Professional Documents
Culture Documents
EDISI I / 2007
FREE
Table of contents Editorial
Pekerjaan panjang baru saja diselesaikan dan pekerjaan panjang berikutnya (edisi selanjutnya)
4
baru saja dimulai. Melalui majalah ini kami berkomitmen untuk menghadirkan sedikitnya 5
Landscape
Dibyo Gahari professional di masing-masing spesialisasi dalam fotografi dalam tiap edisinya.
Commercial
Jerry Aurum 13 Edisi perdana ini masih menyisakan banyak ruang untuk perbaikan. Namun majalah ini hadir
Profil
PAF 28 tanpa berusaha memuaskan semua orang. Karena memang kami yakin ketika kemi mencoba
untuk memuaskan semua orang, kami justru semakin tidak memuaskan bagi semua orang.
Liputan Utama
Make Money from photogra- 30 Untuk itu dimohonkan kebijaksanaan dan pengertiannya.
phy
Fashion 42 Beberapa segmen baru sudah direncanakan akan tampil pada edisi-edisi mendatang, Akan ada
Irvan Arryawan
Info Product 52 gallery dimana anda boleh mengirimkan foto ke redaksi kami untuk dimuat (setelah melewati
seleksi tentunya), Akan ada segmen profesional portfolio, akan ada Gerard’s Clinic dimana anda
Jurnalistik
Arbain Rambey 54 boleh mengajukan pertanyaan seputar fotografi kepada technical advisor kami, Gerard Adi, dan
68
masih banyak segmen yang sudah masuk dalam daftar kami untuk segera dihadirkan pada
Lepasan
Aku ingin jadi Fotografer edisi mendatang.
Human Interest
Rarindra Prakarsa 72 Namun, sementara ini, marilah kita telan dulu apa yang ada saat ini, agar kita dapat mengenali
Digital Process
Event 80 rasanya dan menemukan kekurangannya untuk perbaikan di kemudian hari. Terima kasih ke-
pada semua nara sumber: Arbain rambey, Jerry Aurum, Irvan Arryawan, Dibyo Gahari & Rarindra
Pameran 1000 Foto 83 Prakarsa atas kerjasamanya, juga untuk pemasang iklan, partner pick up point & distribution
partner, dan juga anda semua para pembaca yang bisa membuat kami terus exist.
“Hak cipta foto dalam majalah ini milik fotografer yang bersangkutan, dan
dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang menggunakan foto dalam majalah
ini dalam bentuk / keperluan apapun tanpa seijin fotografer.”
PT Imajinasia Indonesia, Jl. Pelitur no. 33A Jakarta, 47866725, www.thelightmagz.com, Pemimpin Perusahaan: Ignatius Untung, Technical Advi-
sor: Gerard Adi, Pemimpin Redaksi: Ignatius Untung, redaksi@thelightmagz.com, Public relation: Prana Pramudya, Marketing: Maria Fransisca Pricilia,
marketing@thelightmagz.com, Sirkulasi: sirkulasi@thelightmagz.com, Graphic Design: Team Creative ImagineAsia, Webmaster: Gatot Suryanto
“..pemandangan itu
ketinggalan. Setelah
itu, penempatan diri juga harus diperhatikan,
Fotografi komersil,
satu tahun. Dan selama itu pula ia dengan
intens mendalami fotografi. Lulus dengan
memotret bagus
cukup keras. Setelah lulus kuliah gue cuma
dikasih waktu 3 bulan untuk cari kerja, setelah
itu gue harus bisa cari uang sendiri karena
orang tua udah nggak akan kasih uang saku.”
begitu kenangnya. Jerry mulai mengadu nasib
di Jakarta dengan mengontrak sebuah kamar
berukuran 2,5 X 2,5 meter di
Fotografi komersil sampai saat ini bisa dikatakan sebagai salah satu kiblat yang menarik banyak bilangan puri kembangan. Ia
pecinta fotografi di Indonesia dan bahkan di seluruh dunia. Alasannya beragam, mulai dari pun sempat bekerja selama 3
exposure yang lebih banyak karena karya yang dihasilkan ditampilkan di media massa dalam minggu di sebuah perusahaan
lingkup luas melalui iklan, standar kualitas yang cukup tinggi mengingat detil yang kuat hingga grafis Leboye dan kemudian
alasan klasik seperti bayaran yang lebih menggiurkan. Pada edisi perdana ini kami mendapat pindah ke Afterhours selama 3
kehormatan untuk mewawancarai Jerry Aurum, seorang fotografer komersil muda berusia 30 bulan. “mungkin banyak orang
tahun yang meroket dengan cepat akibat visi dan intuisi bisnisnya yang tajam. Oleh karena itu kira gue ini anak dari keluarga
jangan heran jika pembicaraan kami dengannya lebih banyak membicarakan visi dan intuisi yang bermandikan uang, padahal
bisnisnya daripada detail teknik fotografi. gue cuma anak kampung yang
datang ke Jakarta tanpa punya
“Gue udah pegang kamera dari umur 5 tahun.” Begitu awal pembicaraan kami dengannya saudara di sini.” Kilahnya. Karena
di sebuah restoran di sebuah mal di kawasan Jakarta Selatan. Jerry yang tumbuh di Medan terlalu kecilnya kamar yang bisa
mengaku baru menekuni fotografi dengan serius ketika ia masuk SMA. Ia tidak pernah meng-
enyam pendidikan formal di bidang fotografi, walaupun ia sempat berkuliah di jurusan desain
komunikasi Visual ITB. Ketika pindah ke Bandung, ia sempat menganggur selama kurang lebih
Sebagai seorang fotografer Jerry tidak mau asal terima pekerjaan. “gue orangnya picky, nggak
semua job gue ambil. Yang menurut gue menarik dan besar baru gue ambil.” Ungkapnya. Setiap
bulannya Jerry hanya memotret 4 sampai 5 project. Jerry juga tidak tertarik untuk mengerjakan
pemotretan product (packshot) dengan alasan kurang menarik disamping bingung menetapkan
harganya. “Gue nggak masalah kalau dikasih kerjaan yang nggak menarik, tapi mereka harus
bayar lebih mahal. Tapi kalo kerjaannya menarik, bahkan biar bayarannya payah pun gue telan
juga. Karena dengan portfolio yang bagus kerjaan-kerjaan bagus dan besar akan datang.”
lau kerjaan-
self promotion? Satu sampai dua tahun ke
depan mana yang punya uang lebih banyak?
bayarannya
payah pun
Di tengah semakin banyaknya fotografer yang
menspesialisasikan dirinya pada bidang-
folio yang
isasikan diri. “kalo gue jadi spesialis let’s say
fashion, tapi ada fotografer lain yang nggak
besar akan
jago di spesialisasinya itu. Kalo di commercial
menurut gue, salah satu poin yang pent-
cukup masuk akal. Seperti kita ketahui bahwa besar. Apalagi gue motret Cuma 4 sampai kan segala-galanya. Bisa jadi dia punya teknik
sebagian besar fotografer komersil pasti me- 5 kali dalam sebulan.” Namun begitu, Jerry fotografi yang bagus tapi secara komunikasi
miliki kamera medium format dengan digital sudah merencanakan untuk membeli sebuah tidak sesuai dengan brief yang dikasih klien
back berharga ratusan juta Rupiah. Namun digital back dengan resolusi 29 megapixel ke dia. Atau bisa juga sebaliknya komuni-
sampai saat ini Jerry tidak pernah memiliki dalam waktu beberapa bulan ke depan. kasinya bagus tapi skill & tekniknya masih
digital back yang seringkali dianggap sebagai “fotografi harus punya prioritas yang masuk kurang. Makanya suka ada kejadian re-shoot
salah satu syarat mutlak seorang fotografer akal. Misalnya ketika punya uang 100 juta, dengan fotografer lain.” ungkapnya.
komersil. “Buat gue harga digital back masih mendingan beli digital back 100 juta atau beli
“...Karena
dalam fotografi yang menuntut detail yang prioritas paling akhir, Jerry tetap berpendapat seakan-akan bukan dia yang motret, tapi yang
sempurna Jerry malah menempatkan teknis bahwa dalam dunia komersil kemampuan tek- selalu sama adalah kedahsyatannya, akhirnya
di commer- dalam urutan prioritas paling belakang. “Di nis harus di atas sebuah standar tertentu. kedahsyatannya itu yang jadi cirinya.” Buat
cial pho-
dunia komersil (fotografi komersil.Red) yang Jerry fotografer yang hebat harus bisa mem-
penting resultnya dapet. Bagaimana cara Berbicara mengenai ciri khas, Jerry justru buat foto yang memiliki “WOW” effect.
tography mendapatkannya bukan masalah, justru ke- merasa tidak perlu membuat satu identitas
teknik bu-
tika kita nggak tau teknik yang benar semen- pada foto-fotonya. “Banyak orang berusaha
tara kita dituntut untuk mendapatkan hasil mengidentifikasikan foto gue, ada yang bilang
justru ketika
kan segala- yang diinginkan di situ justru tersedia banyak wah jerry jago di fashion, ada yang bilang
kita nggak tau
galanya..” teknik yang
kesempatan untuk penemuan-penemuan Jerry tuh jagonya arsitektur, ya silakan aja,
baru. Misalnya lighting scheme yang baru tapi itu nggak akan pernah keluar dari mulut
gue. Dan biarin aja itu jadi mind game yang
benar semen-
menyenangkan.” Dalam hal ini Jerry masih
tara kita di-
teringat dan setuju akan perkataan seorang
tuntut untuk
mendapatkan
dosennya bahwa identitas tidak boleh diben-
tuk, dia harus selalu terbentuk. Karena ketika
dibentuk maka akan jadi kosmetik. Ketika
hasil yang
identitas itu terbentuk dengan sendiri itu akan
diinginkan
menjadi identitas yang matang. Dan identitas
di situ justru
tersedia ban-
yang matang adalah identitas yang berguna
bagi penyandangnya. “Karena kalau cuma
kosmetik maka malah jadi kurungan yang
yak kesem-
membatasi.” Jerry pun memberi contoh dari
patan untuk
fotografer-fotografer idolanya seperti David
penemuan-
penemuan
La Chapele, Luis Greenfield dan Nick Night,
“coba liat Nick Night biarpun nggak punya ciri
tapi setiap foto yang dia buat selalu dahsyat,
baru.
20 EDISI I / 2007 EDISI I / 2007 21
“...identitas tidak boleh diben-
Commercial
tuk, dia harus selalu terbentuk.
Karena ketika dibentuk maka
Untuk fotografer yang tertarik untuk masuk ke
bidang fotografi komersil, Jerry membagikan
dari gue, tapi kalo mereka nggak bisa ngejual seorang fotografer komersil harus menguasai
“can do attitude” Jerry pun menambahkan lighting. Sudutnya diperhatikan, ratio, posisi
“Mumpung masih muda, sedikit keberanian lighting dari subject yang menentukan, makin
lebih itu nggak apa-apa. Apalagi kalo baru jauh makin keras, karakter aksesoris.” Jerry
mulai, ruang untuk membuat kesalahan masih menganggap dengan hadirnya era digital
ada. Nothing to loose, “start from zero kalo seperti saat ini banyak fotografer yang tidak
nggak berhasil ya balik ke zero” lain kalo mau belajar. “Padahal ketika lo kuasai lighting,
udah senior, nggak bisa salah lagi karena bisa motret jadi jauh lebih gampang.”
Selain itu bagi Jerry menjadi fotografer sai prinsip dasar fotografi seperti komposisi,
komersil juga harus memiliki jiwa entrepreun- zone system, kompensasi, distribusi tonal,
ership, artinya punya kemampuan analisa dll yang dipandang sering dilupakan oleh
Mengenai teknis, Jerry menganggap bahwa ngerti, karena asal jepret aja. Banyak orang
motret tanpa diukur, akhirnya terlalu gelap,
dan pemecahannya mereka selalu olah di
harus punya 2 attitude, yang pertama adalah
a collection of Femalography exhibition. computer supaya lebih terang, padahal ketika
“can do attitude.” Artinya mau nyobain,
Model: Adella & Aletta foto diterangin di computer mereka kira nggak
sehingga klien merasa kita reliable. Yang
ada yang hilang?”.
kedua adalah “know how to sell”. Banyak
Sebaliknya Jerry juga melihat fotografer yang
fotografer yang bisa motret jauh lebih bagus
sudah senior juga seringkali malas untuk
cewek kalau
bayar mahal-mahal kalo nggak percaya sama
dipotret lebih
fotografernya. Karena itu fotografer com-
mercial nggak banyak, walaupun sebenernya
bahkan ex-
ploitasi. Sehubungan dengan harus berhadapannya
seorang fotografer komersil dengan klien yang
sayap di regional. “Untuk cari pengalaman, pentingnya visi ke depan bagi seorang foto-
PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Setiap bulannya, tepatnya setiap hari Rabu
minggu ketiga pada tiap bulan PAF men-
bulanan yang berisi informasi kegiatan dan
foto-foto anggota PAF yang terbaru.
gadakan pertemuan bulanan di sekretariat.
Berbicara mengenai fotografi tentunya tidak bisa lepas dengan klub fotografi. Jauh sebelum Pada pertemuan bulanan itu PAF mengada- Selain itu PAF juga sering ikut serta dalam
internet masuk Indonesia, klub fotografi sudah menjadi salah satu bagian penting bagi pecinta kan perlombaan bulanan dengan berdasar perlombaan foto. Bahkan mungkin bisa
fotografi. Untuk itu pada edisi perdana ini, kami menampilkan sebuah klub fotografi yang level keanggotaan yang ada yaitu senior dan dikatakan PAF sebagai salah satu klub foto
mungkin tertua yang masih exist di negeri ini. Nama klub tersebut adalah PAF dan berlokasi di junior. Selain itu pada pertemuan bulanan yang paling banyak menang dalam Salon
Bandung. itu PAF terkadang mengadakan workshop, Foto. Sementara untuk pameran, PAF juga
PAF didirikan pada 15 Februari 1924 dimotori sharing tentang fotografi, hunting bersama, beberapa kali ikut serta dalam pameran,
adalah sebagai wadah para peminat foto
oleh beberapa guru besar dari Technische dan lain-lain. Selain pertemuan bulanan PAF termasuk pameran foto di Korea yang baru
waktu itu. Saat ini anggota yang terdaftar
Hogeschool Bandung (sekarang ITB) dian- mempersilahkan anggotanya untuk datang ke saja diadakan beberapa waktu lalu.
berjumlah 2700 orang lebih. walaupun yang
taranya Prof. Schermerhorn dan Prof. Wolff secretariat kapanpun, sehingga secretariat ini Hebatnya, PAF mungkin menjadi satu-satunya
terhitung aktif hanya 200 orang. Anggota
Schoemaker, bertempat di Hotel Preanger. bisa menjadi semacam base camp bagi ang- klub foto yang memiliki bangunan milik sendiri
paling muda yang terdaftar saat ini berumur
Prof. Wolff Schoemaker sendiri adalah arsitek gota-anggotanya. Biasanya mereka datang sebagai sekretariatnya.
11 tahun.
ternama kota Bandung yang mewariskan pu- membawa makanan, ngobrol. Seusai hunting
luhan bangunan indah yang menjadi landmark biasanya kita ngumpul di secretariat untuk PAF adalah salah satu anggota dari FPSI (Fed-
Setiap orang boleh menjadi anggota PAF dan
kota Bandung saat ini, diantaranya Villa Isola ngobrol. PAF memiliki buletin yang terbit 3 erasi Pewarta Seni Indonesia) dan sebagai
tanpa harus melewati proses seleksi tertentu.
(UPI), Peneropongan Bintang Boscha, Hotel salah satu anggota dari FPSI, PAF membuka
Namun di dalam PAF ada level keanggotaan
Preanger, Gereja Katedral, Gereja Bethel GPIB, diri untuk bekerja sama dengan klub foto lain
yaitu anggota senior dan anggota yunior. Jika
Gebeo (Gedung PLN) dan puluhan rumah ting- seperti mengadakan hunting bersama, atau
fotografer yang ingin bergabung telah memi-
gal lainnya, seperti Bank NISP jalan Sawung- workshop.
liki prestasi tertentu, maka bisa dipromosikan
galing. untuk menjadi anggota senior. Untuk menjadi
Visi PAF adalah ingin selalu memberikan ben-
anggota PAF, tiap orang dikenai iuran yang
Pada saat didirikan, PAF memiliki kepanjan- efit bagi para anggotanya berupa pening-
besarnya Rp.100 ribu per tahun. Namun
gan: Preanger Amateur Fotografenvereenig- katan informasi dan kemampuan fotografi.
tidak menutup kemungkinan untuk mem-
ing, namun sekarang telah berubah menjadi Semoga PAF bisa memperkaya inspirasi bagi
bayar sekali saja selama seumur hidup untuk
bahasa Indonesia walaupun singkatan PAFnya klub fotografi lain untuk tetap exist dalam usia
mendapatkan lifetime membership hanya saja
tetap dipertahankan. Maka jadilah Perhim- yang cukup panjang dan selalu memberikan
besar iurannya adalah Rp.1 Juta.
punan Amatir Foto. Awal berdirinya klub ini manfaat bagi anggotanya.
a k
M m photography
fro negeri ini yang sejak kecil sudah bercita-cita untuk menjadi fotografer. Maka dari itu tidak heran
jika banyak kita temui fotografer yang memiliki latar belakang pendidikan yang tidak berhubun-
gan secara langsung dengan fotografi, seperti ekonomi, filsafat, sastra, dan bahkan agama. Lalu
Masih senada dengan tulisan lain di edisi ini, memang harus diakui bahwa tidak banyak atau bagaimana mereka pada akhirnya bisa masuk ke dalam dunia fotografi dan menggantungkan
mungkin bisa dikatakan tidak ada anak kecil di Indonesia yang tertarik untuk menjadikan foto- hidupnya dari dunia fotografi?
grafer sebagai cita-citanya. Alasannya karena belum banyak orang tua yang melihat fotografi
sebagai salah satu mata pencaharian. Benarkah itu? Sebut saja Unang, salah seorang pehoby fotografi yang mengaku mulai menghasilkan uang
Pada edisi kali ini kami mencoba mencari tahu mengenai fotografi dan peluang menghasilkan dari fotografi walaupun tidak pernah merencanakannya. Unang adalah seorang staf market-
uang darinya, baik sekedar menghasilkan uang untuk uang saku hingga menghasilkan uang ing di sebuah otomotif. Sejak lahir hingga lulus kuliah desain dari sebuah perguruan tinggi di
untuk dijadikan mata pencaharian. Jakarta Unang tidak pernah menekuni fotografi. Bahkan ketika duduk di bangku kuliah jurusan
Ekonomi, Unang terpaksa harus beberapa kali memotret karena terlibat di kepanitiaan se-
“jangankan fotografi, waktu saya mutusin mau kuliah desain grafis aja dimarahinnya sam- buah acara kampus dimana fotografer yang seharusnya mengabadikan acara itu mendadak
pai 7 hari tujuh malam sama orang tua saya. Mereka selalu bilang “kuliah desain? Mau jadi berhalangan. “Dulu saya motret cuma karena harus motret, karena fotografer yang seharusnya
apa kamu?” dan ternyata banyak teman saya juga yang mengalami hal yang sama.” Ungkap bertugas waktu acara kampus berhalangan, kalau enggak juga nggak akan.” Ujarnya kepada
Indra seorang mahasiswa desain grafis yang mulai mendalami fotografi. Memang persepsi kami. Hingga pada suatu saat ketika ia sudah bekerja di sebuah perusahaan otomotif, ia harus
kebanyakan orang tua kita dulu terhadap fotografi dan seni kurang begitu baik. Bahkan kalau
kita tanyakan pada orang-orang yang kini sudah menggantungkan hidup sebagai fotografer
profesional mengenai cita-cita mereka dulu, kami yakin tidak lebih dari 10 orang fotografer di
“Mengetahui
melakukan pemotretan sendiri karena ia menangani sebuah proyek iklan dengan tenggat waktu tripod. Dan akhirnya sekarang saya punya 2
potensi-potensi
yang sudah mepet dan budget produksi yang juga tidak lebih besar dari gajinya. “waktu itu digital SLR, 7 Lensa, 2 tripod, 1 flash, dan 2
menghasilkan
banjir melanda Jakarta, dan tiba-tiba bos minta dibuatkan iklan mengenai banjir. Karena banjir lampu studio berikut asesorisnya. Tapi saya
sudah hampir surut maka pemotretan harus dilakukan hari itu juga, nggak ada waktu untuk me- sudah menghasilkan uang dari fotografi sebe-
nyeleksi fotografer, apalagi nggak ada yang jual stok foto banjir di Indonesia waktu itu. Ditambah
uang dari foto- lum saya punya alat selengkap ini.” Ungkap-
lagi kayaknya bos nggak punya budget untuk pemotretan. Jadi walaupun waktu itu perusahaan
grafi tidak be- nya. Memang pertama kali Gatot menghasil-
periklanan kami sudah mulai mencari fotografer untuk motret banjir ya saya tetap motret sendiri
rarti harus ter- kan uang dari fotografi adalah ketika teman
aja, takutnya keburu surut.” Ungkapnya. Di luar dugaan, ternyata foto yang ia hasilkan disukai
jerumus kepada sekolahnya menyukai foto-foto yang ia hasil-
oleh atasannya dan juga perusahaan periklanan yang menangani iklannya. Fotonya pun terpakai
sikap “motret kan. Berbekal dari foto-foto tersebut, teman-
untuk uang”
untuk iklan itu walaupun tidak dibayar. Ia pun tidak menyangka foto itu terpakai karena selain teman yang berbeda kelas darinya sepakat
saja.
karena tidak menekuni fotografi, foto yang ia hasilkan pun diambil dengan kamera pocket memintanya untuk memotret mereka untuk
kantornya. “waktu itu saya belum punya kamera, tapi yang saya tahu kantor saya punya kamera keperluan buku tahunan sekolah. Sejak saat
dengan resolusi 4 megapixel, cukuplah untuk iklan yang nggak terlalu besar.” Lanjutnya. Sejak itu banyak teman-teman sekolahnya yang
ingin difoto untuk koleksi pribadi. “awalnya sih
“Banyak
saat itu Ia pun memutuskan untuk lebih mendalami fotografi. Berawal dari kebanggaannya telah membuat sebuah bayarannya sukarela, saya nggak pernah pa-
sekali orang
foto yang ternyata memiliki nilai jual walaupun saat itu tidak dibayar, ditambah lagi dengan pekerjaannya sewaktu- sang harga, tapi lama kelamaan kalau nggak
waktu bisa membutuhkan foto untuk materi promosinya. “waktu itu saya mikir, kalau nggak mendalami fotografi aja pasang harga jadi capek juga. Mereka juga
belajar foto- foto saya bisa laku, apalagi kalau saya mendalami lagi.” Jelasnya. jadi ketagian. Maka dari itu saya mulai pasang
grafi tapi Saat ini, bahkan ketika ia sudah berpindah pekerjaan ia sudah menjual lebih dari 10 foto baik untuk keperluan harga, biarpun nggak terlalu mahal. Tapi saya
tidak tahu promosi, iklan, kalender, maupun untuk dikoleksi secara pribadi. juga upgrade kualitas foto saya, supaya nggak
yang mer- Memang banyak sekali fotografer dan pecinta fotografi yang sudah menghasilkan uang dari fotografi. Sebagian sudah menghasilkan jutaan rupiah tiap
eka hasilkan besar memang dengan tekun sudah mendalami fotografi sebelum pada akhirnya foto yang dihasilkan bisa meng- bulannya dari memotret pre wedding, liputan
bisa meng-
hasilkan uang. Seperti Gatot yang sudah sejak SMA mendalami fotografi. Gatot tertarik fotografi sejak kecil dan wedding dan anak-anak SMA, namun Gatot
hasilkan
mulai mendalami secara serius dengan ikut ekstrakurikuler fotografi di SMAnya. Awalnya Gatot hanya tertarik untuk
memotret dengan baik untuk koleksi pribadinya. “waktu itu saya baru punya kamera SLR analog warisan dari ayah
uang.” saya. Tapi lama kelamaan karena motretnya sudah makin bagus ditambah kamera digital sudah makin terjangkau,
jadi saya putusin untuk lebih serius lagi. Saya beli kamera digital SLR pertama saya setelah 8 tahun mendalami
fotografi. 1 tahun kemudian saya mulai beli lensa dengan range lain. Beberapa bulan kemudian saya beli flash dan
lain. Akhirnya over supply. Nah kondisi over break dancenya sudah lewat, nggak ada yang
supply ini yang membuat industri pre wedding dengerin break dance lagi. Beda dengan
jadi hancur-hancuran. Karena dengan kondisi di luar negeri dimana tiap spesialisasi bisa
dimana sangat mudah mencari fotografer pre jalan dengan konsisten sepanjang tahun, jadi
wedding apalagi dengan kualitas yang nyaris bukan musiman kayak di sini. Nah mungkin
sama mau tidak mau akan terjadi perang itu yang terjadi dengan pre wedding. Melihat
harga. Semuanya banting harga. Padahal itu ada orang yang menghasilkan uang dari pre
justru tidak menguntungkan bagi mereka. wedding, semuanya ikut motret pre wedding.
Lebih lucunya lagi dengan kondisi penuh Yang tadinya seneng motret landscape mulai
sesak seperti itu, masih ada yang mau masuk motret pre wedding, yang tadinya motret
pre wedding. Ketika perang harga terjadi, model lebih seneng lagi karena model pre
yang akan menimba keuntungan adalah wedding nggak beda jauh sama motret model,
nama-nama besar dan juga fotografer-foto- bahkan yang tadinya motret jurnalistik pun
grafer yang jelas memiliki standar kualitas ada yang sekarang ikut motret pre wedding.
yang jauh di atas rata-rata.” Ungkap Ujo. Semata-mata karena latah dan malas. Latah
melihat orang sukses di pre wedding, dan
Mirip dengan Ujo, pengamat fotografi Agus malas cari informasi peluang lain di luar pre
yang penuh sesak seperti sekarang ini akibat Mengenai peluang peluang menghasilkan
minimnya pengetahuan pecinta fotografer uang dari spesialisasi lain dalam foto-
Sementara untuk bidang jurnalistik Agus melihat potensinya sangat jelas. “Di jurnalistik yang
mahal adalah momen. Artinya foto yang bagus terutama yang momennya unik. Contohnya kalau
di media video adalah rekaman menabraknya pesawat ke menara kembar WTC. Biarpun kuali-
tas gambarnya nggak begitu bagus, komposisinya nggak menarik, gambarnya agak shake, tapi
karena momennya terekam maka jadi sangat mahal. Nah permasalahannya fotografer media
massa juga belum terlalu banyak, artinya belum bisa kayak superman, begitu ada kejadian tidak
berselang terlalu lama sudah bisa ada di tempat kejadian. Nah itu kan peluang buat fotografer
freelance. Kenapa nggak bawa kamera kemana-mana, sehingga ketika ketemu momen yang
memiliki nilai berita bisa segera diabadikan. Kalau nggak banyak fotografer yang punya, bisa
dijual tuh foto. Karena momen kan nggak selalu direncanakan.” Ungkapnya.
fashion
fotografer irvan
otodidak arryawan
Mungkin belum banyak orang mendengar nama Irvan Arryawan. Fotografer Grup Femina ini
memang merasa kurang gaul dengan kalangan fotografer. Ia belum pernah mengikuti klub atau
komunitas fotografi, ia juga belum aktif pada komunitas online fotografer di internet. Namun
kami yakin setelah mengenalnya lebih baik melalui majalah ini, banyak orang yang akan selalu
mengingat namanya. Hal ini karena prestasi yang luar biasa cepat ia capai dengan karya-karya
fotografi fashion yang mencengangkan.
Seperti banyak fotografer terkenal lainnya, Irvan juga tidak mengennyam pendidikan formal di
bidang fotografi. Lulusan Politeknik elektro Universitas Indonesia & ISTN Cikini ini, Irvan sempat
44 EDISI I / 2007
(c) Feminagroup
EDISI I / 2007 45
Fashion Fashion
yang akan digunakan, lokasi, nuansa, dan
spontan saat berkelok, parkir, buat. Ia pun seringkali susah tidur jika esok dengan memperhatikan kekurangan dan kele-
kita mengerti seberapa besar harinya ada sesi pemotretan yang penting. Hal bihan model yang akan dipotret. Lihat bentuk
Di Fashion fotografi, Irvan menganggap diskusi sebelum pemotretan itu sebagai salah satu hal
yang mutlak. Dari ide yang kemudian menjadi sebuah konsep, pembahasan tretament light-
ing, pemilihan wardrobe, treatment make up, lokasi, model dan juga untuk melihat referensi
bersama-sama. Mengenai model, ia melihat kecenderungan fotografer pemula yang su-
dah mendapatkan model cantik langsung melakukan pemotretan yang akhirnya cenderung
mengandalkan kecantikan model itu semata. “Ada baiknya, si model bisa kita siapkan sejenak
untuk memikirkan konsep fashion yang akan kita buat, seperti mulai dari pemilihan pakaian
48 EDISI I / 2007
(c) Feminagroup
EDISI I / 2007 49
Fashion Fashion
“kalau
hal itu itu bukanlah hal yang mudah. “Coba kan hal-hal yang tidak terkontrol. Digital imag- sedang belajar, Irvan memperbolehkan meniru
lebih explore lampu deh. Motret mulai dari foto orang lain dengan tujuan melatih diri
digital im-
ing yang benar menurutnya harus menjadi
satu lampu, geser sudutnya, tinggi renda- satu proses yang sudah direncanakan atau untuk memahami apa dan bagaimana cara
agingnya
hnya, tiltnya, biasnya, pantulannya, juga coba diprediksi dari awal pembuatan konsep foto. membuat foto tersebut, namun untuk tahap
aksesoris yang ada, misalnya payung yang bi- selanjutnya Irvan menekankan pentingnya ori-
nggak ter-
“kalau digital imagingnya nggak terduga dan
asa dibukanya full, menjadi kuncup.” Ujarnya. muncul tiba-tiba di akhir pemotretan artinya sinalitas ide yang akan dieksekusi. Selanjut-
duga dan
Sudah puas mengeksplorasi dengan satu motretnya belum benar.” Tegasnya. Karena nya Irvan juga menekankan pentingnya untuk
lampu, coba dengan dua lampu dan kombi- menyatukan team. “Team harus menyatu”
muncul
digital imaging baginya hanya menjadi proses
nasikan semua kemungkinan yang ada, dan yang membantu menguatkan konsep foto, tegasnya. Artinya team yang ada meliputi
tiba-tiba
begitu seterusnya. Ia pun menganut prinsip bukan untuk merubah foto. Ia beranggapan fotografer, stylist, art director (kalo ada), make
untuk tidak mengulang sesuatu yang pernah up & hair stylist, artist/model, harus bisa
di akhir
bahkan dengan adanya teknologi digital dan
dilakukan secara terus menerus sehingga kemampuan digital imaging seharusnya foto bekerja sama dan mengerti betul dengan
pemotretan
memberikan ruang untuk pencarian baru. jadi lebih bagus. Karena segala halnya jadi apa yang akan dibuat. Ia juga menekankan
“Coba deh revew hasil foto kita setiap tiga pentingnya detail. Ia menyarankan setiap
artinya
lebih mudah. Tapi disayangkan kalau kita jus-
hingga enam bulan kemudian, saat itu kita tru menggunakan digital imaging yang tidak fotografer yang ingin menghasilkan foto yang
motret-
bisa menyadari sendiri sudah sampai dimana terencana dan terkesan berlebihan sehingga bagus harus total memperhatikan fotonya
kemampuan dan pengetahuan fotografi kita” tersebut. “Diniatin lah, buat konsep yang baik
nya belum
banyak kerancuan. Seperti treatment light-
Begitu caranya mengevaluasi dirinya. ingnya tidak direncanakan kemudian diolah dan diyakini mampu untuk dibuat, pelajari
benar.” proses digital imaging, sehingga terlihat aneh, trik-trik apa yang akan dilakukan, cari orang-
Mengenai pasca produksi, Irvan beranggapan atau dipaksakan. orang pendukung, seperti model, stylist, make
kehadiran teknologi Ditanya mengenai tips untuk menghasil- up & hair stylist, lokasi, property, dan lain
digital dan digital imag- kan karya foto fashion yang dahsyat, Irvan sebagainya.” Ujarnya..
ing jangan membuat menjawab bahwa ide untuk menjadi sebuah
fotografer menjadi konsep adalah awal dari sebuah foto yang Pada akhir pembicaraan kami, ia juga
kurang mendalami dahsyat. Dengan ide yang unik dan menarik mengajak para pecinta fotografi untuk mulai
pakem dasar fotografi. seorang fotografer bisa tetap exist di dunia memotret dengan apapun yang dipunyai.
Seharusnya digital fotografi. Tapi yang juga harus dipastikan ide “lo punya kamera apapun, lighting apapun,
imaging hanya menjadi tersebut bisa diterima oleh penikmat fotografi. motret aja.” Tutupnya.
fasilitas untuk merapi- Ide yang ada harus orisinil. Fotografer yang
www.phaseone.com / www.primaimaging.com
lang sendirian bersama karya-karyanya yang semakin matang dan segar ketika mulai dipadu- Sebelum jadi reporter jurnalistik
Ceritakan tentang perjalanan karir
kan dengan pakem-pakem fotografi di luar jurnalistik. Dua minggu sebelum terbitnya edisi ini, Anda pernah jadi reporter olahraga,
Anda di Kompas.
kami mendapat kehormatan untuk boleh berkenalan dan menimba ilmu dari praktisi fotografi apakah itu hal yang menguntung-
Tahun 1990 sampai 1996 saya jadi reporter
jurnalistik ini. Berikut cuplikan pembicaraan kami. kan?
olahraga, tapi sebagai reporter saya selalu
Menurut saya fotografer jurnalistik kalau be-
motret sendiri, saya nggak pernah bawa
teman-teman saya, kok jelek-jelek semua lum pernah jadi fotografer olahraga kemam-
fotografer.
Bagaimana awal ketertarikan Anda fotonya. Akhirnya saya bawa kameranya puannya masih saya ragukan. Kalau sudah
Tahun 1996 saya langsung jadi redaktur foto,
pada dunia fotografi? dan saya potret semua obyek di perjalanan, melewati olahraga dan metropolitan baru bisa
mungkin karena kaderisasi di bagian fotografi
Saya mulai kenal fotografi tahun 1974, biarpun jadi nggak menikmati perjalanannya dibilang matang. Olahraga itu menuntut skill,
waktu itu kurang. Waktu itu Kartono Ryadi,
mulainya dengan cuci cetak. Kebetulan di tapi saya puas foto-fotonya bagus. reaksi dan jalan berpikir yang cepat, sedan-
redaktur Kompas saat itu jadi redaktur sudah
SMP saya ada ekstrakurikuler kamar gelap, Tahun 1978 saya beli kamera pertama saya. gkan metropolitan itu mengasah kepekaan,
lama sekali. Belasan tahun jadi redaktur ng-
jadi sekalian saya ikut. Jadi saya belum bisa Tapi waktu kuliah di ITB saya jarang motret kalau dia lihat momen dia harus bisa pilah ini
gak diganti-ganti. Akhirnya saya mengganti-
motret saya sudah bisa cuci cetak. Tapi den- lagi karena nggak mampu beli kamera yang kepentingan orang apa bukan.
kannya sampai tahun 2000. Tahun 2000 saya
gan mengerti tentang cuci cetak, saya lebih lebih bagus.
pindah ke Medan jadi kepala biro Medan,
mengerti teknik pencahayaan yang benar, Tahun 1988 saya lulus dan kerja di Irian dan Fotografer olahraga tingkat kesuli-
2003 pulang lagi ke Jakarta jadi redaktur
diafragma hingga speed. saya bisa beli kamera lagi. Dan di situ saya tannya dimana saja sih?
Tahu 1977 waktu saya naik gunung bersama ketemu Manuel Kasiepo dan di bilang “kalau Reaksi. Dulu saya motret olahraga waktu ja-
teman-teman, saya nggak puas sama fotonya kamu hobi motret jadi wartawan aja sekalian”, mannya manual focus, belum ada auto focus,
bagus itu bisa nami. Liat orang angkat mayat di tumpukan ke pembaca. Misalnya kalau kita motret demo
dirasakan
Jadi tips pemilihan halaman per- mayat lain juga sudah pasti bagus, tapi kalau terus ada gas air mata akhirnya foto kita jelek
tama itu apa mas?
tapi tidak bisa
“panggung”nya kecil kan jadi lebih susah, terus kita menambahkan keterangan “maaf
Pertama carilah foto yang menceritakan atau
didefiniskan.
misalnya foto gusuran. Selain itu fotografer foto saya jelek karena saya menghirup gas
memperkaya headline. Kalau nggak ada, jurnalistik juga harus bisa nempatin diri. Mis- air mata.” Kan nggak mungkin. Orang nggak
Kalau bisa carilah foto terkuat yang ada. Nah definisi alnya motret mahasiswa demo. Kan kadang mau tau gimana susahnya kita, yang penting
didefinisikan terkuat itu susah dicari. Seperti pertanyaan mahasiswanya brutal, nah brimob juga nggak foto lo jelek.
suatu saat mahasiswa saya, “pak foto yang bagus itu mau konyol, karena itu dia represif. Biarpun
saya sakit definisinya apa ya?” saya jawab gini, “kamu akhirnya yang keluar di Koran brimop yang Boleh kasih contoh foto yang bagus
saya tinggal saya kasih uang lima juta, saya suruh beli kasar, padahal nggak selalu brimob yang dan yang jelek nggak?
kasih defi-
baju yang bagus pasti dapet kan? Tapi kamu kasar duluan. Nah untuk motret orang yang Dulu, ada fotografer yang saya suruh motret
nisinya ke of-
bisa nggak bikin definisi baju “bagus”? lagi dorong-dorongan dan berkelahi ini kan sentra border tasikmalaya, tapi ternyata foto
Setelah itu kamu terangkan definisi itu ke
fice boy dan
susah, mereka juga nggak mau lagi berkelahi yang masuk adalah tiga orang penjahit yang
orang pedalaman pulau terpencil supaya kok malah di foto. Nah tingkat kesulitan itu tersipu-sipu (karena tau sedang dipotret.
saya suruh mereka bisa cari baju bagus juga, bisa ng- red). Masih tersipu-sipu kok dipotret, potret
pilih foto un- gak?” Nggak bisa kan? Karena bagus itu bisa beberapa kali sampai nggak tersipu-sipu baru
tuk halaman dirasakan tapi tidak bisa didefiniskan. Kalau jadi foto yang bagus. Kesalahan lain yang
satu aja. bisa didefinisikan suatu saat saya sakit saya juga sering saya temui adalah ketika motret
orang sedang diwawancara, potretlah ketika
dilabrak, padahal saya motret bareng massa yang ngerusak dan ngebakar dan nggak pernah
diapa-apain. Jadi untuk jadi fotografer jurnalistik harus bisa gabung dengan massa, kalau anak
orang kaya ya biasakan makan di warteg, naik kendaraan umum, masuk gang sempit supaya
nggak canggung kalau harus ngeliput di daerah-daerah itu. Soal ini paling kelihatan waktu
banjir. Kalau fotonya dari atas genteng atau atas mobil pasti fotonya nggak berjiwa. Jadi kalau
motret banjir ya dia harus masuk ke banjir itu. Biarpun resikonya kamera bisa hancur. Hal lain-
nya fotografer jurnalistik harus prima kondisi fisiknya, supaya kalau harus meliput kerusuhan,
perang naik turun gunung nggak kecapean sendiri, apalagi harus bawa peralatan banyak. Dan
yang nggak kalah pentingnya adalah penguasaan teknologi. Fotografer jurnalistik nggak boleh
gagtek. Dia harus menguasai alat, setting white balance, sedikit olah digital, sampai ngirim foto
lewat internet atau bahkan lewat handphone harus bisa.
fotografer”
belum ditambah majalah, surat kabar, design
house, creative boutique, public relation, dan
lain-lain dan lain-lain, termasuk perusahaan
produsen itu sendiri. Menakjubkan! Fotografi
sudah menjadi Industri! Dan korelasi dari
industri adalah bisnis yang bila diterjemahkan
dengan amat kasar berarti uang dalam jumlah
besar, mmhhh…..
fotografer”
saya yang
sepertinya lebih kepada hidup yang harus sta- kasarnya sebulan bisa mengantongi sekitar sampai 30 juta. Sebanding atau bisa jadi lebih
seorang foto-
bil secara finansial, punya status sosial yang 150 hingga 200 juta rupiah yang kalau dikon- dari apa yang di dapat oleh insinyur, dokter,
baik, dan segala hal yang terreferensi dari dan
grafer pernah
versikan (masih asal juga) setara dengan gaji dan pilot. Ya memang juga masih tergantung
pengakuan orang di sekitarnya. Teman saya para direktur BUMN besar di negeri ini. Saya
menerima
pada level keahlian, posisi, dan kapasitas dari
seorang dokter dan dia berpenghasilan sebu- juga jadi ingat ada teman saya yang seorang profesi masing-masing.
lan kurang lebih 15 juta rupiah, tetangga di fotografer pernah menerima pemotretan un-
pemotretan
perumahan profesinya insinyur dan dia digaji tuk 1 project selama 8 hari dibayar 500 juta, Dunia fotografi sekarang sudah menjadi
untuk 1 proj-
12 juta sebulan oleh kantornya, sedangkan atau setara dengan gaji store manager salah industri yang cukup menjanjikan, ini karena
ect selama 8
fotografer? kebutuhan akan jasa (atau barang?) ini se-
hari dibayar
makin meningkat terutama untuk pelengkap
media promosi. Di Jakarta saja tercatat sudah 500 juta
68 EDISI I / 2007 EDISI I / 2007 69
Lepasan
sialisasi. Gerai Prada, Louis Vuitton, Versace
dan merk-merk yang susah untuk dilafalkan
tersebut keluar-masuk fotografer yang men-
jadi langganannya. Belum lagi para customer
service brand Mercedez Benz, BMW, Jaguar
yang sibuk melayani pelanggannya, yang
sekali lagi diantaranya ada fotografer! Impian kalau presiden? Waduh gak tahu ya berapa
stabilitas finansial, status sosial, serta gaya penghasilannya tapi pasti juga tergantung di
hidup bukanlah isapan jempol lagi buat foto- negara mana dia jadi presiden juga berapa
dan orang disekelilingnya menjadi bahagia. jadi fotografer bagaimana? Yah balik lagi ke
Kemudian tiba-tiba teman saya nyeletuk, asal, banyak orang ingin jadi pilot, dokter,
“inget bahagia ukurannya bukan uang saja presiden, dll tetapi tetap saja yang bisa jadi
mas”, setuju sih tapi kan sekarang lagi bahas beneran “jadi” juga ada seleksi alamnya dan
sesuatu yang materialistis bukan filsafat kan? alasan klasik; gimana orangnya. Jadi seperti
juga insinyur yang di gaji cuma 3 juta perak bisa melihat keadaan yang bisa terjadi pada
sampai puluhan juta, juga pilot variatif juga saat sekarang, kemungkinan besar saya
pendapatannya begitu juga dengan fotografer, didorong untuk jadi fotografer hahahaha…..
atau setidaknya suatu saat nanti saya akan
tersenyum puas bila mendengar anak (bisa
jadi anak saya) bilang; aku mau jadi foto-
grafer! (pp)
Rarindra Prakarsa,
berarti telah sekitar dua belas tahun dirinya
Adalah Rarindra Prakarsa nama fotografer berkarya dalam dunia fotografi. Jika ditanya
Perjalanan memotret human interest sional yang sudah berpuluh-puluh tahun senang obyeknya apa dulu, kalau semakin
malang melintang di dunia fotografi. Banyak diperdalam akan jadi bagus,” ujarnya. Ia
orang bertanya-tanya apa latar belakang dari masih ingat, kamera pertamanya, Nikon FM 2.
ekspresi
cari referensi, dan juga melatih kepekaan baik
dan cerita
dengan memperhatikan kehidupan sekitar
dari obyek
maupun dengan mempelajari filosofi hidup.
“jadi jangan kemasannya aja yang bagus, tapi
Proses
digital. Di dalam fotografi komersial iklan pada
saat ini mungkin bahkan di fotografi terapan
digitalisasi
lainnya dapat dikatakan bahwa semua bentuk
fotografi pastilah melewati proses digitalisasi.
Hal ini mengingat dari terapan media digital
dalam
yang digunakan pada pasca-produksi iklan
juga karena mulai membuminya penggunaan
komputer di masyarakat.
“Ada sedikit
fotografi
kekhilafan
2. Digital Photography
pemahaman
awam akan
Merupakan suatu kegiatan fotografi (mer-
proses digi-
ekam) image yang menggunakan peralatan
talisasi visual,
dan media rekam digital.
menafsirkan-
kesinambungan secara berkala akan sedikit mengupas mengenai digital imaging (rekayasa
hasilkan karya fotografi yang menggunakan
digital visual yang dilakukan pada komputer), namun ada baiknya diberikan sedikit iliustrasi
tentang proses digitalisasi visual sebelum melangkah pada proses digital imaging.
teknologi digital.
nya langsung
pada suatu
proses pem-
4. Digital Creation
Ada sedikit kekhilafan pemahaman awam
berian efek
Proses pembuatan visual yang sepenuh-
akan proses digitalisasi visual, karena sering Berikut ini beberapa asumsi dasar “proses
ataupun pen-
nya diolah menggunakan piranti teknologi
kali kita menafsirkannya langsung pada suatu digitalisasi” yang berkaitan dengan fotografi; komputer; desain, animasi, 3D juga CGI yang
proses pemberian efek ataupun pengolahan pada masa sekarang banyak digunakan
golahan ad-
advance visual dalam hal ini visual fotografi. 1. Proses pencitraan digital untuk menambah visual pada fotografi atau
vance visual
Kata digitalisasi banyak diartikan sesuatu Adalah sebuah proses tranformasi digital, sebaliknya.
dalam hal ini
yang bersifat sulit, kompleks, hi-tech, tidak baik dari media konvensional (film) ke media
visual foto-
grafi”
popular bahkan sesuatu yang tak biasa dalam digital (pengubahan file konvensional ke data
keseharian kita. file digital / scanning), maupun dari digital ke
Pick up point
contact person: sdr Agawirija
fn_cikarang@yahoogroups.com
contact person: sdr. Antonius Latif
Himpunan Mahasiswa Penggemar Fotografi
SEASONS (HIMMARFI)
Imaging & Photography Center, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi - Almamater
Jl Senopati no 37 Kebayoran Baru - Jakarta Wartawan Surabaya
Selatan Jl. Nginden Intan Timur 1 no 18, Surabaya.
Telp. : +62 21 521 3010 Contact person: Christian Pieschel: 031
Fax : +62 21 529 07041 – 71707516
Email : info@seasonsfoto.com Atmajaya Photography club
www.seasonsfoto.com Gedung PUSGIWA kampus 3 UAJY,
Focus Nusantara jl. babarsari no. 007 yogyakarta INDONESIA,
jl. K.H. Hasyim Ashari no 18, Jakarta Contact person: Sdri. Widi
Susan+ Pro Indomelbourne Photographie,
Jl. Kemang Raya no.15, 3 rd floor Contact person: sdr. Tanamas W.
Jakarta Selatan 12730 Batam Photo Club,
P. +62.21.71794607 Contact person Sdr. Andreas SM
F. +62.21.71794608 Indonesia Photographer Organization (IPO),
Email: susanpa@susanalbum.com Contact person Sdr. Triyudha Ichwan
Digimage Studio 1 Unit Seni Fotografi IPEBI (USF-IPEBI)
Jl. Setyabudi 86 a Semarang Komplek Perkantoran Bank Indonesia , Menara
telp/faks (024) 7461151 Sjafruddin Prawiranegara lantai 4,
email : digimage_smg@yahoo.com Jl. MH.Thamrin No.2, Jakarta
Digimage Studio 2 Contact person Sdr. Widarmanto
jl. pleburan viii no 2 semarang 50243 “UKM MATA” Akademi Seni Rupa dan Desain
telp (024) 8413991 MSD (Modern SchooL of DEsign)
Jalan Taman Siswa 164 Yogyakarta 55151, Phone
86 EDISI I / 2007