You are on page 1of 5

Cessie adalah pengalihan hak atas kebendaan tak bertubuh (intangible goods) kepada pihak ketiga.

Kebendaan tak
bertubuh di sini biasa berbentuk piutang atas nama.

Syarat Cessie

Cessie dapat dilakukan melalui akta otentik atau akta bawah tangan. Syarat utama keabsahan cessie adalah
pemberitahuan cessie tersebut kepada pihak terhutang untuk disetujui dan diakuinya. Pihak terhutang di sini
adalah pihak terhadap mana si berpiutang memiliki tagihan.Pengaturan mengenai cessie diatur dalam Pasal 613
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

[sunting] Praktek pelaksanaan Cessie

Dalam praktek transaksi bisnis di Indonesia saat ini, akta cessie biasa dibuat dalam bentuk "Assignment Deed". Hal
pokok yang diatur dalam Assignment Deed adalah sebagai berikut:

1. Para pihak, yaitu pihak yang memiliki piutang (Transferor) dan pihak yang akan menerima pengalihan
piutang (transferee);
2. Pernyataan pengalihan piutang oleh Transferor kepada Transferee dan pernyataan penerimaan
pengalihan piutang tersebut oleh Transferee dari Transferor;
3. Syarat adanya pemberitahuan dari Transferor kepada pihak yang berhutang dan penegasan si berhutang
ini bahwa ia menerima pengalihan hutangnya (atau piutang si Transferor) kepada Transferee.

Akta cessie biasanya dibuat dalam hubungan dengan perjanjian hutang piutang biasa dalam konteks perdagangan
(pembelian dan penjualan barang dagangan secara cicilan), perjanjian pinjaman (kredit), dan anjak piutang
(factoring).

[sunting] Cessie dalam konteks jaminan hutang

Dalam konteks perjanjian hutang piutang, baik untuk tujuan perdagangan maupun pinjaman (kredit), biasanya
pengalihan hak kebendaan (tak bertubuh) tersebut dilakukan untuk tujuan pemberian jaminan atas pelunasan
hutang. Dalam konteks ini, isi akta cessie yang bersangkutan sedikit berbeda dengan isi akta cessie biasa. Akta
cessie yang bersifat khusus ini dibuat dengan pengaturan adanya syarat batal. Artinya, akta cessie akan berakhir
dengan lunasnya hutang/pinjaman si berhutang. Sementara akta cessie biasa dibuat untuk tujuan pengalihan
secara jual putus (outright) tanpa adanya syarat batal.

Akta cessie yang bersifat khusus tersebut dilaksanakan dalam praktek sebagai respon dari tidak adanya bentuk
hukum pemberian jaminan tertentu yang memungkinan si pemberi jaminan untuk tetap menggunakan barang
jaminan yang diberikan sebagai jaminan. Sebagai contoh, apabila stok barang dagangan diberikan oleh si
berhutang kepada krediturnya sebagai jaminan, maka tentu si berhutang tidak dapat menggunakan stok barang
tersebut. Sementara stok barang tersebut sangat penting bagi si berhutang untuk kelangsungan usahanya,
tanpanya tentu usahanya tidak dapat berjalan.

Untuk itu, diciptakanlah skema pengalihan hak si berhutang atas barang dagangan tersebut kepada kreditur.
Sementara itu stok barang tersebut tetap berada pada si berhutang. Perlu dicatat bahwa yang dialihkan hanyalah
"hak atas barang dagangan", sementara penguasaan (hak untuk menggunakan stok barang tersebut) tetap ada
pada si berhutang. Untuk menjamin bahwa nilai stok barang yang dijaminkan senantiasa dalam jumlah yang sama,
dalam akta cessie disebutkan bahwa yang dijaminkan adalah hak atas stok barang yang "dari waktu ke waktu"
merupakan milik si berhutang.

1
Untuk tujuan pengawasan oleh kreditur, si berhutang wajib senantiasa menunjukkan daftar stok barang miliknya
agar kreditur dapat memastikan bahwa jumlah minimal yang dijaminkan selalu sama guna meng-cover jumlah 'hak
atas stok barang' tersebut yang dijaminkan kepada kreditur.

[sunting] Tidak ada hak keutamaan

Perlu diingat, akta cessie khusus ini bukanlah bentuk jaminan yang diatur secara hukum melalui peraturan
perundang-undangan. Dengan demikian, kreditur yang memegang jaminan yang diperoleh berdasarkan akta cessie
khusus ini tidak memiliki hak untuk diutamakan (privilege) dari kreditur lain dalam hal si berhutang jatuh pailit.
Dalam hal ini, haknya atas stok barang yang dicontohkan di atas akan terbagi bersama-sama kreditur lainnya dari si
berhutang yang pailit tersebut. Dengan demikian, jaminan ini cukup beresiko tinggi dari sudut hukum.

[sunting] Akta Cessie v.s. Akta Jaminan Fidusia

Sebagai catatan, akta cessie khusus untuk tujuan pemberian jaminan tersebut tidak lagi digunakan sejak
diberlakukannya Undang-undang tentang jaminan fidusia. Dengan undang-undang ini, pemberian hak atas
kebendaan (dalam hal ini benda bergerak, baik bertubuh maupun tak bertubuh) menjadi dimungkinkan. Dan
resikonyapun lebih rendah dari sudut hukum karena kreditur pemegang jaminan fidusia memiliki hak keutamaan
(privilege) atas barang yang dijaminkan tersebut terhadap kreditur lainnya.

Subrogasi Cessie dan Novasi

Pengalihan piutang pada negara common law maupun civil law terdapat tiga cara yaitu: Assignment, Novasi dan
Subpartisipasi (Subpartisipasi di Inggris di sebut partisipasi). Sedangkan di Indonesia dan Belanda, assignment

2
disebut Cessie, subpartisipasi atau partisipasi disebut subrogasi. Untuk novasi baik di Indonesia, Belanda maupun
di Singapura, Jerman dan Inggris, menggunakan istilah yang sama.

Adapun perbedaan antara Novasi, Subrogasi dan Cessie adalah :


Cessie selalu terjadi karena perjanjian sedangkan subrogasi dapat terjadi
karena undang-undang maupun perjanjian. Dalam Assignment ataucessie,

utang piutang yang lama tidak hapus hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditor baru. Sedangkan dalam
subrogasi, utang piutang yang lama hapus untuk kemudian diterbitkan kembali bagi kepentingan kreditor baru.

Subrogasi terjadi sebagai akibat pembayaran sedangkan cessie dapat didasarkan atas berbagai peristiwa perdata
misalnya jual beli maupun utang piutang.

Dalam novasi, utang piutang yang lama hapus dan diganti dengan
utang piutang yang baru. Perbedaan lainnya novasi merupakan hasil

perundingan segitiga sedangkan dalam subrogasi pihak ketiga membayar kepada kreditor, debitor adalah pihak yang
pasif dan dalam cessie, debitor selamanya pasif – hanya diberitahukan tentang ada

Halaman Utama   Infokum   Doktrin Subrogasi, Cessie dan Novasi


Doktrin Subrogasi, Cessie dan Novasi
Written by infokum   
Jun 26, 2008 at 09:20 AM
Pengalihan piutang pada negara common law maupun civil law terdapat tiga cara yaitu:
Assignment, Novasi dan Subpartisipasi (Subpartisipasi di Inggris di sebut partisipasi). Sedangkan

3
di Indonesia dan Belanda, assignment disebut Cessie, subpartisipasi atau partisipasi disebut
subrogasi. Untuk novasi baik di Indonesia, Belanda maupun di Singapura, Jerman dan Inggris,
menggunakan istilah yang sama. Adapun perbedaan antara Novasi, Subrogasi dan Cessie
adalah : Cessie selalu terjadi karena perjanjian sedangkan subrogasi dapat terjadi karena
undang-undang maupun perjanjian. Dalam Assignment atau cessie, utang piutang yang lama
tidak hapus hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditor baru. Sedangkan dalam
subrogasi, utang piutang yang lama hapus untuk kemudian diterbitkan kembali bagi
kepentingan kreditor baru. Subrogasi terjadi sebagai akibat pembayaran sedangkan cessie
dapat didasarkan atas berbagai peristiwa perdata misalnya jual beli maupun utang piutang.
Dalam novasi, utang piutang yang lama hapus dan diganti dengan utang piutang yang baru.
Perbedaan lainnya novasi merupakan hasil perundingan segitiga sedangkan dalam subrogasi
pihak ketiga membayar kepada kreditor, debitor adalah pihak yang pasif dan dalam cessie,
debitor selamanya pasif – hanya diberitahukan tentang adanya penggantian kreditor.
Selengkapnya dalam matrik berikut ini...
Prinsip Subrogasi
Prinsip Subrogasi berkaitan dengan suatu keadaan dimana : Kerugian yang dialami Tertanggung merupakan akibat
dari kesalahan pihak ke III (orang lain). Menunjuk pasal 1365 KUH Perdata, pihak ke III yang bersalah tersebut harus
membayar ganti rugi kepada Tertanggung, padahal Tertanggung juga mempunyai Polis Asuransi.

Dalam keadaan yang demikian mekanisme atau aplikasi subrogasi adalah, tertanggung harus memilih salah satu
sumber penggantian kerugian, dari Pihak ke III atau dari asuransi. Tidak boleh dari keduanya, (dapat double dong)
karena Tertanggung akan mendapatkan penggantian melampaui yang semestinya (ini tidak sejalan dengan Prinsip
Indemnity).

Kalau Tertanggung sudah menerima penggantian kerugian dari Pihak III ia tidak akan mendapatkan ganti rugi dari
asuransi (kecuali apabila Jumlah penggantian dari Pihak III tidak sepenuhnya).

Demikian pula bila tertanggung sudah mendapatkan penggantian dari Asuransi, ia tidak boleh menuntut Pihak ke III,
bahkan hak menuntut kepada Pihak ke III yang bersalah tersebut (berdasar Pasal 1365 KUH Perdata) harus
diserahkan kepada Perusahaan asuransi, dimana Perusahaan Asuransi akan menuntut ganti rugi kepada Pihak ke III
(menggunakan Hak Tertanggung yang sudah dilimpahkan).
KONSINYASI

Biasanya jumlah calon pelanggan maupun pelangggan pada setiap wilayah adalah terbatas, maka untuk
meningkatkan volume penjualan adalah dengan memperluas daerah pemasaran. Ada banyak cara untuk
meningkatkan volume penjualan antara lain: dengan penjualan cicilan, konsinyasi, agen maupun cabang. Pada
pertemuan kali ini khusus membahas mengenai akuntansi konsinyasi.

Konsinyasi merupakan suatu perjanjian dimana salah satu pihak yang memiliki barang menyerahkan
sejumlah barang kepada pihak tertentu untuk dijualkan dengan harga dan syarat yang diatur dalam perjanjian.
Pihak yang menyerahkan barang (pemilik) disebut Konsinyor / consignor / pengamanat. Pihak yang menerima
barang Konsinyasi disebut Konsinyi / Consigner / Komisioner. Bagi konsinyor barang yang dititipkan kepada
konsinyi untuk dijualkan disebut barang konsinyasi (konsinyasi keluar/consigment out)

4
Terdapat 4 hal yang merupakan ciri dari transaksi Konsinyasi yaitu :

1) Barang Konsinyasi harus dilaporkan sebagai persediaan oleh Konsinyor, karena hak untuk barang masih berada
pada Konsinyor.
2) Pengiriman barang Konsinyasi tidak menimbulkan pendapatan bagi Konsinyor dan sebaliknya.
3) Pihak Konsinyor bertanggungjawab terhadap semua biaya yang berhubungan dengan barang Konsinyasi
kecuali ditentukan lain.
4) Komisioner dalam batas kemampuannya berkewajiban untuk menjaga keamanan dan keselamatan barang-
barang komisi yang diterimanya.

Alasan Komisioner menerima perjanjian Konsinyasi, antara lain :

1) Komisioner terhindar dari resiko kegagalan memasarkan barang tsb.

2) Komisioner terhindar dari resiko rusaknya barang atau adanya fluktuasi harga.

3) Kebutuhan akan modal kerja dapat dikurangi.

Alasan-alasan Konsinyor untuk mengadakan perjanjian Konsinyasi :

1) Konsinyasi merupakan cara untuk lebih memperluas pemasaran.

2) Resiko-resiko tertentu dapat dihindarkan misalnya komisioner bangkrut maka barang konsinyasi tidak ikut
disita.

3) Harga eceran barang tersebut lebih dapat dikontrol.

You might also like