You are on page 1of 28

PENGANTAR ESTETIKA

Disusun oleh:
Bp. Djuli Prambudi
BAB I
PENGANTAR
1.1 FILSAFAT
1.1.1 Arti Kata
Berasal dari Bahasa Yunani Kuno: philos + sophos
loving + wisdom
cinta + kebijaksanaan

Latin = Philosophia
Inggris = Philoshopy
Arab = Falsafah
Istilah ini pertama kali digunakan oleh Phytagoras dan Socrates sebagai kritik / sindiran
terhadap kaum Sophist yang menganggap diri mereka sebagai kaum yang bijaksana.
1.1.2 Awal Mula
Filsafat berawal dari ketertarikan, keinginan manusia untuk mengerti. Dalam buku
METAPHYSICA, filsuf Yunani Aristoteles menyatakan bahwa semua orang menurut
kodratnya ingin mengerti (ens metaphysicum); contoh paling muda dapat kita temukan
pada anak-anak.
Mengerti: → Dirinya sendiri (mikro kosmos)
→ Alam sekelilingnya (makro kosmos)
→ Alam keseluruhan
Filsafat merupakan suatu kegiatan dimana pikiran digunakan dalam mencoba memahami
prinsip-prinsip di balik setiap kejadian dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari,
tampaknya dimulai antara tahun 800-400 SM. Tidak ada catatan sejarah tentang asal
usulnya, meskipun penggalan-penggalan awal dari tulisan para filsuf Yunani Kuno
seperti Thales (600 SM), Phytagoras (500 SM) dan Heraclitus (500 SM) memberi
gambaran kasar tentang kemunculannya.
1.1.3 Pengertian
Ada banyak pendapat dan pemikiran mengenai pengertian filsafat. Beberapa diantaranya
adalah:
• Filsafat adalah cara berfikir yang radikal (menyeluruh, mendalam, sampai ke akar-
akarnya ↔ radix = akar)
• Menurut tokoh Semiotika Van Peurseun: “Filsafat adalah seni untuk bertanya” =
karena filsafat tidak pernah puas dengan asumsi-asumsi, jawaban-jawaban yang
sudah ada, sekalipun berasal dari ilmu pengetahuan
Contoh: manusia secara ilmu ditinjau dari berbagai segi (psikologi, sosiologi,
anthropologi, fisiologi, anatomi, dan lain-lain) masing-masing memberi jawaban
yang berbeda. Filsafat bukan gabungan dari ilmu-ilmu tersebut.
• Menurut Plato (427 – 347 SM): “Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada
(being)”
• Menurut filsuf Al-Kindi (800 – 870 SM): “Filsafat adalah kegiatan manusia yang
tertinggi tingkatannya, merupakan pengetahuan yang benar mengenai hakekat segala
yang ada”
1.1.4 Cabang-cabang Filsafat
Filsafat mendahului ilmu-ilmu pengetahuan, sebagai MATERSCIENTARUM (Mother of
Science / Induk Ilmu Pengetahuan), yang telah melahirkan sekaligus sebagai peletak
dasar dari berbagai cabang pemikiran.
Cabang-cabang Filsafat antara lain:
• METAFISIKA
- Penyelidikan tentang sifat dasar dari kenyataan, seperti: materi dan
pikiran, asal-mula alam semesta, bukti-bukti tentang keberadaan Tuhan, serta sifat
dari waktu dan tempat (time and place).
• ONTOLOGI
- Studi tentang keberadaan (eksistensi), sifat, dan karakteristik dan “ada”
(being) dan hakekat dari segala sesuatu.
• EPISTEMOLOGI
- Penjelajahan tentang sifat dan asal-usul pengetahuan : bagaimana kita
mengetahui sesuatu, bagaimana pengetahuan itu dimungkinkan, dan kepastian apa
yang terdapat dalam kegiatan mengetahui.
• ESTETIKA
- Penjelajahan tentang arti seni dan sifat keindahan
• ETIKA
- Studi tentang pengertian dan sifat dari yang baik dan yang buruk: apa
yang disebut baik, apakah ukuran baik dan buruk itu, dan sebagainya.
• LOGIKA
- Penjelajahan tentang sifat dari pemikiran dan keabsahan
pembuktian/argumentasi.
1.2 FILSAFAT, ILMU, DAN AGAMA
Menurut Aristoteles, ada 4 tingkatan pengetahuan (Level of Thought), yaitu:
1. Tingkatan ilmu pengetahuan (level of science)
2. Tingkatan ilmu pasti (level of mathematic)
3. Tingkatan filsafat (level of philosophy)
4. Tingkatan agama (level of religion)
1.2.1 Ilmu dan Filsafat
a. Perbedaan ilmu dan filsafat
TUJUAN • Ilmu bertujuan untuk menyatakan • Filsafat selalu mempe-
bahwa peristiwa-peristiwa berlaku rtanyakan jawaban –
menurut hukum-hukum tertentu atau jawaban ilmu.
aturan-aturan yang tetap, kenyataan • Filsafat tidak menyele-lami
alam bukanlah kekacauan, tetapi suatu suatu lapangan kenyataan
susunan ilmu-ilmu kealaman yang tertentu, tetapi mengajukan
bermaksud menyusun hukum alam yang per-tanyaan tentang
dapat dirumuskan secara ilmu pasti. kenyataan seluruhnya:
tentang hakekat, azas, dan
• Ilmu berkembang setelah ia membatasi prinsip dari kenyataan.
obyek menuju pada ilmu pengetahuan
yang seluas-luasnya pada obyek yang Contoh :
sesempit-sempitnya (SPESIALISASI). Pada abad ke-19 para ilmuwan
berkeyakinan bahwa filsafat
tidak lagi diperlukan karena
semua pertanyaan sudah
terjawab (keyakinan akan
keilmuan). Kenyataan dalil –
dalil keilmuan dapat selalu
diperbaiki (misalnya Teori
Geosentris digantikan
Hellosentris; teori Seleksi Alam
dari Lamarck digantikan oleh
Charles Darwin).

SIFAT • Pengetahuan yang tetap dapat • Memberikan berbagai


dipercaya, obyektif, dan punya nilai jawaban terhadap
praktis. pertanyaan-pertanyaan yang
• Bersifat parsial. sama.
• Bersifat diskusi.

Contoh:
PLATO → Idealisme
KARLMARK → Materialisme

→ Idealisme (Abad 3 SM)


Menganalogikan dunia fisik
dengan ilusi. Kenyataan alam
selalu berubah, tidak tetap, dan
tidak sempurna. Kenyataan yang
sebenarnya, yang sempurna,
adalah IDEA.

→ Materialisme
Kaum Proletar yang ditindas
kaum borjuis, pemilik modal
yang memanfaatkan dan
menekan kaum proletar untuk
memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya. Kaum proletar
harus dibebaskan,
dimerdekakan, melalui pikiran –
pikiran atau karya seni. Melalui
revolusi akan tercipta
masyarakat tanpa kelas.

METODO- Ilmu berpedoman pada pengalaman, juga Sistem filsafat bukanlah


LOGI dalam menyusun teori dan hipotesis; maka hipotesis-hipotesis, melainkan
ia akan kembali pada pengalaman untuk konsepsi-konsepsi, gambaran-
menguji dan memastikan kebenaran teori- gambaran pikiran, yang
teori atau hipotesis tersebut. dihasilkan oleh pikiran itu
sendiri.
Ilmu bisa digunakan untuk mendeskripsikan
, memprediksi, dan ,,mengontrol kenyataan. Orang-orang yang bergerak / di
bidang ilmu menganggap
filsafat bersifat spekulatif.

b. Persamaan ilmu dan filsafat


• Keduanya menggunakan metode relective thinking dalam menghadapi fakta
• Keduanya menunjukkan sifat kritis dan terbuka, memberikan perhatian yang tidak
berat sebelah terhadap kebenaran.
• Keduanya tertarik terhadap pengetahuan yang terorganisir dan tersusun secara
sistematis, bersifat nalar, logis.
1.2.2 Filsafat dan Agama
a. Perbedaan filsafat dan agama
AGAMA → Berawal dari kepercayaan / keyakinan → Wahyu
Kebenaran bersifat mutlak, absolute
Bersifat transcendental, adikodrati
Tujuan adalah keselamatan, harmoni, kedamaian
FILSAFAT → Berawal dari syak
Nilai kebenaran relative
Bersifat nalar, logis, dan spekulatif
AGAMA → Agama Wahyu (Samawi)
Agama Islam → Al-Qur’an
Agama Kristen → Al-Kitab / Injil
Agama Yahudi → Taurat
→ Agama Non-wahyu
Budhisme, Zoroaster, Confusianisme, Taoisme

Bagian dari filsafat, diciptakan oleh filsuf-filsuf menjadi suatu ajaran.
1.3 ESTETIKA DAN FILSAFAT SENI
Pada masa Yunani Kuno (sekitar 500-300 SM), pengertian estetika adalah filsafat
keindahan, yakni pemikiran spekulatif tentang apa yang disebut indah, baik dalam alam
maupun karya seni (dalam pengertian techne atau skill). Lazimnya disebut sebagai
Estetika Kuno, yang merupakan bagian dari pemikiran filsafat pada umumnya. Estetika
hanya merupakan bagian dari pemikiran seoran filsuf, dan tak dapat dipisahkan dari
sistem konsepsional filsafatnya secara keseluruhan. Persoalan seni masih merupakan
bagian dari persoalan filsafat umum, dan seni belum memiliki otonomi pemahaman
sendiri.

Seni atau “art” aslinya memiliki arti teknik, keterampilan, keahlian. Baru pada abad ke-
17 di Eropa dibedakan antara keindahan umum (termasuk alam) dan keindahan karya
atau benda seni = konsep Fine Arts / High Arts.
Istilah estetika sendiri sebenarnya baru dipakai sekitar tahun 1735 oleh Alexander
Baumgarten dalam bukunya MEDITATIONES yang mengandung pengertian kurang
lebih : “Pembahasan tentang makna, istilah-istilah dan konsep-konsep yang berkenaan
dengan seni dan keindahan”. Tujuan estetika menurut Baumgarten adalah keindahan.
Pada abad ke-20 dimana modernisme turut berpengaruh terhadap berkembangnya seni
rupa dan keindahan tidak lagi menjadi tujuan, berkembang upaya-upaya untuk mencari
pemahaman filsafi atas seni. Maka lahirlah filsafat seni, yang sering disebut Estetika
Modern atau Estetika Ilmiah. Disebut demikian karena merupakan suatu bentuk telaah
ilmiah dengan memanfaatkan ilmu-ilmu yang relevan untuk menerangi arti seni dan
perannya dalam peradaban manusia, seperti contohnya ilmu-ilmu sosial, psikologi,
semiotic, anthropologi, dan lain-lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa membedakan antara estetika dan filsafat seni adalah
sebagai berikut:
• Estetika membahas dan mempertanyakan keindahan secara umum, baik keindahan
alam maupun seni / karya seni.
• Filsafat seni mempersoalkan seni atau keindahan (dalam pengertian estetik) dalam
karya seni.

Menurut John Hospers, filsafat seni agak lebih sempit dari estetika karena filsafat seni
menyangkut masalah-masalah konsep seni dan persoalan-persoalan yang timbul dalam
hubungannya dengan karya seni.

1.4 FILSAFAT SENI


Masalah-masalah yang dibahas atau yang dipertanyakan dalam filsafat seni pada
dasarnya dapat digolongkan menjadi 3 masalah pokok:
• Pertanyaan tentang Nilai Estetik
- Apakah keindahan itu?
- Apakah keindahan itu bersifat obyektif?
- Adakah ukuran baku untuk seni?
- Bagaimana peran seni dalam kehidupan?
- Dan sebagainya
• Pertanyaan tentang Pengalaman Seni
- Apa yang disebut pengalaman seni?
- Bagaimana sifat dasar dan ciri-ciri pengalaman seni?
- Apa yang merupakan rintangan bagi pengalaman seni?
- Dan sebagainya
• Pertanyaan tentang Karya Seni
- Adakah yang disebut karya seni?
- Bagaimana penggolongan seni?
- Adakah sifat dasar karya seni?
- Mana yang penting: bantuk atau isi seni?
- Dan sebagainya
Seperti telah dikemukakan bahwa filsafat seni merupakan telaah ilmiah terhadap
fenomena seni. Jawaban atas persoalan-persoalan yang diajukan tak cukup hanya
berdasarkan pemikiran spekulatif. Untuk itu filsafat seni memerlukan ilmu-ilmu Bantu
dari disiplin ilmu lain, seperti:
• Psikologi; dapat membantu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
menyangkut seniman, seperti: motivasi, proses kreasi, faktor pribadi dalam seni,
disamping juga membantu memahami pengalaman estetik atau pengalaman seni bagi
public seni atau apresiator.
• Anthropologi; dapat membantu menjelaskan hubungan antara kebudayaan dengan
karya seni, seniman dan masyarakat seni.
• Sosiologi; dapat membantu menjelaskan hubungan kausal antara nilai seni,
pengalaman seni, karya seni dan public seni dengan masyarakat. Masalah
“komunikasi” seni menjadi amat penting dalam bahasa disiplin ini.
• Sejarah dan Arkeologi; dapat membantu menjelaskan perkembangan nilai-nilai seni,
tumbuh dan lenyapnya suatu gaya dalam seni, pengaruh sosial dan budaya dalam
seni.
• Semiotik, yaitu ilmu tentang tanda dalam kehidupan manusia, erat kaitannya dengan
masalah karya seni, seniman dan public seni.
BAB II
KONSEP SENI
(FINE ARTS)

Kata atau istilah “seni” di Indonesia pada awalnya diserap dari bahasa Melayu, yang
berarti kecil, halus. Pemakaian kata “seni” dalam pengertian ini misalnya dapat kita
jumpai pada karya-karya sastrawan Angkatan Pujangga Baru, seperti misalnya:
• St. Takdir Alisyahbana dalam sajak “Sesudah Dibajak” (1936) menuliskan: “Sedih
seni mengiris kalbu” ⇒ seni ≈ kecil
• Penyair Taslim Ali dalam karyanya: “Kepada Murai” (1941) menuliskan: “Hiburlah
Hati / Unggasku Seni” ⇒ seni ≈ kecil
Sementara kata “seni” dalam pengertian “art” di Indonesia baru muncul awal abad ke-20,
seiring dengan masuknya kolonialisme di Indonesia pada masa itu kata “seni” ini
merupakan padanan dari kata “Fine Arts” (Inggris) dan “Kunst” (Belanda, Jerman), yang
diartikan sebagai “seni indah” (dalam arti estetis).
Sebagai contoh, pada majalah PUNJANGGA BARU yang terbit pada tanggal 10 April
1935, dalam sebuah essay tulisan R.D. mengenai “Pergerakan ‘80” kita dapat
menemukan cuplikan kalimat sebagai berikut:
“….SENI menjadi ‘de aller-individueelste expressie van der individueelste emotie
(kelahiran yang sekhusus-khususnya dari perasaan yang sekhusus-khususnya)”.
⇒ seni ≈ art
Sesudah kemerdekaan, kata “seni” sebagai padanan untuk kata “art” semakin banyak
dipergunakan dan menjadi pengertian resmi. Bahkan pada tahun 1955 sempat terbit
majalah khusus berjudul SENI, walau usianya hanya 1 tahun.
Dalam kamus Belanda Melayu (KLINKERT) kita dapat menemukan beberapa pengertian
dari kata seni/kunst, yaitu:
• Hukmat
• Ilmu
• Pengetahuan
• Kepandaian
• Ketukangan

Pengertian arti dalam bahasa Inggris:
“Art is skill making or doing”
(The world Book Encyclopedia”
Pada kenyataannya, kata seni / art / kunst yang berkembang di masyarakat memiliki
beragam pengertian, seperti:
a. Keterampilan (skill), contohnya, seni memasak, seni merangkai bunga, dan lain-lain.
b. Aktivitas manusia, contohnya, seni berperang, seni pengobatan, seni bela diri, dan
lain-lain
c. Karya (work of art)
d. Seni indah (fine arts)
e. Seni rupa (visual arts)
f. Seni lukis (painting)

LATAR BELAKANG HISTORIS TENTANG KONSEP SENI (FINE ARTS)


2.1 Techne pada Masa Yunani Kuno
Istilah “Techne” pada masa Yunani Kuno memiliki persamaan arti dengan kata / istilah
“Ars” (Latin), yaitu keterampilan yang berguna (usefull skill), suatu bentuk keahlian
khusus. Masyarakat Yunani Kuno mengenal konsep Mousike Techne (Seni Dewa
Muses), yang meliputi bidang-bidang musik, lirik / puisi, gramatika (tata bahasa), dan
gimnastik (senam). Menurut mitologi Yunani, bidang-bidang tersebut dipimpin oleh 9
dewa seni yang dikenal sebagai Muses tadi.

Kata “museum” yang kita kenal sekarang pun merupakan turunan dari kata “mousike”,
yaitu “museion” yang memiliki pengertian:
a. A temple of the Muses
b. A school of arts and learning
2.2 Konsep Liberal Arts pada Abad Pertengahan (Abad 14) dan sebelumnya (masa
Yunani)

Ars
(Keahlian / Kecakapan yang berguna)

Artes Liberales Artes Serviles

Cocok untuk kaum bangsawan Kelas budak / pekerja kasar


Yang luhur, mulia, elegan

1. Tata bahasa Seni pertukangan:


2. Dialektika Lukis, patung
3. Retorika
4. Arithmetika
5. Geometri
6. Musik
7. Astronomi

Melibatkan mental daripada


pekerjaan kasar / manual / mekanis
• Cenderung meninggikan jiwa
seniman dan orang yang ia layani,
bukan sekedar pemenuhan kebutuhan fisik
2.3 Konsep Liberal Arts pada Masa Baroque Perancis sampai Renaissance Italia
Leonardo da Vinci (1452-1519) adalah tokoh serba bisa (seniman, enginer, ahli anatomi)
yang sangat gigih memperjuangkan agar seni lukis naik statusnya dari artes serviles ke
artes liberales, dengan alasan:
a. Seni lukis membutuhkan pengetahuan teoritis khusus seperti
matematika dan biologi, khususnya perspektif dan anatomi, yang menuntut penalaran
dan keterlibatan intelektual.
b. Seni lukis sederajat dengan puisi atas dasar bahwa lukisna pun
seperti halnya puisi dapat mempertinggi moral dengan menampilkan gerakan manusia
melalui gesture dan ekspresi wajah. Bahkan representasinya dapat lebih lengkap
dibanding puisi.
c. Seni lukis kurang mekanis dibanding seni patung, dan dapat
mencapai ilusi dari kesatuan melalui pemahaman intelektual.

Pada abad ke-16 seni lukis akhirnya masuk ke dalam artes liberales.
Pada tahun 1562 di Florence (Italia) didirikan “Academia del Disegno”, akademi seni
lukis paling awal, oleh Vasari memang memiliki ketertarikan khusus pada seni lukis.
Institusi tersebut digunakan untuk melatih para seniman muda. Vasari menggunakan
istilah “the most beautiful art” (seni paling indah” untuk “ia arti di disegno” (the arts of
design ≈ seni gambar yang paling indah). Istilah “disegno” (= gambar) diterapkan untuk
bidang-bidang seni lukis, patung, dan arsitektur, yang dianggap memiliki kesamaan yaitu
adanya dimensi gambar.

Pendekatan teoritis dengan berdirinya institusi tersebut merupakan suatu fase penting
dalam perjuangan seni lukis, patung, dan arsitektur untuk memperoleh status pada masa
Renaissance Itali. Pelukis, pematung, dan arsitek memperoleh pengakuan sebagai orang
terpelajar, kaum intelektual, anggota masyarakat humanis. Ketiganya diterima sebagai
bagian dari liberal arts.

Akademi di Italia pada dasarnya merupakan penerus dari sistem gilda (guild). Abad
pertengahan sebagai institusi untuk melatih para seniman muda. Perbedaannya, akademi
memperlakukan seni sebagai subyek ilmiah untuk diajarkan baik secara teoritis maupun
praktis, sementara gilda terutama diajukan pada penyaluran tradisi teknis atau dengan
kata lain upaya untuk melanjutkan tradisi.

2.3 Konsep Beaux Arts di Perancis dan Jerman Abad ke-17


Istilah “Beaux Arts” muncul abad ke-17, dan pada tahun 1690 digunakan oleh sastrawan
Perancis Charles Perrault sebagai judul buku : Le Cabinet des Beaux Arts”.

Pada tahun 1648, Louis XIV mendirikan “Academie Royale des Beaux-arts”, yang pada
awalnya terbatas pada seni lukis dan patung. Baru pada tahun 1671 arsitektur (Academie
d’architecture) bergabung di dalamnya, dan selanjutnya juga bidang musik, sehingga
pada akhirnya akademi ini berdiri dari para pelukis, pematung, arsitek, dan composer.

Pada tahun 1795 terjadi perkembangan revolusioner pada “Academie Royale des Beaux-
arts”, di mana akademi tersebut ditingkatkan statusnya menjadi Nationale Institute
(Institut Nasional) dengan 3 kela utama, yaitu:
I. Physical and Mathematical Science
II. Moral and Political Science
III. Literaure and Fine Arts.
French language and literature
Ancient history and literature
Fine Arts: - Seni Lukis
- Seni Patung
- Arsitektur
- Musik

2.4 Konsep Fine Arts di Inggris Abad ke-18

Istilah Inggris “ Fine Arts” merupakan produk abad ke-18. Oxford Dictionary
menyatakan bahwa awalnya istilah ini digunakan sebagai terjemahan atau padanan dari
bahasa Perancis “Beaux-art” yang berarti jamak / plural, dan kata “Fine” sebagai kata
sifat yang memiliki pengertian “beautiful” sering dipersamakan dengan kata “beau”.
Istilah “Fine Arts” ini mengandung pengertian:
“FINE ARTS In plural, the arts which concerned with ‘the beautiful’ , or which
appeal to the faculty of taste; in the widest use including poetry, eloquence, music,
etc, but often applied in a more restricted sense to the arts of design, as painting,
sculpture, and architecture. Hence in singular one of these arts.”

Dalam “Dictionary of the English Language” (1773) Samuel Johnson tidak atau belum
mencantumkan referensi tentang “Fine Arts”, hanya memuat pengertian dari “fine”
sebagai kata sifat:
“………elegant, beautiful in thought or language, accoumplished, elegant of
manners, showy, splendid”.

Pada tahun 1769 Sir Joshua Reynolds meresmikan “Royal Academy of Arts” di Inggris
yang terdiri dari bidang seni musik, patung, dan arsitektur.

Seiring dengan munculnya konsep Fine Arts ini, selalu berlangsung kesepakatan apakah
bidang musik dan sastra masuk dalam cakupan Fine Arts tersebut atau tidak.

Sebagai contoh, Tolstoy pernah menyatakan bahwa Wincelmann sebelum tahun 1767
pernah menulis sebagia berikut : “Makes external beauty the aim or art, and even limits it
to visible beauty”. Dengan kata lain, di sini musik dan sastra dianggap tidak termasuk
dalam konsep Fine Arts. Namun, secara eksplisit para penulis abad ke-18 memasukkan
musik dan sastra sebagai Fine Arts, contohnya J.G. Sulzer (Jerman) yang pada tahun
1777 menerbitkan edisi pertama dari “General Theory of the Fine Arts”.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya konsep Fine Arts pada abad ke-17 –
18 lebih bersifat hedonitis (kesenangan estetis), menyangkut cita rasa dan keindahan.
BAB III
ARTI SENI
(Thomas Munro)

3.1 Definisi Kamus, Berdasar pada Kecakapan


Definisi 1
“Seni adalah kecakapan yang berguna, atau produk (hasil) dari kecakapan seperti itu;
terutama kecakapan yang dikembangkan dan ditularkan (disebarkan) secara sosial,
sebagai suatu cara yang telah teruji dalam pemakaian alat-alat untuk tujuan tertentu”.

• Seni = “kecakapan apa saja dalam mengadaptasi alam untuk kepentingan manusia”.
Seni > < Teori
Seni = Techne (seni untuk kecakapan praktis) > < Episteme (pengetahuan / ilmu)
• Secara lebih terinci
“Seni dipandang sebagai kumpulan pengalaman teruji tentang cara terbaik
mengerjakan, mengarah kerangka ataupun prinsip-prinsip, teknik-teknik, atau
prosedur sistematik, yang dipakai untuk melakukan sesuatu”.

Meliputi bukan saja semua cabang seni, juga ilmu terapan, industri pabrik, bangunan,
perang, pertanian, navigasi, pengobatan, (makna teknik secara umum”).
Produk dari kecakapan ini disebut “seni”.

• “Art” dalam hal ini = “techne” = kecakapan, keterampilan, tata cara membuat
sesuatu. Dari kata itu muncul istilah:
- “technique”, “technics”, dan “technical” yang diterapkan dalam “seni murni” secara
khusus.
- “technology” terutama menunjuk industri, rekayasa, dan ilmu terapan, meniadakan
seni; padahal kata “techne” (Yunani) tidak membuat pemisahan seperti itu.
Jadi istilah “techne” terpecah menjadi 2:
- Teknologi atau ilmu terapan yang bertujuan kegunaan.
- Beragam konsepsi seni yang cenderung tidak bertujuan kegunaan praktis.
Definisi 2

“Seni adalah kecakapan di bidang budaya dan kecendekiaan, atau cabang pelajaran dari
kecakapan itu”.

• Seni = “Liberal Arts” → dipakai di bidang pendidikan.


Liberal arts = Artes liberals (Latin, plural) Abad pertengahan: tatabahasa, logika,
retorika, aritmetika, geometri, musik, dan astronomi.
Dalam arti modern juga meliputi bahasa, ilmu, filsafat, sejarah, dan sebagainya.

• Istilah “humaniora” sering dipakai disamping “liberal arts”.

Definisi 3

a. Seni adalah kecakapan dalam menghasilkan keindahan atau apapun yang


membangkitkan kesenangan estetis, atau hasil dari kecakapan seperti itu.
b. Seni dalah kegiatan semua cabang seni murni atau seni estetis (meliputi musik
dan sastra disamping seni rupa tertentu) atau hasil dari kegiatan seperti itu.
• Seni dalam makna ini = “fine art”

Definisi 4

1) Seni adalah keahlian dalam menghasilkan keindahan dalam bentuk yang terlihat, atau
hasil dari kecakapan seperti itu.
2) Seni adalah kegiatan dari seni visual estetis (= fine arts) atau hasil dari kecakapan
seperti itu.
Definisi 5

a. Seni adalah kecakapan dalam menghasilkan keindahan dalam bentuk yang dapat
dilihat dalam seni lukis, atau hasil dari kecakapan seperti itu.
b. Seni adalah lukisan, atau produk dari itu.

3.2 Definisi dan Teori Seni dari Para Filsuf

Rader mengklasifikasikan teori seni sekarang menjadi, antara lain:


• Main (Lange, Schiller, Huizinga).
• Kemauan pada kekuasaan atau pemenuhan hasrat (Nietzsche, Freud, Parker).
• Ekspresi dan komunikasi emosi (Veron, Tolstoy, Hirn).
• Kesenangan (Santayana).
• Intuisi (Croce, Bergson, Bosanquet).
• Intelek (Maritain).
• Bentuk (Bell, Fry).
• Empati (Lips).
• Jarak psikologis (Bullough, Ortegay Gasset).

Kesemuanya mendukung prinsip bahwa karya seni bukan sekedar imitasi atau reproduksi
kenyataan, dna bukan sekedar manipulasi materi, seni adalah “proyeksi inspirasi
seniman, emosinya, pilihan-pilihan, atau rasa tentang nilai-nilai”.

Tidak semua teori-teori ini mengklaim memberi definisi seni, kebanyakan berupa teori.
Istilah definisi, teori doktrin, pandangan, idea, atau konsepsi seniman memang sering
dipakai estetika; padahala definisi adalah “pernyataan umum tentang makna kata sebagai
medium komunikasi”. Sementara ahli estetika membuat rumusan tentang hakekat seni,
aslinya, nilai-nilai, proses, dan sebagainya seolah mereka memberi definisi baru tentang
“seni”.

3.3 Kesulitan-kesulitan Samarnya “Seni” : Apa yang Dapat Dilakukan


Karena seni adalah kompleks dan banyak sisi, berbagai teori dapat menerangi aspek-
aspek yang berbeda tentang hakekatnya. Penjelasan yang berbeda tentang seni boleh saja,
tapi definisi “seni” yang begitu banyak juga kurang baik.

Langkah yang moderat adalah:


a. Memulai dengan daftar kamus, dan memeriksa apakah salah satu daripadanya
cukup memenuhi kebutuhan.
b. Mengkaji definisi-definisi lain, lama maupun baru untuk menemukan idea-idea
yang penting.
c. Menentukan idea-idea yang dapat dicakup dari idea-idea penting itu.

3.4 Usulan Definisi yang Direvisi (Thomas Munro)

Definisi pertama adalah kelompok definisi seni yang menunjuk pada keterkaitan jenis
kecakapan tertentu, yang kedua pada jenis produk, ketiga pada bidang budaya sosial,
keempat pada pembagian bidang ini. Definisi 1.a. Mengungkapkan seluruh titik pandang
konsumen, 1.b. Pada seniman sebagai produsen, 1.c. Latar belakang sosiologis dalam
keragaman jenis.
1.a. Seni adalah kecakapan membuat atau mengerjakan apa yang dipergunakan atau
ditujukan sebagai perangsang untuk memuaskan pengalaman estetis, bersama
fungsi atau tujuan-tujuan lain, dalam cara begitu rupa sehingga rangsangan,
makna yang dikesankan, atau keduanya, terasa indah, menyenangkan, menarik,
menggerakkan perasaan, atau nilai lain sebagai obyek pengalaman langsung, dna
nilai-nilai instrumental yang mungkin menyertainya.
b. Seni adalah kecakapan mengungkapkan dan mengkomunikasikan perasaan dan
pengalaman yang pernah dialami, baik individual maupun sosial.
c. Khususnya, tahapan dalam kecakapan atau kegiatan yang berkenaan dengan
perancangan, penyusunan atau penyajian dengan penafsiran personal, yang
berbeda dari pengerjaan rutin atau reproduksi mekanis.
2. Juga, produk dari kecakapan seperti itu, atau produk secara kolektif, karya seni.
Secara umum ini mencakup setiap produk seni dipahami memiliki fungsi estetis,
seperti arsitektur dan musik, tanpa membedakan apakah produk itu dinilai indah
atau faedah lainnya.
3. Seni, sebagai satu bagian kebudayaan manusia dan suatu kelompok fenomena
sosial meliputi segala kecakapan, kegiatan, dan produk yang dicakup dalam
definisi di atas. Dengan demikian, ia dapat dibandingkan dengan agama dan ilmu,
tetapi pembagian ini saling bersinggungan.
4. Suatu seni, seperti musik, adalah satu bagian khusus dari keseluruhan lapangan
seni, terdiri dari jenis kecakapan, kegiatan, medium, atau produk tertentu.
Khususnya suatu bagian yang dianggap sebanding dalam besar, penting, atau
perbedaannya; lainnya sering dikelaskan sebagai cabang atau sub bagian suatu
seni.
BAB IV
FUNGSI SENI

Pada dasarnya Seni Rupa Modern juga menjalankan fungsi-fungsi pokok sebagaimana
seni di masa lampau:
• Seni untuk memenuhi kebutuhan individual bagi ekspresi pribadi.
• Seni sebagai pemenuhan kebutuhan sosial untuk pameran, perayaan, dan komunikasi.
• Seni sebagai pemenuhan kebutuhan fisik untuk benda-benda dna bangunan pakai.

FUNGSI PRIBADI (INDIVIDUAL) SENI

• Manusia memiliki kenutuhan-kebutuhan individual untuk memperkaya batinnya.


• Sebagai alat ekspresi pribadi seni tidak semata terbatas pada ilham-ilham pribadi,
tidak semata-mata emosi pribadi dan hal-hal yang sangat akrab dengan hidup
seniman. Seni juga menjelmakan pandangan personal tentang obyek-obyek dan
kejadian-kejadian umum yang akrab dengan kita. Keadaan dasar manusia seperti
cinta, kematian, kegembiraan, dan kesakitan, selalu muncul sebagai tema dalam seni.
• Dapat dikatakan bahwa setiap karya snei berfungsi sebagai wadah ekspresi pribadi
seniman. Peran ini tidak mengurangi dari adanya fungsi dan tujuan lain.

Seni dan Ekspresi Psikologis

Ekspresi sering dikaitkan atau disamakan dengan komunikasi. Tetapi sebenarnya istilah
“ekspresi” lebih dari sekedar komunikasi; sebab seni tidak hanya suatu bahasa yang
menterjemahkan pikiran dan perasaan di dalam diri seseorang menjadi tanda-tanda dan
simbol-simbol konvensional sehingga di baca orang lain (seperti misalnya tanda lalu
lintas adalah salah satu bentuk komunikasi).
Seni memang melakukan hal tersebut, akan tetapi lebih dari itu, seni menemukan dan
membentuk garis-garis, warna-warna, tekstur, raut dan volume sehingga ia nampak
bermakna bagi sang seniman, ini yang dimaksud “ekspresi” dalam karya seni, yang
berbeda dengan tanda-tanda lalu lintas. Jadi, material dan teknik seni menjadi tatacara
ekspresi seniman, ia menjelmakan makna (seni) karena ia membantu menciptakan dan
memberi wujudnya.

Contoh:
“Man Pointing” (1947) karya patung Alberto Giacometti (1966) menurut Feldman
mengekspresikan kesepian (ionelinnes). Pemanjangan sosok, pengaburan bentuk tubuh,
dan sosok seolah non-rohaniah bukan merupakan potret diri dari seseorang yang dikenal.
Karya ini lebih menggambarkan problem universal, pengalaman manusia modern secara
umum: kesulitan berkomunikasi dan manusia modern sehingga mereka cenderung
diliputi perasaan kesepian.

Cinta, Sex, dan Perkawinan

Pada umumnya seniman-seniman modern mnegekspresikan cinta kedalam sosok wanita


(unsur feminitas). Pada dasarnya tema cinta bisa bersifsat universal; cinta erotik, cinta
antara orang tua dengan anaknya, cinta pada sesama manusia, bahkan cinta pada makhluk
hidup lainnya. Demikian pula kaitannya dengan tema perkawainan, tidak selalu
menggambarkan hal-hal yang menggembirakan, tetapi dapat juga bersifat sinisme.

Contoh:
“The Kiss”, karya patung Constantin Brancussi (1876-1957), menggambarkan abstraksi
sepasang kekasih tanpa harus berkesan erotik, berbeda dengan “The Kiss” (1886) karya
Rodin yang lebih berkesan erotis.
“Birthday” karya Marc Chagall menggambarkan tema perkawinan dalam masyarakat
modern.

Kematian dan Kengerian


Bahkan pada masa prasejarah sekalipun berbagai obyek seni rupa sering dikaitkan
dengan kematian. Contoh: piramida Mesir, candi di masa Hindu, dan lain-lain.
Dalam seni rupa modern, misalnya:
• Karya grafis Kathe Koliwitz (1867-1945) “Death and the Mother” (1934)
menggambarkan perjuangan mental seorang ibu menghadapi kematian anaknya.
• Karya etsa Pablo Picasso “The Frugal Repast” (1904) menggambarkan dua sosok
yang kelaparan dalam kondisi lemah, namun tetap merasa saling memiliki.

Spiritual Concern

Seni spiritual sering dipertukarkan pengertian dan maknanya dengan seni religius,
padahal satu sama lain memiliki perbedaan, diantaranya:
• Seni spiritual memiliki pencarian personal akan nilai-nilai spiritual melalui seni, dan
mengekspresikan pertanyaan-pertanyaan seniman tentang tempat manusia di alam
semesta. Contoh: “The Starry Night” (1889) karya Vincent van Gogh. Karya lukis
Achmad Sadali pada periode 1970-1987, karya lukis AD Pirous, dan lain-lain.
• Seni religius cenderung berhubungan dengan jawaban yang telah mapan secara
lembaga. Merupakan ekspresi ide kolektif tentang manusia dan hubungannya dengan
Tuhan. Umumnya menceritakan kisah-kisah dari Kitab Suci.

Ekspresi Estetik

Beberapa seniman membuat karya-karya indah untuk memuaskan kebutuhan ketertarikan


akan keindahan, tanpa harus memikirkan segi fungsional. Pada tingkat dasar, kesenangan
estetik itu berupa perasan tergetar pada saat melihat sesuatu. Hal itu berlanjut dengan
terlibatnya “rasa” untuk kemudian menajamkan kapasitas kita untuk melihat secara
obyektif dalam rangka memaksimalkan ketertarikan kita. Ekspresi estetik pada seni
modern menanggalkan arti keindahan yang ‘dipercayai’ sebagai bentuk ideal dari suatu
obyek.
Seniman mengekspresikan kesenangan estetik dalam karyanya melalui beragam cara,
antara lain:
• Alexander Calder dengan karyanya “Spring Blossom” mencoba ‘bermain’ dengan
gerak, memberikan fenomena baru tentang gerak dalam bentuk abstrak.
• Georges Braque (1882-1963) dengan karyanya “The Round Table” yang beraliran
Kubisme Analitik. Obyek menjadi tidak begitu dipentingkan, karena komposisi
bentuk, warna, dan tekstur merupakan hal yang utama.

FUNGSI SOSIAL SENI

Seni dikatakan memiliki fungsi sosial:


• Jika ia mencari atau cenderung mempengaruhi perilaku kolektif.
• Jika ia diciptakan untuk melihat dan terutama dipergunakan dalam situasi publik.
• Jika ia mengekspresikan atau mendeskripsikan aspek-aspek sosial atau kolektif dari
eksistensi.

Tema-tema dalam fungsi sosial seni menurut Feldman:

Ekspresi Politik dan Ideologi


Contoh:
• Seni Revolusioner Amerika Latin
“Enho of Scream” karya David Alfaro Siqueiros.
• “Liberty Leading the People”, karya seniman romantik Eugene Delacroix (1798-
1863) yang menyuarakan semangat revolusi.
• Karya-karya seniamn LEKRA (1959-1965), dan lain-lain.

Ekspresi Artistik tentang Kemanusiaan


Contoh:
“La Guernica” karya Picasso merupakan tanggapan humanisnya terhadap peristiwa
pemboman desa Basque di Guernica pada saat pecah perang saudara Spanyol.
Lewat karyanya, Picasso berusaha ‘membuka mata’ masyarakat menegakkan kembali
nilai-nilai kemanusiaan.

Deskripsi Sosial
Merupakan penggambaran segi-segi kehidupan sehari-hari tanpa pretensi mengangkat
segi-segi penting.

Satir
Satir bertujuan untuk mengolok-olok dan lembaga supaya berubah. Sangat agresif, sinis,
dan mendramatisir. Sebagai salah satu jenis humor, meski tawa terlibat di dalamnya, satir
adalah bentuk seni serius. Ia membocorkan kepura-puraan, mendramatisasi jurang, antara
janji-janji yang diucapkan dan kenyataan di lapangan.

Ciri khusus satir:


• Menjadi bahan ejekan barangkali lebih sukar ditanggung ketimbang dicaci-maki.
Ditertawakan oleh masyarakat lebih mirip seperti dikucilkan.
• Tertawa adalah fenomena fisik sekaligus psikis.
• Bentuk visual satir sering menggunakan karikatur yang bermaksud membesar-
besarkan kelemahan dari target mereka.

Barangkali satiris terbesar pada Perang Dunia II, bila bukan yang terbesar dalam
seperempat pertama abad ke-20, adalah orang Inggris, David Low (1891-1963). Kartun-
kartunnya dalam banyak hal mampu mengimbangi pidato Winston Churchill. Ia bisa
mengejek para pemimpin Axis (gabungan negara yang berkubu pada Nazi Jerman dan
Fasis Italia, Roma-Berlin-Axis), menyerukan keberanian bangsanya saat mereka
menerima perlakuan kejam, dan lain-lain.

Informasi Grafis
Kita terbiasa memikirkan seni rupa dalam bentuk bahasa obyek yang bernilai dan
dikagumi. Tetapi kita melihat bahwa seni rupa juga merupakan suatu bahasa, bahasa yang
digunakan untuk kelompok sosial dan maksud-maksud kelembagaan. Dalam hal ini
seniman harus bisa menciptakan suatu gagasan yang mampu berkomunikasi secara
obyektif yaitu membuat suatu desain untuk mempromosikan sesuatu. Masalah-masalah
yang harus dihadapi dalam proses kreasi mereka adalah: mereka harus senantiasa
memperhatikan fungsi sosial dan bentuk-bentuk kreasi seni yang mereka buat.
FUNGSI FISIK SENI

Menurut Feldman baik lukisna maupun bangunan kedua-duanya dapat menyampaikan


simbol-simbol tertentu, tetapi hanya bangunan yang menampilkan fungsi fisik. Fungsi
fisik di sini diartikan sebagai penciptaan obyek-obyek yang bertindak sebagai wadah atau
alat. Sebagai wadah, kita dapat merancang sejumlah obyek, mulai dari kemasan minuman
sampai bangunan kantor. Keduanya perlu dibentuk dan dikonstruksikan supaya dapat
menampung atau sesuai isinya (jika manusia dapat dianggap sebagai “isi”). Suatu alat
dapat berupa sebuah sendok makan atau kereta api. Yang satu sangat sederhana,
sementara yang lainnya sangat kompleks, mesin. Keduanya didesain supaya dapat
berfungsi secara efisien. Jadi, fungsi fisik seni atau desain berkaitan dengan
beroperasinya obyek secara efektif sesuai kriteria bangunan dan efisiensi, serta
penampakan dan daya tariknya.

Perbedaan antara lukisan dan bangunan atau mesin adalah bahwa lukisan digunakan
hanya untuk dilihat, sementara bangunan atau alat digunakan dengan melakukan sesuatu
di dalamnya atau dengannya, disamping untuk dilihat. Dalam hal ini penampilan dan
fungsi saling berkaitan satu sama lain. Yang termasuk dalam fungsi fisik seni ini adalah
arsitektur, kria (craft), dan desain industri.

Arsitektur
Contoh arsitektur yang paling dekat dengan keseharian kita adalah bangunan rumah
tinggal. Ciri-ciri rumah tinggal kontemporer:
1. Rumah tinggal sekarang ini secara khusus lebih ditujukan untuk pemeliharaan anak
dan keluarga inti (ayah-ibu, anak). Sudha tidak umum lagi dijumpai ruangan-ruangan
permanen untuk kakek-nenek, para bibi dan paman yang belum menikah, atau
keluarga dekat lainnya.
2. Bila dibandingkan dengan generasi sebelumnya, lebih sedikit privasi, lebih banyak
ruang terbuka, dan lebih sedikit ruangan yang hanya memiliki satu fungsi (lebih
bersifat multi fungsi). Pembatas ruangan dikurangi, atau tidak dibuat setinggi langit-
langit, atau tidak sepenuhnya memisahkan dan meredam ruangan serta suara.
3. Rumah tinggal umumnya dibangun mendatar, selain rumah susun.
4. ruangan-ruangan multi fungsi mengurangi luas keseluruhan rumah tinggal, dan
menyebabkan pemakaian ruangan secara lebih intensif.
5. Perlengkapan mekanis atau elektronik menyerap bagian terbesar dari biaya
keseluruhan dan bagi sebagian besar orang menjadi tolak ukur penilaian ekonomi,
estetis, dan spiritual.

Tidak heran bahwa Le Corbusier menyatakan bahwa “The house is machine a machine to
be lived in”.

Kria dan Desain Industri

Karakteristik Kria
1. Lazimnya dirancang dna dikerjakan atau dibuat oleh orang-orang yang sama.
Pembuatannya kita sebut sebagai artist-craftman. Namun di pedesaan dan sentra
kerajinan, ada pembagian kerja, jadi pengrajin bisa saja membuat rancangan-
rancangan yang diciptakan oleh yang lainnya dan mempekerjakan anggota
keluarganya untuk membuat pengulangan-pengulangan.
2. Ada kemiripan satu sama lain karena adanya faktor pengulangan (repetisi).
3. Ada variasi.
4. Menekankan penggunaan alat dan material secara benar.
5. Keunikan (uniqueness), bagaimanapun miripnya dengan obyek lain yang sejenis.
6. Memikirkan obyek yang awet dan tahan lama.

Karakteristik Desain Industri


1. Duplikasi
2. Akurasi
3. Interchangeability (dapat saling menggantikan)
4. Spesialisasi

You might also like