Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Abdul Safiek Bachdar
0806355424
Setelah Perang Dunia II (PD II) usai, Uni Soviet mengalami penguatan otoritas yang
cukup berarti. Hal ini ditandai dengan terbentuknya hubungan kerjasama diplomati 52 negara.
Selain itu, Uni Soviet ikut serta dalam Konferensi Paris tahun 1946 yang membahas nasib
bangsa-bangsa bekas sekutu Jerman seperti Italia, Bulgaria, Hungaria, Rumania dan Finlandia.
Peranan penting Uni Soviet pasca PD II adalah keikutsertaannya memprakarsai
berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945 bersama dengan kekuatan anti-
Fasis lainnya seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris. Namun kemesraan hubungan negara-
negara yang tergabung dalam koalisi anti-Fasisme itu tidak bertahan lama. Pada tahun 1946
Stalin menuduh Inggris dan AS melancarkan kebijakan-kebijakan internasional yang agresif. Ini
dijawab oleh Perdana Menteri Inggris saat itu, Winston Churchill, dengan menentang kekuatan
yang disebutnya sebagai “Komunis Timur”, sehingga pada gilirannya membelah sistem
perpolitikan internasional dalam dua blok besar yakni Blok Barat yang dikomandoi AS dan
Inggris dan Blok Timur oleh Uni Soviet. Amerika Serikat (AS) lalu memperbanyak basis-basis
militernya dan mengurangi volume perdagangan dengan Uni Soviet dan negara-negara sosialis,
sementara Uni Soviet menyelenggarakan kebijakan “Tirai Besi” (mengisolasi diri).
Konfrontasi dua sistem kekuatan ini dikenal dengan istilah Perang Dingin (1946 sampai
akhir tahun 1980-an) yang ditandai dengan perlombaan senjata, perimbangan kekuatan dan
ancaman perang nuklir. Pada tahun 1949 Jerman, sebagai negara yang kalah perang dipecah
menjadi 3 bagian yang meliputi: Jerman Barat, Jerman Timur dan Berlin Barat. Pada tahun
tersebut AS dan sekutu-sekutunya di Barat membentuk aliansi yang disebut NATO (North
Atlantic Treaty Organization atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara), sedangkan Uni Soviet
membentuk Dewan Kerjasama Ekonomi Negara-negara Sosialis.
Menyadari meningkatnya suhu politik internasional dan menguatnya ancaman terhadap
negara, maka pemimpin Uni Soviet menekan peningkatan teknologi persenjataan. Uni Soviet
pun berhasil menguasi teknologi persenjataan nuklir yang mendorong perimbangan kekuatan
senjata terhadap Barat.
Pada tahun 1955 untuk mengimbangi kekuatan NATO, Soviet membentuk Organisasi
Perjanjian Warsawa (OWD) atau yang lebih dikenal dengan Pakta Warsawa dan pada tahun 1957
di Eropa dibentuk Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).
Pemerintahan Khrushchev, pemimpin tertingi Partai Komunis Uni Soviet pasca wafatnya
Stalin mencanangkan koeksistensi damai dalam kaitannya dengan NATO. Kebijakan ini
memungkinkan perbaikan hubungan dengan negara-negara Eropa Barat. Namun hal itu tidak
berlangsung lama, beberapa konflik tak langsung yang melibatkan Uni Soviet dan negara-negara
NATO terjadi di berbagai belahan dunia.
Contohnya, dalam Krisis Suez (1956), dukungan Soviet terhadap Mesir yang berupaya
menasionalisasi Terusan Suez, menyebabkan agresi kemarahan Inggris dan Prancis. Selain itu,
penempatan rudal-rudal dan peralatan-peralatan militer buatan Soviet di Kuba untuk
mengantisipasi kemungkinan agresi AS ke negara sosialis itu, menyebabkan Krisis Karibia
(1962) dimana AS mengumumumkan blokade militernya. Aksi militer di Kuba ini sebenarnya
dipicu oleh agresivitas AS dengan penempatan roket-roket taktisnya di teritori Turki.
Melihat runtutan sejarah tersebut, menjadikan Uni Soviet sebagai negara super power
yang disegani di seluruh dunia. Konfrontasinya dengan Amerika Serikat memicu konflik
berkepanjangan. Selain itu menjelang pertengahan tahun 1980-an Uni Soviet juga dilanda krisis
ekonomi dan politik akibat korupsi dan bobroknya birokrasi serta. Hal ini semakin memperkuat
apatisme masyarakat yang pada akhirnya menandai runtuhnya negara tersebut. Dalam makalah
ini pokok pembahasan hanya seputar gejolak politik serta dampak yang terjadi di Uni Soviet dan
pengaruhnya terhadap Uni Eropa pasca runtuhnya negara tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Gorbachev, M.S. Perestroika I nove Myshlenie : Dlya nashei strany I vsego mira, Moskva: 1988, hlm72
senjata-senjata pemusnah massalnya. Rakyat di negara-negara bagian Uni Soviet bangkit secara
serempak. Kesadaran rakyat atas hak-hak politiknya mulai muncul. Mereka merasa berhak untuk
memilih pemimpin-pemimpinnya, membentuk partai politik, dan menentukan status daerahnya
sendiri melalui referendum. Akibatnya terjadi perang saudara ketika kekuasaan pemerintahan
pusat mengalami kekosongan kekuasaan akibat reformasi. Hal ini kemudian menyebar kepada
negara-negara satelit Uni Soviet lainnya di Eropa Timur. Sehingga dapat dikatakan bahwa
keruntuhan Uni Soviet akibat dari kegagalan program Glasnot dan Parestroika
Revolusi yang terjadi di akhir abad XX telah membawa kehacuran Uni Soviet yang telah
dibangun selama lebih kurang tujuh dawasarsa. Hancurnya Uni Soviet merupakan titik awal dari
kehancuran total Rusia yang hingga saat ini masih digerogoti masalah-maslah disintegrasi.
Disintegrasi Uni Soviet menghasilkan berbagai masalah nasional republik-republik di bekas
negara adidaya itu
Situasi politik pasca Uni Soviet mengalami perubahan yang cepat dan dramatis, hal
tersebut melahirkan persoalan yang rumit mengenai keberadaan Uni Soviet di dunia.
Berakhirnya perang dingin tidak menandakan berakhirnya konflik antar negara sebagaimana
yang diharapkan masyarakat dunia dalam terciptanya tatanan dunia baru yang lebih aman dan
damai. Hancurnya kekuatan Blok Timur, pimpinan Uni Soviet, yang sering distigmatisasi
sebagai kekuatan “poros setan” oleh barat, telah melahirkan persoalan baru. Uni Eropa sebagai
kekuatan paling besar di Eropa pada saat itu berusaha memperluas hegomoni daerah kekuasaan
dan menjadi kekuatan baru di dunia.
Usainya perang dingin dan disintegrasi Uni Soviet, negara-negara bekas konstituen Uni
Soviet saling memisahkan diri dan memerdekakan negara mereka sendiri. Namun dalam
praktiknya timbul separatisme di negara-negara konstituen Uni Soviet tersebut. Melihat situasi
politik dan ekonomi yang kurang baik tersebut, menjadi suatu pilihan yang baik jika konstituen
negara Uni Soviet bergabung dengan Uni Eropa yang saat itu merupakan organisasi yang
dianggap mampu dijadikan naungan dalam menjaga eksistensi mereka sebagai negara berdaulat.
Hal tersebut dijadikan kesempatan Uni Eropa dalam memperluas kawasan Uni Eropa.
Keuntungan yang dirasakan Uni Eropa dengan masuknya negara-negara baru tersebut,
mengakibatkan lemahnya pengaruh komunis di Eropa Timur dan menguatkan demokrasi sebagai
paham yang paling ideal di Eropa. Selain itu, hal tersebut mempelebar pangsa pasar ekonomi
Uni Eropa. Uni Eropa saat ini menjadikan dirinya sebagai kekuatan multipolar yang muncul di
Abad ke-21, yang sebelumnya hanya berbentuk bipolar (Amerika Serikat dan Uni Soviet).
DAFTAR REFERENSI
Fahrurodji; Witoelar, Rachmat. 2005. Rusia Baru Menuju Demokrasi : Pengantar Sejarah dan
Latar belakang Sejarah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Archellie, R. 2008. Perkembangan Nasionalisme Rusia dari Zaman tsar Sampai Menjelang
Keruntuhan Uni Soviet. Jakarta: Glassnost Vol 3.
Sapta Ramadhi, Iman. 1998. Menengok Kmbali Runtuhnya Uni Soviet (Suatu Refleksi atas
Indonesia Kini). Jakarta: Media Indonesia.
LAMPIRAN
Republik-republik Soviet