You are on page 1of 22

STRATEGI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS DAN MADANI

DI SUMATERA BARAT

Oleh,
H. MAS'OED ABIDIN

Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau


Wakil Ketua Dewan Penasehat MUI Sumbar
Ketua Umum Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM)
Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem


pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. (UUD-45)
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk mempunyai kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”, dan
"Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab,
serta berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa”.
(UU No. 20 th 2003, Sistem Pendidikan Nasional)
MUKADDIMAH

Kemulian pengabdian seorang pendidik terpancar dari keikhlasan


membentuk anak manusia menjadi pintar, berilmu, berakhlak dan pengamal
ilmu yang menjelmakan kebaikan pada diri, kerluarga, dan di tengah umat
kelilingnya.

Namun sekarang, kita menatap fenomena mencemaskan. Penetrasi bahkan


infiltrasi budaya asing ternyata berkembang pesat. Pengaruhnya tampak
pada perilaku pengagungan materia secara berlebihan (materialistik) dan
kecenderungan memisah kehidupan duniawi dari supremasi agama
(sekularistik). Kemudian berkembang pula pemujaan kesenangan indera
dengan mengejar kenikmatan badani (hedonistik).

Hakekatnya, telah terjadi penyimpangan perilaku yang sangat jauh dari


budaya luhur – adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah-.
Kesudahannya, rela atau tidak, pasti mengundang kriminalitas, sadisme, dan
krisis secara meluas.

Pergeseran paradigma materialistic acapkali menjadikan para pendidik


(murabbi) tidak berdaya menampilkan model keteladanan. Ketidakberdayaan
itu, menjadi penghalang pencapaian hasil membentuk watak anak nagari.
Sekaligus, menjadi titik lemah penilaian terhadap murabbi bersangkutan.

Tantangan berat ini hanya mungkin dihadapi dengan menampilkan


keterpaduan dalam proses pembelajaran dan pengulangan contoh baik
(uswah) terus menerus.

Jati diri bangsa terletak pada peran maksimal ibu bapa – yang menjadi
kekuatan inti masyarakat – dalam rumah tangga.

Pekerjaan ini memerlukan ketaletenan dengan semangat dan cita-cita yang


besar ditopang kearifan.
Kedalaman pengertian serta pengalaman di dalam membaca situasi dan
upaya menggerakkan masyarakat sekitar yang mendukung proses
pendidikan.

Usaha berkesinambungan mesti sejalan dengan,


a. pengokohan lembaga keluarga (extended family),
b. pemeranan peran serta masyarakat secara pro aktif,
c. menjaga kelestarian adat budaya (hidup beradat).

Setiap generasi yang dilahirkan dalam satu rumpun bangsa (daerah) wajib
tumbuh menjadi,
a. Kekuatan yang peduli dan pro-aktif dalam menopang
pembangunan bangsanya.
b. Mempunyai tujuan yang jelas, menciptakan kesejahteraan
yang adil merata melalui program-program pembangunan.
c. Sadar manfaat pembangunan merata dengan,
1. prinsip-prinsip jelas,
2. equiti yang berkesinambungan,
3. partisipasi tumbuh dari bawah dan datang dari atas,
4. setiap individu di dorong maju
5. merasa aman yang menjamin kesejahteraan.

MENGHADAPI ARUS KESEJAGATAN


Kesejagatan (global) yang deras secara dinamik perlu dihadapi dengan
penyesuaian kadar apa yang di kehendaki.

Artinya, arus kesejagatan tidak boleh mencabut generasi dari akar budaya
bangsanya.
Sebaliknya, arus kesejagatan itu mesti dirancang dapat ditolak mana yang
tidak sesuai.

Abad keduapuluhsatu (alaf baru) ini ditandai mobilitas serba cepat dan
modern. Persaingan keras dan kompetitif seiring dengan laju informasi dan
komunikasi serba efektif tanpa batas.

Bahkan, tidak jarang membawa pula limbah budaya ke barat-baratan,


menjadi tantangan yang tidak mudah dicegah.

Menjadi pertanyaan, apakah siap mengha¬dapi perubahan cepat penuh


tantangan, tanpa kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang
berani melawan terjangan globalisasi itu?”

Semua elemen masyarakat berkewajiban menyiapkan generasi yang mampu


bersaing di era tantangan sosial budaya, ekonomi, politik, menyangkut
semua aspek kehidupan manusia.

Globalisasi membawa perubahan perilaku, terutama terhadap generasi


muda.

Jika tidak mempunyai kekuatan ilmu, akidah dan budaya luhur, akan
terancam menjadi generasi buih, sewaktu-waktu terhempas di karang
dzurriyatan dhi’afan, menjadi “X-G” atau the loses generation.

Membiarkan diri terbawa arus deras perubahan sejagat tanpa


memperhitungkan jati diri akhirnya menyisakan malapetaka.

Pemahaman ini, perlu ditanamkan di kala melangkah ke alaf baru.

Kelemahan mendasar terdapat pada melemahnya jati diri.


Kelemahan ini dapat terjadi karena kurangnya komitmen kepada nilai luhur
agama (syarak) yang menjadi anutan bangsa.
Lemahnya jati diri akan dipertajam oleh tindakan isolasi diri lantaran kurang
kemampuan dalam penguasaan “bahasa dunia” (politik, ekonomi, sosial,
budaya).

Ujungnya, generasi bangsa menjadi terjajah di negerinya sendiri. Mau tidak


mau, tertutup peluang berperan serta dalam kesejagatan. Kurang percaya
diri lebih banyak disebabkan oleh,
a. Lemah penguasaan teknologi dasar yang menopang
perekonomian bangsa,
b. Lemah minat menuntut ilmu.

HILANGNYA AKHLAK MENJADIKAN SDM LEMAH

Penyimpangan perilaku menjadi ukuran moral dan akhlak.


Hilang kendali menjadi salah satu penyebab lemahnya ketahanan bangsa.

Yang merasakan akibatnya, terutama tentulah generasi muda, lantaran


rusaknya sistim, pola dan politik pendidikan.

Hapusnya panutan dan impotensi tokoh pemangku adat dalam mengawal


budaya syarak, dan pupusnya wibawa ulama menjaga syariat agama,
memperlemah daya saing anak nagari.

Lemahnya tanggung jawab masyarakat, akan berdampak dengan terbiarkan


kejahatan meruyak secara meluas.

Interaksi nilai budaya asing yang bergerak kencang tanpa kendali, akan
melumpuhkan kekuatan budaya luhur anak nagari.
Bergesernya fungsi lembaga pendidikan menjadi bisnis.
Akibatnya, profesi guru (murabbi) mulai dilecehkan.
Hilang keseimbangan telah mendatangkan frustrasi sosial yang parah.
Tatanan bermasyarakat tampil dengan berbagai kemelut.
Krisis nilai akan menggeser akhlak dan tanggungjawab moral sosial
ke arah tidak acuh (permisiveness).
Dan bahkan, terkesan toleran terhadap perlakuan maksiat, aniaya dan
durjana.

Konsep kehidupan juga mengalami krisis dengan pergeseran pandang (view)


terhadap ukuran nilai.
Sehingga, tampil pula krisis kridebilitas dalam bentuk "erosi kepercayaan".
Peran orang tua, guru dan pengajar di mimbar kehidupan mengalami
kegoncangan wibawa.

Giliran berikutnya, lembaga-lembaga masyarakat berhadapan dengan krisis


tanggung jawab kultural yang terkekang sistim dan membelenggu dinamika.

Orientasi kepentingan elitis sering tidak populis dan tidak demokratis.


Dinamika perilaku mempertahankan prestasi menjadi satu keniscayaan
beralih ke orientasi prestise dan keijazahan.
Tampillah krisis solidaritas.

Kesenjangan sosial, telah mempersempit kesempatan mendapatkan


pendidikan dan pekerjaan secara merata.
Idealisme pada generasi muda tentang masa datang mereka, mulai kabur.

Perjalanan budaya (adat) terkesan mengabaikan nilai agama (syarak).

Pengabaian ini pula yang mendatangkan penyakit sosial yang kronis,


di antaranya kegemaran berkorupsi.
Adalah suatu keniscayaan belaka, bahwa masa depan sangat banyak
ditentukan oleh kekuatan budaya yang dominan.

Sisi lain dari era kesejagatan adalah perlombaan mengejar kemajuan seperti
pertumbuhan ekonomi dan komunikasi untuk menciptakan kemakmuran.

Lemahnya syarak (aqidah tauhid) di tengah mesyarakat serta merta


mencerminkan perilaku tidak Islami yang senang melalaikan ibadah.

GENERASI PENYUMBANG

Membentuk generasi penyumbang dalam bidang pemikiran (aqliyah),


ataupun pembaharuan (inovator) harus menjadi sasaran perioritas.

Keberhasilan akan selalu ditentukan oleh adanya keunggulan pada institusi


di bidang pendidikan.

Pendidikan ditujukan untuk membentuk generasi yang menguasai


pengetahuan dengan kemampuan dan pemahaman mengidentifikasi
masalah yang dihadapi.

Seterusnya, mengarah kepada kaderisasi diiringi oleh penswadayaan


kesempatan-kesempatan yang ada.

Generasi baru yang mampu mencipta akan menjadi syarat utama


keunggulan.

Kekuatan budaya bertumpu kepada individu dan masyarakat yang mampu


mempersatukan seluruh potensi yang ada.

Generasi muda harus menjadi aktor utama dalam pentas kesejagatan.


Mereka mesti dibina dengan budaya kuat yang berintikan "nilai-nilai dinamik"
dan relevan dalam kemajuan di zaman itu.

Generasi masa depan yang diminati, lahir dengan budaya luhur (tamaddun)
berlandaskan tauhidik, kreatif dan dinamik.

Maka, strategi pendidikan mesti mempunyai utilitarian ilmu berasas


epistemologi Islam yang jelas.

Sasarannya, untuk membentuk generasi yang tumbuh dengan tasawwur


(world view) yang integratik dan umatik sifatnya.

Artinya, pendidikan mengarah kepada membentuk generasi yang


bermanfaat untuk semua, terbuka dan transparan.

Generasi sedemikian hanya dapat dikembangkan melalui pendidikan akhlak,


budi pekerti dan penguasaan ilmu pengetahuan.

Maka akhlak karimah adalah tujuan sesungguhnya dari proses pendidikan,


dan menjadi wadah diri dalam menerima ilmu-ilmu lainnya, karena pada
akhirnya ilmu yang benar, akan membimbing umat ke arah amal karya,
kreasi, inovasi, motivasi yang baik (shaleh).

Dengan demikian, diyakini bahwa akhlak adalah jiwa pendidikan, inti ajaran
agama, buah dari keimanan.

Generasi penerus harus taat hukum.


Upaya ini dilakukan dengan memulai dari lembaga keluarga dan rumah
tangga.

Mengokohkan peran orang tua, ibu bapak, dan memungsikan peranan ninik
mamak dan unsur masyarakat secara efektif.
Memperkaya warisan budaya dilakukan dengan menanamkan sikap setia,
cinta dan rasa tanggung jawab, sehingga patah tumbuh hilang berganti.

Menanamkan aqidah shahih (tauhid) dengan istiqamah pada agama Islam


yang dianut.

Menularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan tradisi luhur.

Apabila sains dipisah dari aqidah syariah dan akhlak, niscaya yang akan lahir
saintis tak bermoral agama.
Kesudahannya, ilmu banyak dengan iman yang tipis, berujung dengan
sedikit kepedulian di tengah bermasyarakat.

Langkah-langkah ke arah pembentukan generasi mendatang sesuai


bimbingan Kitabullah QS.3:102 mesti dipandu pada jalur pendidikan, formal
atau non formal.

Mencetak anak bangsa yang pintar dan bertaqwa (QS.49:13), oleh para
pendidik (murabbi) yang berkualitas pula. Keberhasilan gerakan dengan
pengorganisasian (nidzam) yang rapi.

Menyiapkan orang-orang (SDM) yang kompeten, dengan peralatan memadai.

Penguasaan kondisi umat, dengan mengenali permasaalahan keumatan.

Mengenali tingkat sosial dan budaya daerah, hanya dapat di baca dalam
peta dakwah yang bagaimanapun kecilnya, memuat data-data tentang
keadaan umat yang akan diajak berperan tersebut.

Di sini terpampang langkah pendidikan yang strategis itu.


Di samping itu perlu pula menanamkan kesadaran serta tanggung jawab
terhadap hak dan kewajiban asasi individu secara amanah.

Sikap penyayang dan adil, akan dapat memelihara hubungan harmonis


dengan alam, sehingga lingkungan ulayat dan ekosistim dapat terpelihara.

Melazimkan musyawarah dengan disiplin, akan menjadikan masyarakat


teguh politik dan kuat dalam menetapkan posisi tawar.

Kukuh ekonomi serta bijak memilih prioritas pada yang hak, menjadi
identitas generasi yang menjaga nilai puncak budaya Islami yang benar.

Sesuatu akan selalu indah selama benar.


Semestinya disadari bahwa budaya adalah wahana kebangkitan bangsa.
Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kekuatan budayanya.

PENGUATAN NILAI BUDAYA (TAMADDUN)


Madani mengandung kata maddana al-madaina atau banaa-ha, artinya
membangun atau hadhdhara, maknanya memperadabkan dan tamaddana
artinya menjadi beradab dengan hidup berilmu (rasio), mempunyai rasa (arif,
emosi) secara individu dan kelompok mempunyai kemandirian (kekuatan dan
kedaulatan) dalam tata ruang, peraturan dan perundangan yang saling
berkaitan.(Al Munawwir, 1997:1320, dan Al-Munjid, al-Mu'ashirah,
2000:1326-1327).

Masyarakat madani (al hadhariyyu) adalah masyarakat berbudaya yang


maju, modern, berakhlak dan mempunyai peradaban melaksanakan ajaran
agama (syarak) dengan benar.

Masyarakat madani (tamaddun) adalah masyarakat berbudaya dan


berakhlaq. Akhlaq adalah melaksanakan ajaran agama (Islam).
Memerankan nilai-nilai tamaddun -- agama dan adat budaya -- di dalam
tatanan kehidupan masyarakat, menjadi landasan kokoh meletakkan dasar
pengkaderan (re-generasi) agar tidak terlahir generasi yang lemah. Kegiatan
utama diarahkan kepada kehidupan sehari-hari.

Keterlibatan generasi muda pada aktifitas-aktifitas lembaga agama dan


budaya, dan penjalinan hubungan erat yang timbal balik antara badan-badan
kebudayaan di dalam maupun di luar daerah , menjadi pendorong lahirnya
generasi penyumbang yang bertanggung jawab.

Generasi penyumbang (inovator) sangat perlu dibentuk dalam kerangka


pembangunan berjangka panjang.

Bila terlupakan, yang akan lahir adalah generasi pengguna (konsumptif)


yang tidak bersikap produktif, dan akan menjadi benalu bagi bangsa dan
negara.

Bila pendidikan ingin dijadikan modus operandus didalam membentuk SDM,


maka di samping kurikulum ilmu terpadu dan holistik, sangat perlu dirancang
kualita pendidik (murabbi) yang sejak awal mendapatkan pembinaan
terpadu.

Pendekatan integratif dengan mempertimbangkan seluruh aspek


metodologis berasas kokoh tamaddun yang holistik, dan bukan utopis.

Keberhasilan perkembangan generasi penerus ditentukan dalam


menumbuhkan sumber daya manusia yang handal.

Mereka, mesti mempunyai daya kreatif dan ino¬vatif, dipadukan dengan


kerja sama berdisiplin, kritis dan dinamis.
Mempunyai vitalitas tinggi, dan tidak mudah terbawa arus.

Generasi yang sanggup menghadapi realita baru, dengan memahami nilai


nilai budaya luhur.
Selalu siap bersaing dalam basis ilmu pengetahuan dengan jati diri yang
jelas dan sanggup menjaga destiny, mempunyai perilaku berakhlak.

Berpegang teguh kepada nilai-nilai mulia iman dan taqwa, mempunyai


motivasi yang bergantung kepada Allah, yang patuh dan taat beragama.

Mereka, akan berkembang secara pasti menjadi agen perubahan.


Memahami dan mengamalkan nilai nilai ajaran Islam sebagai kekuatan
spritual, memberikan motivasi emansipatoris dalam mewujudkan sebuah
kemajuan fisik material, tanpa harus mengorbankan nilai nilai kemanusiaan.

Semestinya dipahami bahwa kekuatan hubungan ruhaniyah (spiritual


emosional) dengan basis iman dan taqwa akan memberikan ketahanan bagi
umat.

Hubungan ruhaniyah ini akan lebih lama bertahan daripada hubungan


struktural fungsional. Karena itu, perlulah domein ruhiyah itu dibangun
dengan sungguh-sungguh;

a. pemantapan metodologi,
b. pengembangan program pendidikan,
c. pembinaan keluarga, institusi, dan lingkungan,
d. pemantapan aqidah (pemahaman aktif ajaran Agama)

MEMBENTUK SUMBER DAYA MANUSIA BERKUALITAS

Kita berkewajiban membentuk SDM menjadi sumber daya umat (SDU) yang
berciri kebersamaan dengan nilai asas "gotong royong", berat sepikul ringan
sejinjing, atau prinsip ta'awunitas. Beberapa model dapat dikembangkan di
kalangan para pendidik.
Antara lain, pemurnian wawasan fikir disertai kekuatan zikir, penajaman visi,
perubahan melalui ishlah atau perbaikan.

Mengembangkan keteladanan (uswah hasanah) dengan sabar, benar, dan


memupuk rasa kasih sayang melalui pengamalan warisan spiritual religi
serta menguatkan solidaritas beralaskan iman dan adat istiadat luhur.
“Nan kuriak kundi nan sirah sago,
nan baik budi nan indah baso”.

Akhirnya, intensif menjauhi kehidupan materialistis, “dahulu rabab nan


batangkai kini langgundi nan babungo, dahulu adat nan bapakai kini pitih
nan paguno”.

Para pendidik (murabbi) adalah bagian dari suluah bendang dengan uswah
hidup mempunyai sahsiah (‫ )شخصية‬bermakna pribadi yang melukiskan sifat
individu mencakup gaya hidup, kepercayaan, kesadaran beragama dan
harapan, nilai, motivasi, pemikiran, perasaan, budi pekerti, persepsi, tabiat,
sikap dan watak akan mampu menghadirkan kesan positif masyarakat
Nagari.

Faktor kepribadian tetap diperlukan dalam proses pematangan sikap perilaku


anak didik yang mencerminkan watak, sifat fisik, kognitif, emosi, sosial dan
rohani seseorang.

Ciri kepribadian syarak yang mesti ditanamkan merangkum sifat-sifat,


1. Sifat Ruhaniah dan Akidah, mencakup ;
a. keimanan yang kental kepada Allah yang Maha Sempurna,
b. keyakinan mendalam terhadap hari akhirat, dan
c. kepercayaan kepada seluruh asas keimanan (arkan al iman) yang lain.

2. Sifat-Sifat Akhlak, tampak di dalam perilaku;


a. Benar, jujur, menepati janji dan amanah.
b. Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan,
c. Tawadhu’, sabar, tabah dan cekatan,
d. Lapang dada – hilm --, pemaaf dan toleransi.
e. Bersikap ramah, pemurah, zuhud dan berani bertindak.

3. Sifat Mental, Kejiwaan dan Jasmani, meliputi,


3.1. Sikap Mental,
a. Cerdas -- pintar teori, amali dan sosial --,
menguasai spesialisasi (takhassus),
b. Mencintai bidang akliah yang sehat, fasih,
bijak penyampaian.
c. Mengenali ciri, watak, kecenderungan masyarakat Nagari

3.2. Sifat Kejiwaan,


a. emosi terkendali, optimis dalam hidup, harap kepada Allah,
b. Percaya diri dan mempunyai kemauan yang kuat.
c. Lemah lembut dan baik dalam pergaulan dengan masyarakat.

3.3. Sifat Fisik,


a. mencakup sehat tubuh,
b. berpembawaan menarik, bersih,
c. rapi (kemas) dan menyejukkan.

Satu daftar senarai panjang menerangkan sikap pendidik adalah berkelakuan


baik (penyayang dan penyabar), berdisiplin baik, adil dalam menerapkan
aturan.

Memahami masalah dengan amanah dan mampu memilah intan dari kaca.
Mempunyai kemauan yang kuat serta bersedia memperbaiki kesalahan
dengan sadar.

Selanjutnya tidak menyimpang dari ruh syari’at.


Maknanya, mampu melakukan strukturisasi ruhaniyah.

Para murabbi dapat mewujudkan delapan tanggung jawab dalam hidup;


1). Tanggungjawab terhadap Allah, dengan keyakinan iman
dan kukuh ibadah bersifat istiqamah, iltizam beramal soleh
dengan rasa khusyuk dalam mencapai derajat taqwa dan
mengagungkan syiar Islam dengan perilaku beradat dan beradab.

2). Tanggungjawab terhadap Diri, mengupayakan keselamatan diri,


baik aspek fisik, emosional, mental maupun moral,
bersih dan mampu berkhidmat kepada Allah,
masyarakat dan negara.

3). Tanggungjawab terhadap Ilmu, menguasai ilmu takhassus


secara mendalam dan menelusuri dimensi spiritualitas Islam
dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan untuk
tujuan kemanusiaan dan kesejahteraan umat manusia.

4). Tanggungjawab terhadap Profesi, tidak bertingkah laku yang


menghilangkan kepercayaan orang ramai dan dapat
memelihara maruah diri dengan amanah.

5). Tanggungjawab terhadap Nagari, mengutamakan


keselamatan anak Nagari dan memfungsikan lembaga
lembaga pendidikan (surau) dengan ikhlas.
6). Tangungjawab Terhadap Sejawat, menghindari tindakan yang
mencemarkan sejawat dengan berusaha sepenuh hati
mengedepankan kemajuan social hanya karena Allah.

7). Tanggungjawab terhadap Masyarakat dan Negara,


tidak merusak kepentingan masyarakat atau negara dan
selalu menjaga kerukunan bernegara di bawah syari’at Allah.

8). Tanggung jawab kepada Rumah Tangga dan Ibu Bapa,


dengan menghormati tanggungjawab utama ibu bapa
dengan mewujudkan hubungan mesra dan kerjasama
yang erat di antara institusi pendidikan dengan rumahtangga.

MENGHIDUPKAN PARTISIPASI UMAT

Umat mesti mengantisipasi berbagai krisis dengan kekuatan agama dan


budaya (adat dan syarak) agar tidak menjadi kalah di tengah era persaingan.

Memantapkan watak terbuka dan pendidikan akhlak berlandaskan ajaran


tauhid. Mengamalkan nilai-nilai amar makruf nahi munkar seperti tertera
dalam QS.31, Lukman:13-17.

Menghadapi degradasi akhlak dapat dilakukan berbagai program.

Antara lain ;
1. INTEGRASI AKHLAK yang kuat dengan menanamkan penghormatan
terhadap orang tua.
Mempunyai adab percakapan di tengah pergaulan.
Pendalaman ajaran agama (tafaqquh fid-diin).
Berpijak kepada nilai-nilai Islam yang universal (tafaqquh fin-naas).
Membawa masyarakat memperhatikan masalah sosial (umatisasi)
dengan teguh.
Menetapkan kepentingan bersama dengan ukuran taqwa,
responsif dan kritis dalam mengenali kehidupan duniawi yang bertaraf
perbedaan.

Tahap selanjutnya mendorong kepada penguasaan ilmu pengetahuan.


Kaya dimensi dalam pergaulan bersama mencercahkan rahmatan lil
‘alamin
pada seluruh aspek kehidupan.

2. KEKUATAN RUHIYAH.
Ketahanan umat, bangsa dan daerah terletak pada kekuatan ruhiyah
dengan iman taqwa dan siasah kebudayaan.
Intinya adalah tauhid.
Implementasinya akhlak.
Umat kini akan menjadi baik dan berjaya,
apabila sebab-sebab kejayaan umat terdahulu dikembalikan.
Bertindak atas dasar anutan yang kuat,
yakni "memulai dari diri sendiri, mencontohkannya kepada
masyarakat lain", (Al Hadist).

3. JALINAN KERJASAMA yang kuat rapi – network, nidzam –


antara lembaga perguruan secara akademik,
dengan meningkatkan pengadaan pengguna fasilitas.

a. Mendorong pemilikan jati diri berbangsa dan bernegara.


b. Memperkokoh interaksi kesejagatan dengan melakukan
penelitian bersama, penelaahan perubahan-perubahan di desa
dan kota, antisipasi arus kesejagatan dengan
penguatan jati diri generasi.
c. Pengoperasionalan hasil-hasil penelitian,
d. Meningkatkan kerja sama berbagai instansi yang dapat
menopang peningkatan kesejahteraan.

Menggali ekoteknologi dengan kearifan yang ramah lingkungan.

Menanam keyakinan actual, bahwa yang ada sekarang adalah milik generasi
mendatang.

Keyakinan ini menumbuhkan penyadaran bahwa beban kewajiban generasi


adalah memelihara dan menjaga untuk diwariskan kepada gererasi
pengganti, secara berkesinambungan, lebih baik dan lebih sempurna.

Aktifitas ini akan memacu peningkatan daya kinerja di berbagai bidang


garapan melalui,
a. rancangan pembangunan pendidikan arus bawah,
b. mempertajam alur pemikiran melalui pendidikan dengan
pendekatan holistik (holistic approach) menurut cara yang tepat.

Allah mengingatkan, apabila penduduk negeri beriman dan bertaqwa


dibukakan untuk mereka keberkatan langit dan bumi (QS.7,al-A’raf:96).

Artinya, mengajak Umat mempelajari dan mengamalkan iman dan taqwa


(tuntutan syarak sesuai ajaran Islam).

Selanjutnya, menggiatkan penyebaran dan penyiaran dakwah, untuk


mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia.
DI BAWAH KONSEP REDHA ALLAH

Setiap Muslim harus melakukan perbaikan (ishlah) pada dua sisi. Dimulai
dengan, ishlah an-nafsi, yaitu perbaikan kualitas diri sendiri, sebagaimana
arahan Rasulullah, "Mulailah dari diri kamu kemudian lanjutkan kepada
keluargamu" (Al Hadist).

Selanjutnya islah al-ghairi yaitu perbaikan kualitas lingkungan menyangkut


masalah hubungan sosial masyarakat, sosial ekonomi, kebudayaan dan
pembinaan alam lingkungan yang dikenal sebagai sustainable development
atau pengembangan berkesinambungan.

Langkah awal yang harus ditempuh adalah menanamkan kesadaran tinggi


tentang perlunya perubahan dan dinamik yang futuristik.

Penggarapan secara sistematik dengan pendekatan proaktif, untuk


mendorong terbangunnya proses pengupayaan (the process of
empowerment), umat membangun dan memelihara akhlak.

MELAKSANAKAN TUGAS DAKWAH terus menerus dengan petunjuk yang lurus


(QS.Al-Ahzab, 33 : 45-46) dibuktikan dengan beribadah kepada Allah.

Mengawal generasi Sumbar yang tetap kuat melaksanakan ajaran agama


Islam secara kaffah.

Menjauhi pikiran, konsep dan ajakan yang mengarah atau membawa kepada
sikap musyrik.

Mengingatkan selalu untuk bersiap kembali kepada-Nya (QS.Al Qashash, 28 :


87).

Setiap muslim hakikinya adalah umat dakwah pelanjut Risalah Rasul yakni
Islam.
Dari sini, berawal gerakan syarak mangato adat memakai, artinya hidup dan
bergaul dengan meniru watak pendakwah pertama, Muhammad Rasulullah
SAW.

Meneladani pribadi Muhammad SAW untuk membentuk effectif leader di


medan dakwah dalam menuju inti agama Islam (QS. Al Ahzab, 33 : 21).

Dakwah selalu akan berkembang sesuai variasi zaman yang senantiasa


berubah.

Tahapan berikutnya perencanaan terarah, untuk mewujudkan keseimbangan


antara minat dan keterampilan dengan strategi (siyasah) yang jelas.

Aspek pelatihan menjadi faktor utama pengupayaan. Konsep-konsep visi,


misi, memang sering terbentur oleh lemahnya metodologi dalam operasional
(pencapaian).

Maka dalam tahap pelaksanaan mesti diupayakan secara sistematis (the


level of actualization).

Menetapkan langkah ke depan pembinaan human capital dengan keluasan


ruang gerak mendapatkan pendidikan.

Pembinaan generasi muda yang akan mewarisi pimpinan berkualitas wajib


mempunyai jati diri, padu dan lasak, integreted inovatif.

Langkah yang dapat dilakukan adalah mengasaskan agama dan akhlak mulia
sebagai dasar pembinaan.

Langkah drastik berikutnya mencetak ilmuan beriman taqwa seiring dengan


pembinaan minat dan wawasan.
Generasi muda Sumbar ke depan mesti menyatukan akidah, budaya dan
bahasa bangsa, untuk dapat mewujudkan masyarakat madani yang berteras
keadilan sosial yang terang.

Strategi pendidikan yang madani (maju, dan berperadaban) menjadi satu


nikmat yang wajib dipelihara, agar selalu bertambah.

Perlu ada kepastian dari pemerintah daerah dengan satu political action
yang jelas tegas berkelanjutan, untuk mendorong pengamalan ajaran Agama
(syarak) Islam, melalui jalur pendidikan formal dan non-formal secara nyata.

Political will, akan sangat menentukan dalam membentuk generasi muda


Sumbar yang kuat dan berjaya di masa datang.

Ajaran tauhid mengajarkan agar kita menguatkan hati, karena Allah selalu
beserta orang yang beriman.

Dengan bermodal keyakinan tauhid ini, niscaya generasi terpelajar akan


bangkit dengan pasti dan sikap yang positif.
a. Menjadi sumber kekuatan dalam proses pembangunan
b. Menggerakkan integrasi aktif,
c. Menjadi subjek dan penggerak pembangunan nagari
dan daerahnya sendiri.

Semoga Allah memberi kekuatan memelihara amanah bangsa ini dan


senantiasa meredhai.

Amin.

Wabillahit-taufiq wal hidayah,


Wassalamu'alaikum Warahmatullahi wa barakatuh.

You might also like