapusan praktek-praktek monopoli dan

persaingan usaha yang sehat yang terjadi pada waktu itu. Namun sayangnya,

karena adanya tekanan dari penguasa, RUU Antimonopoli tersebut tidak pernah

41
dibahas oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menjadi

Undang-Undang.57

Dengan UU No. 5 Tahun 1999, dibentuk suatu komisi yang sangat

diharapkan agar dapat menegakkan hukum secara lebih baik. Komisi tersebut

diberi nama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Kewenangan dari

Komisi Pengawas ini hanya sebatas memberikan sanksi-sanksi administratif.

Pada prinsipnya Komisi Pengawas ini tidak berwenang menjatuhkan sanksi-

sanksi pidana maupun perdata.

Memang membentuk suatu Komisi khusus untuk menegakkan hukum anti

monopoli sudah menjadi kelaziman dalam hukum anti monopoli di berbagai

negara. Misalnya di USA, di tingkat federal, bahkan ada 2 (dua) agency yang

bertugas khusus untuk menegakkan hukum anti monopoli ini, yaitu58 :

1. Divisi Antitrust dalam Departemen Kehakiman (Department of Justice);

dan

2. Komisi Perdagangan Federal (Federal Trade Commission).

Jika kita mengambil contoh di negeri Belanda, di sana beberapa prinsip

dan ketentuan umum dari penegakan hukum, khususnya yang berkenaan dengan

pelaksanaan hukum anti monopoli, terlihat sebagai berikut59 :

1. Menteri Ekonomi, kadang-kadang bersama-sama dengan Menteri lain

adalah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan hukum persaingan.

Menteri selalu berkonsultasi dengan Komite Kompetisi Ekonomi,

terutama sebelum mengambil tindakan-tindakan formal. Pihak perusahaan

57.
Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga. Hukum Acara Persaingan Usaha. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 2005. h. 1 – 2.
58.
Munir Fuady. Hukum Anti Monopoli. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1999. h. 117.
59.
Ibid. h. 118.

42
yang berkepentingan, seperti juga pihak ketiga, mempunyai hak untuk

didengar.

2. Perusahaan mempunyai kewajiban untuk mensuplai informasi kepada

Menteri atau Komite ketika dimintakan. Jika tidak mensuplai informasi

tersebut dapat dianggap sebagai perbuatan kriminal.

3. Menteri berwenang untuk mengambil keputusan yang profesional jika

tindakan-tindakan yang cepat perlu dilakukan.

4. Jika kontrak tertutup dianggap bertentangan dengan kepentingan umum,

Menteri dapat menyatakan bahwa kontrak tersebut tidak operatif, dan

mengambil tindakan-tindakan lain yang diperlukan.

5. Kriteria-kriteria yang diambil oleh Menteri haruslah dipublikasi dalam

pengumuman negara yang resmi.

6. Pihak-pihak yang dirugikan oleh tindakan Menteri dalam menetapkan

kriteria tersebut dapat mengajukan banding ke Mahkamah untuk

Perdagangan dan Industri.

7. Pihak-pihak yang melanggar ketetapan diambil oleh Menteri, dalam hal

ini dapat dikenakan ancaman pidana.

8. Pihak yang dirugikan oleh tindakan yang diambil oleh Menteri dapat

menggugat ganti rugi karena perbuatan melawan hukum

(onrechtmatigedaad).60

Untuk penegakan hukum anti monopoli di Indonesia perlu kerja keras dan

usaha yang sungguh-sungguh untuk dapat melaksanakan penegakan hukum dari

60.
Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa : tiap perbuatan melanggar hukum,
yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

43
hukum anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini. Kesungguhan tersebut

mesti ada pada semua pihak yang terlibat. Apakah dia pejabat pengusutan

(polisi), penuntutan (jaksa) ataupun pihak peradilan. Mereka semua harus dapat

menghayati bagaimana pentingnya aturan hukum di bidang anti monopoli untuk

ditegakkan secara jujur dan maksimal.61

Indonesia memberlakukan undang-undang Hukum Persaingan yang diatur

dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 Tahun 1999). Sama dengan undang-undang di

berbagai negara lainnya, maka UU No. 5 Tahun 1999 dalam Pasal 30 – Pasal 37

membentuk suatu Komisi independen yang disebut dengan nama Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Saat ini berbagai badan independen yang

merupakan Self Regulatory Independent Body adalah suatu fenomena baru dalam

sistem ketatanegaraan, hal ini dilihat dari berbagai komisi independen yang telah

terbentuk misalnya Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (KOMNAS HAM) yang

diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999, Komisi Ombudsman Nasional (KON)

diatur dalam Keppres No. 44 Tahun 2000, Komisi Pemeriksaan Kekayaan

Penyelenggaraan Negara (KPKPN) diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999 yang

saat ini telah resmi dibubarkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diatur dalam

UU No. 3 Tahun 1999, Komnas Perempuan diatur dalam UU No. 181 Tahun

1999, Komnas Anak diatur dalam Keppres No. 12 Tahun 2001 dan Komisi

Penyiaran Indonesia.62

Yang lebih penting lagi, kiprah yang diharapkan dari Komisi Pengawas

Persaingan Usaha. Karena komisi ini merupakan ujung tombak dari penegakan

61.
Munir Fuady. Loc cit. h. 118.
62.
Ningrum Natasya Sirait. Op cit. h. 106.

44
hukum anti monopoli, maka kapabilitas, kejujuran dan keseriusan dari anggota

komisi ini sangat menentukan bagaimana warna dan irama dari berjalannya

hukum anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam prakteknya.63

KPPU memiliki tugas dan wewenang yang cukup luas sebagaimana yang

diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 dan Keppres. No. 75 Tahun 1999. Mengingat

wewenang komisi yang luas ini, maka dalam melaksanakan tugasnya KPPU

memiliki Kode Etik KPPU, yaitu64 :

1. Independensi;

1. Anggota Komisi dalam melaksanakan tugasnya bebas dari

pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain.

2. Anggota Komisi dilarang menjadi :

1) Anggota dewan komisaris atau pengawas, atau direksi

suatu perusahaan;

2) Anggota pengurus atau badan pemeriksa suatu koperasi;

3) Pihak yang memberikan layanan jasa kepada perusahaan,

seperti konsultan, akuntan publik, dan penilai; dan

4) Pemilik saham mayoritas suatu perusahaan.

3. Anggota Komisi yang menangani perkara dilarang :

1) Mempunyai hubungan sedarah/ semenda sampai derajat

ketiga dengan pihak yang berpekara;

2) Mempunyai kepentingan dengan perkara yang

bersangkutan;

63.
Ibid. h. 118.
64.
Keputusan KPPU No. 6/ KPPU/ Kep./ XI/ 2000 Tentang Kode Etik dan Mekanisme
Kerja KPPU.

45
3) Mempunyai hubungan yang patut diduga akan

mempengaruhi pengambilan keputusan; dan

4) Saling mempengaruhi dalam mengambil keputusan.

2. Kerahasiaan; dan

a. Dalam menjalankan tugasnya, semua unsur di lingkungan Komisi

wajib menjaga, menyimpan, dan merahasiakan informasi dan atau

dokumen yang berhubungan dengan perkara serta informasi dan

atau dokumen lain milik Komisi yang patut dirahasiakan, kepada

pihak yang berpekara dan atau pihak manapun yang tidak

berkepentingan; dan

b. Dalam menangani pemeriksaan perkara semua unsur di

lingkungan Komisi wajib merahasiakan identitas pelapor.

3. Moralitas.

a. Setiap unsur Komisi harus bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan

nepotisme;

b. Setiap unsur Komisi dilarang melakukan persekongkolan dengan

pihak manapun yang patut diduga akan mempengaruhi

pengambilan keputusan;

c. Semua unsur Komisi dilarang menerima sesuatu dalam bentuk

uang dan atau hadiah yang secara langsung maupun tidak

langsung patut diduga berkaitan dengan jabatannya; dan

d. Setiap anggota Komisi bersedia memberikan informasi mengenai

kekayaannya kepada lembaga yang berwenang.

46
Jika setiap anggota Komisi memegang teguh kode etik yang tersebut di

atas maka kinerja seluruh anggota Komisi dapat maksimal. Setelah dibahas

mengenai kode etik KPPU maka selanjutnya akan dibahas peranan dan fungsi

KPPU di daerah.

Peranan dan fungsi KPPU di daerah merupakan kantor perwakilan yang

tetap memberikan laporan secara berkala kepada KPPU yang ada di pusat. Jadi,

KPPU di daerah hanya meneruskan perkara yang masuk ke KPPU pusat.

Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah diatur secara rinci dalam

Pasal 35 UU No. 5 Tahun 1999, yang kemudian diulangi dalam Pasal 4 Keppres

No. 75 Tahun 1999. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ditugaskan melakukan

penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat, seperti perjanjian-perjanjian

oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust,

oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak

luar negeri; melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/ atau tindakan

pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/ atau

persaingan usaha tidak sehat, seperti kegiatan-kegiatan monopoli, monopsoni,

penguasaan pasar, dan persekongkolan; dan melakukan penilaian terhadap ada

atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan/ atau persaingan usaha yang tidak sehat, yang

disebabkan penguasaan pasar yang berlebihan, jabatan rangkap, pemilikan saham

dan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha atau saham.

Dengan demikian, pada prinsipnya fungsi dan tugas utama Komisi Pengawas

Persaingan Usaha adalah melakukan kegiatan penilaian terhadap perjanjian,

47
kegiatan usaha, dan penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan pelaku usaha

atau sekelompok pelaku usaha. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap UU No. 5

Tahun 1999, dimana pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha telah membuat

perjanjian yang dilarang atau melakukan kegiatan yang terlarang atau

menyalahgunakan posisi dominan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha

berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif dengan

memerintahkan pembatalan atau penghentian perjanjian-perjanjian dan kegiatan-

kegiatan usaha yang dilarang, serta penyalahgunaan posisi dominan yang

dilakukan pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha tersebut.65

Tugas lain dari KPPU yang tidak kalah penting adalah memberikan saran

dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek

monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat dan menyusun pedoman dan/

atau publikasi atau sosialisasi yang berkaitan dengan praktek monopoli dan/ atau

persaingan usaha tidak sehat. Terakhir, secara berkala atas hasil kerjanya kepada

Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. 66

Nantinya, KPPU sangat diharapkan bisa benar-benar bertindak positif

untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah dalam pembuatan peraturan yang

berkaitan dengan praktek monopoli dan/ atau persaingan usahat tidak sehat.

Seandainya pasal-pasal yang ada dalam UU No. 5 Tahun 1999 tidak memadai

untuk menunjang tugas dan wewenangnya, KPPU dapat mengajukan saran dan

pertimbangan kepada Pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang

mendukung tugas dan wewenangnya. Demikian pula KPPU juga harus membuat

65.
Rachmadi Usman. Op cit. h. 105 – 106.
66.
Ibid. h. 106.

48
pedoman (guidelines)67 atau aturan main yang jelas, baik bagi diri sendiri

maupun bagi pelaku usaha, misalnya bagaimana prosedur proses beracara di

KPPU dan apakah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999

cukup memadai. Jika tidak memadai, KPPU harus membuat sendiri pedoman

beracara tersebut.68

Sebagai bahan perbandingan, Komisi Masyarakat Ekonomi Eropa juga

dapat mengusulkan kepada Dewan Menteri untuk mengeluarkan peraturan yang

memberikan kewenangan-kewenangan tertentu kepada Komisi. Hal ini dilakukan

Komisi karena melihat kewenangan yang diberikan atau diperoleh dari Article 85

dan 86 Perjanjian Roma kurang memadai bagi Komisi untuk melaksanakan

Hukum Persaingan Masyarakat Ekonomi Eropa. Selanjutnya, Federal Trade

Commission juga mengeluarkan Trade Regulation Rules, yang menetapkan

cakupan Section Federal Trade Commission Act untuk praktek-praktek industri

tertentu. Bersama-sama dengan Justice Departement, Federal Trade Commission

mengeluarkan The Justice Departement/ FTC 1992 Horizontal Merger

Guidelines.69

Bila bunyi Pasal 35 huruf f UU No. 5 Tahun 1999 kita baca secara

cermat, terkadang makna KPPU berwenang untuk mengisi kekosongan hukum

dalam rangka pelaksanaan yang berkaitan dengan hukum persaingan usaha. Hal

ini berarti pedoman maupun peraturan yang akan dibuat Komisi Persaingan

Usaha tidak hanya berlaku secara internal saja, tetapi juga berlaku secara

eksternal, yakni baik terhadap KPPU maupun pelaku usaha serta instansi lainnya

67.
Op cit. Guideline Tender.
68.
Ayudha D. Prayoga et al. Op cit. h. 134.
69.
Ibid.

49
yang terkait dengan pelaksanaan hukum persaingan usaha di Indonesia.

Penjelasan Pasal 35 ini tidak cukup memberi keterangan.

Dasar Hukum

Untuk mengawasi pelaksanaan UU Antimonopoli, maka dibentuklah

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan Kepres. No. 75 Tahun 1999

yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 30 ayat (1) UU Antimonopoli.

Untuk pertama kali anggota KPPU ditetapkan dengan Kepres No. 162/ M Tahun

2000 tertanggal 7 Juni 2000, yang terdiri dari 11 (sebelas) anggota selama 5

(lima) tahun ke depan.70

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah lembaga independen

yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Terlepas dari pengaruh dan

kekuasaan pemerintah serta pihak lain, KPPU berfungsi menyusun Peraturan dan

memeriksa berbagai pihak yang diduga melanggar UU No. 5 Tahun 1999

tersebut serta memberi putusan mengikat dan menjatuhkan sanksi terhadap para

pelanggarnya.71

Struktur Organisasi

Susunan organisasi KPPU terdiri dari72 :

1. Anggota Komisi; dan

2. Sekretariat.

Komisi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil

Ketua merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.

70.
Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga. Op cit. h. 2 – 3.
71.
Ibid. h. 4.
72.
Pasal 8 dan Pasal 9 Keppres. No. 75 Tahun 1999 Tentang Komisi Pengawas Persaingan
Usaha.

50
Dalam hal pengangkatan maupun pemberhentian, anggota Komisi diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DPR atas dasar usulan pemerintah

dimana masing-masing anggota dapat diangkat kembali 1 (satu) kali untuk masa

jabatan berikutnya.73

Dalam rangka menunjang kelancaran tugas, Komisi dibantu oleh

Sekretariat Komisi, yang bertugas untuk membantu kelancaran tugas administrasi

dan teknis operasional dari Komisi. Sekretariat Komisi dipimpin oleh seorang

Direktur Eksekutif yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi. Organisasi

dalam tubuh KPPU adalah sebagai berikut74 :

1. Pimpinan Sekretariat dipimpin oleh Direktur Eksekutif, yang memiliki

tugas untuk membantu Ketua Komisi untuk menyiapkan dan

melaksanakan seluruh urusan administrasi dan teknis operasional Komisi,

demi terlaksananya seluruh tugas Komisi. Direktur Eksekutif juga

bertanggung jawab untuk menjalin hubungan luar negeri dalam rangka

pengembangan Komisi dan Sekretariatnya serta tersusunnya rencana dan

realisasi kegiatan dalam rangka melaksanakan tugasnya.

2. Direktorat Administrasi dipimpin oleh Direktur Administrasi yang

mempunyai tugas membantu Direktur Eksekutif menyiapkan dan

melaksanakan urusan tata usaha, keuangan dan kepegawaian. Direktur

Administrasi membawahi Bagian Tata Usaha, Bagian Keuangan dan

Bagian Kepegawaian.

3. Direktorat Penyelidikan dan Penegakan Hukum yang dipimpin oleh

seorang Direktur Penyelidikan dan Penegakan Hukum yang bertugas

73.
Ningrum Natasya Sirait. Op cit. h. 112.
74.
Ibid. h. 113.

51
untuk membantu Direktur Eksekutif memproses laporan (pengaduan),

menyiapkan dan melaksanakan penyelidikan, menyiapkan keperluan

persidangan, dan mewakili Komisi dalam berhubungan dengan aparat

penegak hukum. Direktur Penyelidikan dan Penegakan Hukum

membawahi Bagian Pengaduan dan Persidangan, Bagian Penyelidikan,

Tim Penyelidik, dan Bagian Litigasi.

4. Direktorat Komunikasi yang dipimpin oleh seorang Direktur Komunikasi

yang bertugas untuk membantu Direktur Eksekutif menyiapkan dan

melaksanakan urusan komunikasi, informasi, dokumentasi dan publikasi,

serta hubungan antar lembaga. Direktorat Komunikasi membawahi

Bagian Komunikasi, Bagian Informasi, Dokumentasi, dan Publikasi, serta

Bagian Hubungan Antar Lembaga.

5. Direktorat Pengkajian dan Pelatihan dipimpin oleh seorang Direktur

Pengkajian dan Pelatihan yang bertugas untuk membantu Direktur

Eksekutif melaksanakan urusan pengkajian dan pengembangan baik

kelembagaan maupun kebijakan persaingan usaha, pelatihan, serta

monitoring. Direktorat Pengkajian dan Pelatihan membawahi Bagian

Pengkajian dan Pengembangan, Bagian Pelatihan, dan Bagian

Monitoring.

Alur Kerja

KPPU dapat memulai penyelidikan karena berbagai hal. Surat dari

konsumen atau pelaku usaha, atau artikel tentang konsumen atau masalah

ekonomi bisnis dapat memicu tindakan dari KPPU.75

75.
Ibid. h. 10.

52
Sebelum kita membahas mengenai tata cara penanganan perkara di

KPPU, perlu kita ketahui siapa yang dimaksud dengan pelaku usaha, saksi atau

pihak lain. Seperti kita ketahui, pelaku usaha, saksi atau pihak lain adalah pihak-

pihak yang diperiksa dan diselidiki oleh KPPU dalam kaitannya dengan suatu

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Namun demikian, hanya

pengertian pelaku usaha saja yang terdapat di dalam UU Antimonopoli,

sedangkan pengertian saksi atau pihak lain tidak dicantumkan di dalam UU

Antimonopoli.76

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (5) UU Antimonopoli, 77 menyebutkan

bahwa :

“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”.

Pengertian saksi tidak terdapat di dalam UU Antimonopoli ataupun di

dalam peraturan pelaksanaannya. Pembahasan mengenai saksi akan dibahas

dalam pembahasan mengenai Alat Bukti.

UU Antimonopoli kembali tidak memberikan definisi mengenai arti dari

pihak lain ini. Namun, apabila kita baca UU Antimonopoli dengan seksama,

pihak lain dapat diartikan sebagai saksi dan dapat diartikan sebagai pelaku usaha

lain. Definisi pihak lain ini tidak jelas karena tidak menjelaskan kapan pelaku

usaha tertentu disebut sebagai pihak lain, dan kapan saksi ditetapkan sebagai

pihak lain. Ketidakjelasan di dalam definisi ini pada akhirnya menyulitkan KPPU

76.
Ibid. h. 13.
77.
Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Prakek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

53
karena untuk dapat menyatakan pelaku usaha tertentu bersalah dan melanggar

ketentuan suatu pasal dari UU Antimonopoli, KPPU harus dapat membuktikan

bahwa seluruh unsur dari pasal yang dituduhkan harus terbukti, termasuk siapa

yang dimaksud dengan “pihak lain” ini.78

Apabila salah satu saja unsur dari suatu pasal UU Antimonopoli tidak

terbukti, pelaku usaha tidak dapat dihukum. Di satu sisi, ketidakjelasan mengenai

siapa yang dimaksud dengan “pihak lain” ini dipandang sebagai suatu kelemahan

dari UU Antimonopoli, dan secara tidak langsung menguntungkan pelaku usaha,

karena KPPU akan sulit untuk dapat membuktikan bahwa unsur-unsur suatu

pasal terpenuhi. Akan tetapi, di sisi lain, ketidakjelasan mengenai istilah pihak

lain ini dipandang sebagai suatu halangan di dalam penegakan hukum persaingan

usaha.79

Ketika memulai proses penegakan hukumnya maka KPPU melalui

beberapa tahap, yaitu80 :

a. Tahap Pengumpulan Laporan atau Indikasi Terjadinya Pelanggaran;

Komisi dapat memulai pemeriksaan terhadap para pihak yang dicurigai

baik dengan adanya laporan maupun berdasarkan atas inisiatif KPPU sendiri dari

hasil penelitian para staff KPPU. Sebelum langkah selanjutnya, KPPU dapat

melakukan proses hearing atau dengar pendapat dalam upaya memutuskan

apakah pemeriksaan selanjutnya diteruskan atau tidak. 81

78.
Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga. Loc cit. h. 14.
79.
Ibid.
80.
Ningrum Natasya Sirait. Op cit. h. 115 – 116.
81.
Pasal 12 – Pasal 26 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2006
Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU.

54
b. Tahap Pemeriksaan Pendahuluan;

Pemeriksaan pendahuluan adalah proses Komisi untuk meneliti dan/ atau

memeriksa apakah suatu Laporan dinilai perlu atau tidak untuk dilanjutkan

kepada tahap Pemeriksaan Lanjutan. Pada tahap pemeriksaan pendahuluan tidak

hanya laporan yang diperiksa, namun pemeriksaan yang dilakukan atas dasar

inisiatif Komisi juga wajib memulai proses Pemeriksaan Pendahuluan ini.82

c. Tahap Pemeriksaan Lanjutan; dan

Pemeriksaan Lanjutan adalah serangkaian pemeriksaan dan atau

penyelidikan yang dilakukan oleh Majelis sebagai tindak lanjut Pemeriksaan

Pendahuluan.83

d. Tahap Eksekusi Putusan Komisi.

Apabila Keputusan Komisi menyatakan terbukti adanya perbuatan

melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun 1999, maka proses selanjutnya akan

berlanjut kepada tahap eksekusi putusan Komisi. Berdasarkan Pasal 47 UU No. 5

Tahun 1999,84 Komisi memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi

82.
Pasal 27 – Pasal 41. Ibid.
83.
Pasal 42 – Pasal 50. Ibid.
84.
Pasal 47 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, menyebutkan bahwa :
(1). Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap
pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini;
(2). Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa : huruf
(a). penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau
(b). perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau
(c). perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbuka
menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak
sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
(d). perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi
dominan; dan atau
(e). penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan
pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau

55
administratif dalam bentuk-bentuk pembatalan perjanjian, perintah

pemberhentian suatu kegiatan, pembatalan merger konsolidasi, akuisisi, maupun

penetapan pembayaran ganti rugi dan denda. Bila pihak terlapor tidak

mengajukan keberatan, maka KPPU akan melakukan eksekusi putusannya.85

Menurut penulis, peraturan yang begitu cermat dan rapi dibuat oleh KPPU

diharapkan agar semua pihak dapat mengerti mengenai tata cara KPPU dalam

menangani kasus-kasus yang diterima.

Keberadaan nilai-nilai persaingan usaha yang sehat, telah menjadi

dambaan banyak pihak seiring kelahiran UU No. 5 Tahun 1999 dan KPPU

sebagai pelaksananya. Hal ini terlihat dari banyaknya laporan KPPU yang

cenderung bergerak eksponensial setiap tahunnya. Di tahun 2005 misalnya

laporan kepada KPPU berjumlah 182 buah, dibandingkan dengan 7 buah laporan

pada tahun 2000.86

Karena tingginya harapan masyarakat terhadap KPPU, banyak persoalan

di luar persaingan usaha yang menjadi substansi laporan, yang menempati sekitar

33% dari laporan. Beberapa di antaranya lebih terkait dengan permasalahan

korupsi, yang menjadi musuh utama publik saat ini.87

Dari kasus yang ditangani KPPU sampai tahun 2000, diketahui bahwa

persekongkolan tender mendominasi dengan menempati porsi 33%. Mencermati

kasus-kasus persekongkolan tender, maka selain permasalahan persaingan usaha

tidak sehat dalam bentuk pengaturan oleh para pelaku usaha, juga terdapat

(f). penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau huruf (g) pengenaan denda
serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah).
85.
Pasal 51 – Pasal 67. Loc cit.
86.
Kompetisi. Upaya Perbaikan Sistem Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Edisi III.
Jakarta. 2006. h. 7.
87.
Ibid.

56
indikasi penyalahgunaan wewenang aparat yang menjadi panitia tender (vertical

collusive). Akhir dari temuan kasus-kasus serupa, yakni munculnya ekonomi

biaya tinggi akibat mark up oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pengaturan.

Mark up inilah yang menjadi insentif bagi pelaku persekongkolan.88

180 Laporan

160
Penanganan Perkara
140 (+ inisiatif)

120

100

80

60

40

20

0
2000 2001 2002 2003 2004 2005

Gambar 4. Laporan dan Penanganan Perkaran Tahun 2000 – 2005.

Dalam penanganan perkara seperti ini, maka tugas KPPU berhenti pada

upaya menghukum pelaku usaha yang terbukti melakukan persekongkolan

tender. Sementara nuansa korupsi yang terungkap dalam kasus tersebut menjadi

bukti awal yang akan dilimpahkan KPPU kepada lembaga penegak hukum

korupsi (KPK).

Pada tahun 2006 kasus yang masuk ke KPPU berjumlah 376 laporan,

diantara pengaduan itu baru 54 perkara yang sudah ditangani KPPU dengan 25

kasus diantaranya adalah persekongkolan tender yang sebagian kasus tersebut

terjadi di daerah seuai dengan tren dan desentralisasi.89

88.
Ibid.
89.
Soy Martua. Persekongkolan Tender di Tahun 2006 Masih Marak.
www.tempointeraktif.co.id. Jakarta. 2006.

57
Persekongkolan tender merupakan kasus terbesar yang masuk ke KPPU

dan dinyatakan sebagai rule of reason, yaitu bahwa suatu tindakan memerlukan

pembuktian dalam menentukan telah terjadinya pelanggaran terhadap persaingan

usaha yang sehat. Untuk itu, dalam persekongkolan tender perlu diketahui apakah

proses tender tersebut dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum

atau menghambat persaingan usaha.90

Dampak persekongkolan dalam tender antara lain, konsumen atau

pemberi kerja membayar harga yang lebih mahal dari pada yang sesungguhnya,

barang atau jasa yang diperoleh seringkali lebih rendah mutu dan jumlahnya, dan

terjadinya hambatan pasar bagi peserta potensial.91

Dampak lainnya adalah nilai proyek untuk tender pengadaan jasa menjadi

lebih tinggi akibat mark up yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersekongkol.

Apabila hal tersebut dilakukan dalam proyek Pemerintah yang pembiayaannya

melalui APBN, maka persekongkolan tersebut berpotensi menimbulkan ekonomi

biaya tinggi.92

Sanksi-Sanksi

Sebagai salah satu peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk

menciptakan social engineering bagi masyarakat dunia usaha pada umumnya,

dan para pelaku usaha pada khususnya, UU No. 5 Tahun 1999 inipun dilengkapi

dengan berbagai macam aturan mengenai saksi-sanksi yang dapat dikenakan bagi

mereka yang melanggar ketentuan undang-undang.

90.
Pande Raja Silalahi. Menyoal Persaingan Tidak Sehat. www.fokusonline.co.id. Jakarta.
2007.
91.
Ibid.
92.
Ibid.

58
Macam-macam sanksi yang dapat dikenakan secara garis besar di dalam

UU No. 5 Tahun 1999 dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Tindakan Administratif (Pasal 47 ayat (2));93

Tindakan administratif yang dapat diambil menurut ketentuan undang-

undang adalah sebagai berikut :

a. Penetapan pembatalan perjanjian yang dilarang oleh undang-undang,

sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 4 sampai dengan Pasal

13, Pasal 15, dan Pasal 16 sebagai berikut94 :

1) Perjanjian untuk menguasai produksi dan atau pemasaran barang dan jasa

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat;

2) Perjanjian yang menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang

harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan

yang sama;

3) Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar

dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli

lain untuk barang dan atau jasa yang sama;

4) Perjanjian yang membuat suatu penetapan harga dibawah pasar, yang

dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat;

5) Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa penerimaan barang dan atau

jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang

telah diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang

93.
UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
94.
Ibid.

59
telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan

usaha tidak sehat;

6) Perjanjian yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi

pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

7) Perjanjian yang bertujuan untuk menghalangi pelaku usaha lain untuk

melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri

maupun pasar luar negeri;

8) Perjanjian dengan maksud untuk menolak menjual setiap barang dan atau

jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut :

a. Merugikan atau dapat diduga merugikan pelaku usaha lain; atau

b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap

barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.

9) Perjanjian dengan tujuan untuk mempengaruhi harga dengan mengatur

produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat;

10) Perjanjian kerja sama untuk membentuk gabungan perusahaan atau

perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan

kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan

anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau

pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

60
11) Perjanjian yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai

pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas

barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan, yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat;

12) Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang

dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang

dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu;

13) Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang

dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain

dari pelaku usaha pemasok;

14) Perjanjian yang memberikan harga atau potongan harga tertentu atas

barang dan atau jasa, dengan syarat bahwa pelaku usaha yang menerima

barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok :

a. Harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha

pemasok; atau

b. Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari

pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

15) Perjanjian yang dibuat dengan pihak lain di luar negeri yang memuat

ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan

atau persaingan usaha tidak sehat; dan/ atau

b. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan pembuatan atau

pelaksanaan perjanjian yang menyebabkan terjadinya integrasi vertikal

antara lain dilaksanakan dengan pembatalan perjanjian, pengalihan

61
sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain, atau perubahan bentuk

rangkaian produksinya yang dilarang oleh ketentuan Pasal 14; dan/ atau

c. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti

menimbulkan efek praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan

usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat, berupa tindakan

tertentu dan bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara keseluruhan; dan/

atau

d. Perintah kepada pelaku usaha untuk mengentikan penyalahgunaan posisi

dominan; dan/ atau

e. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan

pengambilalihan saham sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 28;

dan/ atau

f. Pembayaran ganti rugi kepada pelaku usaha dan kepada pihak lain yang

dirugikan; dan/ atau

g. Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar

rupiah) dan setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima

milyar rupiah).

2. Sanksi Pidana Pokok (Pasal 48); dan

Selain sanksi administratif khusus untuk perbuatan-perbuatan hukum

tertentu yang melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 juga dikenakan sanksi

pidana pokok menurut ketentuan UU No. 5 Tahun 1999, sebagai berikut :

a. Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4 mengenai

penguasaan produksi, Pasal 9 mengenai pembagian wilayah, Pasal 10

yang bertujuan untuk menghalangi kegiatan usaha dari pelaku usaha lain,

62
Pasal 11 mengenai pengaturan produksi, Pasal 12 mengenai pembentukan

kartel usaha, Pasal 13 mengenai penguasaan pasokan secara bersama-

sama oleh pelaku usaha, Pasal 14 tentang integrasi vertikal, Pasal 16

tentang perjanjian internasional yang dilarang, Pasal 17 tentang kegiatan

monopoli, Pasal 18 tentang monopsoni posisi dominan, Pasal 27 tentang

kepemilikan saham mayoritas, dan Pasal 98 tentang penggabungan,

peleburan dan pengambil alihan saham, diancam pidana denda serendah-

rendahna Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah) dan

setinggi-tingginya Rp. 100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah), atau

pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan).95

b. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 tentang penetapan harga secara

bersama, Pasal 6 tentang perbedaan harga jual, Pasal 7 tentang penetapan

harga di bawah harga pasar, Pasal 8 tentang penentuan batas atau patokan

harga tertentu, Pasal 15 tentang perjanjian tertutup dengan pihak ketiga,

Pasal 20 tentang penjualan rugi, Pasal 21 tentang perlakuan kecurangan

dalam biaya produksi, Pasal 22 sampai dengan Pasal 24 tentang

persekongkolan, dan Pasal 26 tentang jabatan rangkap diancam pidana

denda serendah-rendahnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan

setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah),

atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.96

c. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 mengenai pemeriksaan terhadap

pelaku usaha diancam dengan pidana denda serendah-rendahnya Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.

95.
Ibid.
96.
Ibid.

63
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah), atau pidana kurungan pengganti

denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.97

3. Sanksi Pidana Tambahan (Pasal 49).

Di luar sanksi pidana pokok yang dikenakan dalam Pasal 48 ayat (1)

sampai dengan ayat (3) undang-undang tersebut di atas ketentuan Pasal 49

undang-undang menetapkan sanksi pidana tambahan dengan menunjuk pada

ketentuan Pasal 10 KUHP, terhadap pidana yang dijatuhkan berdasarkan

ketentuan Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa98 :

a. Pencabutan izin usaha; atau

b. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran

terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan Direksi atau

Komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5

(lima) tahun; atau

c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya

kerugian pada pihak lain.

4. Pengecualian-Pengecualian

Selain pengecualian yang secara khusus diatur dalam Pasal 5 ayat (2)

mengenai penetapan harga secara bersama, undang-undang juga mengecualikan

beberapa hal berikut ini dari berlakunya undang-undang ini99 :

a. Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan

perundang-undangan yang berlaku; atau

97.
Ibid.
98.
Ibid.
99.
Pasal 50. Ibid.

64
b. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti

lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian

elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan

dengan waralaba; atau

c. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa tidak

mengekang, dan atau menghalangi persaingan; atau

d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan

untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih

rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau

e. Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar

hidup masyarakat luas; atau

f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik

Indonesia; atau

g. Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak

mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau

h. Pelaku usaha yang tergolong dalam Usaha Kecil sebagaimana dimaksud

dalam UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil; atau

i. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani

anggotanya;

Melayani anggota di sini maksudnya adalah memberi layanan hanya kepada

anggotanya dan bukan kepada masyarakat umum untuk pengadaan kebutuhan

pokok, kebutuhan sarana produksi termasuk kredit dan bahan baku, serta

pelayanan untuk memasarkan dan mendistribusikan hasil produksi anggota yang

65
tidak mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat.

Pembahasan selanjutnya menuju kepada tinjauan KPPUD di Sumatera

Utara yang merupakan Kantor Perwakilan Daerah KPPU Medan.

B. Tinjauan Umum KPPUD di Sumatera Utara

Pada tanggal 14 Agustus 2006, bertempat di Medan’s Club dilangsungkan

kegiatan serah terima jabatan Kantor Perwakilan Daerah KPPU di Medan dari

Dedy Sani Ardi, SE, Ak., kepada Verry Iskandar, SH.100

Kantor Perwakilan Daerah KPPU Medan yang pergerakannya di dalam

mensosialisasikan eksistensinya menunjukkan sinyalemen yang menarik.

Harapan terwujudnya hubungan kelembagaan yang konstruktif dengan DPRD

Sumut dalam menginternalisasi kebijakan persaingan di daerah sangat penting

untuk diwujudkan. Dengan demikian baik langsung maupun tidak langsung,

sinergisitas tersebut akan berpengaruh positif terhadap strategi percepatan

pembangunan ekonomi di daerah. Intensitas komunikasi dan keterbukaan akses

informasi satu sama lain, dari hari kehari semakin menunjukkan kedekatan

hubungan yang proporsional. Hal tersebut setidaknya menjadi prakondisi yang

kondusif dalam upaya mengkonstruksikan hubungan fungsi kelembagaan ataupun

institusi-institusi pengawas yang efektif di daerah.101

KPD KPPU di Medan melakukan berbagai kegiatan dalam hal untuk

mensosialisasikan eksistensinya, kegiatan tersebut antara lain :

100.
Kompetisi. Upaya Perbaikan Sistem Pengadaan Barang/ Jasa. Op cit. h. 19.
101.
Kompetisi. The 2nd Asean Conference on Competition Policy and Law. Edisi II. Jakarta.
2006. h. 21.

66
1. Monitoring;

Monitoring perubahan perilaku terhadap kesepakatan-kesepakatan harga

(price fixing cartel) yang dibuat oleh para pelaku usaha pesaing yang sering

berlindung dibalik asosiasi seperti Kartel Fumigasi yang dilakukan DPD

IPPHAMI Sumut, Kartel oleh DPD Asosiasi Aspal Beton Indonesia (AABI)

Sumut terus dilakukan, karena dalam prakteknya diperoleh informasi bahwa

kesepakatan-kesepakatan tersebut tetap berlaku walaupun telah dicabut. Padahal,

perilaku penetapan harga adalah perjanjian zaman dahulu yang dilakukan oleh

para pelaku usaha untuk meniadakan persaingan diantara mereka.102

Penanganan laporan dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 tetap

menjadi prioritas KPD Medan, beberapa perkara yang sedang dalam tahap

klarifikasi adalah Tender Pengerukan di Alur Pelabuhan Belawan, Tender

Pembangunan Prasarana di Satker Pemda Simalungun, Tender Pengadaan Mobil

Pemadam Kebakaran di Kabupaten Humbang Hadundutan.103

2. Sosialisasi dan Pembentukan Jaringan Persaingan Usaha

Dalam upaya untuk terus melakukan sosialisasi KPPU, KPD Medan terus

menerus melakukan berbagai upaya untuk lebih membuat KPPU membumi

(down to earth) bagi para stakeholder-nya. Ekspektasi pelaku usaha yang

demikian besar terhadap KPPU untuk menyikapi beberapa persoalan terkait

dengan tender, diharapkan menjadi modal kepercayaan dasar dari publik.

Berbagai kunjungan ke Instansi terkait telah dilakukan diantaranya kepada

Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, DPRD Sumatera Utara, Dinas Perindustrian

dan Perdagangan Sumut, Badan Pembangunan Daerah Sumut. Selain itu juga

102.
Kompetisi. Anggota KPPU. KPPU. Edisi VIII. Jakarta. 2007. h. 21 – 22.
103.
Ibid. 22.

67
melalui berbagai acara talk show interaktir yang khusus membahas persaingan

usaha aktual telah dilakukan diantaranya yaitu dengan City Radio 95,9 FM dan

Lite Fm 92,8 FM di Medan.104

3. Seminar Persaingan Usaha;

Pada tanggal 15 November 2006, KPPU mengadakan Seminar Persaingan

Usaha dengan menghadirkan para narasumber, yaitu : Faisal H. Basri (Anggota

KPPU); Ir. Nurlisa Ginting (Wakil Kepala Bainprom Sumut); S. IS. Sihotang

(Kadin Sumatera Utara). Acara tersebut dibuka oleh Erwin Syahril (Anggota

KPPU) dan dimoderatori oleh Mokhammad Syuhadak (Direktur Komunikasi

KPPU). Dihadiri oleh 90 orang dari berbagai macam stakeholder KPPU

diantaranya adalah dinas terkait, para asosiasi perdagangan, Kadin Sumatera

Utara, akademisi, dan LSM peminat persaingan usaha.105

4. Sosialisasi Putusan KPPU;

Pada tanggal 18 Desember 2006, KPD Medan melaksanakan kegiatan

Sosialisasi Putusan Pematang Siantar. Sosialisasi putusan tersebut dimaksudkan

sebagai upaya shock therapy bagi dunia usaha guna upaya perbaikan pengadaan

barang/ jasa khususnya di Sumatera Utara. Diharapkan dengan terus menerus

disosialisasikan putusan KPPU akan menimbulkan efek jera (detterance effect)

bagi para pihak yang mencoba bersekongkol dalam tender.106

5. Penguatan Kebijakan Persaingan Usaha Daerah;

Sebagai salah satu instrumen penting persaingan usaha, unsur kebijakan

persaingan (competition policy) memainkan peranan sentral dalam pembentukan

104.
Kompetisi. Upaya Perbaikan Sistem Pengadaan Barang/ Jasa. Op cit. h. 19.
105.
Kompetisi. Anggota KPPU. Loc cit. h. 22.
106.
Ibid.

68
struktur pasar dan turut mempengaruhi perilaku para pelaku usaha dalam pasar,

oleh karena itu, harmonisasi kebijakan mutlak diperlukan agar setiap kebijakan

yang dikeluarkan oleh Pemerintah selaku regulator senafas dengan irama

persaingan usaha yang diemban oleh KPPU. KPD KPPU Medan memfasilitasi

beberapa pertemuan terkait dengan kebijakan-kebijakan di daerah dengan para

stakeholders terkait diantaranya adalah kebijakan-kabijakan di sektor

telekomunikasi, kebijakan persaingan dalam penerbangan, dan kebijakan

penyelenggaraan haji yang berbasis kompetisi.107

6. Forum Jasa Konstruksi Daerah; dan

KPPU dipercaya untuk mengisi salah satu sesi dalam Forum Jasa Konstruksi

Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara.

Tema yang diusung dalam forum tersebut adalah Industri Jasa Konstruksi dan

Persaingan Usaha. KPPU dalam forum tersebut memberikan informasi seputar

masalah persaingan usaha di sektor jasa konstruksi. Beberapa hal yang menurut

KPPU berpotensi melanggar UU No. 5 Tahun 1999 adalah pemberian sertifikasi

yang seharusnya menjadi ukuran untuk mengukur kompetensi badan usaha

seringkali dijadikan komoditas oleh LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa

Konstruksi) dan beberapa asosiasi tertentu, bahkan tidak jarang sertifikasi

dijadikan sebagai upaya untuk menghambat secara strategis pelaku usaha lain.

Hal seperti ini memang tidak lepas dari konflik kepentingan, karena sebagian

pengurus LPJK dan asosiasi haruslah orang yang profesional dan mewakili dunia

usaha, bukan mewakili sebagian atau golongan pelaku usaha tertentu saja. Acara

107.
Ibid.

69
ini dihadiri oleh 150 orang dari unsur pengguna jasa konstruksi, penyedia jasa

konstruksi, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan media.108

7. Kuliah Umum Persaingan Usaha.

Kerjasama KPD KPPU Medan dengan dunia kampus dapat terjalin berkat

dukungan dan dorongan dari Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, M.Li.,

sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU)

dan Prof. Dahlan, SH, MH, sebagai Guru Besar Fakultas Hukum Universitas

Syiah Kuala (Unsyiah) Propinsi NAD. Sebagai awalan pemberian kuliah umum

bagi mahasiswa yang telah mengambil program kekhususan Persaingan Usaha

dapat menjadi jembatan untuk terus mengkomunikasikan dunia usaha dengan

dunia akademis.109

Demikianlah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh KPD KPPU Medan

sepanjang tahun 2006. Selanjutnya, akan dibahas mengenai beberapa kasus

menarik yang berkembang di Medan.

Adapun beberapa kasus tersebut diantaranya terkait dengan kelangkaan

minyak tanah, kelangkaan pupuk, tender 9 paket pengadaan barang senilai

Rp. 102 miliar (seratus dua miliar rupiah) di PT. PLN (Persero) Proyek Induk

Pembangkit dan Jaringan (Pikitring) Aceh – Sumut – Riau, Putusan KPPU

tentang distribusi Garam di Sumut, perubahan perilaku kesepakatan tarif AABI

karena adanya kesediaan dan advokasi pembatalan kesepakatan tarif fumigasi.110

Baik kelangkaan minyak tanah maupun kelangkaan pupuk, merupakan

permasalahan ritual tahunan yang tidak kunjung mendapatkan solusi yang baik.

108.
Ibid.
109.
Ibid.
110.
Ibid. h. 19.

70
Permasalahan lemahnya fungsi pengawasan distribusi lebih dominan

dibandingkan dengan isu persaingannya, mengingat latar belakang kebijakan

pendistribusian minyak tanah bersubsidi tidak lain merupakan bentuk penugasan

pemerintah kepada Pertamina dimana penetapan besaran margin distributor serta

harga ecerannya kepada konsumen akhir telah diatur di dalamnya.111

Terkait dengan tender pengadaan barang di PT. PLN (Persero) Pikitring

Sumut – Aceh – Riau senilai Rp. 102 miliar (seratus dua miliar rupiah), KPD

KPPU Medan telah proaktif menyurati dan mengingatkan kepada segenap

penyelenggara tender untuk sungguh-sungguh memperhatikan prinsip-prinsip

persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur di dalam UU No. 5 Tahun 1999

dan Pedoman Larangan Persekongkolan Tender KPPU. Inisiasi KPD KPPU

Medan untuk secara proaktif melakukan pengawasan dan identifikasi praktek

persaingan usaha tidak sehat dalam segenap proses tender tersebut, merupakan

salah satu pointer yang tersampaikan dalam audiensi Komisi B Bidang

Perekonomian DPRD Sumut dengan Segenap Anggota Komisi KPPU di kantor

KPPU Jakarta pada April 2006.112

Terkait dengan Putusan KPPU tentang Distribusi Garam ke Sumatera

Utara yang dibacakan pada 13 Maret 2006, ketujuh pelaku usaha yang dijatuhi

sanksi oleh KPPU tidak mengajukan keberatan ke PN setempat. Sedangkan

terkait dengan perkara kartel kesepakatan dan pembagian wilayah pelaku usaha

aspal beton di Sumatera Utara yang tergabung dalam AABI Sumut, ditetapkan

untuk tidak ditindaklanjuti ke tahapan Pemeriksaan Lanjutan mengingat beberapa

hal, diantaranya adanya kesediaan dari para pihak yang melakukan kesepakatan

111.
Ibid.
112.
Ibid.

71
untuk melakukan perubahan perilaku dengan melakukan pencabutan terhadap isi

kesepakatan.113

Dibuatnya perjanjian kesepakatan tarif oleh 6 (enam) perusahaan

fumigator di Sumatera Utara pada tanggal 18 April 2006, setelah mendapatkan

penjelasan secara persuasif terkait dengan potensi berseberangan dengan prinsip

persaingan usaha yang sehat, kemudian secara resmi dicabut oleh mereka yang

melakukan kesepakatan tarif per tanggal 7 Juni 2006. Namun demikian,

perkembangan terakhir yang diperoleh dari pengguna jasa fumigasi, khususnya

para eksportir, menginformasikan bahwa di lapangan, tarif yang dikenakan oleh

para fumigator masih senilai dengan besaran tarif kesepakatan 18 April 2006.

Informasi ini sedang terus didalami, sehingga apabila terbukti benar dapat

menjadi bukti yang cukup untuk diusulkan ke tahapan proses penegakan

hukum.114

Salah satu perkara yang diterima dan diteruskan oleh KPD KPPU Medan

adalah mengenai tender di RSU. Kota Pematang Siantar dengan kegiatan

Perbaikan Bangsal di rumah sakit tersebut. Adapun tahapan perkara tersebut akan

dibahas pada pembahasan selanjutnya.

113.
Ibid.
114.
Ibid.

72
BAB IV

TENDER DALAM TINJAUAN UU NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG

LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI

DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

A. Pengertian Persekongkolan dalam Tender

Berdasarkan kamus hukum, persekongkolan adalah suatu kerjasama

antara dua pihak atau lebih yang secara bersama-sama melakukan tindakan yang

melanggar hukum. Pengertian tentang persekongkolan dalam tender menurut

beberapa negara adalah suatu perjanjian antara beberapa pihak untuk

memenangkan pesaing dalam suatu tender. Sejalan, pengertian-pengertian

tersebut, persekongkolan dalam tender sebagaimana dimasudkan dalam Pasal 22

UU No. 5 Tahun 1999 adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam rangka

memenangkan peserta tender tertentu.115

Persekongkolan dalam tender dapat dilakukan secara terang-terangan

maupun diam-diam melalui tindakan penyesuaian, penawaran sebelum

dimasukkan, atau menciptakan persaingan semu, atau menyetujui dan atau

memfasilitasi, atau pemberian kesempatan ekslusif, atau tidak menolak

melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui bahwa tindakan tersebut

dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu.116

115.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Op cit. h. 10.
116.
Ibid.

73
B. Jenis-jenis Persekongkolan dalam Tender

Persekongkolan dalam tender dapat dibedakan pada tiga jenis, yaitu

persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal, dan gabungan

persekongkolan vertikal dan horizontal.117

Persekongkolan Horizontal

Merupakan persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau

penyedia barang dan jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan

jasa pesaingnya. Persekongkolan ini dapat dikategorikan sebagai persekongkolan

dengan menciptakan persaingan semu di antara peserta tender.118

Panitia Pengadaan / Panitia Lelang Barang /


Pengguna Barang atau Jasa / Pimpinan Proyek

Pelaku Pelaku Pelaku Pelaku


usaha / usaha / usaha / usaha /
Penyedia Penyedia Penyedia Penyedia
barang barang barang barang
atau jasa atau jasa atau jasa atau jasa

PERSEKONGKOLAN

Gambar 1. Persekongkolan Horizontal

Persekongkolan Vertikal

Merupakan persekongkolan yang terjadi antara salah satu atau beberapa

pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan panitia tender atau panitia

lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan.
117.
Ibid.
118.
Ibid.

74
Persekongkolan ini dapat terjadi dalam bentuk dimana panitia tender atau panitia

lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan

bekerja sama dengan salah satu atau beberapa peserta tender.119

Panitia Pengadaan / Panitia Lelang Barang /


Pengguna Barang atau Jasa / Pimpinan Proyek

Pelaku Pelaku Pelaku Pelaku


usaha / usaha / usaha / usaha /
Penyedia Penyedia Penyedia Penyedia
barang barang barang barang
atau jasa atau jasa atau jasa atau jasa

PERSEKONGKOLAN

Gambar 2. Persekongkolan Vertikal

Persekongkolan Persekongkolan Horizontal dan Vertikal

Merupakan persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang atau

pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan pelaku

usaha atau penyedia barang dan jasa. Persekongkolan ini dapat melibatkan dua

atau tiga pihak yang terkait dalam proses tender. Salah satu bentuk

persekongkolan ini adalah tender fiktif, dimana baik panitia tender, pemberi

pekerjaan, maupun para pelaku usaha melakukan suatu proses tender hanya

secara administratif dan tertutup.120

119.
Ibid.
120.
Ibid.

75
Panitia Pengadaan / Panitia Lelang Barang /
Pengguna Barang atau Jasa / Pimpinan Proyek

Pelaku Pelaku Pelaku Pelaku


usaha / usaha / usaha / usaha /
Penyedia Penyedia Penyedia Penyedia
barang barang barang barang
atau jasa atau jasa atau jasa atau jasa

PERSEKONGKOLAN

Gambar 3. Persekongkolan Horizontal dan Vertikal

C. Larangan Persekongkolan Tender dalam UU No. 5 Tahun 1999

Pelaku usaha dilarang melakukan kegiatan persekongkolan yang

membatasi atau menghalangi persaingan usaha (conspiracy in restraint of

business), karena kegiatan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya persaingan

usaha yang tidak sahat121. Pengertian persekongkolan atau konspirasi

dikemukakan dalam Pasal 1 angka (8) UU No. 5 Tahun 1999, yaitu :

“Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerja sama yang


dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud
untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol”.

Terdapat 3 (tiga) bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang oleh UU

No. 5 Tahun 1999 sebagaimana diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24.

121.
Rachmadi Usman. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. PT. Gramedia. Jakarta. 2004.
h. 79.

76
Dalam Pasal 22 dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan

pihak lain untuk mengatur dan/ atau menentukan pemenang tender, sehingga

dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pihak lain disini

tidak terbatas hanya pemerintah saja, bisa swasta atau pelaku usaha yang ikut

serta dalam tender yang bersangkutan. Penjelasan Pasal 22 menyatakan bahwa

tender adalah tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong suatu

pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. 122

Kegiatan bersekongkol menentukan pemenang tender jelas merupakan

perbuatan curang, karena pada dasarnya (inherently) tender dan pemenangnya

tidak bisa diatur dan bersifat rahasia (walaupun ada tender yang dilakukan secara

terbuka).123

Pasal 23 melarang pelaku usaha untuk bersekongkol dengan pihak lain

untuk mendapatkan kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai

rahasia perusahaan atau yang dikenal dengan sebutan rahasia dagang. 124 Sebutan

rahasia dagang merupakan terjemahan dari istilah “undisclosed information”,

“trade secret”, atau “know how”. Rahasia dagang tidak boleh diketahui umum,

karena selain mempunyai nilai teknologi, ia juga mempunyai nilai ekonomis yang

berguna dalam kegiatan usaha. Kerahasiaannya biasanya dijaga oleh

pemiliknya.125

Pengaturan mengenai rahasia dagang diatur secara tersendiri, tidak

dimasukkan dalam UU No. 5 Tahun 1999. Dewasa ini pengaturannya dapat

122.
Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
123.
Ayudha D. Prayoga et al. Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di
Indonesia. Proyek ELIPS. Jakarta. 2000. h. 122.
124.
Pasal 23, UU No. 5 Tahun 1999. Loc cit.
125.
Racmadi Usman. Op cit. h. 80.

77
dijumpai dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Pengertian

rahasia dagang dikemukakan dalam Pasal 1 angka (1) UU No. 30 Tahun 2000

yang menyatakan bahwa rahasia dagang adalah126 :

“… informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan /


atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan
usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang”.

Berarti rahasia dagang di sini tidak terbatas hanya pada rahasia bisnis atau

dagang belaka, melainkan termasuk informasi industrial know how. Hal ini juga

dapat dilihat dari lingkup perlindungan rahasia dagang yang diatur sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 2 UU No. 30 Tahun 2000. Pasal 2 tersebut menyatakan

bahwa lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode

pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/ atau

bisnis yang memiliki nilai ekonomis dan tidak diketahui masyarakat umum.

Persyaratan rahasia dagang dikemukakan dalam Pasal 3 UU No. 30 Tahun

2000, bahwa rahasia dagang yang akan mendapat perlindungan terbatas pada

informasi yang bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomis, dan dijaga

kerahasiannya melalui upaya-upaya sebagaimana mestinya, yaitu semua langkah

yang memuat ukuran kewajaran, kelayakan, dan kepatutan yang harus dilakukan.

Misalnya, di dalam suatu perusahaan harus ada prosedur baku berdasarkan

praktek umum yang berlaku di tempat-tempat lain dan/ atau yang dituangkan ke

dalam ketentuan internal perusahaan itu sendiri. Demikian pula dalam ketentuan

internal perusahaan yang diterapkan bagaimana rahasia dagang itu dijaga dan

siapa yang bertanggung jawab atas kerahasiaan itu. Dengan demikian,

126.
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang.

78
berdasarkan Pasal 3 tersebut suatu informasi akan dianggap termasuk rahasia

dagang, bila memenuhi 3 (tiga) persyaratan berikut ini127 :

2. Informasi bersifat rahasia, bahwa informasi tersebut hanya diketahui oleh

pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat;

3. Informasi memiliki nilai ekonomi, bahwa sifat kerahasiaan informasi

tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang

bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi;

dan

4. Informasi dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang

menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.

Di samping kedua bentuk persekongkolan di atas, Pasal 24 juga melarang

persekongkolan yang dapat menghambat produksi, pemasaran, atau produksi dan

pemasaran atas produk. Dalam Pasal 24 tersebut dinyatakan bahwa pelaku usaha

dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan/ atau

pemasaran barang dan/ atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan tujuan barang

dan/ atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi

berkurang, baik dari kualitas maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ini jelas bahwa pelaku usaha dilarang untuk

bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat pelaku usaha pesaing dalam

memproduksi, memasarkan, atau memproduksi dan memasarkan barang, jasa,

atau barang dan jasa dengan maksud agar barang, jasa, atau barang dan jasa yang

ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang atau menurun

kualitasnya; atau memperlambat waktu proses produksi pemasaran, atau produksi

127.
Rachmadi Usman. Op cit. h. 82.

79
dan pemasaran barang, jasa, atau barang dan jasa yang sebelumnya sudah

dipersyaratkan. Kegiatan persekongkolan seperti ini dapat menimbulkan praktek

monopoli dan/ atau persaingan usaha yang tidak sehat.128

D. Perkara yang Diterima Oleh Kantor Perwakilan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha Medan tentang RSU. Kota Pematang Siantar

Pada awalnya, Rumah Sakit Umum Kota Pematang Siantar mengadakan

suatu tender/ Pelelangan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah dengan kegiatan

Perbaikan Bangsal di Unit Kerja Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Pematang

Siantar Tahun Anggaran 2005 yang diikuti oleh 31 (tiga puluh satu) perusahaan

pada tahap prakualifikasi dengan 24 (dua puluh empat) perusahaan dinyatakan

tidak lengkap dan tidak memenuhi syarat. 129

Namun, setelah panitia memeriksa dan membuka penawaran dari

perusahaan-perusahaan tersebut di atas hanya 7 (tujuh) perusahaan yang

dinyatakan lengkap dan sah penawarannya. Maka ketujuh perusahaan-perusahaan

tersebut berhak untuk maju ketahap selanjutnya yaitu penyusunan Dokumen

Lelang.130

Ketujuh perusahaan yang masuk ke tahap Penyusunan Dokumen Lelang,

antara lain sebagai berikut131 :

5. CV. Risma Karya dengan harga penawaran Rp. 1.502.757.000,00 (satu

milyar lima ratus dua juta tujuh ratus lima puluh tujuh ribu rupiah);

128.
Ibid. h. 82 – 83.
129.
KPPU, Putusan Perkara No. : 06 / KPPU-L / 2006 Tentang Perbaikan Bangsal RSU Kota
Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005.
130.
Ibid.
131.
Ibid.

80
6. CV. SHT dengan harga penawaran Rp. 1.503.470.000,00 (satu milyar

lima ratus tiga juta empat ratus tujuh puluh ribu rupiah);

7. CV. Sagyta Taruna Perkasa dengan harga penawaran dengan harga

penawaran Rp. 1.579.839.000,00 (satu milyar lima ratus tujuh puluh

sembilan delapan ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah);

8. PT. Rama Indah Jaya dengan harga penawaran Rp. 1.617.762.000,00

(satu milyar enam ratus tujuh belas ribu tujuh ratus enam puluh dua ribu

rupiah);

9. CV. Kreasi Multy Poranc dengan harga penawaran Rp. 1.884.197.000,00

(satu milyar delapan ratus delapan puluh empat juta seratus sembilan

tujuh ribu rupiah);

10. PT. Pembangunan Delima Murni dengan harga penawaran

Rp.1.888.852.000,00 (satu milyar delapan ratus delapan puluh delapan

juta delapan ratus lima puluh dua ribu rupiah); dan

11. CV. Sumber Mulya dengan harga penawaran Rp. 1.894.227.000,00 (satu

milyar delapan ratus sembilan puluh empat juta dua ratus dua puluh tujuh

ribu rupiah).

Setelah mengetahui perusahaan-perusahaan yang lulus Prakualifikasi dan

masuk ke tahap Penyusunan Dokumen Lelang lalu dievaluasi oleh Panitia

Pengadaan Barang/ Jasa untuk mengumumkan pemenang tender. Hasil

Pengumuman Pelelangan yang diusulkan untuk menjadi calon pemenang lelang

kepada Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar selaku Pengguna Barang atau

Jasa adalah sebagai berikut132 :

132.
Ibid.

81
1. Pemenang adalah CV. Risma Karya dengan harga penawaran

Rp.1.502.757.000,00 (satu milyar lima ratus dua juta tujuh ratus lima

puluh tujuh ribu rupiah);

2. Pemenang Cadangan I adalah PT. Rama Indah Jaya dengan harga

penawaran Rp. 1.617.762.000,00 (satu milyar enam ratus tujuh belas ribu

tujuh ratus enam puluh dua ribu rupiah); dan

3. Pemenang Cadangan II adalah CV. Kreasi Multy Poranc dengan harga

penawaran Rp. 1.884.197.000,00 (satu milyar delapan ratus delapan puluh

empat juta seratus sembilan tujuh ribu rupiah).

Pengumuman Pelelangan tersebut ditolak oleh Plt. Kepala RSU Kota

Pematang Siantar dan mengarahkan agar dilakukan evaluasi ulang dan yang

dipilih sebagai pemenang adalah Pemenang Cadangan II, yaitu CV. Kreasi Multy

Poranc.133

Selanjutnya, Panitia Pengadaan Barang/ Jasa merubah pemenang tender

atas dasar arahan dari Walikota dan Wakil Walikota tersebut dengan

mengeluarkan Surat No. 12/ PAN-RSU/ XI/ 2005 tertanggal 30 November 2005,

dan mengusulkan134 :

1. Pemenang adalah CV. Kreasi Multy Poranc dengan harga penawaran Rp.

1.884.197.000,00 (satu milyar delapan ratus delapan puluh empat juta

seratus sembilan tujuh ribu rupiah);

2. Pemenang Cadangan I adalah PT. Pembangunan Delima Murni dengan

harga penawaran Rp.1.888.852.000,00 (satu milyar delapan ratus delapan

puluh delapan juta delapan ratus lima puluh dua ribu rupiah); dan

133.
Ibid.
134.
Ibid.

82
3. Pemenang Cadangan II adalah CV. Sumber Mulya dengan harga

penawaran Rp. 1.894.227.000,00 (satu milyar delapan ratus sembilan

puluh empat juta dua ratus dua puluh tujuh ribu rupiah).

Dokumen Surat Penawaran dari ketiga perusahaan yang diusulkan pada

tanggal 30 November 2005 tersebut dibuat oleh Hasudungan Nainggolan, SE

selaku Wakil Direktur II CV. Kreasi Multy Poranc yang beralamat di Jl. Gereja

No. 97A Pematang Siantar. Hal tersebut dibuktikan dari135 :

2. Daftar hadir aanwijzing dari orang-orang yang mewakili ketiga

perusahaan tersebut menunjukkan adanya kesamaan nomor handphone

yaitu 0819854272 yang dimiliki oleh Hasudungan Nainggolan, SE;

3. Format Surat Penawaran adalah sama persis, perbedaan hanya pada

bentuk huruf (font) dan ukuran huruf (font size); dan

4. Laporan keuangan ketiga perusahaan menggunakan Kantor Akuntan Drs.

Biasa Sitepu, Ak tertanggal 17 April 2005, yang ternyata dipalsukan.

Maka atas dasar temuan-temuan KPPU di atas diduga kuat adanya

persekongkolan antara pihak Panitia Tender, Plt. Kepala RSU. Kota

Pematangsiantar dengan CV. Kreasi Multy Poranc, PT. Pembangunan Delima

Murni, dan CV. Sumber Mulya.136

Atas dasar laporan tersebut Sekretariat Komisi telah melakukan klarifikasi

terhadap pelapor dan kemudian laporan dinyatakan sebagai laporan yang lengkap

dan jelas.137

135.
Ibid.
136.
Ibid.
137.
Ibid.

83
Setelah laporan dinyatakan lengkap dan jelas maka Rapat Komisi pada

tanggal 11 Mei 2006 memutuskan laporan tersebut masuk ke dalam Pemeriksaan

Pendahuluan. 138

Tim Pemeriksa pada Pemeriksaan Pendahuluan setelah mendengar

keterangan dari Pelapor dan para Terlapor maka ditemukan adanya indkasi kuat

bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, dalam

bentuk sebagai berikut139 :

1. Terdapat kerja sama antara Hasudungan Nainggolan, SE dengan

melibatkan CV. Kreasi Multy Poranc, PT. Pembangunan Delima Murni,

dan CV. Sumber Mulya berupa penyesuaian dokumen penawaran dengan

membandingkan dokumen penawaran sebelum penyerahan dan tindakan

menciptakan persaingan semu di antara ketiga perusahaan tersebut.

2. Persekongkolan tersebut juga melibatkan Walikota, Wakil Walikota, dan

Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar dan Panitia Tender.

3. Walikota dan Wakil Walikota melakukan intervensi yang diakui oleh Plt.

Kepala RSU. Kota Pematang Siantar dan Panitia Tender sebagai indikasi

adanya pengaturan CV. Kreasi Multy Poranc sebagai pemenang tender.

Dengan ditemukannya bukti bahwa Walikota, Wakil Walikota,

Hasudungan Nainggolan, SE sebagai Wakil Direktur II CV. Kreasi Multy Poranc

maka KPPU melanjutkan pemeriksaan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan.140

138.
Pasal 27 – Pasal 41 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2006
Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU.
139.
KPPU, Putusan Perkara No. : 06 / KPPU-L / 2006 Tentang Perbaikan Bangsal RSU Kota
Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005.
140.
Ibid.

84
Pada Pemeriksaan Lanjutan, Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar dan

Panitia Tender, Walikota dan Wakil Walikota, Pelapor, para Terlapor, dan para

Saksi memberikan keterangan tertulis.141

Berdasarkan bukti-bukti, sejumlah surat atau dokumen, Berita Acara

Pemeriksaan (BAP) serta bukti-bukti lain yang telah diperoleh selama

pemeriksaan dan penyelidikan, Majelis Komisi menilai telah mempunyai bukti

dan penilaian yang cukup untuk mengambil Putusan.142

Menurut penulis, tidak tertutup kemungkinan pelaksanaan tender ini juga

terdapat unsur kolusi, korupsi dan nepotisme. KPPU bisa membatalkan tender

dan mengulangnya. Peserta tender yang melanggar bisa dikenai denda minimum

Rp 1 miliar dan maksimum hingga Rp 25 miliar sesuai dengan Pasal 47 UU No.

5 Tahun 1999. Mereka tidak akan diperbolehkan mengikuti tender-tender

pemerintah lainnya.

Demikianlah uraian pelaksanaan tender di RSU. Kota Pematang Siantar

dengan Kegiatan Perbaikan Bangsal rumah sakit tersebut. Selanjutnya yang akan

dibahas adalah mengenai peranan KPPU dalam pelaksanaan tender di RSU. Kota

Pematang Siantar tersebut.

141.
Ibid.
142.
Ibid.

85
E. Peranan KPPUD dalam Pelaksanaan Tender di Rumah Sakit Umum

Kota Pematang Siantar

Pada awalnya, KPPU menerima laporan bahwa telah terjadi

persekongkolan pada tender RSU. Kota Pematang Siantar dengan Kegiatan

Perbaikan Bangsal RSU. Kota Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005.143

Dengan adanya laporan tersebut KPPU melakukan pemeriksaan

pendahuluan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa, yaitu : Erwin Syahril (Ketua),

Pande Radja Silalahi dan Moh. Iqbal (anggota). Setelah dilakukan pemeriksaan

pendahuluan KPPU menemukan beberapa temuan, yaitu144 :

1. Ada kerja sama antara Hasudungan Nainggolan, SE dengan melibatkan

CV. Kreasi Multy Poranc, PT. Pembangunan Delima Murni, dan CV.

Sumber Mulya, berupa penyesuaian dokumen penawaran,

membandingkan dokumen penawaran sebelum penyerahan dan

menciptakan persaingan semu;

2. Persekongkolan juga melibatkan Walikota, Wakil Walikota, Plt. Kepala

RSU dan Panitia Tender; dan

3. Intervensi Walikota dan Wakil Walikota yang diakui oleh Plt. Kepala

RSU dan Panitia sebagai indikasi adanya pengaturan CV. Kreasi Multy

Poranc sebagai Pemenang Tender.

Setelah dilakukan Pemeriksaan Pendahuluan maka Tim Pemeriksan

merekomendasikan pemeriksaan dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan dan

143.
Ibid.
144.
Ibid.

86
menetapkan Ir. RE. Siahaan (Walikota), Drs. Imal Raya Harahap (Wakil

Walikota), dan Hasudungan Nainggolan, SE sebagai Terlapor.145

Pada Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa menemukan beberapa

temuan, yaitu146 :

1. Panitia tidak menjalankan Pakta Integritas;

Pada tanggal 28 November 2005, Panitia menyampaikan usulan calon

pemenang tender kepada Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar. Pada tanggal

29 November 2005, Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar bersama Panitia

Tender menghadapWalikota dan Wakil Walikota untuk melaporkan calon

pemenang tender. Setelah pelaporan pada tanggal 29 November 2005, Panitia

melakukan perubahan calon dari CV. Risma Karya menjadi CV. Kreasi Multy

Poranc atas perintah Walikota, Wakil Walikota, dan Plt. Kepala RSU. Kota

Pematang Siantar tanpa melakukan evaluasi ulang.

2. Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar tidak konsisten dalam

melaksanakan tugasnya;

Panitia tidak menjalankan pakta integritas, sesuai dengan Keppres. No. 80

Tahun 2003 Panitia Tender harus menandatangani Pakta Integritas yang

menunjukkan tugas dan kewenangannya tidak dipengaruhi oleh pihak lain.

Perubahan usulan calon pemenang tanpa adanya evaluasi ulang yang dilakukan

oleh Panitia akibat campur tangan Walikota, Wakil Walikota, dan Plt. Kepala

RSU. Kota Pematang Siantar adalah menunjukkan Panitia tidak menjalankan

Pakta Integritas.

145.
Ibid.
146.
Ibid.

87
Menurut Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar, penerbitan Keputusan

Walikota Pematang Siantar No. 027/ 1496/ WK-Tahun 2005 tanggal 19 Oktober

2005 tentang Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Kegiatan Perbaikan

Bangsal di Unit Kerja Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Pematang Santar Tahun

Anggaran 2005 adalah karena status Iswan Lubis, SH pada saat itu sebagai Plt.

Sementara sehingga tidak mempunyai kewenangan mengambil keputusan.

Pada saat ada usulan calon pemenang tender dari Panitia, Plt. Kepala

RSU. Kota Pematang Siantar selaku pengguna barang/ jasa melakukan pelaporan

kepada Wakil Walikota pada tanggal 29 November 2005 dengan alasan yang

sama yaitu tidak mempunyai kewenangan mengambil keputusan mengingat

statusnya sebagai Plt. Sementara.

Tindakan pelaporan tersebut tidak sesuai dengan Keppres. No. 80 Tahun

2003 yang menyatakan pengguna barang/ jasa berwewenang untuk menetapkan

pemenang tender.

Pada tanggal 21 Desember 2005, Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar

membuat dan menandatangani Surat Perjanjian Pemborongan No. 602.1/ 2675/

II/ TU-RSU/ BDB/ XII/ 2005 pada tanggal 21 Desember 2005 dengan pihak CV.

Kreasi Multy Poranc yang diwakili oleh Hasudungan Nainggolan, tanpa

melaporkan sebelumnya kepada Wakil Walikota dan Walikota. Hal-hal tersebut

menunjukkan sikap tidak konsisten yang dilakukan oleh Plt. Kepala RSU. Kota

Pematang Siantar selaku pengguna barang/ jasa

3. Walilkota dan Wakil Walikota turut berperan dalam menentukan

pemenang; dan

88
Pada tanggal 29 November 2005, Panitia telah mengusulkan CV. Risma

Karya sebagai calon pemenang kepada Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar

dan melaporkannya kepada Wakil Walikota. Menurut pengakuan Plt. Kepala

RSU. Kota Pematang Siantar dan Panitia, Wakil Walikota berkomunikasi melalui

telepon dengan Walikota mengenai calon pemenang lelang/ tender, dan kemudian

Wakil Walikota memerintahkan merubah calon pemenang dari CV. Risma Karya

menjadi CV. Kreasi Multy Poranc.

Meskipun Walikota dan Wakil Walikota tidak mengakui adanya

komunikasi melalui telepon yang membicarakan mengenai pemenang tender,

namun setelah pelaporan pada tanggal 29 November 2005 Panitia melakukan

perubahan usulan calon pemenang tanpa melakukan perubahan usulan calon

pemenang tanpa melakukan evaluasi ulang, dari semula CV. Risma Karya

menjadi CV. Kreasi Multy Poranc.

Hal tersebut dikuatkan dengan pengakuan Plt. Kepala RSU. Kota

Pematang Siantar dan Panitia, pada tanggal 30 November 2005 Walikota

menelpon Ketua Panitia dengan menggunakan handphone milik Plt. Kepala RSU

Kota Pematang Siantar, agar Panitia menetapkan CV. Kreasi Multy Poranc

sebagai pemenang. Selanjutnya Panitia mengusulkan CV. Kreasi Multy Poranc

sebagai pemenang dan meminta persetujuan dari Walikota, Wakil Walikota dan

Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar yang dituangkan dalam bentuk

disposisi.

Adanya sanggahan, sanggah banding dan somasi yang disampaikan oleh

CV. Risma Karya kepada Walikota serta jawaban-jawabannya, menunjukkan

89
bahwa Walikota sudah mengetahui sejak awal adanya permasalahan dalam

pelaksanaan tender perbaikan bangsal RSU. Kota Pematang Siantar.

Hasudungan Nainggolan turut menentukan pemenang tender dengan

menggunakan CV. Kreasi Multy Poranc dan meminjam PT. Pembangunan

Delima Murni serta CV. Sumber Mulya sebagai pendamping. Hasudungan

menyusun dokumen penawaran dari ketiga perusahaan tersebut, dan khusus

untuk PT. Pembangunan Delima Murni dan CV. Sumber Mulya, penyusunan

dokumen penawaran dilakukan tanpa sepengetahuan Direktur masing-masing.

Salah satu persyaratan lelang/ tender yaitu laporan keuangan ketiga

perusahaan tersebut, tidak diakui kebenarannya oleh Kantor Akuntan Drs. Biasa

Sitepu. Hasudungan Nainggolan yang telah lama mengenal dan sering

berkomunikasi dengan Wakil Walikota, serta pengakuan Plt. Kepala RSU. Kota

Pematang Siantar dan Panitia tidak bisa apabila perusahaannya dikalahkan,

merupakan upaya mempengaruhi Wakil Walikota untuk menekan Plt. Kepala

RSU. Kota Pematang Siantar dan Ketua Panitia, agar memenangkan CV. Kreasi

Multy Poranc.

4. Dampak atas pengaturan pemenang tender tersebut adalah memenangkan

CV. Kreasi Multy Poranc.

Tindakan meminjam perusahaan adalah tidak sesuai dengan ketentuan

dalam Keppres. No. 80 Tahun 2003, dan prinsip-prinsp good coorporate

governance. Tindakan meminjam perusahaan sebagai pendamping untuk

mengikuti tender perbaikan bangsal RSU. Kota Pematang Siantar yang dilakukan

oleh Hasudungan Nainggolan meniadakan persaingan atau mengakibatkan

90
persaingan semu antara CV. Kreasi Multy Poranc, PT. Pembangunan Delima

Murni, dan CV. Sumber Mulya.

Perubahan calon pemenang dari CV. Risma Karya ke CV. Kreasi Multy

Poranc mengakibatkan selisih antara harga penawaran Rp. 381.440.000,00 (tiga

ratus delapan puluh satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) dan RSU.

Kota Pematang Siantar tidak memperoleh harga terbaik. Penawaran yang

diajukan oleh CV. Kreasi Multy Poranc lebih mahal Rp. 381.440.000,00 (tiga

ratus delapan puluh satu empat ratus empat puluh ribu rupiah) merupakan

kerugian bagi negara.

Setelah melalui pemeriksaan lanjutan maka selanjutnya yang akan

dibahas adalah mengenai unsur-unsur Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 yang

dilanggar, yaitu :

1. Pelaku Usaha;

Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,

menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.147

Bahwa yang dimakud dengan pelakuusaha dalam perkara ini adalah CV.

Kreasi Multy Poranc dan Hasudungan Nainggolan.148

147.
Pasal 1 Angka (5) UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
148.
KPPU, Putusan Perkara No. : 06 / KPPU-L / 2006 Tentang Perbaikan Bangsal RSU Kota
Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005.

91
2. Bersekongkol;

Bersekongkol adalah kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan

pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upya

memenangkan peserta tender tertentu.149

Bahwa terdapat gabungan persekongkolan horizontal dan vertikal antar

sesama peserta tender dengan pihak lain, dalam hal ini Panitia Tender, Plt.

Kepala RSU. Kota Pematang Siantar, Wakil Walikota, dan Walikota Pematang

Siantar, dalam bentuk150 :

a. Hasudungan Nainggolan sebagai peserta dalam tender perbaikan

bangsal RSU. Kota Pematang Siantar menggunakan CV. Kreasi Multy

Poranc dan sekaliogus meminjam PT. Pembangunan Delima Murni

dan CV. Sumber Mulya sebagai pendamping;

b. Hasudungan Nainggolan yang mempersiapkan dokumen penawaran

CV. Kreasi Multy poranc, PT. Pembangunan Delima Murni, dan CV.

Sumber Mulya;

c. Hasudungan Nainggolan mempengaruhi Wakil Walikota untuk

memenangkan CV. Kreasi Multy Poranc;

d. Hasudungan Nainggolan mempunyai hubungan dekat dengan Wakil

Walikota Pematang Siantar;

e. Wakil Walikota dalam bertindak selalu meminta arahan dari

Walikota;

149.
KPPU. Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. Op cit. h.
8.
150.
KPPU, Putusan Perkara. Loc cit.

92
f. Panitia Tender mengubah usulan calon pemenang lelang atas perintah

Walikota, Wakil Walikota, dan Plt. Kepala RSU. Kota Pematang

Siantar; dan

g. Tindakan Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar dan Panitia Tender

merubah usulan calon pemenang sesuai dengan perintah Walikota dan

Wakil Walikota tersebut merupakan bentuk fasilitas kepada CV.

Kreasi Multy Poranc.

3. Pihak Lain;

Pihak Lain adalah para pihak yang terlibat dalam proses tender yang

melakukan persekongkolan tender baik pelaku usaha sebagai peserta tender dan

atau subjek hukum lainnya yang terkait dengan tender tersebut.151

Yang dimaksud pihak lain pada perkara ini adalah PT. Pembangunan

Delima Murni, CV. Sumber Mulya, Walikota, Wakil Walikota, Plt. Kepala RSU.

Kota Pematang Siantar, dan Pantia Tender.152

4. Mengatur dan atau Menentukan Pemenang Tender; dan

Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu

pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau menyediakan jasa.153

Sesuai dengan pengumuman pelelangan umum pascakualifikasi No. 02/

PAN-RSU/ X/ 2005 yang dimaksud dengan tender dalam perkara ini adalah

tawaran mengajukan harga untuk pekerjaan perbaikan bangsal RSU. Kota

Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005.154

151.
KPPU. Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. Op cit.
152.
KPPU. Putusan Perkara. Op cit.
153.
KPPU. Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. Loc cit.
154.
KPPU. Putusan Perkara. Loc cit.

93
Hasudungan Nainggolan mempersiapkan dokumen penawaran CV. Kreasi

Multy Poranc, PT. Pembangunan Delima Murni, dan CV. Sumber Mulya. Surat

penawaran tersebut mempunyai kesamaan format dan bahasa dan mengatur harga

penawaran CV. Kreasi Multy Poranc lebih rendah dari PT. Pembangunan Delima

Murni dan CV. Sumber Mulya untuk memenangkan CV. Kreasi Multy Poranc. Ia

juga merubah Akta CV. Kreasi Multy Poranc dengan tujuan hanya untuk

mengikuti tender perbaikan bangsal RSU. Kota Pematang Siantar dan

mempengaruhi Wakil Walikota untuk memenangkan CV. Kreasi Multy Poranc.

Walikota dan Wakil Walikota memerintahkan Plt. Kepala RSU. Kota Pematang

Siantar dan Panitia Tender untuk mengubah usulan calon pemenang dan

menetapkan CV. Kreasi Multy Poranc sebagai pemenang dan arahan dari

Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh Plt. Kepala RSU. Kota

Pematang Siantar dan Panitia Tender.155

5. Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antara pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang

dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat

persaingan usaha.156

Tindakan penyesuaian dokumen yang dilakukan oleh Hasudungan

Nainggolan adalah perbuatan curang dan tidak jujur dalam rangka bersaing

dengan peserta tender lainnya.157

155.
Ibid.
156.
Pasal 1 Angka (6) UU No. 5 Tahun 1999. Op cit.
157.
KPPU. Putusan Perkara. Op cit.

94
Tindakan meminjam perusahaan melanggar ketentuan Keppres. No. 80

Tahun 2003, dan prinsip-prinsip good coorporate governance yang meniadakan

persaingan melainkan menimbulkan persaingan semu.158

Setelah pembahasan mengenai unsur Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999,

maka selanjutnya KPPU melakukan pertimbangan, yaitu159 :

1. Walikota dan Wakil Walikota seharusnya tidak campur tangan dalam

penentuan pemenang lelang, karena berdasarkan ketentuan dalam

Keppres. No. 80 Tahun 2003 yang berwenang menetapkan pemenang

adalah pengguna barang/ jasa;

2. Akibat penetapan CV. Kreasi Multy Poranc sebagai pemenang, terdapat

kerugian negara sekurang-kurangnya Rp. 381.440.000,00 (tiga ratus

delapan puluh satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah);

3. Kebiasaan meminjam perusahaan baik langsung atau melalui perubahan

Akta Notaris untuk mengikuti tender seperti yang dilakukan oleh CV.

Kreasi Multy Poranc, PT. Pembangunan Delima Murni, dan CV. Sumber

Mulya adalah perilaku yang tidak sesuai dengan Keppres. No. 80 Tahun

2003, prinsip-prinsip good coorporate governance.

4. Tindakan Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar dan Panitia Tender

mengubah usulan calon pemenang atas perintah Walikota dan Wakil

Walikota.

Setelah melalui tahap pertimbangan maka Majelis Komisi

merekomendasikan, yang isinya adalah sebagai berikut160 :

158.
Ibid.
159.
Ibid.
160.
Ibid.

95
1. Meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk

mengambil tindakan terhadap Walikota, Wakil Walikota Pematang

Siantar dan Hasudungan Nainggolan terhadap kerugian negara sebesar

Rp. 381.440.000,00 (tiga ratus delapan puluh satu juta empat ratus empat

puluh ribu rupiah) dalam pelaksanaan tender perbaikan bangsal RSU.

Kota Pematang Siantar;

2. Meminta kepada Pemerintah agar dalam pelaksanaan Keppres. No. 80

Tahun 2003, Panitia lelang/ tender melaksanakan Pakta Integritas dengan

benar dan pihak yang melaksanakan Pakta Integritas terlindungi secara

hukum;

3. Meminta kepada Pemerintah Daerah untuk memerintahkan kepada setiap

Panitia Pengadaan Barang/ Jasa agar dalam pelaksanaan tender

memperhatikan UU No. 5 Tahun 1999 dan Keppres. No. 80 Tahun 2003

dan menutup peluang bagi pemakai/ peminjam perusahaan lain (pinjam

bendera);

4. Meminta kepada Walikota dan Wakil Walikota untuk tidak mengenakan

sanksi administratif kepada Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar dan

Panitia, serta sesegera mungkin meminta kepada Badan Kepegawaian

Nasional atau Badan Kepegawaian yang berwenang untuk tidak

memproses pengenaan sanksi administratif kepada Plt. Kepala RSU. Kota

Pematang Siantar dan Panitia;

5. Meminta kepada atasan langsung dari Plt. Kepala RSU. Kota Pematang

Siantar dan Panitia agar tidak menjatuhkan sanksi kepada Plt. Kepala

RSU. Kota Pematang Siantar dan Panitia Tender.

96
6. Menyatakan bahwa Terlapor I, Iswan Lubis, SH selaku Plt. Kepala RSU.

Kota Pematang Siantar, bersama-sama dengan Terlapor II, Santo Denny

Simanjuntak, SH selaku Ketua Panitia Tender/ Lelang Perbaikan Bangsal

RSU. Kota Pematang Siantar, dan Terlapor VII, Drs. Imal Raya Harahap

selaku Wakil Walikota Pematang Siantar terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999;

7. Menyatakan bahwa Terlapor III, CV. Kreasi Multy Poranc, terbukti

secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5

Tahun 1999;

8. Menyatakan bahwa Terlapor VIII, Hasudungan Nainggoan, SE terbukti

secara sah dan meyakinkan telah melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5

Tahun 1999;

9. Menghukum Terlapor III, CV. Kreasi Multy Poranc, Terlapor IV, PT.

Pembangunan Delima Murni, Terlapor V, CV. Sumber Mulya tidak

diperkenankan mengikuti tender yang diselenggarakan oleh Pemerintah

Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara selama 2

(dua) tahun anggaran sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap;

dan

10. Menghukum Terlapor VIII, Hasudungan Nainggolan, SE tidak

diperkenankan mengikuti tender yang diselenggarakan oleh Pemerintah

Kota Pematang Siantar selama 1 (satu) tahun anggaran sejak putusan ini

mempunyai kekuatan hukum tetap dan membayar ganti rugi kepada

negara sebesar Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) yang

harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan bukan pajak

97
Departemen Keuangan Direktoran Jenderal Perbendaharaan Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang beralaman di

Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan

kode penerimaan 1212.

Demikianlah peranan dan fungsi KPPU di RSU. Kota Pematang Siantar

atas tender pengadaan barang/ jasa dengan kegiatan perbaikan bangsal RSU. Kota

Pematang Siantar.

98
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penjelasan bab demi bab pada skripsi ini maka penulis

menyimpulkan bahwa :

1. Telah terjadi persekongkolan tender horizontal vertikal antara perusahaan-

perusahaan peserta dengan panitia, pejabat pelaksana, dan walikota dan

wakil walikota di RSU. Kota Pematang Siantar yang menyebabkan

2. Selama ini pelelangan melibatkan penyedia dan pengguna jasa, sehingga

jika ada permasalahan hanya diredam di antara dua pihak. Apakah

dimungkinkan untuk memberi wadah bagi masyarakat untuk terlibat

dengan pengadaan sebagai pengawas. Sebaik-baiknya sistem tanpa

didukung dengan moralitas yang baik maka sistem tersebut akan

berlangsung sia-sia.

3. Dari kasus-kasus yang diterima oleh KPPU hanya segelintir yang dapat

diselesaikan, dikarenakan bahwa perwakilan-perwakilan di daerah tidak

dapat bekerja secara optimal dikarenakan perwakilan hanya 1 (satu) orang

dan tidak terdapat pada setiap propinsi dan kabupaten/ kota.

4. Seluruh perkara yang masuk ke KPPU di daerah Sumatera Utara

diteruskan ke pusat bukan diselesaikan oleh Kantor Perwakilan Daerah

KPPU di Medan. Hal ini akan mengakibatkan seluruh perkara yang

masuk ke KPPU tidak bisa terselesaikan karena perkara yang masuk lebih

banyak dari pada perkara yang diselesaikan.

99
Demikianlah kesimpulan atas skripsi yang berjudul Peranan dan Fungsi

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Mengawasi Tender Badan

Usaha Milik Daerah (BUMD) di Sumatera Utara, setelah disimpulkan maka

penulis akan membahas mengenai saran-saran.

B. Saran

Dari kesimpulan diatas maka penulis dapat menyarankan, antara lain

sebagai berikut :

1. Sebaiknya setiap undang-undang baru contohnya seperti UU No. 5 Tahun

1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat yang dikeluarkan oleh Pemerintah disampaikan kepada masyarakat

dengan baik. Caranya adalah dengan mensosialisasikan/ memberitakan

undang-undang tersebut di berbagai media massa, dijelaskan kepada

masyarakat mengenai undang-undang tersebut, membuat suatu acara

tanya jawab di televisi mengenai suatu undang-undang yang akan

dikeluarkan, dapat diaksesnya situs-situs resmi pemerintah khususnya

pada KPPU.

2. Sebaiknya setiap pemerintah propinsi, pemerintah daerah, dan instansi

terkait lainnya lebih memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terdapat

pada Keppres. No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah dan tidak terlepas dari UU No. 5

Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat. Caranya adalah dengan mematuhi peraturan perundang-

undangan yang ada. Apabila dipatuhi saja maka tidak ada yang

100
menyimpang dan setiap tender yang dilaksanakan menjadi lebih jujur dan

persaingan antar perusahaan peserta menjadi lebih sehat seperti yang

diamanatkan oleh UU No. 5 Tahun 1999.

3. Sebaiknya KPPU tidak hanya sekedar menunggu laporan mengenai apa

yang terjadi melainkan lebih mencari dan memantau perlakuan-perlakuan

para pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usaha di wilayahnya.

Caranya adalah dengan menjalankan menunggu laporan dan melakukan

inisiatif atau inspeksi mendadak ke pasar dan melakukan tinjauan harga.

Demikianlah saran yang penulis ajukan untuk kiranya agar dapat menjadi

pertimbangan di kemudian hari.

101
DAFTAR PUSTAKA

Fuady, Munir. Hukum Anti Monopoli. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1999.

Hidayat, Komaruddin. Tool Kit Anti Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah. http://kormonev.org/data/toolkitbarang.pdf. ADB Project
Public Relations Activities in Support of Government’s Anticoruption
Efforts. Jakarta. 2005.

Karim, Adiwarman. Ekonomi Islam dalam Pandangan Adam Smith,


http://www.hudzaifah.org/modules.php?op=modload&name=News&file=
article&sid=171. 2007.

Keppres. No. 75 Tahun 1999 Tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Keppres. No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/


Jasa Pemerintah.

Keputusan KPPU No. 6/ KPPU/ Kep./ XI/ 2000 Tentang Kode Etik dan
Mekanisme Kerja KPPU.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia. Pedoman Pasal 22


Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. KPPU. Jakarta. 2005.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Guideline Tender. Jakarta. 2007.

Kompetisi. The 2nd Asean Conference on Competition Policy and Law. Edisi II.
Jakarta. 2006.

Kompetisi. Upaya Perbaikan Sistem Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Edisi


III. Jakarta. 2006.

KPPU, Putusan Perkara No. : 06 / KPPU-L / 2006 Tentang Perbaikan Bangsal


RSU Kota Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005.

102
Martua, Soy. Persekongkolan Tender di Tahun 2006 Masih Marak.
www.tempointeraktif.co.id. Jakarta. 2006.

Moedjiono. Seluruh Departemen Mulai Pakai E-Procurement.


www.depkominfo.go.id. Departemen Komunikasi dan Informatika
Republik Indonesia. Jakarta. 2007.

Nasution, Farid F. Teknik Investigasi di KPPU. www.kppu.go.id. Jakarta. 2007.

Nusantara, Abdul Hakim G. dan Benny K. Harman. Analisa dan Perbandingan


Undang-Undang Anti Monopoli. PT. Gramedia, Jakarta, 1999.

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata
Cara Penanganan Perkara di KPPU.

Prayoga, Ayudha D. et al. Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di


Indonesia. Proyek ELIPS. Jakarta. 2000.

Rizal, Syamsul. Analisis Yuridis dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). USU
Digital Library. Medan. 2003.

Silalahi, Pande Raja. Menyoal Persaingan Tidak Sehat. www.fokusonline.co.id.


Jakarta. 2007.

Sirait, Ningrum Natasya. Hukum Persaingan di Indonesia. Pustaka Bangsa Press.


Medan. 2004.

Siswanto, Arie. Hukum Persaingan Usaha. Ghalia Indonesia. Jakarta. 2002.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. 1986.

Soesilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Politeia. Bogor.


1976.

103
Subekti, R., dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pradnya Paramita. Jakarta 1979.

Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan


Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Usman, Rachmadi. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. PT. Gramedia.


Jakarta. 2004.

Wibowo, Destivano dan Harjon Sinaga. Hukum Acara Persaingan Usaha. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 2005.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli.PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 1999.

104

You might also like