You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penulisan kreatif bisa diartikan sebagai kemampuan untuk mengendalikan
pikiran-pikiran kreatif yang bergumul dalam pikiran seseorang dan untuk
menyusunnya ke dalam sebuah kalimat dengan struktur yang baik; saya bisa
mengatakan bahwa konsep daripada " Menulis Kreatif" lebih berbobot daripada
menyimpan imaginasi karena tidak semua imajinasi adalah pikiran yang kreatif.
Kreativitas lahir di dalam pikiran yang mapan dan matang. Seorang penulis sama
baiknya dengan pemikirannya sendiri. Ada dua tipe penulis yang dibahas adalah
penulis umum/harian dan penulis kreatif.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam pembahasan makalah ini kami akan memfokuskan pada beberapa
masalah di bawah ini:
Definisi Penulisan Kreatif
Memaknai Penulisan Sastra Kreatif
Teknik Penulisan Kreatif

1.3 Batasan Masalah


Dalam batasan masalah ini kami akan membatasi masalah tentang
penulisan kreatif

1.4 Tujuan Penulisan


Dilihat dari rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan karya tulis ini
adalah sebagai berikut:
• Mengetahui bagi mahasiswa sebagai peranan mahasiswa terhadap
perkembangan bangsa dalam penulisan kreatif sastra

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penulis Kratif


Penulisan kreatif, secara umum sering dikaitkan sekadar dengan tulisan
sastrawi. Secara terminologis, penulisan kreatif adalah proses pembuatan tulisan
yang di dalamnya mengandung daya cipta. Maksudnya, sebuah tulisan yang di
dalamnya mempunyai kemampuan menawarkan atau memberikan sesuatu yang
baru. Al hasil, mestinya penulisan kreatif bisa berwujud karya sastra, bisa juga
non sastra. Untuk kali ini, kita hanya membahas penulisan krearif dalam batas
pengertian sastra.
Penulis kreatif menggunakan sastra dengan efektif untuk memperkuat
penulisan mereka, dan mereka juga memiliki kecenderungan melihat segala
sesuatu dengan cara yang tidak biasanya. Penulis kreatif tidak suka menceritakan
atau menulis cerita mereka dengan gaya yang biasa-biasa saja, mereka suka
menciptakan suasana-suasana yang menarik diluar kebiasaan. Sedangkan penulis
umum/harian, selain tidak memiliki banyak kekayaan dalam idiom ataupun istilah,
mereka tidak memiliki kepekaan kreatif seperti halnya penulis kreatif.

2.2 Mengawali Penulisan Membutuhkan Sebuah Strategi.

Pertama-tama: hilangkan kemalasan. Ini tantangan yang paling berat yang sering
menghalangi seseorang untuk memulai menulis. Kemalasan menjadi salah satu
penyebab penting, mengapa seseorang tidak menulis. Tragisnya, malas memang
bisa menghinggapi siapa saja. Termasuk Anda.

Kedua:. cari dan pilihlah ide atau masalah yang akan Anda angkat. Anda tak perlu
muluk-muluk dengan keinginan mengangkat masalah besar atau yang istimewa.
Masalah sederhana pun mana kala Anda mau dan mampu meramu akan menjadi
cerita yang menarik. Lingkungan Anda adalah penyedia materi yang tak pernah
habis Anda kuras untuk "diteliti".

2
Ketiga: renungkan apa yang telah anda pilih sebagai materi untuk tulisan Anda.
Cernakan dengan hati-hati dan teliti, apakah Anda telah cukup memahami dan
merasakannya. Memerlukan sedikit kepekaan perasaan, nurani, Anda.

Keempat. Mulailah menulis. Tak perlu Anda memikirkan mutu tulisan Anda.
Setiap kali ada gagasan, langsung tulis. Upayakan tidak berhenti menulis ketika di
akhir kalimat atau paragraf. Menulis dan menulis akan menyeret Anda ke dalam
keasyikan yang mungkin belum pernah Anda bayangkan.

Kelima: jujurlah pada perasaan Anda. Anda tak perlu menipu diri sendiri dengan
seolah-olah mengetahui segala hal. Anda juga tidak perlu bercerita suatu hal yang
tidak cukup Anda ketahui. Cukup ceritakan apa yang Anda rasakan. Sekali lagi.
Perasaan Anda. Bukan pikiran Anda!

Keenam: periksa kembali tulisan Anda mana kala telah merasa cukup. Pikirkan
bagaimana seharusnya Anda mengungkap perasaan Anda. Perbaiki tiap bagian
yang Anda anggap belum tepat. Tulisan yang baik adalah tulisan yang bisa
diterima akal sehat. Logis dan bisa dipertanggungjawabkan serta memberi
wawasan bagi pembacanya. Kecuali Anda ingin berkesperimen. Nilai-nilai yang
lahir bisa jadi baru terdapat di dalam eksperimen Anda sendiri.
Pada diri setiap orang (dalam pengajaran umum) harus dikembangkan
keterampilan pokok yang disebut 3 R.

Dalam hal tulis menulis, teori menulis pastilah diperlukan. Seperti telah
diketahui, hal-hal yang diperhatikan dalam menulis adalah antara lain: kata, frasa,
klausa dan kalimat, paragraph, pungtuasi dan sebagainya. Kalau EWA
mengatakan bahwa kata, misalnya, hanya dibentuk dari beberapa huruf; kalimat
hanya terbentuk dari beberapa kata; dan paragraf atau sering disebut alinea hanya
terbentuk dari beberapa kalimat; dan sebuah artikel terbentuk dari sekian paragraf,
banyak orang sudah tahu. Katanya lagi, menulis itu gampang; sementara banyak
orang mengatakan: menulis itu sulit. Pernyataan EWA tak lain, tak bukan
hanyalah untuk memberikan motivasi kepada kita: menulislah karena menulis itu

3
tak sesulit yang dibayangkan!
Dalam acara pelatihan itu, Agus didaulat untuk berbicara tentang strategi
penulisan esai. Dalam uraiannya, dia memulai dengan sejumlah definisi (baca:
teori) tentang esai, selayaknya dosen mengajar di kelas. Seiring penguraian
tentang teori itu, para audience tampak lesu, kurang bergairah. Dia paham
audience-nya kurang “berterima” dengan metode “ceramah”; lalu, dia
mengubahnya. Sambil seringkali mengusap hidungnya (yang mungkin gatal), dia
menjelaskan esai (dengan tidak terpaku pada teori) dalam kaitan dengan karya
ilmiah dan karya sastra.

2.3 Memaknai Penulisan Sastra Kreatif


Seminar ini merupakan salah satu program kerja KBSI Divisi Kreativitas,”
jelas Bambang Riyanto, Ketua Demisioner KBSI sekaligus moderator pada
seminar tersebut. Lebih lanjut ia menerangkan bahwa seminar ini bertujuan untuk
memperkenalkan mahasiswa sastra menjadi seorang sastrawan. “Sangat bagus dan
perlu diberdayakan karena sebagai mahasiswa Sastra Indonesia harus tahu
bagaimana membuat sebuah karya sastra,” ungkapnya.

Agar tetap eksis di dunia sastra kita harus memiliki sebuah karya sastra
yang bermutu yang mengandung utile dan dulce, artinya mengandung aspek
pendidikan dan menghibur. Sastra kreatif bersifat imajinatif bukan berarti sastra
khayalan kosong yang boleh dibuang begitu saja. “Sastra kreatif memberikan
semangat inspirasi atau ilham agar agar manusia lebih manusiawi,” terang Antilan
Purba yang merupakan salah satu pembicara pada seminar tersebut.

2.4 Teknik Penulisan Kreatif


Sesungguhnya kita terlahir dengan banyak keterampilan kreatif. Ketika
masih bayi, kita secara alamiah selalu ingin tahu serta antusias menjelajahi dunia
sekitar. Kita menikmati warna, cahaya, gerakan, dan bunyi. Kita ingin merasakan,
mengambil, dan memanipulasi apa saja yang terlihat. Kita puas menghabiskan
hari demi hari bermain dan bereksperimen dengan berbagai benda, mainan, dan
unsur-unsur alam (hujan, pasir, lumpur, dsb). Semasih bayi serta bocah baru

4
belajar berjalan, secara alamiah kita adalah ahli rancang bangun, seniman,
penyair, ahli kerajinan seni, dan pemusik.

Kita umumnya mulai membatasi pencarian dan kemampuan kreatif pada


usia teramat muda. Biasanya, mulai saat SD. Di sini sedikit demi sedikit,
kreativitas mulai dikekang oleh pendidikan tradisional. Kita duduk berderet atau
berkelompok dan diharuskan tunduk pada peraturan dan prosedur yang kaku, yang
kebanyakan membatasi keterampilan berpikir kreatif. Dalam belajar, kita lebih
sering menghafal ketimbang mengeksplorasi, bertanya, atau bereksperimen. Saat
menapaki SD, SMP, dan seterusnya, kreativitas semakin jarang diasah, sehingga
akhirnya berhenti tumbuh.

Namun, bukan Cuma sistem pendidikan yang memasung kreativitas.


Upaya kreatif kita sering ditanggapi dengan kritik dan umpan balik yang negatif,
bukan dukungan dan dorongan. Apabila ada guru, teman, orang tua, atau saudara
dengan sengaja atau tidak melontarkan komentar bernada olok-olok atas puisi,
patung, cerpen, lukisan yang kita ciptakan, hati kita pun terluka karenanya.
Ternyata bagi kita, sikap menarik diri dan tidak lagi memperlihatkan kreativitas
tampak jauh lebih aman ketimbang menerima resiko olok-olok atau dipermalukan.
Saat kita beralih dari jenjang sekolah menapaki dunia kerja, pergaulan
antarmanusia dan mungkin dalam hidup berkeluarga, faktor lain yang
menghambat kita menggunakan daya kreatif secara maksimal adalah masalah
ketegangan. Kita banyak menerima tekanan dalam kehidupan sehari-hari sehingga
energi kita melemah. Kreativitas sulit ditumbuhkan jika kita harus menghadiri
pertemuan demi pertemuan, merancang kegiatan untuk anak-anak/keluarga,
sekaligus menjaga rumah.

Setiap orang diberi tujuh kemampuan dasar atau kecerdasan yang dikenal
dengan seven kinds of smart. (Thomas Armstrong).
Seven Kinds of Smart
- Verbal/linguistis: kemampuan memanipulasi kata secara lisan atau tertulis.
- Matematis/logis: kemampuan memanipulasi sistem nomor dan konsep logis.

5
-l Spasial: kemampuan melihat dan memanipulasi pola-pola desain.
- Musikal: kemampuan mengerti dan memanipulasi konsep musik, seperti nada,
irama, dan keselarasan.

- Kinestetis-tubuh: kemampuan memanfaatkan tubuh dan gerakan, seperti dalam


olah raga atau tari.

- Intrapersonal: kemampuan memahami perasaan diri sendiri, gemar merenung


serta berfilsafat.
- Interpersonal: kemampuan memahami orang lain, pikiran, serta perasaan
mereka.

Kita biasanya dominan dalam satu atau dua jenis kecerdasan. Meskipun
demikian, dari ketujuh kecerdasan tersebut, kita memiliki kombinasi unik yang
bisa kita jelajahi dan sadap sepanjang hayat. Namun umumnya, kita terlalu
membatasi diri sebab semasa anak-anak kita didorong untuk hanya memusatkan
diri pada satu kecerdasan—khususnya verbal/linguistis atau matematis/logis.
Kedua kecerdasaan inilah yang umumnya ditekankan dalam sistem pendidikan.
Akibatnya, kita berkesimpulan bahwa kita tidak memiliki kemampuan atau
potensi di bidang lain. Menulis merupakan salah satu kemampuan puncak
manusia dalam pemakaian bahasa. Meski demikian, banyak orang yang tidak
memanfaatkan kemampuan tulis menulis ini untuk mentransmisikan gagasan
kepada orang lain. Mengapa ini semua bisa terjadi.

Apa bila boleh menduga kira, ada sejumlah penyebab mengapa kegiatan
tulis menulis ini kurang berkembang, terutama pada kalangan guru? Kemalasan,
ketidakminatan, ketidakpahaman, kemasabodohan, kebodohan sampai dengan
ketidakmampuan seseorang bisa saja menjadi penyebab ini semua. Yang jelas,
menulis tidaklah sulit, tapi sudah pasti bukan berarti gampang. Lalu, apa yang
harus kita lakukan?
Sebelum kita membahas bagaimana menulis, ada baiknya kita membuat garis
penegas, penulisan yang bagaimanakah yang akan kita perbincangkan terkait

6
dengan peristilahan penulisan kreatif ini.
- Reading (membaca)
- (W)Riting (menulis)
- Rithmetic (berhitung)

Dari 3R itu, wriring merupakan keterampilan yang terbesar jasanya bagi


peradaban manusia. Bayangkan saja seandainya umat manusia tidak memiliki dan
mengembangkan keterampilan menulis sehingga tiada tulisan-tulisan yang
mewariskan seluruh kebudayaan rohaniah turun-temurun sepanjang abad,
mungkin manusia dewasa ini menyerupai kumpulan kera yang berbaju saja.

J. Hambleton Ober—Writing: Man’s Greatest Invention (Tulisan: Ciptaan


Manusia yang Terbesar). Menyatakan bahwa karena kita belajar menulis pada usia
yang sangat awal, kita jarang merenungkan pentingnya tulisan bagi umat manusia,
padahal tulisan memungkinkan adanya berbagai peradaban dan kebudayaan.

Claude Levi Strauss—tulisan merupakan ciptaan ajaib yang pengembangan-nya


membawa manusia pada suatu kesadaran yang lebih jelas terhadap masa lampau
dan dengan demikian juga suatu kemampuan yang lebih besar untuk mengatur
masa sekarang maupun masa depan.

2.5 Sesungguhnya kapan tulisan mulai dikenal


Kapan dan dimana sebenarnya asal mula tulisan, sampai sekarang belum
dapat diketahui secara pasti. Namun demikian, para ilmuwan yang telah
melakukan riset dan studi dapat melacak sejarah asal mula tulisan dan mengapa
manusia menulis sebagaimana yang kita kenal sekarang. Riset masih terus
dikembangkan untuk membuka tabir yang masih merupakan misteri yang menarik
itu.
The New Book of Knowledge (diterbitkan oleh Golier) menulis tentang legenda
Mesir Kuno yang berkaitan dengan asal mula tulisan. Konon manusia mula-mula
belajar menulis dari Dewa Thoth yang berkepala burung Ibis, burung berparuh
sangat panjang seperti Bangau dan dianggap keramat. Dewa ini mengajar manusia

7
membuat tanda-tanda atau gambar-gambar di pasir dengan paruhnya yang panjang
untuk menyatakan kehendaknya atau menyampaikan pikiran dan perasaannya.
Bangsa Cina, Babilonia, Yunani, dan bangsa-bangsa lain di dunia, mempunyai
legenda masing-masing tentang sejarah tulisan. Mereka menyadari bahwa
kemampuan menulis merupakan anugerah Tuhan karena sangat besar manfaatnya.
Dengan menulis (dan tentu saja membaca) manusia dapat menyampaikan
pengalaman atau ilmu pengetahuan apapun yang mereka miliki untuk kepentingan
generasi yang akan datang.

Andai kata orang-orang kuno tidak meninggalkan tulisan, mungkin sejarah


manusia tidak akan kita ketahui. Tidak dapat kita bayangkan bagaimana keadaan
dunia sekiranya tulisan tidak pernah diciptakan dan umat manusia berkomunikasi
hanya secara lisan saja. Dengan adanya peninggalan-peninggalan sejarah yang
berbentuk tulisan-tulisan pada batu, dinding-dinding (goa), lontar, dsb, sejarah
bangsa-bangsa dapat diungkap.

Dari berbagai penelitian para sejarawan mengetahui bahwa pada mulanya


tulisan hanya berbentuk gambar-gambar dan tanda-tanda. Untuk menggambar
seseorang sedang makan ikan, orang-orang kuno menggambarkan tanda-tanda
untuk manusia manusia (jenis lelaki atau perempuan), ikan dan makan. Keadaan
berkembang ketika mereka menemukan alat untuk menulis. Mereka dapat menulis
lebih cepat dan lebih banyak lagi tanda-tanda tulisan yang diciptakan. Akhirnya
karena kebutuhan akankepraktisan, tanda-tanda itu lalu berkembang menjadi
semacam kode-kode yang tentu saja terlebih dahulu harus dipelajari, bentuknya
mirip huruf steno.

Ide menjadi sangat penting alam penciptaan tulisan ini. Ide dan objeknya
menjadi satu. Karena bertolak dari ide, para ilmuwan menyebutnya sebagai
ideographic. Sampai sekarang cara ini masih kita pakai. Misalnya tanda-tanda
pada rambu-rambu lalu-lintas. Untuk jalan menanjak, untuk jalan berliku, untuk
jalan berbahaya. Semua hanya memakai tanda-tanda dan kita yang telah
mempelajarinya tahu apa yang dimaksud dengan tanda-tanda tersebut. Alfabet

8
Cina sebagian terbesar adalah ideographic, konon berjumlah 40.000 huruf dan
4.000 di antaranya harus benar-benar dipelajari dan dipahami agar dapat menulis
dengan baik. Bandingkan dengan alfabet Latin yang hanya berjumlah sekitar 26
huruf.

Yang penting kita simak adalah kenyataan bahwa menulis merupakan


salah satu cara yang sangat dibutuhkan manusia untuk berkomunikasi. Selain
berkomunikasi secara lisan, mereka merasakan kebutuhan untuk berkomunikasi
secara tertulis yang dalam perkembangannya menjadi cara yang praktis dan
ekonomis. Dengan menulis tentang budaya yang mereka miliki, misalnya,
generasi tua dapat dapat meninggalkan pengetahuan dan tradisi mereka untuk
dipelajari oleh generasi mendatang. Tulisan dapat menjadi rekaman abadi setelah
penulisnya meninggal dunia. Sesudah ditemukannya sarana atau perlengkapan
tulis-menulis, perkembangan tulisan menjadi sangat penting seperti yang kita lihat
sekarang ini.

Ternyata manusia tidak cukup puas hanya berkomunikasi secara lisan.


Dengan ditemukannya tulisan, mereka mencatat peristiwa-peristiwa besar di atas
batu atau pada dinding. Mereka menulis di atas kulit kayu dan di daun-daun lontar
sebelum akhirnya ditemukan kertas dan alat-alat tulis lainnya. Cara
berkomunikasi menjadi lebih praktis karena mereka dapat berhubungan dengan
orang lain di tempat yang berbeda dan berjauhan. Kebutuhan untuk
berkomunikasi inilah yang mendorong seseorang untuk menulis ketika menyadari
bahwa hanya dengan berbicara tidak cukup, tidak praktis, dan tidak dapat
disebarluaskan, juga tidak efektif.

Apapun yang menjadi alasan, seseorang untuk menulis, yang jelas ia ingin
berkomunikasi dengan orang lain atau pihak lain melalui karya-karyanya.
Sehingga, seorang penulis menulis untuk dibaca orang lain; bukan hanya untuk
dirinya sendiri. Karena itu banyak hal yang harus dipikirkan dan dipertimbangkan
sebelum ia menulis. Dengan kata lain, seorang penulis harus dalam keadaan siap
secara fisik maupun mental/spiritual sebelum bermain dengan aksara atau huruf.

9
Menulis pada hakikatnya adalah upaya mengekspresikan apa yang dilihat,
dialami, dirasakan, dan dipikirkan ke dalam bahasa tulisan. Hampir setiap orang,
agaknya pernah melakukan aktivtas menulis. Entah menulis pesan, memo, surat,
buku harian, laporan, opini, naskah, buku, dll. Jadi, ada pelbagai macam bentuk
dan jenis tulisan. Setiap orang mungkin pernah menulis, dari bentuk yang paling
ringan dan sederhana sampai yang luas dan mendalam.

Jika kita masih (agak) kesulitan memulai membikin model tulisan yang
bersifat luas dan mendalam, maka kita bisa mulai dulu latihan dengan cara
membuat jenis tulisan yang ringan dan sederhana. Misalnya saja dimulai dari
membikin surat pembaca dan diary (buku harian). Bikinlah surat pembaca dan
buku harian seteliti dan sebagus mungkin, misalnya dari segi tema/isi dan cara
penggarapannya. Bahkan beberapa tulisan yang berasal dari (sekedar) buku harian
pun ada yang diterbitkan menjadi buku dan disambut dengan hangat; misalnya
saja Catatan Seorang Demonstran-nya Soe Hok Gie, serta Pergolakan Pemikiran
Islam-nya

Jadi teknik penulisan kreatif adalah menciptakan karya kreatif (cerpen,


misalnya) dengan mengerahkan segenap daya imajinasi dan daya kreatif dengan
mempertimbangkan unsur subjektivitas dan penciptaannya melewati empat
tahapan proses kreatif.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penulisan kreatif bisa diartikan sebagai kemampuan untuk mengendalikan
pikiran-pikiran kreatif yang bergumul dalam pikiran seseorang dan untuk
menyusunnya ke dalam sebuah kalimat dengan struktur yang baik; saya bisa
mengatakan bahwa konsep daripada " Menulis Kreatif" lebih berbobot daripada
menyimpan imaginasi karena tidak semua imajinasi adalah pikiran yang kreatif.
Kreativitas lahir di dalam pikiran yang mapan dan matang. Seorang penulis sama
baiknya dengan pemikirannya sendiri. Ada dua tipe penulis yang dibahas adalah
penulis umum/harian dan penulis kreatif.

3.2 Saran
Kami sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itulah

saran dan kritik yang bersifat membangun masih sangat kami harapkan guna

penulisan makalah kami selanjutnya agar menjadi lebih baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ayan, Jordan E. 2002. Bengkel Kreativitas. Diterjemahkan oleh Ibnu Setiawan.


Bandung: Kaifa.

Laksana, A.S. 2006. Creative Writing: Tips dan Strategi Menulis untuk Cerpen
dan Novel. Jakarta: Mediakita.

Lasa, H.s. 2005. Gairah Menulis. Yogyakarta: Alinea.


The Liang Gie. 1992. Pengantar Dunia Karang-Mengarang. Yogyakarta: Penerbit
Liberty.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Waluyo, Herman, J. Apresiasi Puisi. Jakarta:


Sayuti, Suminto A. 2002. Semerbak Puisi. Yogyakarta: Gama Media.

12

You might also like