Professional Documents
Culture Documents
Secara etimologis kata filsafat dalam bahasa Yunani adalah philosophia, yaitu
gabungan dari dua kata philia atau philen yang berarti cinta atau mencintai dan sophos
yang berarti kebijaksanaan. Sementara dalam bahasa Inggris, filsafat berasal dari kata
philosophy yang bisa diartikan sebagai mencintai kebajikan.
Sedangkan Sumarno, Karimah, dan Damayani dalam buku Filsafat dan Etika
Komunikasi (2004: 13-14) pengertian filsafat dapat dibedakan menjadi:
1. Filsafat sebagai suatu sikap. Filsafat merupakan sikap terhadap kehidupan dan alam
semesta. Bagaimana manusia yang berfilsafat dalam menyikapi hidup dan alam
sekitarnya.
2. Filsafat sebagai suatu metoda. Berfilsafat artinya berpikir secara reflektif, yakni
berpikir dengan memerhatikan unsure di belakang objek yang menjadi pusat
pemikirannya.
3. Filsafat sebagai kumpulan persoalan. Befilsafat artinya berusaha untuk
memecahkan persoalan-persoalan hidup.
4. Filsafat merupakan sistem pemikiran. Socrates, Plato, atau Aristoteles merupakan
tokoh filsafat yang menghasilkan sistem pemikiran yang menjadi acuan dalam
menjawab persoalan, sebagai metode, dan cara bersikap kenyataan.
5. Filsafat merupakan analisis logis. Filsafat berarti berbicara tentang bahasa dan
penjelasan makna-makna yang terkandung dalam kata dan pengertian. Hampir setiap
filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti istilah dan pemakaian bahasa.
6. Filsafat merupakan suatu usaha memperoleh pandangan secara menyeluruh.
Filsafat mencoba menggabungkan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai macam ilmu
serta pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia yang menyeluruh.
Mazhab Filsafat
Rasionalisme muncul pada abad ke-17 dan tokoh yang dikenal dalam mazhab ini
adalah Rene Descrates (1596-1650) yang memopulerkan ungkapan cogito ergo sum
yang berarti aku berpikir maka aku ada. Menurut Descrates, manusia memiliki
kebebasan dalam berkehendak oleh karena itu manusia dapat merealisasikan
kebebasannya tersebut dan kebebasanlah yang merupakan cirri khas kesadaran
manusia yang berpikir. Mazhab ini menekankan metode filsafatnya pada rasionalitas
dan sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio atau akal. Metode
deduktif menjadi metode yang popular dalam mazhab ini. Metode tersebut
menggunakan pola penalaran dengan mengambil kesimpulan dari suatu yang umum
untuk diterapkan kepada hal-hal yang khusus.
Empirisme merupakan mazhab yang menekankan pada pengalaman nyata atau
empiris yang menjadi sumber dari segala pengetahuan. Bahwa sebuah pengalaman
yang khusus merupakan kesimpulan dari kebenaran-kebenaran yang bersifat umum.
Ini merupakan kebalikan dari mazhab rasionalisme, seiring pula kemunculan mazhab
empirisme pada abad yang sama dengan rasionalisme. Tokoh yang terkenal dalam
mazhab ini adalah Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704).
Menurut kedua tokoh ini, pengalaman adalah awal dari semua pengetahuan dan dapat
memberikan kepastian. Pengalaman ini bisa berupa pengalaman lahiriah maupun batin
yang keduanya saling berhubungan. Pengalaman lahiriah menghasilkan gejala-gejala
psikis yang harus ditanggapi oleh pengalaman batiniah.
Idealisme merupakan istilah yang digunakan oleh Leibniz pada abd ke-18. Merujuk
pada pemikiran Plato bahwa idealisme memfokuskan pemikiran bahwa seluruh
realitas itu bersifat spiritual atau psikis, dan materi yang bersifat fisik sebenarnya
tidaklah nyata. Pemikiran ini didukung oleh George Wilhem Friederch Hegel (1770-
1831) di Jerman yang memiliki pendapat bahwa yang mutlak adalah roh yang
mengungkapkan dirinya di dalam alam dengan maksud agar dapat sadar akan dirinya
sendiri dan hakikat dari roh itu adalah idea tau pikiran. Menurut Hegel, semuanya
yang real bersifat rasional dan semuanya yang rasional bersifat real. Metode dialektik
diperkenalkan oleh Hegel dengan menerapkan tiga proses dialektik, yaitu teas,
antitesa, dan sintesa dimana ia mengusahakan kompromi antara beberapa pendapat
yang berlawanan satu sama lainnya.
Positivisme merupakan mazhab yang menekankan pemikiran pada apa yang telah
diketahui, yang faktual, nyata, dan apa adanya. Postivis mengandalkan pada
pengalaman individu yang tampak dan dirasakan dengan pancaindera. Sehingga
segala sesuatunya yang bersifat abstrak atau metafisik tidak diakui. August Comte
(1798-1857) merupakan tokoh mazhab ini yang menyatakan bahwa manusia tidak
mencari penyebab yang berada di belakang fakta dan dengan menggunakan rasionya
manusia berusaha menetapkan relasi-relasi antarfakta.
Pragmatisme muncul pada awal abd ke-20. Mazhab ini menegaskah bahwa segala
sesuatunya haruslah bernilai benar apabila membawa manfaat secara praktis bagi
manusia. Artinya, pengetahuan yang berasal dari pengalaman, rasio, pengamatan,
kesadaran lahiriah maupun batiniah, bahkan yang bersifat abstrak atau mistis pun akan
diterima menjadi sebuah kebenaran apabila membawa manfaat praktis. John Dewey
(1859-1852) merupakan tokoh dalam mazhab ini yang berpendapat bahwa filsafat
tidak boleh hanya mengandalkan pemikiran metafisis yang tidak bermanfaat praktis
bagi m