You are on page 1of 62

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Eksistensi masyarakat adat di beberapa wilayah NKRI merupakan

kekayaan bangsa yang tidak dapat dibandingkan dengan negara lainnya di dunia.

Oleh karena itu sangat tepat hal ini dicantumkan secara nyata dalam amandemen

UUD 1945, didalam pasal 18 B ayat (2) digariskan bahwa Negara mengakui dan

menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

masyarakat dalam prinsip NKRI yang di atur dalam undang-undang, dan pada

pasal 28 I ayat (3) menyatakan “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional

dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.

Istilah masyarakat adat mulai disosialisasikan di Indonesia di tahun 1993

setelah sekelompok orang yang menamakan dirinya Jaringan Pembelaan Hak-hak

Masyarakat Adat (JAPHAMA) yang terdiri dari tokoh-tokoh adat, akademisi dan

aktivis ornop menyepakati penggunaan istilah tersebut sebagai suatu istilah

umum pengganti sebutan yang sangat beragam. Pada saat itu, secara umum

masyarakat adat sering disebut sebagai masyarakat terasing, suku terpencil,

masyarakat hukum adat, orang asli, peladang berpindah dan peladang liar.

Sedangkan pada tingkat lokal mereka menyebut dirinya dan dikenal oleh

masyarakat sekitarnya sesuai nama suku mereka masing-masing. JAPHAMA

yang lahir sebagai bentuk keprihatinan atas kondisi yang dihadapi oleh

1
kelompok-kelompok masyarakat di tanah air yang menghadapi permasalahan

serupa, dan juga sebagai tanggapan atas menguatnya gerakan perjuangan mereka

di tingkat global. Dalam pertemuan itu disepakati juga bahwa istilah yang sesuai

untuk menerjemahkan istilah indigenous peoples dalam konteks Indonesia adalah

masyarakat adat (JaPHaMA, 1993). Dengan konteks yang demikian, tulisan ini

disusun. Artinya ketika kita berbicara tentang hak-hak masyarakat adat di

Indonesia, acuannya adalah hak-hak dari indigenous peoples yang berlaku secara

universal (http://www.huma.or.id).

Sebagaimana ditetapkan dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara I

yang diselenggarakan pada bulan Maret 1999 lalu, disepakati bahwa masyarakat

adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun

temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi,

ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri (lihat Keputusan KMAN

No. 01/KMAN/1999 dalam rumusan keanggotaan). Di tingkat negara-negara lain

banyak istilah yang digunakan, misalnya first peoples di kalangan antropolog dan

pembela, first nation di Amerika Serikat dan Kanada, indigenous cultural

communities di Filipina, bangsa asal dan orang asli di Malaysia. Sedangkan di

tingkat PBB telah disepakati penggunaan istilah indigenous peoples sebagaimana

tertuang dalam seluruh dokumen yang membahas salah satu rancangan deklarasi

PBB, yaitu draft of the UN Declaration on the Rights of the Indigenous Peoples

(http://www.huma.or.id).

Maka yang menjadi landasan konstitusi bergeraknya organisasi

masyarakat adat ini adalah hak-hak dari indigenous peoples yang berlaku secara

2
universal, di tingkat internasional dan pada tingkat konstitusi nasional dengan

dicabutnya UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, kemudian diganti

dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang lalu diperbaharui

dengan UU No 32 tentang Pemerintahan Daerah tahun 2004, dimana di dalamnya

memberikan ruang bagi exercise otonomi-otonomi asli. Sifat otonomi asli

komunitas-komunitas masyarakat adat adalah menjaga kelangsungan ruang hidup

komunitas.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam UU No. 32/2004 tentang

Pemerintahan Daerah, otonomi daerah dirumuskan sebagai hak, wewenang, dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan (Pasal 1 ayat 5). Jelas bahwa otonomi di sini diletakkan

sebagai sebuah kondisi yang diberikan oleh Negara kepada sebuah Daerah

Otonom. Mengenai daerah otonom, UU yang sama menyebutkan: Daerah

otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia (Pasal 1 ayat 6).

Adanya kebijakan otonomi daerah, dapat merupakan tantangan sekaligus

peluang untuk menata kembali sistem pemberdayaan masyarakat adat. Kebijakan ini

di samping sebagai respons terhadap aspirasi yang berkembang, juga sesuai dengan

trend pembangunan yang lebih bernuansa pemberdayaan regional atau lokal.

3
Implikasinya adalah bahwa kebijakan-kebijakan cetakbiru (blueprint policies) yang

lebih bersifat top-down akan berkurang dan partisipasi daerah menjadi mainstream

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program pemberdayaan masyarakat

pada masa yang akan datang.

Dalam implementasi otonomi daerah, idealnya Masyarakat Adat/Lembaga

Adat dapat memiliki kontribusi dalam menyusun perencanaan pembangunan,

agar pembangunan daerah yang dilaksanakan dapat membawa prospek baik bagi

pertumbuhan ekonomi daerah. Karena untuk mencapai hal tersebut, sangatlah

dipengaruhi oleh kapasitas dan partisipasi dari para stakeholders di daerah.

Lembaga Adat merupakan organisasi kemasyarakatan yang berkedudukan

sebagai wadah organisasi permusyawaratan/permufakatan para pengurus adat,

pemuka-pemuka adat/masyarakat yang berada di luar susunan organisasi

pemerintahan. Adapun tugas lembaga adat, menurut rumusan dari

PERMENDAGRI No.3 Tahun 1997 adalah:

a). Menampung dan menyalurkan pendapat masyarakat kepada Pemerintah

serta menyelesaikan perselisihan yang menyangkut hukum adat, adat

istiadat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat.

b). Memberdayakan, melestarikan, dan mengem-bangkan adat istiadat dan

kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam rangka memperkaya budaya daerah

serta memberdayakan masyarakat dalam menunjang penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan.

4
c). Menciptakan hubungan yang demokratis dan harmonis serta objektif antara

kepala adat/pemangku adat/tetua adat dan pimpinan atau pemuka adat

dengan aparat pemerintah di daerah.

Selanjutnya Lembaga Adat memiliki hak dan wewenang sebagai berikut :

a). Mewakili masyarakat adat ke luar. yakni dalam hal menyangkut

kepentingan dan mempengaruhi adat.

b). Mengelola hak-hak adat dan/atau harta kekayaan adat untuk meningkatkan

kemajuan dan taraf hidup masyarakat ke arah hidup yang lebih layak dan

lebih baik.

c). Menyelesaikan perselisihan yang menyangkut perkara adat istiadat dan

kebiasaan- kebiasaan masyarakat sepanjang penyelesaian itu tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Halmahera Utara merupakan tempat dimana peradaban suku-suku setempat

bermula dan berada di bawah payung adat/lembaga adat "HIBUALAMO"

sebagai komunitas masyarakat adat yang sangat menjunjung nilai–nilai

kekeluargaan dengan slogan "ngone oria dodoto" yang berarti kita semua

bersaudara. Adapun suku-suku yang berada di Halmahera Utara adalah 9

(sembilan) suku antara lain: Suku Boeng (Tobelo), Suku Galela (Morodai), Suku

Loloda (Tobaru), Gura (tobelo), Huboto (tobelo) dan Kao. Di kecamatan Kao

sendiri terdapat 4 (empat) suku antara lain: Suku Boeng (Kao Utara), Suku Pagu

(Kao Selatan), Suku Modole (Kao Barat), Suku Towiliko (Kao Induk). Walaupun

terpisah-pisah, tetapi mereka selalu dipersatukankan dalam satu pertemuan

disebuah rumah besar sehingga tempat itupun dinamakan Hibualamo yang

5
artinya tempat pertemuan dari berbagai suku-suku yang ada di Halmahera Utara,

sehingga HIBUALAMO di sebut payung adat/ lembaga adat, kemudian inilah

yang menjadi kearifan lokal masyarakat Halmahera utara, dan lembaga adat

hibualamo ini dikepalai oleh seorang Dewan Adat yang saat ini menjabat sebagai

Anggota DPRD Propinsi Maluku Utara.

Kemudian ke sembilan suku yang ada di Halmahera Utara mempunyai

batas wilayah kekuasaan/hak ulayat masing-masing yang dikepalai oleh kepala

Adat/suku yang ada di masing-masing Kecamatan dan Desa. Dan dari

keseluruhan suku-suku/adat, Hibualamo yang ada di Halmahera Utara di pimpin

oleh seorang Kepala Adat Halmahera Utara yang di sebut dengan nama Djiko

Makolano yang saat ini memegang jabatan sebagai Kepala Daerah Kabupaten

Halmahera Utara. Namun keunikan suku/adat yang ada di Kecamatan bukan di

pegang oleh Camat tapi di pegang Oleh Keturunan Asli Masyarakat Adat, begitu

juga dengan yang ada di Desa. Dengan adanya masyarakat adat yang ada di

Halmahera Utara, maka pemerintah daerah mengupayakan adanya pemberdayaan

masyarakat adat/lembaga adat Hibualamo dalam bidang ekonomi, politik, social,

budaya, dan keamanan. untuk mencapai pembangunan daerah ke arah yang baik.

Adapun Masyarakat adat/lembaga adat Hibualamo mendirikan PT. Hibualamo,

mengembangkan kepariwisataan, Pemerintah Daerah juga berusaha untuk

mengembangkan nilai-nilai budaya dan adat istidat Hibualamo, merekonsiliasi

kedua belah pihak yang bertikai.

Olehnya itu harapan Pemerintah Daerah bahwa untuk melibatkan

msayarakat adat/lembaga adat, daerah dapat mengalami peningkatan

6
pembangunan dan menuju pada kesejahteran rakyat. Namun yang menjadi

kendala bagi masyarakat adat Halmahera Utara, hak-hak ulayatnya belum diatur

dalam PERDA, sehingga pemberdayaan masyarakat adat Halmahera Utara masih

belum merata dan belum tertata dengan baik. Harapan masyarakat adat

halmahera utara adat yang di pegang oleh politisi jangan sampai hanya

memanfaatkan isu masyarakat adat untuk legitimasi kembalinya feodalisme,

Politisasi “ adat dan adat-istiadat”, seperti pemberian gelar-gelar kehormatan adat

kepada elite-elite politik.

Kondisi masyarakat adat/lembaga adat Halmahera Utara yang

dikembangkan pemerintah daerah sangatlah dibanggakan oleh pemerintah daerah

dan masyarakat yang berada di Halmahera Utara, sehingga lambang hibualamo

pun dijadikan salah satu atribut pemerintah daerah untuk digunakan di pakaian

dinas pegawai, baik di pemerintah daerah, kecamatan, maupun di desa.

Olehnya itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan ingin

mengetahui bagaimana: Peranan Masyarakat Adat Dalam

Pelaksanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Halmahera Utara.

B. PERUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana peran Masyarakat Adat dalam pelaksanaan pembangunan Daerah

di Kabupaten Halmahera Utara?

2) Bagaimana eksistensi Masyarakat adat di Kabupaten Halahera Utara?

7
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan Penelitian

Mengacu pada perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka yang

menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana peran masyarakat adat dalam pelaksanaan

Pembangunan Daerah di Kabupaten Halmahera Utara.

2. Untuk mengetahui bagaimana eksistensi Masyarakat adat di Kabupaten

Halmahera Utara.

Manfaat Penelitian

• Secara Ilmiah, penelitian ini diharapakan dapat memberikan masukan dalam

hal pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu Pemerintahan yang

berkaitan dengan Adat istiadat.

• Secara Praktis, diharapkan dapat menjadi kontribusi yang positif kepada

Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara dan Masyarakat Adat di

Halmahera Utara.

• Selain itu penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi siapa saja yang

peka dengan masalah Pemberdayaan masyarakat adat.

8
BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Konsep Masyarakat Adat

Pada umumnya, lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam

gerakan masyarakat adat memiliki konsepsi yang sama tentang siapa yang di

sebut masyarakat adat. Masyarakat Adat adalah komunitas-komunitas yang hidup

berdasarkan asal-usul leluhur secara turun temurun di atas suatu wilayah adat,

yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan social

budaya yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelolah

keberlangsungan kehidupan masyarakat. (Bambang Hendarta S. P, 2005: 21).

Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul

leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki

sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri. (Hasil

kesepakatan pada sebuah Kongres Masyarakat Adat Nusantara I yang pernah

diselenggarakan pada bulan Maret 1999.

Istilah masyarakat adat diartikan sebagai terjemahan dari kata ‘Indigenous

people’. Banyak orang yang membedakannya dengan istilah masyarakat hukum a

dat yang merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda yaitu

rechtgemencshap. Pada sisi lain para aktivis NGO dan organisasi AMAN

(Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) memandang istilah masyarakat hukum

adat pada akhirnya akan mempersempit entitas masyarakat adat hanya pada

entitas hukum, sementara istilah masyarakat di percaya terdapat dimensi yang

9
luas lebih dari sekedar hukum. Misalnya dimensi kultur dan religi. Persoalan

tanah memang menjadi potensi konflik, hal ini dapat dipahami karena tanah

memiliki “nilai” dan makna yang multi dimensional.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat_Adat")

Masyarakat Adat adalah (1) penduduk asli ; (2)kaum minoritas ; dan (3)

kaum tertindas atau termarginal karena identitas mereka yang berbeda dari

indentitas yang dominan di suatu negara atau wilayah. Arti dari masing-masing

kelompok ini dijelaskan dalam buku ini. Cakupan pemahaman yang sama juga

terdapat dalam pembatasan yang diberikan dalam Deklarasi dimaksud. Istilah

indigenous peoples yang diterjemahkan dalam buku ini sebagai "masyarakat

adat" mengandung makna:

- Masyarakat yang tidak dominan atau termarginalkan dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

- Oleh karena masyarakat dimaksud tidak dominan, maka mereka rentan

terhadap berbagai pelanggaran hak asasi mereka sebagai sebuah entitas

sosial (kelompok) atau anggota dari entitas tertentu;

- Entitas sosial yang tidak dominan, termarginalkan dan rentan terhadap

berbagai pelanggaran hak asasi dimaksud sering dikelompokkan sebagai

kaum minoritas dari sisi asal-usul (tanah air), etnik, agama, suku-bangsa

dan agama;

- Sementara dari kacamata ekonomi pembangunan, menurut

pengelompokkan dalam pembangunan di Indonesia, maka definisi dalam

10
buku ini termasuk kelompok masyarakat atau wilayah tanah air terbelakang

dan yang paling terbelakang;

- Mereka yang terbelakang dan paling terbelakang dalam kacamata

pembangunan di Indonesia (dan dalam pembangunan semesta) semuanya

adalah penduduk pribumi: mendiami suatu wilayah ulayat sejak dahulu

kala, sebelum pembentukan negara-bangsa Indonesia sampai hari ini, dan

hidup di dalam tatanan, norma, hukum serta batas wilayah ulayat mereka

sendiri;

- Mereka yang dipandang sebagai penduduk pribumi itu selama ini, dalam

proses pembangunan dan atau modernisasi telah mengalami banyak nasib

malang karena hak-hak mereka sebagai sesama manusia diabaikan,

dilecehkan dan dilanggar, bahkan nyawa mereka dikorbankan atas nama

dan demi keutuhan wilayah negara-bangsa dan pembangunan;

- Mereka juga kebanyakan menjadi kaum minoritas dalam kelompok

nasional dalam konteks negara-bangsa;

- Nasib dan pengalaman kemalangan di tangah penguasa negara-bangsa itu

telah menyebabkan perlawanan yang berkepanjangan dari entitas sosial

dimaksud, yang berakibat kelanjutan penindasan dan penderitaan.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat_Adat")

Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan

hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena

kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan (Permendagri)

11
(Konvensi ILO 169, 1989, Masyarakat Adat) adalah “masyarakat yang

berdiam di negara-negara merdeka dimana kondisi sosial, kultural dan

ekonominya membedakan mereka dari bagian-bagian masyarakat lain di negara

tersebut dan statusnya diatur, baik seluruh maupun sebahagian oleh masyarakat

adat dan tradisi.

(Pasal 1 poin 3 Peraturan Menteri Agraria/Ka BPN no. 5 Tahun 1999

masyarakat) hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan

hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena

kesamaan tempat tinggal atau pun atas dasar keturunan.

(Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) memberikan defenisi masyarakat

adat sebagai “komunitas yang memiliki asal usul leluhur secara turun temurun

yang hidup di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi

ekonomi, politik, budaya dan sosial yang khas”.

(JAPHAMA) di Tana Toraja, 1993. Kemudian dipertegas lagi dalam

Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN), Maret 1999: Masyarakat

Adat adalah: “komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal usul leluhur

secara turun temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas

tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya, yang diatur oleh hukum adat,

dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat.”

IRE- Pemberdayaan Masyarakat Adat: Lembaga adat adalah sebuah

organisasi kemasyarakatan, baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara

wajar telah tumbuh dan berkembang di dalam sejarah masyarakat yang

bersangkutan atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah

12
hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam wilayah hukum adat tersebut, serta

berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus, dan menyelesaikan berbagai

permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan dan mengacu pada adat istiadat

dan hukum adat yang berlaku.

2. Konsep Pembangunan Daerah

Secara sederhana pembangunan sering diartikan dengan sebagai suatu

upaya untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Karena perubahan yang

dimaksud adalah menuju kearah peningkatan dari keadaan semula. Tidak jarang

pula ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah pertumbuhan.

Siagian (Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusuma, 2005 : 7) mengatakan,

“Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kehidupan bernegara

dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan

pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukan suatu kemampuan suatu

kelompok untuk terus berkembang, baik secara kualitas maupun kuantitatif dan

merupakan suatu yang mutlak yang harus terjadi dalam pembangunan”.

Menurut Santoso Suruso (2005:27) mengatakan bahwa pembangunan

merupakan suatu proses yang dinamis.

Siagian (Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusuma, 2005 : 4) memberi

pengertian tentang pembangunan sebagai “suatu usaha atau rangkaian

pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh

suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka

pembinaan bangsa (nation bulding).

13
Ginanjar Kartasasmita (Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusuma, (2005:

4) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses

perubahan kearah yang lebik baik melalui upaya yang dilakukan secara

sederhana”.

Baratha (Koirudin, 2005 : 210) menyatakan pembangunan sebagai usaha

perusahaan untuk menuju keadaaan yang lebih baik, berdasarkan pada norma-

norma tertentu. Perubahan-perubahan tersebut dilaksanakan melalui potensi

alam, manusia dan sosial budaya. Oleh karena itu pembangunan tidak hanya

bermakna pembangunan ekonomi dan industrialisasi saja. Ada pula yang

menyatakan pembangunan sebagai perubahan sosial yang besar dari suatu

keadaan lainnya yang dipandang lebih bernilai. Dengan demikian pembangunan

adalah proses pembaharuan yang terus-menerus dari suatu keadaan tertentu

kepada keadaan lain yang lebih baik.

Didalam suatu proses pembangunan terkandung nilai-nila pemberdayaan

masyarakat. Pemberdayaan dilaksanakan kepada kelompok masyarakat yang

berada dilapisan bawah, yang biasanya dinamika pembangunan yang sulit diikuti

oleh akses yang mereka miliki. Di sini muncul sebuah konsep pembangunan

masyarakat (community development). Kartasasmita (Koirudin, 2005 : 22)

mengatakan pembangunan masyarakat sebagai sebuah usaha meningkatkan

harkat martabat masyarakat yang dalam kodisi yang tidak mampu melepaskan

diri dari perangkat kemiskinan dan keterbelakangan. Membangun masyarakat

berarti mampu mendirikan mereka. Dengan dimulai dari pembangunan

masyarakat diharapkan memacu partisipasi dalam proses pembangunan itu

14
sendiri. Sebab pembangunan tanpa melibatkan masyarakat maka pembangunan

tersebut tidak menemui sasaran yang tepat dan efektif. Peningkatan partisipasi

masyarakat dalam proses pengambilan proses pengambilan keputusan

menyangkut diri dan masyarakat.

Untuk tujuan-tujuan seperti itulah pembanguan daerah sangat diperlukan.

Dalam konteks seperti desentralisasi/otonomi daerah, pembangunan daerah

dalam pengertian yang dirumuskan dijalankan dan dikontrol oleh daerah menjadi

pijakan dasar untuk meningkatkan kesejahtaraan masyarakat secara lebih tepat.

Pembangunan daerah dan percepatannya untuk mengikuti kecepatan

pembangunan secara global jelas tidak mungkin jika hanya mengandalkan

pemerintah pusat semata-mata.

Pembangunan daerah dimaknai sebagai proses perubahan yang dilakukan

dalam skala lokal atau otonomi daerah itu sendiri. Pembangunan daerah

dipandang penting dalam rangka menciptakan target pembangunan nasional pada

umumnya. Pembangunan nasional akan mengalami kegagalan jika tidak searah.

Karena itu otonomi daerah amat bermanfaat dan sangat mendukung bagi

pembangunan secara nasional pula.

Faktor penting dalam melakukan pembangunan daerah adalah pembiayaan

atau pendanaan. Pembangunan yang dilakukan memerlukan jumlah keuangan

yang cukup memadai karena setiap program kegiatan tertentu selalu

membutuhkan dana untuk operasional dan pengembangannya. Masalah keuangan

daerah merupakan masalah yang sangat krusial yang semestinya mendapat

15
perhatian dari pemerintah daerah terutama dalam melaksanakan

desentralisasi/otonomi daerah (Koirudin, 2005 : 23-24).

Pembangunan seyogyanya dimulai dengan menemukan potensi dan

kebutuhan dari masyarakat penerima manfaat dan penanggung resiko. Langkah

selanjutnya mencari cara dan upaya mewujudkannya. Dengan demikian kegiatan

pembangunan yang mencakup perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, dan

pemantauan serta evaluasi seharusnya beranjak dari keinginan dan kemampuan

masyarakat penerima manfaat dan penanggung resiko itu sendiri.

Peran aktif masyarakat dapat berarti berperan langsung dalam berbagai

prospek politik dan perwakilan, dalam proses perumusan program, dalam

pelaksanaan, dan berperan dalam pengawasan. Peran juga dilakukan secara tidak

lansung misalnya dengan memberdayakan masyarakat (motivator), menjadi

penasihat dan juru bicara masyarakat (advocate), menjadi penengah antara

masyarakat dan pengambil keputusan (mediator), menjadi penyebar informasi

(propagandist) dan/atau menjadi tokoh masyarakat informal (informal leader).

Menurut Abdul Syukur Ahmad (CSIS, 2006 : 101) prinsip dasar

penyelengaraan pembangunan daerah adalah didasarkan pada perbaikan dan

pengembangan pada penguatan sumberdaya wilayah.

M. T. Zen yang dikutip oleh Daniel George Lauhenapessy (CSIS 2006 :

242) mengatakan bahwa pada hakekatnya, pembangunan merupakan perubahan

yang disengajakan (intended change) atau perubahan yang direncanakan (planed

change) secara sistematis, komprehensif (terpadu) dan menyatu (terintegrasi)

untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam konteks ini pembangunan berarti

16
suatu rekayasa sosial maupun teknis (social and technical engineering), yang

dimaksudkan sebagai tindakan interventif untuk mengatasi masalah dan atau

memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan.

Dinamika pembangunan mencerminkan upaya-upaya konstruktif dan

produktif dari sisi peran pemerintah untuk memanfaatkan seoptimal mungkin

berbagai potensi yang tersedia. Ini berarti pembangunan memerlukan suatu tata

rencana yang tepat dan realistis untuk mengarahkan perubahan-perubahan di

dalam masyarakat untuk menuju pencapaian tujuan sebagaimana yang dicita-

citakan.

Pembangunan atau pengembangan dalam arti development, bukan suatu

kondisi atau suatu keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya,

dalam hal ini penduduk setempat. Sebaliknya pengembangan itu adalah

kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa

yang mereka miliki, guna meningkatkan kualits hidupnya, dan juga kualitas

hidup orang lain. Jadi pembangunan/pengembangan harus diartikan sebagai

keinginan untuk memperoleh perbaikan, serta kemampuan untuk

merealisasikannya.

Apabila kita memandang suatu wilayah/daerah maka ada tiga komponen

penting yang perlu diperhatikan yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia,

dan teknologi. Selanjutnya disebut tiga pilar dalam pembangunan daerah.

Tujuan Pembangunan daerah mengandung dua sisi yang saling berkaitan.

Di sisi ekonomis pembangunan daerah adalah upaya memberikan kesejahtraan

kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi,

17
memberikan kemudahan prasarana dan layanan logistik, dan sebagainya. Di sisi

lain, secara okologis pembangunan daerah juga bertujuan untuk menjaga

keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap

lingkungan.

Menurut Cheena dikutip Charles Simubara (CSIS, 2006 : 172) ada empat

faktor yang mempengaruhi pembangunan daerah yakni: (1). Aspek individu

(individual aspect) seperti keahlian teknis, nilai-nila, tingkah laku dan

kepercayaan dari individu yang ada di tengah masyarakat; (2). aspek lingkungan

(environmental) seperti struktur sosial politik; (3). Kesediaan sumber yang

mendorong sumber yang inovatif dan program-program; (4). Aspek institusional

(institusional aspect) sebagai mesin pembangunan.

3. Peranan Masyarakat Adat Dalam Pelaksanaan Pembangunan Daerah

Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dapat menjadi

hambatan bagi tercapainya cita-cita bangsa yakni mewujudkan masyarakat yang

berkecukupan dan berkesinambungan, baik dari segi material maupun

immaterial. Kondisi yang berbeda secara etnis, adat istiadat dan kultur

memerlukan suatu pendekatan yang berbeda pula dalam melaksanakan

pembangunan. Sentralisasi pembangunan dari pemerintah pusat dan kurangnya

pemerataan pembangunan, apalagi yang sesuai dengan kebutuhan setempat

bukan tidak mungkin akan menciptakan pola pembangunan yang tidak seimbang.

Penekanan pembangunan pada daerah dengan memberikan otonomi kepada

daerah tidak lain karena daerahlah yang langsung berhubungan dengan

18
masyarakat sungguh lebih mampu memahami dan memenuhi asprasi-aspirasi

masyarakat tersebut. Konsep otonomi daerah, dengan memberikan kewenangan

yang lebh luas kepada daerah dalam menggali segenap potensi, lebih banyak

sebagai usaha untuk merangsang dan memperdayakan masyarakat di daerah agar

pembangunan itu dapat dirasakan sampai pelosok negeri. Artinya bahwa dalam

menetapkan dan melaksanakan kebijakan suatu pembangunan pemerintah daerah

harus melibatkan dan memerlukan peran serta dari masyarakat terutama tokoh-

tokoh dan elt-elit kelompok masyarakat yang kritis, sehingga kebijaksanaan

pembangunan tanpa harus mendapat arahan atau diarahkan oleh pusat.

Dengan demikian, peran serta masyarakat dalam proses pembangunan di

sebuah daerah otonom telah menempatkan masyarakat sebagai subjek sekaligus

objek dari pembangunan itu sendiri. Artinya bahwa berbagai keputusan yang

menyangkut masyarkat bukan lagi merupakan monopoli pemerintah semata,

melainkan juga harus memperhatikan aspirasi-aspirasi yang berkembang dalam

masyarakat.

Di Halmahera Utara terdapat suatu lembaga Adat yang di sebut dengan

nama Hibualamo sifatnya membawahi seluruh masyarakat adat yang ada di

Kecamatan dan desa di kabupaten Halmahera Utara. dimana lembaga tersebut

menjalankan tugas, fungsi, hak dan wewenangnya dalam setiap pengambilan

keputusan yang ada di derah demi kepentingan masyarakat adat setempat.

Bertitik tolak pada konsep ini, penulis mencoba untuk mengamati dan lebih

untuk memahami peran masyarakat adat di daerah Kabupaten Halmahera Utara

dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Hal ini dikarenakan karakteristiknya

19
dan kultur masyarakat adat pada umumnya serta status masyarakat adat dalam

kehidupan masyarakat Halmahera Utara pada khususnya.

Hibualamo merupakan kearifan lokal seluruh masyarakat Halmahera Utara

yang sangat dijunjung tinggi, juga mempunyai peran penting dalam

pembangunan daerah. Peran yang dimainkan oleh lembaga adat tidak hanya

peran adat atau masalah-masalah adat istiadat saja, melainkan peran yang meraka

mainkan juga menyangkut bidang-bidang lain seperti, bidang

pemerintahan/politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Adapun peran

lembaga adat antara lain merekonsiliasi kedua belah pihak yang bertikai, terlibat

dalam setiap pertemuan-pertemuan/acara-acara besar oleh pemerintah daerah,

membangun PT. Hibualamo jaya untuk mengadakan pemberdayaan kepada

masyarakat setempat dan mengembangkan ekonomi masyarakat, menyalurkan

aspirasi masyarakat, terlibat dalam setiap pengambilan keputusan yang

menyangkut dengan tanah adat dan kepentingan masyarakat adat.

Konsep kerja sama, yang melahirkan persatuan dan kesatuan, disadari atau

tidak, merupakan langkah yang baik dalam rangka menunjang jalannya

pembangunan di suatu daerah ataupun negara. Karena suatu kerja sama pada

dasarnya adalah membangun kekuatan dan menghilangkan hambatan-hambatan

dalam pembangunan. Tujuan pembangunan yang mencoba menciptakan

masyarakat yang adil dan makmur serta berkeadilan sosial, sebagaimana

tercantum dalam Undang-Undang Dasar dan Pancasila, tidak akan pernah

terwujud apabila tidak ada kekompakan antar komponen bangsa.

20
Peran yang mereka mainkan sebagai lembaga adat adalah menjadi pembela

yang menguatkan aspiras-aspirasi dari masyarakat yang dipimpimnya. Peran

yang mereka mainkan telah menimbulkan dinamika tersendiri dalam proses

pembangunan sebagai kekuatan lokal masyarakat yang perlu diperhitungkan.

Keikutsertaan mereka telah menunjukkan supremasi mereka sebagai wakil

informal masyarakat yang mendapat kepercayaan untuk dilibatkan dalam proses

pembangunan. Sekaligus merupakan wadah masyarakat adat dalam

menyampaikan aspirasi mereka kepada pemerintah daerah.

21
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut DR. H. Sudjarwo, MS.

(2001: 25), metode deskriptif kualitatif adalah metode yang dilakukan guna

mendapatkan gambaran yang benar tentang suatu objek.

2. Populasi dan Sampel

Menurut M. Hariwijaya dan Triton P. B. dalam bukunya pedoman

penulisan ilmiah skripsi dan tesis (2005: 65) populasi adalah menunjuk pada

keseluruhan jumlah orang atau individu yang di observasi atau populasi

merupakan sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam sau

atau beberapa hal dan yang membentuk masalah pokok dalam satu riset khusus.

Objek penelitian atau unit analisisnya adalah masyarakat yang berada di

Kabupaten Halmahera Utara.

Menurut Mardalis dalam bukunya metode penelitian suatu pendekatan

proposal (2006: 55), sampling atau sample berarti contoh, yaitu sebagian dari

keseluruhan individu yang menjadi objek penelitian. Adapun jenis penelitian

dalam penelitian ini adalah sampling dari hasil penarikan sampling sebanyak 100

responden. Di antaranya, perwakilan tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama,

tokoh pemuda, organisasi social dan pengusaha.

22
Alasan pemilihan responden yang ditetapkan merupakan individu yang

terlibat dan menyaksikan secara langsung maupun tidak dengan tanggung jawab

lembaga. Sistem pengambilan sampel yang dilakukan adalah “purposivety

sampling” yang dianggap mewakili populasi yang ada dan mampu memberikan

keterangan/informasi yang dibutuhkan.

3. Fokus Penelitian

Fokus dari penelitian ini adalah masyarakat adat yang merupakan indikator

utama.

Dari fokus penelitian utama yaitu masyarakat adat sebagai objek kajian,

maka yang perlu di kaji adalah bagaimana peran masyarakat adat dalam

pelaksanaan pembangunan daerah.

Peran masyarakat adat dalam pelaksanaan pembangunan daerah

1) Pengembangan Ekonomi Masyarakat

2) Terlibat dalam pengambilan keputusan

4. Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Pengumpulan Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

- Wawancara (interview): melakukan interview atau wawancara dengan

beberapa responden yang telah ditentukan.

- Kuesioner: mengedarkan beberapa daftar pertanyaan kepada setiap

responden yang telah ditetapkan untuk di isi atau di jawab sesuai

23
dengan kenyataan-kenyataan yang ada atau terjadi di lapangan. (Drs

Mardalis 1989: 64).

b. Jenis Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

- Data primer

yaitu, data yang diperoleh melalui interview (wawancara) secara

langsung dengan beberapa responden yang telah ditentukan, serta juga

melalui observasi dilokasi penelitian oleh peneliti sendiri tentang hal-

hal yang berhubungan dengan masalah-masalah yang diteliti.

- Data sekunder

yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber, literature,

perpustakaan dan data yang tersedia di lokasi penelitian. (Suharsimi,

1991: 142).

5. Teknik Analisa Data

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dan objektif sesuai dengan tujuan

penelitian, maka penelitian ini di analisa dengan menggunakan metode deskriptif

kualitatif. Menurut DR. H. Sudjarwo, MS. (2001: 25), Jenis analisa ini

memberikan gambaran atau uraian atas kejadian, kenyataan, yang terjadi di lokasi

penelitian, kemudian data tersebut yang diperoleh dari penelitian tersebut itu

pula, dianalisis secara kualitatif dengan memberikan gambaran tentang kejadian

dan kenyataan yang terjadi dilokasi penelitian.

24
BAB IV

GAMBARAN UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

A. Keadaan Umum Kabupaten Halmahera Utara

1. Letak Geografis

Kabupaten Halmahera Utara merupakan kabupaten yang dibentuk

berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003, tanggal 25 Februari 2003

tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Halmahera Selatan,

Kepulauan Sula, Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan.

Secara Astronomi wilayah Kabupaten Halmahera Utara berada pada

koordinat 10,57° - 20,0° Lintang Utara dan 128'170 - 128'180 Bujur Timur yang

berarti wilayah Kabupaten Halmahera Utara menempati wilayah bumi bagian

timur.

Secara Geografis & Administratif, batas wilayah Kabupaten Halmahera

Utara, adalah:

• Sebelah Utara, berbatasan dengan Samudera Pasifik.

• Sebelah Timur, berbatasan dengan Kecamatan Wasilei Kabupaten

Halmahera Timur, dan Laut Halmahera.

• Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten

Halmahera Barat.

• Sebelah Barat, berbatasan dengan Kecamatan: Loloda, Sahu, Ibu, dan

Jailolo Kabupaten Halmahera Barat.

25
2. Luas dan Pembagian Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Halmahera Utara adalah ±24.983,32 km2 yang

meliputi wilayah laut: 19.536,02 km2 (78 %), wilayah daratan: 5.447,30 km2

(22%) dan berjarak 138 mil laut dari Ternate (Ibukota Provinsi Maluku Utara).

Sebagian besar desa-desa di Halmahera Utara (sekitar 77 %) berada di tepi pantai

atau mempunyai batas pantai.

Secara administrasi, wilayah kabupaten ini terdiri dari 9 (sembilan)

Kecamatan, diantaranya Kecamatan Loloda Utara, Kecamatan Morotai Utara,

Kecamatan Morotai Selatan, Kecamatan Morotai Selatan Barat, Kecamatan

Galela, Kecamatan Tobelo, Kecamatan Tobelo Selatan, Kecamatan Kao dan

Kecamatan Malifut, serta terdiri dari 174 Desa. Setelah penetapan Bupati dan

Wakil Bupati defenitif maka jumlah kecamatan dimekarkan menjadi 22

Kecamatan, yaitu Tobelo, Tobelo Selatan, Galela, Morotai Selatan, Morotai

Selatan Barat, Marotai Utara, Kao, Malifut, Loloda Utara, Tobelo Utara, Tobelo

Tengah, Tobelo Timur, Tobelo Barat, Galela Barat, Galela Utara, Galela selatan,

Morotai Timur, Morotai Jaya, Loloda Kepuiauar., Kao Utara, Kao Barat dan Kao

Teluk dengan 260 desa, dan ibukota Kabupaten berada di Kecamatan Tobelo.

(Sumber: Halmahera Utara Dalam Angka, 2008.)

3. Keadaan Penduduk

Penduduk Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2005 tercatat sebanyak

220.765 jiwa, Sedangkan penduduk pada tahun 2006 berjumlah 221.169 Jiwa.

Jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Halmahera Utara secara

26
keseluruhan, maka tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah di Kecamatan

Tobelo yakni 7,90 jiwa/Ha sedangkan tingkat kepadatan penduduk terendah

adalah di Kecamatan tobelo Barat dan Kecamatan Kao Barat yakni masing-

masing 0,15 jiwa/Ha (Lihat Tabel 4.1).

Tabel 4.1
Jumlah, Kepadatan Dan Penyebaran Penduduk
Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2009

Sumber : Kependudukan, Capil & KB. Kab. Halut,Luas


AgustusKepadatan
2009
Jml JML Penyebaran
No. Kecamatan L P Wilayah Penduduk
Desa JIWA Penddk
(Ha) Jiwa/Ha
1 Tobelo 9 12.408 12.250 24.658 3.117,41 7,91 11,13
2 Tobelo 14 6.685 6.765 13.450 20566,14 0,65 6,07
3 Tobelo 10 5.205 5.258 10.463 9.291,27 1,13 4,72
4 Tobelo
Utara 9 5.351 5.400 10.751 5.834,56 1,84 4,85
5 Tobelo 6 3.687 3.187 6.874 12.460,32 0,55 3,10
6 Tobelo 5 2.234 2.251 4.485 29.367,59 0,15 2,02
Timur
7 Galela
Barat 7 3.952 3.956 7.908 13.844,71 0,57 3,57
8 Galela Utara 12 4.420 4.310 8.730 25.014,67 0,35 3,94
9 Galela Barat 9 5.012 4.662 9.674 4.584,11 2,11 4,37
10 Galela 7 4.788 4.696 9.484 8.379,39 1,13 4,28
11 Kao
Selatan 19 3.471 3.490 6.961 11.665,66 0,60 3,14
12 Kao Utara 12 4.841 4_846 9.687 12.153,53 0,80 4,37
13 Kao Barat 21 4_304 4.366 8.670 59287,74 0,15 3,91

14 Kao Teluk 11 3.523 3.426 6.949 12.794,84 0,54 3,14


I
15 Malifut 17 5.263 5.122 10.385 36.424,71 0,29 4,69
{
I
16 Loloda 18 5.034 5235 10.269 38.237,17 0,27 4,63
Loloda
Utara
17 10 3.380 3.720 7.100 5.081.110 0,00 3,20
kepulauan
18 Morotai 19 8.124 7.766 15.890 38.072,74 0,42 7,17
19 Morotai 17 6.291 6.317 12.608 73.007,64 0,17 5,69
20 Morotai 10 5.333 5.313 10.646 44.697,28 0,24 4,81
21 Morotai
Utara 8 4.216 3.976 8.192 36.555,61 0,22 3,70
22 Morotai ]aya9 3.960 3.764 7.724 40.879,78 0,19 3,49
JUMLAH 260 111.482110.076 27
221.558 541.318,9 0,41 100,00

7
Dari hasil analisis distribusi penduduk, ternyata bahwa penyebaran

penduduk tertinggi berada di Kecamatan Tobelo (11,13%), sedangkan

penyebaran penduduk yang relatif rendah berada di Kecamatan Tobelo Barat

(2,021 %).

Komposisi penduduk menurut jenis kelamin di kabupaten halmahera utara

saat ini, umumnya menunjukkan jumlah penduduk lakilaki lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah penduduk Perempuan. Sex ratio di Kabupaten

Halmahera Utara ini adalah 1,01 yang berarti terdapat 101 Laki-laki diantara 100

penduduk Perempuan. Secara umum kondisi ini menunjukl:an keseimbangan

jumlah penduduk dikedua kelompok (Lihat Tabel 4.2)

Tabel 4.2
Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Halmahera Utara

No. Kecamatan Laki – laki Perempuan Total Sex Ratio

1 Tobelo 12.390 12.228 24.168 1,01


2 Tobelo 6.667 6.744 13.411 0,99
3 Tobelo Utara 5.187 5.240 10.427 0,99
4 Tobelo 5.333 5.380 10.713 0,99

5 Tobelo Timur 3.669 3.169 6.828 1,16


6 Tobelo Barat 2.216 2.231 4.447 0,99
7 Galela 3.934 3.936 7.910 1,00
8 Galela Utara 4.402 4.292 8.694 1,03
9 Galela Barat 4.994 4.642 9.636 1,08
10 Galela Selatan 4.770 4.678 9.448 1,02

28
11 Kao 3.453 3.472 6.925 0,99
12 Kao Utara 4.823 4.826 9.649 1,00
13 Kao Barat 4.286 4.346 8.632 0,99
1,03
14 Kao Teluk 3.505 3.406 6.911
15 Malifut 5.245 5.104 10.349 1,03
16 Loloda Utara 5.016 5.215 10.231 0,96
17 Loloda Kepulauan 3.362 3.702 7.464 0,91
18 Morotai 8.106 7.746 15.852 1,05
19 Morotai 6.273 6.299 12.572 0,99
20 Morotai Utara 5.315 5.295 10.610 1,01
21 Morotai 4.198 3.956 8.154 1,06
22 Morotai ]aya 3.942 3.746 7.688 1,05
JUMLAH 111.086 109.653 221.169 1,01
Sumber : Kependudukan, Capil & KB, BPS, TAHUN 2009

4. Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat

a. Bidang Pendidikan

Pendidikan adalah sektor yang memang mempunyai peranan yang sangat

penting dalam pembangunan. Pendidikan yang bermutu merupakan jaminan

terbentuknya kualitas generasi yang handal, untuk mensukseskan pembangunan

nasional pada umumnya dan pembangunan Kabupaten Halmahera Utara.

Sehubungan dengan itu pemerintah Kabupaten Halmahera Utara selalu

berupaya untuk meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan diseluruh

wilayahnya untuk berbagai jenjang pendidikan.

TabeL 4.3

Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Halmahera Utara

29
No. Sarana Pendidikan Jumlah
1. Sekolah Madrasah 246

2. Madrasah Ibtidauyah 19

3. SLTP 42

4. Madrasah Tsanawiyah 16

5. SMU/Kejuruan 24

6. Madrasah Aliyah 8

7. Perguruan Tinggi 4
Sumber : Halmahera Utara Dalam Angka, 2009.

Perguruan Tinggi terdiri dari Sekolah Tinggi Theologia (STT GMIH),

Politeknik Perdamaian Halmahera (PADAMARA), Akademi Kebidanan,

Makoriwo, dan Universitas Negeri Halmahera (UNIRA).

b. Pertanian

Halmahera Utara dengan keadaan topografinya yang bergunung-gunung

dan memiliki dataran tinggi, dan dataran rendah sangat mendukung terhadap

pengembangan potensi pertanian khususnya tanaman pangan. Dibawah ini dapat

dilihat bagaimana potensi pertanian Halmahera Utara Tahun 2009.

Lihat tabel 4.4

Tabel 4.4

Luas Lahan dan Produksi Pertanian di Kabupaten Halmahera Utara

No. Tanaman Luas (Ha) Produksi (Ton)


1. Padi Sawah 2.184 8.766 Ton

30
2. Padi Ladang 649 8.43,5 Ton

3. Jagung 696 2.150,2 Ton

4. Ubi Kayu 394 4.685 Ton

5. Ubi Jalar 438 344,7 Ton


Sumber : Profil, Potensi dan Peluang Kab. Halmahera Utara, 2009.

c. Perkebunan

Perkebunan daerah Halmahera Utara sebagian besar produksi utamanya

adalah kelapa, kemudian diikuti oleh kakao, pala, cengkeh, kopi, lada dan vanili.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 4.5

Luas Lahan dan Produksi Perkebunan di Kabupaten Halmahera Utara

No. Tanaman Luas (Ha) Produksi (Ton)


1. Kelapa 56.709 82.179 Ton

2. Cengkeh 5.279 854 Ton

3. Kakao 5.453 2.932 Ton

4. Pala 3.864 1.313 Ton

5. Kopi 489.9 69.3 Ton

6. Vanili 375.16 15.7 Ton

7. Lada 39 56.7 Ton


Sumber : profil, potensi dan peluang kab, halmahera utara, 2009.

d. Peternakan

Populasi ternak di Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2009

31
didominasi oleh ayam buras sebanyak 7.866.883 ekor dan itik sebanyak

4.300.983 ekor, sementara kelinci sebanyak 57 ekor. Lihat tabel berikut :

Tabel 4.6

Populasi Ternak di Halmahera Utara Tahun 2009

No. Jenis Ternak Jumlah (Ekor)


1. Sapi Potong 5.193

2. Kambing 5.342

3. Babi 10.477

4. Ayam Petelur 2.600

5. Ayam Buras 7.866.833

6. Ayam Pedaging 5.800

7. Itik 4.300.983

8. Kelinci 57
Sumber : Profil, Potensi dan Peluang Kab. Halmahera Utara, 2009.

e. Perikanan

Kabupaten Halmahera Utara memiliki luas wilayah perairan 19.536,02 km2

dengan ketersediaan sumber daya ikan sebesar 109.401,72 ton/tahun, potensi

lestari (MSY) sebesar 54.701,72 ton/tahun.

Perikanan laut halmahera Utara merupakan daerah jenis ikan dan

Hewan Pelagis (permukaan) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan

merupakan habitat yang baik bagi ikan dan hewan Demersal (dasar). Total

32
produksi perikanan tangkap tahun 2007 adalah 11.799.833 ton. Total produksi

perikanan budidaya tahun 2007 didominasi oleh Kolam Air Deras yang

berjumlah 41.472 ton dan yang paling sedikit adalah KJA Ikan Nila kerapu

sebanyak 1.806 ton. Dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 4.7

Total Produksi Perikanan Budidaya di Kabupaten Halmahera Utara

Tahun 2009

No. Jenis Produksi Jumlah (Ton)


1. Kolam Air Deras 41.472

2. Tambak Udang 2.400

3. Tambak Bandeng 6.610

4. KJA Ikan Nila 10.496

5. KJA Ikan Kerapu 1.806

6. Rumput Laut 174.72


Sumber : Profil, Potensi dan Peluang Kab. Halmahera Utara, 2009.

f. Kesehatan

Kabupaten Halmahera Utara memiliki 3 Rumah Sakit, 10 Puskesmas, 51

Puskesmas Pembantu dan 83 Polindes. Dokter Umum berjumlah 7 orang, 1

Dokter Ahli Penyakit Dalam (intermist), 3 Orang Dokter Gigi, 80 Perawat, 2

orang Dokter PTT, 3 orang Perawat PTT, 68 orang Bidan dan 28 orang Tenaga

Kesehatan.

g. Kehutanan

33
Luas hutan di Kabupaten Halmahera Utara adalah approx ,42.010.894 Ha,

yang terbagi atas (Lihat Tabel 4.7) :

Tabel 4.8

Jenis dan Luas Hutan Halmahera Utara

No. Jenis Hutan Jumlah (Ha)


1. Hutan Lindung 141.790.240

2. Hutan Produksi 109.158.975

3. Hutan Konvensi 277.265


Sumber : Profil, Potensi dan Peluang Kab. Halmahera Utara, 2009.

h. Pertumbuhan Ekonomi

Kondisi ekonomi Kabupaten Halmahera Utara selama tahun 2009 dapat

digambarkan sejalan dengan perkembangan perekonomian masyarakat dan

daerah diharapkan terus meningkat.

Faktor utama yang berperan dalam menciptakan kemajuan ekonomi adalah

adanya kejelasan dan kebijakan pembangunan yang terfokus. Berbagai terobosan

yang dilakukan untuk percepatan pembangunan melalui perencanaan yang

mengacu pada potensi daerah dan lingkungan eksternal telah berhasil

menggerakkan perekonomian daerah dalam meningkatkan produktifitas daerah.

Kabupaten Halmahera - Utara sampai dengan tahun 2009 berhasil

meletakan dasar-dasar pembangunan ekonomi yang bertumpu pada keunggulan

daerah yang mampu menciptakan percepatan pembangunan untuk mengejar

ketertinggalan yang ditandai dengan makin membaiknya stabilitas makro

ekonomi yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:

34
Tahun 2003, pertumbuhan ekonomi (2,93%), Tahun 2004 pertumbuhan ekonomi

(3,33%). Tahun 2005 pertumbuhan ekonomi (3,54%), dan pada Tahun 2006

pertumbuhan ekonomi (4,98%).

Tabel 4.9

Produk Domestik Bruto Perkapita Kabupaten Halmahera Utara

Tahun 2006-2009 (Rupiah)

Tahun Rincian Jumlah (Ha)


PDRB ADHB PDRB ADHK
2003 Rp. 373.936,35 Rp. 349.269,80
2004 Rp. 407.649,98 Rp. 360.914,14
2005 Rp. 450.762,12 Rp. 373.693,21
2006 Rp. 499.340,12 Rp. 392.318,99
Sumber : Profil, Potensi dan Peluang Kab. Halmahera Utara, 2009.

Dari sisi PDRB, sektor pertanian pada tahun 2008 menunjukkan perannya

sebagai sektor unggulan yang dominan sebagai penyumbang terbesar yaitu

sekitar 41,10 %. Penyumbang kedua adalah sektor Perdagangan, Hotel dan

Restoran mencapai sekitar 20% sedangkan sektor Perdagangan berada pada

posisi ketiga dengan kontribusi sekitar 12%, dan sektor yang paling sedikit

memberikan kontribusi terhadap PDRB Halmahera Utara pada tahun 2006 adalah

sektor listrik dan air bersih yaitu hanya mencapai 0,48 %. Sektor pertanian masih

memberikan kontribusi yang terbesar terhadap perekonomian Halmahera Utara

apabila dilihat dari PDRB ADHK yang mencapai 39,47 % dan disusul oleh

sektor pertambangan pengolahan sebesar 22,33 %.

Fluktuasi perekonomian Kabupaten Halmahera Utara terhadap tingkat

inflasi Provinsi Maluku Utara di bawah standar Nasional. Laju inflasi kota

Ternate yang menjadi barometer Provinsi Maluku Utara pada Tahun 2006 ditutup

35
dengan nilai 5,12% yang lebih rendah dibanding inflasi Nasional (6,60%).

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Halmahera Utara mengalami

peningkatan dari periode 2003-2006, tahun 2005 jumlah penduduk 220.765 jiwa

dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 23.150 jiwa, pada tahun 2006 dari

221.169 jiwa, dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 76.102 jiwa. Walaupun

terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi, namun belum mampu menurunkan

jumlah penduduk miskin.

Pelaksanaan program pembangunan di Tahun mendatang akan difokuskan

pada pertumbuhan eonomi yang diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan

dan kesempatan berusaha untuk menurunkan jumlah penduduk miskin yang

difokuskan pada penyediaan pasar modal usaha oleh pemerintah, peningkatan

investasi, pengembangan sektor swasta, pengiiatan ekonomi masyarakat melalui

pemberdayaan dan upaya peningkatan PAD, revitalisasi pertanian, perikanan dan

kehutanan.

Disektor perbankan, kinerja perbankan Maluku Utara terutama pada

pertumbuhan kredit yang semakin meningkat maka prospek pertumbuhan

ekonomi Maiuku Utara sesuai perkembangan Ekonomi dan keuangan daerah

(laporan Triwulan IV-2006, Bank Indonesia Ternate) menegaskan,

perkembangan fungsi intermediasi perbankan pada Triwulan 1-2007 diwilayah

Maluku Utara diperkirakan akan tumbuh lebih baik seiring dengan meningkatnya

aktivitas perekonomian masyarakat dan program pemberdayaan sektor riil

terutama Usaha Masyarakat Kecil Menengah (UMKM).

Membaiknya stabilitas ekonomi tidak terlepas dari penerimaan daerah

36
terhadap belanja pembangunan yang merupakan salah satu faktor penggerak

pertumbuhan ekonomi, ini terlihat dari penerimaan daerah: Tahun 2005 sebesar

Rp. 12.795.447.983, Tahun 2006 sebesar Rp. 292.368.121.690, Tahun 2007

meningkat menjadi Rp. 323.281.139.200 sehingga keseluruhan penerimaan pada

Tahun 2007 terdiri dari belanja tidak langsung Rp. 117.778.0717.440, belanja

langsung Rp. 217.821.719.474 total penerimaan Tahun 2007: Rp. 335.599.736

914.

i. Pertambangan

Kabupaten Halmahera Utara memiliki keragaman sumber tambang yang

mampu menunjang perkembangan ekonomi masyarakat dan daerah ini di masa

akan datang. Sumber-sumber tambang hampir sebagian besar telah teridentifikasi

dan beberapa diantaranya sudah dieksplorasi oleh investor. Sumber-sumber

tambang itu antara lain (lihat Tabel 4.10) :

Tabel 4.10

Potensi Sumber Daya Mineral Kabupaten Halmahera Utara

No. Sumber Daya Lokasi


1. Mangan Loloda Utara, Morotai Selatan Barat & Galela
2. Emas Loloda Utara, Morotai Selatan Barat, Galela & Kao
3. Loloda Utara, Morotai Selatan Barat, Galela & Kao
Batu Bara
& Malifut
4. Semen Galela
5. Kaolin Galela
6. Tembaga Loloda Utara & Galela
7. Nikel Kao
8. Pasir Besi Loloda Utara, Morotai Utara, Morotai Selatan,

37
Morotai Barat & Galela
Sumber : Profil, Potensi dan Peluang Kab. Halmahera Utara, 2009.

Sumber daya pertambangan yang potensial di Kabupaten Halmahera Utara

sebagian besar telah teridentifikasi lokasi keberadaannya melalui penyelidikan

dan eksplorasi secara bertahap yang dilakukan oleh para investor. Untuk bahan

galian yang termasuk klasifikasi golongan B, pertambangan Emas misalnya,

investor PT. Nusa Halmahera Minerals mendapat izin eksploitasi (kontrak karya)

pertambangan Emas di wilayah Halmahera Utara (Kecamatan Kao), disamping

itu pernerintah memberikan kesempatan kepada penduduk melalui Wilayah

Pertambangan Rakyat (WPR) dengan model pertambangan skala kecil yang

dapat menyerap banyak tenaga kerja lokal.

38
B. Keadaan Umum Sekretariat Daerah, Pemerintah Daerah Halmahera

Utara

Pemerintah

Kabupaten Halmahera Utara adalah daerah otonomi yang pemerintahannya

dipimpin oleh Bupati sebagai Kepala Daerah, beserta perangkat daerah sebagai

unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

a. Bupati dan Wakil Bupati

Bupati : Ir. Hein Namotemo MSP

Wakil Bupati : Arifin Neka SH

Sekertaris Daerah : Drs. Frans Maneri

Bupati dan Wakil Bupati adalah kepala pemerintahan daerah yang tugas

dan wewenangnya memimpin pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang

ditetapkan bersama DPRD,.menurut menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas luasnya dalam sistem dan prinsip

negara kesatuan reublik indonesia.

39
b. Sekretaris Daerah

Sekretaris Daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu Kepala

Daerah dalam penyelenggaraan tugas pokok pemerintahan, pembangunan,

pembinaan masyarakat, pembinaan administrasi, organisasi tata laksana serta

pemberian pelayanan administratif kepada seluruh perangkat daerah Kabupaten

Halmahera Utara.

Tugas Sekretaris Daerah :

- Penyusunan kebijakan pemerintahan daerah

- Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dinas daerah dan lembaga teknis

daerah

- Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Daerah

- Pembinaan Administrasi dan Aparatur Pemerintah Daerah

- Pelaksanaan lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas

dan fungsinya.

c. Asisten I Bidang Pemerintahan

Membawahi bagian Tata Pemerintahan, Bagian Hukum dan Organisasi,

Bagian Perekonomian dalam bagian-bagian dibagi ke sub-sub bagian.

Bagian Tata Pemerintahan membawahi :

- Subag Pemerintahan Desa dan Kelurahan

- Subag Pemerintahan Umum

- Subag Perangkat Kecamatan

Bagian Hukum Organisasi membawahi :

40
- Subag perundangan dan organisasi

- Subag pelembagaan dan anjab

- Subag ketatalaksana dan dok hokum

Bagian Perekonomian :

- Sub Perekonomian

- Sub Pendataan dan Perizinan

- Sub Saran dan Produksi Daerah

d. Asisten II Bidang Administrasi

Membawahi Bagian Kesejahteraan Rakyat, Bagian Umum dan

Perlengkapan, Bagian Infokom dan Protokoler dalam bagian-bagian dibagi juga

sub-sub bagian.

Bagian Kesejahteraan Rakyat membawahi :

- Subag Bina Kependidikan dan Sosial Kemasyarakatan

- Subag Partisipasi Masyarakat dan Organisasi Kelembagaan

- Subag Pembinan Keagamaan

Bagian Umum dan Perlengkapan :

- Subag Tata Usaha

- Subag Rumah Tangga

- Subag Pengadaan dan Perawatan Peralatan

Bagian Infokom dan Protokoler :

41
- Subag Infokom dan Data

- Subag Humas

- Subag Protokoler

42
Lampiran : Peraturan Bupati Halmahera Utara
Nomor : Tahun 2007 Tanggal
Daftar : Bagan Struktur Organisasi Sekretariat
Daerah Kabupaten Halmahera Utara
BUPATI

WAKIL BUPATI

SEKERTARIS
DAERAH

ASISTEN ASISTEN
BIDANG BIDANG
PEMERINTAHAN ADMINISTRASI

BAGIAN BAGIAN BAGIAN BAGIAN


BAGIAN BAGIAN
TATA KESEJAHTERA UMUM DAN EKONOMI
HUKUM & PEREKONOMI
PEMERINTAH AN PERLENGKAP &
ORGANISASI AN
AN RAKYAT AN PROTOKOLER

SUBAG SUBAG SUBAG BINA


SUBAG SUBAG
PEMERINTAH PERUNDANGA KEPENDIDIKAN
PEREKONOMI SUBAG INFOKOM
AN N& DAN SOSIAL
AN TATA USAHA DAN DATA
DESA DAN BANTUAN KEMASYARAKA
RAKYAT
KELURAHAN HUKUM TAN

SUBAG SUBAG SUBAG BAGIAN SUBAG


PEMERINTAH KELEMBAGAA PENDATAAN KESEJAHTERA SUBAG
RUMAH
AN N & PERIZINAN AN HUMAS
TANGGA
UMUM & ANJAB RAKYAT

SUBAG
SUBAG SUBAG SARAN
SUBAG SUBAG PENGADAIAN
KETATALAKSAN DAN SUBAG
PERANGKAT PEMBINAAN &
AAN PRODUKSI PROTOKOLER
KEC. KEAGAMAAN PERAWATAN
& DOK. HUKUM DAERAH
PERALATAN

BUPATI HALMAHERA
UTARA

HEIN NAMOTEMO

43
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Masa reformasi dan otonomi daerah telah memberikan ruang bagi masyarakat

adat untuk memperjuangkan kemandiriannya dalam meningkatkan ekonomi

masyarakat dan keterlibatannya dalam pengambilan keputusan lewat suatu lembaga

adat yang merupakan bagian dari kekuatan yang berakar pada masyarakat adat.

Hal ini mengandung makna bahwa sebuah lembaga atau pranata menyandang

fungsi sebagai pendamping terhadap masyarakat dalam upaya untuk menumbuhkan

kesadaran adanya pemberdayaan masyarakat dalam menunjang adanya pelaksanaan

pembangunan daerah kearah yang baik. Dalam penulisan ini, penulis membatasi

peranan masyarakat adat hanya pada bidang Pengembangan Ekonomi Masyarakat

adat dan terlibat dalam pengambilan keputusan di Kabupaten Halmahera Utara

propinsi Maluku Utara.

a. Peranan Masyarakat Adat Dalam Pelaksanaan Pembangunan Daerah

Dalam penelitian yang dilakukan pada lokasi penelitian, adapun data primer

yang diperoleh melalui, pengamatan secara langsung dan wawancara terhadap

responden pada lokasi penelitian adalah sebagai berikut

44
Table 5.1

Tanggapan responden tentang Peranan Masyarakat Adat Dalam Pelaksanaan

Pembangunan Daerah

Responden Frekwensi Prosentase %


Berperan 14 50%

Tidak berperan 9 30 %

Cukup berperan 12 40 %
Jumlah 35 100 %
Sumber :Data olahan 2009

Berdasarkan gambaran pada tabel diatas dalam peranan Masyarakat Adat 14

responden menyatakan 50% berperan, 9, responden menyatakan 30% tidak berperan,

12 responden menyatakan 40 % cukup berperan.

Dalam peranan masyarakat adat di Kabupaten Halmahera Utara Propinsi

Maluku Utara, dari data pada table di sebelumnya bahwa berperan secara positif

karna lembaga adat tersebut merupakan wadah untuk menampung dan

menyampaikan aspirasi masyarakat adat kepada pemerintah daerah dalam menunjang

pelaksanaan pembangunan. Demikian yang disampaikan oleh responden, memang

jelas karena untuk saat ini bahwa bupati juga, selain kedudukannya sebagai bupati,

juga sebagai djikomakolano (kepala adat).

b. Peranan Masyarakat Adat Dalam Meningkatkan Ekonomi Masyarakat

45
Peran masyarakat adat dalam mengembangkan ekonomi masyarakat sangat

menentukan tingkat kelembagaan partisipasi dan kerjasama, dengan demikian

kemampuan dalam melakukan manajemen yang kokoh, dan telah memberi ruang bagi

masyarakat lokal untuk ikut menikmati kemajuan ekonomi serta mempunyai

bargaining position yang kuat dalam mengembangkan ekonomi masyarakat setempat

serta mensiasati berkurangnya angka kemiskinan dan pengangguran.

Dengan adanya peran masyarakat dalam pengembangan ekonomi masyarakat

maka mereka pun dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan melalui jalur

lembaga adat. Demi memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan masyarakat

adat, akan tetapi kenyataan yang terjadi di bawah tidak menjadi suatu patokan yang

jelas oleh peranan masyarakat adat di Kabupaten Halmahera Utara provinsi Maluku

Utara, tempat penelitian ini dilakukan.

Dapat dilihat pada table. 5.3 sebagai berikut.

Table 5.3

Peranan Lembaga Adat Dalam Meningkatkan Ekonomi Masyarakat


Responden Frekwensi Prosentase %
Berperan 11 35%

Tidak berperan 15 45%

Cukup berperan 9 20%


Jumlah 35 100 %
Sumber: data olahan 2009

Dari data yang di peroleh 11 responden menyatakan 35% berperan, 15

responden menyatakan 50% tidak berperan, 9 responden menyatakan 20% cukup

46
berperan. Dari pernyataan ini penulis menyimpulkan, peran masyarakat adat kurang

memiliki kekuatan dalam mengembangkan ekonomi masyarakat karena

pemberdayaan tersebut kebanyakan hanya diketahui oleh elit-elit kabupaten dan

kurang disosialisasikan kepada masyarakat bawah (desa-desa).

Dari hasil pengamatan dalam pemberdayaan masyarakat adat dengan

masyarakat yang ada di desa-desa kabupaten Halmahera utara, tentang Budidaya

Rumput Laut, Virgin Coconut Oil (VCO), Sabut Kelapa dan Arang Batok Kelapa,

yang seharusnya juga diterapkan bersama dengan masyarakat yang ada di desa,

sehingga proses pemberdayaan itu bisa berjalan dengan baik bersama dengan PT.

Hibualamo yang telah di bentuk oleh lembaga masyarakat dan dengan pemerintah

daerah setempat.

c. Peranan Masyarakat Adat Dalam Pengambilan Keputusan

Table 5.4
Bagaimana Keterlibatan Masyarakat Adat Dalam Pengambilan Keputusan

Pemerintah Daerah

Responden Frekwensi Prosentase %

Berperan 11 30 %

Tidak berperan 14 50 %

Cukup berperan 7 20%

Tidak ada tanggapan 3 0


Jumlah 35 100 %

Sumber: data olahan 2009

47
Keterlibatan masyarakata adat dalam pengambilan keputusan? 11 responden

menyatakan 30% berperan, 14 responden menyatakan 50% tidak berperan, 7

responden menyatakan 20% cukup berperan, 3 responden tidak memberi tanggapan.

Peran masyarakat adat dalam pengambilan keputusan merupakan bentuk

pendemokrasiaan pengambilan keputusan, di dalamnya terdapat akses atau partisipasi

rakyat. Pelaksanaan program merupakan realisasi dari bentuk kepedulian masyarakat

adat dalam memperjuangkan kepentingannya, kearah yang positif demi kelancaran

proses berjalannya pembangunan daerah di kabupaten Halmahera utara.

Akan tetapi pemberdayaan masyarakat adat harus diperhatikan oleh pemerintah

daerah agar proses pemberdayaan bukan hanya di tingkat kabupaten saja, namun

harus sampai ke desa-desa yang ada, agar pemberdayaan tersebut bias dirasakan

langsung oleh masyarakat.

B. Pembahasan

Eksistensi masyarakat adat di halmahera utara dilihat dari indikator pertama,

Sebagai komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal usul leluhur secara turun

temurun di atas suatu wilayah adat. Pada awalnya nenek moyang masyarakat

halmahera utara berdomisili di talaga Lina dan sekitarnya yang dikelompokkan

menjadi sembilan suku. Kesembilan suku itu kemudian memilih keluar dan

meninggalkan tempat domisili mereka, untuk mencari tempat baru yang dianggap

lebih menjanjikan.

Proses pencarian tempat tinggal baru dilakukan secara bertahap. Apabila

48
keadaan di tempat baru tidak sesuai dengan harapan maka dengan sendirinya mereka

akan kembali ke tempat semula. Hal ini telah dimusyawarakan sebelum mereka

secara bertahap meninggalkan tempat domisili di talaga Lina dengan satu

kesepakatan bersama bahwa setiap kelompok yang berpergian wajib membuat tanda

di sepanjang jalur perjalanan mereka (menebang pohon) sebagai petunjuk jalan bagi

kelompok yang masih tinggal. Hal ini dilakukan apabila lokasi tempat tinggal yang

baru dianggap memuaskan maka kelompok yang masih tinggal dapat menyusul

mengikuti tanda-tanda yang dibuat dengan harapan agar mereka dapat kembali

bertemu dan hidup berdampingan lagi seperti sediakala.

Dari talaga Lina, perjalanan dilakukan dengan melewati talaga Paca dan terus

berjalan hingga tiba pada sebuah kali (sungai) yang sekarang ini bernama kali Kua (O

Kua Mangairi) di sini mereka memutuskan beristirahat untuk makan dan minum

bersama.

Sebelum perjalanan kembali dilanjutkan sang pemimpin mengajak

kelompoknya untuk bersama-sama menamakan tempat mereka makan dan minum itu

dengan nam Kupakupa yang terinspirasi dari banyaknya kulit ketupat (kupa) yang

berserakkan di sekeliling mereka. Perjalanan pun lalu dilanjutkan ke arah utara

sampai akhirnya tiba di sebuah lokasi yang dianggap aman dan memiliki panorama

alam yang menarik.

Peristiwa Lahirnya Nama Hibualamo

Peristiwa terbakarnya lokasi domisili para moyang masyarakat adat yang telah

bersusah payah membuat rumah sederhana dan berkebun sebagai harapan masa depan

49
mendapat perhatian khusus dari Sultan Ternate sebagai pelindung masyarakat di

wilayah pemerintahnya. Peristiwa itu membuat Sultan Ternate segera mengadakan

peninjauan ke daerah bencana. Singkatnya, orang-orang dari keempat kelompok Suku

itu pun dituntun ke daerah utara hingga akhirnya mendiami suatu lokasi yang

dipandang aman sebagai tempat tinggal.

Sebelumnya Sultan menamai lokasi yang terbakar hancur itu dengan sebutan

"Gamhoku" artinya negeri terbakar. "Gam" artinya negeri dan "Hoku" artinya

terbakar. Hingga kini negeri itu disebut "Kampung Gamhoku".

Perjalanan lanjutan pun dimulai sampai akhirnya nenek moyang dari keempat

Soa itu tiba pada sebuah lokasi baru. Mereka memutuskan untuk menetap di situ yang

oleh pemimpin dari keempat Suku diberi nama "tobeloho" yang artinya bertancap.

Dalam arti lebih luas tobeloho berarti "Saya tidak akan kemana-mana lagi". Seiring

pergantian waktu, lokasi baru tersebut kemudian lebih dikenal dengan sebutan

"Gamsungi", Gam artinya negeri dan Sungi artinya baru.

Tekad mereka untuk kehidupan yang lebih baik tentunya memerlukan

kesabaran yang dibarengi rasa kekeluargaan yang tinggi sehingga Sultan Ternate

mengajak mereka untuk bersama-sama membangun sebuah tempat bernaung yang

mampu menampung banyak orang. Sesuai kesepakatan dari keempat Suku,

pembangunan sebuah rumah besar dengan nama "Hibualamo" pun dilakukan. Pada

saat itu, bentuk bangunan Hibualamo yang relatif bundar dan sederhana sangat

dipengaruhi oleh peristiwa melilitkan gadoro atau iwi atau uri di pergelangan tangan

masing-masing.

Sultan Ternate sebelum meninggalkan daerah itu mengajak masyarakat untuk

50
membuka kebun yang berada agak jauh dari lokasi Hibualamo arah utara dimana

dalam penyampaian ajakan itu oleh Sultan dikatakan "Nima golaha Gura". Dalam

perkembangannya, masyarakat mulai membuat rumah di sekitar area perkebunan

sehingga jarang kembali ke Hibualamo.

Pendirian rumah-rumah pada tanah garapan bagian utara Hibualamo itu

menjadi sebuah kampung yang sekarang disebut kampung Gura bersamaan dengan

pendirian "Hibualamo Kecil" di Kakara dimana ketika Sultan Ternate mengadakan

kunjungan ke Gamsungi biasanya selalu mengunjungi Kakara dengan acara

penyambutan yang terfokus di Hibualamo Kakara. Sampai dengan generasi empat

puluhan orang Kakara disebut orang Hibualamo Suku Gura.

Kedua, Memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam. Masyarakat adat yang

terbagi dalam sembilan suku mempunyai hak dan batas wilayah/tanah ulayatnya

masing-masing yang ditentukan langsung oleh sultan ternate karena kehidupan

mereka bergantung pada hutan dan alam.

Dengan adanya hak atas tanah dan kekayaan alam, maka ketika perusahaan

atau investor yang datang dan beroperasi di wilayah mereka, perusahaan tersebut

harus membayar apa yang menjadi milik mereka, kemudian perusahaan juga harus

bertanggung jawab untuk mengembangkan sumber daya manusia, pemberdayaan

masyarakat dalam peningkatan ekonomi dan kegiatan-kegitan lain yang dilakukan

oleh masyarakat setempat.

Berbicara peranan masyarakat adat dalam pembangunan daerah, akan terkait

dengan tradisi masyarakat (budaya) setempat, pemahaman norma/aturan dan kondisi

social politik. Dalam pembangunan daerah di kabupaten Halmahera utara, penulis

51
membatasi peran masyarakat adat dalam dua hal yakni, mengembangkan ekonomi

masyarakat dan terlibat dalam pengambilan keputusan di daerah demi membela

kepentingan masyarakat adat setempat.

Pertama Dalam mengembangkan ekonomi masyarakat, lembaga masyarakat

adat yang bekerja sama dengan pemerintah daerah Halmahera utara untuk

membangun/membentuk satu PT. Hibualamo Jaya, guna melakukan kegiatan usaha

dalam bidang-bidang usaha dalam rangka pengembangan dan pertumbuhan

perekonomian daerah guna menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan juga

memberdayakan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan usaha guna

menekan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Yang di atur dalam Perda No.

5/2006 dengan Bidang usaha sebagai berikut:

• Perdagangan Umum

• Pertanian/Perkebunan

• Kehutanan

• Pertambangan

• Perikanan

• Pariwisata

• Konstruksi

Usaha yang telah dilaksanakan

Dari beberapa bidang usaha tersebut di atas, beberapa usaha yang telah

dijalankan PT. Hibualamo adalah :

1. Budidaya Rumput Laut di pulau Dodola Kecil, Morotai Selatan

52
2. Pabrik Virgin Coconut Oil (VCO), Sabut Kelapa dan Arang Batok Kelapa di

desa Tanjung Niara, Tobelo Tengah

3. Usaha jasa Perdagangan Umum

- Mengembangkan perekonomian daerah menuju peningkatan Pendapatan

Asli Daerah (PAD).

- Pengembangan beberapa potensi daerah.

- Pemberdayaan masyarakat.

- Menekan tingkat pengangguran dan kemiskinan.

- Membantu stabilisasi harga pasar.

Di bidang pertanian/perkebunan :

1. Virgin Coconut Oil (VCO)

VCO merupakan produk utama yang dihasilkan dari buah kelapa. Prospek

pengembangan usaha Virgin Coconut Oil (VCO) atau minyak kelapa murni di

Halmahera Utara sangat besar. Hal ini didukung oleh ketersediaan bahan baku

(kelapa) yang cukup banyak. Saat ini, PT. Hibualamo Jaya telah memproduksi VCO

dengan kualitas Super yang diberi nama HALMAVICO (Halmahera Virgin Coconut

Oil). Dikatakan Super karena VCO tersebut dihasilkan melalui suatu proses

pembuatan secara mekanik yang berlangsung singkat dan cepat mulai dari pemerasan

santan sampai masuk alat vacum, tanpa menambah bahan lain dari luar (pengawet,

bahan kimia atau air), sehingga mengeliminir terjadinya fermentasi dan oksidasi yang

dapat menurunkan kualitas VCO yang diproduksi.

Juga dalam pengolahan tersebut, tidak dilakukan pemanasan sehingga struktur

kimia dari unsur-unsur yang terkandung dalam kelapa (bahan baku VCO) tidak

53
mengalami perubahan. Dengan mekanisme kerja seperti ini, VCO hasil produksi PT.

Hibualamo Jaya memiliki beberapa keunggulan antara lain : aroma/bau khas kelapa

segar, tidak tengik, warna bening seperti aqua, kandungan air 0,05 - 0,1%, serta masa

expire 2 tahun. Selain itu, yang lebih penting lagi dari VCO hasil produksi PT.

Hibualamo Jaya adalah kandungan asam laurat yang sangat berguna bagi kesehatan

manusia antara lain dapat meningkatkan antibakteri, antivirus dan sebagainya apabila

dikonsumsi secara teratur sesuai anjuran sebagai suplemen kesehatan. Karena dengan

mengkonsumsi VCO secara teratur dapat menetralisir metabolisme tubuh yang

berakibat terhadap peningkatan kesehatan.

Untuk kejelasan komposisi unsur-unsur yang terkandung dalam VCO yang

telah diproduksi, sudah dilakukan uji klinis melalui pemeriksaan di Laboratorium

Sucofindo Jakarta dan hasilnya seperti yang tertera pada botol VCO tersebut. VCO ha

sil produksi PT. Hibualamo Jaya dikemas dalam botol berukuran 125 ml.

2. Cocofibre (Serat Sabut Kelapa).

Selain VCO atau minyak kelapa murni yang dapat dihasilkan dari bahan baku

kelapa, ada juga produk ikutan lainnya yaitu : cocofibre, cocopeat, arang tempurung

dan lain-lain. Sebagai produk ikutan, Cocofibre diperoleh dari kulit kelapa yang

diurai menggunakan alat pengurai. Namun sebelum diurai, kulit kelapa tersebut harus

direndam dalam air selama ± 2 hari guna menghilangkan kadar garam pada bahan

tersebut, selanjutnya dijemur dan diurai menggunakan alat pengurai sabut. Setelah

terurai menjadi serat, dijemur dan selanjutnya dengan menggunakan alat press

hidrolik, serat tersebut dipres menjadi bentuk seperti pada gambar diatas. Cocofibre

54
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan jog mobil, kasur/springbed dan

sebagainya.

3. Cocopeat (Serbuk).

Dalam proses penguraian serat dari kulit kelapa (cocofibre) oleh mesin

pengurai, diperoleh juga serbuk yang terpisah dari serat yang berukuran lebih halus.

Serbuk ini yang dinamakan Cocopeat. Produk cocopeat harus memenuhi standar

kandungan garam (NaCl)

4. Arang Tempurung (Charcoal).

Selain cocofibre dan cocopeat yang dapat dihasilkan sebagai produk ikutan dari

buah kelapa, tempurung juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan

arang (charcoal). PT. Hibualamo Jaya kini telah memproduksi arang tempurung

kelapa sebagai produk ikutan yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis. Dengan

menggunakan peralatan yang telah tersedia, dihasilkan produk arang tempurung

dengan berbagai bentuk antara lain : bentuk segitiga, segi empat, segi enam dan

silider. Kegunaannya antara lain sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah yang ra

m-ah mah lingkungan serta efisienbaik dari segi harga maupun kualit-asnya.

Di bidang Perikanan :

Rumput Laut.

PT. Hibualamo Jaya saat ini sementara mengembangkan budidaya rumput laut.

Dalam rangka persiapan budidaya rumput laut tersebut, perusahaan kami

telah mengadakan kerjasama dengan Balai Budidaya Laut Ambon sebagai representa

55
si dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) sebagai Dinas yang berkompeten untuk

mengadakan survey. Survey yang dilakukan bertujuan mengetahui kondisi perairan

yang cocok untuk lokasi budidaya, sekaligus mengecek kualitas bibit yang akan

dipakai dalam budidaya dimaksud.

Akhirnya ditetapkan lokasi yang sesuai serta jenis bibit berkualitas baik untuk

dibudidayakan (bibit didatangkan dari pulau Seram) sebanyak

7 ton, dan pada tahap sekarang telah dilakukan penanaman, bahkan sudah dilakukan p

anen beberapa kali (gambar diatas proses penanaman). Panen untuk kepentingan penj

ualan diperkirakan akan terealisasi pada bulan September 2007.

Pengadaan Material/Bahan Bangunan

Disamping jenis usaha produksi yang telah disebutkn diatas, PT. Hibualamo

Jaya juga bergerak dalam bidang usaha perdagangan. Untuk saat ini, PT. Hibualamo

Jaya sudah melakukan kerjasama dengan beberapa produsen bahan

bangunan ( Semen,Besi Beton, Seng, Aspal dan Tripleks) untuk menjalin kerjasama p

engadaan bahan bangunan. Diantara bahan bangunan yang disebutkan diatas,

yang telah terealisasi adalah perjualan Semen Tiga Roda yang pada tahap pertama did

atangkan sebanyak 25 ribu zak (50 kg), yang ditampung pada gudang seluas 150 m2.

Selain itu, saat ini juga telah dilakukan penjajakan dengan PT. PPI untuk pengadaan

Aspal dan pipa wavin.

Kedua Dengan demikian, karena eksistensinya dan kontribusi yang telah

dilakukan maka lembaga adat berhak untuk terlibat dalam setiap pengambilan

keputusan yang menyangkut dengan pembangunan daerah merupakan bentuk

56
pendemokrasian pengambilan keputusan, yang didalamnya merupakan akses atau

partisipasi rakyat.

Keterlibatan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan, hal ini bertolak

pada pemikiran bahwa pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk

menampung pendapat, aspirasi, pandangan dan concern masyarakat dan masyarakat

adat mempunyai hak untuk dimintai masukan, pendapat, informasi dan aspirasi agar

dijadikan petimbangan dalam pengambilan keputusan sehingga dapat mengurangi

kemungkinan timbulnya pertentangan antar masyarakat dengan pemerintah daerah.

Pengambilan keputusan oleh pemerintah daerah secara langsung telah

melibatkan masyarakat adat, dimana Jabatan-jabatan strategis yang diduduki oleh

para tokoh-tokoh adat yakni, Jiko Mokolano (Kepala Adat Halmahera Utara) sebagai

Bupati Halmahera utara, Ketua Lembaga adat sebagai anggota DPRD, sekretaris

umum lembaga adat sebagai anggota DPRD dan ada juga tokoh-tokoh adat yang

menjadi anggota DPRD. Sehingga setiap pengambilan keputusan yang ada didaerah

kabupaten Halmahera utara adat telah dilibatkan, walaupun secara individu, namun

secara langsung juga mereka telah mewakili masyarakat adat.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

57
Berdasarkan uraian-urain pada bab-bab sebelumnya penulis dapat menarik

kesimpulan bahwa peranan masyarakat adat dalam pelaksanaan pembanunan daerah

kewajiban dari setiap komponen masyarakat yang dijamin oleh undang-undang

dengan tujuan terciptanya pembangunan kearah yang baik.

Tetapi kemudian bahwa proses pemberdayaan masyarakat adat yang diterapkan

tidak merata karena disana sangat nampak peran masyarakat adat melalui elit-elit

politik kabupaten yang mana jabatan-jabatan adat/ pemberian gelar-gelar adat istiadat

hanya dipegang oleh orang-orang dekat Bupati dan Bupati sendiri juga yang

memegang kepala adat halmahera utara, sehingga apapun yang menyangkut dengan

adat-istiadat selalu di ambil alih oleh bupati dan juga ketika ada undangan dari

organisasi masyarakat adat Nusantara/Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)

ataupun hal-hal yang menyangkut dengan adat istiadat hanyalah diwakili Bupati

beserta dengan orang-orang dekatnya tanpa melibatkan kepala-kepala suku/tokoh-

tokoh adat setempat.

Proses peranan masyarakat adat yang dilakukan oleh lembaga adat yang ada di

kabupaten halmahera utara ternyata tidak mengalami pemerataan pemberdayaan

karena terjadi sebuah proses dan dinamika politik secara organisasi maupun individu

dan peran masyarakat adat telah dipolitisasi oleh elit-elit politik, untuk mencari

popularitas, serta mencari simpati masyarakat adat untuk legitimasi kembalinya

feodalisme.

Kemudian menyangkut batas-batas wilayah tanah adat pun belum di atur dalam

peraturan Daerah (PERDA) sehingga menjadi imbas terhadap masyarakat ketika ada

58
investor yang datang untuk mengelola hasil alam yang ada di wilayah mereka

masing-masing.

B. Saran

Peranan masyarakat adat merupakan salah satu hak dan kewajiban yang telah di

atur secara kelembagaan mapun dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku

di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk itu diharapkan dalam upaya menunjang pelaksanaan pembangunan

daerah serta melestarikan budaya/adat istiadat, maka keterlibatan, tugas, hak dan

wewenang itu dapat di optimalkan, sehingga organisasi adat mempunyai power yang

kuat dalam berhadapan dengan pemerintah, DPRD dan sektor akan swasta sehingga

ikut menentukan jalannya pemerintahan yang aspiratif dengan kepentingannya dan

organisasi ini mempunyai akses dalam mengembangkan ekonomi di daerah, sehingga

mendukung stabilitas ekonomi di daera, dengan dukungan ekonomi yang dimiliki

mereka dapat memajukan aktivitas sosial-budayanya dan terlibat dalam setiap

pengambilan keputusan.

Adapun batas-batas wilayahnya juga harus di atur dalam peraturan daerah

(PERDA). Kemudian pemberdayaan harus dilakukan secara merata jangan hanya

dilakukan pada tingkatan elit-elit kabupaten saja namun juga harus dilakukan pada

masyarakat agar bisa di rasakan oleh seluruh masyarakat.

Bagi setiap pemimpin yang nantinya mejalankan roda pemerintahan, tidak

hanya mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok, tetapi jadilah pemimpin

yang bijaksana dalam melihat setiap masalah yang dihadapi oleh rakyat dan

59
daerahnya. Dan bagi peminpin lembaga adat, jangan menjadikan lembaga adat

sebagai alat untuk mencari popularitas, mencari simpati masyarakat serta

melegitimasi kembalinya feodalisme.

DAFTAR PUSTAKA

Burhan Bungin,2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, PT. RajaGrapindo

Prasada Jakarta

Daeng Hans, Drs. Antropologi Budaya, Penerbit Nusa Indah. Flores-NTT

60
Dessy Anwar,2001. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, PT. Karya Abditama.

Surabaya

Hendarta Bambang S. P,2005. Tantangan Pemberdayaan Masyarakat Adat di

Kabupaten Landak Propinsi Kalimantan Barat. IRE

Karoba Sem, 2007. Hak Asasi Masyarakat Adat United Nations Declaration On

The Rights Of Indigenous Peoples, Galangpress (Anggota IKAPI)

Yogyakarta & PT. Buku Kita Jakarta

Koentjaraningrat, Prof. Dr. 2002. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta:

Djambatan 2002.

Muhammad Bushar, Prof, S.H,2003. Asas-Asas Hukum Adat suatu Pengantar, PT.

Pradnya Paramita Jakarta.

M.Djadijono Dkk,2006. Membangun Indonesia dari Daerah, CSIS Yogyakarta

Priyatmoko, Drs, MA, Penigkatan Kinerja Dan Implementasi Otonomi Daerah;

Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan

Pemerintahan Daerah, Jakarta, AIPI & Partnership For Governance

Reform In Indonesia, 2002.

Riyadi Dedy Supriady Bratakusumah, 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah,

PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Robinson Taringan,M.R.P.Drs.2005. Perencanaan Pembangunan Daerah.

PT.Bumi Aksara, Jakarta.

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

61
Umar, Husein,Drs. 2004. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Wiranata I Gede A. B M.H,S.H,2005. Hukum Adat Indonesia Perkembangannya

dari masa ke masa, PT. Citra Aditya Bakti Bandung.

Sumber Lain :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Surabaya, Bina

Pustaka, 2002 beserta amandemennya.

UU RI No. 1 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara,


Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Tidore Kepulauan Sula,
Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi
Maluku Utara.
Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bandung, Citra

Umbara, 2004.

Halmahera Utara Dalam Angka Tahun 2008.


Hein dan Hibualamo, Tobelo 2008
Jurnal CSIS. Peran Masyarakat dan Demokrasi Lokal, Jakarta, Juni 2005.

Skripsi Donar Taluke FISIP UNSRAT, 2007.

Internet/google.

62

You might also like