You are on page 1of 2

The Host

Sebuah Kisah tentang Pikiran dan Jiwa Manusia

Judul : The Host: Sang Pengelana


Pengarang : Stephenie Meyer
Alih bahasa : Ingrid Dwijani Nimpoeno
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tempat, tahun terbit : Jakarta, Juli 2009
Jumlah halaman : 776 halaman
Harga : Rp99.900,00
S
tephenie Meyer adalah pengarang buku percintaan yang sangat terkenal di
kalangan remaja dengan serial Twilight-nya. Meskipun berlatar kisah kehidupan
makhluk bukan manusia, buah pikirannya selalu mampu menggetarkan hati
para pembaca. Buku The Host ini memang tidak seterkenal seri Twilight, tetapi ditilik dari kompleksitas alur
serta emosi yang ditampilkan, buku ini jauh lebih menarik dan ‘berisi’ ketimbang kisah percintaan si vampir
ganteng, Edward, dengan Bella seorang gadis biasa.
Meskipun sama-sama berinti kisah percintaan dua makhluk dari jenis yang berbeda, The Host jauh
lebih matang dan gelap. Dalam kisah ini, tersebutlah seorang Wanderer (pengelana) yang dipanggil Wanda
agar lebih akrab dan mudah menyusup ke tengah manusia. Ia adalah sesosok jiwa dari angkasa luar yang
sudah mengelana mencoba berbagai kehidupan di galaksi. Bangsanya hidup dengan menumpang di tubuh
makhluk lain dan menguasai pikiran mereka. Spesies mereka memang lebih maju dan sistematis, tetapi ketika
berhadapan dengan manusia, rupanya manusia tidak mau ditaklukkan walaupun penaklukan itu menjanjikan
kehidupan yang lebih futuristik.
Umumnya, begitu sang “jiwa” masuk ke tubuh manusia, segala memori, kenangan, serta pikiran
orang tersebut diserap dan diambil alih sang jiwa, sehingga segala akal dan kemauan orang yang bersangkutan
lenyap tak berbekas. Lain halnya dengan batin Melanie Stryder (Mel). Wanda ditugaskan untuk mengambil
alih tubuh Mel, seorang wanita yang sangat tangguh memperjuangkan kelangsungan umat manusia. DI luar
dugaan, pikiran sang “inang” tidak langsung lenyap, sehingga dalam satu tubuh Mel, ada dua jiwa, Wanda dan
Mel sendiri.
Wanda yang termasuk kalangan senior berpengalaman merasa kewalahan dan malu karena ia tidak
dapat menangani tubuh dari seorang manusia biasa. Seiring dengan waktu, Wanda dan Mel belajar untuk
hidup berdampingan dalam satu pikiran, merasakan kehadiran satu sama lain walau Wanda yang memegang
kendali atas fisik Mel. Semakin lama, Wanda merasa eksistensi Mel semakin berpengaruh pada dirinya sendiri.
Dengan pengaruh dari Mel dan memori Mel yang terasa begitu nyata dalam kalbunya, Wanda pergi
mencari tempat persembunyian sisa-sisa umat manusia yang selamat. Rupanya Wanda berhasil
menemukannya dengan kenangan Mel akan petunjuk dari pamannya. Di sana, mereka bertemu dengan pria
yang dicintai Mel, Jared. Awalnya, tidak ada manusia yang percaya bahwa di dalam diri mereka masih ada Mel
yang asli, sehingga mereka diperlakukan dengan hina. Di sana mereka juga bertemu dengan Ian, yang pada
akhirnya jatuh cinta dan dicintai oleh Wanda.
Perlahan pandangan Wanda tentang ras manusia sebagai makhluk tingkat rendah seperti
kebanyakan spesies planet lain memudar. Ia mengerti emosi manusia, mengalami sendiri perasaan-perasaan
yang tidak dapat dijelaskan dengan akal sehat. Ia belajar menerima dan mencintai manusia. Wanda pun sering
membantu dengan berpura-pura memihak kaum “jiwa” sehingga ia bebas mendapatkan semua yang
diperlukan manusia temannya.
Pada akhirnya, Wanda memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dan memberikan Mel tubuhnya
kembali, karena ia merasa baru kali ini ia menemukan arti hidup dan rela mati ketika hidup sudah bermakna.
Ia mengajarkan Doc cara melepaskan “jiwa” dari tubuh, kemudian meminta agar ia dikubur serta jangan
diberikan tubuh lain. Ia pun dibius dan siap menghadapi akhir dari eksistensinya. Di luar dugaan, pihak
manusia memberikan ia tubuh seseorang yang sudah dikuasai sejak balita, sehingga tidak mempunyai pikiran
sendiri, karena mereka sangat menyenangi keberadaan Wanda.
Cara Stephenie Meyer menggambarkan detail, mulai dari kehidupan di planet luar, operasi
pengeluaran jiwa, dan sistem hidup mereka membuat pembaca percaya karena ia dapat melukiskan kisah fiksi
dengan akal yang dapat diterima sehingga pembaca tidak merasa bahwa karyanya hanya isapan jempol belaka.
Penggambaran emosi terasa sangat kuat dan dalam, dan pembaca dapat terbawa dan buaian kata-katanya
untuk merasakan emosi yang dirasakan oleh tokoh dalam buku.
Dari buku ini kita tidak hanya disuguhkan kisah cinta layaknya novel populer yang banyak beredar
sekarang, tetapi juga dapat belajar mengenai makna hidup, arti mencintai dan dicintai, bagaimana berkorban
untuk orang yang dekat di hati, serta berbagai tema kehidupan lainnya. Buku ini sanggup membuat pembaca
berpikir ulang mengenai ras manusia dan menghargai, disertai kesadaran bahwa manusia adalah makhluk
berakal yang tinggi serta berharga. Kita juga dapat belajar tentang betapa berarti hidup serta betapa bodoh
orang yang menyia-nyiakan hidupnya. Buku ini juga secara tersirat mengandung filosofi yang menarik dan
kontroversial, yaitu pertanyaan dengan keberadaan manusia serta makhluk lainnya, serta alam semesta yang
tak terbayang luas dan isinya. Stephenie sanggup memberikan pandangannya mengenai asal-usul dan
eksistensi makhluk hidup beserta segala galaksi dan isinya.
Dari segi pemilihan kulit buku juga sangat memukau. Gambar kover terasa begitu dalam dan dapat
mewakili emosi dari cerita ini. Jika diperhatikan tampak bahwa mata yang tergambar berwarna keperakan,
sebenarnya hal ini berkaitan dengan isi cerita, yaitu manusia yang sudah dikuasai “jiwa” yang berwarna
keperakan dapat terlihat dan cerminan bayangan keperakan di matanya.
Sebenarnya dalam gaya cerita dan penggambaran alur tidak ada yang kurang dari Stephenie Meyer,
hanya alih bahasa terasa kurang pas. Banyak kata-kata yang tidak benar-benar mewakili makna asli dari cerita,
dan terkadang bahasa Indonesia yang digunakan terkesan aneh dan kaku. Selain itu, Stephenie juga
mengekspos hubungan cinta yang cukup dewasa, sehingga dianjurkan bimbingan orang dewasa bagi anak-
anak yang ingin membaca buku ini. Namun, secara keseluruhan, buku ini adalah buku yang luar biasa dan
patut dibaca oleh segala kalangan. Kesan bagi buku ini: menyentuh, inspiratif, dan imajinatif.

Oleh:
Anita Pangestan
XI A 1/4
SMAK 1 PENABUR Jakarta, 2009-2010

You might also like