You are on page 1of 14

ABSTRAK

PERBEDAAN KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK MENGGUNAKAN


SEKAM PADI (Oryza Sativa) ANTARA PENAMBAHAN ORGADEC DENGAN EM4

Fitrah Mulyana

Program Studi Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Permasalahan sampah organik di perkotaaan dapat diatasi salah satunya dengan


pembuatan kompos.Teknik baru untuk mempercepat pengomposan dengan penambahan
activator, yaitu mikroorganisme pada orgadec (organic decomposer) dan EM4 (effective
microorganism). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas fisik, kualitas
kimia, dan waktu matangnya kompos antara pengomposan yang menggunakan orgadec dan
EM4. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan 2 kelompok perlakuan,
yaitu dengan penambahan orgadec dan EM4. Hasil pengukuran kualitas fisik (suhu, pH,
penyusutan, dan warna) dan kualitas kimia (karbon, nitrogen, fosfor, kalium, dan rasio C/N)
dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan standar kompos Perhutani. Kandungan
unsur makro kompos yang menggunakan orgadec adalah karbon (7,10%), nitrogen (0,042%),
fosfor (0,191%), kalium (0,289%), dan rasio C/N (169,04) sedangkan yang menggunakan
EM4 adalah karbon (46,26%), nitrogen (0,868%), fosfor (1,158%),kalium (1,006%) dan rasio
C/N (53,29). Hasil pengukuran kualitas kimia pada orgadec menunjukkan kompos ini lebih
bagus digunakan untuk tanaman dibandingkan dengan kompos yang menggunakan EM4.
Kata-kata Kunci: kompos, orgadec, EM4
ABSTRACT

DIFFERENCE COMPOST QUALITY OF ORGANIC WASTE USING RICE CHAFF


(Oryza sativa) BETWEEN ADDITION ORGADEC

WITH EM4

Fitrah Mulyana

Public Health Study Programme


Medical Faculty of Lambung Mangkurat Univercity

ABSTRACT

Organic waste problem at city can be solved with compost making. New technique to
make composting faster is activator added like orgadec microorganism (organic decomposer)
and EM4 (effective microorganism). The aims of this research were to know difference
between physical quality, chemistry quality, and compost ripe time between composting using
orgadec and EM4. This is an quasi experimental research with 2 compost group, compost
using orgadec and compost using EM4. The result of measurement physical quality
(temperature, pH, decrease compost and colour) and chemistry quality (carbon, nitrogen,
phosphor, kalium, and C/N ratio) analyzed descriptively and compared with Perhutani
compost standard. Compost macro element containing using orgadec is carbon (7,10%),
nitrogen (0,042%), phosphor (0,191%), kalium (0,289%) and C/N ratio (169,04) while EM4
is carbon (46,26%), nitrogen (0,868%), phosphor (1,158%), kalium (1,006%) and C/N ratio
(53,29). The result of measurement chemistry quality at orgadec show this compost is better
to used at plant than compost using EM4.

Key words: organic waste, compost, orgadec, EM4

PENDAHULUAN

Sampah organik yang ditimbun dengan sampah anorganik dan zat beracun lainnya

dapat menimbulkan cairan Lindi (Leachate water). Bila air lindi meresap kedalam tanah atau

mengalir kesungai maka dapat mencemari air tanah dan air sungai sehingga sangat

membahayakan hajat hidup orang banyak.


Produksi sampah ini jauh lebih meningkat bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya

yang kurang dari setengahnya. Jika sampah organik tersebut tidak dikelola, maka akan

menimbulkan berbagai masalah. Menurut data nasional, jumlah sampah yang dihasilkan

masyarakat Indonesia 3 lt/org/hari.

Salah satu upaya mengatasi permasalahan sampah adalah melakukan upaya daur ulang

dengan penekanan pengolahan kompos. Kompos adalah pupuk organik yang dibuat dengan

cara membusukkan sisa-sisa tanaman. Proses pengomposan menjadi penting karena di negara

berkembang sampah yang dihasilkan sebagian besar merupakan bahan organik yang dapat

dijadikan kompos.

Proses dekomposisi memerlukan secara alami waktu 3-6 bulan. Hal ini berarti sampah

organik yang dihasilkan memerlukan waktu yang sangat lama untuk menjadi kompos.

Penemuan teknik-teknik baru dalam proses pembuatan kompos membuat proses dekomposisi

sampah menjadi lebih cepat. Pemanfaatan mikroorganisme pengurai seperti orgadec (organic

decomposer) dan EM4 (effective microorganism) merupakan salah satu dari teknik tersebut

dengan penambahan nutrient sekam padi untuk meningkatkan kualitas kimia kompos.

METODA

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu (Quasi

Experimental) dengan 2 kelompok perlakuan yaitu kompos dengan penambahan orgadec dan

kompos dengan penambahan EM4 yang dianalisis secara deskriptif dimana hanya beberapa

variabel saja yang diteliti.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah sampah organik, orgadec, larutan EM-4,

sekam padi, dedak, tanah, ampas tahu, gula dan air.


Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah thermometer digital model MC-240

merek omron, timbangan digital model EB9003 merek camry, pH-indicator strips, kayu, bak

(panjang 1 m, lebar 1 m dan tinggi 0,5 m), parang, pacul, gergaji, terpal, gelas ukur, sarung

tangan, dan alat tulis.

Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti pada rancangan penelitian eksperimental semu (Quasi

Eksperimental) hanya terdiri dari variabel pengganggu.

Variabel Pengganggu

Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah kandungan zat hara dan kelembaban.

a. Kandungan hara

b. Kelembaban

Definisi Operasional

1. Sampah organik

Sampah organik yaitu sampah yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan

terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos).

Sampah organik pada penelitian ini berasal dari daun-daunan dan sisa sayuran sebanyak 20 kg

yang dicampur merata dan dibagikan dalam 2 bak. Komposisi sampah organik dan nutrien

serbuk gergaji kayu ulin dalam penelitian ini menggunakan perbandingan 10:1 pada setiap

bak.

2. Sekam Padi

Hasil penggilingan padi (16,3 – 28%) yang dapat digunakan sebagai campuran bahan

baku dalam dekomposisi sampah atau kompos. Sekam padi pada penelitian ini sebanyak 2 kg.
3. Orgadec (organic decomposer)

Orgadec adalah aktivator pengomposan yang memiliki kemampuan mengurai bahan-

bahan kompos secara efektif dan cepat. Orgadec yang digunakan adalah cacing tanah.

Ketentuan penggunaan orgadec adalah 40 kg sampah organik memerlukan 5000 ekor cacing

tanah untuk proses dekomposisi. Sampah organik yang digunakan adalah 10 kg maka cacing

yang digunakan dalam penelitian ini 5000 : 4 = 1250 ekor.

4. Larutan EM-4

EM4 adalah suatu campuran mikroorganisme yang bermanfaat untuk meningkatkan

mikroba dari tanah, memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah, serta mempercepat proses

pengomposan. Ketentuan penggunaan EM4 adalah 1 liter EM4 untuk 1 ton campuran bahan

kompos. Sampah organik yang digunakan 10 kg maka EM4 yang digunakan dalam penelitian

ini adalah 1 : 100 = 0,01 liter atau 10 ml.

5. Proses Pengomposan

Proses pengomposan dinilai dari waktu matangnya kompos dalam hari.

6. Kualitas Kimia Kompos

Kualitas kimia kompos pada penelitian ini dilihat dari kandungan unsur makro

kompos (kadar nitrogen, karbon, fosfor (P2O5), kalium (K2O), dan rasio C/N) yang diperoleh

dari hasil uji laboratorium.

7. Kualitas Fisik Kompos

Kualitas fisik kompos pada penelitian ini terdiri dari warna, penyusutan, suhu, dan pH

yang diperoleh dari hasil pengamatan.

8. Warna

Warna kompos adalah salah satu indikator kualitas fisik kematangan kompos yang

dapat diketahui dengan melakukan pengamatan sederhana terhadap warna. Warna kompos

yang matang berwarna coklat kehitaman seperti tanah humus.


9. Penyusutan

Penyusutan adalah pengurangan bobot kompos seiring dengan kematangan kompos.

Penyusutan pada penelitian ini diukur dari selisih antara bobot (kg) bahan-bahan yang akan

dikomposkan dengan bobot kompos (kg). Penyusutan yang diharapkan dalam penelitian ini

sebanyak 2 – 4 kg dari bobot sampah organic sebelum dikomposkan.

10. Suhu

Suhu kompos adalah temperatur dalam bahan-bahan kompos. Suhu kompos yang

matang mendekati suhu awal pengomposan. Suhu kompos matang berkisar antara 55-65ºC.

Suhu dalam penelitian ini diukur setiap 2 hari sekali.

11. pH

pH kompos adalah derajat keasaman bahan-bahan kompos. pH kompos yang matang

berkisar antara 6-8. dalam penelitian ini diukur setiap 2 hari sekali.

Prosedur Penelittian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan pelaporan.

1. Persiapan

a. Membuat bak

Sebelum melakukan penelitian, maka terlebih dulu membuat bak sebanyak 2 buah

untuk tempat penampungan sampah yang terbuat dari kayu dan bambu. Ukuran bak

masing – masing panjang 70 cm, lebar 70 cm dan tinggi 70 cm.

b. Mengumpulkan sampah

Sampah dikumpulkan sebanyak 20 kg di suatu wadah yang terdiri dari sampah

dedaunan dan sayur – sayuran. Sampah kemudian dicacah menggunakan parang dengan

ukuran 2 – 5 cm. Setelah itu sampah didiamkan/difermentasikan selama 1 minggu.


2. Pelaksanaan

a. Pembagian sampah

Sampah yang telah di fermentasikan di bagi 2 dan di masukkan ke dalam 2 bak,

masing – masing bak di masukkan 10 kg sampah.

b. Pencampuran bahan – bahan pengomposan dan

aktivator

Masing – masing bak yang sudah di masukkan sampah 10 kg dicampurkan dengan

bahan – bahan pengomposan dan aktivator yang berbeda. Bak I di campur dengan 2 kg

tanah, 2 kg ampas tahu dan 1 kg sekam padi. Kemudian baru di tambahkan orgadec

sebanyak 1250 ekor dan mengaduknya hingga rata. Sedangkan bak II di campur dengan

½ kg dedak, dan 1 kg sekam padi. Kemudian di tambahkan EM-4 yang telah di campur

dengan larutan gula dan air. Setelah itu diaduk rata.

c. Penimbangan bahan – bahan yang akan

dikomposkan

Berat sampah yang telah di campur dengan bahan – bahan pengomposan dan aktivator

pada masing – masing bak di timbang.

d. Pengukuran suhu dan pH

Suhu dan pH di ukur setelah penimbangan, kemudian di ukur kembali setiap 2 hari

sekali.

e. Penutupan bak

Bak ditutup agar proses pengomposan berjalan lancar.

f. Memanen kompos

Setelah kompos terbentuk, maka kompos di panen. Kemudian kompos yang sudah di

panen ditimbang lagi untuk mengetahui penyusutan yang terjadi.

Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data


Data dikumpulkan dari hasil pemeriksaaan kandungan unsur makro kompos (kadar

nitrogen, karbon, fosfor (P2O5), kalium (K2O) dan rasio C/N) di laboratorium Balittra

Banjarbaru, hasil pengamatan warna dan waktu matangnya kompos, pengukuran suhu, pH

dan penyusutan.

Cara Analisis Data

Data hasil pengukuran kualitas fisik (warna, waktu pematangan kompos, suhu, pH dan

penyusutan) dianalisa secara deskriptif. Kualitas kimia kompos sampah organik dengan

nutrien sekam padi yang menggunakan orgadec dan EM4 diukur di laboratorium Balittra

Banjarbaru (kadar nitrogen, karbon, fosfor (P2O5), kalium (K2O) dan rasio C/N) yang

kemudian dibandingkan dengan standar kualitas pupuk organik Perhutani.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Fisik Kompos

Kualitas fisik kompos terdiri dari suhu, pH, penyusutan, dan warna. Pengukuran dan

pengamatan pengomposan dalam penelitian ini dilakukan setiap 2 hari sekali terhadap suhu

dan pH sedangkan penyusutan dan warna diamati sebelum dan sesudah pengomposan.

Hasil pengukuran suhu kompos dapat dilihat dari grafik di bawah ini :

45
40
35
30
suhu kompos

25
20 Orgadec
15
EM4
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8

Pengamatan ke
Suhu tertinggi yang dapat dicapai oleh pengomposan dengan penambahan orgadec

adalah 36,1oC, sedangkan pada pengomposan dengan menggunakan EM4 adalah 41,5oC.

Suhu pada pengomposan menggunakan orgadec dan EM4 tidak mencapai suhu optimum yang

berkisar antara 45-65oC. rochaeni dkk (2003) menyatakan tidak tercapainya suhu yang tinggi

disebabkan karena tumpukan yang terlalu rendah sehingga tidak mampu menyimpan panas

dengan baik.

Perbedaan suhu pada proses pengomposan juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

sekitar. Crawford menyatakan kompos merupakan hasil dekomposisi oleh populasi berbagai

macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat. Suhu proses pengomposan dengan

penambahan orgadec dan EM4 ini tidak mencapai suhu optimum yang berkisar antara 45-

65oC. Hal ini terjadi karena pembuatan kompos dilakukan pada pada saat curah hujan tinggi

dan di tempat terbuka hanya di tutupi dengan atap terpal dimana suhu lingkungan sekitar

rendah dan lembab. Jika suhu optimum tercapai, maka proses pengomposan akan semakin

cepat.

Hasil pengukuran pH kompos dapat dilihat dari grafik di bawah ini :

8
7
6
5
pH kompos

4
Orgadec
3
EM4
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8

pengamatan ke

Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi kompos.

Mikroorganisme kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit asam (6,0-7,0).
Berdasarkan grafik di atas terlihat adanya perbedaan antara pengomposan menggunakan

orgadec dan pengomposan yang menggunakan EM4.

pH pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena

mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan mengubah bahan organik menjadi

asam organik. Selanjutnya nilai pH bahan akan kembali naik setelah beberapa hari akibat

perombakan protein yang mengakibatkan kehilangan nitrogen sebagai amoniak yang bersifat

basa dalam jumlah besar.

Berat bahan-bahan kompos (hari ke-0) yang menggunakan orgadec pada awal

pengomposan adalah 15 kg sedangkan pada akhir pengomposan (hari ke-14) adalah 12 kg.

Berat bahan-bahan kompos (hari ke-0) yang menggunakan EM4 pada awal pengomposan

adalah 11,5 kg sedangkan pada akhir pengomposan (hari ke-14) adalah 7 kg.

Penyusutan terjadi seiring dengan matangnya kompos. Penyusutan kompos yang baik

berkisar antara 20-40%. Penyusutan berat kompos pada orgadec adalah 3 kg atau 20%

sedangkan penyusutan berat kompos pada EM4 adalah 4,5 kg atau 39,1%.

Salah satu indikator kualitas fisik kompos yang lain adalah warna kompos. Kompos

disebut matang jika warnanya telah menjadi coklat kehitaman seperti tanah humus. Pada awal

pengomposan, warna bahan-bahan yang dikomposkan pada kedua bak adalah hijau. Setelah

selesai pengomposan semua bahan-bahan yang dikomposkan pada kedua bak berubah warna

menjadi coklat kehitaman. Hal ini terjadi karena mikroorganisme menguraikan bahan organik.

Kualitas Kimia Kompos

Kualitas kimia kompos terdiri dari unsur makro dan unsur mikro. Unsur makro adalah

unsur yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar sedangkan unsur mikro adalah unsur yang

diperlukan tanaman dalam jumlah kecil. Unsur makro terdiri dari karbon (C), nitrogen (N),

fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan belerang (S). Unsur mikro terdiri
dari besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), boron (B), molibdenum (Mo), dan

klor (Cl).

Unsur makro kompos yang diteliti dalam penelitian ini adalah karbon, nitrogen, fosfor,

kalium, dan rasio C/N. Kandungan unsur makro kompos yang menggunakan orgadec dan

EM4 diukur di laboratorium Balittra Banjarbaru (Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa) dan

hasilnya dibandingkan dengan standar kompos Perhutani.

Hasil uji laboratorium kandungan unsur makro kompos tersebut dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

No Parameter Standar Perhutani Orgadec EM4


Unsur makro
1. Karbon (C) 19,6% 7,10% 46,26%
2. Nitrogen (N) 1,1% 0,042% 0,868%
3. Rasio C/N 10-20 169,04 53,29
4. Fosfor (P2O5) 0,9% 0,191% 1,158%
5. Kalium (K2O) 0,6% 0,289% 1,006%
Kandungan karbon dalam kompos yang menggunakan orgadec berupa cacing tanah

adalah 7,10%, apabila di bandingkan dengan standar perhutani maka kompos ini aman di

gunakan. Sedangkan kandungan karbon dalam kompos yang menggunakan EM4 adalah

46,26%, lebih tinggi dari standar maksimal unsur karbon dalam kompos menurut Perhutani

maka apabila digunakan untuk tanaman akan menyebabkan kematian pada tanaman yang

masih muda.

Kandungan nitrogen dalam kompos yang menggunakan orgadec berupa cacing tanah

adalah 0,042% dan kompos yang menggunakan EM4 0,868%, sedangkan kandungan

maksimal nitrogen menurut standar kompos Perhutani yaitu 1,1%. Rendahnya kandungan

nitrogen ini terjadi karena banyaknya kandungan nitrogen yang hilang selama proses

pengomposan, terutama kandungan nitrogen yang menggunakan Orgadec. Kekurangan

nitrogen akan menyebabkan warna daun menjadi kekuningan, pertumbuhan yang lambat, dan
kekerdilan sedangkan kelebihan nitrogen akan menyebabkan terhambatnya pembungaan dan

pembuahan.

Kandungan fosfor dalam kompos yang menggunakan orgadec berupa cacing tanah

adalah 0,191% dan kompos yang menggunakan EM4 adalah 1,158%, sedangkan kandungan

maksimal fosfor menurut standar kompos Perhutani yaitu 0,9%. Hal ini berarti kompos yang

menggunakan orgadec baik untuk digunakan pada tanaman, sedangkan kompos yang

menggunakan EM4 tidak baik digunakan untuk kompos. Tanaman yang kekurangan unsur

fosfor akan menyebabkan kurang baiknya akar dan hasil tanaman yang berupa buah/biji.

Kandungan kalium dalam kompos yang menggunakan orgadec berupa cacing tanah

adalah 0,289% dan EM4 adalah 1,006%, sedangkan kandungan maksimal kalium menurut

standar kompos Perhutani yaitu 0,6%. Meskipun kandungan kalium pada kompos yang

menggunakan EM4 lebih tinggi dari standar, tetapi hal ini tidak berbahaya bagi tanaman.

Rasio C/N pada kompos yang menggunakan orgadec dan EM4 sangat tinggi dan

melebihi standar kompos Perhutani, yaitu 169,04 dan 53,29. Rasio C/N yang tinggi ini

disebabkan proses pengomposan menggunakan sisa sayuran yang mempunyai rasio C/N 11-

27 yang dicampur dengan nutrien sekam padi yang mempunyai rasio C/N 411,04. Rasio C/N

yang tinggi menunjukkan adanya defisiensi nitrogen dan kandungan karbon yang tinggi.

Waktu matangnya kompos

Proses pengomposan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu rasio C/N, ukuran bahan,

kelembaban, aerasi (pengaturan udara), suhu, pH, dan jenis mikroorganisme yang terlibat.

Proses pengomposan merupakan proses biokimia sehingga setiap faktor yang mempengaruhi

mikroorganisme akan mempengaruhi laju dekomposisi.

PENUTUP
1. Ada perbedaan kualitas fisik kompos (suhu, pH, dan penyusutan) antara kompos yang

menggunakan orgadec dan EM4. Kompos yang menggunakan orgadec mempunyai rata-

rata suhu 33,7ºC, rata-rata pH 6,7 dan penyusutan sebesar 3 kg atau 23,7% sedangkan

kompos yang menggunakan EM4 mempunyai rata-rata suhu 36,9ºC, rata-rata pH 6,0 dan

penyusutan sebesar 4,5 kg atau 39,13%.

2. Kualitas kimia kompos yang diteliti terdiri dari unsur makro karbon, nitrogen, fosfor,

kalium, dan rasio C/N. Kandungan unsur makro dalam kompos yang menggunakan

orgadec berupa cacing tanah mempunyai hasil yang lebih baik untuk di gunakan pada

tanaman sedangkan EM 4 hasilnya tidak baik karena dapat menyebabkan kematian pada

tanaman muda, kurang baiknya akar dan hasil tanaman berupa biji / buah, serta lambatnya

pertumbuhan tanaman, terjadinya kekerdilan, dan terjadinya bercak merah cokelat pada

bagian bawah daun yang menyebabkan kematian daun.

3. Kompos yang menggunakan orgadec dan EM4 mempunyai lama pengomposan yang sama

yaitu 14 hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sofian. Sukses membuat kompos dari sampah. Jakarta: PT Agromedia Pustaka, 2006.
2. Zaman Badrus dan Endro Sutrisno. Studi pengaruh pencampuran sampah domestik,
sekam padi, dan ampas tebu dengan metode Mac Donald terhadap kematangan kompos.
Jurnal Presipitasi 2007; 2 (1) : 1 – 7.
3. Balai Lingkungan Pemukiman. pengelolaan persampahan. Modul Persampahan C-O2-04.
2004. (http://www.modul.adrie.go.id, di akses tanggal 25 Oktober 2009)
4. Balai Pusat Statistik. Kota Banjarbaru dalam Angka 2008/2009. Katalog BPS:
1403.63.72. BPS Kota Banjarbaru. 2008 – 2009.
5. Dinas Tata Kota Banjarbaru. Rekapitulasi produksi sampah per kelurahan tahun 2005.
Banjarbaru, 2005.
6. Waldjinah A M. Vianey. Kimia. Klaten: PT Intan Pariwara, 2004.
7. Rikmasari Renny. Greenpsoskko Bulking Agent 2005. (online),
(htttp://www.kencanaonline.com, diakses tanggal 11 oktober 2009).
8. Unit Pelayanan Jasa dan Komersialisasi Laboratorium Tanah, Tanaman Air. Balai
Penelitian Pertanian Lahan Rawa (BALITTRA). Hasil analisa C/N rasio sekam padi.
Banjarbaru, 2007.
9. Rahman, Syadzuli. Penggunaan serbuk arang bambu (Bambusa sp.) dan mikroorganisme
inokulan pada pembuatan kompos. Skripsi Manajemen Hasil Hutan. Banjarbaru. Fakultas
Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, 2006.
10. Asngad A, dan Suparti. Model pengembangan pembuatan pupuk organik dengan
inokulan (studi kasus sampah di TPA Mojosongo Surakarta). Jurnal Penelitian Sains dan
Teknologi 2006; 6 (2) : 101 – 113.
11. Rajab wahyudin. Buku ajar epidemiologi 4 mahasiswa kebidanan. 2008.
12. Supriyanto A. Aplikasi wastewater sludge untuk proses pengomposan serbuk gergaji.
Seminar on-Air Bioteknologi untuk Indonesia, 1-14 Februari 2001. Bogor: Siner Forum
PPI Tokyo Institute of Technology PT Novartis Biochemie, 2001.
13. Kobayakawa, Ichinose. Processing of industrial disposal processing of wood.
Bioscientiae 2000; 8 (13): 10-14.
14. Djuarnani, Nan, Kristian, Susilo Setiawan, Budi. Cara cepat membuat kompos. Jakarta:
PT Agro Media Pustaka, 2009.
15. C. Sri Budiyati, Hargono, Pengaruh waktu fermentasi dan penambahan aktivator BMF
BIOFAD terhadap kualitas pupuk organik. Jurnal teknik kimia Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro 2007; 1 (8): 1-5.
16. Yoseph Mardani, Dian. Pengaruh Pupuk Kompos serta ZA terhadap pertumbuhan
tembakau rakyat (Nicotiana tabacum), Jurnal Fakultas Pertanian Institut Pertanian
(INTAN) Yogyakarta 2007; IV : 1-11.
17. Hanggari Sittadewi, Euthalia. Upaya pemanfaatan gambut dan limbah kotoran ayam
menjadi kompos. Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Indonesia 2007; X : 1-140.

You might also like