Professional Documents
Culture Documents
DI SUMATERA BARAT
Oleh,
H. MAS'OED ABIDIN
Jati diri bangsa terletak pada peran maksimal ibu bapa – yang menjadi
kekuatan inti masyarakat – dalam rumah tangga.
Setiap generasi yang dilahirkan dalam satu rumpun bangsa (daerah) wajib
tumbuh menjadi,
a. Kekuatan yang peduli dan pro-aktif dalam menopang
pembangunan bangsanya.
b. Mempunyai tujuan yang jelas, menciptakan kesejahteraan
yang adil merata melalui program-program pembangunan.
c. Sadar manfaat pembangunan merata dengan,
1. prinsip-prinsip jelas,
2. equiti yang berkesinambungan,
3. partisipasi tumbuh dari bawah dan datang dari atas,
4. setiap individu di dorong maju
5. merasa aman yang menjamin kesejahteraan.
Artinya, arus kesejagatan tidak boleh mencabut generasi dari akar budaya
bangsanya.
Sebaliknya, arus kesejagatan itu mesti dirancang dapat ditolak mana yang
tidak sesuai.
Abad keduapuluhsatu (alaf baru) ini ditandai mobilitas serba cepat dan
modern. Persaingan keras dan kompetitif seiring dengan laju informasi dan
komunikasi serba efektif tanpa batas.
Jika tidak mempunyai kekuatan ilmu, akidah dan budaya luhur, akan
terancam menjadi generasi buih, sewaktu-waktu terhempas di karang
dzurriyatan dhi’afan, menjadi “X-G” atau the loses generation.
Interaksi nilai budaya asing yang bergerak kencang tanpa kendali, akan
melumpuhkan kekuatan budaya luhur anak nagari.
Bergesernya fungsi lembaga pendidikan menjadi bisnis.
Akibatnya, profesi guru (murabbi) mulai dilecehkan.
Hilang keseimbangan telah mendatangkan frustrasi sosial yang parah.
Tatanan bermasyarakat tampil dengan berbagai kemelut.
Krisis nilai akan menggeser akhlak dan tanggungjawab moral sosial
ke arah tidak acuh (permisiveness).
Dan bahkan, terkesan toleran terhadap perlakuan maksiat, aniaya dan
durjana.
Sisi lain dari era kesejagatan adalah perlombaan mengejar kemajuan seperti
pertumbuhan ekonomi dan komunikasi untuk menciptakan kemakmuran.
GENERASI PENYUMBANG
Generasi masa depan yang diminati, lahir dengan budaya luhur (tamaddun)
berlandaskan tauhidik, kreatif dan dinamik.
Dengan demikian, diyakini bahwa akhlak adalah jiwa pendidikan, inti ajaran
agama, buah dari keimanan.
Mengokohkan peran orang tua, ibu bapak, dan memungsikan peranan ninik
mamak dan unsur masyarakat secara efektif.
Memperkaya warisan budaya dilakukan dengan menanamkan sikap setia,
cinta dan rasa tanggung jawab, sehingga patah tumbuh hilang berganti.
Apabila sains dipisah dari aqidah syariah dan akhlak, niscaya yang akan lahir
saintis tak bermoral agama.
Kesudahannya, ilmu banyak dengan iman yang tipis, berujung dengan
sedikit kepedulian di tengah bermasyarakat.
Mencetak anak bangsa yang pintar dan bertaqwa (QS.49:13), oleh para
pendidik (murabbi) yang berkualitas pula. Keberhasilan gerakan dengan
pengorganisasian (nidzam) yang rapi.
Mengenali tingkat sosial dan budaya daerah, hanya dapat di baca dalam
peta dakwah yang bagaimanapun kecilnya, memuat data-data tentang
keadaan umat yang akan diajak berperan tersebut.
Kukuh ekonomi serta bijak memilih prioritas pada yang hak, menjadi
identitas generasi yang menjaga nilai puncak budaya Islami yang benar.
a. pemantapan metodologi,
b. pengembangan program pendidikan,
c. pembinaan keluarga, institusi, dan lingkungan,
d. pemantapan aqidah (pemahaman aktif ajaran Agama)
Kita berkewajiban membentuk SDM menjadi sumber daya umat (SDU) yang
berciri kebersamaan dengan nilai asas "gotong royong", berat sepikul ringan
sejinjing, atau prinsip ta'awunitas. Beberapa model dapat dikembangkan di
kalangan para pendidik.
Antara lain, pemurnian wawasan fikir disertai kekuatan zikir, penajaman visi,
perubahan melalui ishlah atau perbaikan.
Para pendidik (murabbi) adalah bagian dari suluah bendang dengan uswah
hidup mempunyai sahsiah ( )شخصيةbermakna pribadi yang melukiskan sifat
individu mencakup gaya hidup, kepercayaan, kesadaran beragama dan
harapan, nilai, motivasi, pemikiran, perasaan, budi pekerti, persepsi, tabiat,
sikap dan watak akan mampu menghadirkan kesan positif masyarakat
Nagari.
Memahami masalah dengan amanah dan mampu memilah intan dari kaca.
Mempunyai kemauan yang kuat serta bersedia memperbaiki kesalahan
dengan sadar.
Antara lain ;
1. INTEGRASI AKHLAK yang kuat dengan menanamkan penghormatan
terhadap orang tua.
Mempunyai adab percakapan di tengah pergaulan.
Pendalaman ajaran agama (tafaqquh fid-diin).
Berpijak kepada nilai-nilai Islam yang universal (tafaqquh fin-naas).
Membawa masyarakat memperhatikan masalah sosial (umatisasi)
dengan teguh.
Menetapkan kepentingan bersama dengan ukuran taqwa,
responsif dan kritis dalam mengenali kehidupan duniawi yang bertaraf
perbedaan.
2. KEKUATAN RUHIYAH.
Ketahanan umat, bangsa dan daerah terletak pada kekuatan ruhiyah
dengan iman taqwa dan siasah kebudayaan.
Intinya adalah tauhid.
Implementasinya akhlak.
Umat kini akan menjadi baik dan berjaya,
apabila sebab-sebab kejayaan umat terdahulu dikembalikan.
Bertindak atas dasar anutan yang kuat,
yakni "memulai dari diri sendiri, mencontohkannya kepada
masyarakat lain", (Al Hadist).
Menanam keyakinan actual, bahwa yang ada sekarang adalah milik generasi
mendatang.
Setiap Muslim harus melakukan perbaikan (ishlah) pada dua sisi. Dimulai
dengan, ishlah an-nafsi, yaitu perbaikan kualitas diri sendiri, sebagaimana
arahan Rasulullah, "Mulailah dari diri kamu kemudian lanjutkan kepada
keluargamu" (Al Hadist).
Menjauhi pikiran, konsep dan ajakan yang mengarah atau membawa kepada
sikap musyrik.
Setiap muslim hakikinya adalah umat dakwah pelanjut Risalah Rasul yakni
Islam.
Dari sini, berawal gerakan syarak mangato adat memakai, artinya hidup dan
bergaul dengan meniru watak pendakwah pertama, Muhammad Rasulullah
SAW.
Langkah yang dapat dilakukan adalah mengasaskan agama dan akhlak mulia
sebagai dasar pembinaan.
Perlu ada kepastian dari pemerintah daerah dengan satu political action
yang jelas tegas berkelanjutan, untuk mendorong pengamalan ajaran Agama
(syarak) Islam, melalui jalur pendidikan formal dan non-formal secara nyata.
Ajaran tauhid mengajarkan agar kita menguatkan hati, karena Allah selalu
beserta orang yang beriman.
Amin.