You are on page 1of 50

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM DASAR-DASAR AGRONOMI

SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH

Oleh:

OLEH
FEBRI IRAWAN
05091002006
KELOMPOK V

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2010
LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM DASAR-DASAR AGRONOMI

Nama : Febri Irawan Tanggal : 7 April 2010


Nim : 05091002006 Asistem : 1. Agustino
Kelompok :V 2. Agung Setiawan
Jurusan : Teknologi Pertanian 3. Deny Ferdison
Judul : Sifat Fisik dan Kimia Tanah 4. Ricky Erwanto
5. Ika Maryanti
6. Mayang Segara
7. Sheli Arizona
8. Nur Rahmawati N.

A. Tujuan

Untuk mengetahui sifat fisika dan kimia tanah pada suatu lahan pertanian
agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan subur.

B. Hasil

1. Sistematika
A. Jagung (Zea mays)
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Asparagales
Famili : Alliaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays
2. Tabel
a. Tanaman Jagung di Lahan Olah
Jumlah Daun
Pengamatan Tinggi Tanaman ( cm )
Minggu ke-1 12 3
14 April 2010 10,5 3
10 3
10 3
8 3

8,5 3
8,5 3

11,5 3
10 3
9,5 3
Minggu ke-2 26 4
21 April 2010 24 5
29,5 5
23 5
24,3 6
31 5
22 5
25,5 5
28 5
22,5 5
Minggu ke-3 61 6
28 April 2010 39 6
60 6
37 6
51 6
57 7
47 6
47 5
54 6
43 6
Minggu ke-4 79 7
5 Mei 2010 71,5 6
93 7
59 7
69 6
91 8
70 8

71,5 6
75,8 6
72,1 6
Minggu ke-5 TIDAK
12 Mei 2010

MELAKUKAN

PENGAMATAN

Minggu ke-6 102,5 8


19 Mei 2010 80 5
150 8
78 6
102,5 7

81 5
96 7
48,5 5
109 7
95 7

b. Tanaman Jagung di Lahan Tanpa Olah

Jumlah Daun
Pengamatan Tinggi Tanaman (cm)
Minggu ke-1 10 3
14 April 2010 8,5 3
9,5 3
10,5 3
9,5 3
8,5 3
8,5 3
9 3
10,5 3
10,5 3
Minggu ke-2 26,3 5
21 April 2010 27,7 4
21 3
23,6 4
25,2 4
18 4
19,6 3

20 3
24 5
29,3 6
Minggu ke-3 46 5
28 April 2010 44 4
26 5
41 5
47 4
34 4
39 4
32 4
41 4
45 4
Minggu ke-4 71,5 5
5 Mei 2010 67,5 5
47,5 3
54,2 4
66,5 4

58,5 4
46,5 4

42,5 4
53 4
64 5
Minggu ke-5 TIDAK
12 Mei 2010

MELAKUKAN

PENGAMATAN

Minggu ke-6 100 6


19 Mei 2010 91 5
62 5
75 4
65 7
75 5
MATI MATI
MATI MATI
MATI MATI

82 6
C. Pembahasan

Tanah mempunyai perbedaan – perbedaan nilai potensinya untuk


menghasilkan hasil pertanian, dan bagaimana tanah tersebut harus dikelola untuk
mendapatkan hasil yang optimal.
Sifat Fisika Tanah
Beberapa sifat fisika tanah yang utama adalah:
(1) tekstur tanah,
(2) struktur tanah,
(3) bobot isi tanah,
4) warna tanah, dan
(5) konsistensi tanah
(6) kadar air tanah.
Sifat Fisika Tanah (Bagian 1: Tekstur Tanah)
Tekstur Tanah
Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. Bagian butir tanah
yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar tanah seperti kerikil, koral
sampai batu. Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan
halus tanah. Bahan halus tanah dibedakan menjadi:
(1) pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai dengan 2 mm.
(2) debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai dengan 0,050
mm.
(3) liat, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 mm.
Menurut Hardjowigeno (1992) tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah.
Tekstur tanah merupakan perbandingan antara butir-butir pasir, debu dan liat.
Tekstur tanah dikelompokkan dalam 12 klas tekstur. Kedua belas klas tekstur
dibedakan berdasarkan prosentase kandungan pasir, debu dan liat.
Tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit
tanah basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus
kasarnya yang meliputi rasa keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat, dengan cara
sebagai berikut:
(1) apabila rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola
dan gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir.
(2) apabila rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk bola
tetapi mudah sekali hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir
Berlempung.
(3) apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah
hancur, maka tanah tersebut tergolong berteksturLempung Berpasir.
(4) apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak
teguh, dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah
tersebut tergolong berteksturLempung.
(5) apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan
dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung
Berdebu.
(6) apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan dapat
digulung dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong
bertekstur Debu.
(7) apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat
dibentuk gulungan yang agak mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong
bertekstur Lempung Berliat.
(8) apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat
dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur, maka tanah
tersebut tergolong bertekstur Lempung Liat Berpasir. 
(9) apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh,
serta dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut
tergolong bertekstur Lempung Liat Berdebu.
(10) apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola
teguh, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat
Berpasir.
(11) apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh,
dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berdebu.
(12) apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik,
dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat.

Hubungan Tekstur Tanah dengan Daya Menahan Air dan Ketersediaan Hara
Tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yasng lebih besar sehingga
kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah bertekstur halus
lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar. Tanah bertekstur pasir
mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air
dan unsur hara.

Sifat Fisika Tanah (Bagian 2: Struktur Tanah)


Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur
tanah ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama lain oleh
suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi, dan lain-lain. Gumpalan-
gumpalan kecil (struktur tanah) ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan
(ketahanan) yang berbeda-beda.
Struktur tanah dikelompokkan dalam 6 bentuk. Keenam bentuk tersebut adalah:
(1) Granular, yaitu struktur tanah yang berbentuk granul, bulat dan porous, struktur
ini terdapat pada horison A.
(2) Gumpal (blocky), yaitu struktur tanah yang berbentuk gumpal membuat dan
gumpal bersudut, bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut membulat untuk
gumpal membulat dan bersudut tajam untuk gumpal bersudut, dengan sumbu
horisontal setara dengan sumbu vertikal, struktur ini terdapat pada horison B pada
tanah iklim basah
(3) Prisma (prismatic), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar
daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya rata, struktur ini terdapat pada
horison B pada tanah iklim kering.
(4) Tiang (columnar), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar
daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya membuloat, struktur ini terdapat
pada horison B pada tanah iklim kering.
(5) Lempeng (platy), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih kecil daripada
sumbu horizontal, struktur ini ditemukan di horison A2 atau pada lapisan padas liat.
(6) Remah (single grain), yaitu struktur tanah dengan bentuk bulat dan sangat porous,
struktur ini terdapat pada horizon A.
Tanah yang terbentuk di daerah dengan curah hujan tinggi umumnya ditemukan
struktur remah atau granular di tanah lapisan atas (top soil) yaitu di horison A dan
struktur gumpal di horison B atau tanah lapisan bawah (sub soil). Akan tetapi, pada
tanah yang terbentuk di daerah

Sifat Fisika Tanah (Bagian 3: Bobot Isi Tanah)


Menurut Hanafiah (2005) bahwa bobot isi tanah merupakan kerapatan tanah per
satuan volume yang dinyatakan dalam dua batasan berikut ini:
(1) Kerapatan partikel (bobot partikel = BP) adalah bobot massa partikel padat per
satuan volume tanah, biasanya tanah mempunyai kerapatan partikel 2,6 gram cm-3,
dan
(2) Kerapatan massa (bobot isi = BI) adalah bobot massa tanah kondisi lapangan
yang dikering-ovenkan per satuan volume. 
Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-
partikel tanah, makin kasar akan makin berat. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat
dan berstruktur granuler mempunyai bobot isi (BI) antara 1,0 gram cm-3 sampai
dengan 1,3 gram cm-3, sedangkan yang bertekstur kasar memiliki bobot isi antara
1,3 gram cm-3 sampai dengan 1,8 gram cm-3. Sebagai contoh pembanding adalah
bobot isi air = 1 gram cm-3 = 1 ton gram cm-3 .
Contoh perhitungan dalam menentukan bobot tanah dengan menggunakan bobot isi
adalah sebagai berikut: 1 hekar tanah yang diasumsikan mempunyai bobot isi (BI) =
1,0 gram cm-3 dengan kedalaman 20 cm, akan mempunyai bobot tanah sebesar:
= {(volume 1 hektar tanah dengan kedalaman 20 cm) x (BI)}
= {(100 m x 100 m x 0,2 m) x (1,0 gram cm-3 )}
= {(2.000 m-3) x (1 ton m-3)}
= 2.000 ton m-3
Apabila tanah tersebut mengandung 1% bahan organik, ini berarti terdapat 20 ton m-
3 bahan organik per hektar.

Sifat Fisika Tanah (Bagian 4: Warna Tanah)


Warna tanah merupakan gabungan berbagai warna komponen penyusun tanah.
Warna tanah berhubungan langsung secara proporsional dari total campuran warna
yang dipantulkan permukaan tanah. Warna tanah sangat ditentukan oleh luas
permukaan spesifik yang dikali dengan proporsi volumetrik masing-masing terhadap
tanah. Makin luas permukaan spesifik menyebabkan makin dominan menentukan
warna tanah, sehingga warna butir koloid tanah (koloid anorganik dan koloid
organik) yang memiliki luas permukaan spesifik yang sangat luas, sehingga sangat
mempengaruhi warna tanah. Warna humus, besi oksida dan besi hidroksida
menentukan warna tanah. Besi oksida berwarna merah, agak kecoklatan atau kuning
yang tergantung derajat hidrasinya. Besi tereduksi berwarna biru hijau. Kuarsa
umumnya berwarna putih. Batu kapur berwarna putih, kelabu, dan ada kala berwarna
olive-hijau. Feldspar berwarna merah. Liat berwarna kelabu, putih, bahkan merah, ini
tergantung proporsi tipe mantel besinya.
Selain warna tanah juga ditemukan adanya warna karatan (mottling) dalam bentuk
spot-spot. Karatan merupakan warna hasil pelarutan dan pergerakan beberapa
komponen tanah, terutama besi dan mangan, yang terjadi selama musim hujan, yang
kemudian mengalami presipitasi (pengendapan) dan deposisi (perubahan posisi)
ketika tanah mengalami pengeringan. Hal ini terutama dipicu oleh terjadinya: (a)
reduksi besi dan mangan ke bentuk larutan, dan (b) oksidasi yang menyebabkan
terjadinya presipitasi. Karatan berwarna terang hanya sedikit terjadi pada tanah yang
rendah kadar besi dan mangannya, sedangkan karatan berwarna gelap terbentuk
apabila besi dan mangan tersebut mengalami presipitasi. Karatan-karatan yang
terbentuk ini tidak segera berubah meskipun telah dilakukan perbaikan drainase.
Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah berfungsi sebagai penunjuk dari
sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat
dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya
dipengaruhi oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan
bahan organik, warna tanah makin gelap. Sedangkan dilapisan bawah, dimana
kandungan bahan organik umumnya rendah, warna tanah banyak dipengaruhi oleh
bentuk dan banyaknya senyawa Fe dalam tanah. Di daerah berdrainase buruk, yaitu
di daerah yang selalu tergenang air, seluruh tanah berwarna abu-abu karena senyawa
Fe terdapat dalam kondisi reduksi (Fe2+). Pada tanah yang berdrainase baik, yaitu
tanah yang tidak pernah terendam air, Fe terdapat dalam keadaan oksidasi (Fe3+)
misalnya dalam senyawa Fe2O3 (hematit) yang berwarna merah, atau Fe2O3. 3 H2O
(limonit) yang berwarna kuning cokelat. Sedangkan pada tanah yang kadang-kadang
basah dan kadang-kadang kering, maka selain berwarna abu-abu (daerah yang
tereduksi) didapat pula becak-becak karatan merah atau kuning, yaitu di tempat-
tempat dimana udara dapat masuk, sehingga terjadi oksidasi besi ditempat tersebut.
Keberadaan jenis mineral kwarsa dapat menyebabkan warna tanah menjadi lebih
terang.

Menurut Wirjodihardjo dalam Sutedjo dan Kartasapoetra (2002) bahwa intensitas


warna tanah dipengaruhi tiga faktor berikut: (1) jenis mineral dan jumlahnya, (2)
kandungan bahan organik tanah, dan (3) kadar air tanah dan tingkat hidratasi. Tanah
yang mengandung mineral feldspar, kaolin, kapur, kuarsa dapat menyebabkan warna
putih pada tanah. Jenis mineral feldspar menyebabkan beragam warna dari putih
sampai merah. Hematit dapat menyebabkan warna tanah menjadi merah sampai
merah tua. Makin tinggi kandungan bahan organik maka warna tanah makin gelap
(kelam) dan sebaliknya makin sedikit kandungan bahan organik tanah maka warna
tanah akan tampak lebih terang. Tanah dengan kadar air yang lebih tinggi atau lebih
lembab hingga basah menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap (kelam).
Sedangkan tingkat hidratasi berkaitan dengan kedudukan terhadap permukaan air
tanah, yang ternyata mengarah ke warna reduksi (gleisasi) yaitu warna kelabu biru
hingga kelabu hijau.
Selain itu, Hanafiah (2005) mengungkapkan bahwa warna tanah merupakan: (1)
sebagai indikator dari bahan induk untuk tanah yang beru berkembang, (2) indikator
kondisi iklim untuk tanah yang sudah berkembang lanjut, dan (3) indikator
kesuburan tanah atau kapasitas produktivitas lahan. Secara umum dikatakan bahwa:
makin gelap tanah berarti makin tinggi produktivitasnya, selain ada berbagai
pengecualian, namun secara berurutan sebagai berikut: putih, kuning, kelabu, merah,
coklat-kekelabuan, coklat-kemerahan, coklat, dan hitam. Kondisi ini merupakan
integrasi dari pengaruh: (1) kandungan bahan organik yang berwarna gelap, makin
tinggi kandungan bahan organik suatu tanah maka tanah tersebut akan berwarna
makin gelap, (2) intensitas pelindihan (pencucian dari horison bagian atas ke horison
bagian bawah dalam tanah) dari ion-ion hara pada tanah tersebut, makin intensif
proses pelindihan menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang, seperti pada
horison eluviasi, dan (3) kandungan kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah berwarna
lebih terang.
Warna tanah ditentukan dengan membandingkan warna tanah tersebut dengan warna
standar pada buku Munsell Soil Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga
variabel, yaitu: (1) hue, (2) value, dan (3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang
dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya
warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan
kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefiniskan juga sebagai
gradasi kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari
kelabu atau putih netral (0) ke warna lainnya (19).
Hue dibedakan menjadi 10 warna, yaitu: (1) Y (yellow = kuning), (2) YR (yellow-
red), (3) R (red = merah), (4) RP (red-purple), (5) P (purple = ungu), (6) PB (purple-
brown), (7) B (brown = coklat), (8) BG (grown-gray), (9) G (gray = kelabu), dan
(10) GY (gray-yellow). Selanjutnya setiap warna ini dibagi menjadi kisaran hue
sebagai berikut: (1) hue = 0 – 2,5; (2) hue = 2,5 – 5,0; (3) hue = 5,0 – 7,5; (4) hue =
7,5 – 10. Nilai hue ini dalam buku hanya ditulis: 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; dan 10. 
Berdasarkan buku Munsell Saoil Color Chart nilai Hue dibedakan menjadi: (1) 5 R;
(2) 7,5 R; (3) 10 R; (4) 2,5 YR; (5) 5 YR; (6) 7,5 YR; (7) 10 YR; (8) 2,5 Y; dan (9) 5
Y, yaitu mujlai dari spektrum dominan paling merah (5 R) sampai spektrum dominan
paling kuning (5 Y), selain itu juga sering ditambah untuk warna-warna tanah
tereduksi (gley) yaitu: (10) 5 G; (11) 5 GY; (12) 5 BG; dan (13) N (netral).
Value dibedakan dari 0 sampai 8, yaitu makin tinggi value menunjukkan warna
makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan). Nilai Value pada lembar buku
Munsell Soil Color Chart terbentang secara vertikal dari bawah ke atas dengan
urutan nilai 2; 3; 4; 5; 6; 7; dan 8. Angka 2 paling gelap dan angka 8 paling terang. 

Chroma juga dibagi dari 0 sampai 8, dimana makin tinggi chroma menunjukkan
kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Nilai chroma
pada lembar buku Munsell Soil Color Chart dengan rentang horisontal dari kiri ke
kanan dengan urutan nilai chroma: 1; 2; 3; 4; 6; 8. Angka 1 warna tidak murni dan
angka 8 warna spektrum paling murni. 
Pencatatan warna tanah dapat menggunakan buku Munsell Soil Color Chart, sebagai
contoh:
(1) Tanah berwarna 7,5 YR 5/4 (coklat), yang berarti bahwa warna tanah mempunyai
nilai hue = 7,5 YR, value = 5, chroma = 4, yang secara keseluruhan disebut berwarna
coklat.
(2) Tanah berwarna 10 R 4/6 (merah), yang berarti bahwa warna tanah tersebut
mempunyai nilai hue =10 R, value =4 dan chroma = 6, yang secara keseluruhan
disebut berwarna merah.
Selanjutnya, jika ditemukan tanah dengan beberapa warna, maka semua warna harus
disebutkan dengan menyebutkan juga warna tanah yang dominannya. Warna tanah
akan berbeda bila tanah basah, lembab, atau kering, sehingga dalam menentukan
warna tanah perlu dicatat apakah tanah tersebut dalam keadaan basah, lembab, atau
kering.

Sifat Fisika Tanah (Bagian 5: Konsistensi Tanah)


Konsistensi tanah menunjukkan integrasi antara kekuatan daya kohesi butir-butir tanah
dengan daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Keadaan tersebut ditunjukkan
dari daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Gaya yang akan
mengubah bentuk tersebut misalnya pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan.
Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa tanah-tanah yang mempunyai konsistensi baik
umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. 
Penetapan konsistensi tanah dapat dilakukan dalam tiga kondisi, yaitu: basah, lembab,
dan kering. Konsistensi basah merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi
kadar air tanah di atas kapasitas lapang (field cappacity). Konsistensi lembab merupakan
penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang.
Konsistensi kering merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah
kering udara.
Pada kondisi basah, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat plastisitas dan
tingkat kelekatan. Tingkatan plastisitas ditetapkan dari tingkatan sangat plastis, plastis,
agak plastis, dan tidak plastis (kaku). Tingkatan kelekatan ditetapkan dari tidak lekat,
agak lekat, lekat, dan sangat lekat. 
Pada kondisi lembab, konsistensi tanah dibedakan ke dalam tingkat kegemburan sampai
dengan tingkat keteguhannya. Konsistensi lembab dinilai mulai dari: lepas, sangat
gembur, gembur, teguh, sangat teguh, dan ekstrim teguh. Konsistensi tanah gembur
berarti tanah tersebut mudah diolah, sedangkan konsistensi tanah teguh berarti tanah
tersebut agak sulit dicangkul. 
Pada kondisi kering, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat kekerasan tanah.
Konsistensi kering dinilai dalam rentang lunak sampai keras, yaitu meliputi: lepas,
lunak, agak keras, keras, sangat keras, dan ekstrim keras. 
Cara penetapan konsistensi untuk kondisi lembab dan kering ditentukan dengan
meremas segumpal tanah. Apabila gumpalan tersebut mudah hancur, maka tanah
dinyatakan berkonsistensi gembur untuk kondisi lembab atau lunak untuk kondisi
kering. Apabila gumpalan tanah sukar hancur dengan cara remasan tersebut maka tanah
dinyatakan berkonsistensi teguh untuk kondisi lembab atau keras untuk kondisi kering.
Dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya melekat pada jari, yaitu kategori:
melekat atau tidak melakat. Selain itu, dapat pula berdasarkan mudah tidaknya
membentuk bulatan, yaitu: mudah membentuk bulatan atau sukar membentuk bulatan;
dan kemampuannya mempertahankan bentuk tersebut (plastis atau tidak plastis). Secara
lebih terinci cara penentuan konsistensi tanah dapat dilakukan sebagai berikut:

(I) Konsistensi Basah


1.1 Tingkat Kelekatan, yaitu menyatakan tingkat kekuatan daya adhesi antara butir-
butir tanah dengan benda lain, ini dibagi 4 kategori:
(1) Tidak Lekat (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak melekat pada jari tangan atau benda
lain.
(2) Agak Lekat (Nilai 1): yaitu dicirikan sedikit melekat pada jari tangan atau benda
lain.
(3) Lekat (Nilai 2): yaitu dicirikan melekat pada jari tangan atau benda lain.
(4) Sangat Lekat (Nilai 3): yaitu dicirikan sangat melekat pada jari tangan atau benda
lain.

1.2 Tingkat Plastisitas, yaitu menunjukkan kemampuan tanah membentuk


gulungan, ini dibagi 4 kategori berikut:
(1) Tidak Plastis (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak dapat membentuk gulungan tanah.
(2) Agak Plastis (Nilai 1): yaitu dicirikan hanya dapat dibentuk gulungan tanah
kurang dari 1 cm.
(3) Plastis (Nilai 2): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1 cm
dan diperlukan sedikit tekanan untuk merusak gulungan tersebut.
(4) Sangat Plastis (Nilai 3): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih
dari 1 cm dan diperlukan tekanan besar untuk merusak gulungan tersebut.

(II) Konsistensi Lembab


Pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang, konsistensi dibagi 6 kategori
sebagai berikut:
(1) Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan tanah tidak melekat satu sama lain atau antar butir
tanah mudah terpisah (contoh: tanah bertekstur pasir).
(2) Sangat Gembur (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah sekali hancur
bila diremas.
(3) Gembur (Nilai 2): yaitu dicirikan dengan hanya sedikit tekanan saat meremas
dapat menghancurkan gumpalan tanah.
(4) Teguh / Kokoh (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan diperlukan tekanan agak kuat
saat meremas tanah tersebut agar dapat menghancurkan gumpalan tanah.
(5) Sangat Teguh / Sangat Kokoh (Nilai 4): yaitu dicirikan dengan diperlukannya
tekanan berkali-kali saat meremas tanah agar dapat menghancurkan gumpalan tanah
tersebut.
(6) Sangat Teguh Sekali / Luar Biasa Kokoh (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan tidak
hancurnya gumpalan tanah meskipun sudah ditekan berkali-kali saat meremas tanah
dan bahkan diperlukan alat bantu agar dapat menghancurkan gumpalan tanah
tersebut.

(III) Konsistensi Kering


Penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah kering udara, ini dibagi 6
kategori sebagai berikut:
(1) Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan butir-butir tanah mudah dipisah-pisah atau tanah
tidak melekat satu sama lain (misalnya tanah bertekstur pasir).
(2) Lunak (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah hancur bila diremas atau
tanah berkohesi lemah dan rapuh, sehingga jika ditekan sedikit saja akan mudah
hancur.
(3) Agar Keras (Nilai 2): yaitu dicirikan gumpalan tanah baru akan hancur jika diberi
tekanan pada remasan atau jika hanya mendapat tekanan jari-jari tangan saja belum
mampu menghancurkan gumpalan tanah.
(4) Keras (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan makin susah untuk menekan gumpalan
tanah dan makin sulitnya gumpalan untuk hancur atau makin diperlukannya tekanan
yang lebih kuat untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah.
(5) Sangat Keras (Nilai 4): yaitu dicirikan dengan diperlukan tekanan yang lebih kuat
lagi untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah makin sangat
sulit ditekan dan sangat sulit untuk hancur.
(6) Sangat Keras Sekali / Luar Biasa Keras (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan
diperlukannya tekanan yang sangat besar sekali agar dapat menghancurkan gumpalan
tanah atau gumpalan tanah baru bisa hancur dengan menggunakan alat bantu
(pemukul).

Beberapa faktor yang mempengaruhi konsistensi tanah adalah: (1) tekstur tanah, (2)
sifat dan jumlah koloid organik dan anorganik tanah, (3) sruktur tanah, dan (4) kadar
air tanah.
Fisika Tanah (Bagian 6: Air Tanah dan Kadar Air Tanah)

Menurut Hanafiah (2005) bahwa air merupakan komponen penting dalam tanah yang
dapat menguntungkan dan sering pula merugikan. Beberapa peranan yang
menguntungkan dari air dalam tanah adalah:

(1) sebagai pelarut dan pembawa ion-ion hara dari rhizosfer ke dalam akar tanaman.
(2) sebagai agen pemicu pelapukan bahan induk, perkembangan tanah, dan differensi
horison.
(3) sebagai pelarut dan pemicu reaksi kimia dalam penyediaan hara, yaitu dari hara
tidak tersedia menjadi hara yang tersedia bagi akar tanaman.

(4) sebagai penopang aktivitas mikrobia dalam merombak unsur hara yang semula
tidak tersedia menjadi tersedia bagi akar tanaman.

(5) sebagai pembawa oksigen terlarut ke dalam tanah.

(6) sebagai stabilisator temperatur tanah.

(7) mempermudah dalam pengolahan tanah.

Selain beberapa peranan yang menguntungkan diatas, air tanah juga menyebabkan
beberapa hal yang merugikan, yaitu:

(1) mempercepat proses pemiskinan hara dalam tanah akibat proses pencucian
(perlin-dian/leaching) yang terjadi secara intensif.

(2) mempercepat proses perubahan horizon dalam tanah akibat terjadinya eluviasi
dari lapisan tanah atas ke lapisan tanah bawah.

(3) kondisi jenuh air menjadikan ruang pori secara keseluruhan terisi air sehingga
menghambat aliran udara ke dalam tanah, sehingga mengganggu respirasi dan
serapan hara oleh akar tanaman, serta menyebabkan perubahan reaksi tanah dari
reaksi aerob menjadi reaksi anaerob.

Hubungan tekstur tanah dan kadar air

Tekstur tanah yang berbeda mempunyai kemampuan menahan air yang berbeda pula.
Tanah bertekstur halus, contohnya: tanah bertekstur liat, memiliki ruang pori halus
yang lebih banyak, sehingga berkemampuan menahan air lebih banyak. Sedangkan
tanah bertekstur kasar, contohnya: tanah bertekstur pasir, memiliki ruang pori halus
lebih sedikit, sehingga kemampuan manahan air lebih sedikit pula.

Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa air terdapat dalam tanah karena ditahan
(diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan
drainase yang kurang baik. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya
gaya-gaya adhesi, kohesi, dan gravitasi. Karena adanya gaya-gaya tersebut maka air
dalam tanah dapat dibedakan menjadi:

(1) Air hidroskopik, adalah air yang diserap tanah sangat kuat sehingga tidak dapat
digunakan tanaman, kondisi ini terjadi karena adanya gaya adhesi antara tanah
dengan air. Air hidroskopik merupakan selimut air pada permukaan butir-butir tanah.
(2) Air kapiler, adalah air dalam tanah dimana daya kohesi (gaya tarik menarik
antara sesama butir-butir air) dan daya adhesi (antara air dan tanah) lebih kuat dari
gravitasi. Air ini dapat bergerak secara horisontal (ke samping) atau vertikal (ke atas)
karena gaya-gaya kapiler. Sebagian besar dari air kapiler merupakan air yang
tersedia (dapat diserap) bagi tanaman.

Dalam menentukan jumlah air tersedia bagi tanaman beberapa istilah dibawah ini
perlu dipahami, yaitu:

(1) Kapasitas Lapang: adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan
jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air
yang dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap oleh akar-akar tanaman
atau menguap sehingga tanah makin lama semakin kering. Pada suatu saat akar
tanaman tidak mampu lagi menyerap air tersebut sehingga tanaman menjadi layu
(titik layu permanen).

(2) Titik Layu Permanen: adalah kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman
mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu.
Tanaman akan tetap layu baik pada siang ataupun malam hari.

(3) Air Tersedia: adalah banyaknya air yang tersedia bagi tanaman, yaitu selisih
antara kadar air pada kapasitas lapang dikurangi dengan kadar air pada titik layu
permanen.

Kandungan air pada kapasitas lapang ditunjukkan oleh kandungan air pada tegangan
1/3 bar, sedangkan kandungan air pada titik layu permanen adalah pada tegangan 15
bar. Air yang tersedia bagi tanaman adalah air yang terdapat pada tegangan antara
1/3 bar sampai dengan 15 bar.

Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan
air (moisture tension) dalam tanah tersebut. Besarnya tegangan air menunjukkan
besarnya tenaga yang diperlukan untuk menahan air tersebut di dalam tanah.
Tegangan diukur dalam bar atau atmosfir atau cm air atau logaritma dari cm air yang
disebut pF. Satuan bar dan atmosfir sering dianggap sama karena 1 atm = 1,0127
bar. 

Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah. Tanah-
tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah
bertekstur halus. Oleh karena itu, tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya
lebih mudah kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung atau liat. Kondisi
kelebihan air ataupun kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

Beberapa fungsi air bagi pertumbuhan tanaman adalah:


(1) sebagai unsur hara tanaman: Tanaman memerlukan air dari tanah bersamaan
dengan kebutuhan CO2 dari udara untuk membentuk gula dan karbohidrat dalam
proses fotosintesis.

(2) sebagai pelarut unsur hara: Unsur-unsur hara yang terlarut dalam air diserap oleh
akar-akar tanaman dari larutan tersebut.

(3) sebagai bagian dari sel-sel tanaman: Air merupakan bagian dari protoplasma sel
tanaman.

Ketersediaan air dalam tanah dipengaruhi: (1) banyaknya curah hujan atau air irigasi,
(2) kemampuan tanah menahan air, (3) besarnya evapotranspirasi (penguapan
langsung melalui tanah dan melalui vegetasi), (4) tingginya muka air tanah, (5) kadar
bahan organik tanah, (6) senyawa kimiawi atau kandungan garam-garam, dan (7)
kedalaman solum tanah atau lapisan tanah.

Pengertian Kapasitas Tukar Kation

Salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman
dan menjadi indikator kesuburan tanah adalah Kapasitas Tukar Kation (KTK)
atau Cation Exchangable Cappacity (CEC). KTK merupakan jumlah total kation
yang dapat dipertukarkan (cation exchangable) pada permukaan koloid yang
bermuatan negatif. Satuan hasil pengukuran KTK adalah milliequivalen kation dalam
100 gram tanah atau me kation per 100 g tanah.

Beberapa Istilah KTK

Berdasarkan pada jenis permukaan koloid yang bermuatan negatif, KTK dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. KTK koloid anorganik atau dikenal sebagai KTK liat tanah,

2. KTK koloid organik atau dikenal sebagai KTK bahan organik tanah, dan

3. KTK total atau KTK tanah.


KTK Koloid Anorganik atau KTK Liat

KTK liat adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid
anorganik (koloid liat) yang bermuatan negatif. Nilai KTK liat tergantung dari jenis
liat, sebagai contoh:
a. Liat Kaolinit memiliki nilai KTK = 3 s/d 5 me/100 g.
b. Liat Illit dan Liat Klorit, memiliki nilai KTK = 10 s/d 40 me/100 g.
c. Liat Montmorillonit, memiliki nilai KTK = 80 s/d 150 me/100 g.
d. Liat Vermikullit, memiliki nilai KTK = 100 s/d 150 me/100 g.

KTK Koloid Organik

KTK koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah
kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan
negatif.
Nilai KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid
anorganik. Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan
300 me/100 g.

KTK Total atau KTK Tanah

KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang
dapat dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid
organik (humus) maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik(liat).

Perbedaan KTK Tanah Berdasarkan Sumber Muatan Negatif

Berdasarkan sumber muatan negatif tanah, nilai KTK tanah dibedakan menjadi 2,
yaitu:
1. KTK muatan permanen, dan

2. KTK muatan tidak permanen.

KTK Muatan Permanen


KTK muatan permanen adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada
permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif berasal darimekanisme
substitusi isomorf. Substitusi isomorf adalah mekanisme pergantian posisi antar
kation dengan ukuran atau diameter kation hampir sama tetapi muatan berbeda.
Substitusi isomorf ini terjadi dari kation bervalensi tinggi dengan kation bervalensi
rendah di dalam struktur lempeng liat, baik lempeng liat Si-tetrahedron maupun Al-
oktahedron.

Contoh peristiwa terjadinya muatan negatif diatas adalah: (a). terjadi substitusi
isomorf dari posisi Si dengan muatan 4+ pada struktur lempeng liat Si-tetrahedron
oleh Al yang bermuatan 3+, sehingga terjadi kelebihan muatan negatif satu, (b).
terjadinya substitusi isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+ pada struktur liat Al-
oktahedron oleh Mg yang bermuatan 2+, juga terjadi muatan negatif satu, dan (c).
terjadi substitusi isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+ dari hasil substitusi
isomorf terdahulu pada lempeng liat Si-tetrahedron yang telah bermuatan neatif satu,
digantikan oleh Mg yang bermuatan 2+, maka terjadi lagi penambahan muatan
negatif satu, sehingga terbentuk muatan negatif dua pada lempeng liat Si-tetrahedron
tersebut. Muatan negatif yang terbentuk ini tidak dipengaruhi oleh terjadinya
perubahan pH tanah. KTK tanah yang terukur adalah KTK muatan permanen.

KTK Muatan Tidak Permanen

KTK muatan tidak permanen atau KTK tergantung pH tanah adalah jumlah kation
yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif
liat bukan berasal dari mekanisme substitusi isomorf tetapi berasal dari mekanisme
patahan atau sembulan di permukaan koloid liat, sehingga tergantung pada kadar H+
dan OH- dari larutan tanah.
Hasil Pengukuran KTK Tanah
Berdasarkan teknik pengukuran dan perhitungan KTK tanah di laboratorium, maka
nilai KTK dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. KTK Efektif, dan
2. KTK Total
Mineral Tanah
Bahan mineral tanah merupakan bahan anorganik tanah yang terdiri dari berbagai
ukuran, komposisi dan jenis mineral. Mineral tanah berasal dari hasil pelapukan
batuan-batuan yang menjadi bahan induk tanah. Pada mujlanya batuan dari bahan
induk tanah mengalami proses pelapukan dan menghasilkan regolit. Pelapukan lebih
lanjut menghasilkan tanah dengan tektur masih kasar.
Ukuran mineral tanah sangat beragam mulai dari ukuran sangat kasar sampai dengan
ukuran yang sangat halus seperti mineral liat. Mineral liat hanya dapat dilihat dengan
bantuan mikroskop elektron. Sifat mineral liat ditentukan dari:
(1) susunan kimia pembentuknya yang tetap dan tertentu, terutama berkaitan dengan
penempatan internal atom-atomnya,
(2) sifat fisiko-komia dengan batasan waktu tertentu, dan
(3) kecendrungan membentuk geometris tertentu.
Komposisi mineral dalam tanah sangat tergantung dari beberapa faktor sebagai
berikut:
(1) jenis batuan induk asalnya,
(2) proses-proses yang bekerja dalam pelapukan batuan tersebut, dan
(3) tingkat perkembangan tanah.
Bahan induk tanah mineral berasal dari berbagai jenis batuan induk, sehingga dalam
proses pelapukannya akan menghasilkan keragaman mineral tanah yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang erat antara
komposisi mineral bahan induk dengan komposisi mineral batuannya. Sebagai
contoh adalah tanah yang terbentuk dari bahan induk yang berasal dari batuan basalt
dan granit, akan memiliki komposisi mineral tanah sebagai berikut:
(1) mineral kuarsa,
(2) mineral ortoklas,
(3) mineral mikroklin,
(4) mineral albit
(5) mineral oligoklas,
(6) mineral muskovit,
(7) mineral biotit.
(8) mineral dll.

Pada tanah-tanah yang mudah melapuk dan peka terhadap proses pencucian
(leaching), seperti tanah Podzol, ditemujkan mineal yang didominasi hanya jenis
mineral: (1) kuarsa, dan (2) ortoklas. Dominasi kedua mineral ini disebabkan karena
kedua mineral ini relatif lebih resisten terhadap pelapukan. Berbeda dengan tanah-
tanah yang belum mengalami pelapukan (kurang mengalami pelapukan), maka
dalam tanah tersebut masih ditemukan mineral tanah yang beragam dengan
komposisi mineral tanah pada setiap lapisan yang hampir seragam. 
Berdasarkan keberadaan silikat dalam mineral tanah, maka mineral dalam tanah
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:
(1) kelompok mineral silikat, dan
(2) kelompok mineral bukan silikat.
A. Kelompok Mineral Silikat:
Kelompok mineral silikat dibagi lagi menjadi 11 kelompok, yaitu:
(1) Struktur Kristal Silikat Lempeng yang masuk kelompok Mineral Liat:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
lempeng kelompok mineral liat adalah:
(1.1) Mineral Liat Kaolinit {Si4Al4O10(OH)4}
(1.2) Mineral Liat Vermikulit {AlMg5(OH)12(Al2Si6)}
(1.3) Mineral Liat Klorit {AlMg5O20(OH)4}
(1.4) Mineral Liat Montmorillonit
(2) Struktur Kristal Silikat Lempeng yang masuk kelompok Mika:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
lempeng kelompok mika adalah:
(2.1) Mineral Muskovit {K2Al2Si6Al4O20(OH)4}
(2.2) Mineral Biotit {K2Al2Si6(Fe++,Mg)6.O20(OH)4}
(3) Struktur Kristal Silikat Lempeng yang masuk kelompok Serpentin:
Mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat lempeng
kelompok serpentin adalah:
(3.1) Mineral Serpentin {Mg3Si2O5(OH)4}
(4) Struktur Kristal Silikat Kerangka Feldsfar:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
kerangka feldsfar adalah:
(4.1) Mineral Alkali Feldsfar {(Na,K)2O.Al2O3.6SiO2}
(4.2) Mineral Plagioklas (Na2O.Al2O3.6SiO2)
(5) Struktur Kristal Silikat Rantai Kelompok Piroksin:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
rantai kelompok piroksin adalah:
(5.1) Mineral Enstatit (MgO.SiO2)
(5.2) Mineral Hipersten {(Mg,Fe)O.SiO2}
(5.3) Mineral Diopsit (CaO.MgO.2SiO2)
(5.4) Mineral Augit {CaO.2(Mg,Fe)O.(Al,Fe)2O3.3SiO2}
(6) Struktur Kristal Silikat Rantai Kelompok Amfibol:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
rantai kelompok amfibol adalah:
(6.1) Mineral Hornblende {Ca3Na2(Mg,Fe)8(Al.Fe)4.Si14O44(OH)4}
(6.2) Mineral Termolit {2CaO.5(Mg,Fe)O.8SiO2.H2O}
(7) Struktur Kristal Silikat Kelompok Olivin:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
kelompok olivin adalah:
(7.1) Mineral Olivin {2(Mg,Fe)O.SiO2}
(7.2) Mineral Titanit (CaO.SiO2.TiO2)
(7.3) Mineral Tormalin (Na2O.8FeO.8Al2O3.4B2O3.16SiO2.5H2O)
(7.4) Mineral Sirkon (ZrO2.SiO2)
(8) Struktur Kristal Silikat Kelompok Garnet:
Mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat kelompok
garnet adalah:
(8.1) Mineral Almandit (Fe3Al2Si3O12)
(9) Struktur Kristal Silikat Kelompok Epidol:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
kelompok epidol adalah:
(9.1) Mineral Soisit (4CaO.3Al2O3.6SiO2.H2O)
(9.2) Mineral Klinosoisit (4CaO.3Al2O3.6SiO2.H2O)
(9.3) Mineral Epidot (4CaO.3(Al,Fe)2º3.6SiO2.H2O)
(10) Struktur Kristal Silikat Orto dan Cincin:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat kelompok struktur kristal
silikat orto dan cincin adalah:
(10.1) Mineral Klanit (Al2O3.SiO2)
(10.2) Mineral Silimanit (Al2O3.SiO2)
(11) Struktur Kristal Silikat:
Mineral yang termasuk dalam mineral silikat kelompok struktur kristal silikat adalah:
(11.1) Mineral Andalusit (Al2O3.SiO2)
B. Kelompok Mineral Bukan Silikat:
Kelompok mineral bukan silikat dibagi lagi menjadi 6 kelompok, yaitu: (1) mineral
fosfat, (2) mineral karbonat, (3) mineral klorit, (4) mineral sulfat, (5) mineral
hidroksida, dan (6) mineral oksida. Contoh mineral tanah yang termasuk keenam
kelompok mineral bukan silikat ini disajikan sebagai berikut:
(1) Mineral Fosfat:

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral
fosfat adalah:
(1.1) Mineral Apatit {Ca4(CaF)(PO4)3} atau {Ca4(CaCl)(PO4)3}
(2) Mineral Karbonat

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral
karbonat adalah:
(2.1) Mineral Kalsit (CaCO3)
(2.2) Mineral Dolomit {(Ca, Mg)CO3}
(3) Mineral Klorit:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral
klorit adalah:
(3.1) Mineral Halit (NaCl)
(4) Mineral Sulfat:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral
sulfat adalah:
(4.1) Mineral Gipsum (CaSO4.2H2O)
(4.2) Mineral Jarosit {KFe3(OH)6(SO4)2}
(5) Mineral Hidroksida:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral
hidoksida adalah:

(5.1) Mineral Gibsit {Al(OH)3}


(5.2) Mineral Buhmit {Gamma – Al.O(OH)}
(5.3) Mineral Gutit {Alfa – FeO.OH}
(5.4) Mineral Lepidokrosit {Gamma – FeO.OH}

(6) Mineral Oksida:


Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral
oksida adalah:
(6.1) Mineral Hematit (Fe2O3)
(6.2) Mineral Ilmenit (FeO.TiO2)
(6.3) Mineral Rutil (TiO2)
(6.4) Mineral Anatase (TiO2)
(6.5) Mineral Brokit (TiO2)
(6.6) Mineral Magnetik (Fe3O4)

Kadar Hara Mikro Tanaman


Kadar Beberapa Hara Mikro Pada Berbagai Tanaman
Kadar hara mikro (g/ha) pada berbagai tanaman berbeda-beda dan sangat tergantung
dengan jenis tanaman dan bagian tanaman yang dianalisis. Kadar hara mikro pada
bagian jerami tanaman berbeda dengan kadar hara mikro pada bagian biji, gabah,
polong, buah, siung, umbi, dan daun. Beberapa hasil analisis kadar hara mikro pada
beberapa tanaman meliputi: (a) tanaman pangan, (b) tanaman buah-buahan, (c)
tanaman sayur-sayuran, dan (d0 tanaman industri, disajikan sebagai berikut:
A. Tanaman Pangan
Beberapa hasil analisis kadar hara mikro tanaman pangan meliputi: tanaman jagung,
sebagai berikut:
Kadar Hara Mikro pada Tanaman Jagung:
Kadar hara mikro Tembaga (Cu), Kobalt (Co), Mangan (Mn), dan Seng (Zn) serta
Hasil tanaman Jagung dalam bentuk biji pipilan kering dan Jerami, disajikan sebagai
berikut:
Kadar Hara Mikro pada Biji Jagung:
(a) Hasil Biji Pipilan Kering Jagung: 5,34 ton/ha
(b) Kadar hara mikro Tembaga (Cu) : 67 g/ha dan 12,55 g/ton
(c) Kadar hara mikro Kobalt (Co) : 67 g/ha
(d) Kadar hara mikro Mangan (Mn) : 101 g/ha
(e) Kadar hara mikro Seng (Zn) : 168 g/ha

Kadar Hara Mikro pada Jerami Tanaman Jagung:


(a) Hasil Biji Pipilan Kering Jagung : 5,00 ton/ha
(b) Kadar hara mikro Tembaga (Cu) : 56 g/ha dan 11,20 g/ton
(c) Kadar hara mikro Kobalt (Co) : 56 g/ha
(d) Kadar hara mikro Mangan (Mn) : 1.681 g/ha
(e) Kadar hara mikro Seng (Zn) : 336 g/ha

Kisaran Kadar Kecukupan Hara Mikro Essensial Tanaman


Kisaran Kadar Kecukupan Hara Mikro Essensial Pada Berbagai Tanaman
Tanaman membutuhkan hara mikro dalam kisaran kecukupan yang beragam. Berikut
ini disajikan kisaran kadar kecukupan hara mikro essensial dari dari berbagai
tanaman:

Tanaman Jagung (Zea mays L.):


Kisaran kadar kecukupan hara mikro essensial pada tanaman jagung bagian pucuk,
daun tua, dan daun bendera, adalah sebagai berikut:

Pada Bagian Pucuk Tanaman Jagung:


(a) kisaran kadar kecukupan hara mikro Boron (B): 5 s/d 25 mg/kg.
(b) kisaran kadar kecukupan hara mikro Tembaga (Cu): 5 s/d 20 mg/kg.
(c) kisaran kadar kecukupan hara mikro Besi (Fe): 50 s/d 250 mg/kg.
(d) kisaran kadar kecukupan hara mikro Mangan (Mn): 20 s/d 300 mg/kg.
(e) kisaran kadar kecukupan hara mikro Seng (Zn): 20 mg/kg s/d 60 mg/kg.
(f) kisaran kadar kecukupan hara mikro Molidenum (Mo): 0,1 s/d 10 mg/kg.

Pada Bagian Daun Tua Tanaman Jagung:


(a) kisaran kadar kecukupan hara mikro Boron (B): 4 s/d 25 mg/kg.
(b) kisaran kadar kecukupan hara mikro Tembaga (Cu): 3 s/d 15 mg/kg.
(c) kisaran kadar kecukupan hara mikro Besi (Fe): 10 s/d 20 mg/kg.
(d) kisaran kadar kecukupan hara mikro Mangan (Mn): 15 s/d 300 mg/kg.
(e) kisaran kadar kecukupan hara mikro Seng (Zn): 15 s/d 60 mg/kg.
(f) kisaran kadar kecukupan hara mikro Molidenum (Mo): 0,1 s/d 3 mg/kg.

Pada Bagian Daun Bendera Tanaman Jagung:


(a) kisaran kadar kecukupan hara mikro Boron (B): 5 s/d 25 mg/kg.
(b) kisaran kadar kecukupan hara mikro Tembaga (Cu): 6 s/d 20 mg/kg.
(c) kisaran kadar kecukupan hara mikro Besi (Fe): 21 s/d 250 mg/kg.
(d) kisaran kadar kecukupan hara mikro Mangan (Mn): 20 s/d 200 mg/kg.
(e) kisaran kadar kecukupan hara mikro Seng (Zn): 25 s/d 100 mg/kg.
(f) kisaran kadar kecukupan hara mikro Molidenum (Mo): > 0,2 mg/kg..

Kadar dan Serapan Hara Tanaman


Kadar dan Serapan Unsur Hara Essensial Berbagai Tanaman
Kadar dan serapan unsur hara essensial pada berbagai tanaman sangat bervariasi.
Kadar dan serapan unsur hara essensial tanaman pangan berbeda dengan tanaman
buah-buahan dan tanaman sayur-sayuran serta tanaman industri. Kadar dan serapan
unsur hara essensial pada tanaman jagung berbeda dengan tanaman padi, kacang
tanah dan kedelai. Kadar dan serapan unsur hara essensial pada jerami atau bagian
vegetatif berbeda dengan pada biji atau bagian generatif.
A. Tanaman Pangan:

Data kadar dan serapan unsur hara essensial pada berbagai tanaman pangan yaitu
meliputi: (a) tanaman jagung disajikan dalam uraian berikut.
(1) Tanaman Jagung:

Kadar dan serapan unsur hara essensial pada tanaman jagung pada bagian biji
dan jerami serta total tanaman disajikan sebagai berikut:
(1.1) Serapan dan Kadar Unsur Hara Essensial pada Biji Jagung:
(a) Hasil : 5,34 ton/ha
(b) Serapan N : 151,30 kg/ha Kadar N : 2,83 %
(c) Serapan P : 25,80 kg/ha Kadar P : 0,48 %
(d) Serapan K : 37,00 kg/ha Kadar K : 0,69 %
(e) Serapan Ca : 17,90 kg/ha Kadar Ca : 0,37 %
(f) Serapan Mg : 22,40 kg/ha Kadar Mg : 0,42 %
(g) Serapan S : 15,70 kg/ha Kadar S : 0,29 %
(h) Serapan Co : 0,067 kg/ha Kadar Co : 12,50 ppm
(i) Serapan Mn : 0,101 kg/ha Kadar Mn :189,00 ppm
(j) Serapan Zn : 0,168 kg/ha Kadar Zn : 31,50 ppm

(1.2) Serapan dan Kadar Unsur Hara Essensial pada Jerami Jagung:
(a) Bobot : 5,00 ton/ha
(b) Serapan N : 112,10 kg/ha Kadar N : 2,24 %
(c) Serapan P : 17,90 kg/ha Kadar P : 0,36 %
(d) Serapan K : 134,50 kg/ha Kadar K : 2,69 %
(e) Serapan Ca : 31,40 kg/ha Kadar Ca : 0,63 %
(f) Serapan Mg : 19,10 kg/ha Kadar Mg : 0,38 %
(g) Serapan S : 11,20 kg/ha Kadar S : 0,22 %
(h) Serapan Co : 0,056 kg/ha Kadar Co : 11,20 ppm
(i) Serapan Mn : 1,681 kg/ha Kadar Mn : 319,00 ppm
(j) Serapan Zn : 0,336 kg/ha Kadar Zn : 67,20 ppm
(1.3) Kadar Total Unsur Hara Essensial Tanaman Jagung:
(a) Kadar N : 2,55 %
(b) Kadar P : 0,42 %
(c) Kadar K : 1,66 %
(d) Kadar Ca : 0,48 %
(e) Kadar Mg : 0,40 %
(f) Kadar S : 0,26 %
(g) Kadar Co : 11,90 ppm
(h) Kadar Mn : 17,20 ppm
(i) Kadar Zn : 48,70 ppm

Urutan Kadar Unsur Hara Essensial dalam Tanaman:


Menurut Jones et al. (1991) dalam Hanafiah (2005) bahwa kadar unsur hara
essensial makro dan mikro pada tanaman secara berurutan dari kadar tertinggi
sampai dengan terendah berdasarkan perbandingan bobot kering adalah sebagai
berikut:
(1) Karbon (45%) hampir sama dengan nomor (2)
(2) Hidrogen (45%)
(3) Oksigen (6%)
(4) Nitrogen (1,5%)
(5) Kalium (1,0%)
(6) Kalsium (0,5%)
(7) Fosfor (0,2%) hampir sama dengan nomor (8)
(8) Magnesium (0,2%)
(9) Belerang (0,1%)
(10) Klor (100 mg/kg) hampir sama dengan nomor (9)
(11) Besi (100 mg/kg)
(12) Boron (50 mg/kg)
(13) Mangan (20 mg/kg) hampir sama dengan nomor (14)
(14) Seng (20 mg/kg)
(15) Tembaga (6 mg/kg)
(16) Molibdenum (0,1 mg/kg).

Tugas Perhitungan Kebutuhan Kapur


Carilah data analisis tanah lengkap dari suatu lokasi penelitian, kemudian hitunglah
kebutuhan kapur apabila digunakan untuk budidaya tanaman yang saudara inginkan.
Perhitungan kebutuhan kapur dilakukan dengan menggunakan:
1. Metode Al-dd tanah
2. Metode hubungan antara pH tanah, KTK dan Kejenuhan Basa.
Tugas dikumpul paling lambat hari Kamis 27 Maret 2008 saat Praktikum
dikumpulkan secara kolektif kepada asisten.
Sifat Kimia Tanah
Beberapa sifat kimia tanah yang penting diketahui, meliputi:
(a) reaksi tanah atau pH tanah,
(b) koloid tanah,
(c) kandungan C-organik tanah,
(d) N-total tanah,
(e) C/N tanah,
(f) P-total tanah,
(g) P-tersedia tanah,
(h) kation-kation basa tanah, meliputi: K, Na, Ca, dan Mg,
(i) kation asam tanah, meliputi: Al, Fe dan H,
(j) kapasitas tukar kation total tanah atau KTK-total tanah,
(k) kapasitas tukar kation efektif tanah atau KTK-efektif tanah,
(l) kejenuhan basa tanah (%),
(m) kejenuhan aluminium tanah (%), dan
(n) kandungan bahan organik tanah.
Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Bagian I)
Berdasarkan Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (1987), bahwa
sebagian besar kriteria status sifat kimia tanah dikelompokkan kedalam lima
kategori, yaitu:
(1) sangat rendah,
(2) rendah,
(3) sedang,
(4) tinggi, dan
(5) sangat tinggi.

Karbon atau C-organik Tanah


Nilai prosentase karbon dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk C(%) <1,00,
(2) rendah untuk C(%) berkisar antara 1,00 s/d 2,00,
(3) sedang untuk C(%) berkisar antara 2,01 s/d 3,00,
(4) tinggi untuk C(%) berkisar antara 3,01 s/d 5,00 dan
(5) sangat tinggi untuk C(%) lebih dari 5,00.

Nitrogen Tanah
Nilai prosentase nitrogen dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk N(%) <0,10,
(2) rendah untuk N(%) berkisar antara 0,10 s/d 0,20,
(3) sedang untuk N(%) berkisar antara 0,21 s/d 0,50,
(4) tinggi untuk N(%) berkisar antara 0,51 s/d 0,75 dan
(5) sangat tinggi untuk N(%) lebih dari 0,75.

C/N Ratio
Nilai C/N dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk C/N < 5,
(2) rendah untuk C/N berkisar antara 5 s/d 10,
(3) sedang untuk C/N berkisar antara 11 s/d 15,
(4) tinggi untuk C/N berkisar antara 16 s/d 25 dan
(5) sangat tinggi untuk C/N lebih dari 25.

P2O5 metode HCl


Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode HCl, dikelompokkan dalam
lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk mg P2O5/100 g tanah < 10,
(2) rendah untuk mg P2O5/100 g tanah berkisar antara 10 s/d 20,
(3) sedang untuk mg P2O5/100 g tanah berkisar antara 21 s/d 40,
(4) tinggi untuk mg P2O5/100 g tanah berkisar antara 41 s/d 60 dan
(5) sangat tinggi untuk mg P2O5/100 g tanah lebih dari 60.

P2O5 metode Bray I


Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode Bray I, dikelompokkan dalam
lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk ppm P2O5 < 10,
(2) rendah untuk ppm P2O5 berkisar antara 10 s/d 15,
(3) sedang untuk ppm P2O5 berkisar antara 16 s/d 25,
(4) tinggi untuk ppm P2O5 berkisar antara 26 s/d 35 dan
(5) sangat tinggi untuk ppm P2O5 lebih dari 35.

P2O5 Olsen
Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode Olsen, dikelompokkan dalam
lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk ppm P2O5 < 10,
(2) rendah untuk ppm P2O5 berkisar antara 10 s/d 25,
(3) sedang untuk ppm P2O5 berkisar antara 26 s/d 45,
(4) tinggi untuk ppm P2O5 berkisar antara 46 s/d 60 dan
(5) sangat tinggi untuk ppm P2O5 lebih dari 60.
Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Bagian II)
K2O HCl 25%
Nilai K2O (mg/100g) dalam tanah yang terukur dengan metode HCl 25%,
dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk mg K2O/100 g tanah < 10,
(2) rendah untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 10 s/d 20,
(3) sedang untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 21 s/d 40,
(4) tinggi untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 41 s/d 60 dan
(5) sangat tinggi untuk mg K2O/100 g tanah lebih dari 60.

KTK (Kapasitas Tukar Kation)


Nilai KTK tanah (mg/100g) dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai KTK (mg/100 g) < 5,
(2) rendah untuk nilai KTK (mg/100 g) berkisar antara 5 s/d 16,
(3) sedang untuk nilai KTK (mg/100 g) berkisar antara 17 s/d 24,
(4) tinggi untuk nilai KTK (mg/100 g) berkisar antara 25 s/d 40, dan
(5) sangat tinggi untuk nilai KTK (mg/100g) > 40.

Susunan Kation (K-dd, Na-dd, Mg-dd, dan Ca-dd): 

K-dd (me/100g)
Nilai Kalium dapat ditukar atau K-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan dalam
lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai K-dd (mg/100 g) < 0,1,
(2) rendah untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,1 s/d 0,2,
(3) sedang untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,3 s/d 0,5,
(4) tinggi untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,6 s/d 1,0, dan
(5) sangat tinggi untuk nilai K-dd (mg/100g) > 1,0.

Na-dd (me/100g)
Nilai Natrium dapat ditukar atau Na-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan
dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai Na-dd (mg/100 g) < 0,1,
(2) rendah untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,1 s/d 0,3,
(3) sedang untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,4 s/d 0,7,
(4) tinggi untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,8 s/d 1,0, dan
(5) sangat tinggi untuk nilai Na-dd (mg/100g) > 1,0.
Mg-dd (me/100g)
Nilai Magnesium dapat ditukar atau Mg-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan
dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) < 0,4,
(2) rendah untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,4 s/d 0,1,
(3) sedang untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 1,1 s/d 2,0,
(4) tinggi untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 2,1 s/d 8,0 dan
(5) sangat tinggi untuk nilai Mg-dd (mg/100g) > 8,0.

Ca-dd (me/100g)
Nilai Kalsium dapat ditukar atau Ca-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan
dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) < 2,
(2) rendah untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 2 s/d 5,
(3) sedang untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 6 s/d 10,
(4) tinggi untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 11 s/d 20 dan
(5) sangat tinggi untuk nilai Ca-dd (mg/100g) > 20.

Kejenuhan Basa (%)


Nilai prosentase kejenuhan basa tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk Kej. Basa (%) < 20,
(2) rendah untuk Kej. Basa (%) berkisar antara 20 s/d 35,
(3) sedang untuk Kej. Basa (%) berkisar antara 36 s/d 50,
(4) tinggi untuk Kej. Basa (%) berkisar antara 51 s/d 70 dan
(5) sangat tinggi untuk Kej. Basa (%) lebih dari 70.

Kejenuhan Aluminium (%)


Nilai prosentase kejenuhan aluminium tanah dikelompokkan dalam lima kategori
berikut:
(1) sangat rendah untuk Kej. Al (%) < 10,
(2) rendah untuk Kej. Al (%) berkisar antara 10 s/d 20,
(3) sedang untuk Kej. Al (%) berkisar antara 21 s/d 30,
(4) tinggi untuk Kej. Al (%) berkisar antara 31 s/d 60 dan
(5) sangat tinggi untuk Kej. Al (%) lebih dari 60.

Kemasaman Tanah (pH)


Pengelompokan kemasaman tanah berbeda dengan pengelompokkan terhadap sifat
kimia tanah lain, karena untuk kemasaman tanah (pH) dikelompokkan dalam enam
kategori berikut:
(1) sangat masam untuk pH tanah < 4,5
(2) masam untuk pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5
(3) agak masam untuk pH tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5 
(4) netral untuk pH tanah berkisar antara 6,6 s/d 7,5
(5) agak alkalis untuk pH tanah berkisar antara 7,6 s/d 8,5
(6) alkalis untuk pH tanah > 8,5.

Mekanisme Penyerapan Hara


Unsur hara dapat tersedia disekitar akar melalui 3 mekanisme penyediaan unsur hara,
yaitu: (1) aliran massa, (2) difusi, dan (3) intersepsi akar. Hara yang telah berada
disekitar permukaan akar tersebut dapat diserap tanaman melalui dua proses, yaitu:
(1) Proses Aktif, yaitu: proses penyerapan unsur hara dengan energi aktif atau proses
penyerapan hara yang memerlukan adanya energi metabolik, dan 
(2) Proses Selektif, yaitu: proses penyerapan unsur hara yang terjadi secara selektif.

Proses Aktif:
Proses penyerapan unsur hara dengan energi aktif dapat berlangsung apabila tersedia
energi metabolik. Energi metabolik tersebut dihasilkan dari proses pernapasan akar
tanaman. Selama proses pernapasan akar tanaman berlangsung akan dihasilkan
energi metabolik dan energi ini mendorong berlangsungnya penyerapan unsur hara
secara proses aktif. Apabila proses pernapasan akar tanaman berkurang akan
menurunkan pula proses penyerapan unsur hara melalui proses aktif. Bagian akar
tanaman yang paling aktif adalah bagian dekat ujung akar yang baru terbentuk dan
rambut-rambut akar. Bagian akar ini merupakan bagian yang melakukan kegiatan
respirasi (pernapasan) terbesar. 
Proses Selektif:
Bagian terluar dari sel akar tanaman terdiri dari: (1) dinding sel, (2) membran sel, (3)
protoplasma. Dinding sel merupakan bagian sel yang tidak aktif. Bagian ini
bersinggungan langsung dengan tanah. Sedangkan bagian dalam terdiri dari
protoplasma yang bersifat aktif. Bagian ini dikelilingi oleh membran. Membran ini
berkemampuan untuk melakukan seleksi unsur hara yang akan melaluinya. Proses
penyerapan unsur hara yang melalui mekanisme seleksi yang terjadi pada membran
disebut sebagai proses selektif. 
Proses selektif terhadap penyerapan unsur hara yang terjadi pada membran
diperkirakan berlangsung melalui suatu carrier (pembawa). Carrier (pembawa) ini
bersenyawa dengan ion (unsur) terpilih. Selanjutnya, ion (unsur) terpilih tersebut
dibawa masuk ke dalam protoplasma dengan menembus membran sel.
Mekanisme penyerapan ini berlangsung sebagai berikut:
(1) Saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk kation (K+, Ca2+, Mg2+,
dan NH4+) maka dari akar akan dikeluarkan kation H+ dalam jumlah yang setara,
serta
(2) Saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk anion (NO3-, H2PO4-,
SO4-) maka dari akar akan dikeluarkan HCO3- dengan jumlah yang setara.
Bahan Organik Tanah
Tanah tersusun dari: (a) bahan padatan, (b) air, dan (c) udara. Bahan padatan tersebut
dapat berupa: (a) bahan mineral, dan (b) bahan organik. Bahan mineral terdiri dari
partikel pasir, debu dan liat. Ketiga partikel ini menyusun tekstur tanah. Bahan
organik dari tanah mineral berkisar 5% dari bobot total tanah. Meskipun kandungan
bahan organik tanah mineral sedikit (+5%) tetapi memegang peranan penting dalam
menentukan Kesuburan Tanah.
Definisi Bahan Organik 
Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang
sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil
humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk
juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya.

Sumber Bahan Organik Tanah


Bahan organik tanah dapat berasal dari: 
(1) sumber primer, yaitu: jaringan organik tanaman (flora) yang dapat berupa: (a)
daun, (b) ranting dan cabang, (c) batang, (d) buah, dan (e) akar.
(2) sumber sekunder, yaitu: jaringan organik fauna, yang dapat berupa: kotorannya
dan mikrofauna.
(3) sumber lain dari luar, yaitu: pemberian pupuk organik berupa: (a) pupuk
kandang, (b) pupuk hijau, (c) pupuk bokasi (kompos), dan (d) pupuk hayati.
Komposisi Biokimia Bahan Organik
Menurut Waksman (1948) dalam Brady (1990) bahwa biomass bahan organik yang
berasal dari biomass hijauan, terdiri dari: (1) air (75%) dan (2) biomass kering
(25%). 

Komposisi biokimia bahan organik dari biomass kering tersebut, terdiri dari:
(1) karbohidrat (60%),
(2) lignin (25%),
(3) protein (10%),
(4) lemak, lilin dan tanin (5%).

Karbohidrat penyusun biomass kering tersebut, terdiri dari: 


(1) gula dan pati (1% -s/d- 5%),
(2) hemiselulosa (10% -s/d- 30%), dan
(3) selulosa (20% -s/d- 50%).

Berdasarkan kategori unsur hara penyusun biomass kering, terdiri dari:


(1) Karbon (C = 44%),
(2) Oksigen (O = 40%),
(3) Hidrogen (H = 8%), dan
(4) Mineral (8%).

Dekomposisi Bahan Organik 


Proses dekomposisi bahan organik melalui 3 reaksi, yaitu:
(1) reaksi enzimatik atau oksidasi enzimatik, yaitu: reaksi oksidasi senyawa
hidrokarbon yang terjadi melalui reaksi enzimatik menghasilkan produk akhir berupa
karbon dioksida (CO2), air (H2O), energi dan panas.
(2) reaksi spesifik berupa mineralisasi dan atau immobilisasi unsur hara essensial
berupa hara nitrogen (N), fosfor (P), dan belerang (S).
(3) pembentukan senyawa-senyawa baru atau turunan yang sangat resisten berupa
humus tanah. 

Berdasarkan kategori produk akhir yang dihasilkan, maka proses dekomposisi bahan
organik digolongkan menjadi 2, yaitu:
(1) proses mineralisasi, dan
(2) proses humifikasi.

Proses mineralisasi terjadi terutama terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa


yang tidak resisten, seperti: selulosa, gula, dan protein. Proses akhir mineralisasi
dihasilkan ion atau hara yang tersedia bagi tanaman.
Proses humifikasi terjadi terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa yang
resisten, seperti: lignin, resin, minyak dan lemak. Proses akhir humifikasi dihasilkan
humus yang lebih resisten terhadap proses dekomposisi. 
Urutan kemudahan dekomposisi dari berbagai bahan penyusun bahan organik tanah
dari yang terdekomposisi paling cepat sampai dengan yang terdekomposisi paling
lambat, adalah sebagai berikut:
(1) gula, pati, dan protein sederhana,
(2) protein kasar (protein yang leih kompleks),
(3) hemiselulosa,
(4) selulosa,
(5) lemak, minyak dan lilin, serta
(6) lignin.

Humus
Humus dapat didefinisikan sebagai senyawa kompleks asal jaringan organik tanaman
(flora) dan atau fauna yang telah dimodifikasi atau disintesis oleh mikrobia, yang
bersifat agak resisten terhadap pelapukan, berwarna coklat, amorfus (tanpa
bentuk/nonkristalin) dan bersifat koloidal.
Ciri-Ciri Humus
Beberapa ciri dari humus tanah sebagai berikut:
(1) bersifat koloidal (ukuran kurang dari 1 mikrometer), karena ukuran yang kecil
menjadikan humus koloid ini memiliki luas permukaan persatuan bobot lebih tinggi,
sehingga daya jerap tinggi melebihi liat. KTK koloid organik ini sebesar 150 s/d 300
me/100 g yang lebih tinggi daripada KTK liat yaitu 8 s/d 100 me/100g. Humus
memiliki daya jerap terhadap air sebesar 80% s/d 90% dan ini jauh lebih tinggi
daripada liat yang hanya 15% s/d 20%. Humus memiliki gugus fungsional karboksil
dan fenolik yang lebih banyak. 
(2) daya kohesi dan plastisitas rendah, sehingga mengurangi sifat lekat tanah dan
membantu granulasi aggregat tanah.
(3) Tersusun dari lignin, poliuronida, dan protein kasar.
(4) berwarna coklat kehitaman, sehingga dapat menyebabkan warna tanah menjadi
gelap. 

Peranan Bahan Organik Terhadap Tanah


Bahan organik dapat berpengaruh terhadap perubahan terhadap sifat-sifat tanah
berikut:
(1) sifat fisik tanah,(2) sifat kimia tanah, dan
(3) sifat biologi tanah.

Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat fisik tanah, meliputi:


(1) stimulan terhadap granulasi tanah,
(2) memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah,
(3) menurunkan plastisitas dan kohesi tanah,
(4) meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan,
kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil,
(5) mempengaruhi warna tanah menjadi coklat sampai hitam,
(6) menetralisir daya rusak butir-butir hujan,
(7) menghambat erosi, dan
(8) mengurangi pelindian (pencucian/leaching).

Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat kimia tanah, meliputi:


(1) meningkatkan hara tersedia dari proses mineralisasi bagian bahan organik yang
mudah terurai,
(2) menghasilkan humus tanah yang berperanan secara koloidal dari senyawa sisa
mineralisasi dan senyawa sulit terurai dalam proses humifikasi,
(3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah 30 kali lebih besar ketimbang
koloid anorganik, 
(4) menurunkan muatan positif tanah melalui proses pengkelatan terhadap mineral
oksida dan kation Al dan Fe yang reaktif, sehingga menurunkan fiksasi P tanah, dan
(5) meningkatkan ketersediaan dan efisiensi pemupukan serta melalui peningkatan
pelarutan P oleh asam-asam organik hasil dekomposisi bahan organik.

Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat biologi tanah, meliputi:


(1) meningkatkan keragaman organisme yang dapat hidup dalam tanah (makrobia
dan mikrobia tanah), dan 
(2) meningkatkan populasi organisme tanah (makrobia dan mikrobia tanah)

Peningkatan baik keragaman mupun populasi berkaitan erat dengan fungsi bahan
organik bagi organisme tanah, yaitu sebagai:
(1) bahan organik sebagai sumber energi bagi organisme tanah terutama organisme
tanah heterotropik, dan
(2) bahan organik sebagai sumber hara bagi organisme tanah
Mekanisme Penyediaan Unsur Hara untuk Tanaman
Beberapa Unsur Hara Yang Dibutuhkan Tanaman
Selama masa pertumbuhan dan perkembangan, tanaman membutuhkan beberapa unsur
hara yang meliputi: Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P),
Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Belerang (S), Besi (Fe), Mangan (Mn),
Boron (B), Mo, Tembaga (Cu), Seng (Zn) dan Klor (Cl). Unsur hara tersebut tergolong
unsur hara Essensial. Unsur hara essensial ini berdasarkan jumlah kebutuhannya bagi
tanaman, dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) unsur hara yang diperlukan tanaman
dalam jumlah besar disebut Unsur Hara Makro, dan (2) unsur hara yang diperlukan
tanaman dalam jumlah kecil disebut Unsur Hara Mikro. Unsur hara makro meliputi: N,
P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro meliputi: Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, dan Cl.

Mekanisme Penyediaan Unsur Hara


Penyediaan unsur hara untuk tanaman terdiri dari tiga kategori, yaitu: (1) tersedia dari
udara, (2) tersedia dari air yang diserap akar tanaman, dan (3) tersedia dari tanah.
Beberapa unsur hara yang tersedia dalam jumlah cukup dari udara adalah: (a) Karbon
(C), dan (b) Oksigen (O), yaitu dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Unsur hara yang
tersedia dari air (H2O) yang diserap adalah: hidrogen (H), karena oksigen dari molekul
air mengalami proses oksidasi dan dibebaskan ke udara oleh tanaman dalam bentuk
molekul oksigen (O2). Sedangkan untuk unsur hara essensial lain yang diperlukan
tanaman tersedia dari dalam tanah.
Mekanisme penyediaan unsur hara dalam tanah melalui tiga mekanisme, yaitu:
1. Aliran Massa (Mass Flow)
2. Difusi
3. Intersepsi Akar
Mekanisme Aliran Massa
Mekanisme aliran massa adalah suatu mekanisme gerakan unsur hara di dalam tanah
menuju ke permukaan akar bersama-sama dengan gerakan massa air. Selama masa
hidup tanaman mengalami peristiwa penguapan air yang dikenal dengan peristiwa
transpirasi. Selama proses transpirasi tanaman berlangsung, terjadi juga proses
penyerapan air oleh akar tanaman. Pergerakan massa air ke akar tanaman akibat
langsung dari serapan massa air oleh akar tanaman terikut juga terbawa unsur hara yang
terkandung dalam air tersebut. Peristiwa tersedianya unsur hara yang terkandung dalam
air ikut bersama gerakan massa air ke permukaan akar tanaman dikenal dengan
Mekanisme Aliran Massa. Unsur hara yang ketersediaannya bagi tanaman melalui
mekanisme ini meliputi: nitrogen (98,8%), kalsium (71,4%), belerang (95,0%), dan Mo
(95,2%).
Mekanisme Difusi
Ketersediaan unsur hara ke permukaan akar tanaman, dapat juga terjadi karena melalui
mekanisme perbedaan konsentrasi. Konsentrasi unsur hara pada permukaan akar
tanaman lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi hara dalam larutan tanah dan
konsentrasi unsur hara pada permukaan koloid liat serta pada permukaan koloid organik.
Kondisi ini terjadi karena sebagian besar unsur hara tersebut telah diserap oleh akar
tanaman. Tingginya konsentrasi unsur hara pada ketiga posisi tersebut menyebabkan
terjadinya peristiwa difusi dari unsur hara berkonsentrasi tinggi ke posisi permukaan
akar tanaman. Peristiwa pergerakan unsur hara yang terjadi karena adanya perbedaan
konsentrasi unsur hara tersebut dikenal dengan mekanisme penyediaan hara secara
difusi. Beberapa unsur hara yang tersedia melalui mekanisme difusi ini, adalah: fosfor
(90,9%) dan kalium (77,7%). 
Mekanisme Intersepsi Akar
Mekanisme intersepsi akar sangat berbeda dengan kedua mekanisme sebelumnya.
Kedua mekanisme sebelumnya menjelaskan pergerakan unsur hara menuju ke akar
tanaman, sedangkan mekanisme ketiga ini menjelaskan gerakan akar tanaman yang
memperpendek jarak dengan keberadaan unsur hara. Peristiwa ini terjadi karena akar
tanaman tumbuh dan memanjang, sehingga memperluas jangkauan akar tersebut.
Perpanjangan akar tersebut menjadikan permukaan akar lebih mendekati posisi dimana
unsur hara berada, baik unsur hara yang berada dalam larutan tanah, permukaan koloid
liat dan permukaan koloid organik. Mekanisme ketersediaan unsur hara tersebut dikenal
sebagai mekanisme intersepsi akar. Unsur hara yang ketersediaannya sebagian besar
melalui mekanisme ini adalah: kalsium (28,6%).

Sifat Kimia Tanah


Komponen Aktif Tanah
Tekstur tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir, debu dan liat. Ketiga
komponen tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya yang berbeda. Partikel pasir
berukuran antara 200 mikrometer sampai dengan 2000 mikrometer. Partikel debu
berukuran antara 2 mikrometer sampai dengan kurang dari 200 mikrometer. Partikel
liat berukuran kurang dari 2 mikrometer. Makin halus ukuran partikel penyusun
tanah tersebut akan memiliki luas permukaan partikel per satuan bobot makin luas.
Partikel tanah yang memiliki permukaan yang lebih luas memberi kesempatan yang
lebih banyak terhadap terjadinya reaksi kimia. Partikel liat persatuan bobot memiliki
luas permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan kedua partikel penyusun
tekstur tanah lain (seperti: debu dan pasir). Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada
permukaan patikel liat lebih banyak daripada yang terjadi pada permukaan partikel
debu dan pasir persatuan bobot yang sama. Dengan demikian, partikel liat adalah
komponen tanah yang paling aktif terhadap reaksi kimia, sehingga sangat
menentukan sifat kimia tanah dan mempengaruhi kesuburan tanah.

Beberapa Sifat Kimia Tanah


Beberapa sifat kimia tanah yang penting untuk diketahui dan dipahami, meliputi: (1)
pH tanah, (2) kandungan karbon organik, (3) kandungan nitrogen, (4) rasio karbon
dan nitrogen (C/N), (5) kandungan fosfor tanah, terdiri dari: P-tersedia dan P-total
tanah, (6) kandungan kation basa dapat dipertukarkan, (7) kandungan kation asam,
(8) kejenuhan basa (KB), dan (9) kapasitas tukar kation (KTK), mencakup: KTK liat,
KTK tanah, KTK efektif, KTK muatan permanen dan KTK muatan tergantung pH
tanah, serta (10) kejenuhan aluminium.
Segitiga Tekstur

Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena
terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang
terkandung pada tanah (Badan Pertanahan Nasional). dari ketiga jenis fraksi tersebut
partikel pasir mempunyai ukuran diameter paling besar yaitu 2 – 0.05 mm, debu
dengan ukuran 0.05 – 0.002 mm dan liat dengan ukuran < 0.002 mm (penggolongan
berdasarkan USDA). keadaan tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap keadaan
sifat2 tanah yang lain seperti struktur tanah, permeabilitas tanah, porositas dan lain2.

segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan kelas2 testur tanah. ada
12 kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah
tersebut. misalkan hasil analisis lab menyatakan bahwa persentase pasir (X) 32%, liat
(Y) 42% dan debu (Z) 26%, berdasarkan diagram segitiga tekstur maka tanah
tersebut masuk kedalam golongan tanah bertekstur Liat (clay) (klik gambar untuk
memperbesar). seandainya hasil analisis lab menunjukkan persentase pasir 35%, liat
21% dan debu 44%, apa jenis tekstur tanahnya. Ditunjukan pada gambar dibwah.
Kejenuhan Basa menunjukkan perbandingan jumlah kation basa dengan jumlah
seluruh kation yang terikat pada kation tanah dalam satuan persen. Antara persentase
kejenuhan basa dan pH tanah terdapat korelasi yang nyata. Penurunan kejenuhan
basa akan diikuti dengan penurunan nilai pH. Penurunan kejenuhan basa diakibatkan
oleh menurun atau hilangnya kalsium (Ca2+) atau ka-tion basa lain (K+, Mg2+,
Na+). Akibatnya pH tanah juga mengalami penurunan ka-rena kation basa digantikan
oleh hidrogen dan aluminium. Kation basa adalah un-sur hara yang diperlukan
tanaman dan sangat mudah tercuci oleh aliran air se-hingga tanah yang mempunyai
kejenuhan basa yang tinggi menunjukkan keterse-diaan hara yang tinggi. Artinya,
tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian .
Nilai kejenuhan basa (KB) tanah merupakan presentase dari total KTK yang
diduduki oleh kation-kation basa yaitu Ca, Mg, Na, dan K terhadap jumlah total
kation yan diikat dan dapat dipertukarkan oleh koloid 
Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergatung pada tingkat
kejenuhan basa. Suatu tanah dikatakan subur apabila kejenuhan basanya lebih atau
sama dengan 80% dan tidak subur apabila kejenuhan basanya kurang dari 50% dan
apabila diantara 50%-80% (Kim H, 1991).
Indikasi tingkat kesuburan tanah dapat dilihat dari besarnya presentase kejenuhan
basa. Makin besar nilai KB suatu lahan maka unsur hara esensiall lebih tersedia dan
mudah dimanfaatkan bagi suatu tanaman .
Terdapat korelasi positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya, terlihat
bahwa kejenuhan basa tinggi apabila pH tinggi. Oleh karena itu, tanah-tanah daerah
iklim kering (arid) biasanya memiliki kejenuhan basa yang lebih tinggi daripada
tanah-tanah yang beriklim basah. Kejenuhan basa yang rendah berarti terdapat
banyak ion H+
D. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan
1. Sifat kimiawi tanah dapat ditakrifkan sebagai keseluruahan reaksi
fisikokimia dan kimia berlangsung antarpenyusun dan antara penyusun
tanah dan bahan yang ditambahkan kepada tanah in situ.
2. Sifat fisik tanah merujuk kepada tabiat dan perilaku mekanik, termal, optic,
koloidal, dan hidrologi tanah.
3. Sifat-sifat fisik tanah ditentukan oleh :
 Ukuran dan komposisi partikel-partikel hasil pelapukan bahan penyusun
tanah
 Jenis dan proporsi komponen-komponen penyusun partikel-partikel ini
 Keseimbangan antara suplai air, energi dan bahan dengan
kehilangannya, dan
 Intensitas reaksi kimiawi dan biologis yang telah atau sedang
berlangsung
4. Bahan tanah tersusun atas empat komponen, yaitu bahan padat mineral,
bahan padat organik, air, dan udara.
5. Pelapukan mengunjuk pada disintegrasi dan perubahan batuan dan mineral
oleh  proses-proses fisik dan kimia
6. Perkembangan pH tanah secara alami tergantung kepada banyak faktor, dua
diantaranya yang sangat penting hádala hujan dan jenis vegetasi.

B. Saran
Di dalam praktikum sifat fisik dan kimia tanah ini diharapkan para praktikan
dapat mengetahui dengan baik cara membagi petak lahan tersebut dan mengamati
tanaman mana yang pertumbuhannya baik serta dalam pemberian pupuk pada
masing-masing petak juga memerlukan ketelitian agar praktikum ini dapat berhasil.
DAFTAR PUSTAKA

Djakfar, Z.R, Dartius, Ardi, Suryati, D, Yuliadi, E, Hadiyono, Sjofyan, Y, Aswad,


M, dan Sagiman, S. 1990. Dasar-dasar Agronomi. Palembang : BKS-B
USAID.
Fitter, A.H, dan Hay, R.K.M. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Lakitan, B. 2000. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Untung, K. 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Jakarta : Universitas
Gajah Mada.
Tjitrosomo, S.S., Kusumaningrat, T., Sunarso, H., Mondong, R., Sudiato A. 1983.
Botani Umum I. Bandung : Angkasa Bandung.
Oren L Justice dan Louis N Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih.
Jakarta : raja Grafindo Persada.
Suhardi. 2007. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Jakarta : Kanisius.
Setiawan, Asep dan Wahju Qamara Mugnisyah. 1995. Pengantar Produksi Benih.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
J. Vink, G. 1984. Dasar-Dasar Usaha Tani di Indonesia. Jakarta : Yayasan Odor
Indonesia

You might also like