Professional Documents
Culture Documents
2009
DAFTAR ISI
IDENTIFIKASI
3
4
Kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara (ibukota Tarutung), Kabupaten Toba Samosir
(ibukota Balige), Kabupaten Samosir (ibukota Pangururan), Kabupaten Humbang (ibukota
Siborong-borong), Kabupaten Humbang Hasundutan (ibukota Dolok Sanggul).
Sub suku Batak Karo mayoritas berdiam di Kabupaten Karo dengan ibukota Kabanjahe,
namun sebagian juga tersebar di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang. Mereka yang bermukim di
wilayah Kabupaten Karo kerap disebut sebagai Karo Gunung, sementara yang di Kab. Langkat
dan Deli Serdang kerap disebut dengan Karo Langkat.
Sub suku Batak Alas bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Populasi mereka meningkat paska Perang Aceh dimana pada masa
perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda, suku Batak Toba selalu mengirimkan bala
bantuan. Setelah perang usai, mereka banyak yang bermukim di wilayah Aceh Tenggara.
Sub suku Batak Pakpak terdiri atas 5 sub Pakpak yaitu Pakpak Kelasen, Pakpak Simsim,
Pakpak Boang, Pakpak Pegagan, bermukim di wilayah Kabupaten Dairi yang kemudian
dimekarkan pada tahun 2004 menjadi dua kabupaten yakni: Kabupaten Dairi (ibukota
Sidikalang)dan Kabupaten Pakpak Bharat (ibukota Salak). Suku Batak Pakpak juga berdomisili
di wilayah Parlilitan yang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan dan wilayah
Manduamas yang merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah.Suku Pakpak yang tinggal
diwalayah tersebut menamakan diri sebagai Pakpak Kelasan. Dalam jumlah yang sedikit, suku
Pakpak juga bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam.
Sub suku Batak Simalungun mayoritas bermukim di wilayah Kabupaten Simalungun
(ibukota Pematang Siantar) namun dalam jumlah yang lebih kecil juga bermukim di kabupaten
Serdang Bedagai dan Kabupaten Asahan.
Sub suku Batak Mandailing dan Angkola bermukim di wilayah Kabupaten Tapanuli
Selatan (ibukota Padang Sidempuan) dan Kabupaten Mandailing Natal (sering disingkat dengan
Madina dengan ibukota Penyabungan). Kabupaten ini berdiri sejak tahun 1999 setelah dimekarkan
dari Kabupaten Tapsel. Sementara itu, Kabupaten Tapanuli Tengah (ibukota Sibolga) sejak dulu
tidak didominasi oleh salah satu sub suku batak. Populasi Batak Toba cukup banyak ditemui di
daerah ini, demikian juga dengan Batak Angkola dan Mandailing. Dalam jumlah yang kecil,
Batak Pakpak juga bermukim di daerah ini khususnya Kota Barus. Hal ini dimungkinkan karena
Tapanuli Tengah terletak di tepi Samudera Hindia yang menjadikannya sebagai pintu masuk dan
keluar untuk melakukan hubungan dagang dengan dunia internasional. Salah satu kota terkenal
yang menjadi bandar internasional yang mencapai kegemilangannya sekitar abad 5 SM-7 SM
adalah Kota Barus.
6
MATA PENCAHARIAN
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladangLahan didapat dari
pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mendapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya.
Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Perternakan juga salah satu mata
pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek.
Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga
berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan
pariwisata.
7
BAB III
8
9
hari, kekerabatan (partuturon ) adalah kunci pelaksanaan dari falsafah hidupnya, Boraspati (
digambarkan dengan dua ekor cecak/cicak, saling berhadapan, yang menempel di kiri-kanan
Ruma Gorga/Sopo/Rumah Batak ). Kekerabatan itu pula yang menjadi semacam
tonggakagunguntukmempersatukan hubungan darah, menentukan sikap kita untuk
memperlakukan orang lain dengan baik ( nice attitude ).
Ada tiga bagian kekerabatan, dinamakan ” Dalihan Na Tolu ”. Adapun isi :
1. Manat mardongan tubu = hati-hati bersikap terhadap dongan tubu
2. Elek marboru = memperlakukan semua perempuan dengan kasih
3. Somba marhulahula = menghormati pihak keluarga perempuan
Yang dimaksud dengan dongan tubu ( sabutuha ) :
1. Dongan sa-ama ni suhut = saudara kandung
2. Paidua ni suhut ( ama martinodohon ) = keturunan Bapatua/Amanguda
3. Hahaanggi ni suhut / dongan tubu ( ompu martinodohon ) = se-marga, se-kampung
4. Bagian panamboli ( panungkun ) ni suhut = kerabat jauh
5. Dongan sa-marga ni suhut = satu marga
6. Dongan sa-ina ni suhut = saudara beda ibu
7. Dongan sapadan ni marga ( pulik marga ), mis : Tambunan dengan Tampubolon ( Padan
marga akan saya tuliskan juga nanti, lengkap dengan „Padan na buruk‟ =sumpah Mistis
jaman dulu yang menyebabkan beberapa marga berselisih, hewan dengan marga, kutukan
yang abadi, dimana hingga saat ini tetap ada tak berkesudahan )
Yang dimaksud dengan boru :
1. Iboto dongan sa-ama ni suhut = ito kandung kita
2. Boru tubu ni suhut = puteri kandung kita
3. Namboru ni suhut
4. Boru ni ampuan, i ma naro sian na asing jala jinalo niampuan di huta ni iba =
perempuan pendatang yang sudah diterima dengan baik di kampung kita.
5. Boru na gojong = ito, puteri dari Amangtua/Amanguda ataupun Ito jauh dari pihak
ompung yang se-kampung pula dengan pihak hulahula
6. Ibebere/Imbebere = keponakan perempuan
7. Boru ni dongan sa-ina dohot dongan sa-parpadanan = ito dari satu garis tarombo dan
perempuan dari marga parpadanan ( sumpah ).
8. Parumaen/maen = perempuan yang dinikahi putera kita, dan juga isteri dari semua
laki-laki yang memanggil kita „Amang‟.
Yang dimaksud dengan hulahula :
1. Tunggane dohot simatua = lae kita dan mertua.
2. Tulang
11
PRODUK BUDAYA
Rumah Adat
Rumah adat Siwaluh Jabu, rumah adat Batak Karo. Rumah ini bertiang tinggi dan satu
rumah biasanya dihuni atas satu keluarga besar yang terdiri dari 4 sampai 8 keluarga Batak. Di
dalam rumah tak ada sekatan satu ruangan lepas. Namun pembagian ruangan tetap ada, yakni di
batasi oleh garis-garis adat istiadat yang kuat, meski garis itu tak terlihat. Masing-masing
ruangan mempunyai nama dan siapa yang harus menempati ruangan tersebut, telah ditentukan
pula oleh adat. Urutan ruangan dalam rumah Siwaluh jabu adalah sebagai berikut :
Jabu bena kayu yaitu ruangan di depan sebelah kiri, didiami oleh pihak marga tanah dan
pendiri kampung. Ia merupakan pengulu atau pemimpin rumah tersebut.
Jabu sedapur bena kayu yaitu ruangan berikutnya yang satu dengan jabu bena kayu, juga
dinamai Sinenggel-ninggel. Ruang ini didiami oleh pihak Senina yakni saudara-
14
15
saudaranya yang bertindak sebagai wakil pemimpin rumah tersebut. Sedapat artinya satu
dapur, karena setaip 2 ruangan maka di depannya terdapat dapur yang dipakai untuk 2
keluarga.
Jabu ujung kayu, dinamai Jabu Sungkun Berita, didiami oleh anak Beru Toa, yang
bertugas memecahkan setiap masalah yang timbul.
Jabu sedapur ujung kayu yaitu ruangan sedapur dengan jabu ujung kayu, dinamai Jabu
Silengguri. Jabu ini didiami oleh anak beru dari jabu Sungkun Berita.
Jabu lepan bena kayu, yakni ruangan yang terletak berseberangan dengan jabu bena
kayu, dinamai jabu simengaloken didiami oleh Biak Senina.
Jabu sedapur lepan bena kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan bena kayu,
didiami oleh Senina Sepemeren atau Separiban.
Jabu lepan ujung kayu, didiami oleh Kalimbuh yaitu pihak pemberi gadis, ruangan ini
disebut Jabu Silayari.
Jabu sedapur lepan ujung kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan ujung
kayu. Ruangan ini didiami oleh Jabu Simalungun minum, didiami oleh Puang Kalimbuh
yaitu Kalimbuh dari jabu silayari. Kedudukan Kalimbuh ini cukup dihormati didalam
adat.
Umumnya di setiap rumah adat ini terdapat empat buah dapur yang masing-masing
digunakan oleh dua keluarga, yaitu oleh jabu-jabu yang bersebelahan. Tiap dapur terdiri dari lima
buah batu yang diletakkan sebagai tungku berbentuk dua segi tiga bertolak belakang. Segi tiga
tersebut melambangkan rukuh sitelu atau singkep sitelu yaitu tali pengikat antara tiga kelompok
keluarga. Kalimbuhu, senina dan anak beru atau Sebayak.
Dinding rumah dibuat miring, berpintu dan jendela yang terletak di atas balok keliling. Atap
rumah berbentuk segitiga dan bertingkat tiga, juga melembangkan rukut-sitelu. Pada setiap
puncak dan segitiga-segitiga terdapat kepala kerbau yang melambangkan kesejahteraan bagi keluarga
yang mendiaminya. Pinggiran atap sekeliling rumah di semua arah sama, menggambarkan
bahwa penghuni rumah mempunyai perasaan senasib sepenanggungan. Bagian atap yang
berbentuk segitiga terbuat dari anyaman bambu disebut lambe-lambe. Biasanya pada lambe-
lambe dilukiskan lambang pembuat dari sifat pemilik rumah tersebut, dengan warna tradisional
merah, putih dan hitam. Hiasan lainnya adalah pada kusen pintu masuk. Biasanya dihiasi
dengan ukiran telur dan panah. Tali-tali penginkat dinding yang miring disebut tali ret-ret,
terbuat dari ijuk atau rotan. Tali pengikat ini membentuk pola seperti cicak yang mempunyai 2
kepala saling bertolak belakang, maksudnya ialah cicak dikiaskan sebagai penjaga rumah, dan 2
kepala saling bertolak belakang melambangkan semua penghuni rumah mempunyai peranan yang
sama dan saling menghormati.
Rumah adat Siwaluh jabu yang selalu bertangga dengan jumlah anak tangga ganjil,
16
dihuni oleh keluarga di mana anak-anak tidur dengan orang tuanya sampai berumur 14 tahun. Bagi
anak laki-laki dewasa atau bujangan tidur di tempat lain yang disebut Jambur, begitu pula
tamu laki-laki. Jambur sebenarnya lumbung padi yang dipergunakan untuk tidur, bermusyawarah
dan istirahat para perempuan dan laki-laki.
Rumah adat Batak Toba yang disebut Rumah Bolon, berbentuk empat persegi panjang dan
kadang-kadang dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga batih. Untuk memasuki rumah harus menaiki
tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Bila orang
hendak masuk rumah Batak Toba harus menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang
melintang, hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah. Lantai rumah kadang-
kadang sampai 1,75 meter di atas tanah, dan bagian bawah dipergunakan untuk kandang babi,
ayam, dan sebagainya. Dahulu pintu masuk mempunyai 2 macam daun pintu, yaitu daun pintu
yang horizontal dan vertikal, tapi sekarang daun pintu yang horizontal tak dipakai lagi.
Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa kamar-kamar, walaupun
berdiam disitu lebih dari satu keluarga, tapi bukan berarti tidak ada pembagian ruangan, karena
dalam rumah adat ini pembagian ruangan dibatasi oleh adat mereka yang kuat. Ruangan di
belakang sudut sebelah kanan disebut jabu bong, yang ditempati oleh kepala rumah atau por
jabu bong, dengan isteri dan anak-anak yang masih kecil. Ruangan ini dahulu dianggap paling
keramat. Di sudut kiri berhadapan dengan Jabu bong disebut Jabu Soding diperuntukkan bagi
anak perempuan yang telah menikah tapi belum mempunyai rumah sendiri. Di sudut kiri depan
disebut Jabu Suhat, untuk anak laki-laki tertua yang sudah kawin dan di seberangnya disebut Tampar
Piring diperuntukkan bagi tamu.
Bila keluarga besar maka diadakan tempat di antara 2 ruang atau jabu yang
berdempetan, sehingga ruangan bertambah 2 lagi dan ruangan ini disebut Jabu Tonga-ronga ni jabu
rona. Tiap keluarga mempunyai dapur sendiri yang terletak di belakang rumah, berupa bangunan
tambahan. Di antara 2 deretan ruangan yakni di tengah-tengah rumah merupakan daerah netral
yang disebut telaga dan berfungsi sebagai tempat bermusyawarah. Bangunan lain yang mirip
dengan rumah adalah sapo yakni seperti rumah yang berasal dari lumbung tempat menyimpan,
kemudian didiami. Perbedaannya dengan rumah adalah : Dopo berlantai dua, hanya mempunyai satu
baris tiang-tiang depan dan ruangan bawah terbuka tanpa dinding berfungsi untuk musyawarah,
menerima orang asing dan tempat bermain musik. Pada bagian depan rumah adat terdapat hiasan-
hiasan dengan motif garis geografis dan spiral serta hiasan berupa susu wanita yang disebut adep-
adep. Hiasan ini melambangkan sumber kesuburan kehidupan dan lambang kesatuan.
Rumah yang paling banyak hiasan-hiasannya disebut Gorga. Hiasan lainnya bermotif
pakis disebut nipahu, dan rotan berduri disebut mardusi yang terletak di dinding atas pintu
masuk.
Pada sudut-sudut rumah terdapat hiasan Gajah dompak, bermotif muka binatang,
mempunyai maksud sebagai penolak bala. Begitu pula hiasan bermotif binatang cicak, kepala singa
17
yang dimaksudkan untuk menolak bahaya seperti guna-guna dari luar. Hiasan ini ada yang berupa
ukiran kemudian diberi warna, ada pula yang berupa gambaran saja. Warna yang digunakan selalu
hitam, putih dan merah.
Semua rumah adat tersebut di atas bahannya dari kayu baik untuk tiang, lantai serta
kerangka rumah berikut pintu dan jendela, sedangkan atap rumah terbuat dari seng. Dianjungan
Sumatera Utara, rumah-rumah adat yang ditampilkan mengalami sedikit perbedaan dengan rumah
adat yang asli di daerahnya. Hal ini disesuaikan dengan kegunaan dari kepraktisan belaka,
misalnya tiang-tiang rumah yang seharusnya dari kayu, banyak diganti dengan tiang beton.
kemudian fungsi ruangan di samping untuk keperluan ruang kantor yang penting adalah untuk ruang
pameran benda-benda kebudayaan serta peragaan adat istiadat dari delapan puak suku di
Sumatera Utara. Benda-benda tersebut meliputi alat-alat musik tradisional, alat-alat dapur, alat-
alat perang, alat-alat pertanian, alat-alat yang berhubungan dengan mistik, beberapa contoh
dapur yang semuanya bersifat tradisional. Sedangkan peragaan adat istiadat dan sejarah
dilukiskan dalam bentuk diorama, beberapa pakaian pengantin dan pakaian adat dan sebagainya.
4.2 Alat-alat Rumah Tangga Yang Dipakai oleh Nenek Moyang Suku Batak
* Panutuan dan Tutu adalah alat untuk menggiling bumbu dapur. Panutuan dan
Tutu terbuat dari batu atau kayu. Panutuan adalah wadah tempat bumbu akan
digiling, sedangkan Tutu adalah batu atau kayu penggiling bumbu itu. Tutu ini
dinamai juga Papene.
* Papene adalah Sapa kecil tanpa kaki. Besarnya sekitar ± 30-40 cm.
Biasanya Papene ini digunakan pada kesempatan sehari-hari.
* Hansung atau Hiong adalah bejana untuk mengambil air dari sumber air
(sumur, pancuran atau sungai) dan sekaligus tempat penyimpanannya.
Hansung atau Hiong adalah tabung besar yang terbuat dari bambu besar
dengan ruas buku yang panjang. Kadang-kadang kulit luarnya dibuang, tetapi
kadang-kadang tidak. Kulit yang tidak dibuang sering dihiasi dengan tulisan
atau ukiran mitis. Selain untuk menampung dan menyimpan air, Hansung
atau Hiong digunakan juga untuk menampung air aren yang dikenal dengan tuak. Di tanah Karo
bejana ini disebut Kitang.
* Ompon ialah sejenis karung berbentuk silinder. Ompon terbuat dari kulit kayu
atau dari diayam dari Baion atau pandan. Besarnya dan volumenya tidak
tentu. Ada ompon yang bisa menampung padi sebanyak 20-30 porsanan atau
panuhukan. Porsanan atau Panuhukan adalah ukuran umum sebanyak orang
bisa memikul. “porsan” atau “tuhuk” berarti pikul.
* Hudon Tano atau Susuban Tano adalah bejana yang terbuat dari tanah liat.
Pada zaman dahulu bejana ini dipakai serba guna, misalnya: tempat
penyimpanan air, tempat memasak makanan dan air minum.
* Hobon atau Tambarang mengacu pada barang yang sama,
yakni sejenis tong yang terbuat dari kulit kayu yang amat
besar. Hobon atau Tambarang ini dipakai untuk tempat
menyimpan padi. Bila Hobon atau Tambarang ini berdiri akan tampak seperti
drum yang besar.
* Sapa Bolon, atau biasa disebut sapa saja, ialah piring yang terbuat dari kayu. Biasanya sapa
itu berdiameter ± 30-40 cm; tinggi ± 20-30 cm. Biasanya piring ini digunakan ketika satu
keluarga makan hasil panen pertama atau makan Dengke na hinongkoman
(ikan pelindung) untuk menolak penyakit menular. Nama ikan itu adalah
Porapora. Jumlah ikan itu mesti sebanyak jumlah anggota keluarga yang
makan, yang ditaruh pada sapa.
* Poting. Poting atau gunci terbuat dari tanah liat dan tutupnya terbuar dari
kayu. Barang ini dipakai sebagai tempat tuak.
19
biasanya dimainkan diluar rumah dihalaman rumah; dan gondang Hasapi yang biasanya
dimainkan dalam rumah.
Sarune Bolon adalah alat tiup double reed (obo) yang mirip alat-alat lain yang bisa
ditemukan di Jaw, India, Cina, dsb. Pemain sarune mempergunakan teknik yang disebut marsiulak
hosa (kembalikan nafas terus menerus) dan biarkan pemain untuk memainkan frase-frase yang
panjang sekali tanpa henti untuk tarik nafas.
Ogung terdiri dari empat gong yang masing-masing punya peran dalam struktur irama.
Pola irama gondang disebut doal, dan dalam konsepsinya mirip siklus gongan yang ditemukan
dimusik gamelan dari Jawa dan Bali, tetapi irama siklus doal lebih singkat.
ULOS adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang, yang melambangkan ikatan kasih
sayang antara orang tua dan anak-anaknya atau antara seseorang dan orang lain, seperti yang
tercantum dalam filsafat batak yang berbunyi: “Ijuk pengihot ni hodong.” Ulos penghit ni halong,
yang ertinya ijuk pengikat pelepah pada batangnya dan ulos pengikat kasih sayang diantara sesama.
Berdasarkan raksanya, dikenal beberapa macam ulos:
a. Ulos ragidup
yang tertinggi darjatnya, sangat sulit pembuatannya.Ulos ini terdiri atas tiga bahagian, yaitu
dua sisi yang ditenun sekaligus, dan satu bahagian tengah yang ditenum tersendiri dengan sangat
rumit. Dalam upacara adat perkahwinan, ulos ragidup diberikan oleh orang tua pengantin
perempuan kepada ibu pengantin lelaki sebagai „ulos pargomgom‟ yang maknanya agar
besannya ini atas izin Tuhan YME tetap dapat melalui bersama sang menantu anak dari
sipemberi ulos tadi.
b. Ulos ragihotang
juga termasuk berdarjah tinggi, namun cara pembuatannya tidak serumit ulos ragidup. Dalam
upacara kematian,ulos ini dipakiuntukmembungkus jenazah, sedangkan kepada upacara
pengkuburan kedua kalinya, untuk membungkus tulang-belulangnya.
c. Ulos sibolang
semula disebut sibolang sebab dibeikan kepada orang yang berjasa untuk“mabulangbulangi‟
(menghurmati) orang tua penggantin perempuan untuk mengulosi ayah pengantin lelaki sebagai
“ulos pansaniot‟.
Tarian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat
Musik tradisional: Gong; Saga-saga.Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini
selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta
warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem
keyakinan yang diwariskan nenek moyang.
BAB V
Aspek pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya
kesempatan untuk memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan kekerabatan yang
berdasarkan adat dapat berjalan dengan baik. Adat itu sendiri bagi orang Batak adalah suci.
Melupakan adat dianggap sangat berbahaya.Pengakuan hubungan darah dan perkawinan
memperkuat tali hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Saling tolong menolong antara kerabat
dalam dunia dagang dan dalam lapangan ditengah kehidupan kota modern umum terlihat dikalangan
orang Batak. Keketatan jaringan kekerabatan yang mengelilingi mereka itulah yang memberi
mereka keuletan yang luar biasa dalam menjawab berbagai tantangan dalam abad ini.
Kondisi Modern (Modernisasi)
Migrasi batak ke kota mulai di tahun 1910 tapi hanya setelah Indonesia merdeka migrasi
tersebut tambah besar di thn 50-an. Migrasi ke kota menyebabkan interaksi dengan suku lain di
kota-kota Indonesia yang penduduknya sebagian besar beragama Islam. Dalam lingkungan multi
etnis ini banyak orang batak ketemu rasa identitas batak yang menjadi lebih kuat terhadap suku lain.
Tetapi banyak orang batak pula dalam proses menyatukan diri dengan masyarakat Indonesia
meninggalkan banyak aspek bahasanya, kebudayaannya, dan tradisinya. Disisi lain ada bagian
orang batak kota yang menjadi lebih sadar tentang kepentingan identitas masyarakat batak dan
berusaha untuk menegaskan rasa batak dan memberikan dana untuk upacara tugu dan perayaan lain
di desanya.
Ada orang batak kota yang sudah menjadi makmur yang sering membiayai upacara. Mereka
membawa estetis kosmopolitan yang adakalanya melawan estetis tradisi. Identifikasi dengan nilai-
nilai mengenai kemoderenan, kemajuan, pendidikan dan kemakmuran sering diekspresikan
dengan afinitas kepada apa yang dianggap moderen. Misalnya sekarang di pesta atau upacara seolah-
olah musik grup keyboard yang main poco-poco lebih laris dan dihargai daripada dengan musik
gondang yang lama punya peran yang sangat penting dalam upacara adat. Pesta kawin yang
moderen tidak lagi dianggap lengkap tanpa musik keyboard atau musik tiup yang main lagu
pop batak atau pop barat, sebaliknya mungkin ansambel musik gondang dianggap kampungan
oleh orang kota kecenderungan mengindentifikasi dengan modernitas tidak salah.
Kita semua harus hidup dalam dunia modern dan harus menghadapi media global dan
periklanan, suka atau tidak makin bertambah mempengaruhi pikiran dan selera setiap orang. Kita
tidak mampu tinggal di masa dahulu dan melarikan diri dari kemajuan. Tetapi, ada ancaman
bahwa dalam generasi ini kita dapat menghilangkan sejenis musik tradisi yang disebut gondang,
yang sampai akhir-akhir ini adalah manifestasi kebudayaan batak toba yang sangat penting baik dalam
bidang masyarakat maupun bidang rohani.
21
DAFTAR PUSTAKA
22