You are on page 1of 4

Nama : Jauhari Arif

Kelas : X-2

CERPEN

INDAH PADA WAKTUNYA

“ Bunga… kamu mau nggak jadi pacar aku?” Tanya Dion padaku.
Membuatku langsung berdiri terpaku. Akhirnya, pernyataan itu keluar
juga dari mulut Dion. Jujur aku tak tahu harus jawab apa. Kutolak
ataukah ku terima? Kalau aku tolak itu berarti dia adalah orang
ketujuh yang telah aku tolak dan aku sakiti. Seandainya yang berkata
demikian adalah Bintang tentu aku tidak akan terus melihat ekspresi
wajah mereka yang terlihat kecewa. “aku nggak bisa jawab sekarang.
Beri aku waktu satu hari, yang berarti besok,” jawabku akhirnya.
Itulah hal yang dapat aku kataka sekarang, tidak kata ya tidak pula
kata tidak. Setidaknya, tidak sebelum aku memikirkannya lebih dalam
lagi. “ aku akan menunggu jawabannya besok.” dengan senyum tulusnya.
Membuat senyuman bersalah terukir di mulutku. Andai aku bilang iya
pada cowok sebaik Dion. Huh…. andai dia Bintang, aku tak perlu
merasa begini.

Aku terduduk di meja belajarku. Menatap dalam fotoku dan


Bintang yang kupajang rapi di atas mejaku ini. Ku biarkan pikiran
tentangnya tergelar indah di benakku. Mengingat semua masa-masa aku
dan Bintang dalam ikatan persahabatan. Ada rasa yang terlebih dahulu
menjalar daripada persahabatan itu sendiri di hatiku. Rasa yang
diartikan lebih dari sekedar rasa persahabatan. Dan untuk perasaan
itulah yang membuat aku terus menunggunya. Menunggu pernyataan itu
terurai dari mulutnya dan meminta status persahabatan menjadi
pacaran. Tapi sampai kapan ia harus menunggu satu kata cinta
darinya? Satu hari? Satu minggu? Atau haruskah menunggu satu tahun
lagi? Atau malah mungkin tidak sama sekali. Bintang… Bintang kenapa
kamu terus-terusan ada di pikiranku. Padahal banyak cowok-cowok yang
selama in pernah menyatakan perasaannya bisa dikatakan lebih
darinya. Kenapa semua kekurangannya seakan-akn membentuknya menjadi
pribadi yang berbeda bagiku?

Lalu bagaimana dengan Dion teman sekelasku yang baik itu?


Menolak dan tetap menunggu Bintang atau malah menerimanya dan
melupakan perasaanku terhadap Bintang? Aku pun mengambil HP-ku yang
tergeletak di sampingku. Setidaknya aku mau tau bagaimana sebenarnya
perasaan dia terhadapku. Apakah aku harus menunggunya datang dengan
membawa cewek yang telah diakuinya sebagai pacar?

“ Hai. Bin…. Lagi ngapain? Menurut kamu aku gimana?” SMS


dikirim ke Bintang.

“lagi main PS. kenapa? Tumben?” SMS diterima, memuntahkan


kekecewaan padaku.

“ kamu anggap aku apa selama ini?” SMS dikirim.

“ kamu kenapa sih? Lagi mimpi ya? Ya, sahabat lah. Apa lagi?
Musuh, ya jelas nggak kan? Udahan dulu ah. Aku lagi sibuk. Nanti
kamu aku telepon lagi.”

“Dion, maaf aku udah buat kamu nunggu lama. Jawabannya iya,
aku mau jaadi pacar kamu.” SMS dikirim dengan iringan air mata yang
jatuh di pipiku. Semua berakhir, di saat aku harus menunggu dua
tahun memendam perasaan ini.

Aku memasuki gerbang sekolah. Hari ini, hari perdana aku


benar-benar memaknai persahabatan antara aku dan Bintang. Tidak
lebih sedikitpun. Ku lihat Bintang lewat di depanku dan menengok
tapi ia malah mendatangi Nando yang berada tak jauh darinya. Ia
sudah mulai tidak peduli padaku.

“Hai…..,” seseorang menepuk pundakku. “ aku cari kamu kemana-


mana eh tahunya di sini, kita makan yuk. Aku lapar nih.” Ajak Dion
dan aku terpaksa ikut. Tiba di kantin aku melihat Bintang sedang
mendatangi meja di belakangku bersama Nando. Tetapi lagi-lagi dia
seolah-olah tak melihatku. Kecewanya aku.

Bel istirahat berbunyi. Aku langsung berlari mengejar Bintang


yang mengaarah ke kantin tanpa mengajakku. Aku yang tak tahan dengan
ribuan tanya di benakku berkata “ kamu kenapa sih?”, “ aku mau ke
kelas” sahutnya tanpa mengajakku kembali, tetapi aku tetap
mengikutinya. Hingga sampainya di kelas ternyata ada Dion yang telah
menungguku. “ ada pacar kamu tuh.” Bintang menyenggolku. Tadi pagi
kan aku sudah menemaninya makan, kenapa sekarang menggangguku lagi.
Menyebalkan.

Bel pulang berbunyi, aku langsung menghampirinya yang bergerak


ke luar kelas.

“mau ke mana?” tanyaku

“pulang.”

“kok nggak ngajak aku? Aku kan juga mau pulang.” Tapi ia tetap
tak menanggapiku, bahkan menoleh pun tidak.

“helm buatku mana?” saat sampai di parkiran.

“aku cuma bawa satu.”

“kok satu sih? Kan biasanya dua?”

“ngapain aku bawa dua?”

“lho kan biasanya gitu.”

“ngapain kamu pulang sama aku. Mana pacar baru kamu itu.?
Harusnya kan kamu sama dia. Lagian juga nanti pacar kamu marah.”
Jawab Bintang seenaknya yang membuat Bunga naik pitam.

“maksud kamu apa sih? Kamu kenapa?” tanya Bunga dengan nada
tinggi.

“kamu mau tahu aku kenapa? Karena aku cinta banget sama kamu,
tapi kamu malah jadian sama Dion.” Akhirnya setelah sekian lama aku
menunggu jawaban itu keluar juga. Aku pun tersenyum setengah ketawa.

“ ternyata harus menunggu aku pacaran dulu baru kamu mau


bilang cinta ke aku. Harusnya dari dulu aku terima saja Rindi waktu
itu. Jadi aku nggak harus nunggu lama perasaan aku digantung
kayagini.” Jawabku panjang akhirnya.

“maksud kamu apa?” tanya Bintang bingung dengan sejuta


ekspresi yang sukar diungkapkan.

“menurut kamu?”

“apa itu artinya kamu juga cinta aku?” tanyanya lagi dengan
harap-harap cemas.
“kamu benar-benar pengecut. Dion yang pendiam saja berani
mengungkapkan perasaannya.” Bintang terdiam. “ aku benci kalau harus
bilang ini, aku juga gak tahu kenapa harus bilang ini ke kamu. Satu
hal yang mesti kamu tahu, aku udah mutusin Dion tadi waktu
istirahat, dan kamu tahu kenapa. Iti gara-gara aku gak mau adaa
cowok lain yang ada di hidupku selain cowok pengecut kayak kamu.”
ucapku.

Bintang langsung menegakkan kepalanya, tak percaya dengan apa


yang telah kukatakan tadi.

#SELESAI#

You might also like