You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di tengah era dengan perkembangan teknologi yang amat pesat ini, banyak orang
yang kurang mengganggap penting tentang ilmu sejarah, padahal tanpa adanya kejadian
di masa lalu maka tidak akan ada kehidupan seperti sekarang, oleh karena itu seharusnya
kita sebagai warga negara yang baik harus mengetahui tentang sejarah bangsanya sendiri,
mulai dari dasar-dasar negara tersebut dibentuk, hingga perjuangan-perjuangan yang
ditempuh demi tercapainya tujuan bersama.
Sudah bertahun-tahun Indonesia dijajah oleh bangsa-bangsa asing, mulai dari Inggris,
Portugis, Belanda hingga yang terakhir adalah Jepang, yang dapat dikatakan penjajah
yang paling membuat rakyat-rakyat dari Indonesia menderita. Walaupun penjajahan
Jepang dibanding dengan belanda yang rentang waktunya memiliki perbedaan yang
signifikan namun setelah 3 tahun dijajah, Indonesia mampu mencapai kemerdekaan
dengan berbagai perjuangan keras dari pemuda-pemuda Indonesia, dan itu juga karena
kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik sehingga membuat Jenderal Kumakichi Harada
pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan untuk membentuk Dokuritsu Junbi Chosakai
atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
bertujuan untuk mempelajari dan mempersiapkan hal-hal penting mengenai masalah
pemerintahan Indonesia Merdeka. Setelah melalui berbagai sidang, akhirnya pada tanggal
22 Juni 1945 dibentuk panitia sembilan yang menghasilkan dokumen yang berisi asas dan
tujuan negara Indonesia Merdeka atau biasa dikenal dengan Piagam Jakarta. Lalu
dibentuklah PPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. Sebagai Landasan untuk dibangunnya
suatu negera merdeka maka dibentuklah landasan dasar nasional dan landasan dasar
internasional.
Kemudian Terjadi Peristiwa Rengasdengklok, yang mengakibatkan perbedaan antara
golongan tua dan muda tetapi pada akhirnya melalui berbagai pertimbangan, disetujui
bahwa pembacaan naskah proklamasi akan dibaca di jakarta pada tanggal 17 Agustus
1945, setelah itu Indonesia belum dapat bernapas lega karena justru mulai dari situ mulai
banyak tejadi perlawanan dari bangsa penjajah seperti Belanda yang tidak mengakui
kemerdekaan Indonesia, banyak Pertempuran yang dilakukan demi mempertahankan
kemerdekaan, seperti Pertempuran Surabaya, Pertempuran Ambarawa (Magelang),
Pertempuran Medan Area, Bandung Lautan Api, Peristiwa bandung Lautan Api di
Manado, Pertempuran Margarana dan lain-lain.
Perlawanan hebat dari Indonesia membuat Inggris menyimpulkan bahwa sengketa
antara Indonesia dan Belanda tidak mungkin dapat diselesaikan dengan kekuatan senjata,
melainkan harus dengan cara diplomasi. Sehingga pada tanggal 10 November 1946

1
diadakan perundingan di Linggarjati, atau dikenal dengan Perjanjian Linggar jati. Namun
setelah perjanjian tersebut dibentuk, Belanda justru mengadakan Agresi Militer yang
telah melanggar perjanjian tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Sebab Belanda menjalankan Agresi Militer Belanda I dan II.
2. Penerapan Demokrasi Liberal di Indonesia dan Definisi Demokrasi Liberal sendiri.
3. Definisi Demokrasi Terpimpin.
4. Proses perumusan UUD hingga setelah amandemen.
5. Tujuan dari dikeluarkannya Dekrit Presiden
6. Gerakan-gerakan yang dilakukan Trikora dalam melakukan Pembebasan Irian Barat.

C. Hipotesa
1. Belanda Menginginkan Sumber Daya Alam yang dimiliki oleh Indonesia, dan
Belanda Ingin mengambil alih kekuasaan di Indonesia.
2. Saat-saat setelah Indonesia mencapai kemerdekaan, dimana saat itu struktur dan
dasar-dasar negar belum terbentuk dengan jelas. Demokrasi Liberal adalah suatu
sistem politk yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan
pemerintah.
3. Sistem politik yang hanya berpusat pada pemimpin dan pernah menjadi sistem
politik di Indonesia.
4. Berawal dari pembentukan PPKI lalu BPUPKI dan terbentuknya dokumen yang
bernama Piagam Jakarta dan juga terjadinya beberapa perubahan UUD di beberapa
periode.
5. Untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional, juga pemenuhan atas
permintaan rakyat sehingga dekrit ini mampu untuk mengatasi keadaan Indonesia
kekalutan konstitusional.
6. Perlawanan terhadap Belanda, melalui jalur peperangan dan juga beberapa cara
diplomasi seperti persetujuan New York. Selain itu, pembentukan pasukan-pasukan
untuk berjuang demi Pembebasan Irian Barat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Agresi Militer Belanda I


Agresi Militer Belanda I atau Operasi Produk adalah operasi militer Belanda di Jawa
dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5
Agustus 1947. Agresi yang merupakan pelanggaran dari Persetujuan Linggajati ini
menggunakan kode "Operatie Product".
Ini dilatarbelakangi saat, tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum
agar supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu
pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah
merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya
alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda
menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini
sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook
menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat
dengan Persetujuan Linggarjati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai
lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat
yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia. Serangan terjadi di beberapa
daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21
Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I
dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang
dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan
tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur,
sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik
gula.
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus,
yaitu Korps Speciaale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten,
dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST
(pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari pembantaian di Sulawesi Selatan
belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga
ke Sumatera. Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik
Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan
pertambangan.
Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan
pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya

3
ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas
Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrachman Saleh dan Perwira Muda
Udara I Adisumarno Wiryokusumo. Pada 9 Desember 1947, terjadi Pembantaian
Rawagede dimana tentara Belanda membantai 431 penduduk desa Rawagede, yang
terletak di antara Karawang dan Bekasi, Jawa Barat.
Lalu karena Belanda dianggap telah melanggar suatu perjanjian internasional, yaitu
Persetujuan Linggarjati sehingga Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi
militer Belanda ke PBB, karena agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu
perjanjian Internasional.
Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional,
termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas
permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang
dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB, yang
kemudian mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang isinya
menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. Dewan Keamanan PBB de facto
mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal ini terbukti dalam semua resolusi PBB
sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi menggunakan nama
INDONESIA, dan bukan Netherlands Indies. Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No.
27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 August 1947,
resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949,
Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan
Belanda sebagai The Indonesian Question.
Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah
Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk
menghentikan pertempuran. Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan
senjata, dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang
akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya
hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk
Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan
tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda
dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh Richard C. Kirby,
Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.

Perjanjian Renville
Setelah Kabinet Syahrir III jatuh, Presiden Soekarno mangangkat Amir Syarifuddin
untuk menyusun kabinet baru dan membentuk delegasi untuk menghadapi perundingan
dengan Belanda. Perundingan diselenggarakan di atas geladak kapal milik Angkatan Laut

4
Amerika Serikat, yang bernama U.S.S. Renville. Perundingan dibuka tanggal 8 Desember
1947 dipimpin Herremans, wakil Belgia di KTN. Setelah berbagai perdebatan, KTN
mengajukan usul politik yang didasarkan pada Persetujuan Linggarjati, yaitu :
a. Kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia
b. Kerja Sama Indonesia-Belanda
c. Suatu negara yang berdaulat atas dasar federasi
d. Uni antara Indonesia Serikat dan bagian lain Kerajaan Belanda

B. Agresi Militer Belanda II


Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang
diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta
penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya
ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di
Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Pada hari pertama Agresi Militer
Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana
menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu
diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan
Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.
Pada Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio dari Jakarta menyebutkan,
bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan
pidato yang penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan
mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara
Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik.
Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai."
Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh
parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30
dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara
Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan
mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten
Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute
penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui Lautan Hindia. Pukul 6.25
mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah
dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo. Seiring
dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember
1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat
dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan
Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal

5
sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan
agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional".
Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan
terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan
tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di
Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan
persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat
12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat
dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota
menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo
hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan
pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di
pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban. Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota
pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup
Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T-
beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah
terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.
Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta
menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa
Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18
Desember malam hari. Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah
memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang
dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948. Soedirman dalam keadaan sakit
melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel S Panglima Besar
Jenderaimatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet
mengadakan sidang dari pagi sampai siang hari. Setelah mempertimbangkan segala
kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak
meninggalkan Ibukota. Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil
adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit,
Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak.
Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri
Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak ada. Jadi
Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota agar selalu dapat berhubungan
dengan KTN sebagai wakil PBB.
Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis
pemerintahan sipil akan dibentuk di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden
membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri
Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim

6
kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara
membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin
ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, untuk
menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di
Sumatera, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf
Kedutaan RI, L.N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang berada
di New Delhi.
Empat Menteri yang ada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga
tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan
Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri
Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui mengenai Sidang Kabinet pada 19
Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin
Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak
dapat dilaksanakan, agar dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile
Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.
Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut mengadakan rapat dan hasilnya
disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan
Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu
Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan. Setelah itu
Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan
bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam
keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman
kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949. Kolonel A.H. Nasution, selaku
Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter
yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok isinya ialah :
Tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber wingate
(menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga
seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.
Salah satu pasukan yang harus melakukan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada
tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju
daerah-daerah kantong yang telah ditetapkan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan
nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki
gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan
musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka terpaksa pula menghadapi gerombolan
DI/TII.

7
Negara-negara Boneka bentukan Belanda
Ketidakpuasan Belanda karena tidak bisa kembali menanamkan kekuasaannya
kembali di Indonesia. Membuatnya melakukan banyak cara di antaranya dengan
membonceng pasukan sekutu inggris dan juga melalui pembentukan negara-negara
bagian dalam wilayah Republik Indonesia. Pembentukan negara-negara boneka yang
dilakukan oleh Belanda ini bertujuan untuk mengepung kedudukan pemerintahan
Republik Indonesia. Dalam Konferensi Federal lahirlah BFO yang mencakup negara-
negara boneka ciptaan Belanda. Dari sini terjadi Perjanjian Roem-Royen, yang
merupakan perundingan yang membuka jalan ke araha terlaksananya Konferensi Meja
Bundar (KMB) yang menjadi cikal bakal terwujudnya Negara Kesatuan Repulik
Indonesia yang utuh.

C. Demokrasi liberal
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang
melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam
demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung)
diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada
pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan
hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi. Demokrasi liberal pertama kali
dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas
Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah
demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Pada
zaman sekarang demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingkan dengan
demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi. Demokrasi liberal dipakai untuk
menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat di Amerika Serikat, Britania Raya,
Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik (Amerika Serikat, India, Perancis)
atau monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol). Demokrasi liberal dipakai oleh
negara yang menganut sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem
Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem
semipresidensial (Perancis).
Pelaksanaan demokrasi liberal pada hakikatnya secara yuridis formal adalah wajar,
sebab itu sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu yakni Undang-undang Dasar
Sementara 1950 yang bernafaskan semangat liberal. Kondisi seperti ini pernah dirintis
sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 tentang perubahan
status KNIP dan Maklumat tanggal 3 Nopember 1945 tentang pembentukan partai-partai
politik Indonesia. Tetapi memang demokrasi parlementer atau leberal yang meniru sistem
parlementer model Eropa barat kurang sesuai dengan kondisi politik dan karakter rakyat
Indonesia. Namun, Indonesia pernah menerapkan sistem demokrasi Liberal.

8
Kurun waktu antara tahun 1950 sampai tahun 1959 merupakan masa berkiprahnya
partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian
kabinet hampir seetiap tahun, sehingga menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Kabinet-kabinet yang pernah berkuasa setelah
penyerahan kedaulatan dari tangan Belanda adalah sebagai berikut :
1. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Setelah bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan, kabinet pertama
yang memerintah Negera Kesatuan Republik Indonesia adalah Kabinet Natsir. Ini
merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh masyumi. Pada Masa pemerintahan
dan kekuasaannya Kabinet Natsir terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah
Indonesia.
2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah kabinet natsir mengembalikan mandatnya ke presiden, presiden menunjuk
Sartono (ketua PNI) menjadi formatur, tetapi ia gagal, sehingga presiden menunjuk
Sukiman (Masyumi) dan Djojosukarto (PNI) sebagai formatur, dan akhirnya mereka
berhasil membentuk kabinet koalisi antara Masyumi dengan PNI. Pada masa Kabinet
ini banyak mengalami masalah-masalah seperti krisis moral yang ditandai dengan
munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran
akan barang-barang mewah. Sehingga kabinet jatuh sama seperti Kabinet Natsir.
3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi
oleh kabinet ini, salah satunya dikenal dengan Peristiwa 17 Oktober 1952, dan juga
masalah tanah di Tanjung Morawa yang merupakan masalah sengketa tanah dengan
rakyat yang tinggal disana, sehingga membuat kabinet ini harus mengembalikan
mandatnya.
4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI dan NU. Tetapi kabinet ini mengalami
masalah Angkatan Darat, Namun kabinet ini sempat mengalami kesuksesan,
diantaranya adalah menyiapkan pemilihan umum dalam menyelenggarakan
Konferensi Asia Afrika.
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet ini berasal dari Masyumi, dan berhasil menyelenggarakan pemilihan umum
untuk kali pertama bagi Indonesia, yang berlangsung pada tanggal 29 September
1955 untuk memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih
anggota konstituante juga berhasil melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Tetapi peristiwa tanggal 27 Juni 1955 yang menyebabkan kegagalan pada kabinet ini.
6. Kabinet Ali Sastromidjojo II (20 Maret 1956 – 14 Maret 1957)

9
Ini merupakan koalisi antara PNI, Masyumi, dan NU. Tetapi pada akhirnya terjadi
perpecahan antara PNI dengan Masyumi.
7. Kabinet Karya (9 April1957 – 10 Juli 1959)
Kabinet ini banyak mencatat prestasi gemilang diantaranya keberhasilan mengatur
kembali batas perairan nasional Indonesia, dengan keluarnya Deklarasi Djuanda pada
tanggal 13 Desember 1957.

D. Demokrasi Terpimpin
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang
seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Pada bulan 5 Juli
1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit
presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun
Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali
Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan "Kembali ke UUD' 45". Soekarno
memperkuat tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke
posisi-posisi yang penting.
PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan
bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme,
agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM. Antara tahun 1959 dan
tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam bentuk bantuan militer
untuk jendral-jendral militer Indonesia. Menurut laporan di "Suara Pemuda Indonesia":
Sebelum akhir tahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon angkatan
bersenjata. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun
1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan ratusan
perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan
Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja, bukan
untuk mendukung Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira
angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk kesatuan militer untuk
membuat Indonesia sebuah "negara bebas".
Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat
dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap
perlawanan penduduk adat.
Era "Demokrasi Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum
borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan
petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi
birokrat dan militer menjadi wabah.

10
E. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD’45 dan UUDS)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD
1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan
negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar
negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di
Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia
berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945,
dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959. Pada kurun
waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang
mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16
bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49
ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan,
dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan. Setelah dilakukan 4 kali perubahan,
UUD 1945 memiliki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal
Aturan Tambahan. alam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai
Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
Sejarah Terbentuknya yaitu diawali dari pembentukan Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945,
adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang
berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno
menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Kemudian
BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan
rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk
Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan
menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan
kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam
Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus
1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945
dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal
29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang
Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini
tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera
ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18
Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia.

11
Periode berlakunya UUD 1945 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya
karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa
KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14
November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama,
sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih
demokratis.

Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950


Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer.

Periode UUDS 1950 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959


Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer.

Periode kembalinya ke UUD 1945 5 Juli 1959-1966


Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur
kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5
Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya
memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu. Pada masa ini,
terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
• Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil
Ketua DPA menjadi Menteri Negara.
• MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
• Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia.

Periode UUD 1945 masa orde baru 11 Maret 1966- 21 Mei 1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD
1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata
menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23
(hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33
UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan
sumberalam kita.

Periode 21 Mei 1998- 19 Oktober 1999


Pada masa ini dikenal masa transisi.

12
Periode UUD 1945 Amandemen
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena
pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan
di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang
terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD
1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan
konstitusi. Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar
seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara
demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan
aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya
tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan
(staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen)
yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
• Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama
• Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua
• Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga
• Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat

F. Dekrit Presiden 5 Juli 1959


Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia
yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekrit ini adalah pembubaran Badan
Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD
Sementara 1950 ke UUD '45.
Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk
menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai
bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum
berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat
pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal
itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada
22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959
Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD
1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi
pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum.
Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan

13
suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan,
Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan
UUD.
Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam
upacara resmi di Istana Merdeka. Isi dari Dekrit tersebut antara lain :
A. Pembubaran Konstituante
B. Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950
C. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

G. Pembebasan Irian Barat (Operasi Trikora)


Pembebasan Irian Barat disebut juga operasi trikora, Tri Komando Rakyat
(disingkat Trikora) sendiri ditetapkan pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta
bertepatan dengan peringatan ulang tahun Agresi II Militer Belanda. Operasi Trikora
adalah konflik dua tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah
Papua bagian barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Indonesia Soekarno
mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga
membentuk Komando Mandala. Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima.
Pada tanggal 2 Januari 1962 susunan Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat
terbentuk. Tugas-tugas Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat adalah:
1. Merencakan, mempersiapkan, menyelenggarakan operasi militer dengan tujuan
untuk mengembalikan wilayah Irian Barat ke dalam kekuasaan negara Republik
Indonesia.
2. Mengembalikan situasi militer di wilayah Irian Barat.

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945,


Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat Pulau
Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah
satu provinsi Kerajaan Belanda, sama dengan daerah-daerah lainnya. Pemerintah Belanda
kemudian memulai persiapan untuk menjadikan Papua negara merdeka selambat-
lambatnya pada tahun 1970-an. Namun pemerintah Indonesia menentang hal ini dan
Papua menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. Hal ini kemudian
dibicarakan dalam beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum internasional. Dalam
Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Belanda dan Indonesia tidak berhasil mencapai
keputusan mengenai Papua bagian barat, namun setuju bahwa hal ini akan dibicarakan
kembali dalam jangka waktu satu tahun.
Pada bulan Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua bagian barat memiliki
hak merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam PBB. Karena Indonesia mengklaim Papua
bagian barat sebagai daerahnya, Belanda mengundang Indonesia ke Mahkamah

14
Internasional untuk menyelesaikan masalah ini, namun Indonesia menolak. Setelah
Indonesia beberapa kali menyerang Papua bagian barat, Belanda mempercepat program
pendidikan di Papua bagian barat untuk persiapan kemerdekaan. Hasilnya antara lain
adalah sebuah akademi angkatan laut yang berdiri pada 1956 dan tentara Papua pada
1957. Sebagai kelanjutan, pada 17 Agustus 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian
Barat dengan ibukota di Soasiu yang berada di Pulau Tidore, dengan gubernur
pertamanya, Zainal Abidin Syah yang dilantik pada tanggal 23 September 1956.
Karena usaha pendidikan Belanda, pada tahun 1959 Papua memiliki perawat, dokter
gigi, arsitek, teknisi telepon, teknisi radio, teknisi listrik, polisi, pegawai kehutanan, dan
pegawai meteorologi. Kemajuan ini dilaporkan kepada PBB dari tahun 1950 sampai
1961. Selain itu juga didakan berbagai pemilihan umum untuk memilih perwakilan rakyat
Papua dalam pemerintahan, mulai dari tanggal 9 Januari 1961 di 15 distrik. Hasilnya
adalah 26 wakil, 16 di antaranya dipilih, 23 orang Papua, dan 1 wanita. Dewan Papua ini
dilantik oleh gubernur Platteel pada tanggal 1 April 1961, dan mulai menjabat pada 5
April 1961. Pelantikan ini dihadiri oleh wakil-wakil dari Australia, Britania Raya,
Perancis, Belanda, dan Selandia Baru. Amerika Serikat diundang tapi menolak.
Dewan Papua bertemu pada tanggal 19 Oktober 1961 untuk memilih sebuah komisi
nasional untuk kemerdekaan, bendera Papua, lambang negara, lagu kebangsaan ("Hai
Tanahkoe Papua"), dan nama Papua. Pada tanggal 31 Oktober 1961, bendera Papua
dikibarkan untuk pertama kali dan manifesto kemerdekaan diserahkan kepada gubernur
Platteel. Belanda mengakui bendera dan lagu kebangsaan Papua pada tanggal 18
November 1961, dan peraturan-peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember
1961. Pada 19 Desember 1961, Soekarno menanggapi pembentukan Dewan Papua ini
dengan menyatakan Trikora di Yogyakarta, yang isinya adalah:
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
tanah air bangsa.

Indonesia mulai mencari bantuan senjata dari luar negeri menjelang terjadinya konflik
antara Indonesia dan Belanda. Indonesia mencoba meminta bantuan dari Amerika
Serikat, namun gagal. Akhirnya, pada bulan Desember 1960, Jendral A. H. Nasution
pergi ke Moskwa, Uni Soviet, dan akhirnya berhasil mengadakan perjanjian jual-beli
senjata dengan pemerintah Uni Soviet senilai 2,5 miliar dollar Amerika dengan
persyaratan pembayaran jangka panjang. Setelah pembelian ini, TNI mengklaim bahwa
Indonesia memiliki angkatan udara terkuat di belahan bumi selatan
Indonesia mendekati negara-negara seperti India, Pakistan, Australia, Selandia Baru,
Thailand, Britania Raya, Jerman, dan Perancis agar mereka tidak memberi dukungan

15
kepada Belanda jika pecah perang antara Indonesia dan Belanda. Dalam Sidang Umum
PBB tahun 1961, Sekjen PBB U Thant meminta Ellsworth Bunker, diplomat dari
Amerika Serikat, untuk mengajukan usul tentang penyelesaian masalah status Papua
bagian barat. Bunker mengusulkan agar Belanda menyerahkan Papua bagian barat
kepada Indonesia melalui PBB dalam jangka waktu dua tahun.
Pada tanggal 27 Desember 1958, presiden Soekarno mengeluarkan UU nomor 86
tahun 1958 yang memerintahkan dinasionalisasikannya semua perusahaan Belanda di
Indonesia.
Soekarno membentuk Komando Mandala, dengan Mayjen Soeharto sebagai Panglima
Komando. Tugas komando Mandala adalah untuk merencanakan, mempersiapkan, dan
menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan
Indonesia. Belanda mengirimkan kapal induk Hr. Ms. Karel Doorman ke Papua bagian
barat. Angkatan Laut Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung pertahanan
di perairan Papua bagian barat, dan sampai tahun 1950, unsur-unsur pertahanan Papua
Barat terdiri dari:
1. Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan Belanda)
2. Korps Mariniers
3. Marine Luchtvaartdienst
Keadaan ini berubah sejak tahun 1958, di mana kekuatan militer Belanda terus
bertambah dengan kesatuan dari Koninklijke Landmacht (Angkatan Darat Belanda) dan
Marine Luchtvaartdienst. Selain itu, batalyon infantri 6 Angkatan Darat merupakan
bagian dari Resimen Infantri Oranje Gelderland yang terdiri dari 3 Batalyon yang
ditempatkan di Sorong, Fakfak, Merauke, Kaimana, dan Teminabuan.

Operasi-operasi yang dilakukan indonesia


Pada tanggal 12 Januari 1962, pasukan berhasil didaratkan di Letfuan. Pesawat
Hercules kembali ke pangkalan. Namun, pada tanggal 18 Januari 1962, pimpinan
angkatan lain melapor ke Soekarno bahwa karena tidak ada perlindungan dari TNI AU,
sebuah operasi menjadi gagal.
Pertempuran Laut Aru pecah pada tanggal 15 Januari 1962, ketika 3 kapal milik
Indonesia yaitu KRI Macan Kumbang, KRI Macan Tutul yang membawa Komodor Yos
Sudarso, dan KRI Harimau yang dinaiki Kolonel Sudomo, Kolonel Mursyid, dan Kapten
Tondomulyo, berpatroli pada posisi 04-49° LS dan 135-02° BT. Menjelang pukul 21.00,
Kolonel Mursyid melihat tanda di radar bahwa di depan lintasan 3 kapal itu, terdapat 2
kapal di sebelah kanan dan sebelah kiri. Tanda itu tidak bergerak, dimana berarti kapal itu
sedang berhenti. 3 KRI melanjutkan laju mereka, tiba-tiba suara pesawat jenis Neptune
yang sedang mendekat terdengar dan menghujani KRI itu dengan bom dan peluru yang
tergantung pada parasut.

16
Kapal Belanda menembakan tembakan peringatan yang jatuh di dekat KRI Harimau.
Kolonel Sudomo memerintahkan untuk memberikan tembakan balasan, namun tidak
mengenai sasaran. Akhirnya, Yos Sudarso memerintahkan untuk mundur, namun kendali
KRI Macan Tutul macet, sehingga kapal itu terus membelok ke kanan. Kapal Belanda
mengira itu merupakan manuver berputar untuk menyerang, sehingga kapal itu langsung
menembaki KRI Macan Tutul. Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini
setelah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, "Kobarkan semangat pertempuran".

Operasi penerjunan penerbang Indonesia


Pasukan Indonesia dibawah pimpinan Mayjen Soeharto melakukan operasi infiltrasi
udara dengan menerjunkan penerbang menembus radar Belanda. Mereka diterjunkan di
daerah pedalaman Papua bagian barat. Penerjunan tersebut menggunakan pesawat angkut
Indonesia, namun, operasi ini hanya mengandalkan faktor pendadakan, sehingga operasi
ini dilakukan pada malam hari. Penerjunan itu pada awalnya dilaksanakan dengan
menggunakan pesawat angkut ringan C-47 Dakota yang kapasitas 18 penerjun, namun
karena keterbatasan kemampuannya, penerjunan itu dapat dicegat oleh pesawat pemburu
Neptune Belanda. Pada tanggal 19 Mei 1962, sekitar 81 penerjun payung terbang dari
Bandar Udara Pattimura, Ambon, dengan menaiki pesawat Hercules menuju daerah
sekitar Kota Teminabuan untuk melakukan penerjunan. TNI Angkatan Laut kemudian
mempersiapkan Operasi Jayawijaya yang merupakan operasi amfibi terbesar dalam
sejarah operasi militer Indonesia. Lebih dari 100 kapal perang dan 16.000 prajurit
disiapkan dalam operasi tersebut.

Persetujuan New York


Karena kekhawatiran bahwa pihak komunis akan mengambil keuntungan dalam
konfik ini, Amerika Serikat mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia.
Karena usaha ini, tercapailah persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962.
Pemerintah Australia yang awalnya mendukung kemerdekaan Papua juga mengubah
pendiriannya dan mendukung penggabungan dengan Indonesia atas desakan AS. Pada
tanggal 15 Agustus 1962, perundingan antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan di
Markas Besar PBB di New York. Pada perundingan itu, Indonesia diwakili oleh
Soebandrio, dan Belanda diwakili oleh Jan Herman van Roijen dan C.W.A. Schurmann.
Isi dari Persetujuan New York adalah:
• Belanda akan menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada United
Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), yang didirikan oleh Sekretaris
Jenderal PBB. UNTEA kemudian akan menyerahkan pemerintahan kepada Indonesia.
• Bendera PBB akan dikibarkan selama masa peralihan.

17
• Pengibaran bendera Indonesia dan Belanda akan diatur oleh perjanjian antara
Sekretaris Jenderal PBB dan masing-masing pemerintah.
• UNTEA akan membantu polisi Papua dalam menangani keamanan. Tentara
Belanda dan Indonesia berada di bawah Sekjen PBB dalam masa peralihan.
• Indonesia, dengan bantuan PBB, akan memberikan kesempatan bagi penduduk
Papua bagian barat untuk mengambil keputusan secara bebas melalui
1. musyawarah dengan perwakilan penduduk Papua bagian barat
2. penetapan tanggal penentuan pendapat
3. perumusan pertanyaan dalam penentuan pendapat mengenai kehendak
penduduk Papua untuk
 tetap bergabung dengan Indonesia; atau
 memisahkan diri dari Indonesia
4. hak semua penduduk dewasa, laki-laki dan perempuan, untuk ikut serta
dalam penentuan pendapat yang akan diadakan sesuai dengan standar
internasional
• Penentuan pendapat akan diadakan sebelum akhir tahun 1969.

Pertentangan Operasi Papua Merdeka


Pada tanggal 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat
kepada Indonesia. Ibukota Hollandia dinamai Kota Baru dan pada 5 September 1963,
Papua bagian barat dinyatakan sebagai "daerah karantina". Pemerintah Indonesia
membubarkan Dewan Papua dan melarang bendera Papua dan lagu kebangsaan Papua.
Keputusan ini ditentang oleh banyak pihak di Papua, dan melahirkan Organisasi Papua
Merdeka atau OPM pada 1965. Untuk meredam gerakan ini, dilaporkan bahwa
pemerintah Indonesia melakukan berbagai tindakan pembunuhan, penahanan,
penyiksaan, dan pemboman udara. Menurut Amnesty International, lebih dari 100.000
orang Papua telah tewas dalam kekerasan ini. OPM sendiri juga memiliki tentara dan
telah melakukan berbagai tindakan kekerasan. Setelah Papua bagian barat digabungkan
dengan Indonesia sebagai Irian Jaya, Indonesia mengambil posisi sebagai berikut:
1. Papua bagian barat telah menjadi daerah Republik Indonesia sejak 17 Agustus
1945 namun masih dipegang oleh Belanda
2. Belanda berjanji menyerahkan Papua bagian barat kepada Indonesia dalam
Konferensi Meja Bundar
3. penggabungan Papua bagian barat dengan Indonesia adalah tindakan merebut
kembali daerah Indonesia yang dikuasai Belanda
4. penggabungan Papua bagian barat dengan Indonesia adalah kehendak rakyat
Papua.

18
BAB III
KESIMPULAN

1. Kesimpulan
• Agresi Belanda dilakukan untuk mengambil alih Indonesia serta Sumber Daya
Alamnya, tetapi Belanda tidak memperhitungkan bahwa itu akan melanggar
perjanjian linggarjati dan sehingga konsekuensinya Belanda akan banyak mendapat
perlawanan dari berbagai kubu.
• Demokrasi liberal (demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang
melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam
demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau
langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah
yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak
melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Penerapannya telah dilakukan oleh beberapa kabinet-kabinet, seperti Natsir, Sukiman,
dll
• Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia,
yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja.
• Perumusannya diawali pembentukan BPUPKI pada tanggal 1 Maret 1945, lalu
setelah melewati berbagai sidang, maka dibentuk sebuah badan yang bernama PPKI
pada tanggal 7 Agustus 1945. Lalu terbentuk sebuah dokumen yang berisikan dasar-
dasar negara disebut Piagam Jakarta. Tetapi ada perubahan pada dasar-dasar tersebut
hingga pada akhirnya mencapai keputusan akhir.
• Untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional sehingga dekrit ini
mampu untuk mengatasi keadaan kekalutan konstitusional di Indonesia. Isi dari dekrit
Presiden:
1. Pembubaran Konstituante.
2. Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
• Operasi Trikora adalah konflik dua tahun yang dilancarkan Indonesia untuk
menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Banyak Operasi-operasi yang dilakukan
dalam rangka penggabungan Papua bagian barat, dari jalur perang dan diplomasi.
Berikut isi dari Trikora :
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat

19
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
tanah air bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Badrika, I Wayan. 2006. SEJARAH Untuk SMA Kelas XI. Jakarta : ERLANGGA
www.id.wikipedia.org
www.google.com

20

You might also like