You are on page 1of 66

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup renik
(mikro atau kecil) dengan cara observasi. Untuk mengetahui makhluk hidup renik
dengan menggunakan alat (mikroskop, lup), media, teknik khusus misalnya biakan
murni maupun aseptic. Ruang lingkup mikrobiologi meliputi prion, virus, monera,
protista, dan fungi. Mikrobiologi perlu dipelajari karena:
a. Mikroba berada disekitar lingkungan kita dan kita selalu berinteraksi dengan
mikroba tersebut. Mikroba dapat dijadikan sebagai kawan atau lawan. Misalnya
interaksi sebagai lawan adalah dapat mengendalikan penyakit dan melawan
penyakit, sedangkan interaksi sebagai kawan dapat menghasilkan produk (dalam
pembuatan tape menggunakan bakteri Aspergillus sp) dan jasa (bioremidiasi,
biomining dan bioteknologi).
b. Mikroba merupakan obyek penelitian.
c. Rasa ingin tahu.

Kebanyakan mikroorganisme dapat menyebabkan banyak bahaya dan


kerusakan. Hal ini nampak dari kemampuannya menginfeksi manusia, hewan, dan
tanaman. Sehingga menimbulkan penyakit dan kemampuannya menginfeksi tersebut,
dimana penyakit tersebut berkisar dari infeksi ringan sampai menyebabkan kematian.
Mikroorganisme dapat mencemari makanan dengan menimbulkan perubahan-
perubahan atau bahkan beracun. Sehingga harus ada prosedur khusus dalam
penbuatan makanan yang bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan dan
kontaminasi suatu mikroba.

Bakteri pada umumnya berasal dari lingkungan disekitar kita misalnya: di


tanah, air, udara, makanan,tanaman yang sakit dan pada buah-buahan yang sudah
basi. Kultivasi bakteri dapat diaktifkan melalui bakteri biakan murni yang hanya
mengandung satu jenis bakteri untuk mengisolasi bakteri dalam biakan murni.
1
Umumnya dalam membiakan mikroba dengan menggunakan metode piringan
goresan, metode piringan tiang, dan medium cair. Untuk menjamin kemurnian biakan
maka semua media dan alat yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu dengan
menggunakan autoklafe. Bakteri yang telah dibiakkan dalam medium tentunya
memerlukan nutrisi agar mikroba dapat tumbuh. Unsur-unsur yang harus ada dalam
medium antara lain:

a. Sumber karbon misalnya karbohidrat, gula, pati, dan CO2

b. Sumber nitrogen misalnya protein dan amoniak

c. Sumber sulfur misalnya asam nukleat

d. Ion-ion organik misalnya Mg, K, Ca

e. Vitamin

f. Air

Dalam mengisolasi mikrona pada media agar miring, media agar tegak,
maupun media cair dilakukan secara aseptic. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya kontaminasi bakteri lain. Setelah bakteri biaka murni diinkubasi dengan
waktu tertentu maka dapat dilakukan pengamatan tentang sifat-sifat koloni yang
tumbuh antara lain mengenai jumlah, macam, warna, tekstur, ukuran, dan permukaan
koloni. Untuk mengamati sifat-sifat bakteri dilakukan dengan metode pewarnaan,
antara lain pewarnaan sederhana yamg bertujuan untuk mengetahui bentuk bakteri,
pewarnaan gram untuk mengetahui ketahanan bakteri terhadap keasaman. Uji
motilitas untuk menetahui daya gerak bakteri. Dari beberapa jenis pewarnaan diatas
kemudian melakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop maka kita dapat
melakukan identifikasi bakteri yang berada pada kultur murni. Untuk mengetahui
kepadatan mikroba dapat menggunakan enumerasi. Sedangkan uji resistensi
dilakukan untuk mengetahui resistensi suatu mikroba terhadap antibiotik

Virus berbeda dengan mikroba lainnya karena hanya dapat hidup dan
memperbanyak diri di dalam tubuh makhluk hidup. Sehingga virus disebut sebagai
2
parasit interselluler obligat. Untuk mengendalikan virus dapat dilakukan dengan cara
diinaktifkan dengan merendam virus menggunakan larutan misalnya dengan
disenfektan (chlorin) dengan perbandingan 1:10 atau dilarutkan pada eter (ditergen).

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah tujuan dari pembuatan medium TA (Tauge Agar) dan PSA (Potato
Sukrosa Agar)?
2. Apakah tujuan dari penagkapan dan pengisolasian dari mikroorganisme?
3. Apakah tujuan pewarnaan bakteri dan badaimanakah cara melakukan masing-
masing pewarnaan bakteri?
4. Apakah tujuan dari enumerasi dan bagaimanakah hubungan antara pengenceran
dengan kepadatan jumlah bakteri?
5. Apakah tujuan dari uji resistensi bakteri dan bagaimanakah pengaruh pemberian
antibiotik dengan pengenceran yang berbeda pada medium terhadap tumbuhnya
bakteri?
6. Apakah tujuan dilakukannya praktikum virus?

C. Tujuan Percobaan
Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas dapat diperoleh tujuan
percobaan sebagai berikut:
1. Tujuan pembuatan medium TA (Tauge Agar) dan PSA (Potato Sukrosa Agar)
adalah:
a. Mengetahui bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan medium TA
(Tauge Agar) dan PSA (Potato Sukrosa Agar) yang akan dipakai.
b. Mengetahui cara pembuatan medium TA (Tauge Agar) dan PSA (Potato
Sukrosa Agar).
c. Mengetahui manfaat medium agar TA (Tauge Agar) dan PSA (Potato
Sukrosa Agar) dalam praktikum mikrobiologi dasar.
2. Tujuan penagkapan dan pengisolasian mikroorganisme adalah:

3
a. Menangkap mikroorganisme dari sayur yang sudah basi (sayur lodeh dan
sayur sop) dan jamur yang terdapat pada makanan (roti dan teh).
b. Menumbuhkan mikrorganisme dalam medium TA (Tauge Agar) dan PSA
(Potato Sukrosa Agar) dalam cawan petri.
c. Mengetahui dan memilih mikroorganisme yang sudah ditangkap untuk diteliti
lebih lanjut.
d. Mengisolasi mikroorganisme yang sudah ditangkap pada pada medium TA
(Tauge Agar) dan PSA (Potato Sukrosa Agar) miring dalam tabung reaksi.
3. Tujuan dari pewarnaan bakteri adalah:
a. Mengetahui tentang bahan kimia dan teori dasar dalam pewarnaan bakteri.
b. Mengetahui teknik pembuatan olesan preparat.
c. Mengetahui prosedur pewarnaan sederhana dan pewarnaan negative.
d. Mengerjakan prosedur pewarnaan diferensial seperti pewarnaan gram’s, acid
fast, dan endospora pada bakteri.
Cara pewarnaan sederhana adalah:
Melakukan prosedur pewarnaan sederhana untuk membandingkan bentuk
morfologi sel-sel penyusun bakteri.
Cara pewarnaan negatif adalah:
Melakukan prosedur pewarnaan negatif untuk mengetahui morfologi
mikroorganisme yang akan kelihatan transparan dan tampak jelas diantara
medan yang gelap.
Cara pewarnaan gram’s adalah:
Mengetahui dasar kimiawi pewarnaan gram’s dan hasil dari teknik ini
digunakan untuk membedakan bakteri dalam dua kelompok utama yaitu
gram positif dan gram negatif.
Cara pewarnaan Acid Fast adalah:
Melakukan prosedur pewarnaan acid fast untuk mengetahui kandungan
lemak yang banyak pada bakteri yang tidak dapat diwarnai dengan
pewarnaan sederhata atau pewarnaan gram.
Cara uji katalase adalah:

4
Melakukan prosedur uji katalase untuk mengetahui adanya enzim katalase
yang dihasilkan oleh bakteri yang diamati.

Cara uji motilitas adalah:


Melakukan prosedur kerja motilitas untuk melihat moilitas atau
pergerakan mikroba
4. Tujuan dari enumerasi adalah:
a. Menghitung kapadatan mikrobia.
b. Mengetahui hubungan pengenceran dengan kepadatan jumlah bakteri yaitu
jumlah bakteri berbanding terbalik dengan pengenceran
5. Tujuan dari uji resistensi adalah:
a. Mengetahui apakah bakteri tersebut resisten atau tidak pada antibiotic yang
digunakan.
b. Mengetaui pengaruh pemberian antibiotic dengan pengenceran yang berbeda
pada medium yang ditumbuhi bakteri. Semakin encer antibiotic yang
diberikan maka bakteri semakin resisten terhadap antibiotic tersebut.
6. Tujuan dari praktikum virus adalah:
a. Memperbayak virus dan mengamati morfologi virus.
b. Memurnikan virus yang telah diperbanyak.

D. Manfaat
Dari praktikum mikrobiologi ini dapat diambil manfaat yaitu pengetahuan
lebih tentang makhluk mikro (kecil) yang keberadaanya ada di sekeliling kita dan
jumlahnya tak terhingga melebihi jumlah manusia serta kekurangan dan kelebihan
suatu mikroorganisme.

5
BAB II
KAJIAN TEORI

A. PEMBUATAN MEDIUM
Media adalah pembenihan atau subtract atau dasar makanan untuk
menumbuhkan dan mengembangbiakkan organisme. Media yang baik bagi
pemeliharaan mikroorganisme adalah yang mengandung unsure-unsur makanan yang
diperlukan, dapat berupa garam-garam organic dan senyawa-ssenyawa organic seperti
protein, pepton, asam-asam amino dan vitamin-vitamin.
Mikroorganisme dalam suatu biakan murni memerlukan nutrisi atau makanan
untuk dapat tumbuh. Nutrisi yang diperlukan tersebut antara lain:
1. Sumber karbon
Sumber karbon dapat diperoleh berupa monosakarida seperti glukosa atau
fruktosa, sukrosa (gula pasir) dan laktosa. Pemilihan suatu sumber carbon dalam
suatu medium bergantung pada jenis mikrobia yang akan dikembangkan dan
ditumbuhkan karena setiap mikroba membutuhkan sumber karbon yang berbeda.

Sukrosa adalah yang umum digunakan apabila kita ingin menumbuhkan berbagai
macam bakteri dan jamur. Sukrosa dapat diambil dari gula pasir jika tidak
mendapatkan sukrosa yang murni. Konsentrasi sumber karbon yang digunakan
dalam medium berkisar antara 1%-20%.

2. Sumber nitrogen
Sumber nitrogen yang biasanya digunakan adalah peptone tetapi untuk beberapa
mikroba lain yang spesifik biasanya memerlukan sumber nitrogen lain yang
berupa nitrogen atau asam amino.

Bakteri membutuhkan sumber nitrogen dalam bentuk garam nitrogen anorganik


( seperti kalium nitrat ) dan nitrogen organik ( berupa protein dan asam amino ).

6
Sumber nitrogen yang digunakan dalam medium penumbuhan mikrobia biasanya
adalah pepton, tetapi untuk mikrobia yang spesifik biasanya juga memerlukan
sumber nitrogen yang berupa protein atau asam amino yang tertentu.

3. Ion-ion organic tertentu baik berupa unsure mikro dan makro, misalnya: Mg, Ca,
K, dan lain sebagainya.
4. Metabolit penting, misalnya vitamin.
5. Air
Air digunakan mikrobia untuk membentuk bahan sel dan untuk melarutkan
bahan-bahan makanan mikrobia yang nantinya digunakan dalam pembentukan
energi.
Bahan-bahan nutrien yang disediakan mikrobia untuk tumbuh dalam
laboratorium disebut kultur media. Nutrient yang paling baik untuk menumbuhkan
suat mikrobia dalam medium adaah mengandung zat-zat organic dan beberapa unsure
yang telah disebutkan diatas. Untuk membuat suatu media yang baik, pertama media
tersebut harus mengandung nutrient atau makanan yang cocok untuk mikrobia yang
ditumbuhkan. Media yang digunakan harus memiliki kelembapan yang cukup dan PH
yang sesuai. Media tersebut juga harus bebas dari mikrobia lain atau harus steril
sebelum digunakan. Kedua media yang baik memerlukan komponen mikro dan
makro, komponen makro dapat berupa: C, H, O, N, S, P, K, Ca, Mg, Fe. Sedangkan
komponen mikro dapat berupa: Mangan, Seng, Tembaga, Kobalt, Nikel, Boron, Klor,
Silika dan lain sebagainya yang tidak begitu diperlukan oleh mikrobia.
Ada beberapa jenis media yang dapat dibuat untuk menumbuhkan mikrobia,
yaitu:
1. Medium universal
2. Medim selektif: dapat berupa PSA dan PDA
3. Medium diferensial, memiliki penampakan yang berbeda dan merupakan medium
yang selektif untuk bakteri E.Coli misalnya EMB (Eosi Metilen Blue Agar)
4. Medium diperkaya

7
5. Medium cair
Umumnya media cair digunakan untuk menambah biomassa sel. Kalau ke dalam
media tidak ditambahkan zat pemadat. Media cair digunakan untuk pertumbuhan
bakteri, ragi, dan mikroalga.
6. Medium padat
Medium akan padat jika ditambahkan agar, jumlah agar yang ditambahkan
tergantung pada jenis atau kelompok mikroba yang akan ditumbuhkan. Pada
umumnya digunakan untuk menumbuhkan bakteri, jamur, dan kadang-kadang
mikroalga.
7. Medium setengah padat
Jika penambahan zat pemadat hanya setengah atau kurang dari seharusnya. Ini
umumnya digunakan untuk pertumbuhan mikroba yang banyak memerlukan
kandungan air dan hidup anaerob dan hidup fakultatif untuk menambahkan
biomassa sel.

B. PENANGKAPAN MIKROORGANISME
Penangkapan suatu mikroorganisme adalah suatu proses pemindahan
mikroorganisme ke medium yang belum berisi mikrooganisme atau suatu proses
pengembangbiakan mikroorganisme pada medium yang belum ditumbuhi
mikroorganisme. Penangkapan mikroorganisme ini merupakan penangkapan bakteri
dan jamur. Proses ini dilakukan secara aseptic. Sebelum melakukan penanaman, baik
tempat maupun alat-alatnya harus disterilkan terlebih dahulu dengan alcohol yang
bertujuan untuk menghindari kontaminasi.
Penangkapan bakteri dilakukan dengan cara mengambil sedikit sumber bakteri
(sayur sop yang sudah basi) menggunakan jarum inokulasi atau bisa juga
menggunakan cotton bud dan menggoreskannya pada medium agar di dalam cawan
petri secara aseptic. Kemudian diinkubasi selama 48 jam. Demikian juga dengan
pengkapan jamur kami melakukan hal yang sama seperti penagkapan bakteri hanya
saja sumbernya berasal dari teh dan roti. Kemudian diinkubasi selama 72 jam dengan
suhu 37oC. untuk mempermudah mengidentifkasi jenis mikroba yang tumbuh pada

8
medium agar di dalam cawan petri ini dalam melakukan penanaman kami
menyetrikkan sayur sop yang sudah basi dan jamur yang berasal dari teh dan roti
secara zigzag, sehingga setiap jenis mikroba akan tumbuh secara berkoloni dan ada
jarak antara koloni satu dengan yang lain. Cara ini akan mempermudah dalam
mengisolasi bakteri dan jamur atau membuat biakan murni dari bakteri dan jamur.
Kedua kegiatan penangkapan baik bakteri maupun jamur ini dilakukan untuk
mengetahui bakteri jenis apa yang tumbuh pada sayur basi dan jamur yang terdapat
pada teh dan roti berdasarkan pemunculan koloni bakteri maupun koloni jamur pada
medium agar dalam cawan petri.
Setelah berhasil menangkap bakteri dan jamur maka kegiatan selanjutnya
adalah membuat biakan murni atau mengisolasi bakteri dan jamur dengan
menggunakan medium agar miring dalam tabung reaksi. Pengisolasian ini juga harus
dibersihkan dengan alcohol agar terhindar dari kontaminasi. Kegiatan pengisolasian
bakteri digunakan untuk membiakkan satu jenis bakteri saja pada medium agar
miring atau memisahkan satu jenis bakteri dari beberapa koloni bakteri yang tumbuh
dalam cawan Petri tadi, demikian pula pengisolasian jamur dilakukan untuk
membiakkan satu jenis jamur saja pada medium agar miring atau memisahkan satu
jenis jamur dari beberapa koloni jamur yang tumbuh pada cawan Petri tadi.

C. IDENTIFIKASI MIKROORGANISME
Pewarnaan sederhana
Sel-sel yang tidak diwarnai umumnya tampak hampir tembus pandang
(transparan) bila diamati dengan mikroskop cahaya biasa sehingga sukar dilihat
karena sitoplasma selnya mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan
indeks bias lingkungannya yang bersifat cair. Kontras antara sel dan latar
belakangnya dapat dipertajam dengan mewarnai sel-sel tersebut dengan zat-zat
warna.
Pewarnaan yang paling umum digunakan adalah pewarnaan sederhana;
disebut demikian karena hanya digunakan satu jenis zat warna yang digunakan
untuk mewarnai organisme tersebut. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan

9
pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan
basa). Zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya
bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif).
Pewarnaan sederhana ini memungkinkan dibedakannya bakteri dengan
bermacam-macam tipe morfologi (kokus, basilus, vibrio, spirilum, dan
sebagainya) dari bahan-bahan lainnya yang ada pada olesan yang diwarnai.
Disamping itu dapat pula diamati struktur-struktur tertentu seperti endospora.

Pewarnaan negative
Metode ini digunakan bukan untuk mewarnai bakteri melainkan mewarnai
latar belakangnya sehingga menjadi hitam gelap. Metode ini meliputi
pencampuran mikroorganisme di dalam setetes tinta nigrosin lalu
menyebarkannya diatas kaca obyek yang bersih. Pada pewarnaan ini bakteri
terlihat transparan (tembus pandang) dan tampak jelas diantara medan yang jelas
diantara medan yang gelap karena pewarna-pewarna tersebut tidak menembus
miroorganisme. Teknik ini digunakan untuk menentukan morfologi dan ukuran
sel. Berbeda dengan metode-metode pewarnaan yang lain , pada pewarnaan
negative olesan tidak mengalami pemanasan ataupun perlakuan keras dengan
dengan bahan-bahan kimia; maka terjadinya penyusutan sel dan salah agak
kurang sehingga penentuan sel dapat diperoleh dengan lebih tepat. Akan tetapi,
harus dipehatikan bahwa selama mengeringnya pewarna, sel-sel tersebut dapat
saja mengalami penyusutan atau salah bentuk. Metode ini juga berguna untuk
bakteri-bakteri tertentu, seperti spiroteka yang sukar diwarnai.

Pewarnaan Gram
Pewarnaan diferensial yang terpenting untuk bakteri adalah pewarnaan
gram, nama ini diperoleh berdasarkan nama penemunya yaitu Dr. Christian Gram.
Pewarnaan ini dapar membedakan bakteri menjadi 2 kelompok utama yaitu gram
positif dan gram negative yang membuatnya sebagai alat yang esensial untuk

10
mengklasifikasikan dan membedakan mikroorganisme. Pewarnaan gram
menggunakan 4 macam regen yang berbeda.
Pewarna primer (kristal violet), pewarna violet ini digunakan pertama kali
dan sel yang terwarnai akan berwarna biru-keunguan. Pewarna selanjutnya yaitu
Gram’s Iodine, reagen ini dikenal dengan mordant. Pewarna ini merupakan
campuran larutan yang komplek, untuk memperkuat ikatan pewarna primer. Hasil
dari ikatan komplek Crystal violet-Iodine (CV-I) akan mewarnai sel secara
intensive. Semua sel nampak biru-keunguan. Pada sel gram positif komplek CV-I
berikatan dengan Mg-RNA yang merupakan komponen dinding sel. Gabungan
antara Mg-RNA-CV-I lebih susah dicuci dibandingkan dengan komplek CV-I
Pewarnaan diferensial sedikitnya menggunakan 3 reagen kimia yang
diaplikasikan pada preparat mikroskopis. Reagen pertama disebut pewarnaan
dasar atau primer, yang fungsinya untuk mewarnai semua sel. Untuk
mendapatkan warna yang kontras, reagen kedua yang digunakan adalah agen
dekolorisasi. Berdasarkan komposisi kimia dari komponen sel, agen dekolorisasi
akan melarutkan pewarna primer dari sel secara keseluruhan atau hanya pada
struktur sel tertentu. Reagen terakhir yaitu pewarna penutup yang merupakan
pewarna kontras dari pewarna primer. Pada waktu dekolorisasi, apabila pewarna
primer tidak tercuci, warna penutup tidak dapat diserap dan sel beserta
komponennya akan diwarnai oleh pewarna primer. Jika pewarna primer tercuci,
maka komponen sel menjadi tidak berwarna, dan akan terwarnai oleh pewarna
penutup. Dengan cara ini jenis sel atau struktur sel dapat dibedakan satu dengan
lainnya berdasarkan warna yang tertinggal (diserap).

Pewarnaan endospora
Pada jenis-jenis bakteri tertentu misalnya Clostridium, Desulfuculatum
(bakteri anaerob) dan basilus (bakteri aerob) mempunyai kemampuan untuk
membentuk suatu bentukan pada tempat-tempat yang khas di dalam sel yang
disebut Endospora. Endospora dibentuk oleh sel apabila kondisi lingkungan tidak
memungkinkan untuk kelangsungan hidup sel vegetatif bakteri, misalnya adalah

11
pada kondisi bahan makanan yang tersedia sedikit atau tidak ada. Berdasarkan
kenyataan tersebut maka kita dapat memaksa bakteri-bakteri tersebut untuk
membentuk endospora,misalnya adalah dengan jalan menumbuhkan bakteri
tersebut didalam medium dalam jangka waktu yang lama (membiarkan akan
menjadi tua). Selain kondisi kekurangan makanan, kondisi yang tidak
menguntungkan lainnya yaitu suhu yang terlalu panas dan dingin, adanya radiasi
dan terdapatnya bahan-bahan kimia yang mematikan bakteri.

Beberapa tipe bakteri menghasilkan sel-sel resisten atau tahan terhadap


keadaan lingkungan yang buruk, yang dinamakan endospora. Dinding-dinding
endospora sangat resisten terhadap masuknya zat warna asli ketika zat warna
sederhana dipakai, spora-spora akan terlihat sebagai area-area dalam sel bakteri
yang terang, seperti kaca, dan dengan mudah sekali dikenali, jadi tidak perlu
melakukan sutu pewarnaan endospora untuk melihat spora. Namun demikian,
schaeffer-fulton spora stain adalah pewarnaan differensial untuk membuat spora
lebih mudah divisualisasikan.

Endospora dapat tahan hidup di lingkungan yang tidak menguntungkan karena


dikelilingi oleh suatu lapisan yang kedap air (impermeabel) yang selubung spora
yang sangat tebal.pewarnaan spora menggunakan 2 macam reagen yaitu :

1. Malakit hijau, yang berfungsi sebagai pewarna dasar yang akan mewarnai
spora melalui pemanasan. Baik dinding sel maupun endospora akan terwarnai
oleh malakit hijau. Larutan pencuci warna dasar menggunakan air. Pewarna
yang diikat oleh endospora akan tetap karena tidak tercuci oleh air. Setelah
pencucian,sel tidak berwarna dan endospora berwarna hijau.
2. Safranin sebagai zat warna (pewarna banding) yang akan mewarnai sel
vegetatif yang tidak berwarna merah, sedangkan endospora tetap berwarna
hijau.

12
Pewarnaan Acid Fast
Ziehl-Neelsen Acid Fast Stain adalah sebuh metode pewarnaan yang
dikembangkan oleh Paul Ehrlich pada tahun 1882. Ziehl-Neelsen Acid Fast Stain
dapat dipakai untuk mendeteksi organisme-organisme penyebab tuberculosis dan
leptosis. Slide organisme yang sudah diwarnai dengan carbolfuchshin dan
dipanaskan, dibilas dan dekolorisasi dengan 3% asam hidroklorida (HCl) dalam
95% etanol, dibilas, dan kemudian diwarnai dengan Loeffler’s methylen blue.
Sebagian besar generasi bakteri akan hilang warna merah dan carbolfuchsin
ketika dilakukan dekolorisasi. Namun demikian ada yang acid fast (tahan asan
mempertahankan warna merah terang). Komponen-komponen lipid yang terdapat
pada dinding-dinding sel bakteri tertentu yang bertanggung jawab memunculkan
sifat ini. Bakteri yang tidak tahan asam (acid-fast) kehilangan warna merahnya,
sehingga warna biru Loffler’s methylen blue kan meresap ke dalam dinding sel
ketika counterstain (pewarnaan yang kedua).

Pewarnaan jamur
Jamur adalah organisme eukariotik yang mempunyai dinding sel dan pada
umumnya tidak motil. Karakteristik ini menyerupai karakteristik tumbuhan.
Namun demikian jamur secara fundamental dapat dibedakan dari tumbuhan
karena mereka tidak mempunyai klorofil. Dengan demikian mereka tidak mampu
melakukan proses fotosintesis menghasilkan bahan organik dari karbondioksida
dan air, sehingga jamur disebut organisme yang heterotrof yang menyerupai sifat
sel hewan sehingga memerlukan bahan organik dari luar untuk keutuhan
nutrisinya.
Sebagai organisme saprofit jamur hidup dari benda-benda atau bahan-
bahan organik mati. Saprofit menghancurkan sisa-sisa bahan tumbuhan dan
hewan yang kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana. Hasil penguraian ini
kemudian dikembalikan ke tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Disamping itu hasil penguraian dari jamur saprofit ini dapat menghancurkan atau
menguraikan sampah, kotoran hewan, bangkai hewan, dan bahan organik lainnya,

13
sehingga tidak terjadi penumpukan dari bahan organik mati tersebut. Dengan
demikian dapat mempertahankan berlangsungnya siklus materi terutama siklus
karbon, yang berperan bagi kelangsungan hidup seluruh organisme.
Untuk dapat membiakan fungi di laboratorium, teknik-teknik dasar
bakteriologis dapat diterapkan. Namun karena jamur mempunyai Generation
Time (waktu generasi) yang lebih panjang dari kebanyakan bakteri, maka
dibutuhkan kondisi kultur yang dapat memeliharanya lebih lama. Kondisi kultur
yang dibutuhkan misalnya dengan cara menghindarkan media dari kondisi
kekeringan. Disamping itu jumlah media yang disediakan dalam lempeng agar
lebih banyak daripada lempeng agar yang disediakan untuk bakteri. Melapisi
tempat media dengan paraffin untuk mencegah kekeringan dan menginkubasinya
dalam kamar/chamber yang lebih lembab.
Pewarnaan jamur bertujuan untuk mengamati morfologi jamur secara
mikroskopis. Pewarnaan ini menggunakan zat warna Lactofenol Cotton Blue
sehingga hifa jamur akan terwarnai biru dan hifa jamur tidak mengkerut. Dan
pada saat diamati di mikroskop akan tampak morfologi jamur yang meliputi :
hifa, sel kaki, tangkai spora dan sporanya.

Uji katalase
Mikroorganisme mampu merombak lingkungannya dan menggunakan
bahan kimia sebagai sumber energi dan faktor pertumbuhan serta reproduksinya.
Semua aktivitas sel dibantu oleh enzim, bahkan di dalam pemecahan bahan kimia
kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana melibatkan banyak enzim yang
bekerja saling bertautan. Hal itu juga karena kerja enzim adaalah sangat spesifik,
satu jenis enzim umumnya hanya mampu bereaksi dengan satu jenis bahan. Hasil
dari reaksi enzimatik dapat diukur atau hilangnya suatu bahan pada media dapat
dideteksi. Sati seri uji enzimatik dapat dipakai untuk identifikasi dan
membedakan mikroba dari spesies yang satu dengan yang lain.

14
Prosedur kerja enzim katalase:
Katalase adalah enzim yang terdapat hampir semua bakteri. Enzim itu bertindak
sebagai katalisator dalam pemecahan hydrogen peroksida dan menghasilkan
oksigen:
2H2O2 katalase 2H2O + O2
Hidrogen peroksida adalah zat racun bagi bakteri. Zat ini dapat hilang dari piaraan
apabila mikroba dari piaraan itu menghasilkan katalase. Enzim katalase paling
banyak dihasilkan oleh bakteri obligant anaerob. Adanya enzim katalase dapat
ditunjukkan dengan menambahkan larutan hidrogen peroksida ke dalam piaraan
bakteri dan mengamati timbulnya oksigen.

Uji motilitas
Pergerakan suatu mikroba misalnya bakteri dapat diamati dengan
menggunakan metode yang disebut “ preparat basah tetes gantung”, yaitu suatu
metode yang dibuat dengan cara memberi setetes cairan yang yang mengandung
mikroba (akuades + mikroba) pada gelas penutup, kemudian gelas tersebut
diletakkan pada gelas benda yang cekung dengan permukaan yang ditetesi bakteri
menghadap kebagian cekung dari gelas benda. Gerakan mikroba akan tampak
pada preparat dan tidak berhamburan kemana-mana. Selain menggunakan metode
ini pergerakan mikroba juga dapat diamati dengan menggunakan medium khusus
yang disebut motility tes medium. Medium ini setengah padat sehingga arah
pertumbuhan bakteri pada medium akan membentuk pola yang khas. Dari pola
pertumbuhan ini akan diketahui bakteri yang ditanam itu dapat bergerak atau
tidak.

D. ENUMERASI

Enumerasi dapat diartikan sebagai penghitungan kepadatan mikroba.


Enumerasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Cara yang lazim digunakan
adalah hitungan langsung dengan menggunakan mikroskop dan bantuan
homositomater. Cara yang kedua adalah hitungan lempeng tuang. Pada kegiatan ini
15
anda akan melakukan penghitungan kepadatan sel khamir dari suatu suspensi dengan
cara hitungan langsung dan anda akan melakukan penghitungan jumlah bakteri
dengan hitungan lempeng tuang.

HITUNGAN LANGSUNG

Ada berbagai cara yang digunakan untuk menghitung jumlah bakteri dengan
metode ini. Untuk menghitung bakteri/spora jamur digunakan alat yang disebut
Haemositometer. Menyiapkan suspensi khamir dengan jalan melarutkan 0,01 gr
fermipan kedalam 10 ml aquades steril. Mengaduk campuran tersebut hingga
homogen. Campuran yang homogen diteteskan diatas homositometer dan ditutup
dengan kaca penutupnya lalu diamati di bawah mikroskop. Apabila terlalu pekat
suspensi dapat diencerkan secara seri (dilution metod).

Perhitungan jumlah sel bakteri dengan haemositometer dilakukan dengan cara


sebagai berikut:

1. Menentukan plot (5 kotak yang bergaris tebal dan terdiri atas kotak kecil-kecil)
2. Menghitung bakteri yang ada dalam masing-masing kotak yang besar (bakteri
yang tepat pada garis tepi dihitung satu kali)
3. Menjumlah bakteri dari seluruh kotak yang besar kemudian di rata-rata.
4. Menghitung konsentrasi bakteri/ml dengan cara memasukkan ke rumus volume:
Volume kotak = luas kotak × kedalaman kotak (rms matematika)
= 0,0625 mm2 × 0,1mm
= 0.00625 mm2
V = 0,00625 ml

Jadi 1 ml = × jumlah rata-rata bakteri (siri,1993)

16
Apabila dilakukan pengenceran dapat menggunakan rumus :

Jumlah sel/ml =

Keterangan:
P adalah faktor pengenceran
Untuk mendapatkan jumlah rata-rata sel/petak anda harus menghitung jumlah
sel minimal 25 petak, lalu rata-rata.

HITUNGAN LEMPANG TUANG (pour plate method)


Perhitungan dengan menggunakan lempeng tuang digunakan untuk
mengetahui perkiraan jumlah sel yang hidup, yaitu melalui penanaman suspensi
pada lempeng agar kemudian koloni yang tumbuh dihitung. jumlah ini
menunjukkan jumlah sel dengan anggapan satu koloni berasal dari 1 sel.

E. UJI RESITENSI
Pada percobaan uji resistensi, kelompok kami menggunakan cara Paper disk. Cara
ini dilakukan dengan menyiapkan lempeng media KNA dalam cawan Petri yang steril
kemudian mengoleskan biakan bakteri yang akan diuji pada lempeng agar secara
merata dengan menggunakan jarum inokulasi/cotton buds steril. Menggunting kertas
hisap berbentuk lingkaran dengan garis tengah kurang lebih 1 cm, kemudian
merendam dalam desinfektan atau antibiotik (kelompok kami menggunakan
tetrasilin) dengan konsentrasi tertentu. Tiap konsentrasi 3 potong kertas hisap. Setelah
itu meletakkan kertas hisap yang telah direndam dalam desinfektan/antibiotik
(tetrasilin) diatas gores dan bakteri pada lempeng agar yang akan diuji,memberi tanda
untuk setiap konsentrasi pada bagian luar cawan supaya tidak tertukar. Lalu
diinkubasi selama 24 jam. Untuk antibiotik menggoreskan bakteri yang akan diuji
pada lempeng agar secara merata, kemudian meletakkan disk antibiotik (tetrasilin)
diatas goresan bakteri tersebut lalu menginkubasi selama 24-48 jam. Setelah itu kami

17
kami melakukan pengamatan ternyata daerah disekitar paper disk tidak ditumbuhi
oleh bakteri dan terbentuk zona hambatan. Pada pengenceran 250 mg tetrasilin
dengan 4ml aquades diperoleh luas zona hambatan total sebesar 10,42 cm2. Pada
pengenceran 250 mg tetrasilin dengan 8 ml aquades zona hambatan totalnya 2,75
cm2. Sedangkan pada pengenceran 250 mg tetrasilin dengan 12 ml aquades diperoleh
luas zona hambatan total sebesar 4,11 cm2.

Berdasarkan teori tingkat pengenceran yang rendah akan terbentuk zona


hambatan yang luas, hal ini berarti bakteri sensitif terhadap antibiotik (tetrasilin).
Semakin tinggi tingkat pengenceran semakin sempit zona hambatan yang terbentuk,
hal ini disebabkan bakteri telah resisten terhadap antibiotik (tetrasilin). Tetapi pada
hasil yang kami dapat kurang sesuai dengan teori tersebut karena pada pengenceran
250 mg tetrasilin dengan 4ml aquades zona hambatannya lebih sempit daripada zona
hambatan pada pengenceran 250 mg tetrasilin dengan 12 ml aquades. Hal ini
mungkin disebabkan kesalahan dalam pengukuran dan kekurang telitian kami dalam
praktikum ini.

F. VIRUS
Virus adalah mikroorganisme yang sangat kecil dan tidak dapat dibiakkan
dalam media buatan. Sampai sekarang virus masih banyak menimbulkan pertanyaan
diantaranya apakah merupakan organisme yang hidup? Karena hidup diartikan
sebagai proses yang dihasilkan oleh aktivitas protein khusus yaitu asam nukleat.
Asam nukleat sel hidup bereaksi setiap saat namun pada virus tidak demikian virus
tidak dapat melakukan kegiatan diluar sel inang yang hidup sehingga virus tidak
dimasukkan dalam makhluk hidup tetapi jika virus tersebut masuk dalam sel inang
yang hidup dalam asam nukleat yang dimiliki virus menjadi aktif dan virus tersebut
dapat memperbanyak diri. Berdasarkan hal tersebut maka virus juga digolongkan
sebagai makhluk hidup. Virus pada mulanya dapat dibedakan dari agen infeksi lain
karena mereka sangat kecil (dapat lolos dari saringan bakteri) dan bersifat parasit

18
obligant intraseluler karena itu virus mambutuhkan sel inang yang hidup untuk
memperbanyak diri.
Virus yang telah menginfeksi inang di dalam saluran pencernaan. Virus akan
menyebar dan menyerang sel-sel saluran pencernaan, menghancurkan inti selnya
sehingga seluruh selnya akan hancur/lisis. Bukan hanya saluran pencernaan saja
tetapi dimungkinkan seluruh tubuh sel inang juga hancur, karena virus tersebut akan
melekat ada dinding sel inang dan envelope virus akan melebur dengan permukaan
membrane sel inang dan menyebabkan terbebasnya bahan nukleokapsit virus ke
dalam sitoplasma sel inang kemudian akan terjadi pelepasan selubung virion, diikuti
dengan replikasi asam nukleat dan sintesis protein virus, replikasi asam nukleat virus
terjadi di sitoplasma.

Ulat grayak Spodoptera litura merupakan salah


satu jenis hama terpenting yang menyerang
tanaman palawija dan sayur. Hama ini sering
mengakibatkan penurunan produktivitas bahkan
kegagalan panen karena menyebabkan daun dan
buah sayuran menjadi sobek, terpotong-potong
dan berlubang. Bila tidak segera diatasi maka daun atau buah tanaman di areal
pertanian akan habis.
Untuk mengendalikan hama tersebut, petani umumnya menggunakan
insektisida kimia yang intensif (dengan frekuensi dan dosis tinggi). Hal ini
mengakibatkan timbulnya dampak negatif seperti : gejala resistensi, resurjensi hama,
terbunuhnya musuh alami, meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan
dan gangguan kesehatan bagi pengguna. Pengurangan penggunaan pestisida di areal
pertanian menuntut tersedianya cara pengendalian lain yang aman dan ramah
lingkungan, diantaranya dengan memanfaatkan musuh alami. Salah satu agen hayati
yang berperan penting sebagai pengendali hama secara alamiah adalah
Nucleopolyhedrovirus (NPV) yang merupakan agensi hayati ulat grayak. Virus ini
memiliki sifat yang menguntungkan, antara lain :

19
• Memiliki inang spesifik dalam genus/famili yang sama, sehingga aman terhadap
organisme bukan sasaran.
• Tidak mempengaruhi parasitoid, predator dan serangga berguna lainnya.
• Dapat mengatasi masalah resistensi ulat grayak terhadap insektisida kimia.
• Kompatibel dengan insektisida kimiawi yang tidak bersifat basa kuat.
Melihat besarnya manfaat SLNPV dan SLNPV sebagai agensia hayati pada ulat
grayak yang biasanya menyerang tanaman kacang-kacangan, tembakau dan sayuran,
maka NPV berpeluang besar untuk dikembangkan sebagai bio-pestisida yang
memiliki prospek komersial, tidak berdampak negatif bagi penggunanya.
Proses infeksi SLNPV dimulai dari tertelannya polihedra (berisi virus) bersama
pakan. Di dalam saluran pencernaan yang bersuasana alkalis, polihedra larut
sehingga membebaskan virus (virion). Selanjutnya virus menginfeksi sel-sel yang
rentan. Dalam waktu 1 sampai dengan 2 hari setelah polihedra tertelan, ulat yang
terinfeksi akan mengalami gejala abnormal secara morfologis, fisiologis dan
perilakunya.
Secara morfologis, hemolimfa ulat yang semula jernih berubah keruh dan secara
fisiologis, ulat tampak berminyak dan perubahan warna tubuh menjadi pucat
kemerahan, terutama bagian perut. Sedangkan secara perilaku, ulat cenderung
merayap ke pucuk tanaman, yang kemudian mati dalam keadaan menggantung
dengan kaki semunya pada bagian tanaman.
Permukaan kulit ulat akan mengalami perubahan warna dari pucat
mengkilap pada awal terinfeksi kemudian akan menghitam dan
hancur. Apabila tersentuh, tubuh ulat akan mengeluarkan cairan
kental berbau seperti nanah yang berisi partikel virus. Ulat mati
dalam waktu 3 sampai dengan 7 hari setelah polihedra VIR (berisi
virus) tertelan. Sebelum mati ulat masih dapat merusak tanaman, namun kerusakan
yang diakibatkan ulat yang sudah terinfeksi sangat rendah, karena terjadi penurunan
kemampuan makan dari ulat grayak sampai 84 %.
Gejala infeksi SLNPV pada larva S. litura akan terlihat setelah 1 – 3 hari
SLNPV tertelan, Gejala pada larva instar-3 dan instar-4 yang terinfeksi SLNPV akan

20
terlihat berwarna putih kecoklatan pada bagian perutnya, sedangkan pada bagian
punggung berwarna coklat susu kehitaman, apabila larva instar-5 dan instar-6
terinfeksi SLNPV dan jika tidak mati, maka pada saat stadia pupa akan membusuk
dan seandainya sampai pada stadia imago maka bentuk sayap menjadi keriting. Larva
yang terinfeksi NPV pada umumnya ditandai dengan berkurangnya kemampuan
makan, gerakan yang lambat, dan tubuh membengkak akibat replikasi atau
perbanyakan partikel-partikel virus NPV. Integumen larva biasanya menjadi lunak,
rapuh, dan mudah robek. Apabila tubuh larva tersebut pecah maka akan
mengeluarkan cairan kental berwarna coklat susu yang merupakan cairan NPV
dengan bau yang sangat menyengat.
Di lapang kematian larva S. litura akibat terinfeksi SLNPV ditunjukkan dengan
gejala tubuh larva menggantung dengan kedua kaki semu bagian abdomen menempel
pada daun atau ranting tanaman membentuk huruf “V” terbalik . Akan tetapi ada juga
larva mati yang posisinya tidak seperti huruf “V” terbalik melainkan terkulai pada
helaian daun.

21
BAB III

METODE PERCOBAAN

A. PEMBUATAN MEDIUM

1. Pembuatan medium untuk bakteri

a. Alat-alat :

1. Gelas beker 6. Bunsen

2. Kaca pengaduk 7. Cawan petri

3. Gelas ukur 8. Autoklaf

4. Tabung reaksi 9. Kompor

5. Corong 10. Panci

b. Bahan-bahan :

1. Taoge 250 gr 6. Agar-agar 12 gr

2. Kertas saring 7. Aluminium foil

3. Aquades 8. Kertas bekas

4. Kapas 9. Benang kasur

5. Gula pasir 60 gr

22
c. Prosedur kerja :

1. Membuat ekstrak taoge dengan mendidihkan 250 gram taoge dalam 1000 ml
selama 15 menit. Kemudian mengambil filtratnya dengan cara menyaring.
2. Menambahkan filtrat tersebut dengan 60 gr gula pasir, agar-agar batangan
yang sudah dipotong kecil-kecil 12 gr atau agar-agar powder 15 gr dan
memanaskan sampai agar-agar larut dan air sampai volume akhir setelah
penambahan gula dan agar agar adalah 1000 ml.
3. Memasukkan taoge agar (TA) kedalam 2 cawan petri masing-masing 20 ml
untuk media menangkap bakteri.
4. Membuat media tauge agar miring untuk isolasi bakteri dengan
memasukkan 5 ml TA ke dalam tabung reaksi (masing-masing mahasiswa 1
tabung reaksi).
5. Memasukkan tauge agar ke dalam 3 cawan petri masing-masing 20 ml dan
10 ml tauge cair (TC) ke dalam tabung reaksi untuk media uji resistensi.
6. Memasukkan tauge agar (TA) ke dalam 3 tabung reaksi masing- masing 9
ml untuk media enumerasi.
7. Menutup mulut tabung reaksi dengan kapas sebaik mungkin dan ditutup
kembali dengan aluminium foil, kemudian mensterilisasi semua tabung
reaksi yang telah diberi medium dengan autoklaf selama 15-20 menit pada
suhu1210C.
8. Setelah mensterilisasi agar, menegakkan tabung reaksi untuk agar yang
berdiri dan memiringkan tabung reaksi untuk agar yang miring kemudian
membiarkan sampai dingin.

23
2. Pembuatan Media untuk Jamur

a. Alat-alat :

1. Gelas beker 6. Bunsen

2. Kaca pengaduk 7. Cawan petri

3. Gelas ukur 8. Autoklaf

4. Tabung reaksi 9. Kompor

5. Corong 10. Panci

b. Bahan-bahan :

1. Kentang 250 gr 6. Agar-agar 12 gr

2. Kertas saring 7. Aluminium foil

3. Aquades 8. Kertas bekas

4. Kapas 9. Benang kasur

5. Gula pasir 60 gr

c. Prosedur kerja :

1. Membuat ekstrak kentang dengan mendidihkan 250 gram kentang yang


telah dikupas dan di potong dadu ke dalam 1000 ml selama 15 menit.
Kemudian mengambil filtratnya dengan cara menyaring.
2. Menambahkan filtrat tersebut dengan 60 gr gula pasir, agar-agar batangan
yang sudah dipotong kecil-kecil 12 gr atau agar-agar powder 15 gr dan
memanaskan sampai agar-agar larut dan air sampai volume akhir setelah
penambahan gula dan agar agar adalah 1000 ml.

24
3. Memasukkan potato sukrosa agar (PSA) kedalam 2 cawan petri masing-
masing 20 ml untuk media menangkap jamur.
4. Membuat media potato sukrosa agar (PSA) miring untuk isolasi jamur
dengan memasukkan 5 ml PSA ke dalam tabung reaksi (masing-masing
mahasiswa 1 tabung reaksi).
5. Menutup mulut tabung reaksi dengan kapas sebaik mungkin dan ditutup
kembali dengan aluminium foil, kemudian mensterilisasi semua tabung
reaksi yang telah diberi medium dengan autoklaf selama 15-20 menit pada
suhu1210C.
6. Setelah mensterilisasi agar, memiringkan tabung reaksi untuk agar yang
miring kemudian membiarkan sampai dingin.

B. MENANGKAP BAKTERI DAN JAMUR

1. Menangkap Bakteri

a. Alat – alat

1. Jarum ose
2. Inkubator
3. Bunsen

b. Bahan-bahan

1. Sayur sop yang sudah basi


2. Medium tauge agar dalam cawan petri steril
3. Alkohol 70%
4. Tisu gulung

25
c. Prosedur

1. Mengambil sayur sop yang sudah basi secara aseptik dengan menggunakan
botol sampel.
2. Menyiapkan medium tauge agar dalam cawan petri steril dan jarum ose
atau cotton bud steril.
3. Secara aseptik mengambil sayur sop yang sudah basi dengan ose atau
cotton bud steril dan dengan teknik streak, menginokulasikan mikroba pada
ose atau cotton bud steril pada medium taoge agar.
4. Selanjutnya membungkus cawan petri dan menginkubasikannya pada
inkubator dengan posisi terbalik pada inkubator dengan suhu 24-270C
selama 24 jam.
5. Setelah diinkubasi kemudian mengamati pertumbuhan koloni yang khas
dan menentukan sifat-sifat koloninya, yaitu jumlah, ukuran/ diameter,
macam koloni, bentuk dan warna koloni, kenaikan permukaan koloni,
tekstur koloni dan kepekatan koloni.

2. Menangkap Jamur

a. Alat – alat

1. Jarum ose
2. Inkubator
3. Bunsen

b. Bahan-bahan

1. Sampel roti yang berjamur


2. Medium potato sukrosa agar (PSA) dalam cawan petri steril
3. Alkohol 70%
4. Tisu gulung

26
c. Prosedur

1. Membawa roti yang terkontaminasi/ berjamur ke laboratorium dalam


wadah yang tidak tembus cahaya.
2. Memegang roti berjamur dengan pinset, dan mengambil jamurnya dengan
ose ujung runcing yang sebelumnya telah disterilkan dengan cara
memanaskannya sampai membara dan sebelum digunakan untuk
mengambil jamur mendinginkannya terlebih dahulu. Pengambilan jamur
ini secara aseptik.
3. Menanam jamur tersebut pada mediun potato sukrosa agar (PSA) secara
aseptik dengan metode ”streak”.
4. Menginkubasikan medium agar tersebut dengan cara membaliknya pada
inkubator pada suhu 27-300C selama 3-5 hari.
5. Mengamati koloni jamur yang muncul dan membedakan dengan koloni
bakteri. Membedakannya dari segi jumlah, ukuran/ diameter, macam
koloni, bentuk dan warna koloni, kenaikan permukaan koloni, tekstur
koloni dan kepekatan koloni.

C. ISOLASI MIKROORGANISME

1. Isolasi Bakteri

a. Alat-alat

1. Lampu spiritus
2. Jarum inokulasi (neddle)
3. Inkubator
4. Tisu gulung

b. Bahan-bahan

1. Biakan campuran pada medium agar di cawan petri


2. Medium miring taoge Agar (TA)
27
3. Alkohol 70%

c. Prosedur Kerja

1. Mengambil biakan campuran pada medium agar cawan.


2. Memilih satu koloni yang terpisah yang sudah diberi label.
3. Mengambil koloni terpilih dengan needle secara aseptik.
4. Menginokulasikan pada medium TA dengan metode zig-zag pada
tabung reaksi miring yang berisi medium secara aseptik.
5. Menginkubasikan biakan pada inkubator dengan suhu yang sesuai
selama 24-48 jam.
6. Mengamati karakteristik koloni yang muncul dan menuliskan dalam
tabel.

2. Isolasi Jamur

a. Alat-alat

1. Lampu spiritus
2. Jarum inokulasi (neddle)
3. Inkubator

b. Bahan-bahan

1. Biakan campuran pada medium agar di cawan petri


2. Medium miring Potato Sukrosa Agar(PSA)
3. Alkohol 70%

c. Prosedur Kerja

1. Mengambil biakan campuran pada medium agar cawan.


2. Memilih satu koloni yang terpisah yang sudah diberi label.
3. Mengambil koloni terpilih dengan needle secara aseptik.
28
4. Menginokulasikan pada medium PSA dengan metode zig-zag pada
tabung reaksi miring yang berisi medium secara aseptik.
5. Menginkubasikan biakan pada inkubator dengan suhu yang sesuai
(jamur roti pada suhu kamar yaitu 28-320C) selana 3-5 hari.
6. Mengamati karakteristik koloni yang muncul dan menuliskan dalam
tabel.

D. Identifikasi Mikrobia
1. Pewarnaan Sederhana
a. Alat-alat :

1. Lampu spiritus 5. Kertas lensa


2. Jarum inokulasi 6. Kertas bibolous
3. Staining tray 7. Gelas benda
4. Mikroskop

b. Bahan-bahan :

1. Larutan A : ►metilen biru 0,3 gr


►alcohol 95 % 30 ml

2. Larutan B : ►KOH 0.01 gr


►aquades 100 ml

c. Cara membuat zat pewarna untuk pewarnaan sederhana

Mencampurkan larutan A dan Larutan B dan mengaduknya hingga


homogen dan campuran kedua larutan tersebut digunakan sebagai zat pewarna
dalam teknik pewarnaan sederhana.

29
d. Prosedur kerja

1. Mengambil kaca benda dan membersihkannya dengan alkohol 95 %


sampai bersih dan tidak ada lemak yang menempel pada kaca benda
tersebut.
2. Menetesi kaca benda tersebut dengan setetes aquades steril.
3. Kemudian dengan teknik aseptik (bekerja di dekat lampu spiritus)
mengambil satu ose biakan yang sudah berumur 24-48 jam dan
mengoleskan pada kaca benda yang telah ditetesi aquades.
4. mengering anginkan olesan tersebut , setelah agak kering melewatkan
bagian kaca benda yang sebelah bawak di atas api bunsen. Tindakan ini
disebut fiksasi.
5. Langkah No 1-4 biasanya disebut pembuatan sediaan mikroskopik, dan
langkah ini selalu dilakukan pada saat melakukan pewarnaan.
6. Menetesi sediaan tersebut dengan metilen biru, mengusahakan larutan zat
warna menutupi seluruh permukaan sediaan.
7. Membiarkan selama 1-3 menit.
8. Membilas sediaan dengan menggunakan botol semprot, mengusahakan air
yang dialirkan tidak mengenai sediaan secara langsung.
9. Mengeringkan di udara atau dengan menggunakan kertas hisap dengan
cara menyelipkan diantara dua lembar kertas hisap.
10. Mengamati sediaan di bawah mikroskop dengan menggunakan xilol,
meneteskan xilol pada kertas lensa dan kertas lensa digunakan untuk
membersihkan lensa obyektif.
11. Menggambar masing-masing organisme yang representatif.
12. Mendeskripsikan morfologi organisme tersebut mengenai bentuk dan
susunan.

30
2. Pewarnaan Negatif

a. Alat-alat

1. Lampu spiritus 4. Tusuk gigi


2. Jarum inokulasi 5. Kaca benda
3. Mikroskop 6. Botol semprot

b. Bahan-bahan

1. Biakan bakteri 4. Larutan 10 gr nigrosin dalam 100


2. Xilol ml aquades.
3. Alkohol 5. Minyak imersi.

c. Prosedur kerja

1. Mengambil dua kaca benda yang telah di bersihkan dengan alkohol.


2. Meneteskan satu tetes nigrosin/ tinta bak dekat ujung kanan salah satu
kaca benda tersebut.
3. Mengambil sedikit bahan dari biakan murni bakteri dan mensuspensikan
bakteri tersebut dengan zat warna.
4. Mengambil bahan dengan teknik aseptik.
5. Meletakkan kaca benda yang satunya dengan sudut 450 terhadap kaca yang
mengandung suspensi zat warna sehingga cairan menyebar pada ujung
kaca benda tersebut. Kemudian mendorong kaca benda kedua menuju ke
ujung kiri kaca benda yang satu sehingga didapat sediaan yang hapus
lidah.
6. Membiarkan kering di udara dan tidak dengan cara dipanaskan.
7. Meneteskan satu tetes minyak imersi diatas sediaan yang telah kering,
kemudian mengamati di bawah mikroskop dengan menggunakan lensa
obyektif 1000X.

31
8. Memilih bagian olesan yang dengan jelas memperlihatkan sel-sel yang
transparan dengan latar belakang yang gelap.
9. Mencatat dan menggambar hasil pengamatan dari segi jenis
mikroorganisme, bentuk sel, rangkaian sel dan warna sel.

3. Pewarnaan Gram

a. Alat-alat

1. Bunsen 5. kertas hisap


2. Ose/needle 6. Kertas lensa
3. Botol untuk zat warna 7. Mikroskop
4. Obyek glass

b. Bahan-bahan

1. Biakan murni yang berusia 24 jam pada agar miring.


2. Reagen/ pewarna: ►Cristal violet
►Gram’s-Iodine

►Ethyl alcohol 95%

►Safranin

c. Prosedur kerja

1. Menyiapkan obyek glass yang telah dibersihkan dengan alkohol.


2. Menggunakan teknik aseptik/ steril, membuat preparat mikroskopis
dengan cara meneteskan satu tetes aquades di atas obyek glass dan
mengambil biakan murni dengan menggunakan ose/ needle pada tetesan
aquades tersebut secara aseptik. Mencampur dan meratakan dengan cara
gerakan memutar menggunakan jarm inokulasi.

32
3. Melewatan usapan bakteri tersebut diatas api (difiksasi) dan mengering
anginkannya menjadi preparat mikroskopis.
4. Menetesi preparat mikroskopis tersebut dengan larutan kristal violet dan
membiarkan selama satu menit.
5. Mencucinya dengan air mengalir.
6. Menetesi preparat tersebut dengan Gram’s-Iodine Mordant dan
membiarkan selama satu menit.
7. Mencucinya dengan air mengalir.
8. Melakukan dekolorisasi dengan Ethyl Alkohol 95% dengan
menambahkan reagen setetes demi setetes sampai cristal violet tercuci
dari preparat dan memperhatikan jangan sampai dekolorisasi secara
berlebihan.
9. Mencucinya dengan air mengalir.
10. Menetesi dengan pewarna penutup dan membiarkan selama 45 detik.
11. Mencucinya dengan air mengalir
12. Mengeringkan dengan kertas hisap atau dengan mengering anginkan
sampai kering dan kemudian mengamati di bawah mikrokop dengan
bantuan minyak imersi dan memperhatikan bentuk sel, rangkaian sel,
warna sel serta menentukan Gram dari biakan murni.

4. Pewarnaan Endospora

a. Alat- alat

1. Mikroskop 4. Jarum inokulasi


2. Kaca benda 5. Bunsen
3. Rak dan bak pencuci 6. Penangas air.

b. Bahan-bahan

33
1. Biakan murni bakteri 5. Malakit hijau
umur 48-72 jam 6. Kertas saring minyak imersi
2. Safranin
3. Kertas lensa
4. Xilol

c. Prosedur kerja

1. Menbuat sediaan apusan bakteri (sediaan mikroskopis).


2. Menetesi dengan malakit hijau melalui kertas hisap pada penangas air
selama lima menit. Dan memperhatikan apusan dengan pewarna jangan
sampai kering sehingga menetesi dengan pewarna terus.
3. Menetesi dengan air mengalir jika kelebihan warna.
4. Menetesi dengan safranin dan membiarkan sampai 30 detik.
5. Mencuci dengan air mengalir jika kelebihan warna.
6. Mengeringkan dengan kertas hisap.
7. Mengamati dengan mikroskop dengan perbesaran 1000X, kemudian
menggambar sel vegetatif dan letak endospora dan mencatat warna
masing-masing.

5. Pewarnaan Acid Fast


a. Alat-alat

1. Mikroskop 5. Gelas ukur


2. Obyek glass dan cover 6. Kawat kasa
glass 7. Jarum ose
3. Kompor 8. pipet
4. Bunsen 9. pinset

34
b. Bahan-bahan

1. Biakan bakteri murni


2. Karbol fuchsin
3. Alkohol 95% berisi 2,5% HNO3 (atau H2SO4) dan metilen blue.

c. Prosedur kerja

1. Membuat olesan bakteri dengan aquades dan membiarkan sampai ulasan


kering di udara dan kemudian mengfiksasinya dengan melewatkannya di
atas api bunsen.
2. Meneteskan karbol fuchsin pada ulasan dan memanaskan dengan uap
selama 5 menit serta menjaga agar zat warna tersebut tidak mendidih.
3. Mencuci dengan air mengalir kemudian menetesi peluntur warna asam
dengan alkohol 95% berisi 2,5% HNO3 (atau 20% H2SO4) dan
membiarkan selama 10-30 detik atau sampai warna sedikit merah
kemudian mencucinya dengan air mengalir.
4. Menberikan metilen biru sebagai pewarna penutup selama 10-30 detik dan
mencucinya dengan air mengalir serta mengeringkannya dengtan kertas
hisap serta mengamati di bawah mikroskop dengan minyak imersi.
5. Mencatat hasil pengamatan dari segi bentuk, rangkaian, dan warna sel.

6. Uji Katalase
a. Alat-alat

1. Mikroskop
2. Bunsen
3. Ose
4. Obyek glass

35
b. Bahan-bahan

1. Biakan murni bakteri


2. H2O2
3. Alkohol 70%

c. Prosedur Kerja

1. Membersihkan obyek glass dengan alkohol 70% sampai bersih.


2. Secara aseptik mengambil biakan murni bakteri dengan jarum ose dan
mengoleskannya pada obyek glass.
3. Menetesi bakteri pada obyek glass dengan 2-3 tetes H2O2
4. Mengamati apa yang terjadi, jika terdapat gelembung maka uji katalase
positif (+), namun jika tidak terdapat gelembung maka ui katalase negatif
(-).

7. Uji Motilitas
a. Alat-alat

1. Mikroskop 4. Obyek glass cekung dan cover


2. Bunsen glass
3. Ose 5. Pipet steril

b. Bahan-bahan

1. Biakan murni bakteri


2. Aquades
3. Alkohol 70%

c. Prosedur Kerja

36
1. Membersihkan obyek glass cekung dan cover glass dengan alkohol 70%
sampai bersih.
2. Membuat preparat basah tetes gantung dengan cara meneteskan setetes air
pada cover glass(sangat sedikit) dan menambahkan bakteri yang akan
diamati pada tetesan tersebutdengan needle (juga sangat sedikit) dan
mengusahakan tetesan masih sangat kecil,( tidak melebar ).
3. Meletakkan cover glass tersebut diatas obyek glass cekung yang tepi
cekungannya sudak diolesi parafin dengan posisi cairan ada di bawah.
4. Mengamati pergerakan mikroba di bawah mikroskop.

8. Pewarnaan Jamur
a. Alat-alat

1. Mikroskop
2. Bunsen
3. Ose
4. Obyek glass dan cover glass

b. Bahan-bahan

1. Biakan murni jamur


2. Lactofenol Cotton blue

c. Prosedur kerja

1. Mengamati koloni jamur yang muncul dan menbedakan dengan koloni


bakteri.
2. Mengambil jamur yang muncul dengan ose ujung runcing dan
meletakkannya pada obyek glass yang telah ditetesi dengan lactofenol
Cotton blue.
3. Mengamati morfologi jamur secara mikroskopis, kemudian menggambar
hifa, sel kaki, tangkai spora, dan sporanya.
37
4. Mencocokkan dengan buku identifikasi jamur dan menentukan namanya
( genus atau species)

E. Enumerasi
a. Alat-alat :

1. Tabung reaksi steril 5. Spidol

2. Cawan petri steril 6. Kertas label

3. Bunsen 7. Penangas air

4. Pipet steril volume 1 ml

b. Bahan-bahan :

1. Taoge agar

2. Aquades steril

3. Sampel air isi ulang

c. Prosedur kerja

1. Menyediakan 6 tabung reaksi masing-masing berisi 9 ml aquades steril, dan


meletakkannya secara berurutan dan memberinya label 1s/d 6.
2. Membuat pengenceran dari air lindi mulai dari pengenceran 10-1 s/d 10-6,
dengan cara memasukkan 1 ml air isi ulang ke dalam tabung reaksi pertama
kemudian dikocok, maka konsentrasi larutan menjadi 10-1. Kemudian
memasukkan pipet 1 ml larutan dari tabung pertama ke tabung kedua dan
mengocoknya sampai homogen, konsentrasi larutan menjadi 10-2, demikian
seterusnya sampai tabung ke-6.
3. Menyediakan 3 cawan peti steril dan meletakkan secara berurutan dengan
memberi tanda 10-4, 10-5, 10-6 dengan spidol.

38
4. Mengambil larutan dari tabung ke-4, ke-5, ke-6 masing-masing 1 ml dengan
menggunakan pipet streril dan memasukkannya ke dalam cawan petri steril
yang sudah diberi tanda.
5. Menyiapkan taoge agar (TA) cair dengan suhu 400-500C sebanyak 3 tabung
masing-masing berisi 9 ml medium.
6. Memasukkan TA ke dalam cawan petri yang telah berisi air isi ulang, 1
tabung TA untuk 1 cawan petri. Menggoyangkan cawan petri hingga
homogen dengan cara memutar cawan petri searah jarum jam lalu
sebaliknya di atas meja, mendiamkannya hingga dingin dan mengeras.
7. Inkubasikan pada suhu 220-270C selama 24-48 jam di dalam inkubator.
8. Menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada setiap pengenceran. Jumlah
bakteri yanga ada dalam setiap 1 ml air isi ulang adalah berbanding terbalik
dengan pengenceran. Misalnya hasil perhitungan dari pengenceran 10-6
terdapat 10 koloni, maka jumlah bakteri adalah 10 x 10-6 sel bakteri per 1 ml
air isi ulang.
9. Menuliskan hasil pengamatan ke tabel pengamatan.

F. Uji Resistensi

a. Alat-alat

1. Cawan petri 3 buah 6. Beaker glass 100 ml

2. Cotton bud 7. Bunsen

3. Paper disk 9 buah 8. Pinset

4. Gelas ukur 10 ml 9. Inkubator

5. Pipet tetes

b. Bahan-bahan

1. Antibiotik tetrasilin

39
2. Tauge Agar (TA)

3. Bakteri biakan murni ( E. coli)

4. Alkohol 70 %

c. Prosedur Kerja

1. Menyiapkan lempeng media TA dalam cawan petri yang steril.


2. Mengoleskan biakan bakteri E. coli pada lempeng agar secara merata
dengan menggunakan cotton bud steril.
3. Menggunting paper disk berbentuk lingkaran dengan garis tengah kurng
labih 1 cm, kemudian merendamnya dalam antibiotik tetrasilin dengan 3
macam konsentrasi, yaitu. Tiap konsentrasi 3 potong kertas hisap
4. Meletakkan paper disk yang telah direndam dalam antibiotik tersebut
diatas goresan dan bakteri pada lempeng agar yang akan diuji, memberi
tanda untuk setiap konsentrasi antibiotik pada bagan luar cawan supaya
tidak tertukar.
5. Menginkubasikannya selama 24-48 jam.
6. Mengamati pertumbuhan koloni pada lempeng agar, kemudian mengukur
diameter bagian yang tidak ditumbuhi koloni bakteri disekitar paper disk.
7. Bila tidak terjadi pertumbuhan disekitar paper disk yang mengandung anti
biotik menunjukkan bahwa bakteri tersebut sensitif terhadap antibiotik
tetrasilin. Bila terdapat pertumbuhan disekitar antibiotik artinya bakteri
tersebut resisten terhadap antibiotik tetrasilin.
8. Efektiitas daya hambat suatu antibiotik sejalan dengan besar kecilnya
daerah yang kosong di sekitar zat tersebut.
9. Menggambar daerah hambatan antibiotik Tetrasilin untuk pertumbuhan
bakteri E coli.

40
G. Virus

1. Memperbanyak Virus

a. Alat-alat

1. gelas bekas aqua 4. petri disk

2. kain kasa 5. kuas

3. karet gelang 6. pipet 0,1 ml

b. Bahan-bahan

1. Spodoptera litura instar 3-4

2. Baby corn

3. Virus HaNPV/SINPV

c. Prosedur kerja

1. Menyiapkan ulat Spodoptera litura instar 3-4


2. Setelah ulat siap kemudian menaruh 1 ekor ulat tersebut dalam petri
disk stril yang yang telah ditetesi 0.1 ml virus HaNPV dan
menenggelamkan kepala ulat tersebut dalan cairan virus sehingga ulat
tersebut meminum cairan vius tersebut.
3. Meletakkan ulat yang telah terkontaminasi virus tersebut ke dalam
gelas aqua yang telah di isi baby corn untuk makanan ulat, kemudian
menutup gelas aqua dengan kain kasa dan diikat dengan karet gelang.
4. Memelihara ulat yang telah terkontaminasi tersebut sampai mati,. Ulat
yang mati karena terinveksi virus akan menggantung di kain kasa
dengan kaki abdomen sebagai tumpuan seperti huruf ”V” terbalik, atau
diam terlentang dengan tubuh yang lunak berwarna hitam kecoklatan.
5. Memanen ulat yang telam mati tersebut ( dalam tubuhnya berisi virus )
secara hati-hati karena tubuhnya mudah hancur. Mengambil ulat

41
tersebut dengan membersihkan kotoran disekitar ulat terlebih dahu;lu
dengan pinset, kemudian menjepit kepalanya dan mengangkat pelan-
pelan. Kemudian memasukkan ulat tersebut ke dalam tabung reaksi
yang telah berisi 1 ml aquades kemudian menyimpannya dalam
freezer. Apabila telah terkumpul banyak, ulat siap untuk dimurnikan.

2. Pemurnian virus

a. Alat-alat

1. Sentrifuse 3500 rpm

2. Kain penyaring steril

3. gelas ukur

4. Mortal

5. Pengaduk

6. Tabung sentrifuse

7. Masker

42
b. Bahan-bahan

1. Ulat mati yang terinfeksi virus

2. Aquades

c. Prosedur Kerja

1. Memakai masker karena sangat berbau


2. Menghaluskan ulat yang telah mati terinfeksi virus dengan mortal,
kemudian menambahkan aquades bila terlalu pekat. Kemudian
menyaringnya dengan kain penyaring dan memasukkannya dalam
gelas ukur. Menyaringnya lagi jika masih terdapat bagian tubuh ulat
yang belum tersaring.
3. memasukkan hasil saringan tersebut dalam tabung sebtrifuse dan
memurnikannya dengan memutarnya pada kecepatan 3500 rpm
selama 15 menit.
4. Membuang supernatanya (air yang ada di atas endapan), kemudian
menambahkan aquades serta mengaduknya sampai homogen. Meutr
kembali dengan sentrifuse pada waktu dan kecepatan yang sama
sapai supernatanya jernih (biasanya 3-4 kali)
5. mengamati morfologi virus di bawah mikroskop dengan perbesaran
1000x. Virus akan terlihat bulat bervahaya. Sesungguhnya yang
terlihat adalah polyhedra dari viru tersebut yang berbentuk seperti
kristal tidak beraturan.

43
BAB IV
DATA DAN ANALISA

A. PEMBUATAN MEDIA
Dalam percobaan yang kami lakukan, kami menggunakan 2 medium
yaitu Medium TA ( Tauge Agar ) untuk bakteri dan PSA ( Potato Sukrosa
Agar ) untuk jamur. Medium tersebut dibuat dengan 2 bentuk yaitu medium
dalam cawan petri dan medium dalam tabung reaksi. Pada masing-masing
cawan petri diisi larutan TA dan PSA, larutan harus dibuat rata dan halus
sehingga harus ditaruh ditempat yang datar selama proses pendinginan, hal
tersebut dilakukan untuk mempermudah area tumbuh bakteri dan
mempermudah identifikasi nantinya. Pada masing-masing tabung reaksi diisi
larutan TA dan PSA, larutan tersebut harus dibuat miring dengan kemiringan
45°, hal tsb dilakukan supaya area tumbuh atau luas permukaan tumbuh
mikroorganisme yang akan ditumbuhkan lebih besar.

Sebelum digunakan medium yang digunakan tersebut harus ditentukan


terlebih dahulu dengan cara diautoklaf agar medium yang digunakan tidak
mudah kontam dan diperoleh biakkan murni yang diinginkan.

TA & PSA pada tabung TA & PSA dalam cawan

TA PSA

TA PSA

44
B. ISOLASI MIKROORGANISME
Tabel pengamatan hasil penumbuhan mikrobia
Medium Bentuk Warna Tekstur Kenaikan
koloni dan tepi Permukaan
TA
Sayur Tidak Krem Rata, Cembung
lodeh teratur Putih mengkilat Cembung
Sayur sop Tidak Suram
teratur
PSA
Teh Putih Suram Cembung
dan
orange
Roti Abu- Suram Cembung
abu

Analisis:
Pada penangkapan dan pengisolasian mikroorganisme, dari medium TA
yang ditanami bakteri dari sayur lodeh yang sudah basi. Menghasilkan bakteri
dengan bentuk koloni tidak teratur, berwarna krem dengan tekstur rata dan
mengkilap kenaikan permukaannya cembung. Pada medium yang ditanami
bakteri dari sayur sop yang sudah basi memiliki ciri yang sama dengan bakteri
yang berasal dari sayur lodeh, yang berbeda hanyalah warnanya yaitu putih.
Pada medium PSA yang ditanami jamur dari teh, menghasilkan jamur yang
berwarna putih dan orange dan tekstur dan tepi yang suram dan kenaikan
permukaanya cembung. Pada medium yang ditanami jamur dari roti
menghasilkan jamur dengan ciri yang sama dengan jamur teh yang berbeda
hanya warna jamurnya yaitu abu-abu.

45
C. IDENTIFIKASI MIKROBIA
Berdasarkan hasil praktikum maka dapat dituliskan data dan analisis sebagai
berikut:

PEWARNAAN SEDERHANA

Analisis:
Pada pewarnaan sederhana, bakteri yang diperoleh dari masing-maing tabung
reaksi adalah bentuk selnya cocobacillus, susunan selnya monococobacillus
dan diplococobacillus dan warna selnya biru.

PEWARNAAN NEGATIF

Analisis:
Pada pewarnaan negatif, bakteri yang diperoleh dari masing-masing tabung
reaksi berbentuk coccus dengan rangkaian sel monococcus dan diplococus
dengan warna sel transparan dan latar belakangnya berwarna gelap atau hitam.

PEWARNAAN GRAM

46
Analisis:
Pada pewarnaan gram, bakteri yang diperoleh dari tabung reaksi 1 dan 2
memiliki bentuk sel coccus, rangkaian sel berkelompok (Streptococcus dan
stapylococcus),warna sel biru ungu dan termasuk bakteri gram’s positif (+).
Pada bakteri 3,4, dan 5 memiliki bentuk sel coccus, rangkaian sel
berkelompok (Stapylococcus),warna sel merah dan termasuk bakteri gram’s
negatif (-).

PEWARNAAN ACID FAST

Analisis:

Pada pewarnaan acid fast, diperoleh bakteri dari tabung reaksi 1-5
memiliki bentuk sel coccus, rangkaian sel pada tabung reaksi 1,4,5:
monococcus, diploccus, stafilococcus; tabung reaksi 2: monococcus,
stafilococcus; tabung reaksi 3 :monococcus, diplococcus, streptococcus.
Warna sel dari semua tabung reaksi sama yaitu biru (bakteri tidak tahan asam).

PEWARNAAN ENDOSPORA

No Nama Pewarnaan Endospora

1. Choirunnisak +

2. Indra dwi S. +

3. Zuan auriza zulfa -

4. Fuji eka ariyanti +

5. Risma agustina +

47
Analisis:

Dari data diatas Bakteri yang dimiliki oleh Choirunnisak pewarnaan


Endosporanya positif yang berarti bakteri dapat membentuk endospora,
bakteri yang dimiliki oleh Indra dwi pewarnaan endosporanya positif yang
berarti dapat membentuk endospora, begitu juga pada bakteri yang dimiliki
oleh fuji dan risma pewarnaan endosporanya positif yang menandakan bakteri
dapat membentuk endospora.Sedangkan bakteri yang dimiliki oleh zuan
negatif yang berarti bakteri tersebut tidak dapat membentuk endospora.

PEWARNAAN JAMUR

Analisis:

Pada pewarnaan jamur, jamur yang kami peroleh dari tabung reaksi 1
sampai 4 adalah jamur Aspergillus sp. Jamur ini memiliki susunan tubuh yang
terdiri atas hifa yang bersekat, sel kaki, konidiofor vesikel dan spora berwarna
hitam menyebar pada lapang pandang mikroskop. Mempunyai kepala yang
membawa konidia (vesikel) yang besar dan tersusun dengan padat, bulat, dan
berwarna hitam kecoklatan. Konidianya kasar dan mengandung pigmen. Pada
species ini kebanyakan sklerotia yang berwarna abu-abu sampai hitam.
Hifanya bercabang-cabang dan konidiofor sporanya tumbuh secara radial pada
konidiofor. Sedangkan pada tabung reaksi ke 5 jamur yang diperoleh adalah
Basipetospora rubra. Jamur ini pada medium PDA koloni berwarna putih,
terdiri dari spora, kotak spora, tangkai spora, dan hifa. Kotak spora berbentuk
bulat, tangkai spora sederhana, hifanya tidak bersekat, biasanya jamur ini
tumbuh pada teh basi dan tumbuh baik pada suhu lingkungan antara 27ºC-
30ºC.

48
UJI KATALASE

Analisis:
Pada uji katalase, bakteri yang diperoleh dari tabung reaksi 1,2,3,4
dan 5 setelah diuji dengan meneteskan H2O2 dan diamati dengan mikroskop
pada sediaan timbul gelembung O2, yang berarti uji katalase positif. Hal ini
menandakan bakteri tersebut mengandung enzim katalase yang dapat
mengubah H2O2 menjadi O2 dan uap air dan termasuk bakteri aerob.

UJI MOTILITAS

Analisis:
Pada uji motilitas, bakteri yang diperoleh dari kelima tabung reaksi
setelah diuji motilitas dengan teknik preparat basah tetes gantung dan diamati
pada mikroskop tampak adanya gerakan atau motilitas bakteri yaitu
pergerakan ke atas – bawah di tempat.

49
D. ENUMERASI
Jumlah bakteri pada setiap pengenceran.
No Pengenceran Jumlah koloni Jumlah bakteri

1. 10-4 Tidak ada Tidak ada

2. 10-5 Tidak ada Tidak ada

3. 10-6 Tidak ada Tidak ada

Ketarangan : Sampel diambil dari : Air isi ulang


Pada tanggal : 5 mei 2008

Analisis
Pada pengenceran air isi ulang dengan aquadessebanyak 6 kali
diperoleh larutan dengan konsentrasi 10-4,10-5 , dan 10-6 dengan cara membuat
pengenceran dari air isi ulang mulai dari pengenceran 10-1 s.d 10-6 dengan
memasukkan 1 ml sampel ke dalam tabung reaksi pertama kemudian
mengocoknya,maka konsentrasi larutan menjadi 10-1. Kemudian mengambil 1
ml dengan pipet dari tabung kedua dan mengocok sampai homogen,
konsentrasi larutan menjadi 10-2, kemudian sampai tabung ke 6. Hasil yang
diperoleh untuk larutan
10-4,10-5 , dan 10-6 adalah tidak terdapat bakteri sama sekali.

E. RESISTENSI
Jenis antibiotik Waktu Pengenceran Gambar
Inkubasi
Tetrasilin 24 jam 250 mg
tetrasilin +
4ml aquades

50
Tetrasilin 24 jam 250 mg
tetrasilin +
8ml aquades

Tetrasilin 24 jam 250 mg


tetrasilin +
12ml aquades

Analisis:
Dari data hasil pengamatan diatas maka dapat dianalisis bahwa :
 Dari pengenceran antara Tetrasilin (antibiotik) 250 mg dengan
aquades 4 ml, diperoleh data :
Zona Hambatan :
I. d : 1,2 cm - 0,5 cm = 0,7 cm r = 0,35 cm
II. d : 3,4 cm - 0,5 cm = 2,9 cm r = 1,45 cm
III. d : 2,6 cm - 0,5 cm = 2,1 cm r = 1,05 cm

Luas Hambatan :

I. πr2 = 3,14.(0,35)2 cm = 0,38 cm2


II. πr2 = 3,14.(1,45)2 cm = 6,59 cm2
III. πr2 = 3,14.(1,05)2 cm = 3,45 cm2

Luas hambatan total = Zona I + Zona II + Zona III

= 0,30 cm2 + 6,59 cm2 + 3,45 cm2

= 10,42 cm2

51
Luas cawan Petri = πr2

= 3,14.(3)2 cm = 28,26 cm2

Luas daerah yang ditumbuhi bakteri = 28,26 cm2 – 10,42 cm2

= 17,84 cm2

 Dari pengenceran antara tetrasilin (antibiotik) 250 mg dengan


aquades 8 ml, diperoleh data :
Zona hambatan :
I. d : 1 cm - 0,5 cm = 0,5 cm r = 0,25 cm
II. d : 1,5 cm - 0,5 cm = 1 cm r = 0,5 cm
III. d : 2 cm - 0,5 cm = 1,5 cm r = 0,75 cm

Luas hambatan :

I. πr2 = 3,14.(0,25)2 cm = 0,20 cm2


II. πr2 = 3,14.(0,5)2 cm = 0,79 cm2
III. πr2 = 3,14.(0,75)2 cm = 1,76 cm2

Luas hambatan total = Zona I + Zona II + Zona III

= 0,20 cm2 + 0,79 cm2 + 1,76 cm2

= 2,75 cm2

Luas cawan Petri = πr2

= 3,14.(3)2 cm 28,26 cm2

Luas daerah yang ditumbuhi bakteri = 28,26 cm2 – 2,75 cm2

= 25,51 cm2

 Dari pengenceran antara tetrasilin (antibiotik) 250 mg dengan


aquades 12 ml, diperoleh data :
Zona Hambatan :
I. d : 1,5 cm – 0,5 cm = 1 cm r = 0,5 cm
II. d : 1,5 cm – 0,5 cm = 1 cm r = 0,5 cm
III. d : 2,3 cm – 0,5 cm = 1,8 cm r = 0,9 cm

52
Luas hambatan :

I. πr2 = 3,14.(0,5)2 cm = 0,79 cm2


II. πr2 = 3,14.(0,5)2 cm = 0,79 cm2
III. πr2 = 3,14.(0,9)2 cm = 2,53 cm2

Luas hambatan total = Zona I + Zona II + Zona III

= 0,79 cm2 + 0,79 cm2 + 2,53 cm2

= 4,11 cm2

Luas cawan Petri = πr2

= 3,14.(3)2 cm = 28,26 cm2

Luas daerah yang ditumbuhi bakteri = 28,26 cm2 – 4,11 cm2

= 24,15 cm2

F. VIRUS
Mikroorganisme : Virus
Jenis inang : SLNPV
Bentuk virus : Polihedral
Warna virus : Hijau
Hasil virus : Sedikit, kotor,
kontaminasi bakteri

Analisis:
Berdasarkan data hasil pngamatan diatas maka dapat dianalisis bahwa dari
hasil praktikum memperbanyak dan memurnikan virus kelompok kami telah
berhasil memperoleh virus dari inang SLNPV (Spodoptera Litura Nucleat
Polihedral Virus) yang memiliki bentuk virus polihedral, virus tersebut
berwarna hijau dan hasil virus sedikit, kontaminasi oleh bakteri, kotor oleh
sisa-sisa kulit tubuh dan kepala dari ulat Spodoptera litura.

53
BAB V
PEMBAHASAN

A. PEMBUATAN MEDIUM

Untuk menumbuhkan suatu mikroorganisme baik jamur dan bakteri


memerlukan suatu medium sebagai suplai dan cadangan makanan yang
diperlukan oleh mikroorganisme tersebut untuk tumbuh dan memperbanyak
diri. Adapun medium yang kami gunakan adalah TA (tauge agar) untuk
bakteri dan PSA (potato sukrosa agar) untuk jamur. Bahan yang digunakan
dalam pembuatan medium TA adalah tauge, gula pasir, agar dan air. Untuk
pembuatan medium PSA adalah kentang, agar, gula pasir dan air. Gula pasir
digunakan sebagai bahan karena dari gula pasir tersebut mikroorganisme dapat
memperoleh sumber karbon. Kentang dan tauge dipakai sebagai sumber
nitrogen. Didalam percobaan ini tauge digunakan sebagai pengganti dari
daging. Karena harganya yang relatif murah dan nutrisi yang ada di tauge
dapat mengganti nutrisi yang ada di daging. Agar berfungsi untuk
memadatkan medium. Agar akan mengental pada suhu 40-45 C dan masih
memungkinkan bakteri untuk tumbuh. Agar yang digunakan adalah agar yang
berbentuk batangan karena harganya murah dan banyak dijual dipasaran.

Dalam pembuatan medium TA, merebus tauge lalu diambil airnya


kemudian ditambah dengan gula pasir dan agar batangan yang telah dipotong-
potong, diaduk sampai semua larut dan tercampur setelah itu ditunggu sampai
mendidih. Untuk pembuatan medium PSA, merebus kentang lalu diambil
airnya kemudian ditambah dengan gula pasir dan agar batangan yang telah
dipotong-potong, diaduk sampai semua larut dan tercampur setelah itu
ditunggu sampai mendidih. Setelah itu semua media siap untuk dituangkan ke
cawan petri dan tabung reaksi. Pada tabung reaksi medium harus dibuat
miring untuk memperluas tempat tumbuh bakteri. Selanjutnya semua medium
yang ada di cawan Petri dan tabung reaksi harus disterilkan dengan
menggunakan autoklaf supaya semua medium steril dan tidak kontam.
54
(Choirunnisak, indra,Zuan, Fuji, Risma)

B. PENANGKAPAN DAN PENGISOLASIAN MIKROORGANISME


Berdasarkan analisis dan data yang kami peroleh dapat kami peoleh 2
jenis koloni bakteri dan dua koloni jamur yang masing-masing koloni bakteri
berasal dari sumber yang berbeda. Penangkapan bakteri yang kami lakukan
menggunakan medium yang diperoleh dari sayur lodeh dan sayur sop yang
sudah basi sedangkan jamur berasal dari jamur yang tumbuh pada teh dan roti.
Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam sayur yang sudah basi banyak
ditumbuhi mikroba salah satunya bakteri yang kami amati. Penagkapan jamur
dan bakteri dilakukan ditempat yang steril dengan cara aseptik, dilakukan
dengan menggunakan metode streak yaitu membuat garis zig-zag paralel dari
tepi ke tepi cawan agar dihasilkan koloni bakteri yang terpisah dengan baik
menggunakan ose.

(Choirunnisak, indra,Zuan, Fuji, Risma)

C. IDENTIFIKASI MIKROORGANISME
Berdasarkan data dan analisis dapat diketahui bahwa mikoorganisme
merupakan merupakan makhluk hidup yang sangat kecil. Untuk
mengamatinya selain diperlukan mikroskop juga memerlukan beberapa
metode pewarnaan sehingga sel bakteri dapat dilihat lebih jelas. Metode
pewarnaan yang kami gunakan adalah:

Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan sederhana digunakan untuk mengamati morfologi, baik bentuk
susunan sel mapun warna selnya. Pewarnaan sederhana hanya
menggunakan satu macam zat warna. Hal bertujuan untuk melihat ada
tidaknya bakteri yang tumbuh pada media tersebut. Biasanya pewarnaan
ini mengunakan zat warna basa seperti kristal violet, biru metilen, air
fuchsin, safranin atau hijau malakit. Pewarnaan basa bisa terjadi bila

55
senyawa pewarna bersifat positif, sehingga pewarna akan diikat oleh
dinding sel bakteri dan sel bakteri jadi terwarna menjadi biru dan terlihat.
Sel-sel Mikroorganisme yang tidak diwarnai umumnya tampak hampir
tembus pandang bila diamati. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan
pewarna sederhana karena sitoplasma basofilik (suka akan basa).
Pewarnaan sederhana ini menghasilkan bakteri dengan morfologi dan
bentuk sel coccobacillus dengan susunan sel monococcus dan diplococcus.

(Choirunnisak, indra,Zuan, Fuji, Risma)

Pewarnaan Negatif

Pewarnaan negatif bertujuan untuk mengamati morfologi organisme yang


sukar diwarnai oleh pewarna sederhana. Metode ditujukan bukan untuk
untuk mewarnai bakteri, tetapi untuk mewarnai latar belakangnya agar
terlihat gelap. Metode ini meliputi pencampuran mikroorganisme didalam
setetes tinta India (Nigrosin) tetapi dalam percobaan ini menggunakan
tinta bak lalu menyebarkannya di atas sebuah kaca obyek.
Mikroorganisme tampak transparan dan tampak jelas diantara medan yang
gelap. Bakteri ini memiliki bentuk sel coccus dengan rangkaian
monococcus. Pewarnaan ini memiliki prinsip dasar, adanya ikatan ion
antara komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna
yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik
baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan ada
tidaknya muatan dapat dibedakan menjadi pewarna asam dan basa.
Pewarna asam dapat terjadi apabila senyawa pewarna bermuatan negatif.
Dalam kondisi pH mendekati netral dinding sel bakteri cenderung
bermuatan negatif, sehingga pewarna asam yang bermuatan negatif akan
ditolak oleh dinding sel, maka sel tidak berwarna. Pewarna asam ini
disebut pewarnaan negatif.
(Choirunnisak, indra,Zuan, Fuji, Risma)

56
Pewarnaan Gram

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dengan bakteri yang


bentuk selnya coccus dan rangkaian sel staphylococcus dengan
menggunakan teknik pewarnaan gram diperoleh warna sel yaitu gram
negatif. Yang menjadi faktor utama dalam membedakan antara kelompok
bakteri gram positif dengan kelompok bakteri gram negatif yaitu
komposisi kimiawi dinding sel bakteri yaitu peptidoglikan, asam tekoat,
protein, polisakarida, lipoprotein, dan lipopolisakarida. Susunan kimiawi
dan struktur peptidoglikan bervariasi antara species bakteri satu dengan
species bakteri yang lain. Bakteri Gram negatif mempunyai lapisan
peptidoglikan yang tipis karena itulah pori-pori pada dinding sel gram
negatif cukup besar dan karena permeabilitasnya yang tinggi
memungkinkan terjadinya pelepasan zat warna ungu kristal violet.
Sehingga sel-sel Gram negatif akan bewarna merah. Sedangkan pada
bakteri gram positif kandungan lipidnya yang lebih rendah, dinding sel
bakteri gram positif menjadi terdehidrasi selama perlakuan dengan etanol.
Ukuran pori-pori mengecil, permeabilitasnya berkurang dan akan bewarna
ungu karena zat warna ungu kristal violet tetap dipertahankan. Hal ini
dikarenakan kandungan lipid dinding sel bakteri Gram positif lebih rendah
dan lebih banyak mengandung peptidoglikan maka pada perlakuan alkohol
terjadi dehidrasi dinding sel mengakibatkan ukuran pori-pori mengecil dan
permeabilitasnya berkurang sehingga warna ungu kristal violet yang telah
memasuki dinding tidak akan terwarnai oleh zat warna tandingan, yaitu
safranin. Sehingga sel-sel Gram positif akan bewarna ungu.

(Choirunnisak, indra,Zuan, Fuji, Risma)

57
Pewarnaan Acid Fast

Pada pewarnaan acid-fast, bakteri yang kami peroleh dari semua


tabung reaksi masing-masing dibuat sediaan mikroskopis. Slide organisme
yang sudah diwarnai dengan carbolfuchsion dan dipanaskan, dibilas dan
didekolorisasi dengan 2,5% asam kuat (HCL, HNO3, H2SO4) dalam
95% alcohol, dibilas dan kemudian diwarnai dengan looffler’s methylene
blue.

Sebagian besar genera bakteri akan kehilangan warna merah dari


carbolfuchsion ketika dilakukan dekolorisasi. Namun jika bakteri yang
tahan asam akan mempertahankan warna merah terang. Karena
komponen-komponen lipid yang terdapat pada dinding-dinding sel bakteri
tertentu yang bertanggung jawab untuk munculnya sifat ini. Dinding sel
bakteri tahan asam tebal. Hampir 60% adalah lipida dan sedikit
peptidoglikan. Pada proses pewarnaan bakteri bersifat asam ini,
carbolfuchsion mengikat sitoplasma dan tetap tidak hilang ketika diberi
campuran alcohol asam. Lipida membuat organisme tahan asam
impermeable terhadap pewarnaan lain dan melindunginya dari asam dan
alkali. Sedangkan bakteri yang tidak tahan asam kehilangan warna
merahnya sehingga warna biru dari loeffler’s methylene blue akan
meresap kedalam dinding sel.

(Choirunnisak, indra,Zuan, Fuji, Risma)

Pewarnaan endospora
Dari data dan analisis dapat di bahas bahwa bakteri yang dimiliki
oleh Choirunnisak, Indra, Fuji dan Risma dapat membentuk endospora
karena bakteri kehabisan makanan atau nutrisi yang terdapat pada
medium. Sedangkan, pada bakteri yang dimiliki oleh Zuan tidak
membentuk endospora. Hal ini disebabkan bakteri masih mendapat cukup
makanan atau nutrisi yang terdapat pada medium, dan mungkin waktu
inkubasi kurang lama.
58
Pewarnaan Jamur
Pada pewarnaan jamur ini kelompok kami menggunakan pewarna
Lactofenol Cotton Blue sehingga hifa jamur akan terwarnai birudan
hifanya tidak mengkerut. Dari hasil pengamatan mikroskop dengan
perbesaran 400 kali dari tabung reaksi 1 sampai 4 diperoleh jamur
Aspergillus sp, terlihat morfologi sebagai berikut : Jamur ini memiliki
susunan tubuh yang terdiri atas hifa yang bersekat, sel kaki, konidiofor
vesikel dan spora berwarna hitam menyebar pada lapang pandang
mikroskop. Mempunyai kepala yang membawa konidia (vesikel) yang
besar dan tersusun dengan padat, bulat, dan berwarna hitam kecoklatan.
Konidianya kasar dan mengandung pigmen. Pada species ini kebanyakan
sklerotia yang berwarna abu-abu sampai hitam. Hifanya bercabang-cabang
dan konidiofor sporanya tumbuh secara radial pada konidiofor. Pada
tabung reaksi 1 sampai 4 awalnya kita mengambil jamur dari roti
kemudian kita biakan pada medium agar. Adapun klasifikasi jamur
Aspergillus sp. Adalah sebagai berikut :
Classis : Deutomicetes
Ordo : Moniliales
Familiy: Moniliaceae
Genus : Aspergillus
Species: Aspergillus sp

Sedangkan pada tabung reaksi ke 5, pada awalnya kelompok kami


mengambil jamur dari the kemudian kita biakan pada medium agar. Pada
tabung reaksi ke 5 ini kita memperoleh jamur Basipetospora rubra, terlihat
morfologi sebagai berikut : pada medium PDA koloni berwarna putih,
terdiri dari spora, kotak spora, tangkai spora, dan hifa. Kotak spora
berbentuk bulat, tangkai spora sederhana, hifanya tidak bersekat, biasanya
jamur ini tumbuh pada teh basi dan tumbuh baik pada suhu lingkungan
antara 27ºC- 30ºC Adapun klasifikasi dari jamur ini adalah sebagai
berikut:
59
Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycotina
Classis : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Basipetospora
Spesies : Basipetospora rubra

(Choirunnisak, indra,Zuan, Fuji, Risma)

Uji Katalase
Pada uji katalase, bakteri yang kami peroleh pada tabung reaksi 1,2,3,4,
dan 5 masing-masing dibuat sediaan mikroskopis kemudian ditetesi
dengan H2O2, selanjutnya kami amati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 400 kali. Berdasarkan hasil pengamatan uji katalase dari
kelima tabug reaksi terbentuk gelembung O2. Hal ini berarti bakteri
menghasilkan enzim katalase dan termasuk bakteri aerob yang dapat
merubah H2O2 (Hidrogen Peroksida) menjadi O2 dan uap air. Adapun
persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :
2 H2O2 enzim katalase 2 H2O2 + O2

(Choirunnisak, indra,Zuan, Fuji, Risma)

Uji Motilitas
Pada uji motilitas ini, bakteri yang diperoleh kelompok kami dari kelima
tabung reaksi dengan metode preparat basah tetes gantung yaitu dengan
cara memberi setetes cairan yang mengandung bakteri pada kaca penutup,
kemudian kaca penutup tersebut diletakkan pada benda cekung dimana
permukaan yang diberi olesanbakteri tadi menghadap ke bagian yang

60
cekung dari kaca benda (tampak seperti menggantung). Dari hasil
pengamatan dengan mikroskop perbesaran 400 kali dari kelima tabung
reaksi tampak adanya gerakan atau motilitas bakteri yaitu pergerakan ke
atas – bawah di tempat.

(Choirunnisak, indra,Zuan, Fuji, Risma)

D. ENUMERASI
Menurut teori sebenarnya terdapat hubungan antara tingkat pangenceran
dengan jumlah bakteri yang tumbuh/hidup. Hubungannya adalah semakin
pekat sampel (pengenceran sampel rendah) maka semakin sedikit jumlah
bakteri yang tumbuh/hidup ,dan sebaliknya semakin encer sampel
(pengenceran tinggi) maka semakin banyak jumlah bakteri yang
tumbuh/hidup. Untuk menghitung jumlah bakteri yang tumbuh pada setiap
pengenceran adalah dengan mengalikan jumlah koloni bakteri dengan
1/pengenceran.
Namun hasil yang diperoleh adalah pada larutan 10-4,10-5 , dan
10-6 adalah tidak terdapat bakteri sama sekali. Hal ini disebabkan karena
medium yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri suhunya terlalu
panas sehingga pada saat bakteri ditanam pada medium, bakteri tersebut
mati karena suhu yang panas.

(Choirunnisak, indra,Zuan, Fuji, Risma)

E. UJI RESISTENSI

Pada percobaan uji resistensi, kelompok kami menggunakan cara


Paper disk. Cara ini dilakukan dengan menyiapkan lempeng media KNA
dalam cawan Petri yang steril kemudian mengoleskan biakan bakteri yang
akan diuji pada lempeng agar secara merata dengan menggunakan jarum
inokulasi/ cotton buds steril. Menggunting kertas hisap berbentuk lingkaran

61
dengan garis tengah kurang dari 1 cm, kemudian merendam dalam desinfektan
atau antibiotik (kelompok kami menggunakan tetrasilin) dengan konsentrasi
tertentu. Tiap konsentrasi 3 potong kertas hisap. Setelah itu meletakkan kertas
hisap yang telah direndam dalam desinfektan/antibiotik (tetrasilin) diatas
gores dan bakteri pada lempeng agar yang akan diuji,memberi tanda untuk
setiap konsentrasi pada bagian luar cawan supaya tidak tertukar. Lalu
diinkubasi selama 24 jam. Untuk antibiotik menggoreskan bakteri yang akan
diuji pada lempeng agar secara merata, kemudian meletakkan disk antibiotik
(tetrasilin) diatas goresan bakteri tersebut lalu menginkubasi selama 24-48
jam. Setelah itu kami kami melakukan pengamatan ternyata daerah disekitar
paper disk tidak ditumbuhi oleh bakteri dan terbentuk zona hambatan. Pada
pengenceran 250 mg tetrasilin dengan 4ml aquades diperoleh luas zona
hambatan total sebesar 10,42 cm2. Pada pengenceran 250 mg tetrasilin dengan
8 ml aquades zona hambatan totalnya 2,75 cm2. Sedangkan pada pengenceran
250 mg tetrasilin dengan 12 ml aquades diperoleh luas zona hambatan total
sebesar 4,11 cm2.

Terbentuknya zona hambatan resistensi suatu bakteri ditentukan oleh


jarak zona hambatan yang tergantung oleh adanya perubahan-perubahan :

a. Kemampuan kecepatan difusi antibiotik terhadap medium dan


interaksinya.
b. Derajat sensitifitas organisme terhadap antibiotik.
c. Kecepatan pertumbuhan organisme.
d. Jumlah organisme yang diinokulasikan.

Berdasarkan teori tingkat pengenceran yang rendah akan terbentuk


zona hambatan yang luas,hal ini berarti bakteri sensitif terhadap antibiotik
(tetrasilin). Semakin tinggi tingkat pengenceran semakin sempit zona
hambatan yang terbentuk, hal ini disebabkan bakteri telah resisten terhadap
antibiotik (tetrasilin). Tetapi pada hasil yang kami dapat kurang sesuai dengan
teori tersebut karena pada pengenceran 250 mg tetrasilin dengan 4ml aquades

62
zona hambatannya lebih sempit daripada zona hambatan pada pengenceran
250 mg tetrasilin dengan 12 ml aquades. Hal ini mungkin disebabkan
kesalahan dalam pengukuran dan kekurangtelitian kami dalam praktikum ini.

(Choirunnisak, indra,Zuan, Fuji, Risma)

F. VIRUS
Pada percobaan yang telah kami lakukan dalam memperbanyak virus.
Kami memperoleh ulat Spodoptera litura yang telah mati karena terinfeksi
virus SLNPV (Spodoptera Litura Nukleat Polyhidrosis Virus). Gejala infeksi
SLNPV pada larva S. litura akan terlihat setelah 1 – 3 hari SLNPV tertelan,
Gejala pada larva instar-3 dan instar-4 yang terinfeksi SLNPV akan terlihat
berwarna putih kecoklatan pada bagian perutnya, sedangkan pada bagian
punggung berwarna coklat susu kehitaman. Larva yang terinfeksi NPV pada
umumnya ditandai dengan berkurangnya kemampuan makan, gerakan yang
lambat, dan tubuh membengkak akibat replikasi atau perbanyakan partikel-
partikel virus NPV. Integumen larva biasanya menjadi lunak, rapuh, dan
mudah robek. Apabila tubuh larva tersebut pecah maka akan mengeluarkan
cairan kental berwarna coklat susu yang merupakan cairan NPV dengan bau
yang sangat menyengat. Kematian larva S. litura akibat terinfeksi SLNPV
ditunjukkan dengan gejala tubuh larva menggantung dengan kedua kaki semu
bagian abdomen menempel pada kain yang dijadikan penutup tabung
membentuk huruf “V” terbalik. Setelah diperoleh ulat yang mati karena
terinfeksi virus kami melakukan pemurnian virus dan setelah diamati dengan
mikroskop hasilnya virus berbentuk polihedral,berwarna hijau dan hasil virus
sedikit, serta terkontaminasi oleh bakteri, kotor oleh sisa-sisa kulit tubuh dan
kepala dari ulat Spodoptera litura.

(Choirunnisak, indra,Zuan, Fuji, Risma)

63
BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN

Untuk menumbuhkan suatu mikroorganisme dibutuhkan nutrisi yang


cukup supaya mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik, nutrisi tersebut
dapat diperoleh dari tauge, kentang, dan gula pasir sebagai sumber nutrisi
yang dibutuhkan, dan unsur-unsur makro dan mikro lainnya. Dari hasil
praktikum yang kami lakukan, kami menggunakan medium TA (tauge agar)
untuk bakteri dan PSA (potato sukrosa agar) untuk jamur. Medium tersebut
diletakkan di cawan petri dan tabung reaksi. Pada tabung reaksi medium
tersebut dibuat miring.

Dari hasil pengamatan kelompok kami, dapat disimpulkan bahwa


penangkapan dan pengisolasian mikroorganisme dari sayur basi, teh dan roti
yang telah ditumbuhi jamur harus dilakukan secara aseptik di tempat yang
steril agar kemunkinan terkontaminasi dapat diminimalisir. Setelah itu
dilakukan identifikasi melalui metode pewarnaan antara lain: pewarnaan
sederhana, pewarnaan negatif, pewarnaan gram, pewarnaan acid fast,
pewarnaan endospora, uji motilitas, dan uji katalase. Sedangkan identifikasi
pada jamur dilakukan dengan metode pewarnaan jamur.

Percobaan yang telah dilakukan,bakteri tidak tumbuh sama sekali


disebabkan karena medium yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri
suhunya terlalu panas sehingga pada saat bakteri ditanam pada medium,
bakteri tersebut mati karena suhu yang panas.Terdapat hubungan antara
tingkat pangenceran dengan jumlah bakteri yang tumbuh/hidup. Hubungannya
adalah semakin pekat sampel (pengenceran sampel rendah) maka semakin
sedikit jumlah bakteri yang tumbuh/hidup ,dan sebaliknya semakin encer
sampel (pengenceran tinggi) maka semakin banyak jumlah bakteri yang
tumbuh/hidup.

64
Konsentrasi campuran antibiotik dan aquades mempengaruhi resistensi
suatu bakteri. Semakin rendah konsentrasi campuran , maka zona hambatan
semakin kecil / sempit. Hal ini berarti semakin resisten terhadap antibiotik.
Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi konsentrasi campuran, maka zona
hambatan semakin besar / luas. Hal ini berarti bakteri sensitif terhadap
antibiotik. Tetapi pada hasil yang kami dapat kurang sesuai dengan teori
tersebut karena pada pengenceran 250 mg tetrasilin dengan 4ml aquades zona
hambatannya lebih sempit daripada zona hambatan pada pengenceran 250 mg
tetrasilin dengan 12 ml aquades. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan dalam
pengukuran dan kekurangtelitian kami dalam praktikum ini.
Terbentuknya zona hambatan resistensi suatu bakteri ditentukan
oleh jarak zona hambatan yang tergantung oleh adanya perubahan-perubahan :
a. Kemampuan kecepatan difusi antibiotik terhadap medium dan
interaksinya.
b. Derajat sensitifitas organisme terhadap antibiotik.
c. Kecepatan pertumbuhan organisme.
d. Jumlah organisme yang diinokulasikan.
Ulat Spodoptera litura yang mati karena terinfeksi virus kami
dimurnian virus dan diamati dengan mikroskop hasilnya virus berbentuk
polihedral,berwarna hijau dan hasil virus sedikit, serta terkontaminasi oleh
bakteri, kotor oleh sisa-sisa kulit tubuh dan kepala dari ulat Spodoptera litura.

B. SARAN
Kami menyadari laporan mikrobiologi yang telah kami buat ini masih
belum sempurna untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun baik dari pengoreksi maupun dari pembaca demi kesempurnaan
pembuatan laporan di masa yang akan datang. Atas penilaian dan saran yang telah
diberikan kami mengucapkan terima kasih.

65
DAFTAR PUSTAKA

Asri,Mahanani.2008.Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Dasar.Surabaya:UNESA


Unipress
Dwijoseputro.1998.Dasar-Dasar Mikrobiologi.Jakarta:Penerbit Djambatan
Schlegel,Hans dan Schmidt,Karin.1994.Mikrobiologi Umum.Yogyakarta:Gajah
Mada University Press

Pelzar,Michael.1988.Dasar-Dasar Mikrobiologi 2.Jakarta:Universitas Indonesia


Press
Pelzar,Michael.1988.Dasar-Dasar Mikrobiologi 1.Jakarta:Universitas Indonesia
Press

66

You might also like