You are on page 1of 106

Analisis Persoalan Penguasaan Informasi Risk and

Return pada Nasabah dalam Kerangka Principal-Agent


(Studi Kasus Produk Tabungan Batara Bank Tabungan Negara Cabang Malang)

SKRIPSI

Disusun oleh :

Vika Annisa Qurrata


0610210129

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2010
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………. ii


DAFTAR TABEL …………………………………………………………….... iv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………… v

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 9

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 9

1.4 Batasan Penelitian .......................................................................... 9

1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Principal Agent Pada Hubungan Nasabah dan Bank ............. 11

2.2 Assymetric Information Terkait Dengan Risk and Return ................ 13

2.2.1 Assymetric Information............................................................. 13

2.2.2 Peran Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Persoalan

Assymetric Information …… ……….................................................. 18

2.2.3 Persepsi dan Perilaku Nasabah Tentang Konsep Risk and

Return Dalam Teori …….…..……….................................................. 24

2.3 Implikasi Assymetric Information mengenai Risk and Return Pada

Nasabah Penabung ........................................................................ 36

2.4 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 41

2.5 Kerangka Pikir ............................................................................... 42

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................... 45

3.2 Unit Analisis .................................................................................... 46

3.3 Teknik Pemilihan Informan .............................................................. 46

3.4 Fokus Penelitian ............................................................................. 47


3.5 Jenis Data ....................................................................................... 47

3.6 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 48

3.7 Teknik Analisis Data ....................................................................... 49

3.7 Teknik Penilaian Keabsahan Data .................................................. 50

BAB IV. REALITAS HUBUNGAN PRINCIPAL-AGENT ANTARA NASABAH

PENABUNG DAN BANK

4.1 Arti penting Informasi Dalam Hubungan Antara Nasabah dan

Bank Tabungan Negara Cabang Malang....................................... 54

4.2 Lemahnya Bargaining Position Yang Menimbulkan Persoalan Principal-

Agent Antara Nasabah Penabung dan Bank Tabungan Negara

Cabang Malang................................................................................ 58

4.3 Realitas Hubungan Principal-Agent Antara Nasabah Penabung

dan Bank......................................................................................... 62

BAB V. PERSEPSI NASABAH PENABUNG MENGENAI PENGUASAAN

INFORMASI RISK AND RETURN

5.1 Persepsi Nasabah Terhadap Resiko ............................................... 70

5.2 Persepsi Nasabah Terhadap Return ............................................... 76

BAB VI. Penutup

6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 83

6.2 Rekomendasi .................................................................................. 84

Daftar Pustaka .............................................................................................. 85


DAFTAR TABEL

No. Judul Tabel Hal


4.1. Daftar Nama Informan Nasabah dan Mantan Nasabah BTN
Cabang Malang…………………............................................... 52
4.2. Daftar Nama Informan Pegawai BTN Cabang Malang............ 53
4.3. Suku Bunga Tabungan Batara.................................................. 55
5.1. Indikator Penguasaan Informasi Risk and Return ................... 75
DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Hal

1.1. Hubungan Antara Nasabah, Bank dan Peminjam......................... 2

1.2. Posisi Kredit Outstanding dan DPK (dalam milyar) Bank

Tabungan Negara Tahun 2004-2008……………........................... 7

1.3. Posisi Perkembangan Non Performing Loan (%) Bank Tabungan

Negara Tahun 2004-2008……………........................... 8

2.1. Kerangka Pikir Analisis Persoalan Penguasaan Informasi Risk


and Return Terhadap Nasabah Dalam Kerangka Principal- 43
Agent...............................................................
ABSTRAKSI

Qurrata, Vika Annisa. 2010. Analisis Persoalan Penguasaan Informasi


Risk and Return pada Nasabah dalam Kerangka Principal-Agent .
Skripsi, Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi,
Universitas Brawijaya. Farah Wulandari P, SE., ME.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui realitas hubungan principal


agent antara nasabah penabung dan BTN, (2) Mengetahui persepsi nasabah
penabung dalam penguasaan informasi risk and return. Hal ini dikarenakan
banyaknya permasalahan yang timbul antara bank dan nasabah. Namun sampaii
saat ini nasabah merasa masih kurang puas terhadap jawaban yang diberikan
oleh bank. Sehingga hubungan antara bank dan nasabah tidak seimbang. Salah
satu pihak mengetahui informasi lebih banyak daripada pihak lainnya.Metode
penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Metode pengambilan informan melalui purposive sampling. Data
yang diperoleh melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Informasi suatu hal yang kurang
dianggap penting bagi nasabah. Nasabah hanya menerima informasi yang
diberikan bank sehingga saat ada yang bertanya lebih jauh bank akan membuat
informasi tersebut menjadi assymetric dengan cara menutup-nutupi kenyataan.
Terkait dengan informasi yang didapatkan, oleh karena nasabah merasa
bargaining position mereka lemah terhadap bank, maka hal ini membuat mereka
merasa malas bertanya dan menganggap jawaban yang diberikan pihak bank
sepertinya ada yang disembunyikan. Selain itu bagi nasabah risiko bukanlah
menjadi pertimbangan utama menabung. Hal ini dikarenakan persepsi nasabah
yang menganggap BTN bank milik pemerintah sehingga terbebas dari segala
macam risiko. Nasabah penabung menganggap bahwa yang dianggap bukanlah
return secara rasional ekonomis seperti tingkat suku bunga yang diberikan,
namun lebih kepada faktor keamanan dan aksebilitas akan kemudahan KPR
yang diberikan oleh BTN pada nasabah penabung.

Kata Kunci: penguasan informasi, nasabah, asymmetric information


BAB I

PENDAHULUAN

Bagian pendahuluan ini mengemukakan latar belakang yang menjadi

landasan adanya penelitian, permasalahan penelitian, tujuan penelitian, batasan

penelitian, serta manfaat yang dapat diambil dari adanya penelitian ini.

1.1 Latar Belakang

Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki

kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana membawa

konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku

usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dari sisi

pihak yang memiliki kelebihan dana, interaksi dengan bank terjadi pada saat

pihak yang kelebihan dana tersebut menyimpan dananya pada bank dalam

bentuk giro, tabungan, deposito, sementara dari sisi pihak yang memerlukan

dana interaksi terjadi pada saat pihak yang memerlukan dana tersebut

meminjam dana dari bank guna keperluan tertentu.

Tingkat pertumbuhan dan persaingan yang ketat antar bank, menjadikan

nasabah sebagai pihak yang seolah-olah dijadikan raja. Di mana semua

keuntungan serta merta diberikan kepada nasabah tersebut seperti berbagai

hadiah dan suku bunga yang tinggi diberikan kepada nasabah. Namun, bukan

berarti dengan adanya keuntungan yang sedemikian tinggi membuat nasabah

tahu dan sadar akan risk dan return pada bank tersebut.
SPREAD

Nasabah Bunga 18% Bunga 28 % Nasabah


penabung peminjam

simpanan kredit
Dana Bank

Sumber : Faisal Abdullah, Manajemen Perbankan, 2005, diolah

Gambar 1.1. : Hubungan antara nasabah, bank dan peminjam

Hubungan yang timbul dari gambar 1.1 di atas ini merupakan hubungan

antara debitur dengan kreditur sehingga semuanya bersumber pada bank.

Terjadinya kerjasama ini sesuai dengan teori Principal-agent, dimana nasabah

sebagai principal menyuntikkan modal tambahan dalam bentuk tabungan pada

bank sebagai agent yang digunakan untuk mengembangkan usaha demi meraih

keuntungan bersama. Hubungan keagenan sebagai suatu kontrak yang mana

satu atau lebih principal (pemilik) menggunakan orang lain atau agent (pengurus)

untuk menjalankan aktivitas bank. Dengan kata lain dalam hubungan keagenan

menjelaskan hubungan antara pemberi kerja dan penerima amanah untuk

melaksanakan pekerjaan. Pemberi kerja yang disebut prinsipal akan memberikan

hak kepada orang lain yang disebut sebagai agen untuk menjalankan haknya.

Kedua belah pihak terikat oleh kontrak yang menyatakan hak dan kewajiban

masing-masing. Untuk selanjutnya istilah pemberi kerja di asosiasikan sebagai

prinsipal, pemilik modal, shareholders, dan pemberi amanat. Sedangkan agen

dapat disamakan dengan penerima amanat, pengurus (direksi dan komisaris),

pihak manajemen bank, pengelola, orang dalam atau insiders.

Dalam hal ini, bank sebagai agent berkewajiban untuk memberikan

informasi kepada nasabah. Namun tentunya tidak semua informasi dapat


diberikan kepada nasabah. Interaksi yang demikian intensif antara bank dengan

nasabah di atas, bukan suatu hal yang tidak mungkin apabila terjadi friksi yang

apabila tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara

nasabah dengan bank. Dari berbagai pengalaman yang ada, timbulnya friksi

tersebut terutama disebabkan oleh empat hal yaitu (i) informasi yang kurang

memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank, (ii)

pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa perbankan yang

masih kurang, (iii) ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, dan (iv)

tidak adanya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian awal friksi

yang terjadi antara nasabah dengan bank (Hadad, 2006:1 )

Dalam perlindungan konsumen diperlukan adanya keseimbangan antara

konsumen dan pelaku yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban dari pelaku

usaha dan konsumen. Sehingga secara umum antara konsumen dan produsen

memiliki kedudukan yang sejajar. Dengan adanya kedudukan yang sejajar, maka

tidak ada salah satu pihak yang merasa lebih tinggi dan pihak yang lain merasa

lebih rendah, sehingga terdapat pihak yang kuat menekan pihak yang lemah.

Namun, apabila hal itu tidak terpenuhi maka hal itu bisa menyebabkan

penyimpangan teori principal agent yaitu salah satunya adalah assymetric

information atau perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak. Dalam

kenyataannya para professional atau manajer bank sering lebih cenderung untuk

meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Para manajemen perusahaan

mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-

besarnya dengan biaya ditanggung oleh pihak lain. Perilaku ini sering disebut

sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality) dan tidak suka menanggung

risiko atau risk averse. Keterbatasasn sifat manusia seperti inilah yang

menyebabkan prinsipal dan agen saling mencari peluang untuk menguntungkan

diri sendiri atas biaya salah satu pihak.


Posisi nasabah sebagai pemilik dana, dan nasabah ingin menyetor dana

tadi ke bank. Nasabah akan memilih bank yang dapat dipercaya, dan

sebelumnya mencari informasi sebanyak-banyaknya, untuk memilih akan

bekerjasama dengan bank yang mana. Karena sebagai pemilik dana, nasabah

berfungsi sebagai pembeli surat berharga bank. Karena uang nasabah yang

disimpan di bank, sebagai gantinya anda akan menerima surat berharga dalam

bentuk sertifikat deposito, buku tabungan, maupun buku giro. Jadi, seperti halnya

pembeli, nasabah harus meneliti dan hati-hati dalam memilih bank. Nasabah

harus hati-hati, karena dana yang disimpan di bank, agar termasuk dalam

program penjaminan harus memenuhi persyaratan tertentu. Jika dana yang

disimpan di suatu bank, suku bunganya lebih tinggi dari kriteria yang

dipersyaratkan oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), maka nasabah tidak

akan menerima penggantian jika terjadi masalah di bank tersebut.

Hubungan antara nasabah penabung dan bank bisa berjalan lancar

karena ada unsur saling percaya, sehingga hubungan timbal balik yang terjadi,

menyehatkan. Dari persepsi umum, seringkali yang diharapkan untuk selalu

dapat dipercaya hanya pihak bank, padahal sebuah hubungan tak mungkin

berjalan lancar jika hanya satu pihak yang harus menjaga hubungan itu. Kedua

pihak harus transparan dan menjaga kepercayaan tersebut. Dengan adanya

hubungan yang timbal balik, yaitu bank bekerja dengan prinsip kehati-hatian,

menjaga kepercayaan nasabah, maka nasabah akan dengan tenang

menanamkan dananya pada bank tersebut. Disatu pihak, nasabah juga harus

menjaga kepercayaan bank, dana yang diberikan oleh bank dipergunakan sesuai

dengan yang diperjanjian, sehingga usaha yang dilakukan oleh nasabah berjalan

lancar.

Bank sebagai lembaga yang berfungsi menjembatani antara pihak yang

membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana sering dituntut
untuk selalu berhati-hati dalam mengelola dana tersebut. Tuntutan tersebut tidak

lepas dari kepentingan –pemilik dana atau nasabah penabung yang harus

dilindungi, walaupun kita ketahui bahwa dana deposan di Indonesia dijamin oleh

Bank Indonesia. Namun perlindungan tersebut masih bersifat terbatas. Di lain

pihak, pihak bank yang menempatkan dana pada pihak yang membutuhkan, juga

berkepentingan untuk memperoleh pendapatan, sedapat mungkin terhindar dari

risiko tidak kembalinya dana yang ditanamkan. Oleh karena itu tindakan yang

hati-hati terhadap pengelolaan dana baik terhadap dana nasabah, -pemilik bank,

maupun dana yang telah ditempatkan menjadi tuntutan yang mutlak dalam dunia

perbankan.

Perlindungan terhadap dana nasabah dan pemeliharaan aset atau modal

pemilik bank sangat tergantung kemampuan manajemen bank dalam mengelola

dana tersebut. Idealnya dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, sebuah bank

akan selamat dari kemungkinan risiko terburuk yaitu likuidasi. Tugas manajemen

bank tidak hanya itu, namun yang utama adalah meningkatkan nilai kekayaan

pemilik. Tentu saja tugas yang ketiga ini akan tercapai kalau kedua tugas

sebelumnya dapat dilakukan.

Dalam perspektif makro sebagaimana tertulis dalam Undang-undang

perbankan No. 10 tahun 1998, bahwa bank didirikan untuk menyejahterakan

rakyat banyak. Tujuannya begitu mulia karena mengemban tugas yang

bermanfaat bagi rakyat banyak. Itu menurut undang-undang perbankan. Namun,

bisakah kita menilai dalam konteks corporate bank berdiri untuk tujuan tersebut.

Tampaknya tidak demikian, sebab bagaimanapun bank adalah lembaga bisnis

yang didirikan untuk bisnis. Sebuah bisnis pasti berhitung dengan risiko dan

return. Pemodal akan selalu bertindak atas dasar kedua hal ini. Pemodal akan

menginginkan return tertinggi dengan resiko tertentu atau resiko terendah.


Untuk kasus di Indonesia sebagian besar bank terkonsentrasi pada

kredit untuk meraih pendapatan tertinggi dan sumber dana sebagian besar dana

masyarakat. Hal ini terindikasi bahwa untuk mendirikan bank hanya memerlukan

jumlah modal yang relatif kecil dibandingkan mendirikan perusahaan manufaktur

pada skala yang sama. Hal ini terjadi karena sebagian besar dana berasal dari

dana masyarakat. Selain itu, masalah pokok yang sering dihadapi oleh setiap

perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha apapun, selalu tidak terlepas

dari kebutuhan akan dana (modal) untuk membiayai usahanya.

Perbankan sebagai lembaga keuangan dalam kegiatan operasionalnya

sangat tergantung dari kemampuannya untuk menghimpun dana masyarakat

yang akan disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Sehingga

salah satu kunci keberhasilan manajemen bank adalah seberapa jauh bank

mampu menguasai pangsa pasar dana masyarakat yang beredar di wilayah

operasionalnya.

Oleh karena itu prinsip kehati-hatian mutlak diperlukan dalam mengelola

bank, agar kepentingan nasabah penabung dan pemilik bank bisa terjamin.

Kepentingan nasabah deposan adalah dana aman dan menghasilkan,

sedangkan kepentingan pemodal adalah dengan modal tersebut bisa

meningkatkan kekayaannya.

Bank Tabungan Negara merupakan bank yang telah terpercaya dalam

melakukan pembiayaan perumahan sejak tahun 1950. Selain pembiayaan

perumahan, Bank Tabungan Negara juga memiliki berbagai fasilitas bagi

nasabah penabung seperti Tabungan Batara.


Sumber : Bank Tabungan Negara, 2008

Gambar 1.2. : Posisi Kredit Outstanding dan DPK (dalam milyar) Bank

Tabungan Negara tahun 2004-2008

Seperti yang dapat dilihat pada gambar 1.2 diatas, bahwa posisi kredit

outstanding dan dan dana pihak ketiga meningkat. Artinya bahwa kemampuan

BTN dalam melakukan peran intermediasi perbankan atau menyalurkan dana

pihak ketiga ke dalam bentuk kredit sangat tinggi.

Sumber : Bank Tabungan Negara, 2008

Gambar 1.3. : Posisi Perkembangan Non Performing Loan (%) Bank

Tabungan Negara Tahun 2004-2008


Dapat dilihat juga dari Non Performing Loan (NPL) yang diartikan bahwa

semakin tinggi NPL yang dimiliki oleh bank, maka semakin tinggi resiko kredit

yang dihadapi oleh bank tersebut. Pada gambar 1.3 di atas NPL Bank Tabungan

Negara meningkat dari tahun ke tahun, walaupun pada tahun 2008 menurun,

tetapi tetap berada pada kisaran 2 %. Memang, NPL yang bagus apabila tidak

lebih dari 8%, namun apabila dari tahun ke tahun semakin meningkat hal ini yang

perlu dikhawatirkan. Hubungan peningkatan NPL dari tahun ke tahun dengan

nasabah penabung adalah apabila NPL Bank Tabungan Negara semakin tinggi,

maka risiko yang dihadapi oleh nasabah penabung pun semakin tinggi, di mana

apabila kredit gagal bayar tinggi jumlahnya maka pengembalian dan kepastian

uang nasabah penabung bisa menjadi suatu permasalahan. Dengan demikian,

diangkatlah judul penelitian ini “Analisis Persoalan Penguasaan Informasi

Risk and Return Pada Nasabah Dalam Kerangka Principal-Agent (Studi

Kasus Produk Tabungan Batara Bank Tabungan Negara Cabang Malang)”.

1.2. Perumusan Masalah

Sejalan dengan pemaparan latar belakang sebelumnya, maka penelitian ini

difokuskan untuk mengetahui:

1. Bagaimana realitas hubungan principal-agent antara nasabah penabung

dan Bank Tabungan Negara?

2. Bagaimana persepsi nasabah penabung dalam penguasaan informasi

risk and return?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan penelitian

ini adalah untuk:

1. Mengetahui realitas hubungan principal agent antara nasabah penabung

dan BTN.
2. Mengetahui persepsi nasabah penabung dalam penguasaan informasi

risk and return

1.4. Batasan Penelitian

Batasan masalah berguna untuk mengarahkan penelitian agar tidak melebar

dan tetap fokus pada permasalahan yang dikemukakan. Batasan yang

digunakan dalam penelitian ini antara lain:

Nasabah penabung yaitu nasabah yang menyimpan dananya di bank dan

Bank Tabungan Negara sebagai lembaga yang berfungsi untuk menyimpan dana

dari nasabah penabung.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari adanya penelitian yang dilakukan, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Memberikan kajian yang lebih luas mengenai pentingnya kesadaran dan

keingintahuan tentang segala informasi yang berkaitan dengan bank dari

nasabah penabung sebelum menabung. Selain itu, bank juga diharapkan

memberikan informasi seluas-luasnya kepada nasabah tanpa ada yang

ditutup-tutupi.

2. Manfaat Praktis

a. Media referensi bagi pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan

nasabah penabung, terutama nasabah penabung yang menabung di

Bank Tabungan Negara Cabang Malang

b. Media referensi bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam

menentukan kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan

kualitas pengetahuan dan kesadaran bagi nasabah penabung.


c. Memberikan inspirasi dan tambahan wawasan bagi peneliti yang

tertarik pada topik sejenis agar dapat mengembangkan secara luas

dan mendalam.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini, akan dikupas mengenai berbagai kajian teori yang

berhubungan dengan topik penelitian, diantaranya: teori principal-agent; konsep

assymetric information dalam kerangka risk and return (yang meliputi teori

penghimpunan dana pada bank, teori assymetric information, Lembaga Penjamin

Simpanan, dan manajemen resiko); implikasi assymetric information risk and

return bagi nasabah; penelitian terdahulu; dan kerangka pikir yang membingkai

penelitian ini.

2.1 Teori Principal Agent Pada Hubungan Nasabah dan Bank

Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya

berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.

Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih

individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu

kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan

harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang

dinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang). Lupia &

McCubbins (2000) dalam Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintahan

Daerah: (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi) (2009)

menyatakan pendelegasian terjadi ketika seseorang atau satu kelompok orang

(prinsipal) memilih orang atau kelompok lain (agent) untuk bertindak sesuai

dengan kepentingan prinsipal. Dan menurut Ross (1973) contoh-contoh

hubungan prinsipal-agen sangat universal.


Hubungan prinsipal-agen terjadi apabila tindakan yang dilakukan

seseorang memiliki dampak pada orang lain atau ketika seseorang sangat

tergantung pada tindakan orang lain (Stiglitz, 1987 dan Pratt & Zeckhauser, 1985

dalam Gilardi, 2001). Pengaruh atau ketergantungan ini diwujudkan dalam

kesepakatan-kesepakatan dalam struktur institusional pada berbagai tingkatan,

seperti norma perilaku dan konsep kontrak. Mishkin (2004:181) juga

mengungkapkan bahwa pembedaan peran antara pemilik modal dengan

pengelola modal dapat menimbulkan perilaku agen yang akan mengutamakan

keuntungannya sendiri dibandingkan dengan keuntungan sang pemilik modal hal

ini disebabkan karena pengelola modal mendapat insentif lebih kecil daripada

yang didapat oleh pemilik modal.

Akar dari terjadinya principle-agent model ini yakni adanya

ketidaksamaan informasi (assymetric information) yang dimiliki oleh pemilik

modal (principal) dengan pengelola modal (agents). Mishkin (2004:33)

mengungkapkan asymmetric information terjadi karena salah satu pihak lebih

mengetahui kelengkapan informasi dibandingkan pihak lain. Sehingga pihak

yang tidak menegtahui informasi tersebut kesulitan untuk menentukan keputusan

yang tepat dibandingkan pihak yang memiliki informasi lebih lengkap. Dalam

masalah principal-agent, agen sebagai pengelola dana peastinya memiliki

informasi yang lebih lengkap dibandingkan dengan pemilik dana yang

memepercayakan dananya kepada agen dan hanya menerima profit atau return

dari dana yang dipercayakan tersebut.

Dalam kenyataannya, informasi yang dimiliki oleh berbagai pihak

memang selalu tidak sempurna atau assymetric. Salah satu pihak pasti memiliki

informasi yang lebih dibandingkan dengan pihak lain. Seperti yang dikemukakan

oleh Varian (2005) bahwa sangat sulit untuk mendapatkan informasi yang
sempurna mengenai kualitas dari barang yang dijual di pasar,

ketidaksempurnaan informasi yang lebih banyak mengenai barang yang ia jual

daripada pihak buyer. Bahkan ketidaksempurnaan informasi itu dapat

menyebabkan kerusakan pada fungsi efisiensi pasar.

Jika diaplikasi pada pembiayaan pihak perbankan pasti memiliki informasi

yang lebih mengenai produk pembiayaannya dibandingkan dengan nasabah

atau calon nasabah karena pihak bank yang lebih mengerti tentang mekanisme

pembiayaannya dan resiko produknya. Apabila dalam kontrak awal informasi

yang disampaikan pada nasabah tidak sempurna, maka tidak dapat dipungkiri

lagi principal agent problem di antara pihak bank dan nasabah akan terjadi.

2.2 Assymetric Information Terkait Dengan Risk and Return

2.2.1 Assymetric Information

Seperti yang telah di jelaskan pada principal agent theory bahwa akar

dari terjadinya principle-agent model ini yakni adanya ketidaksamaan informasi

(assymetric information) yang dimiliki oleh pemilik modal (principal) dengan

pengelola modal (agents). Mishkin (2004:33) mengungkapkan asymmetric

information terjadi karena salah satu pihak lebih mengetahui kelengkapan

informasi dibandingkan pihak lain. Assymetric Information merupakan akar

persoalan yang menyebabkan adanya persoalan pada suatu ikatan perjanjian

atau kontrak diantara dua pihak Assymetric Information memiliki dua jenis yakni

Adverse Selection dan Moral Hazard.


a. Adverse Selection

Menurut Mishkin (2004) Adverse Selection merupakan persoalan yang

terbentuk oleh assymetric information sebelum terjadinya transaksi. Dalam

Principal Agent Theory Notes (2005) dikemukakan bahwa adverse selection

terjadi apabila terdapat berbagai tipe agent namun principal tidak dapat

membedakan mereka contoh kasus untuk adverse selection dikenal dengan

sebutan Lemons Problem.

Disebut Lemons Problem karena persoalan tersebut mirip seperti saat

kita memilih lemon. Saat ingin membeli lemon pasti kita akan mencoba

mencicipi beberapa lemon untuk memastikan kualitas lemon yang akan kita beli.

Pada saat kita mencoba dua lemon dan ternyata kita menemukan bahwa lemon

tersebut asam dan buruk kualitasnya, maka kita akan menganggap bahwa

seluruh lemon yang ada dikeranjang tersebut buruk kualitasnya dan akhirnya kita

tidak jadi untuk membelinya. Adanya situasi yang seperti inilah yang

menyebabkan penentuan harga secara kompetitif akan menjauh dari efisiensi

ekonomi karena terjadinya assymetric information (Nicholson;2002:572).

Persoalan lain dalam Lemons Problem yakni penjual cenderung untuk

menutupi kekurangan barang dagangannya. Misalnya penjual Lemon, mereka

akan membersihkan lemon mereka satu persatu dan menyemprotnya dengan air

sehingga semua lemon mereka akan kelihatan segar walaupun sebenarnya

tidak demikian.

Jika diaplikasikan dalam dunia perbankan, Bank yang ingin menjaring

dana sebanyak-banyaknya pastilah akan memperlihatkan keadaan dirinya sebaik

mungkin. Untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak nasabah maka bank perlu
untuk meyakinkan bahwa ia mampu dalam hal likuiditasnya dan menampilkan

laporan keuangan sebaik mungkin.

b. Moral Hazard

Menurut Mishkin (2004) Moral Hazzard merupakan persoalan yang terjadi

karena Assymetric Information setelah transaksi terjadi. Miller dalam Principal

Agent Theory Notes (2005) mengemukakan bahwa agent melakukan tindakan

yang sangat beresiko karena ingin meningkatkan profitabilitas, namun principal

tidak dapat meninjau perilaku agent tersebut.

Kasus Principal Agent yang paling terkenal adalah Moral Hazard. Dimana

Agent berperilaku mengikuti kehendak sendiri demi keuntungan pribadi daripada

untuk keuntungan principal. Misalnya dalam tabungan, karena bank

mendapatkan tabungan dari nasabah dan nasabah dirasa tidak tahu peruntukan

dana tersebut, maka pihak bank dengan leluasa menggunakan dana dari

nasabah tersebut dengan cara menanamkannya di berbagai tempat.

Dalam kasus tersebut pihak bank merupakan Agent dan pihak pemodal

atau nasabah merupakan Principal. Setelah transaksi terjadi, pihak pemodal

hanya dapat mempercayakan dananya kepada agent. Dan agent lah yang

memilih perilaku (behaviour) nya sendiri untuk mengelola dana yang telah

dipercayakan padanya.

Dalam hal ini terdapat dua perilaku yang dapat dikatakan sebagai

perilaku yang menyimpang dan menjadi moral hazzard. Perilaku pertama agent

akan menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadinya, daripada untuk

usaha, agent lebih memilih menggunakan dana tersebut untuk konsumsi.

Perilaku kedua Agent ingin meningkatkan profitabilitas sehingga ia memilih


usaha yang resikonya lebih besar dari yang seharusnya atau pihak agent

berusaha untuk memaksimumkan profit usahanya dengan memperbesar

pengeluaran. Karena modal seluruhnya berasal dari lender maka ia akan

memaksimumkan kapasitas usahanya untuk mendapatkan pendapatan yang

lebih besar. Sehingga apabila usahanya gagal, maka ia tidak akan dapat

mengembalikan dana yang telah ia pinjam. Kedua perilaku tersebut menyimpang

dari perjanjian transaksi sehingga dikatakan sebagai perilaku moral hazard.

Menurut Edi Karni (2007), baik principal maupun agent menginginkan

keuntungan yang tinggi dan aksi yang mereka lakukan menjadi subyektif

tergantung dari siapa yang menginginkan keuntungan yang tinggi tersebut. Dan

aksi yang mereka lakukan itu adalah yang disebut moral hazard. Karena mereka

bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi.

Iqbal dan David (2002) mengungkapkan bahwa principal agent problem

dapat terjadi karena kurangnya monitor dari principal. Sehingga biaya untuk

monitor haruslah diadakan. Selain itu insentif untuk agent juga penting agar

Agent memilih untuk tidak berperilaku menyimpang dari perjanjian yang telah

Disepakati.

Jika diaplikasikan pada pembiayaan, pihak perbankan Petrie (2002)

dalam Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintahan Daerah: (Sebuah

Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi) (2009) mendefinisikan moral hazard

dan adverse selection sebagai berikut:

Moral hazard refers to the tendency of an agent, after the contract is


entered into, to shirk or otherwise not fully seek to promote the principal’s
interests. Adverse selection refers to the inability of a principal to
determine, before the contract is entered into, which among several
possible agents is most likely to promote the principal’s interests; and,
given this imperfect information, the tendency for candidates with less
than average motivation or qualifications to apply.
Selanjutnya Gilardi (2001) menyatakan, bahwa:

Adverse selection (or ex-ante opportunism, or hidden information) occurs


whenever the principal cannot be sure that he is selecting the agent that
has the most appropriate skills or preferences and moral hazard (or ex-
post opportunism, or hidden action) occurs whenever the agent’s actions
cannot be perfectly monitored by the principal.

Sementara itu menurut Lane (2003):

Adverse selection meaning opportunism before the making of the contract


between principal and agent, moral hazard meaning opportunism after the
making of the contract between principal and agent.
Menurut Carr & Brower (2000), model keagenan yang sederhana

mengasumsikan dua pilihan dalam kontrak: (1) behavior-based, yakni prinsipal

harus memonitor perilaku agen dan (2) outcome-based, yakni adanya insentif

untuk memotivasi agen untuk mencapai kepentingan prinsipal. Para teoretis

berpegang pada proposisi bahwa agents behave opportunistically toward

principals. Oportunisme bermakna bahwa ketika terjalin kerjasama antara

prinsipal dan agen, kerugian prinsipal karena agen mengutamakan

kepentingannya (agent self-interest) kemungkinan besar akan terjadi.

Kazumi Hori dalam “Essays on Information, Contracts, and

Organization“ (2005) memberikan contoh tentang adanya situasi agen. Setiap

agen mengobservasi kasus yang berbeda dan independen. Setelah

mengobservasi, agen akan memberikan laporan kepada principal untuk ditindak

lanjuti. Lalu, principal akan mengambil keputusan. Agen memiliki kesempatan

untuk memanipulasi informasi karena obyektifitas agen berbeda dengan

principal. Obyektifitas yang berbeda antara agen dan principal sistematis dan

dapat ditebak. Bisa saja hal ini diketahui oleh principal, tetapi principal biasanya

tidak akan mencap agen sebagai pembohong namun membereskan persolan

yang terjadi. Agar informasi tersebut tidak diketahui oleh principal maka agen
akan memenipulasi informasi untuk mendapatakan keuntungan bagi dirinya

sendiri.

2.2.2 Peran Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Persoalan Assymetric

Information

Peran industri perbankan dalam perekonomian suatu negara seringkali

diibaratkan sebagai peran jantung dalam sistem tubuh manusia. Membeli dana

masyarakat dalam bentuk simpanan serta menjualnya dalam bentuk kredit dalam

rangka menggerakkan perekonomian. Agar dapat berfungsi efektif, jantung

perekonomian tersebut perlu dijaga agar selalu dalam kondisi sehat, stabil, serta

berkembang. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan beberapa prasyarat

antara lain kepercayaan masyarakat yang terjaga dan penyelewengan (moral

hazard) yang tercegah.

Menurut Hari Prasetya dalam artikel yang berjudul LPS Dan Upaya

Meningkatkan Disiplin Pasar, pencegahan moral hazard dalam industri

perbankan dapat dilakukan melalui 3 upaya yang saling mendukung, yakni;

manajemen risiko dan tata kelola yang baik (good corporate gonernance) ;

disiplin pengaturan (regulatory discipline); dan disiplin pasar (market discipline).

Adanya penerapan manajemen risiko dan tata kelola yang baik dapat membantu

bank memastikan arah dan strateginya telah sesuai dan konsisten dengan yang

direncanakan. Hal tersebut dapat mencegah pengelola bank melakukan tindakan

yang melampaui derajat risiko yang telah digariskan.

Dalam menghadapi persaingan atau mengejar laba, pengelola bank

dapat tergoda untuk mengabaikan manajemen risiko dengan memangkas

sumber daya pengawasan internal atau meniadakan prosedur tertentu dalam


pengendalian risiko. Oleh sebab itu adanya disiplin pengaturan merupakan

upaya untuk mengurangi insentif bank mengambil risiko yang lebih besar dengan

menggunakan kewenangan publik. Adapun pihak-pihak yang yang dapat

melakukan disiplin pengaturan antara lain pengawas bank, bank sentral,

pengawas transaksi keuangan, pengawas pasar modal, dan penjamin simpanan.

Dengan menggunakan kewenangan publik, disiplin pengaturan dianggap

merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah moral hazard. Namun

mengingat tindakan disiplin pengaturan umumnya tidak dipublikasikan,

masyarakat sulit mengetahui pelanggaran dan sanksi yang dikenakan pada

bank. Sedangkan disiplin pasar merupakan tindakan yang dilakukan oleh

nasabah dan kreditur, serta investor dalam hal bank telah go publik, untuk

“mendisiplinkan” bank yang dipersepsikan mengambil risiko terlalu besar.

Tindakan tersebut diwujudkan dengan memindahkan dananya ke bank lain atau

menjual kembali surat utang/obligasi/saham bank tersebut.

Harus diasadari sepenuhnya bahwa persepsi pasar tidak selalu akurat

karena sangat tergantung pada ketersediaan dan kelengkapan data bank yang

dipublikasikan, serta kemampuan nasabah, kreditur, serta investor dalam menilai

kondisi dan kinerja bank. Atas dasar adanya adanya kendala tersebut, maka

belum bisa semua pihak dapat diharapkan melakukan disiplin pasar.

Dalam perspektif penjaminan simpanan, terdapat beberapa kebijakan

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan disiplin pasar, antara lain;

pembatasan jumlah yang dijamin; pembatasan jenis yang dijamin; pembatasan

pihak yang dijamin; dan pengaturan prioritas pembagian hasil likuidasi bank.
Adanya pembatasan simpanan yang dijamin menyebabkan nasabah

yang simpanannya melebihi jumlah yang dijamin akan menghadapi risiko apabila

bank tempat mereka menempatkan simpanannya ditutup. Oleh karena itu,

nasabah tersebut akan terdorong untuk selalu memonitor kondisi dan kinerja

bank.

Dilain pihak penjamin simpanan juga dapat mengecualikan penjaminan

atas suatu jenis simpanan tertentu apabila simpanan tersebut dianggap lebih

sebagai investment tool dan hanya dimiliki nasabah tertentu. Contoh jenis

simpanan yang tidak dijamin antara lain; negotiable sertificate of deposit

(Jepang, Malaysia), structured deposit (Singapura), simpanan dalam valuta asing

(Jepang, Malaysia, Singapura, Canada).

Peningkatan disiplin pasar dapat pula dilakukan dengan mengecualikan

penjaminan terhadap simpanan milik pihak yang mempunyai kemampuan untuk

melakukan analisis kondisi dan kinerja bank, seperti : bank, perusahaan

asuransi, dana pensiun, atau perusahaan sekuritas.

Dalam konteks pembagian hasil likuidasi bank, pihak yang diharapkan

melakukan disiplin pasar ditempatkan pada urutan yang lebih belakang. Nasabah

penyimpan pada umumnya mempunyai urutan sebelum kreditur lainnya.

Sedangkan nasabah penyimpan yang dijamin dapat diberi urutan yang berbeda

dengan nasabah yang tidak dijamin. Posisi nasabah penyimpan yang telah

dibayar penjaminannya digantikan oleh penjamin simpanan (hak subrogasi).

Kebijakan seperti apa yang harus dilakukan pada umumnya dipengaruhi

oleh sistem perbankan di setiap negara, serta tujuan kebijakan publik yang ingin

dicapai. Dari beberapa pilihan tersebut, dalam UU LPS hanya diterapkan 2, yakni
; (1) pembatasan jumlah simpanan yang dijamin maksimal Rp 100 juta per

nasabah per bank, dan (2) dalam pembagian hasil likuidasi bank, pembayaran

kembali klaim penjaminan yang telah dibayar LPS mempunyai hak mendahului

terhadap pembayaran simpanan yang tidak dijamin.

Memang Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) di Indonesia masih

termasuk sebuah lembaga yang relatif baru bila dibandingkan dengan negara-

negara lainnya. Seperti Amerika Serikat sejak 1934, yang didasari terjadinya

krisis ekonomi hebat tahun 1933 dimana hak-hak penabung di bank yang harus

ditutup tidak jelas nasibnya, di India sudah sejak 1962, Filipina sejak 1963 dan

Jepang 1971 (hanya berperan sebagai jendela pembayaran atas kewajiban

simpanan dengan maksimum 1 juta Yen) telah memiliki LPS. Tujuan berdirinya

suatu LPS bukan hanya untuk menjamin atau melindungi nasabah penabung

dengan nilai tabungan kecil saja, tetapi lebih kepada tujuan untuk mendorong

perbankan agar tetap menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi bagi

masyarakat.

Terlepas dari adanya kebutuhan internal suatu negara maupun adanya

dorongan lembaga-lembaga keuangan dunia seperti IMF atau Bank Dunia, pada

perkembangannya banyak negara-negara yang telah mendirikan LPS yang

sampai 2007 sebanyak 95 negara, sedang beberapa negara lainnya masih

dalam proses. Dengan demikian jelas bahwa fungsi LPS untuk menjamin

simpanan nasabah penyimpan serta untuk memelihara stabilitas sistem

perbankan, serta berperan dalam memelihara/menumbuhkan kepercayaan

masyarakat terhadap dunia perbankan.

Didasari oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 37B yang

mengamanatkan harus adanya kewajiban bank untuk menjamin simpanan

masyarakat yang ada pada suatu bank dan untuk itu perlu dibentuk LPS, maka
melalui Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tanggal 22 September 2004

pemerintah membentuk LPS, yang berlaku efektif sejak 22 September 2005 (12

bulan sejak diundangkan). Simpanan yang dijamin oleh LPS adalah giro,

deposito, tabungan dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, dengan

nilai yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak sebesar

Rp 100 juta. Penetapan nilai penjaminan sebesar Rp 100 juta didasarkan pada

pertimbangan bahwa nilai tersebut telah mengcover 95% nasabah, dan

penetapan ini dapat berubah apabila salah satu kriteria lainnya yang ditentukan

terpenuhi.

Persoalan yang terjadi di Indonesia sendiri adalah pada transaksi

penyimpanan dana, pihak bank mengetahui lebih banyak dan lebih baik

informasi keuangan termasuk risiko-risiko yang dihadapi oleh bank daripada

nasabah penabung. Untuk menyeimbangkan adanya asymmetric information

tersebut, harus ada mekanisme yang mewajibkan bank mengungkapkan semua

fakta material mengenai kondisi keuangannya.

Meskipun bank telah mengungkapkan fakta material mengenai kondisi

keuangannya namun nasabah kecil tetap akan menghadapi risiko karena

mereka tidak mempunyai akses atau kemampuan untuk memahami informasi

yang diungkapkan. Ketiadaan akses informasi atau ketidakmampuan menilai

kondisi keuangan bank menyebabkan mereka seringkali bereaksi berlebihan

terhadap rumor mengenai keadaan suatu bank yang dapat memicu terjadinya

penarikan simpanan dalam jumlah besar atau yang dikenal dengan rush. Dalam

system penjaminan simpanan,risiko yang dihadapi nasabah kecil dialihkan

kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sehingga bank rush diharapkan

dapat dicegah.

Sedangkan bagi nasabah besar, yang dipersepsikan mempunyai akses

informasi atau kemampuan menganalisa kondisi keuangan bank, diharapkan


dapat mengidentifikasi dan mengukur besarnya risiko dari setiap tindakan yang

akan diambil.

Kepesertaan dalam penjaminan LPS bersifat wajib bagi bank yang

melaksanakan kegiatan usaha yang ada di wilayah Indonesia. Kepesertaan yang

bersifat wajib tersebut dipilih karena tiga alasan utama. Yang pertama untuk

menghindari terjadinya adverse selection yakni kecenderungan hanya bank yang

tidak sehat yang menjadi peserta penjaminan. Kedua, yang memperoleh

manfaat dari adanya penjaminan simpanan bukan hanya nasabah tetapi juga

semua bank dengan terciptanya perbankan yang lebih stabil. Dan yang ketiga

adalah untuk mencegah sekelompok bank mempunyai keunggulan kompetitif

dalam penetapan harga (competitive overpricing) serta menciptakan persaingan

yang lebih fair (level playing field).

2.2.3 Persepsi dan Perilaku Nasabah Terhadap Konsep Risk and Return

Dalam Teori

Konsumen adalah setiap pemakai atau pengguna barang atau jasa baik

untuk kepentingan diri sendiri dan atau kepentingan orang lain. Namun secara

sederhana dapat diartikan sebagai pengguna barang dan atau jasa. Masing-

masing konsumen merupakan pribadi unik dimana antara konsumen yang satu

dengan yang lain memiliki kebutuhan yang berbeda juga perilaku yang berbeda

dalam memenuhi kebutuhannya. Namun, dari perbedaan-perbedaan yang unik

tersebut ada satu persamaan yakni setiap saat konsumen akan berusaha untuk

memaksimalkan kepuasannya pada saat mengkonsumsi suatu barang ataupun

jasa. Tingkat kepuasan yang diperoleh konsumen dalam mengkonsumsi barang

disebut dengan utilitas. Dalam hal ini, konsumen dalam dunia perbankan disebut

dengan nasabah.
Dalam dunia perbankan terdapat dua jenis nasabah, yaitu nasabah

penabung dan nasabah kredit. Yang dimaksudkan nasabah penabung adalah

nasabah yang menyimpan uangnya di bank baik dalam betuk deposito maupun

tabungan. Sedangkan nasabah kredit adalah nasabah yang meminjam uang di

bank dalam bentuk peruntukan konsumsi, perumahan ataupun keperluan yang

lain. Lingkup bahasan dalam penelitian ini dipersempit pada nasabah penabung.

Dimana persepsi dan perilaku nasabah penabung terhadap risiko dan return

tentu sangat berbeda dengan persepsi dan perilaku nasabah kredit terhadap

risiko dan return.

Persepsi konsumen adalah proses dimana seseorang mengorganisir dan

mengartikan kesan dari panca indera dalam tujuan untuk memberi arti dalam

lingkungan mereka (Robbins,1998:90). Persepsi konsumen ini sangat penting

dipelajari karena perilaku konsumen didasarkan oleh persepsi mereka tentang

apa

itu kenyataan dan bukan kenyataan itu sendiri.

Persepsi akan sesuatu yang berasal dari interaksi antara dua jenis faktor

(Shiffman&Kanuk,1997:146):

1. Stimulus factor

Karakteristik obyek secara fisik seperti ukuran, warna, berat atau bentuk.

Tampilan suatu produk baik kemasan maupun karakteristiknya akan mampu

menciptakan suatu rangsangan pada indra manusia, sehingga mampu

menciptakan sesuatu persepsi mengenai produk yang dilihatnya


2. Individual factor

Karakteristik individu yang termasuk di dalamnya tidak hanya proses

panca indera tetapi juga pengalaman yang serupa dan dorongan utama serta

harapan dari individu itu sendiri.

Persepsi merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah

dimiliki untuk mendeteksi, mengumpulkan, dan mengintepretasikan stimulus

yang diterima oleh alat indera menjadi arti tertentu yang bermakna. Dalam

persepsi, seseorang juga melalui proses seleksi. Seleksi adalah proses

seseorang memilih dan menentukan marketing stimuli karena tiap individu

adalah unik dalam kebutuhan, keinginan dan pengalaman, sikap dan karakter

pribadi masing-masing orang. Dalam seleksi ada proses yang disebut selective

perception concept.

Adapun selective perception concept, yaitu (Shiffman & Kanuk, 2000:35):

1. Selective exposure

Konsumen secara efektif mencari pesan menemukan kesenangan

atau simpati mereka secara aktif menghindari kesakitan atau ancaman

disisi lainnya. Mereka secara efektif membuka diri mereka kepada iklan-

iklan yang menentramkan hati mereka mengenai kebijaksanaan tentang

keputusan pembeliannya.

2. Selective Attention

Konsumen mengadakan transaksi pemilihan yang bagus dengan

tujuan perhatian mereka berikan pada rangsangan komersial. Mereka


mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap rangsangan yang sesuai

dengan minat dan kebutuhan mereka. Jadi konsumen mungkin untuk

mengingat iklan untuk produk yang dapat memuaskan kebutuhan mereka

dan mengabaikan yang tidak mereka butuhkan.

3. Perceptual Defense

Konsumen secara bawah sadar menyaring rangsangan yang mereka

temukan ancaman psikologikal, meskipun telah terdapat pembukaan.

Jadi ancaman atau sebaliknya rangsangan yang merusak mungkin lebih

sedikit diterima secara sadar daripada rangsangan netral pada level

pembukaan yang sama.

4. Perceptual Blocking

Konsumen melindungi diri mereka dari rangsangan-rangsangan yang

mereka anggap negatif dan mempunyai pengaruh buruk bagi diri mereka.

Persepsi tidak hanya tergantung pada sifat-sifat rangsangan fisik, tapi

juga pada pengalaman dan sikap sekarang dari individu. Pengalaman

dapat diperoleh dari semua perbuatannya di masa lampau atau dapat

pula dipelajari, sebab dengan belajar seseorang akan dapat memperoleh

pengalaman. Hasil dari pengalaman yang berbeda-beda, akan

membentuk suatu pandangan yang berbeda sehingga menciptakan

proses pengamatan dalam perilaku pembelian yang berbeda pula.

Makin sedikit pengalaman dalam perilaku pembelian, makin terbatas pula

luasan interpretasinya.

Persepsi ini juga ada hubungannya antara rangsangan dengan

medan yang mengelilingi dan kondisi dalam diri seseorang (Kotler,1997:240).


Persepsi dapat dipengaruhi oleh karakter seseorang. Karakter tersebut

dipengaruhi oleh (Robbins, 1998:91):

1. Attitudes

Dua individu yang sama, tetapi mengartikan sesuatu yang dilihat itu

berbeda satu dengan yang lain.

2. Motives

Kebutuhan yang tidak terpuaskan yang mendorong individu dan mungkin

memiliki pengaruh yang kuat terhadap persepsi mereka.

3. Interests

Fokus dari perhatian kita sepertinya dipengaruhi oleh minat kita, karena

minat seseorang berbeda satu dengan yang lain. Apa yang diperhatikan

oleh seseorang dalam suatu situasi bisa berbeda satu dengan yang lain.

Apa yangdiperhatikan seseorang dalam suatu situasi bisa berbeda dari

apa yang dirasakan oleh orang lain.

4. Experiences

Fokus dari karakter individu yang berhubungan dengan pengalaman

masa lalu seperti minat atau interest individu. Seorang individu

merasakan pengalaman masa lalu pada sesuatu yang individu tersebut

hubungkan dengan hal yang terjadi sekarang.


5. Expectations

Ekspektasi bisa mengubah persepsi individu dimana individu tersebut

bisa melihat apa yang mereka harapkan dari apa yang terjadi sekarang.

Dalam hubungan antara persepsi dan perilaku dapat dilihat dari pendapat

Siagian (1994:18) bahwa persepsi seseorang mengenai lingkungannya

akan sangat berpengaruh pada perilaku yang akhirnya akan

menentukan factor faktor yang dipandang motivasional (dorongan

untuk melakukan sesuatu). Singkatnya motif mempengaruhi perilaku

seseorang dan persepsi menentukan arah perilakunya. Karena itu perlu

diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi

seseorang.

Persepsi konsumen, dalam hal ini adalah nasabah penabung, sangat

berkaitan erat dengan perilaku yang diambil. Perilaku konsumen merupakan

suatu ilmu yang mempelajari perilaku individu yang memutuskan untuk

membelanjakan sumber daya (waktu, uang, tenaga, upaya) yang dimilikinya

untuk memenuhi atau membeli sesuatu yang dibutuhkan (Schiffman & Kanuk,

2000:5). Sedangkan Wilkie (1994:14) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai

aktivitas-aktivitas mental, emosional dan fisik, dimana orang-orang

menggunakannya ketika memilih, membeli, menggunakan dan menghabiskan

produk-produk jasa sehingga bisa memuaskan kebutuhan dan keinginannya.

Variabel-variabel yang terdapat dalam perilaku konsumen adalah sikap

dan persepsi. Sikap menurut Schiffman & Kanuk (2000) adalah suatu

keadaan terpelajar yang mudah terpengaruh untuk berkelakuan dalam suatu

cara yang baik atau tidak baik secara konsisten dengan rasa hormat pada suatu

obyek yang diberikan.


Sedangkan menurut Kotler & Armstrong (1996:157), sikap

adalah konsistensi seseorang terhadap evaluasi-evaluasi yang baik atau yang

tidak baik, perasaan, kecenderungan terhadap suatu obyek dan ide. Schiffman &

Kanuk (2000:154) mengemukakan perilaku konsumen yang sangat bervariatif,

yaitu :

1. Konsumen mencari informasi (Consumers Seek Information)

Konsumen mencari informasi mengenai produk dan kategori produk

melalui komunikasi kata melalui mulut atau yang biasa disebut dengan word

of mouth, baik dari teman, keluarga, orang lain, tenaga penjual, dan dari media

umum. Mereka menyimpan lebih banyak waktu untuk berpikir tentang pilihan

mereka dan mencari lebih banyak informasi tentang alternatif produk ketika

mereka menghubungkan tingkat resiko yang tinggi dengan pembelian.

2. Konsumen adalah setia terhadap merek (Consumers Are Brand Loyal)

Konsumen menghindari resiko dengan tetap setia pada satu merek yang

mana mereka telah terpuaskan daripada membeli merek-merek baru atau

merek-merek yang belum pernah mereka coba. Penerima resiko yang tinggi

mungkin menjadi lebih setia pada merek-merek lama dan mungkin sedikit

untuk membeli produk-produk baru yang diperkenalkan.

3. Konsumen memilih melalui kesan terhadap merek (Consumers Select by

Brand Image)

Ketika konsumen tidak memiliki pengalaman dengan suatu produk,

mereka cenderung untuk “percaya” terhadap suatu merek yang terkenal dan

favorit. Konsumen sering berpikir bahwa merek yang terkenal lebih baik dan

cukup baik sebagai jaminan secara tidak langsung mengenai kualitas yang

dapat dipertanggungjawabkan hasil dan pelayanannya. Usaha promosi


pemasar menambah kualitas yang diterima dari produk-produk mereka dapat

menolong untuk membangun dan menyokong kesan merek yang baik.

4. Konsumen mengandalkan kesan toko (Consumers Rely on Store Image)

Jika konsumen tidak memiliki informasi lain tentang produk, mereka

sering percaya pada penilaian terhadap pembeli barang dagangan dari toko

yang mempunyai nama baik dan bergantung pada merek untuk membuat

keputusan-keputusan yang hati-hati dalam memilih produk untuk dijual

kembali. Kesan toko juga memberi implikasi dari percobaan produk dan

jaminan pelayanan, hak pengembalian dan penyesuaian diri dalam kasus

ketidakpuasan.

5. Konsumen membeli produk yang paling mahal (Consumers Buy The Most

Expensive Model)

Ketika dalam keragu-raguan, konsumen dapat merasa kalau produk yang

paling mahal mungkin yang terbaik dalam hubungannya dengan kualitas, yaitu

mereka menyamakan harga dengan kualitas.

6. Konsumen mencari kepastian (Consumers Seek Reassurance)

Konsumen yang tidak tahu dalam membuat keputusan dalam memilih

produk cenderung untuk mencari kepastian melalui garansi uang kembali,

pemerintah dan hasil tes laboratorium sendiri, dll. Konsumen mempunyai

hubungan dengan sesama manusia dalam wujud penggunaan yang berbeda

antara konsumen pribadi (personal consumers ) dan konsumen organisasi

(organizational consumers).

Konsumen menurut Guiltinan & Paul (1994:63-65) tidak dapat

diciptakan oleh suatu perusahaan kecuali saat membeli pertama kali memiliki

keinginan dan kemampuan untuk membeli suatu bentuk atau jenis produk. Untuk
mencapai semua itu perlu cara-cara identifikasi dalam memperbaiki keinginan

dan kemampuan membeli, permintaan utama juga dapat ditingkatkan dari

pembeli potensial menjadi pembeli nyata atau aktual, atau karena pembeli nyata

meningkatkan tingkat penggunaannya.

Faktor utama yang menentukan keinginan untuk membeli suatu bentuk

atau jenis produk menurut Guiltinan & Paul (1994:63-65) adalah persepsi

pembeli terhadap kegunaan suatu produk pada satu atau lebih situasi

penggunaan, dan resiko pada barang atau jasa pada produk tersebut.

Meskipun demikian, untuk menentukan mengapa ada beberapa pembeli

potensial tidak menggunakan produk untuk satu atau lebih tujuan, ada beberapa

hal spesifik yang perlu dipertimbangkan:

1. Related Products and Services (Hubungan Produk dan Pelayanan)

Ketika produk dan jasa telah menjadi komoditas, maka kualitas barang

dan jasa tidak dapat lagi dijadikan faktor untuk memenangkan persaingan.

Tetapi, pelayanan prima lah yang dapat membedakan perusahaan secara

signifikan dibanding pesaingnya.

2. Usage Problem (Masalah Penggunaan)

Beberapa produk tidak diterima sebagai produk yang berdaya guna yang

sama bagusnya dalam keadaan itu. Ini penting untuk mengidentifikasi situasi-

situasi dimana masalah-masalah yang terjadi dan untuk menentukan jika ada

masalah-masalah yang muncul pada ciri-ciri produk atau kurangnya

pengetahuan tentang penggunaan produk secara benar.


3. Value or Experience (Kesesuaian Nilai atau Pengalaman)

Ketika suatu produk menimbulkan perubahan dalam perilaku pembelian

atau penggunaannya bertentangan dengan pengalaman sebelumnya tingkat

pemakaiannya akan menjadi rendah.

4. Perceived Risk (Resiko yang Diterima)

Keinginan untuk membeli suatu bentuk atau jenis produk akan juga

tergantung pada tipe-tipe resiko yang diterima oleh pembeli potensial. Resiko

yang diterima akan ada ketika pembeli percaya bahwa ada kemungkinan dari

pembuatan keputusan yang tidak baik dan akan menimbulkan konsekuensi

yang signifikan.

Ada tipe resiko yang dapat terjadi ketika membeli bentuk atau

jenis produk:

a. Economic or financial risks

Resiko ekonomis atau keuangan akan terjadi jika harga beli, biaya

pemeliharaan atau biaya operasinya tinggi.

b. Time or convenience risks

Resiko waktu terjadi jika konsumen mempunyai kesanggupan untuk

menghabiskan banyak waktu dalam menggunakan atau membeli produk.

c. Performance risks

Resiko ini terjadi jika ada kesalahan tampilan dalam suatu produk.
d. Physical risks

Resiko fisik adalah resiko akibat dari penggunaan suatu produk yang

mengancam kesehatan konsumen.

e. Social risks

Resiko sosial terjadi jika pembelian atau penggunaan produk dapat

mempengaruhi kelompok-kelompok referensi.

f. Psychological risks

Resiko psikologis terjadi jika pembelian atau pengunaan produk bisa

mempengaruhi pribadi atau harga diri seseorang. Dengan mengetahui

tipe-tipe resiko yang diterima oleh konsumen, pemasar dapat membuat

program-program pemasaran untuk mengurangi resiko dan semuanya

mempertinggi keinginan untuk membeli.

Pada minat, konsumen dirangsang untuk mencari informasi mengenai

inovasi. Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan atau

mungkin tidak akan mencari informasi yang lebih banyak. Jika dorongan untuk

menghimpun informasi itu kuat dapat kita bedakan menjadi dua tingkat, yaitu :

konsumen yang mencari informasi dalam ukuran sedang-sedang saja dan

keadaan demikian disebut perhatian yang meningkat.

Bila konsumen mencari bahan bacaan, menanyakan kepada teman-

temannya dan ikut terlibat dalam berbagai pencarian lainnya, untuk menghimpun

informasi tentang produk, maka dapat dikatakan konsumen aktif mencari

informasi. Sejauh mana seorang konsumen mencari informasi tergantung pada

kekuatan dorongannya jumlah informasi ketika memulai pencarian, kemudahan


mencari informasi lebih banyak, nilai yang ditempatkannya pada informasi

tambahan, dan kepuasan yang diperolehnya dari pencarian tersebut. Biasanya

tingkat pencarian informasi oleh konsumen makin tinggi sejalan dengan

bergeraknya konsumen dari keputusan yang melibatkan penyelesaian masalah

terbatas ke keputusan dalam penyelesaian masalah-masalah yang besar.

Konsumen dapat memperoleh informasi dari banyak sumber.

Menurut Mowen dan Minor dalam buku yang berjudul Perilaku Konsumen

(2001:11), pengambilan keputusan seorang konsumen apda suatu produk

berdasarkan pendekatan yang rasional, seperti dari pengalaman, psikologi dan

faktor ekonomi. Selama ini, bagi para nasabah penabung, risiko yang

dihadapinya adalah ketidakamanan dalam menabung yang menyebabkan

kerugian dalam menabung. Dan return yang diharapkan adalah tingkat

pengembalian atau suku bunga yang tinggi juga hadiah-hadiah yang diberikan

oleh bank kepada nasabah penabung.

Dengan demikian, sebelum memutuskan untuk menabung di suatu bank,

nasabah penabung pasti memiliki pertimbangan-pertimbangan tentang risiko

yang dihadapi dan return yang di harapkan adalah suku bunga yang tinggi dan

hadiah-hadiah yang diberikan kepada nasabah. Selain itu, berdasarkan teori

diatas nasabah penabung pasti mencari dan memiliki banyak informasi untuk

menghindari risiko yang dihadapi dan mendapatkan return yang dicari.

2.3 Implikasi Assymetric Information Risk and Return Pada Nasabah

Penabung

Artikel yang berjudul Mengangkat Posisi Nasabah1 dalam buku Memilih

Bank Yang Sehat ( Retnadi, 2006 : 290) menyatakan bahwa situasi perabankan
belakangan ini membuat mayarakat awam menjadi bingung. Karena banyaknya

keluhan masyarakat di media massa mengenai perlakuan kasar petugas bank

dalam menagih tunggakan pinjaman kartu kredit, padahal pihak yang menjadi

sasran penagihan tidak merasa memiliki pinjaman dari bank tersebut. Masih

ditambah soal semakin banyaknya keluhan nasabah atas berkurangnya saldo

tabungannya padahal yang bersangkutan tidak pernah merasa menarik

tabungannya, baik melalui counter maupun melalui ATM.

Anehnya, setiap muncul keluhan nasabah di media massa, maka

penyelesaian oleh bank dilakukan secara langsung (face to face) dengan

menghubungi nasabah tersebut, namun bagaimana bentuk penyelesaian yang

dilakukan oleh bank tidak pernah lagi di media massa. Akibatnya, tanpa adanya

informasi bentuk-bentuk penyelesaian yang pernah dilakukan oleh bank terhadap

nasabahnya, maka masyarakat umum tidak pernah memiliki kesempatan untuk

mempelajari kasus tersebut yang siapa tahu sebenarnya mereka juga sedang

mengalaminya namun enggan untuk menyampaikan ke bank atau menulis ke

media massa.

Dalam artikel itu ditulis pula bahwa, nasabah seharusnya bersikap aktif

dan mencari informasi sebanyak-banyaknya. Minimnya perlindungan kepada

nasabah, akan menjadi keberuntungan orang yang ber uang. Dengan uang yang

melimpah, orang semacam ini akan diburu dan diperebutkan oleh bank,

sehingga bank akan berlomba memberikan layanan terbaiknya untuk kalangan

seperti ini. Namun demikian, jumlah orang seperti ini jelas sangat sedikit

dubandingkan dengan populasi penduduk Indonesia. Dengan kata lain, sebagian

besar nasabah yang menyimpan uangnya di bank saat ini adalah masyarakat

yang uangnya tidak berlebihan.


Bagi orang kebanyakan, memang sulit mengharapkan untuk memperoleh

layanan prima dari sebuah bank. Namun demikian, alih-alih memperoleh

pelayanan prima, tidak dirugikan oleh bank saja sudah merupakan kondisi yang

cukup baik untuk saat ini. Oleh karena itu, untuk meminimalisasi timbulnya

kekecewaan di dalam berhubungan dengan bank maka calon nasabah harus

benar-benar memperhatikan berbagai fitur produk yang ditawarkan bank, selain

mencari thau reputasi bank tersebut di dalam melayani nasabahnya, sebelum

menggunakan produk bank.

Mencari informasi sebanyak-banyaknya atas syarat dan ketentuan suatu

produk merupakan syarat pertama bagi calon nasabah guna menghindari

timbulnya kekecewaan berhubungan dengan bank di kemudian hari. Berbagai

keluhan seperti adanya pemotongan biaya administrasi tabungan, pembatasan

jumlah penarikan uang di ATM, pengenaan biaya transfer antar kota pada ATM

bank yang sama, dan adanya pengenaan biaya tertentu jika seseorang

membayar kartu kredit melalui counter, seluruhnya tidak perlu menjadi keluhan

dan sebenarnya dapat dihindari jika nasabah sudah mengetahui informasi

tersebut dari awal.

Selain itu reputasi layanan sebuah bank perlu juga menjadi pertimbangan

di dalam memilih produk sebuah bank. Jika tujuan membuka rekening

simapanan adalah untuk sarana transaksi bisnis, maka perlu dipertimbangkan

bank yang memiliki jaringan luas dan dilengkapi jumlah ATM yang memadai. Jika

hal ini tidak dapat dipenuhi oleh sebuah bank, maka akan lebih baik bagi

nasabah utnuk menawarkan layanan sesuai tujuan kita berhubungan dengan

bank.
Jika nasabah peduli dengan kondisi tersebut, tidak mustahil potensi

perselisihan antara nasabah dan bank akan benar-benar menjadi kenyataan

akibat harapan nasabah tidak dipenuhi bank. Oleh karena itu, di tengah

minimnya peraturan yang mengatur mengenai produk perbankan dan belum

berjalannya lembaga mediasi perbankan, maka satu-satunya faktor yang dapat

mengangkat posisi nasabah pada saat ini adalah kepedulian dari nasabah

sendiri utnuk mempertimbangkan segala sesuatunya sebelum memutuskan

berhubungan dengan sebuah bank.

Berdasrkan artikel “Masih Menarikkah Menabung di Bank?” dan artikel

dari Harian Sumut Pos dikatakan ada beberapa contoh kasus yang melibatkan

ketidaklengkapan informasi yang diterima oleh nasabah sehingga merugikan

nasabah tersebut. Namun yang paling sering terdengar adalah permasalahan

biaya administrasi yang dikenakan kepada nasabah. Seperti sebuah kisah yang

juga menjadi persoalan banyak orang yang punya tabungan bernilai kecil,

katakanlah di bawah Rp 5 juta. Banyak orang awam sulit memahami mengapa

nilai tabungan mereka terus tergerus. Yang mereka tahu, jika menabung, uang

akan bertambah karena berbunga. Saat ini, jangan pernah berharap duit

membukit jika hanya punya tabungan tak lebih dari Rp 5 juta.

Ambil contoh BCA, bank yang memiliki jumlah penabung paling banyak di

Indonesia. Untuk tabungan Tahapan Silver, BCA mengenakan biaya administrasi

Rp 10.000 per bulan. Adapun suku bunga untuk tabungan bersaldo Rp 1 juta-Rp

10 juta sebesar 2 persen per tahun. Dengan asumsi nilai tabungan awal Rp 5

juta dan tidak pernah ditambah selama setahun, nasabah akan mendapat bunga

Rp 100.000 per tahun. Setelah dipotong pajak 20 persen, pendapatan nasabah

tinggal Rp 80.000. Padahal, biaya administrasi yang harus dibayar selama

setahun mencapai Rp 120.000. Alhasil, dana berkurang Rp 40.000 dalam


setahun. Penabung kian cepat kehilangan uangnya jika nilai tabungan di bawah

Rp 1 juta. Sebab bunganya nol persen. Penabung tidak akan tergerus uangnya

jika saldonya minimal Rp 6 juta. Pada level itu, biaya administrasi dan bunga

mencapai titik keseimbangan.

Perbankan umumnya menerapkan bunga rendah untuk tabungan. Bank

Mandiri, bank terbesar di Indonesia, bahkan hanya memberikan bunga 1,75

persen untuk tabungan bernilai Rp 1 juta-Rp 5 juta. Kian tinggi nilai tabungan,

bunga akan semakin besar, namun biasanya tak lebih dari 4 persen per tahun.

Bank tentu merasa berhak memungut biaya administrasi. Alasannya, mereka

harus membangun dan memelihara jaringan seperti ATM, yakni fasilitas untuk

para penabung. Bank juga harus membangun infrastruktur teknologi informasi

untuk mengelola dan menjaga rekening nasabah tetap aman. Bank merasa

pantas memberi bunga kecil atas tabungan dengan alasan tabungan dapat

ditarik setiap saat sehingga bank tidak begitu leluasa menggunakan dana

tabungan untuk disalurkan sebagai kredit. Berbeda dengan deposito yang

dipatok jangka waktunya sehingga bank mudah mengelolanya.

Bahkan, menurut para bankir, sebenarnya tabungan sudah merupakan

jasa yang harus dibeli nasabah. Dengan menabung, nasabah memiliki banyak

keuntungan, seperti keamanan dan kemudahan bertransaksi, karena tidak harus

membawa uang tunai ke mana-mana. Tabungan amat berarti bagi perbankan.

Sebab, tabungan merupakan dana murah. Bandingkan dengan deposito yang

bunganya bisa mencapai 12 persen per tahun. Semakin besar porsi tabungan

dalam struktur dana pihak ketiga, maka makin besar pula margin keuntungan

bank. Kasarnya, dengan memberi bunga tabungan hanya 3 persen, bank bisa

menjualnya sebagai kredit dengan bunga 14 persen.


Untuk Indonesia yang masyarakatnya belum bankable, bank seyogianya

memberikan perhatian kepada penabung kecil. Saat ini ada 82 juta rekening

bank di Indonesia, atau baru 35 persen dari total penduduk. Masyarakat perlu

didorong menabung. Namun, jika masyarakat kecil tahu uang tabungan mereka

akan berkurang, kemungkinan mereka tak akan menabung di bank.

2.4 Penelitian Terdahulu

Peneliti menggunakan penelitian terdahulu untuk menunjang landasan

teori di atas. Penelitian yang dilakukan oleh Deasy Apriliani Kahar dengan judul

“Telaah Kritis Pembiayaan Mudharabah , Musyarakah dan Murabahah

dalam Kerangka Principal Agent Problem (Studi Pada Produk Pembiayaan

Wirausaha Syariah (WUS) dan Tunas Usaha Syariah (TUS) PT.BNI (Persero)

Tbk. Kantor Cabang Malang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

principal agent problem dapat terjadi pada mekanisme Mudharabah,

Musyarakah dan Murabahah produk WUS dan TUS serta mencari tahu

penyebab dominasi akad murabahah pada produk WUS dan TUS dibandingkan

dengan akad mudharabah atau musyarakah.

Hal ini didasari oleh adanya fenomena yang terjadi pada perbankan

syariah di Indonesia saat ini yakni lebih popularnya akad murabahah pada

pembiayaan syariah dibandingkan dengan akad bagi hasil seperti mudharabah

dan musyarakah. Kondisi ini dipicu oleh persoalan Principal Agent Problem yang

timbul diantara pihak bank dan nasabah. Masalah Principal agent dapat terjadi

karena adanya Assymetric Information atau perbedaan kepentingan antara

kedua belah pihak. Pembedaan peran yang sangat membutuhkan kepercayaan

yang kuat pada pembiayaan mudharabah dan musyarakah menyebabkan


kesempatan untuk terjadinya principal agent Problem lebih besar daripada

pembiayaan murabahah.

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa masih terdapat

gap antara pembiayaan syariah secara konsep atau ideal dengan

penerapannya pada realitas. Hal ini memicu terjadinya principal agent problem

pada pembiayaan mudharabah, musyarakah dan murabahah. Pembiayaan

murabahah memiliki mekanisme yang sederhana hasil yang didapatkan lebih

pasti. Selain itu dalam pembiayaan murabahah, bank tidak perlu mengenal

nasabah dengan mendalam seperti pada pembiayaan mudharabah dan

musyarakah, sehingga akad pembiayaan ini lebih popular daripada akad

pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Sebaiknya perbankan syariah

dikembalikan lagi kepada sistem dan mekanisme kesyariahannya yang

sebenarnya sehingga principal agent problem dapat diminimalisir.

Penelitian lain tentang principal-agent theory juga dilakukan oleh Alan

Carling dalam “The principal agent problem for egalitarians : Bowles, Gintis

and their critics”. Hasil dari penelitian ini adalah permasalahan principal agent

sebenarnya merupakan permasalahan yang terletak pada kekuasaan. Orang

yang tidak percaya bahwa kedudukan semua orang sejatinya sama, akan

memberikan masalah asymmetric information dimana hanya salah satu yang

mendapatkan informasi lengkap.

1.5 Kerangka Pikir

Kerangka pikir menurut Rianto (2004:29) merupakan kerangka berpikir

yang bersifat teoritis atau konsepsional mengenai masalah yang kita teliti. Selain

itu, menggambarkan hubungan antara konsep-konsep atau variable-variabel

yang akan diteliti. Adapun kerangka pemikiran pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :
Gambar 2.1 : Kerangka Pikir Analisis Persoalan Penguasaan Informasi Risk

and Return Terhadap Nasabah Dalam Kerangka Principal-

Agent

principal agent

Nasabah bank
penabung

risk return

return

Principal Agent Problem (Assymetric Information)

Sumber : Peneliti (2009)

Penelitian ini didasarkan dari fakta objek yang ada. Selain itu, juga

berdasarkan landasan teori mengenai pokok bahasan penelitian ini, khususnya

dari teori principal-agent dan asymmetric information. Hubungan yang terjalin

antara nasabah penabung dan bank adalah hubungan antara debitur dan

kreditur. Pihak debitur disini adalah nasabah sebagai principal dan bank sebagai

agent juga selaku pihak kreditur. Hubungan keagenan ini muncul ketika principal

atau pemilik dana menggunakan orang lain atau disebut agent untuk

menjalankan bank.

Dalam hal ini, bank sebagai agent seharusnya berkewajiban untuk

memberikan informasi tentang risk and return kepada nasabah. Dan ada

keseimbangan antara hak dan kewajiban dari bank dan nasabah penabung.

Namun, apabila hal itu tidak dapat dipenuhi maka hal tersebut bisa

menyebabkan penyimpangan teori principal-agent yaitu salah satunya adalah

asymmetric information atau perbedaan kepentingan antara dua belah pihak.


Dalam kenyataannya, tidak semua nasabah peduli dan mencari

kejelasan informasi sebelum menabung di bank. Dengan ketidakpedulian

nasabah terhadap risk and return yang mereka dapat, hal itu bisa sangat

merugikan mereka. Dan pihak bank selaku agent juga belum tentu mau

memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada nasabah, sehingga bisa terjadi

perselisihan. Penelitian ini ingin mengetahui tentang seberapa jauh penguasaan

informasi nasabah tentang risk and return menabung di bank dan ingin

mengetahui tentang realitas hubungan antara nasabah penabung dan bank.


BAB III

METODE PENELITIAN

Bab berikut akan membahas tentang metode yang digunakan dalam

penelitian, mencakup pendekatan penelitian, unit analisis, teknik dan pemilihan

informan, fokus penelitian, definisi operasional, jenis data, teknik pengumpulan

data, teknik analisis data, dan teknik keabsahan data.

3.1. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara

nasabah penabung dan BTN dalam kerangka principle agent theory dan

mengetahui ada atau tidak persoalan dalam hubungan Principle Agent antara

nasabah penabung dan BTN dalam hubungannya dengan risk and return, maka

penelitian ini diarahkan dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan

pendekatan fenomologi.

Moleong (2006:6) mendefinisikan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara

holistik dan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa,

pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai

metode alamiah. Pendekatan yang sesuai adalah pendekatan fenomenologi

yang memandang perilaku manusia – yaitu apa yang dikatakan dan dilakukan

orang- sebagai produk dari cara orang tersebut menafsirkan dunianya

(Furchan, 1992:35). Fenomenologi sendiri menggunakan intuisi kemampuan

untuk memahami sesuatu tanpa dipelajari sebagai sarana untuk mencapai

kebenaran (Santoso, 2001:122). Dengan menggunakan fenomenologi,


diharapkan dapat membantu peneliti dalam melakukan: (1) pengamatan, (2)

imajinasi, (3) berpikir secara abstrak, serta (4) dapat merasakan atau menghayati

fenomena di lapangan penelitian (Yuswadi, 2001:101), dimana dalam konteks ini

adalah gambaran mengenai fenomena ada atau tidaknya persoalan dalam

Principal Agent Theory antara nasabah penabung dan bank.

3.2. Unit Analisis

Penelitian ini menggunakan unit analisis yang berfokus pada persoalan

penelitian sehingga tidak mengutamakan tempat. Dalam pengkajiannya,

informan yang dibutuhkan adalah:

1. Informan kunci:

Informan kunci dalam penelitian ini adalah nasabah penabung. Dari nasabah

penabung, akan digali pendapat atau persepsi mereka mengenai tingkat

kepercayaan terhadap Bank Tabungan Negara sebagai lembaga keuangan

serta hubungan yang mereka rasakan dengan pihak bank, serta

pengetahuan mereka tentang resiko dan pengembalian yang ada di bank

tersebut.

2. Informan pendukung:

Informan pendukung dalam penelitian ini adalah manajemen Bank

Tabungan Negara, akan digali langkah-langkah yang dilakukan untuk meraih

consumen trust atau kepercayaan nasabah agar dapat meningkatkan

kepercayaan dan hubungan yang terjalin dengan nasabah penabung.

3.3. Teknik Pemilihan Informan

Penelitian ini mencoba mengungkapkan permasalahan yang ada antara

nasabah penabung dan bank , oleh sebab itu, digunakan nonprobability sampling
dengan metode purposive sampling. Menurut Sugiyono (2007:218), non

probability sampling adalah teknik pengambilan informan yang tidak memberi

kesempatan yang sama bagi setiap unsur untuk dipilih menjadi informan. Metode

purposive sampling merupakan teknik pengambilan informan sumber data

dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang

tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, atau mungkin

orang tersebut sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti

menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.

Nasution dalam Sugiyono (2007:20) menjelaskan bahwa penentuan unit

informan dianggap telah memadai apabila telah sampai kepada taraf

”redundancy” (datanya telah jenuh, dan apabila ditambah sampel lagi tidak

memberikan informasi yang baru), artinya bahwa dengan menggunakan

responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi

baru yang berarti. Dalam penelitian ini metode purposive sampling akan

diberlakukan pada informan yang berperan sebagai nasabah penabung, serta

informan pendukung dari pihak Bank Tabungan Negara Cabang Malang.

3.4. Fokus Penelitian

Fokus Penelitian berguna untuk memberikan arahan dalam gambaran yang

sejalan dengan permasalahan dan tujuan penelitian.

Fokus penelitian diarahkan:

1. Untuk mengetahui tentang realitas hubungan principal-agent antara

nasabah penabung dan Bank Tabungan Negara.

2. Untuk mengetahui tentang persepsi nasbah penabung dalam

penguasaan informasi risk and return.


3.5. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang langsung didapatkan dari sumber

informasi tersebut, yang didapat dari wawancara dan dokumentasi yang

dilakukan sendiri oleh peneliti dan sumber ataupun informan. Data-data tersebut

berupa data naratif, deskriptif, dalam kata-kata mereka yang diteliti, dokumen

pribadi, dan catatan lapangan.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber lain selain

informan. Data tersebut berupa data dokumenter (arsip-arsip yang dimiliki oleh

Bank Tabungan Negara Cabang Malang).

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara,

antara lain:

1. Wawancara

Wawancara mendalam (in depth interview) adalah suatu proses

mendapatkan informasi utuk kepentingan penelitian dengan cara dialog antara

peneliti sebagai pewawancara dengan informan atau yang member informasi

dalam konteks observasi partisipasi (Satori dan Komariah, 2009:131).

Wawancara dengan metode semi terstruktur diperlukan agar peneliti dapat

leluasa melacak berbagai segi dan arah untuk mendapatkan informasi yang
selengkapnya dan secara mendalam. Dengan demikian, upaya understanding of

understanding dapat terpenuhi secara memadai.

2. Observasi

Metode pengumpulan data dengan cara mengamati peristiwa dan gejala

sosial yang terjadi. Dalam hal ini, peneliti mengamati berbagai praktik kerja yang

dilakukan oleh Bank Tabungan Negara Cabang Malang, bentuk transaksi yang

dilakukan lembaga tersebut, serta data-data yang mendukung arah penelitian

yang dilakukan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian yang penting dalam kegiatan pengumpulan

data. Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban atas kekayaan sumber,

dokumentasi dapat digunakan untuk pengujian, penafsiran, atau peramalan.

Dalam hal ini, contoh dokumentasi penelitian berupa foto-foto lapangan.

3.7. Teknik Analisis Data


Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,

dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam

unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah

dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2007:208).

Dengan menggunakan penelitian kualitatif, data-data yang telah didapat

kemudian diklarifikasikan ke dalam tabel-tabel. Untuk kemudian dianalisis

dengan proses penalaran secara ilmiah, penuturan, penafsiran, perbandingan

dan kemudian penggambaran fenomena-fenomena yang terjadi secara apa


adanya, guna dapat mengambil kesimpulan dan memberikan saran-saran

dengan cara menguraikan dalam kata-kata.

Analisis data dalam penelitian ini mempunyai beberapa proses, yaitu :

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi

data kasar yang tercatat dilapangan. Dengan melakukan reduksi data

diharapkan menghasilkan data yang sesuai, terklasifikasi dengan jelas,

tepat guna dan terorganisir. Reduksi data ini berlangsung selama

penelitian dilaksanakan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Data yang telah terkumpul dan terklasifikasikan selanjutnya disajikan

dalam tabel maupun kalimat. Kumpulan data tersebut selanjutnya dapat

menjadi informasi yang tersusun dengan baik, sehingga memungkinkan

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3. Penarikan kesimpulan (Verification)

Data yang diperoleh dilapangan, dianalisis dengan beberapa cara untuk

mencapai validitas dan akuratisasi.

3.8. Teknik Pengujian Keabsahan Data

Menguji keabsahan data ditekankan pada uji kredibilitas. Dalam penelitian ini

kredibilitas data dengan menggunakan triangulasi, yang diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai

waktu.

Sugiyono (2007:274) menjelaskan terdapat tiga macam triangulasi, antara lain:

1. Triangulasi Sumber : untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.


2. Triangulasi Teknik : untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

Misalnya data yang diperoleh dari wawancara, lalu dicek kembali dengan

observasi, dokumentasi, dan kuisioner.

3. Triangulasi Waktu : untuk menguji kredibilitas data dengan cara melakukan

pengecekan dalam waktu yang berbeda dan kondisi yang berbeda.

Sedangkan dalam penelitian ini, triangulasi yang digunakan adalah dengan

menggunakan triangulasi sumber, yaitu dengan mengecek data yang telah

diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam hal ini, pengecekan dapat dilakukan

dengan metode pengumpulan data yang berbeda (wawancara dan observasi)

maupun menggunakan informan pendukung. Untuk akuratisasi data, peneliti juga

melakukan member check, yakni proses pengecekan data yang diperoleh

peneliti kepada pemberi data. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa

jauh data yang telah diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi

data (Sugiyono, 2007:276).


BAB IV

REALITAS HUBUNGAN PRINCIPAL-AGENT ANTARA NASABAH

PENABUNG DAN BANK

Bagian ini akan mengungkapkan informasi yang telah ada dalam

hubungan antara nasabah penabung dan BTN. Selain itu akan diungkap

berbagai realitas hubungan principal-agent antara nasabah penabung dan Bank

Tabungan Negara. Dari hasil penelitian ini, akan diketahui pendapat mereka

tentang hubungan mereka dengan pihak bank dan permasalahan-permasalahan

yang terjadi.

Sebelum masuk kedalam pembahasan, peneliti akan terlebih dahulu

membahas tentang unit analisis dalam penelitian ini. Unit analisis dalam

penelitian ini difokuskan kepada masing-masing individu yang terlibat langsung

dalam persoalan penelitian, nasabah penabung BTN Cabang Malang merupakan

informan yang penting untuk diteliti. Dalam penelitian ini, nasabah penabung

yang berhasil menjadi sumber informasi penelitian sebanyak 12 orang dengan

berbagai status baik sebagai nasabah penabung dan mantan nasabah penabung

dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.1 Daftar Nama Informan Nasabah dan Mantan Nasabah BTN

cabang Malang

Nama Usia
Alamat Keterangan
Informan (Th)
Ibu Hestani 35 tahun Malang Nasabah BTN
Bpk Solikin (samaran) 60 tahun Malang Nasabah BTN
Pak Hendra 43 tahun Malang Nasabah BTN
Bu Herliana 30 tahun Malang Nasabah BTN
Ibu Aris 35 tahun Malang Nasabah BTN
Nama Usia
Alamat Keterangan
Informan (Th)
Ibu Restu 67 Tahun Malang Nasabah BTN
Pak Santo 28 Tahun Malang Nasabah BTN
Pak Hermawan 40 Tahun Malang Nasabah BTN
Bu Sri 45 Tahun Malang Nasabah BTN
Meutia 21 Tahun Malang Nasabah BTN
Mantan Nasabah
Vina 21 Tahun Malang
BTN
Mantan Nasabah
Pak Imam Mul 50 tahun Malang
BTN
Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian, 2009

Selain nasabah dan mantan nasabah Bank Tabungan Negara Cabang

Malang, penelitian ini juga menggunakan informan lain yang berhubungan

langsung pada persolan dalam penelitian. Informan yang dimaksud adalah pihak

pegawai di Bank Tabungan Negara Cabang Malang yang sangat membantu

menggali informasi lebih mandalam pada penguasaan informasi risk and return

dalam kerangka Principal-agent pada tabel 4.3:

Tabel 4.2 Daftar Nama Informan Pegawai BTN Cabang Malang

Nama Usia
Alamat Profesi
Informan (Th)
Bapak Atjuk 44 tahun Malang Manager Customer Service
Ibu Wulan 25 tahun Surabaya Customer Service
Ibu Anita 25 tahun Malang Customer service
Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian, 2009

Diharapkan para informan yang terdapat pada tabel diatas dapat

memberikan informasi yang dapat mendukung penelitian ini.


4.1. Arti Penting Informasi Dalam Hubungan Antara Nasabah dan Bank

Nasabah merupakan raja bagi pihak perbankan. Karena selama ini yang

diketahui bahwa penyumbang dana terbesar bagi pihak bank adalah nasabah.

Tabungan amat berarti bagi perbankan. Sebab, tabungan merupakan dana

murah. Bandingkan dengan deposito yang bunganya bisa mencapai 12 persen

per tahun. Semakin besar porsi tabungan dalam struktur dana pihak ketiga,

maka makin besar pula margin keuntungan bank. Contohnya, dengan memberi

bunga tabungan hanya 3 persen, bank bisa menjualnya sebagai kredit dengan

bunga 14 persen. Dengan adanya kenyataan seperti ini tentu dapat disimpulkan

bahwa bank akan melakukan segala cara untuk membuat nasabah tetap

bertahan di bank tersebut. Dalam hal ini, bank baik secara langsung maupun

tidak langsung pasti akan memiliki keinginan untuk mempengaruhi persepsi

nasabah bahwa menabung di bank tersebut memiliki banyak keuntungan.

Sama halnya dengan Bank Tabungan Negara yang mempengaruhi

persepsi keuntungan bagi para nasabah khususnya nasabah Tabungan Batara.

Keuntungan yang ditawarkan disini adalah dapat digunakan sebagai salah satu

persyaratan kredit, penyetoran & penarikan dapat dilakukan di semua Kantor

Cabang (online) & Kantor Pos khusus untuk penyetoran, fasilitas Joint account

untuk rekening bersama keluarga nasabah, secara otomatis dilindungi asuransi

jiwa bebas premi dengan pertanggungan sampai dengan Rp. 25 Juta,

mendapatkan Kartu ATM batara yang digunakan bertransaksi di lebih dari 5.000

ATM Bank Pemerintah yang berlogo ”Link” dan lebih dari 12.000 ATM Bersama,

mempunyai kesempatan mengikuti program undian berhadiah ”Kejutan Rumah 1

Milyar” dengan total hadiah Rp. 14 Milyar, dapat melakukan pembayaran

tagihan angsuran KPR, Telkom, Telkomsel & PLN melalui fasilitas : ATM, Sms

Batara, dan Autodebet, fasilitas auto transfer untuk transfer dana Anda secara
rutin ke rekening lain di Bank BTN atau bank lain. Suku bunga yang ditawarkan

oleh BTN dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.3 : Suku Bunga Tabungan Batara

No Nominal Tabungan Suku Bunga

1 s/d 100.000 0,00%

2 100.000 s/d 5.000.000 2,50%

3 5.000.000 s/d 50.000.000 2,75%

4 50.000.000 s/d 100.000.000 3,00%

5 100.000.000 s/d 500.000.000 3,50%

6 500.000.000 s/d 1.000.000.000 4,25%

7 > 1.000.000.000 5,00%

Sumber : Bank Tabungan Negara, 2009

Keuntungan yang ditawarkan tentu saja merupakan sebagian dari

informasi dasar yang diberikan bank dalam rangka untuk mempengaruhi

nasabah agar mau menabung di Bank Tabungan Negara. Namun demi

kepentingan promosi, tidak sedikit informasi yang seharusnya dibagikan kepada

calon nasabah malah tidak dibagikan.

Informasi merupakan hal yang penting dalam menjual suatu produk,

melakukan pemahaman terhadap produk yang akan diambil dan penting juga

untuk menjaga hubungan yang telah di bina antara bank dan nasabah. Informasi

yang tidak tersampaikan dari pihak bank kepada nasabah pada awalnya akan

menguntungkan kepada pihak bank. Namun, lama kelamaan akan menjadikan

boomerang bagi nasabah. Saat nasabah tersadar bahwa dia merasa dirugikan,

nasabah akan membuat dua pilihan yaitu meninggalkan bank atau tetap
bertahan. Seperti yang telah dikatakan oleh Pak Imam (50 tahun) yang

merupakan mantan nasabah di BTN Cabang Malang,

”Nasabah itu kan punya hak untuk melakukan apapun, walaupun haknya
itu pasti dibatasi sama bank. Jadi kalo ada yang sreg di hati terus dapat
tanggapan yang nggak enak juga, ya bisa terserah nasabah, mau dilanjutkan
apa nggak nabungnya. Lha saya yang termasuk nggak mau melanjutkan nabung
di BTN”
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa nasabah memang memiliki

banyak pilihan untuk menentukan apa yang dianggapnya terbaik bagi

tabungannya. Walaupun sebagai nasabah pasti harus terikat dengan segala

peraturan yang dimiliki oleh bank. Namun, saat dia tidak merasa nyaman dengan

segala peraturan bank, nasabah bisa memilih untuk tetap berdamai dengan

kondisi seperti itu atau memutuskan untuk mencari bank yang menurut dia bisa

lebih mengerti kondisi dan keadaan yang dia hadapi.

Nasabah memang mendapatkan informasi pada awal pembukaan

rekening. Namun, bagi mereka itu belum mencukupi untuk memahami apa yang

telah diinformasikan. Kesalahan nasabah sendiri adalah bersikap pasrah dan

tidak mau menuntut hal mereka untuk mengerti lebih banyak. Seperti yang

dikatakan oleh Bu Restu (67 tahun),

”Saya sudah lupa mbak dikasi informasi apa aja, yang saya ingat malah
syarat-syarat kredit rumah.Hahaha (dengan bercanda). Tapi yang saya ingat itu
informasi yang harus dibaca banyak trus waktu itu sama mbak CS nya uda mau
diambil, jadi ya cepet-cepet aja tak tandatangani.”

Dari pernyataan yang didapatkan diatas, bisa dilihat bahwa pihak bank

sudah memberikan informasi berupa poin-poin yang menurut pihak bank

dianggap penting bagi nasabah. Namun, nasabah tidak peduli dengan

melupakan dan tidak pernah bertanya lagi tentang informasi-informasi tersebut.

Namun, informasi memang tetap menjadi hal yang harus dibatasi bagi

BTN. Informasi yang dianggap penting bagi BTN, tidak akan dibuka kepada

pihak luar. Hanya informasi yang menurutnya merupakan informasi yang penting

bagi nasabah yang dibuka. Walaupun BTN telah mengaku bahwa memberikan
informasi sebanyak-banyaknya pada nasabah penabung dan masyarakat, tetapi

pada saat peneliti ingin mendokumentasikan tempat aktivitas antara nasabah

dan BTN, pihak BTN tidak mengijinkan. Begitu pula saat peneliti ingin bertanya

lebih jauh pada nasabah penabung di BTN cabang Malang, BTN tidak

mengizinkan. Dengan alasan bahwa kegiatan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti akan mengganggu aktivitas di BTN. Padahal peneliti hanya sebatas

mengobservasi perilaku antara nasabah penabung dan pegawai BTN, disini

khususnya adalah Customer Service yang memang banyak berhubungan

dengan nasabah.

Dengan adanya fakta-fakta yang telah disebutkan diatas, dapat

disimpulkan bahwa memang BTN telah memberikan informasi yang dianggapnya

penting bagi nasabah. Namun untuk mencari informasi yang dianggap BTN

sangat penting atau bisa mempengaruhi dari keputusan nasabah, maka BTN

akan berusaha untuk membuat assymetric information.

4.2 Lemahnya Bargaining Position Yang Menimbulkan Persoalan

Principal-Agent Antara Nasabah Penabung dan Bank Tabungan Negara

Cabang Malang

Hubungan yang ideal, adalah hubungan yang saling memahami, dan

saling menghormati. Calon nasabah harus menyeleksi bank dan produk yang

diinginkan sebelum akhirnya memilih produk dan bank yang tepat baginya. Dan

setelah menjatuhkan pilihan, nasabah menginginkan hubungan yang saling

mendukung, saling menguatkan, dan saling mengingatkan jika ada yang salah.

Dan untuk bisa melakukan hubungan yang saling menguatkan tersebut, antara

bank dan nasabah harus tranparan, tak ada yang ditutupi, serta penuh tanggung

jawab.
Posisi nasabah penabung sebagai pemilik dana, dan nasabah ingin

menyetor dana tadi ke Bank. Apa yang akan diperhatikan? Tentu nasabah akan

memilih bank yang dapat dipercaya, dan sebelumnya mencari informasi

sebanyak-banyaknya, untuk memilih akan berhubungan dengan bank yang

mana. Karena sebagai pemilik dana, nasabah berfungsi sebagai pembeli surat

berharga bank. Karena uang nasabah yang disimpan di bank, sebagai gantinya

nasabah akan menerima surat berharga dalam bentuk sertifikat deposito, buku

tabungan, maupun buku giro. Jadi, seperti halnya pembeli, nasabah harus

meneliti dan hati-hati dalam memlilih bank.

Seperti halnya hubungan sahabat karib, hubungan bisa berjalan lancar

karena ada unsur saling percaya, sehingga hubungan timbal balik yang terjadi,

menyehatkan. Kedua pihak harus transparan, dan menjaga kepercayaan

tersebut. Dengan adanya hubungan yang timbal balik, yaitu bank bekerja dengan

prinsip kehati-hatian, menjaga kepercayaan nasabah, maka nasabah akan

dengan tenang menanamkan dananya pada bank tersebut.

Hubungan yang terjalin dengan baik akan memberikan posisi yang

seimbang. Jangan sampai nasabah merasa dirinya seperti tidak memiliki arti di

depan bank, atau nasabah seperti merasa diremehkan. Seperti yang di katakan

oleh Bapak Solikin (nama samaran) ketika ditanya tentang keuntungan dalam

menabung di BTN.

“Ya biasa aja tuh mbak, saya nggak ngrasa juga”

Jawaban serupa juga diutarakan oleh Ny. Hestani ( 35 tahun) ketika

ditanya tentang return bunga yang didapatnya


“Nggak pernah mbak. Lha saya ini ya sapa kok sampe ngamatin
sgitunya”

Dari jawaban Pak Hendro dan Bu Hestani, dapat terlihat bahwa mereka

sebagai nasabah tidak memahami haknya sebagi nasabah dan merasa tidak

memiliki bargaining position di hadapan BTN sehingga nasabah tidak terlalu

ambil pusing apa yang akan terjadi pada hak mereka. Hal tersebut adalah

kelengahan sebagian besar nasabah, dan bank tidak merasa bahwa sikap yang

diambil oleh nasabah ini adalah suatu kesalahan. Bank merasa tidak bersikap

salah hingga nasabah tidak bertanya atau menegur bank. Seperti yang tercermin

pada jawaban Ibu Wulan selaku customer service BTN Cabang Malang ketika

ditanya tentang bargaining position nasabah.

“Mereka itu kan punya hak untuk tanya, trus kita (bank) memperlakukan
sama tiap nasabah, jadi kalo ada nasabah yang berpendapat posisi mereka
nggak diperhatikan sama sini, itu salah besar. Semua tergantung sama nasabah
itu sendiri.”

Sikap yang ditunjukkan oleh bank sebenarnya tidak salah, namun bank

juga harus berhati-hati terhadap pendapat nasabah yang merasa dirinya tidak

dianggap oleh bank. Setiap bank pasti tidak menginginkan adanya pembedaan

perlakuan pada tiap nasabah, namun disadari atau tidak secara tidak sengaja

pembedaan perlakuan itu pasti ada walaupun sedikit. Hal ini tercermin dari

jawaban yang diberikan oleh Ibu Wulan (Customer Service) saat ditanya tentang

informasi apa saja yang didapatkan nasabah dengan nilai tabungan yang besar.

”Kalau nasabah dengan nominal yang besar itu sensitif sekali dengan
setiap kebijakan BTN. Jadi sebisa mungkin kita mesti menginformasikan tentang
kebijakan yang diambil. Soalnya kan mereka itu nominal tabungannya besar.
Jadi secara otomatis tanggung jawab kita besar juga ke mereka. Bayarnya
mereka juga lebih besar daripada nasabah biasa, jadi ada fasilitas lebih bagi
mereka.”

Nasabah memiliki banyak pilihan dalam memutuskan menabung di bank

yang dikehendaki. Posisi nasabah bisa dengan mudah untuk berpindah dari satu
bank ke bank lain tanpa banyak pertimbangan. Sehingga dengan adanya

permasalahan yang terjadi, nasabah lebih ingin memutuskan untuk berpindah ke

bank lain.

Perasaan lemahnya bargaining position antara nasabah penabung dan

Bank Tabungan Negara Cabang Malang adalah salah satu permasalahan yang

timbul dalam Principal-agent theory. Hubungan prinsipal-agen terjadi apabila

tindakan yang dilakukan seseorang memiliki dampak pada orang lain atau ketika

seseorang sangat tergantung pada tindakan orang lain (Stiglitz, 1987 dan Pratt &

Zeckhauser, 1985 dalam Gilardi, 2001). Pengaruh atau ketergantungan ini

diwujudkan dalam kesepakatan-kesepakatan dalam struktur institusional pada

berbagai tingkatan, seperti norma perilaku dan konsep kontrak. Dan akar dari

terjadinya principle-agent model ini yakni adanya ketidaksamaan informasi

(assymetric information) yang dimiliki oleh pemilik modal (principal) dengan

pengelola modal (agents). Mishkin (2004:33) mengungkapkan asymmetric

information terjadi karena salah satu pihak lebih mengetahui kelengkapan

informasi dibandingkan pihak lain. Sehingga pihak yang tidak menegtahui

informasi tersebut kesulitan untuk menentukan keputusan yang tepat

dibandingkan pihak yang memiliki informasi lebih lengkap. Dalam masalah

principal-agent, agen sebagai pengelola dana pastinya memiliki informasi yang

lebih lengkap dibandingkan dengan pemilik dana yang memepercayakan

dananya kepada agen dan hanya menerima profit atau return dari dana yang

dipercayakan tersebut.

Permasalahan yang timbul disini adalah, nasabah merasa bargaining

position yang dimiliki lemah sehingga mereka tidak mau untuk bertanya lebih

lanjut tentang risk and return yang mereka dapatkan dari Bank Tabungan

Negara. Mereka tidak mau bertanya kepada BTN tentang hal-hal atau informasi
yang kurang jelas bagi mereka karena jawaban yang diberikan bank cenderung

itu-itu saja sehingga mereka merasa malas membuang waktu untuk bertanya

tentang informasi dan ada yang ditutupi dari jawaban bank. Sementara pihak

bank sendiri tidak mau peduli apabila nasabah mereka bersikap begitu. Hal ini

disebabkan karena nasabah yang pasif cenderung menguntungkan bagi bank.

Karena mereka tidak akan bertanya tentang semua hal.

4.3 Realitas Hubungan Principal-Agent Yang Menjadi Dasar Keputusan

Dalam Pemilihan Menabung

Seperti yang dikatakan diatas bahwa informasi merupakan arti penting

dalam hubungan antara nasabah penabung dan bank, namun tetap saja ada

permaslahan yang timbul dalam hubungan keduanya. Saat informasi tidak

terpenuhi dari salah satu pihak, maka pihak yang merasa bahwa informasinya

kurang akan melakukan dua hal. Yang pertama adalah bertanya sejelas-jelasnya

tentang informasi yang seharusnya dia dapatkan dan yang kedua adalah

bersikap pasif dan tidak mau perduli terhadapa hak informasi yang seharusnya

dia dapatkan.

Kenyataan bahwa kebanyakan nasabah merasa bargaining position

mereka kurang di hadapan bank adalah contoh bahwa hubungan antara

nasabah dan bank sebagai prisipal dan agen tidak terpenuhi dengan baik.

Karena hubungan yang sehat antara prinsipal dan agen seharusnya saling

terbuka dan saling setara. Tidak ada yang merasa bahwa salah satu pihak lebih

berkuasa dibandingkan dengan pihak lain. Saat nasabah merasa bargaining

position mereka kurang, mereka emggan bertnaya tentang kejelasan informasi

dan pada akhirnya timbul banyak persoalan yang terjadi. Persoalan yang terjadi
itu bisa dari biaya administrasi yang kurang jelas, ketimpangan informasi, dan

pelayanan yang kurang memadai.

Saat persoalan itu muncul, nasabah Bank Tabungan Negara akan

mengambil dua sikap yang berlawanan. Yang pertama akan menutup rekening di

Bank Tabungan Negara dan mencari bank yang dirasa cocok bagi mereka. Yang

kedua akan memilih untuk bertahan dengan banyak alasan, salah satunya

adalah masih merasa membutuhkan Bank Tabungan Negara. Dari data yang

didapatkan kebanyakan, alasan nasabah untuk menutup rekening tabungan

adalah alasan klasik yaitu tentang biaya administrasi dan ketimpangan informasi

yang diberikan oleh pihak bank. Permasalahan yang berasal dari adanya

perbedaan yang mencolok antara biaya administrasi, jumlah tabungan, dan suku

bunga yang didapatkan bisa dicontohkan oleh kasus yang dialami oleh Pak

Imam, seorang mantan nasabah BTN Cabang Malang.

Perbankan umumnya menerapkan bunga rendah untuk tabungan. Kian

tinggi nilai tabungan, bunga akan semakin besar, namun biasanya tak lebih dari

4 persen per tahun. Bank tentu merasa berhak memungut biaya administrasi.

Alasannya, mereka harus membangun dan memelihara jaringan seperti ATM,

yakni fasilitas untuk para penabung. Bank juga harus membangun infrastruktur

teknologi informasi untuk mengelola dan menjaga rekening nasabah tetap aman.

Bank merasa pantas memberi bunga kecil atas tabungan dengan alasan

tabungan dapat ditarik setiap saat sehingga bank tidak begitu leluasa

menggunakan dana tabungan untuk disalurkan sebagai kredit. Berbeda dengan

deposito yang dipatok jangka waktunya sehingga bank mudah mengelolanya.

Sebagai contoh dari pernyataan bahwa bunga bank rendah namun biaya

administrasi tinggi adalah seperti yang dikatakan oleh Pak Imam (50 tahun),
”Saya itu dulu kan punya 2 rekening mbak. Di BTN sama BNI. Tapi yang
giat nabung ya di BNI. BTN itu dulu kan karena mau beli rumah, jadi ya uda tetep
dipelihara aja rekeningnya. Dulu itu kalo nggak salah bunganya Cuma 2,5 persen
mbak. Soalnya tabungan saya cuma dikit. Sementara potongan ATM itu
sembilan ribu (Rp 9000,-). Nah, masalah itu muncul pas saya mau mulai nabung
lagi di BTN. Maksud saya, biar aktif lagi yang disitu. Di buku tabungan saya itu
saya liat print out yang lama uangnya tinggal seratus lima puluh ribu. Lha hari itu,
saya mau nabung empat ratus ribu. Saya waktu itu uda nggak nabung empat
bulan. Itungannya kan paling cuma dipotong tiga puluh enam ribu ya mbak.
Biaya ATM itu. Ternyata nggak mbak, potongannya banyak, saya juga nggak
ngerti potongan buat apa aja. Tau-tau tabungan saya tinggal tiga ratus lima puluh
ribu. Padahal saya nabung empat ratus ribu. Masak potongan saya sampe’ dua
ratus ribu. Buat saya ya termasuk banyak mbak itu. Trus saya tanya ke CS
(Customer Service) nya, katanya itu biaya administrasi sama biaya karena saldo
dibawah minimal. Padahal saya nggak pernah dikasi tau informasi itu. Saya
tanya apa bisa tutup rekening terus buka baru lagi, katanya nggak bisa. Padahal
saya pernah di BCA kaya’ gitu juga bisa. Ya udah mbak, jadi males nabung
disana lagi.”

Pernyataan bapak Imam di atas, menandakan bahwa adanya

ketimpangan informasi yang dialami oleh nasabah. Bank tidak memberikan

informasi yang cukup kepada nasabah, dan nasabah merasa tidak perlu untuk

menanyakan informasi bisa kerena nasabah memang tidak paham apa yang

harus ditanyakan atau bisa juga karena pada saat itu nasabah sudah paham jadi

tidak bertanya lebih lanjut lagi. Namun, saat permasalahan itu muncul, nasabah

baru paham bahwa selama ini dirinya merasa dirugikan oleh keputusan-

keputusan bank. Ada satu pernyataan lain tentang ketimpangan informasi dan

satu pernyataan lain tentang kurangnya pelayanan di BTN Cabang Malang.

Pernyataan yang pertama dari Vina (21 tahun) mahasiswi salah satu universitas

negeri di Malang dan dia merupakan mantan nasabah BTN Cabang Malang.

“Gini mbak, 3 Juni 2009 tiba-tiba saldo tabungan ku hilang Rp.3500. Jadi
saldo pada tanggal sebelumnya jika kemudian ditambah atau dikurang transaksi
tanggal 3 Juni 2009 tiba-tiba hilang Rp.3.500. Intinya saldo tiba-tiba gak
nyambung. Kata customer servicenya karena koreksi tahun 2004/08. Tetapi
kalau dilihat pada 2004/08 memang terjadi pendebetan biaya admin dua kali,
tetapi pada 2004/09 tabungan sudah dikreditkan sau kali. Harusnya sudah gak
masalah. sementara pada 2004/09 tetap dikreditkan biaya admin bulan
bersangkutan. Jadi saldo yang dicetak di buku tabungan, berbeda dengan saldo
yang ada di komputer BTN. Soalnya aku ngintip komputer mereka. Ya udah
begitu ketemu masalah seperti ini, penjelasan yang gak masuk akal, uda gitu
rasanya mereka nganggep aku ini cuma mahasiswa jadi tabungan ku kecil,
langsung aku tutup tabungan itu”

Pernyataan untuk kurangnya pelayanan di BTN Cabang Malang

dikemukakan oleh Mutia (21 tahun) mahasiswi salah satu universitas negeri di

Malang

”Rasane kalo ngantri di BTN itu kaya’ nggak kanggo gitu. Jadi males kalo
suruh antri (Rasanya kalau mengantri di BTN itu seperti tidak dibutuhkan. Jadi
malas kalau suruh antri).”

Dari kedua pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa fenomena yang

terjadi di BTN Cabang Malang ini yang pertama adalah kurangnya informasi bagi

nasabah seperti biaya administrasi dan ketentuan perhitungan yang berlaku. Dan

yang kedua adalah pelayanan yang dianggap oleh nasabah kurang menghargai.

Namun bank sendiri merasa bahwa tidak ada yang kurang tentang

informasi yang diberikan dan semua keputusan juga penilaian itu bergantung

kepada nasabah. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Atjuk (44 tahun),

manager customer service ketika di tanya tentang jawabannya terhadap

permasalahan yang timbul sehingga mengakibatkan nasabah kurang puas dan

bahkan ada yang menutup rekening karena hal itu.

”Dari awal kita sudah menjelaskan tentang semua informasi kepada


nasabah. Mulai dari biaya yang akan dikenakan sampai dengan suku bunga.
Pasti kalau ada yang kurang jelas, bisa ditanyakan ke saya langsung atau ke
customer service di depan. Seandainya nasabah merasa sudah jelas, kami tidak
akan menerangkan lagi. Kalau ada yang merasa kurang puas dengan apa yang
kami sampaikan dan merasa dirugikan, nasabah bisa terus bertanya sampai
mengerti. Tapi kan semua pasti ada prosedur nya. Tiap bank juga punya
peraturan jadi nggak bisa kalau semua harus sama. Nasabah itu kan juga punya
kepentingan sama keinginan masing-masing, kami sangat menghargai kalau
mereka tetap bersama kita disini. Namun, saat nasabah ada yang memutuskan
untuk tidak menjalin kerja sama dengan kami lagi, ya kami hargai juga keputusan
itu. Tapi yang pasti setiap ada permasalahan selalu akan kami usahakan untuk
terselesaikan dengan baik. Begitu juga dengan pelayanan. Kami akan
mengusahakan yang terbaik.”
Dari wawancara yang disampaikan oleh Pak Atjuk dijelaskan bahwa BTN

selama ini sebenarnya sudah berusaha dengan keras untuk memberikan

informasi yang selengkapnya kepada nasabah. Namun, ada beberapa nasabah

yang paham dan tidak paham. Tetapi, nasabah yang tidak paham dibagi menjadi

dua lagi, yaitu yang mau bertanya dan tidak mau bertanya. Apabila nasabah

tidak bertanya, maka BTN juga tidak mau dianggap bahwa informasi yang

diberikan kurang jelas, melainkan karena BTN menganggap bahwa nasabah

telah paham dan BTN tidak perlu menjelaskan untuk lebih lanjut. Hal ini tentu

bukanlah hubungan Principal-Agent yang baik.

Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau

lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat

suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent)

dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang

dinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang). Dalam

permasalahan ini, agen bertindak tidak seperti yang diinginkan oleh prinsipal,

sehingga akan terjadi permasalahan di antara keduanya. Prinsipal menyatakan

bahwa terjadi assymetric information dan pihak agen menyatakan bahwa

permasalahan terjadi akibat ketidak cermatan prinsipal dalam mempelajarai hak-

hak nya dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dengan adanya permasalahan

ini, bisa diselesaikan dengan baik apabila kedua pihak mau saling terbuka dan

beriktikad baik untuk menyelesaikannya. Tetapi, dalam contoh kasus ini,

kebanyakan nasabah (prinsipal) tidak mau melanjutkan lagi kesepakatan yang

telah dibangun dengan bank (agen) namun, mereka memilih untuk mencari bank

lain yang dirasa cocok.


Bank Tabungan Negara sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia

pasti memiliki berbagai macam daya tarik nasabahnya untuk menabung di sana.

Namun, sebagai bank terbesar, BTN tidak terlepas dari kekurangannya sebagai

sebuah bank. Kekurangan itu bisa saja dalam pelayanan, fasilitas, maupun

informasi tentang perbankan. Sementara di sisi lain, semua kekurangan itu

disikapi secara baik oleh nasabah penabung. Walaupun nasabah merasa Bank

Tabungan Negara masih memiliki kekurangan, nasabah yang memutuskan untuk

bertahan di Bank Tabungan Negara memiliki berbagai macam alasan yaitu

aksebilitas dan kebutuhan. Seperti yang telah dikemukakan oleh Bu Sri, seorang

dosen di salah satu perguruan tinggi negeri di Malang

”Saya dulu menabung di BTN sejak tahun 1989. Awalnya untuk beli
rumah, tapi semakin kesini semakin banyak fasilitas, kaya autodebet rekening
telepon, PLN, sama air. Soalnya saya ini pelupa. Trus menurut saya semakin
mudah dan efisien aja. Selain itu ya gampang kalo mau kredit rumah. Jadi ya
saya memutuskan untuk tetap menabung disini aja mbak. Lagian males kalo
mau pindah mbak. Ribet.”

Selain pernyataan dari Bu Sri, ada juga pernyataan senada dari Mutia (21

tahun), seorang mahasiswi perguruan tinggi negeri di Malang.

”Ada dua alasan aku nabung di BTN itu, yang pertama waktu bayar SPP
itu lebih mudah, bisa lewat ATM banking, jadi ga perlu repot-repot antri ke BTN.
Soalnya kampus ku pake BTN buat bayar SPP. Kan tau sendiri kalo lagi antri
bayar SPP kaya’ gimana antrinya. Bikin males. Trus yang kedua, kemarin tu aku
dapat beasiswa, beasiswanya ditransfer ke rekening BTN, tadinya suruh daftar
lagi gitu, tapi berhubung aku uda punya rekening, jadi ga jadi daftar lagi.
Enaknya ya itu mbak, jadi walaupun pelayanannya kurang ramah, karena saya
butuh ya, tetap aja nabung disini.”

Menurut pernyataan baik dari Bu Sri maupun dari Mutia, dapat

disimpulkan bahwa alasan mereka untuk tetap bertahan menabung di BTN

Cabang Malang karena fasilitas dan akses kemudahan yang bisa didapatkan.

Walaupun Mutia sendiri mengatakan bahwa pelayanan dirasakan kurang ramah,

tetapi dia enggan untuk berpindah ke bank lain. Alasannya adalah dia masih
membutuhkan BTN untuk membayar SPP tiap bulannya dan penerimaan

beasiswa.

Selain itu, kebanyakan informan yang diwawancarai akan mengatakan

bahwa BTN memberikan kemudahan aksebilitas pada kredit perumahan. Yaitu

kemudahan akan kredit perumahan pada nasabah penabung seperti

pertimbangan pemberian kredit yang tidak sulit. Seperti yang dikatakan oleh Ibu

Herliana ketika ditanya tentang kelebihan BTN,

“kreditnya itu mbak gampang buat ambil rumah”

Selama ini, BTN memang terkenal sebagai bank milik pemerintah yang

bergerak pada kredit perumahan. Sehingga setiap orang atau nasabah akan

memiliki persepsi apabila ingin membeli rumah melalui sistem kredit melalui

program KPR BTN.

Suatu studi empiris yang dilakukan oleh Barone dan Quantara (2008),

”Banking Competition, Switching Costs and Customer Vulnerability: The

Case of South Italy”, The Icfai Journal of Behavioral Finance, Vol. 5., No. 1

dalam artikel ”Menggapai Loyalitas Bank” oleh Dr. Hargo Utomo, MBA., M.Com

mengungkap bahwa keputusan psikologis individual dalam memilih suatu bank

terutama justru didasarkan pada keyakinannya terhadap lembaga perantara

tersebut dan aksesibilitas geografis atau lokasi bank yang dimaksud. Faktor

pembentuk keyakinan individu memang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan secara

empiris, sehingga faktor-faktor heuristic and emotional bisa saja menjadi penentu

dalam memilih bank sebagai mitra bisnisnya.

Fenomena lain menarik yang ditemukan dalam studi tersebut adalah

bahwa nasabah yang menyatakan tidak puas terhadap suatu bank tidak selalu
otomatis mempunyai niatan untuk beralih ke bank lain terutama karena alasan

ketidaknyamanan dengan biaya transaksi dan jumlah waktu terbuang untuk

memulai berinteraksi dengan bank yang baru.

Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa, nasabah memang mengerti

tentang kelemahan dari tiap-tiap bank. Namun, nasabah masih merasa bisa

bertahan dan menghadapi kelemahan bank karena nasabah masih merasa

memerlukan BTN dan mendapatkan aksebilitas dari BTN. Selama nasabah

hanya dirugikan di bidang pelayanan dan informasi, bukannya dalam hal finansial

maka nasabah tidak akan menjadikan itu sebagai masalah. Namun sebaliknya,

nasabah akan menganggap itu adalah hal yang biasa dalam hubungan antara

nasabah dan bank.


BAB V

PERSEPSI NASABAH PENABUNG MENGENAI PENGUASAAN INFORMASI

RISK AND RETURN

Dalam bab ini akan dibahas tentang pemahaman terhadap risk and return

dan penjelasannya berkaitan dengan principal-agent theory.

5.1. Persepsi Nasabah Terhadap Resiko

Sebagai masyarakat yang cerdas dalam menentukan tabungan tentunya

banyak hal yang menjadi dasar dalam pemilihan sebuah produk tabungan juga

dalam menentukan bank. Seyogianya dalam menentukan produk tabungan dan

bank, para calon nasabah melihat dari ratio keuangan terlebih dahulu. Namun

ternyata hal itu bukanlah faktor utama dalam menentukan produk tabungan dan

bank. Bisa jadi ratio keuangan merupakan hal terakhir yang menjadi

pertimbangan calon nasabah dalam menentukan produk tabungan dan bank

yang diinginkan. Seperti yang di sampaikan oleh Ny. Hestani (35 tahun) ketika

ditanya tentang alasan menabung di tabungan Batara Bank Tabungan Negara

“Waktu itu karena saya ambil kredit perumahan, terus kan harus buka
rekening, akhirnya ya ambil rekening batara”

Untuk masyarakat yang ingin menabungkan uang di Bank sebaiknya

harus mengetahui kriteria bank yang sehat dan bank yang tidak sehat. Menurut

Thombos Sitanggang, Corporate Research Manager FBI, perbankan bisa dinilai

dari dua sisi yakni, fundamental dan teknikal. Sisi fundamental merupakan

kinerja keuangan perusahaan, yang terdiri atas total aset, rasio kecukupan

modal/capital adequacy ratio (CAR), NPL-Gross (non performing loan)/kredit

bermasalah), return on asset (ROA) dan return on equity (ROE) untuk laba, net
interest margin (NIM), loan to deposit ratio (LDR), dan produktivitas pegawai

(employee productivity/EP). Sedangkan sisi teknikal merupakan penilaian atas

kinerja saham bank-bank yang telah melantai (listed) di BEJ. Penilaian ini

berdasarkan perhitungan return saham dan volatilitas (perubahan) saham

terhadap pasar.

Thombos dalam Warta Warga Universitas Gunadharma menjelaskan

bahwa untuk menilai sisi teknikal ini diperlukan metode snail trail (jejak bekicot).

Gunanya untuk mengukur kinerja portofolio perbankan untuk jangka panjang,

yakni lima tahun. Dimulai mulai dari asset, besarnya aset yang dimiliki sebuah

bank tidak berarti apa-apa jika seluruhnya merupakan aset berisiko. Oleh karena

itu, untuk mengukur kesehatan suatu bank, indikator total aset harus dipadukan

dengan indikator lainnya. Lalu, CAR atau daya tahan suatu bank. Makin besar

CAR suatu bank, berarti kesiapannya menghadapi kredit macet besar pula. Bank

Indonesia menetapkan standar minimum CAR untuk perbankan sebesar 8%.

Artinya, untuk setiap ekspansi kredit seribu rupiah, bank harus menyediakan

modal sendiri minimal delapan puluh rupiah. Tanpa modal yang kuat, mustahil

bank bisa melanjutkan ekspansi kredit. Selanjutnya, NPL atau kredit tidak lancar.

Yang termasuk kategori NPL jika kredit yang diberikan berada dalam perhatian

khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Bank yang memiliki tingkat NPL

lebih rendah dari tahun sebelumnya, layak memperoleh nilai maksimal. Namun,

sebuah bank yang memiliki NPL sangat kecil tidak serta-merta hampir seluruh

kredit bank tersebut adalah kredit lancar, dan menunjukkan betapa sehatnya

bank tersebut. NPL yang sangat kecil dapat saja dicapai bank yang hanya sedikit

menyalurkan kreditnya. Berikutnya, LDR atau perbandingan kredit yang

disalurkan dengan dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan, baik berupa

tabungan dan deposito. Bank yang memiliki LDR sangat kecil berarti bank
tersebut tidak menjalankan fungsi intermediasi dengan baik. Bank-bank seperti

ini umumnya hanya menampung dana pihak ketiga, kemudian melakukan

placing di pasar uang untuk mencari profit tanpa menyalurkan kredit.

Hal ini telah seperti yang telah dijelaskan oleh Bapak Atjuk, manager

customer service BTN Cabang Malang ketika ditanya tentang motif nasabah

menabung di BTN Cabang Malang

“…banyak motif mbak kenapa nasabah mau nabung disini. Iming-iming


kemudahan kredit itu biasanya mbak. Tapi itu kalo nasabah kecil, utamanya buat
kredit rumah apa kredit konsumsi gitu. Kalo nasabah kelas kakap (nasabah
penabung dengan dana yang besar) itu biasanya itungannya ruwet mbak. Kita
harus bisa meyakinkan kalo bank kita ini dijamin aman seratus persen. Mereka
itu kan duitnya banyak ya, jadi kalo pun nggak ngerti masalah perbankan, yang
orang-orangnya itu yang nanya-nanya. Jadi kita sampai harus kasi tau posisi
LDR, CAR, ROA, ROE, pokoknya laporan keuangan gitu lah, supaya mereka
yakin kalo bank kita ini safe. Tapi beda sama nasabah kecil mbak, mereka itu
diiming-imingi hadiah gitu, uda mau nabung.”

Dari hal yang telah disampaikan oleh para nasabah dan Bapak Atjuk

diketahui bahwa motif nasabah untuk menabung itu ada berbagai macam

jenisnya. Macamnya adalah karena tidak adanya pilihan sehingga nasabah

diharuskan menabung di bank tersebut (no choice), kemudahan akses yang

diberikan selama memabung di bank tersebut, dan layanan yang diberikan pada

nasabah.

Dengan adanya alasan demikian diatas mengakibatkan para nasabah

penabung tidak terlalu peduli dengan kesehatan dari bank itu sendiri. Misalnya

mereka tidak akan peduli dengan resiko yang ada dalam Tabungan Batara atau

mereka tidak akan peduli dengan laporan keuangan Bank Tabungan Negara.

Pernyataan diatas dapat dibuktikan oleh pernyataan Ibu Herliana, salah seorang

dosen perguruan tinggi swasta di Malang ketika ditanya tentang pengamatanya

terhadap laporan keuangan di Bank Tabungan Negara.


”Saya nggak pernah mbak ngamatin laporan keuangan. Walaupun di
koran atau internet uda ada tapi saya nggak pernah ngamatin.”

Dalam penelitian ini, sebagaian besar informan adalah nasabah-nasabah

yang telah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Seharusnya, orang dengan

tingkat pendidikan tinggi pasti akan memiliki kesadaran yang tinggi akan resiko

yang mereka terima dan bagaimana caranya mereka untuk dapat menghindari

atau memperkecil resiko tersebut. Tetapi pada kenyataannya, pemahaman

nasabah tentang resiko dalam suatu produk atau resiko bank itu sendiri tidak

bisa berbanding lurus dengan tingkat pendidikan yang mereka miliki.

Untuk melihat resiko dari suatu produk atau bank itu sendiri, selain dilihat

dari laporan keuangan dapat juga dilihat dari keikutsertaan bank dalam program

Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Lembaga Penjamin Simpanan

dimaksudkan untuk memenuhi rasa aman nasabah dalam menyimpan dananya

di tabungan. Walaupun nilai maksimal yang dijamin sebesar dua milyar rupiah,

tentunya itu akan lebih memberikan rasa aman dan jaminan kepada nasabah

bahwa apabila terjadi sesuatu dengan bank, maka dana para nasabah akan

kembali.

Dalam hal ini, peranan Lembaga Penjamin Simpanan sendiri masih

belum dianggap oleh para nasabah. Para nasabah measih menganggap bahwa

bank yang dianggap ”bank pemerintah” (mayoritas sahamnya dimiliki oleh

pemerintah) itu perlindungan kepada nasabah dan rasa amannya lebih tinggi

dibandingkan dengan bank swasta. Begitu pula dengan Bank Tabungan Negara

ini. Bank Tabungan Negara ini masih dianggap oleh sebagian besar masyarakat

dan nasabahnya sebagai ”bank pemerintah” sehingga walaupun tidak harus

mendaftar sebagai bank yang ikut dalam program penjaminan LPS, secara

otomatis mereka akan ikut. Pernyataan diatas didukung oleh pernyataan dari Bu
Sri saat ditanya tentang keikutsertaan Bank Tabungan Negara dalam program

penjaminan LPS

”Saya nggak tau mbak BTN itu ikut LPS apa nggak. Tapi persepsi saya
ya kalo bank pemerintah itu mesti terjamin. Walaupun nggak ikut macem-
macem. Pokoknya kalau di bank pemerintah itu aman lah mbak.”

Walaupun apa yang dikatakan oleh Bu Sri berbeda jauh dengan yang

dikatakan oleh Ibu Wulan, Customer Service Bank Tabungan Negara Cabang

Malang

”Setiap nasabah pasti diberi tahu kalo BTN itu sudah ikut LPS. Terus
syarat-syarat tabungan yang dijamin sama LPS itu juga nasabah sudah diberi
tahu. Selain itu kan ada media koran, internet dan sebagainya. Pastinya mereka
sudah bisa mengetahui dari media juga selain dari kita.”

Bu Sri menyatakan bahwa rasa nyaman dan aman yang didapatkan

olehnya sebagai nasabah dikarenakan oleh status Bank Tabungan Negara

sebagai bank milik pemerintah. Sementara pihak bank sendiri walaupun paham

bahwa pengumuman seperti LPS sudah diumumkan kepada nasabah, pihak

bank tidak mau menernagkan dengan lebih detail dan lebih memilih untuk

menyarankan nasabahnya untuk mencari informasi selengkap-lengkapnya di

media. Namun, ini tentunya sangat kontras dengan kenyataan bahwa walaupun

bank milik pemerintah, tetapi apabila kesehatan dari bank tersebut tidak

memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan maka akan besar kemungkinan

bank tersebut mengalami merger.

Sebagai contoh adalah merger empat bank yaitu Bank Dagang Negara

(BDN), Bank Expor Impor (Bank Exim), Bank Bumi Daya (BBD) and Bank

Pembangunan Indonesia (Bapindo) menjadi Bank Mandiri pada tahun 1998.

Keempat bank parah terkena skandal dan kredit bermasalah besar

menempatkan mereka di ambang kebangkrutan ketika krisis moneter melanda


pada 1997/1998. Keempat bank tersebut merupakan bank yang sepenuhnya

dimiliki oleh negara. Kondisi sebelum penggabungan keempat bank sangat

buruk.

Sebelum merger rasio kecukupan modal keempat bank kurang dari

delapan persen, batas minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada

waktu itu. Bank-bank tersebut memiliki hutang dan non performing kredit yang

besar. Bank Bumi Daya dan Bank Dagang Negara bahkan punya hutang yang

negatif sampai mencapai ribuan kali modal yang dimiliki. Hutang Bank Dagang

Negara sebesar Rp 28.314.824 milyar dan sementara modal Bank Bumi Daya

adalah minus sebesar Rp 12.248.138 milyar. Demikian pula dikurangi Bapindo

memiliki moal yang minus sebesar Rp 28.034.552 milyar dan Bank Exim minus

sebesar Rp 6.444.830 milyar.

Pada 1993-1997, Bank Bumi Daya dan Bank Dagang Negara sudah

mencapai nilai hutang hampir sama dengan aset mereka dan ketika krisis

melanda pada tahun 1998, hutang mereka bahkan membengkak melebihi aset

mereka. Bapindo menjadi bank yang paling tidak sehat di antara bank-bank

negara dengan pengembalian aset (ROA) minus 30,44% dan return on equity

(ROE) dari minus 106.76% pada tahun 1998.

Dari sedikit contoh yang telah dijelaskan diatas, menyimpulkan bahwa

tidak semua bank yang dikelola pemerintah bisa mengelola keuangannya

dengan baik. Bank yang dikelola pemerintah pun bisa terkena krisis dan

mengalami kebangkrutan sampai harus di merger dengan bank lainnya. Rasa

aman yang didapatkan oleh nasabah hanya merupakan persepsi dan sugesti

semata. Karena tidak ada kaitannya antara bank milik pemerintah dan laporan

keuangan yang baik. Apalagi sekarang, Bank Tabungan Negara sudah bergerak
menjadi perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO). IPO (Initial

Public Offering) adalah penawaran umum pertama kali saham atau obligasi

perusahaan kepada masyarakat umum. Menurut Undang-Undang Pasar Modal

No. 8 Tahun 1995, penawaran umum didifinisikan sebagai kegiatan penawaran

efek yang dilaksanakan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat

berdasarkan tata cara yang diatur oleh undang-undang dan peraturan

pelaksanaannya. Dengan demikian, pastinya kepemilikan Bank Tabungan

Negara bukanlah seratus persen milik pemerintah melainkan sebagian dilepas

kepada publik. Dengan demikian, persepsi nasabah penabung bahwa Bank

Tabungan Negara dianggap aman karena merupakan bank pemerintah keliru,

sebab pemiliknya bukan hanya pemerintah tetapi juga masyarakat.

5.2. Persepsi Nasabah Terhadap Return

Sebuah hal yang lumrah dalam kehidupan sekarang ketika interaksi antar

nasabah dengan bank terjadi dalam intensitasnya yang tinggi. Bank bergerak

melaksanakan fungsi intermediasi dalam masyarakat menempatkan nasabah

sebagai poros utamanya dalam menjalankan kegiatan usahanya. Fungsi

intermediasi bank memberikan gambaran bahwa interaksi terjadi dalam dua sisi.

Sisi pertama adalah interaksi antara bank dengan nasabah yang memiliki

kelebihan dana sehingga nasabah tersebut menyimpan dananya dalam bentuk

giro, tabungan dan deposito, sedangkan dari sisi kedua, interaksi terjadi ketika

nasabah yang memerlukan dana meminjam dana tersebut dari bank, interaksi

antara bank dengan nasabah juga terjadi ketika nasabah menggunakan jasa

perbankan semisal jasa transfer dana, inkaso atau safe deposit (Hadad, 2006 )

Konsumen sebagaimana dimaksudkan dalam UU No.8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau


jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Barang sendiri didefinisikan sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak

berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak

dapat dihabiskan yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau

dimanfaatkan oleh konsumen.

Interaksi yang intensif antara bank dengan nasabah tidak jarang

menimbulkan gesekan yang dapat berubah menjadi sengketa. Setidaknya

potensi sengketa tersebut dapat disebabkan oleh empat hal yaitu informasi yang

kurang memadai mengenai karakterisitik produk/jasa yang ditawarkan,

kurangnya pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk/jasa yang

ditawarkan, ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank terutama

nasabah peminjam dana dan tidak adanya saluran yang memadai untuk

memfasilitasi penyelesaian awal gesekan yang terjadi (Hadad, 2006 ). Hal

tersebut menandakan hak – hak konsumen sebagaimana tercantum dalam UU

Perlindungan Konsumen belum secara optimal dipenuhi, seperti hak atas

informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/

atau jasa, hak mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut dan hak untuk diperlakukan atau

dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

Hak atas informasi barang atau jasa merupakan hak yang fundamental

bagi konsumen karena menjadi dasar konsumen untuk menentukan pilihan atas

barang/jasa yang akan digunakannya. Semangat ini tercantum dalam Peraturan

Bank Indonesia No.7 tahun 2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank

dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dalam butir menimbang bahwa


transparansi informasi mengenai produk bank sangat diperlukan untuk

memberikan kejelasan pada nasabah mengenai manfaat dan resiko yang

melekat pada produk bank.

Pelaksanaan transparansi informasi dilakukan dengan informasi tertulis

dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas mengenai karakteristik produk

bank dimana informasi tersebut wajib disampaikan kepada nasabah secara

tertulis atau lisan dan tidak mengandung informasi yang menyesatkan (mislead)

dan tidak etis (misconduct ). Informasi mengenai karakteristik produk bank

setidaknya meliputi nama dan jenis produk bank, manfaat dan resiko yang

melekat pada produk bank, persyaratan dan tata cara penggunaan produk bank,

biaya yang melekat, perhitungan bunga/bagi hasil dan margin keuntungan,

jangka waktu berlakunya produk bank dan penerbit produk bank.

Dalam hal produk bank terkait dengan penghimpunan dana, Bank wajib

memberikan informasi mengenai program penjaminan terhadap produk bank

tersebut. Bank wajib memberitahukan kepada Nasabah setiap perubahan,

penambahan, dan atau pengurangan pada karakteristik produk bank.

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud wajib disampaikan kepada setiap

nasabah yang sedang memanfaatkan produk bank paling lambat tujuh hari kerja

sebelum berlakunya perubahan, penambahan dan atau pengurangan pada

karakteristik produk bank tersebut. Selain itu bank dilarang mencantumkan

informasi dan atau keterangan mengenai karakteristik produk bank yang letak

dan atau bentuknya sulit terlihat dan atau tidak dapat dibaca secara jelas dan

atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Bank wajib menyediakan layanan

informasi karakteristik produk bank yang dapat diperoleh secara mudah oleh

masyarakat.
Sehubungan dengan adanya ketentuan yang diberikan oleh Bank

Indonesia seperti yang telah dicantumkan diatas, seharusnya nasabah paling

tidak mengerti atau lebih baik paham atas return yang mereka dapatkan selain

fasilitas dan akses. Karena fasilitas dan akses merupakan hal yang riil yang bisa

nasabah rasakan dalam berhubungan dengan bank. Namun, nasabah jarang

memperhatikan suku bunga, dimana suku bunga juga merupakan hak dari

nasabah. Para nasabah kebanyakan akan memperhatikan suku bunga bila

berkaitan dengan kredit yang akan mereka ambil. Namun untuk tabungan, para

nasabah jarang memperhatikan suku bunga yang berlaku. Pernyataan ini

diperkuat oleh jawaban Bapak Solikin ketika ditanya tentang seberapa sering dia

melakukan print out untuk melihat jumlah suku bunga yang dia dapatkan.

”Nggak pernah mbak, tabungan saya itu sedikit. Paling juga berapa yang
diterima.”

Jawaban dari pak Solihin ini merupakan jawaban pasif yang sering kali

terlontar dari nasabah ketika ditanya tentang suku bunga. Nasabah saat ini tidak

mengutamakan lagi suku bunga sebagai return yang berarti lagi dalam rekening

mereka. Namun, yang lebih diutamakan oleh nasabah saat ini adalah fasilitas,

akses dan keamanan. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Hendra.

”Kalo suku bunga saya nggak pernah ngecek mbak, pokoknya percaya
aja gitu. Lagipula sepertinya yang dibutuhkan orang sekarang itu kan cenderung
ke fasilitas sama akses aja. Kalau saya yang penting aman mbak. Jadi uda
nggak mikir lagi sama suku bunga.”

Pernyataan Bapak Hendra diatas sungguh kontras dengan hasil

penelitian diatas tentang pemahaman nasabah tentang resiko. Di satu sisi,

nasabah tidak memahami dan tidak peduli pada resiko. Namun di sisi lain,

nasabah mementingkan keamanan sebagai return yang paling berharga


dibandingkan dengan suku bunga ataupun yang lain. Hal senada juga dijawab

oleh Mbak Anita , Customer Service Bank Tabungan Negara Cabang Malang

“Gini ya dek, awal-awal itu kita (Bank Tabungan Negara) sudah


memberikan informasi kalau suku bunga itu berubah-ubah. Terus perubahan
suku bunga biasanya diinformasikan lewat website. Lalu kita juga sudah
memberi tahu kalo bertanya itu merupakan hak sepenuhnya dari nasabah.
Segala permasalahan yang dirasakan oleh nasabah sehubungan dengan
kekurangan kami atau kebingungan nasabah tentang produk, kami
mempersilahkan untuk bertanya.”

Dengan telah diberikannya informasi mengenai perubahan suku bunga

dan kesempatan untuk bertanya lebih lanjut pada para nasabah, sebenarnya

pihak bank telah memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada

nasabah untuk mencari tahu tentang suku bunga yang ada. Namun, hampir tidak

ada nasabah yang peduli dengan suku bunga yang diberikan pada tabungannya.

Dari permasalahan yang telah diketahui diatas, dapat disimpulkan bahwa

hampir sebagian besar nasabah memang tidak mempunyai keinginan untuk

mengetahui return apa saja yang berhak mereka terima. Apabila mereka

mengatakan bahwa mereka mementingkan keamanan, itu juga mereka tidak

terlalu peduli. Karena saat ditanya masalah resiko, mereka tidak pernah peduli

tentang resiko yang mereka hadapi.

Tabel 5.1 : Indikator Penguasaan Informasi Risk and Return

No Indikator Keterangan
1 Dasar Informasi Informasi dasar (kelebihan dan kekurangan
produk bank) pada nasabah di awal
pembukaan rekening
2 Kesadaran akan hak dan Kemauan untuk bertanya tentang risk dan
kewajiban return yang nasabah dapatkan, pemahaman
tentang perturan-peraturan yang dimiliki
oleh bank

Sumber : Diolah dari hasil penelitian, 2009


Bank sebagai lembaga intermediasi dan pelaksana sistem pembayaran

memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia mengingat pangsa

perbankan yang masih sangat mendominasi sistem keuangan di Indonesia. Agar

pelaksanaan fungsi intermediasi dan sistem pembayaran tersebut dapat berjalan

dengan efektif, kegiatan usaha yang dilakukan bank serta produk dan jasa yang

ditawarkannya perlu diketahui dengan baik oleh masyarakat yang akan

memanfaatkannya sehingga interaksi antara bank dengan masyarakat dapat

berjalan dengan semestinya dimana hak dan kewajiban masing-masing pihak

dapat terpenuhi.

Pada kenyataannya, dalam penyelenggaraan operasional perbankan

masih terdapat banyak permasalahan yang terjadi antara perbankan dan

masyarakat. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah

belum memadainya tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat di bidang

keuangan khususnya perbankan. Kurang memadainya pemahaman masyarakat

tentang fungsi dan peran bank serta produk dan jasa perbankan dapat

menghambat pemanfaatan bank dalam rangka meningkatkan kualitas hidup

masyarakat yang lebih baik di masa depan.


BAB VI

PENUTUP

Bagian penutup ini memuat inti dari hasil penelitian yang telah

dideskripsikan, setelah mengetahui tentang hubungan antara nasabah penabung

dan Bank Tabungan Negara, serta penguasaan informasi nasabah tentang risk

dan return produk Tabungan Batara. Saran yang diberikan peneliti berkaitan

dengan hasil penelitian yang telah dipaparkan.

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi selama penelitian, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa:

1. Informasi suatu hal yang kurang dianggap penting bagi nasabah. Nasabah

hanya menerima informasi yang diberikan bank sehingga saat ada yang

bertanya lebih jauh bank akan membuat informasi tersebut menjadi

assymetric dengan cara menutup-nutupi kenyataan.

2. Terkait dengan informasi, oleh karena nasabah merasa bargaining position

mereka lemah terhadap bank, maka hal ini membuat mereka merasa malas

bertanya dan menganggap jawaban yang diberikan pihak bank sepertinya

ada yang disembunyikan.

3. Bagi nasabah risiko bukanlah menjadi pertimbangan utama menabung. Hal

ini dikarenakan persepsi nasabah yang menganggap BTN bank milik

pemerintah sehingga terbebas dari segala macam risiko.

4. Nasabah penabung menganggap bahwa yang dianggap bukanlah return

secara rasional ekonomis seperti tingkat suku bunga yang diberikan, namun

lebih kepada faktor keamanan dan aksebilitas akan kemudahan KPR yang

diberikan oleh BTN pada nasabah penabung.


6.2. Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat diajukan oleh peneliti dari hasil penelitian

yang telah dicapai, yaitu:

1. Bank Indonesia melakukan program edukasi kepada nasabah dan dalam

program edukasi tersebut harus dikatakan bahwa informasi merupakan hal

yang penting bagi keputusan menabung. Edukasi itu bisa disampaikan

melalui iklan pada media komunikasi yang efektif seperti televisi sehingga

semua lapisan masyarakat bisa melihat dan mendengar tentang edukasi

tersebut.

2. BTN seyogianya memberikan sikap yang sama rata pada semua nasabah

sehingga tidak ada nasabah yang merasa bahwa posisinya lebih lemah

daripada nasabah dengan nominal tabungan lebih besar.

3. Adanya edukasi yang lebih mendalam dari Bank Indonesia tentang edukasi

bank milik pemerintah dan bank swasta. Edukasi ini termasuk resiko dan

return yang didapatkan saat menabung di bank milik pemerintah atau swasta.

Sehingga tidak ada persepsi yang salah di nasabah penabung terkait dengan

resiko dan return di bank milik pemerintah atau swasta.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim , 2004. Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan Nomor: 24

tahun 2004 pasal 1 Tentang Saldo yang Dijamin.

Anonim , 1999. Undang-Undang No 8 Tentang Perlindungan

Konsumen

Abdullah, Faisal. 2005. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo

Barone dan Quantara. 2008. Banking Competition, Switching Costs and

Customer Vulnerability: The Case of South Italy, The Icfai Journal of

Behavioral Finance, Vol. 5., No. 1. Dalam Dr. Hargo Utomo, MBA., M.Com.

Menggapai Loyalitas Bank. Artikel

Carling, Alan. 2002. The Principal-Agent Problem for Egalitarians: Bowles,

Gintis, and Their Critics. Jurnal. Science and Society, Vol. 66, No 3.

(diakses dari www.proquest.com tanggal 20 Oktober 2009)

Carr, Jered B. and Ralph S. Brower. 2000. Principled opportunism: Evidence

from the organizational middle. Public Administration Quarterly (Spring):

109-138.

Furchan, Arief. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya:

Usaha Nasional

Ekawaty, M. 2006. Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Artikel, dan Makalah.

Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Fakultas Ekonomi.

Universitas Brawijaya. Malang.

Guiltinan, Joseph dan Gordon Paulus. 1994. Manajemen pemasaran: Strategi

dan Program. Ise Mcgraw-hill Book Co

Halim, Abdul dan Syukriy Abdullah. 2009. Hubungan dan Masalah Keagenan di

Pemerintahan Daerah: (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan


Akuntansi). Jurnal. (diakses dari

www.bppk.depkeu.go.id/...pemerintah/hubungan-dan-masalah-keagenan-

di-pemerintahan-daerah.html Tanggal 01 Oktober 2009)

Hadad, Muliaman D. 2006. Perlindungan Dan Pemberdayaan Nasabah Bank

Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia. Direktur Direktorat Penelitian dan

Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia, Jakarta. Working Article.

Harian Sumatera Utara. 2009. Uang Nasabah Dieksploitasi. ( diakses dari

http://www.hariansumutpos.com/2009/11/uang-nasabah-dieksploitasi.htm

tanggal 24 November 2009)

Hori, Kazumi. 2005. Essays on Information, Contracts and Organization.

Disertasi. University of Wisconsin-Madison. (diakses dari www.proquest.com

tanggal 20 Oktober 2009)

Iqbal, Munawar dan David T. Llewellyn. 2002. Islamic Banking and Finance.

Edward Elgar. UK

Kahar, Deasy Apriliani. 2009. “Telaah Kritis Pembiayaan Mudharabah ,

Musyarakah dan Murabahah dalam Kerangka Principal Agent Problem

(Studi Pada Produk Pembiayaan Wirausaha Syariah (WUS) dan Tunas

Usaha Syariah (TUS) PT.BNI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Malang”.

Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Brawijaya. Malang.

Karni, Edi. 2007. Agency theory : choice – based foundations of the

parametrized distribution formulation. Johns Hopkins University,

Baltimore. Research Article. (diakses dari www.proquest.com tanggal 20

Oktober 2009)

Kotler, Philip. 1997. Marketing management: Analysis, planning,

implementation, and control. 9th edition. New Jersey : Prentice Hall


Kotler, Philip and Gary Armstrong. 1996. Principles of Marketing New Jersey:

Prentice Hall

Lane, Jan-Erik. 2003. Relevance of the principal-agent framework to public

policy and implementation. University of Geneva and National University

of Singapore. Working paper.

Miller. Nolan. 2005. Principal Agent Theory Notes. Artikel.

Mishkin. Frederic S. 2004. The Economist of Money, Banking and Financial

Markets. Seventh Edition. Columbia University. United States Amerika.

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate. Edisi 8. Erlangga.

Jakarta.

Prasetya, Hari. 2005. LPS dan Upaya Meningkatkan Disiplin Pasar. Artikel.

(diakses dari www.lps.go.id/v2/home.php?link=publikasi&pub_id=32 pada

04 Februari 2010)

Retnadi, Djoko. 2006. Memilih Bank Yang Sehat (Kenali Kinerja dan

Pelayanannya). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi,

Aplikasi. Edisi Bahasa Indonesia. Jilid I. Jakarta: PT Prenhallindo

Ross, Stephen A. 1973. The economic theory of agency: The principal’s

problem. American Economic Review 63(2): 134-139.

Santoso, Thomas. 2001. Etnometodologi dan Kasus Beberapa Penelitian

Sosial. Dalam Burhan Bungin (ed.). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada


Satori, Djam’an dan Komariah. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: Penerbit Alfabeta

Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk. 2000. Consumer Behavior. 7th Ed.

Prentice Hall

Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk. 1997. Consumer Behavior. 6th Ed.

Prentice Hall

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta

Tosari. 2009. “Masih Menarikkah Menabung di Bank?”.

(http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/toswari/2009/04/17/masih-

menarikkah-menabung-di-bank/ diakses pada 24 November 2009)

Varian. Hal R. 2005. Intermediate Microeconomics, Modern Approach. 75th

Edition. W.W.Norton Company. New York. London.

Yuswadi, Hary. 2001. Pengumpulan Data di Daerah Perlawanan Petani,

Sebuah Pengalaman Lapangan dari Jember. Dalam Burhan Bungin (ed.).

Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.


LATAR BELAKANG PERUMUSAN MASALAH, MANFAAT DISKUSI TEORI PRINCIPAL AGENT
DAN KELUARAN
Teori posisi antara nasabah penabung  Perumusan masalah : Teori Principal-agent pada hubungan
dan bank 3. Bagaimana realitas hubungan nasabah dan bank
o Nasabah dan bank memiliki principal-agent antara nasabah Assymetric Information dalam
posisi yang sejajar sebagai penabung dan Bank Tabungan kerangka Risk and Return
mitra Negara?  Assymetric Information
Posisi yang sebenarnya antara 4. Bagaimana persepsi nasabah  Lembaga Penjamin Simpanan
nasabah penabung dan bank penabung dalam penguasaan  Risk and return Management
Bank memiliki kedudukan yang  Manajemen Likuiditas
informasi risk and return?
lebih tinggi daripada nasabah,  Alat Ukur Likuiditas
 Manfaat penelitian:
sehingga lebih banyak Implikasi Assymetric Information Risk
3. Manfaat Teoritis
informasi yang diterima oleh and Return pada nasabah penabung
Memberikan kajian yang lebih luas
bank daripada nasabah Penelitian Terdahulu
mengenai pentingnya kesadaran
Studi Kasus Bank Tabungan Negara Kerangka Pikir
dan keingintahuan tentang segala
Cabang Malang
informasi yang berkaitan dengan
o Posisi Kredit Outstanding dan
bank dari nasabah penabung
Dana pihak ketiga
sebelum menabung. Selain itu,
o Posisi perkembangan Non
bank juga diharapkan memberikan
Performing Loan yang
informasi seluas-luasnya kepada
menurun
nasabah tanpa ada yang ditutup-
tutupi.
Pertanyaannya Kemudian menggali
secara mendalam tentang 4. Manfaat Praktis
penguasaan informasi nasabah a. Media referensi bagi pihak-
tentang risk and return dari produk pihak yang berkaitan langsung
batara BTN cabang Malang dengan nasabah penabung,
terutama nasabah penabung
yang menabung di Bank
Tabungan Negara Cabang
Malang
b. Media referensi bagi
pemerintah, baik pusat maupun
daerah dalam menentukan
kebijakan yang berhubungan
dengan peningkatan kualitas
pengetahuan dan kesadaran
bagi nasabah penabung.
c. Memberikan inspirasi dan
tambahan wawasan bagi
peneliti yang tertarik pada topik
sejenis agar dapat
mengembangkan secara luas
dan mendalam.
METODE PENELITIAN REALITAS HUBUNGAN HASIL DARI WAWANCARA
PRINCIPAL-AGENT ANTARA
NASABAH PENABUNG DAN
BANK
Pendekatan Kualitatif dengan  Arti penting Informasi Dalam o Arti Penting Informasi Dalam
Pandangan Fenomenologi ingin Hubungan Antara Nasabah dan Bank Hubungan Antara Nasabah dan
menggali secara mendalam tentang Tabungan Negara Cabang Malang Bank
penguasaan informasi nasabah  Bargaining Position Pasif Yang  Pak Imam (50 tahun), mantan
tentang risk and return berdasarkan: Menimbulkan Persoalan Principal nasabah BTN
Reduksi Data (Data Reduction) Agent Antara Nasabah Penabung ”Nasabah itu kan punya hak untuk
dan Bank Tabungan Negara Cabang melakukan apapun, walaupun haknya itu
Proses pemilihan, pasti dibatasi sama bank. Jadi kalo ada
penyederhanaan, Malang
 Unit Analisis yang sreg di hati terus dapat tanggapan
pengabstrakan dan transformasi yang nggak enak juga, ya bisa terserah
data kasar yang tercatat nasabah, mau dilanjutkan apa nggak
dilapangan. Dengan melakukan nabungnya. Lha saya yang termasuk
nggak mau melanjutkan nabung di BTN”
reduksi data diharapkan
menghasilkan data yang sesuai,
 Bu Restu (67 tahun), nasabah BTN
terklasifikasi dengan jelas, tepat
guna dan terorganisir. Reduksi
data ini berlangsung selama ”Saya sudah lupa mbak dikasi informasi
penelitian dilaksanakan. apa aja, yang saya ingat malah syarat-
Penyajian Data (Data Display) syarat kredit rumah.Hahaha (dengan
Data yang telah terkumpul dan bercanda). Tapi yang saya ingat itu
informasi yang harus dibaca banyak trus
terklasifikasikan selanjutnya waktu itu sama mbak CS nya uda mau
disajikan dalam tabel maupun diambil, jadi ya cepet-cepet aja tak
kalimat. Kumpulan data tersebut tandatangani.”
selanjutnya dapat menjadi
informasi yang tersusun dengan
baik, sehingga memungkinkan
Bargaining Position Pasif Yang
penarikan kesimpulan dan Menimbulkan Persoalan
pengambilan tindakan. Principal Agent Antara Nasabah
Penarikan kesimpulan Penabung dan Bank Tabungan
(Verification) Negara Cabang Malang
Data yang diperoleh dilapangan,
dianalisis dengan beberapa  Pak Solikin, nasabah BTN
cara untuk mencapai validitas
dan akuratisasi. “Ya biasa aja tuh mbak, saya nggak
ngrasa juga”
Ketiga teknik analisis data tersebut
untuk menjawab persoalan dalam
analisi penguasaan informasi nasabah  Ny. Hestani ( 35 tahun), nasabah
penabung tentang risk and return BTN
dalam kerangka principal-agent.
“Nggak pernah mbak. Lha saya ini ya sapa
kok sampe ngamatin sgitunya”

 Ibu Wulan, Customer Service

“Mereka itu kan punya hak untuk tanya,


trus kita (bank) memperlakukan sama tiap
nasabah, jadi kalo ada nasabah yang
berpendapat posisi mereka nggak
diperhatikan sama sini, itu salah besar.
Semua tergantung sama nasabah itu
sendiri.”
o Realitas Hubungan Principal-Agent
Yang Menjadi Dasar Keputusan
Dalam Pemilihan Menabung

 Pak Imam (50 tahun), mantan


nasabah BTN

”Saya itu dulu kan punya 2 rekening


mbak. Di BTN sama BNI. Tapi yang giat
nabung ya di BNI. BTN itu dulu kan
karena mau beli rumah, jadi ya uda tetep
dipelihara aja rekeningnya. Dulu itu kalo
nggak salah bunganya Cuma 2,5 persen
mbak. Soalnya tabungan saya cuma dikit.
Sementara potongan ATM itu sembilan
ribu (Rp 9000,-). Nah, masalah itu muncul
pas saya mau mulai nabung lagi di BTN.
Maksud saya, biar aktif lagi yang disitu. Di
buku tabungan saya itu saya liat print out
yang lama uangnya tinggal seratus lima
puluh ribu. Lha hari itu, saya mau nabung
empat ratus ribu. Saya waktu itu uda
nggak nabung empat bulan. Itungannya
kan paling cuma dipotong tiga puluh enam
ribu ya mbak. Biaya ATM itu. Ternyata
nggak mbak, potongannya banyak, saya
juga nggak ngerti potongan buat apa aja.
Tau-tau tabungan saya tinggal tiga ratus
lima puluh ribu. Padahal saya nabung
empat ratus ribu. Masak potongan saya
sampe’ dua ratus ribu. Buat saya ya
termasuk banyak mbak itu. Trus saya
tanya ke CS (Customer Service) nya,
katanya itu biaya administrasi sama biaya
karena saldo dibawah minimal. Padahal
saya nggak pernah dikasi tau informasi
itu. Saya tanya apa bisa tutup rekening
terus buka baru lagi, katanya nggak bisa.
Padahal saya pernah di BCA kaya’ gitu
juga bisa. Ya udah mbak, jadi males
nabung disana lagi.”

 Vina (21 tahun), mantan nasabah


BTN
“Gini mbak, 3 Juni 2009 tiba-tiba saldo
tabungan ku hilang Rp.3500. Jadi saldo
pada tanggal sebelumnya jika kemudian
ditambah atau dikurang transaksi tanggal
3 Juni 2009 tiba-tiba hilang Rp.3.500.
Intinya saldo tiba-tiba gak nyambung.
Kata customer servicenya karena koreksi
tahun 2004/08. Tetapi kalau dilihat pada
2004/08 memang terjadi pendebetan
biaya admin dua kali, tetapi pada 2004/09
tabungan sudah dikreditkan sau kali.
Harusnya sudah gak masalah. sementara
pada 2004/09 tetap dikreditkan biaya
admin bulan bersangkutan. Jadi saldo
yang dicetak di buku tabungan, berbeda
dengan saldo yang ada di komputer BTN.
Soalnya aku ngintip komputer mereka. Ya
udah begitu ketemu masalah seperti ini,
penjelasan yang gak masuk akal, uda gitu
rasanya mereka nganggep aku ini cuma
mahasiswa jadi tabungan ku kecil,
langsung aku tutup tabungan itu”

 Mutia (21 tahun), nasabah BTN


”Rasane kalo ngantri di BTN itu kaya’
nggak kanggo gitu. Jadi males kalo suruh
antri”

 Pak Atjuk (44 tahun) Manager CS

”Dari awal kita sudah menjelaskan


tentang semua informasi kepada
nasabah. Mulai dari biaya yang akan
dikenakan sampai dengan suku bunga.
Pasti kalau ada yang kurang jelas, bisa
ditanyakan ke saya langsung atau ke
customer service di depan. Seandainya
nasabah merasa sudah jelas, kami tidak
akan menerangkan lagi. Kalau ada yang
merasa kurang puas dengan apa yang
kami sampaikan dan merasa dirugikan,
nasabah bisa terus bertanya sampai
mengerti. Tapi kan semua pasti ada
prosedur nya. Tiap bank juga punya
peraturan jadi nggak bisa kalau semua
harus sama. Nasabah itu kan juga punya
kepentingan sama keinginan masing-
masing, kami sangat menghargai kalau
mereka tetap bersama kita disini. Namun,
saat nasabah ada yang memutuskan
untuk tidak menjalin kerja sama dengan
kami lagi, ya kami hargai juga keputusan
itu. Tapi yang pasti setiap ada
permasalahan selalu akan kami usahakan
untuk terselesaikan dengan baik. Begitu
juga dengan pelayanan. Kami akan
mengusahakan yang terbaik.”

 Bu Sri

”Saya dulu menabung di BTN sejak tahun


1989. Awalnya untuk beli rumah, tapi
semakin kesini semakin banyak fasilitas,
kaya autodebet rekening telepon, PLN,
sama air. Soalnya saya ini pelupa. Trus
menurut saya semakin mudah dan efisien
aja. Selain itu ya gampang kalo mau
kredit rumah. Jadi ya saya memutuskan
untuk tetap menabung disini aja mbak.
Lagian males kalo mau pindah mbak.
Ribet.”

 Mutia

”Ada dua alasan aku nabung di BTN itu,


yang pertama waktu bayar SPP itu lebih
mudah, bisa lewat ATM banking, jadi ga
perlu repot-repot antri ke BTN. Soalnya
kampus ku pake BTN buat bayar SPP.
Kan tau sendiri kalo lagi antri bayar SPP
kaya’ gimana antrinya. Bikin males. Trus
yang kedua, kemarin tu aku dapat
beasiswa, beasiswanya ditransfer ke
rekening BTN, tadinya suruh daftar lagi
gitu, tapi berhubung aku uda punya
rekening, jadi ga jadi daftar lagi. Enaknya
ya itu mbak, jadi walaupun pelayanannya
kurang ramah, karena saya butuh ya,
tetap aja nabung disini.”
PERSEPSI NASABAH HASIL DARI WAWANCARA
PENABUNG DALAM
PENGUASAAN INFORMASI
RISK AND RETURN
 Pemahaman nasabah terhadap o Pemahaman nasabah terhadap
resiko resiko
 Pemahaman Nasabah terhadap  Ny. Hestani (35 th), nasabah BTN
Return
“Waktu itu karena saya ambil kredit
perumahan, terus kan harus buka
rekening, akhirnya ya ambil rekening
batara”

 Pak Atjuk (44 tahun) Manager CS

“…………..banyak motif mbak kenapa


nasabah mau nabung disini. Iming-iming
kemudahan kredit itu biasanya mbak. Tapi
itu kalo nasabah kecil, utamanya buat
kredit rumah apa kredit konsumsi gitu.
Kalo nasabah kelas kakap (nasabah
penabung dengan dana yang besar) itu
biasanya itungannya ruwet mbak. Kita
harus bisa meyakinkan kalo bank kita ini
dijamin aman seratus persen. Mereka itu
kan duitnya banyak ya, jadi kalo pun
nggak ngerti masalah perbankan, yang
orang-orangnya itu yang nanya-nanya.
Jadi kita sampai harus kasi tau posisi
LDR, CAR, ROA, ROE, pokoknya laporan
keuangan gitu lah, supaya mereka yakin
kalo bank kita ini safe. Tapi beda sama
nasabah kecil mbak, mereka itu diiming-
imingi hadiah gitu, uda mau nabung.”
 Bu Herliana

”Saya nggak pernah mbak ngamatin


laporan keuangan. Walaupun di koran
atau internet uda ada tapi saya nggak
pernah ngamatin.”

 Bu Sri

”Saya nggak tau mbak BTN itu ikut LPS


apa nggak. Tapi persepsi saya ya kalo
bank pemerintah itu mesti terjamin.
Walaupun nggak ikut macem-macem.
Pokoknya kalau di bank pemerintah itu
aman lah mbak.”

 Ibu wulan, CS

”Setiap nasabah pasti diberi tahu kalo


BTN itu sudah ikut LPS. Terus syarat-
syarat tabungan yang dijamin sama LPS
itu juga nasabah sudah diberi tahu. Selain
itu kan ada media koran, internet dan
sebagainya. Pastinya mereka sudah bisa
mengetahui dari media juga selain dari
kita.”

o Pemahaman Nasabah terhadap


Return

 Pak Solikin

”Nggak pernah mbak, tabungan saya itu


sedikit. Paling juga berapa yang diterima.”

 Bapak Hendra

”Kalo suku bunga saya nggak pernah


ngecek mbak, pokoknya percaya aja gitu.
Lagipula sepertinya yang dibutuhkan orang
sekarang itu kan cenderung ke fasilitas
sama akses aja. Kalau saya yang penting
aman mbak. Jadi uda nggak mikir lagi sama
suku bunga.”

 Ibu Anita, CS

“Gini ya dek, awal-awal itu kita (Bank


Tabungan Negara) sudah memberikan
informasi kalau suku bunga itu berubah-
ubah. Terus perubahan suku bunga
biasanya diinformasikan lewat website. Lalu
kita juga sudah memberi tahu kalo bertanya
itu merupakan hak sepenuhnya dari
nasabah. Segala permasalahan yang
dirasakan oleh nasabah sehubungan
dengan kekurangan kami atau kebingungan
nasabah tentang produk, kami
mempersilahkan untuk bertanya.”
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN IMPLEMENTATIF
Kesimpulan :
Tanpa bermaksud melakukan generalisasi, hasil penelitian ini membawa pada beberapa kesimpulan sebagai berikut.
a. Terjadi permasalahan Principal-Agent pada hubungan antara nasabah penabung dengan Bank Tabungan Negara
Cabang Malang. Dimana nasabah merasa bargaining position nya kurang dan menimbulkan banyak permasalahan.
b. Kurangnya kepedulian nasabah akan return yang mereka peroleh membuat pihak bank merasa bahwa nasabah tidak
mau tahu lagi tentang tabungannya, dan yang terpenting bagi mereka adalah bank terlihat aman. Dan kurangnya
kepedulian nasabah akan resiko simpanan mereka di bank menjadikan bank bersikap acuh saat nasabah tidak
memahami informasi resiko.
c. Rekomendasi Kebijakan Implementatif :
A . Bank Tabungan Negara seyogianya memperbaiki permasalahan yang ada seperti sosialisasi ulang tentang biaya
administrasi dan pelayanan sehingga nasabh merasa lebih dihargai dan tidak merasa bahwa bargaining position nya
kurang.
b. Nasabah bisa lebih peduli terhadap risk dan return yang dihadapi sehingga tidak akan ada lagi kerugian yang
ditanggung oleh nasabah.

You might also like