You are on page 1of 132

ANALISIS JURIDIS TERHADAP FUNGSI DAN PERAN PROGRAM

JAMSOSTEK DALAM PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA


DI KOTA MEDAN

Oleh :
Agung Yuriandi
Medan
2011

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan

untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan

spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen)

dalam rangka wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1 Dapat dilihat dengan

adanya pembangunan yang sangat pesat sekali pada akhir-akhir ini, contohnya
2
dengan adanya pembangunan Jembatan Nasional Suramadu, pembangunan

Pembangkit Listrik Swasta, 3 pembangunan Bandara Kuala Namu di Medan, dan

sebagainya.

1
Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dalam bagian
Menimbang huruf a.
2
“Pembangunan Jembatan Suramadu”, http://www.suramadu.com/, diakses pada 04 Februari
2010.
3
“PLN Buka Tender Listrik Swasta Maret 2010”, Kamis, 04 Februari 2010, http://
www.kontan.co.id/index.php/nasional/news/29404/PLN-Buka-Tender-Listrik-Swasta-Maret-2010,
diakses pada 04 Februari 2010.
2

Seluruh pekerjaan pembangunan tersebut dilakukan oleh begitu banyak tenaga

kerja, apalagi pada pembangunan Jembatan Nasional Suramadu yang menyerap 20%

dari total penduduk Madura untuk bekerja dalam pembangunan jembatan tersebut.4

Tenaga kerja adalah ujung tombak perusahaan, dapat dikatakan sebagai pendukung

dalam menjalankan roda perusahaan. Ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor

yang dapat menunjang keberhasilan pembangunan. Tenaga kerja merupakan salah

satu subjek pembangunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses

produksi barang dan jasa, disamping itu juga merupakan pihak yang ikut menikmati

hasil pembangunan. Dalam hal ini, ada hak dan kewajiban dalam hubungan antara

tenaga kerja dengan perusahaan. Perusahaan membutuhkan tenaga para pekerja,

sedangkan para pekerja membutuhkan penghasilan untuk kebutuhan hidup sesuai

dengan Upah Minimum Regional (UMR). 5 Saling ketergantungan inilah yang harus

dibina sebaik-baiknya agar tidak ada terjadi kesenjangan antara pengusaha dengan

para pekerja. 6

Pengusaha sebagai pemimpin perusahaan berkepentingan atas kelangsungan

dan keberhasilan perusahaan dengan cara meraih keuntungan setinggi-tingginya

sesuai modal yang telah ditanamkan dan menekan biaya produksi serendah-

rendahnya (termasuk upah pekerja/buruh) agar barang dan/atau jasa yang dihasilkan

dapat bersaing di pasaran. Bagi pekerja/buruh, perusahaan adalah sumber penghasilan

4
Rahardi Soekarno J., “20 Persen Penduduk Madura Terserap Jadi Tenaga Kerja”, Selasa, 02
Juni 2009, http://www.beritajatim.com/detailnews.php/1/Ekonomi/2009-06-02/36079/20 Persen
Penduduk_Madura_Terserap_Jadi_Tenaga_Kerja__, diakses pada 04 Februari 2010.
5
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada Pasal 90 ayat (1)
menyebutkan bahwa “pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89”.
6
Bandingkan dengan Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke
Perselisihan Revisionisme, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal. 114-115.
3

dan sumber penghidupan sehingga akan selalu berusaha agar perusahaan memberikan

kesejahteraan yang lebih baik dari yang telah diperoleh sebelumnya. Kedua

kepentingan yang berbeda ini akan selalu mewarnai hubungan antara pengusaha dan

pekerja/buruh dalam proses produksi barang dan/atau jasa.7

Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen)

dinyatakan bahwa : ”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Kemudian pada Pasal 28 D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

(Amandemen) dipertegas lagi bahwa : ”Setiap orang berhak untuk bekerja serta

mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.

Hal di atas berarti bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan

pekerjaan dengan tingkat kemampuannya untuk memperoleh imbalan. Kebijaksanaan

upah disamping memperhatikan produktivitas tenaga kerja dan peningkatan daya beli

golongan upah rendah. Perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja

maksudnya adalah bahwa setiap pekerja berhak untuk mendapatkan jaminan sosial

terhadap jiwanya.

Pengertian pekerja atau dapat dikatakan buruh pada saat ini di mata

masyarakat awam sama saja dengan tenaga kerja. 8 Padahal dalam konteks sifat dasar

pengertian dan terminologi di atas sangat jauh berbeda. Secara teori, dalam konteks

7
Maimun, Hukum Ketenagakerjaan, Suatu Pengantar, (Jakarta : Pradnya Paramitha, 2004),
hal. 101, dikutip Jaminuddin Marbun, Analisis Terhadap Perjanjian Kerja Bersama dalam Hubungan
Industrial di Provinsi Sumatera Utara, (Medan : Disertasi, Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara, 2009), hal. 43.
8
Bandingkan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada
Pasal 1 angka (2) menyebutkan bahwa ”pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
4

kepentingan, di dalam suatu perusahaan terdapat 2 (dua) kelompok, yaitu: pemilik

modal (owner) disebut dengan kapitalis; dan kelompok buruh adalah orang-orang

yang diperintah dan dipekerjakan berfungsi sebagai salah satu komponen dalam

proses produksi. Dalam teori Karl Marx tentang nilai lebih, disebutkan bahwa

kelompok yang memiliki dan menikmati nilai lebih disebut sebagai majikan dan

kelompok yang terlibat dalam proses penciptaan nilai lebih itu disebut buruh. Dari

segi kepemilikan kapital dan aset-aset produksi, dapat ditarik benang merah, bahwa

buruh tidak terlibat sedikitpun dalam kepemilikan aset, sedangkan majikan adalah

yang mempunyai kepemilikan aset. Dengan demikian seorang manajer atau direktur

perusahaan sebetulnya adalah buruh walaupun mereka mempunyai gelar

keprofesionalan. 9

Perbedaan kepentingan antara pengusaha dan pekerja/buruh harus dicarikan

harmonisasi antara pekerja/buruh maupun pengusaha yang mempunyai tujuan sama

yaitu menghasilkan barang dan/atau jasa sehingga perusahaan dapat terus berjalan.

Apabila karena satu dan lain hal perusahaan terpaksa ditutup maka yang mengalami

kerugian bukan saja pengusaha karena telah kehilangan modal, tetapi juga

pekerja/buruh karena kehilangan pekerjaan sebagai sumber penghidupan.10

Didorong dengan adanya tujuan yang sama ini maka timbul hubungan yang

saling bergantung antara pengusaha dengan pekerja/buruh dalam proses produksi

barang dan/atau jasa yang dikenal dengan istilah hubungan industrial. Dalam

melaksanakan hubungan industrial pengusaha dan organisasi pengusaha mempunyai

9
Loc.cit.
10
Jaminuddin Marbun, Op.cit., hal. 44.
5

fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas tenaga kerja, dan

memberikan kesejahteraan kepada pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan

berkeadilan. Pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi

menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan

produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan dan

keahliannya serta memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan

anggota beserta keluarganya. Fungsi pemerintah dalam hubungan industrial adalah

menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan dan

melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan

ketenagakerjaan. Peranan pemerintah dalam hal ini penting sekali mengingat

perusahaan bagi pemerintah betapapun kecilnya merupakan bagian dari kekuatan

ekonomi yang menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat dan sebagai salah satu sumber serta sarana dalam menjalankan program

pembagian pendapatan nasional. 11

Ada etika bisnis dalam konteks Indonesia yang tidak boleh mengabaikan

masalah-masalah buruh dalam industri yang banyak dirasakan sekarang ini. Negara-

negara barat sudah menjadi welfare state yang hak kaum buruh sudah cukup

terpenuhi dan terjamin kesejahteraannya. Salah satu faktor yang menyebabkan teori

komunisme Karl Marx ditinggalkan adalah karena kesejahteraan kaum buruh pada

11
Ibid, hal. 45.
6

konteks ini sudah tertinggal jauh oleh konsep Kapitalis. Berikut analisa Brian Burkitt

tentang pandangan Marx terhadap upah.12

“…Marx stresses the dual character of labor; the worker sells his or her own
labor power, but the capitalist buys the worker’s labor time, which is an
undefined, productive potential, determined by the hours worked, the
machinery employed and the intensity of the labor process. In Marx’s analysis,
the crucial distinction remains that the wage is the price of labor power,
exchanged by buyers and sellers in the labor market, but not the price of labor
itself…”.

Penjelasan seperti itu menjadi penegas bahwasanya dalam ekonomi

kapitalistik terdapat dualisme pandangan terhadap buruh yang saling bertolak

belakang. Pada satu sisi, buruh menjadi komponen penting dalam proses produksi

karena memiliki peran merubah bahan mentah dan alat produksi lainnya agar

memiliki nilai. Walaupun bahan mentah dan alat produksi sudah memiliki nilai

tersendiri namun buruh melengkapi melalui kerja yang dilakukan dalam proses

produksi. Nilai yang diberikan oleh kerja buruh sangat penting sehingga perannya

tidak dapat ditiadakan. Pada sisi lain, ternyata peran buruh dalam proses produksi

tersebut tidak dihargai dengan semestinya. Apa yang dimaksud oleh kerja yang

dilakukan oleh buruh dalam proses produksi dalam sistem ekonomi kapitalistik

bukanlah biaya produksi kerja yang dilakukan buruh dalam satu jam, satu hari,

ataupun satu bulan, namun diterjemahkan sebagai biaya produksi kehidupan buruh.13

12
Brian Burkitt, Marx’s Wage Theory in Historical Perspective: It’s Origin, Development
Interpretation, (Book Reviews, 1999), dikutip Tua Hasiholan Hutabarat, “Realitas Upah Buruh
Industri”, (Makalah : Perserikatan Kelompok Pelita Sejahtera, 2006).
13
Tua Hasiholan Hutabarat, Realitas Upah Buruh Industri, (Makalah : Perserikatan
Kelompok Pelita Sejahtera, 2006), hal. 45.
7

Pada sistem pengupahan kapitalistik upah dianggap sebagai imbalan yang

diterima pekerja atas jasa yang diberikan dalam proses memproduksi barang atau jasa

di perusahaan. Upah dalam perspektif ekonomi kapitalistik masih menetapkan standar

kebutuhan dasar buruh, antara lain untuk pangan, sandang, perumahan dan kebutuhan

lainnya. Pada prinsipnya, upah hanya sekedar dijadikan alat untuk mempertahankan

buruh agar dapat bekerja. Agar buruh dapat bekerja, ia harus memenuhi kebutuhan

gizi dan kesehatannya. Pekerja yang kurang protein akan menderita lesu dan tidak

produktif, sehingga kesejahteraan dan kualitas hidup buruh dan keluarganya harus

tetap dipelihara. 14

Buruh yang bekerja di perusahaan dalam proses meningkatkan nilai barang

akan menerima upah sesuai dengan biaya produksi seorang buruh agar dapat tetap

bekerja. Artinya, upah yang diterima hanya merupakan bentuk biaya pengganti

pengeluaran hidup buruh secara minimal. Prinsip sistem pengupahan seperti itulah

yang kemudian banyak diterapkan di beberapa dunia ketiga, seperti Indonesia.15

Tidak terbendungnya penyebaran paham ekonomi kapitalistik merupakan

faktor utama pendorong diterapkannya sistem pengupahan seperti yang berlangsung

saat ini di Indonesia. Percepatan pertumbuhan dan pemulihan eknomi seperti yang

saat ini dilakukan pemerintah mensyaratkan sebuah kondisi yang sangat kondusif

sehingga dapat mengacu produksi dan konsumsi masyarakat. Salah satu strategi

menumbuhkan perekonomian adalah dengan meningkatkan jumlah investasi. Konsep

14
Payaman J. Simanjuntak, Reformasi Sistem Pengupahan Nasional, (Jakarta : Informasi
Hukum, 2004), dikutip Tua Hasiholan Hutabarat, Ibid., hal. 46.
15
Loc.cit., hal. 46.
8

ini merupakan kata kunci dalam proses pertumbuhan ekonomi dikarenakan adanya

keterbatasan modal pemerintah dalam merangsang pemulihan ekonomi negara. 16

Bagi Indonesia penting sekali menghindari kesalahan kapitalisme klasik pada

awal industrialisasi yang menghisap tenaga kerja kaum buruh. Karena itu, masalah-

masalah buruh seperti upah yang adil, keselamatan di tempat kerja, kesejahteraan

kesehatan, dan sebagainya masih perlu menjadi tema-tema pokok dalam etika yang

memfokuskan problem-problem yang nyata dalam dunia bisnis dan industri.

Berbicara mengenai upah terhadap buruh tidak terlepas dari hubungan industri.

Di Indonesia konsep hubungan industrial yang dianut adalah Hubungan Industrial

Pancasila (selanjutnya disebut HIP) yang lahir dari hasil Lokakarya Nasional yang

diselenggarakan dari tanggal 4 sampai 7 Desember 1974 dan diikuti oleh wakil dari

organisasi buruh/pekerja, organisasi pengusaha, wakil pemerintah, dan unsur

perguruan tinggi. HIP adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi

barang dan jasa (buruh/pekerja, pengusaha dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai

yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila Pancasila dan UUD 1945, dan

tumbuh serta berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional

Indonesia. 17 Dengan demikian landasan ideal dari HIP adalah Pancasila, landasan

konstitusionalnya adalah UUD 1945, dan landasan operasionalnya adalah GBHN.

Kebijakan hubungan industrial diarahkan tidak saja untuk dapat menciptakan

hubungan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat yang

memberikan ketenangan bekerja bagi pekerja/buruh, ketentraman berusaha bagi

16
Ibid.
17
Jaminuddin Marbun, Op.cit., hal. 62.
9

pengusaha, menjamin kelangsungan usaha, namun juga memperluas dan

mengembangkan usaha serta dapat menarik investasi dari dalam dan luar negeri. 18

Bahwa keberhasilan pelaksanaan hubungan industrial terletak pada

berjalannya sistem, berfungsinya kelembagaan dan optimalisasi peran serta sarana-

sarana hubungan industrial serta partisipasi dan tanggung jawab pekerja, pengusaha,

pemerintah dan pihak terkait. Dengan demikian maka hubungan industrial menjadi

kegiatan yang strategis dan signifikan dalam pembangunan nasional yang diharapkan

dapat memperluas kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran.19

Untuk menciptakan iklim hubungan industrial yang harmonis, pemerintah

melakukan berbagai upaya dalam bentuk membuat suatu kebijakan diantaranya

dengan meningkatkan kapasitas atau memberdayakan sarana-sarana hubungan

industrial. Secara tegas dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. 20

Hubungan kerja antara majikan dengan pekerja, terjadi setelah adanya

perjanjian kerja. Sebelumnya sebelum keluarnya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan peraturan yang berlaku adalah Pasal 1601 a Bab 7A KUH

Perdata menyebutkan bahwa :

“Persetujuan perburuhan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu


buruh (pekerja) mengikatkan diri untuk dibawahi pimpinan pihak lain
(majikan), untuk waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima
upah”.

18
Ibid., hal. 64.
19
Ibid.
20
Ibid., hal. 67.
10

Jika pekerja tidak memiliki gelar keprofesionalan tersebut, sering sekali di

dalam perusahaan tersisihkan dan tidak terpikirkan oleh majikan. Mengenai jaminan

sosial buruh tidak selalu ada jaminan dari perusahaan. Problem buruh seperti yang

selalu dihadapi oleh pengusaha, antara lain : mengenai upah yang rendah.21

Mengenai Upah Minimum Regional (selanjutnya disebut UMR) 22 di Kota

Medan mengacu pada Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 561/5492/K/2009

tentang Penetapan Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010, yang menyebutkan

bahwa UMR Kota Medan pada tahun 2010 sebesar Rp. 1.100.000,- (satu juta seratus

ribu rupiah). UMR tersebut hanya berlaku selama 1 (satu) tahun masa kerja dan

merupakan upah terendah, sedangkan untuk yang bekerja lebih dari 1 (satu) tahun

harus dinegosiasikan secara bipartit antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh

dengan pengusaha di Perusahaan bersangkutan secara musyawarah dan dimuat dalam

materi Kesepakatan Kerja atau yang sering disebut dengan kontrak kerja. Apabila

perusahaan sudah mengeluarkan UMR kepada pekerja/buruh lebih tinggi maka

dilarang untuk mengurangi dan menurunkan gaji pekerja/buruh.23

Kondisi buruh di kota-kota besar di Indonesia hampir sama dengan kondisi

buruh yang ada di Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan sama-sama mengalami

tekanan dalam berbagai bentuk, salah satunya tekanan dalam sisi pengupahan. Hal itu

21
Edy Purwo Saputro, “Mengurai Benang Kusut Problem Buruh”, http://www.infoanda.com/
linksfollow.php?lh=VlJZUFJVVlcD, diakses pada 19 Mei 2010.
22
Upah Minimum Regional adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para
pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di
dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum., lihat “Upah Minimum
Regional”, http://id.wikipedia.org/wiki/Upah_minimum_regional, diakses pada 19 Mei 2010.
23
Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 561/5492/K/2009 tentang Penetapan Upah
Minimum Kota Medan Tahun 2010.
11

diakibatkan oleh standar umum kebijakan pengupahan dari pemerintah yang tidak

pernah mempertimbangkan kebutuhan dan produktivitas buruh yang sesungguhnya.

Walaupun dalam beberapa tahun terakhir regulasi kebijakan perburuhan telah

memasukkan karakteristik lokal (Kabupaten/Kota) dalam proses perumusan dan

penetapan upah, namun realitas upah yang berjalan sangat jauh dari kelayakan yang

diharapkan oleh buruh.24

Salah satu aspek yang menyebabkan rendahnya upah dan tidak sejahteranya

buruh adalah adanya beberapa kebijakan pengupahan yang sangat tidak adil dan tidak

berpihak terhadap buruh. Sejak proses kebijakan pengupahan dirubah dari yang

ditentukan oleh Presiden berdasarkan masukan dari Kepala Daerah (Gubernur dan

Bupati) menjadi diputuskan oleh pemerintah setingkat kepala daerah kebijakan

pengupahan tetap tidak membawa perbaikan pada kondisi upah buruh.25

Ada banyak reduksi yang berlangsung ketika kebijakan pengupahan

diserahkan pada Gubernur dan Bupati. Walaupun sebenarnya pengalihan wewenang

tersebut adalah bertujuan untuk mengakomodir berbagai karakteristik daerah (yang

merupakan salah satu bentuk dari penerapan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999

tentang Otonomi Daerah), namun pelaksanaannya di lapangan ternyata tetap tidak

membawa perubahan yang cukup berarti bagi buruh. Perubahan kebijakan tersebut

masih sekedar menggeser kewenangan birokrasi dari pemerintah pusat ke daerah

(propinsi dan kabupaten/kota) tanpa merubah substansi dari kebijakan tersebut.

Konsep-konsep inti kebijakan pengupahan yang dirasakan tidak adil ternyata tidak

24
Tua Hasiholan Hutabarat, Op.cit.
25
Ibid., hal. 57.
12

mengalami perubahan sama sekali, sehingga membuat pergeseran kewenangan

pengupahan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah tersebut sama sekali menjadi

tidak bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan buruh, malah menciptakan

potensi-potensi penyelewengan dan pembodohan yang lebih besar terhadap buruh.26

Pada banyak sisi, sistem pengupahan yang diberlakukan saat ini belum sesuai

dengan harapan buruh, demikian juga secara institusional, konsep dasar, mekanisme,

maupun pada level aplikasi, sistem pengupahan masih jauh dari dimensi keadilan,

demokrasi, dan nilai-nilai kemanusiaan. Hal itulah yang menjadi salah satu landasan

dari penelitian yang lebih mendalam tentang sistem pengupahan, khususnya bagi

buruh sektor perindustrian di perkotaan. 27

Realitas ketidakadilan sistem pengupahan dan tidak berpihaknya kebijakan

perburuhan tersebut dapat dilihat dengan cara mendeskripsikan pengetahuan,

pemahaman, atau persepsi buruh tentang berbagai aspek dalam sistem dan kebijakan

pengupahan, institusi yang memiliki otoritas dalam perumusan dan penetapan upah,

baik itu tentang proses, peran dari institusi atau stakeholder, maupun harapan dan

keinginan buruh terkait dengan proses perumusan dan penetapan upah. Apa yang

ingin diungkapkan nantinya akan menggambarkan bagaimana sebenarnya realitas

(pemahaman, pengetahuan, dan persepsi buruh) tentang kebijakan maupun proses

perumusan dan penetapan upah. Selama ini pemahaman buruh memang kurang

diperhatikan sebagai pertimabngan lembaga pengupahan. Padahal, kebijakan

26
Ibid., hal. 57-58.
27
Ibid., hal. 58.
13

pengupahan yang menindas ini sudah lama berlangsung, sehingga pastinya akan

membentuk pemahaman dan pengetahuan secara subjektif. 28

Selama ini, upaya pengkritisan sistem pengupahan cenderung dilakukan

secara sepihak, antara lain perspektif pemerintah, kalangan elemen masyarakat pro

demokrasi, tanpa melihat penilaian atas persepsi buruh sendiri. Bagaimanapun juga,

sikap buruh terhadap sistem pengupahan terbentuk berdasarkan realitas kehidupan

sehari-hari mereka. Buruh yang mengalami secara langsung minimnya upah,

sehingga pantaslah jika pandangan kritis buruh tersebut yang harus diangkat ke

permukaan jika berkeinginan merubah sistem pengupahan yang berlaku saat ini. 29

Dengan upah yang begitu minim sehingga tidak menjamin tenaga kerja untuk

mendapatkan kesejahteraan dan kehidupan yang layak maka disinilah ada peran pihak

ketiga yang menanggung segala biaya yang ditimbulkan jika tenaga kerja mengalami

hal demikian. Pihak ketiga yang dimaksud adalah Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(selanjutnya disebut JAMSOSTEK). JAMSOSTEK mengakomodasi kepentingan

pengusaha dan kebutuhan tenaga kerja.

Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia secara umum

meliputi penyelengaraan Program-Program JAMSOSTEK, Taspen, Askes, dan

Asabri. Penyelengaraan Program JAMSOSTEK didasarkan pada Undang-Undang No.

3 Tahun 1992, program Taspen didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun

1981, program Askes didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1991,

program Asabri didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1991,

28
Ibid.
29
Ibid., hal. 58-59.
14

sedangkan program Pensiun didasarkan pada Undang-Undang No. 6 Tahun 1966.

Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia berbasis kepesertaan, yang dapat

dibedakan atas kepesertaan pekerja sektor swasta, pegawai negeri sipil (PNS), dan

anggota TNI/Polri. 30

Dalam rangka menciptakan landasan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

perlindungan tenaga kerja, undang-undang mengatur penyelenggaraan JAMSOSTEK

sebagai perwujudan pertanggungan sosial. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK. Pada hakikatnya program

jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian berlangsungnya arus

penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti atau seluruh penghasilan yang

hilang. 31

Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja

dan keluarganya. Program JAMSOSTEK berupa produk jasa, dimaksudkan untuk

melindungi resiko sosial tenaga kerja yang dihadapi oleh tenaga kerja. Program

tersebut terdiri dari: Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); Program Jaminan

Hari Tua (JHT); Program Jaminan Kematian (JKM); Program Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan (JPK).32

30
Yohandarwati, et.al., “Desain Sistem Perlindungan Sosial Terpadu”, Direktorat Ke-
pendudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan, BAPPENAS,
http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/343/, 2003, diakses pada 24 Maret 2010.
31
Sutardji, Analisis Kepuasan Peserta Jamsostek pada Kantor Cabang PT. Jamsostek
(Persero) Semarang, (Surakarta : Tesis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta),
hal. 2.
32
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
15

JAMSOSTEK mempunyai dua aspek, yaitu: (a) memberikan perlindungan

dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta

keluarganya; dan (b) merupakan penghargaan tenaga kerja yang telah

menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja. 33

Program JAMSOSTEK sebagaimana didasarkan pada Undang-Undang No. 3

Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang

mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. JAMSOSTEK dapat dikatakan

suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai

pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau keadaan yang dialami oleh

tenaga kerja sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. 34

Cakupan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) meliputi: biaya pengangkutan,

biaya pemeriksaan, pengobatan, perawatan, biaya rehabilitasi, serta santunan uang

bagi pekerja yang tidak mampu bekerja, dan cacat. Apabila pekerja meninggal dunia

bukan akibat kecelakaan kerja, mereka atau keluarganya berhak atas Jaminan

Kematian (JK) berupa biaya pemakaman dan santunan berupa uang. Apabila pekerja

telah mencapai usia 55 tahun atau mengalami cacat total/seumur hidup, mereka

berhak untuk memperolah Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibayar sekaligus atau

secara berkala. Sedangkan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja

33
Sutardji., Loc.cit., hal. 2.
34
Pasal 1 angka (1)., Loc.cit.
16

termasuk keluarganya, meliputi: biaya rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan

kehamilan dan pertolongan persalinan, diagnostik, serta pelayanan gawat darurat. 35

Pada dasarnya Program JAMSOSTEK merupakan sistem asuransi sosial,

karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded

system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut

secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial

biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini

pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem

asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi

badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara

Program JAMSOSTEK dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah

akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero.36

Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja, dan diatur lagi dalam PP No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan

Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang menyatakan bahwa

penyelenggara perlindungan tenaga kerja swasta adalah PT. Jamsostek. Setiap

perusahaan swasta yang memperkerjakan sekurang-kurangnya 10 orang atau dapat

membayarkan upah sekurang-kurangnya Rp. 1 juta rupiah per bulan diwajibkan untuk

35
Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 20, Tambahan Lembaran
Negara No. 3520.
36
Yohandarwati, et.al., Op. cit., hal. 27.
17

mengikuti sistem jaminan sosial tenaga kerja ini. 37 Namun demikian, belum semua

perusahaan dan tenaga kerja yang diwajibkan telah menjadi peserta Jamsostek.

PT. Jamsostek (Persero) yang ditunjuk sebagai satu-satunya badan

penyelenggara sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang

Penetapan Badan Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, bertekad

untuk selalu menjadi badan penyelenggara yang siap, handal, dan terpercaya di

Indonesia. Berkaitan dengan fungsi pemasaran ini, PT. Jamsostek (Persero) Kantor

Wilayah I melakukan strategi pemasaran yang berorientasi pada pelanggan. Hal ini

dilakukan dengan sosialisasi ke berbagai elemen masyarakat. Sasaran ke setiap

elemen masyarakat ini mempunyai dasar pemikiran bahwa membahagiakan atau

memuaskan pelanggan atau peserta sangat menentukan keberhasilan.

Secara khusus di Kota Medan, pelaksanaan Program JAMSOSTEK belum

menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Kantor Cabang Medan dan Kantor Cabang Belawan periode Maret 2010, jumlah

Perusahaan yang tidak mengikuti Program JAMSOSTEK mencapai 1.277

perusahaan.38 Padahal Undang-Undang No 3 tahun 1992 bersifat wajib bagi seluruh

usaha berbadan hukum.

Dari uraian tersebut di atas, dapat terlihat bahwa kurangnya kesadaran

pengusaha dalam melaksanakan Program JAMSOSTEK. Apalagi dibarengi dengan

37
Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pasal 17 yang
menyatakan bahwa “Pengusaha dan Tenaga Kerja wajib ikut serta dalam program jaminan sosial
tenaga kerja”.
38
PT. Jamsostek (Persero) Kanwil I, “Perusahaan Wajib Belum Daftar”, (Medan : Data
Perusahaan Potensi, 2010).
18

lemahnya pengawasan dan penegakan hukum bagi perusahaan-perusahaan yang tidak

melaksanakan Program JAMSOSTEK.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana fungsi dan peran Program JAMSOSTEK dalam perlindungan

hukum tenaga kerja di Kota Medan?

2. Bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi PT. Jamsostek (Persero) dalam

perlindungan tenaga kerja di Kota Medan?

3. Bagaimana upaya PT. Jamsostek (Persero) dalam memberikan perlindungan

hukum terhadap tenaga kerja di Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini, antara lain:

1. Untuk mengetahui fungsi dan peran JAMSOSTEK dalam perlindungan

hukum tenaga kerja di Indonesia.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi JAMSOSTEK dalam

perlindungan tenaga kerja di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui upaya JAMSOSTEK dalam memberikan perlindungan

hukum terhadap tenaga kerja di Kota Medan.


19

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan

pertimbangan bagi penelitian lanjutan.

b. Memperkaya khasanah perpustakaan.

2. Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau instansi terkait dalam

memberikan perlindungan terhadap pekerja yang bekerja di perusahaan-

perusahaan di Kota Medan.

b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat (pelaku usaha) mengenai

perlindungan terhadap pekerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan di

Kota Medan.

E. Kerangka Teori dan Definisi Operasional

Berbicara mengenai JAMSOSTEK tidak terlepas dari perlindungan sosial,

untuk mengkaji jaminan sosial tenaga kerja terlebih dahulu dilihat perlindungan

sosial pada negara welfare state, yaitu : perlindungan sosial diperlukan untuk

kesejahteraan; perlindungan sosial membutuhkan tindakan kolektif; perlindungan


20

sosial didasarkan pada solidaritas; dan perlindungan sosial harus sekomprehensif

mungkin. 39

Dalam hal perlindungan sosial diperlukan untuk kesejahteraan, secara umum

mencakup dua prinsip, yaitu : tindakan kolektif untuk menutup berbagai

kemungkinan yang terjadi pada tenaga kerja; dan penyedia layanan untuk menangani

kebutuhan para pekerja. Keberadaan layanan untuk pekerja tersebut merupakan salah

satu layanan sosial. Perlindungan sosial diperlukan untuk kesejahteraan, baik karena

memenuhi kebutuhan hidup, dan tanpa hal tersebut para pekerja akan menjadi tidak

nyaman apabila terjadi suatu hal yang dapat menyebabkan pekerja tersebut tidak

dapat bekerja.40

Mengenai perlindungan sosial yang membutuhkan tindakan kolektif, hal ini

karena perlindungan sosial memiliki karakteristik solidaritas yaitu pengakuan

tanggung jawab bersama dan mengumpulkan resiko, dimana tanggung jawab atas

resiko seseorang diterima oleh orang lain dalam hal ini pihak ketiga. Bahkan jika,

pada prinsipnya, langkah-langkah untuk perlindungan sosial dapat dilakukan oleh

pekerja sendiri, namun dalam prakteknya sering tidak mungkin bagi pekerja untuk

melakukannya. Hal ini dikarenakan kondisi dimana pekerja membutuhkan

perlindungan termasuk kemiskinan, ketidakmampuan fisik, mental dan penurunan

kemelaratan. Perlindungan sosial yang efektif menuntut kontribusi pihak lain dalam

masyarakat.41

39
Paul Spicker, Welfare State General Theory, (London : SAGE, 2000), hal. 94-97.
40
Ibid.
41
Ibid.
21

Perlindungan sosial didasarkan pada solidaritas maksudnya adalah kewajiban

kepada orang lain, ketika seorang anggota masyarakat atau pekerja yang mengalami

kesulitan untuk mendukung biaya hidupnya dianggap diperlukan atau bergerak ke

arah ketergantungan seperti kanak-kanak atau usia tua, kewajiban untuk orang itu

akan ada. Pada awal manifestasinya perlindungan sosial dianggap sebagai bentuk

amal. Amal adalah bentuk solidaritas sosial yang khas, salah satu motivasinya adalah

agama sebagai kewajiban utamanya adalah untuk Tuhan. Meskipun motif amal telah

selamat, organisasi perlindungan sosial telah bergeser menuju landasan dalam

prinsip-prinsip saling membantu. Prinsip pokok perlindungan sosial adalah penyatuan

resiko. Dalam asuransi saling membantu, orang membayar premi untuk melindungi

diri mereka terhadap keadaan yang kontinjensi. Inilah tempat perlindungan sosial

yang lebih langsung atas dasar kewajiban timbal balik. Bentuk perlindungan sosial

sering dilengkapi dengan pengaturan komersil, yang telah digandakan pola saling

membantu formal. 42

Perlindungan sosial harus sekomprehensif mungkin, maksudnya adalah sifat

perlindungan sosial itu dibutuhkan untuk menanggulangi resiko dalam hal

kemungkinan yang menimbulkan kebutuhan. Sangat mungkin untuk pengaturan

formal perlindungan sosial menutupi minoritas istimewa. Menurut Ferrera, ciri sistem

perlindungan sosial di Eropa Selatan sebagai polarisasi dengan pasti dualisme tajam

membedakan orang-orang yang hanya segelintir orang terbaik untuk dilindungi

42
Ibid.
22

dibandingkan dengan kebanyakan para buruh yang ada. Ini disebut kurangnya

kesetaraan perlindungan terhadap orang lain. 43

Jika perlindungan sosial dipandang dari sisi jasa di banyak negara yang tidak

universal. Sistem Bismarck dengan ketentuan yang berlaku di Jerman didasarkan

pada resiko yang dikumpulkan hanya untuk orang-orang di bawah pendapatan yang

telah ditentukan oleh pemerintah. Pekerja yang berpenghasilan lebih tinggi yang

seharusnya dapat membuat peraturan yang lebih tinggi juga dalam hal tarif untuk

pembayaran iuran. Alasan dasar untuk perlindungan sosial tidak harus semua orang

tercakup dalam satu sistem yang sama, tetapi bahwa setiap orang perlu dilindungi

terhadap eventualitas. Hal ini dapat dicapai dengan berbagai cara, dan ada argumen

untuk fleksibilitas. Perlu dicatat bahwa nilai dari sistem perlindungan sosial di Jerman

masih kurang lengkap, tetapi saling melengkapi strategi yang dapat diadopsi oleh

negara lain untuk mengembangkan sistem perlindungan sosial. 44

Dalam upaya memberikan perlindungan sosial bagi pekerja beserta

keluarganya, banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, salah satunya

adalah dengan mengeluarkan undang-undang. Seperti ketenagakerjaan diatur dalam

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang bertujuan untuk memberdayakan dan

mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi, mewujudkan

pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan

kebutuhan pembangunan nasional dan daerah, memberikan perlindungan kepada

43
Ibid.
44
Ibid.
23

tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan, dan meningkatkan kesejahteraan

tenaga kerja dan keluarganya.

Dalam hal perlindungan tenaga kerja diatur dalam Undang-Undang No. 3

Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kedua undang-undang tersebut di

atas adalah undang-undang yang melindungi hak-hak tenaga kerja. Namun, tidak bisa

diterapkan dengan baik. Hal ini dikarenakan lemahnya pengawasan dan penegakan

hukum.

Program JAMSOSTEK merupakan kebutuhan masyarakat yang mendasar

karena menyangkut kelangsungan hidup baik bagi pekerja maupun keluarganya.

Namun demikian diakui bahwa JAMSOSTEK, saat ini memerlukan kebutuhan yang

memperoleh prioritas bagi masyarakat, namun pelaksanaannya masih kurang berjalan

seperti yang diharapkan. 45

Pada hakikatnya Program JAMSOSTEK memberikan kepastian

berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian

atau keseluruhan penghasilan yang berkurang, disamping sebagai pelayanan akibat

peristiwa yang dialami oleh pekerja dengan demikian para pekerja akan merasa lebih

tenang dalam bekerja dan menjalankan aktivitasnya sehari-hari.

Dengan ketenangan yang diberikan kepada tenaga kerja, maka pekerjaan yang

dilakukan akan sempurna dan menguntungkan pengusaha. Jika pengusaha

diuntungkan maka dengan demikian negara juga diuntungkan. Hal ini semata adalah

untuk membangun ekonomi melalui penerapan hukum yang baik.

45
Surya Perdana, Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) pada
Perusahaan Swasta di Kota Medan, (Medan : Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara, 2009), hal. 3.
24

Hukum dengan demikian, memiliki peran yang sangat penting dalam

pembangunan ekonomi, khususnya dunia usaha. Erman Rajagukguk mengatakan:

”faktor utama bagi hukum untuk dapat berperan dalam pembangunan


ekonomi adalah apakah hukum itu mampu menciptakan stability,
predictability dan fairness. Dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi sistim
ekonomi apa saja untuk berfungsi. Termasuk dalam fungsi stabilitas adalah
potensi hukum untuk menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-
kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan hukum untuk meramalkan
(predictability) akibat dari suatu langkah-langkah yang telah diambil
khususnya penting bagi negara yang sebagian rakyatnya untuk pertama kali
memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang
tradisional. Aspek keadilan (fairness) seperti perlakuan yang sama dan standar
pola tingkah laku pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar
dan mencegah birokrasi yang berlebihan. 46

Dunia usaha dengan demikian sangat membutuhkan kepastian hukum.

Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa masyarakat sangat mengharapkan adanya

kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih

tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk

ketertiban masyarakat. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang

diperbuatnya, sehingga akhirnya menimbulkan keresahan. Tetapi jika terlalu menitik

beratkan pada kepastian hukum, dan ketat menaati peraturan hukum yang ada, maka

akibatnya akan kaku serta akan menimbulkan rasa tidak adil. 47

Keadilan sangat diperlukan dalam substansi hukum. Khususnya dalam hukum

ekonomi, pranata hukum harus mampu mengakomodasi secara berkeadilan berbagai

kepentingan kelompok masyarakat yang berbeda-beda strata ekonomi dan sosialnya

46
Erman Rajagukguk, ”Hukum Ekonomi Indonesia Memperkuat Persatuan Nasional,
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial”, Seminar Pembangunan
Hukum Nasional VIII, Bali 14-18 Juli 2003.
47
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogjakarta : Liberty, 1988),
hal. 136.
25

dalam hal ini adalah tenaga kerja dan pelaku usaha. Hukum di bidang ekonomi

dengan demikian harus berimbang dalam mengatur kepentingan pelaku usaha yang

berbeda-beda skala ekonominya, baik itu Usaha Mikro Kecil Menengah (selanjutnya

disebut UMKM), swasta besar, BUMN maupun swasta asing. Hal ini merupakan

implementasi dari pesan konstitusional yang tidak mengizinkan adanya keberpihakan

negara hanya pada satu pilar ekonomi. Peran negara sangat dibutuhkan untuk

menciptakan keadilan bagi kelompok-kelompok masyarakat yang lemah melalui

hukum yang menata sedemikian rupa ketidakmerataan sosial dan ekonomi agar lebih

menguntungkan kelompok masyarakat yang lemah.

Selanjutnya, untuk menghindari kesalahan dalam memaknai konsep-konsep48

yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan diberikan definisi

operasional dari konsep-konsep yang dipergunakan :

1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja

dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan

penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat

peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan

kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. 49

48
Bandingkan dengan M. Solly Lubis, mengemukakan bahwa Pandangan Konseptual dalam
arti mampu berfikir dan memproduk buah pikiran yang bernilai konsepsual untuk menunjang kegiatan-
kegiatan konseptualisasi baik melalui jalur formal maupun non-formal, M. Solly Lubis, Sistem
Nasional, (Bandung : Mandar Maju, 2002), hal. V, dikutip Jaminuddin Marbun, Op.cit., hal. 33.
49
Pasal 1 angka (1), Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 14, Tambahan Lembaran Negara No. 3468.
26

2. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat.50

3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain. 51

4. Hubungan Industri adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para

pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur

pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. 52

5. Jaminan Kecelakaan Kerja adalah kecelakaan kerja maupun penyakit akibat

kerja merupakan resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan

pekerjaan.53

6. Jaminan Kematian adalah tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat

kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat

berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang

ditinggalkan.54

50
Pasal 1 angka (2), Ibid.
51
Pasal 1 angka (2), Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 39, Tambahan Lembaran Negara No. 4279.
52
Pasal 1 angka (16), Ibid.
53
Angka (1) Bagian Umum Penjelasan., Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, Op. cit.
54
Angka (2) Bagian Umum Penjelasan., Ibid.
27

7. Jaminan Hari Tua adalah hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah

karena tidak lagi mampu bekerja.55

8. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah pemeliharaan kesehatan

dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat

melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan di

bidang penyembuhan (kuratif). 56

9. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang

menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ataupun bukan miliknya baik

yang berkedudukan di wilayah Indonesia maupun yang berkedudukan di luar

wilayah Indonesia.57

10. Program JAMSOSTEK adalah Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan

Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan (JPK).

11. Fungsi JAMSOSTEK adalah untuk memberikan perlindungan kepada tenaga

kerja berupa JKK, JK, JHT, dan JPK.

12. Peran JAMSOSTEK adalah sebagai pelindung pekerja dan mitra pengusaha.

13. Perlindungan hukum adalah berupa santunan uang dan pelayanan kesehatan.

14. Hambatan JAMSOSTEK adalah hal-hal yang dapat menurunkan jumlah

kepesertaan JAMSOSTEK terhadap perusahaan maupun tenaga kerja. Hal-hal

55
Angka (3) Bagian Umum Penjelasan., Ibid.
56
Angka (4) Bagian Umum Penjelasan., Ibid.
57
Pasal 1 angka (5), Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Op. cit.
28

tersebut dapat berupa faktor eksternal dan internal dari PT. Jamsostek

(Persero) itu sendiri.

F. Keaslian Penelitian

Penulisan ini didasarkan pada ide, gagasan serta pemikiran penulis secara

pribadi dan keseluruhan dengan melihat dan memahami substansi hukum dalam

tujuan diterapkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial dan

Tenaga Kerja yang didukung juga dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan. Sepanjang penulis ketahui dan konfirmasi, ihwal “Analisis

Juridis terhadap Fungsi dan Peran Program JAMSOSTEK dalam Perlindungan

Hukum Tenaga Kerja di Kota Medan” belum pernah diteliti. Oleh karena itu keaslian

(orisinalitas) dari penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.

Namun, penelitian dengan objek kajian yang sama tetapi berbeda

permasalahan dan pembahasan sudah pernah dilakukan, yaitu : Tesis dengan judul

“Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) pada Perusahaan Swasta

di Kota Medan” oleh Surya Perdana tahun 2001 dan “Analisis Terhadap Tujuan

Pendirian BUMN Persero dalam Undang-Undang BUMN dan Undang-Undang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)” oleh Ahmad Ansyori tahun 2008; Disertasi

dengan judul “Analisis Terhadap Perjanjian Kerja Bersama dalam Hubungan

Industrial di Provinsi Sumatera Utara” oleh Jaminuddin Marbun tahun 2009. Ketiga

penelitian tersebut dilakukan di Medan.


29

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan

pendekatan juridis normatif. 58 Dengan demikian objek penelitian adalah norma

hukum yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum dibuat dan ditetapkan oleh

pemerintah dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang

terkait secara langsung dengan jaminan sosial tenaga kerja.

Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normatif ini disebut juga dengan

penelitian doktrinal (Doctrinal Research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis,

baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun sebagai law as it decided

by judge through judicial process.59

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang

ditujukan untuk menganalisis kaidah-kaidah hukum dalam peraturan hukum positif

(perundang-undangan) atau disebut dengan pendekatan undang-undang (statute

approach)60 terkait dengan Fungsi dan Peran Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

di Kota Medan.

58
Adapun tahap-tahap dalam analisis yuridis normatif adalah : merumuskan azas-azas hukum
dari data hukum positif tertulis; merumuskan pengertian-pengertian hukum; pembentukan standar-
standar hukum; dan perumusan kaidah-kaidah hukum. Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode
Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 166-167.
59
Ronald Dworkin, dalam Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan
Perbandingan Hukum dan Hasil Penulisan pada Majalah Akreditasi, (Medan : Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara, 2003), hal. 2.
60
Alvi Syahrin, “Modul Perkuliahan Metode Penelitian Hukum : Pendekatan dalam
Penelitian Hukum”, (Medan : Sekolah Pasca Sarjana Unversitas Sumatera Utara, 2008), hal. 10-35.
30

Sifat penelitian adalah penelitian deskriptif yang ditujukan untuk

menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis gejala-gejala hukum terkait

dengan peranan hukum dalam pembangunan ekonomi dalam studi terhadap Fungsi

dan Peran Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Kota Medan.


31

2. Sumber Bahan Hukum

Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan

dan berdasarkan pada data sekunder, maka sumber bahan hukum yang dapat

digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu:

1. Bahan hukum primer, terdiri sejumlah perangkat dan peringkat peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja,

antara lain : Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen; Undang-Undang No.

3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja; Undang-Undang No. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; Undang-Undang No. 40 Tahun 2004

tentang Jaminan Sosial Nasional; Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas; Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993

Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja; Peraturan

Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggaran

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja; Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun

2002 tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 14 Tahun 1993; Peraturan

Pemerintah No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keempat Atas PP No. 14

Tahun 1993; Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-

12/MEN/VI/2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan,

Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial

Tenaga Kerja; dan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.

561/5492/K/2009 tentang Penetapan Upah Minimum Kota Medan Tahun

2010.
32

2. Bahan hukum sekunder, bahan-bahan kajian dan analisis para ahli hukum

yang bersumber dari berbagai jurnal, buku-buku, hasil-hasil penelitian dan

dokumen-dokumen terkait, yaitu : Disertasi dengan judul ”Analisis Terhadap

Perjanjian Kerja Bersama dalam Hubungan Industrial di Provinsi Sumatera

Utara” oleh Jaminuddin Marbun; Tesis dengan judul ”Analisis Terhadap

Tujuan Pendirian BUMN Persero dalam Undang-Undang BUMN dan

Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)” oleh Ahmad

Ansyori; Tesis dengan judul ”Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(JAMSOSTEK) pada Perusahaan Swasta di Kota Medan” oleh Surya Perdana.

3. Bahan hukum tertier, berupa bahan-bahan yang berfungsi memberikan

kejelasan pemahaman terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus-kamus hukum, ekonomi, ensiklopedia, catatan

maupun bahan perkuliahan di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera

Utara.

3. Teknik Pengumpulan Data

Hampir semua jenis penelitian memerlukan studi pustaka. Walaupun orang

sering membedakan antara riset kepustakaan (library research) dan riset lapangan

(field research), keduanya tetap memerlukan penelusuran pustaka. Perbedaannya

yang utama hanyalah terletak pada tujuan, fungsi dan/atau kedudukan studi

kepustakaan dalam masing-masing penelitian itu. Dalam riset lapangan, penelusuran

pustaka terutama dimaksudkan sebagai langkah awal untuk menyiapkan kerangka


33

penelitian (research design) dan/atau proposal guna memperoleh informasi penelitian

sejenis, memperdalam kajian teoritis atau mempertajam metodologi. Sedangkan

dalam riset kepustakaan, penelusuran pustaka lebih daripada sekedar melayani

fungsi-fungsi yang disebutkan di atas. Riset pustaka sekaligus memanfaatkan sumber

perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya. Tegasnya riset pustaka

membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa

melakukan riset lapangan. Idealnya, sebuah riset profesional menggunakan kombinasi

riset pustaka dan lapangan atau dengan penekanan pada salah satu diantaranya.61

Tehnik pengumpulan data sekunder pada penelitian ini dilakukan dengan studi

kepustakaan (library research) dengan instrumen pengumpulan data berupa studi

dokumen. Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan tehnik studi

kepustakaan dan studi dokumen dari berbagai sumber yang dipandang relevan dengan

peran dan fungsi Program JAMSOSTEK dalam melindungi tenaga kerja di Kota

Medan.

4. Analisis Data

Pengolahan dan analisis data pada dasarnya tergantung pada jenis datanya,

bagi penelitian hukum normatif yang hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri

dari : bahan hukum primer; bahan hukum sekunder; dan bahan hukum tersier, maka

61
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008),
hal. 1-2.
34

dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri

dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum.62

Penafsiran hukum memiliki karakter hermeunetik. Hermeunetik atau

penafsiran diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan

menjadi mengerti. 63

Penerapan hermeneutik (penafsiran) terhadap hukum selalu berhubungan

dengan isinya. Setiap hukum mempunyai dua segi, yaitu yang tersurat dan yang

tersirat, bunyi hukum dengan semangat hukum. Dua hal itu selalu diperdebatkan oleh

para ahli hukum. Dalam hal ini, bahasa menjadi penting. Ketepatan pemahaman

(subtilitas intellegendi) dan ketepatan penjabaran (subtilitas explicandi) adalah sangat

relevan bagi hukum. Penafsiran harus digunakan untuk menerangkan dokumen

hukum.64

Data (bahan hukum) dianalisis dengan menggunakan metode analisis

kualitatif 65 – abstraktif – interpretatif. 66 Bahan hukum primer yang terinventarisis

terlebih dahulu disistematisasaikan sesuai dengan substansi yang diatur dengan

mempertimbangkan relevansinya terhadap rumusan permasalahan dan tujuan

penelitian. Selanjutnya dilakukan interpretasi terhadap bahan hukum untuk

62
Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.cit., hal. 163.
63
E. Sumaryono, Hermeunetik sebuah Metode Filsafat, (Yogjakarta : Kanisius, 1993), hal. 24,
dikutip Amiruddin dan Zainal Asikin, Ibid.
64
Loc.cit., hal. 164.
65
Metode analisis kualitatif adalah metode penelitian yang tidak bisa dihitung dengan angka,
sebagai contoh : keefektivan KUHP dalam mencegah kejahatan. Hukum adalah norma yang hidup
dalam masyarakat yang tidak bisa diukur dengan angka. Muzakkir, ”Catatan Perkuliahan : Metode
Penelitian Hukum”, (Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009).
66
Metode analisis interpretatif adalah digunakan dalam riset budaya. Dikarenakan hukum
yang hidup dalam masyarakat adalah norma jadi harus dilihat mengenai budayanya. Metode yang
digunakan harus menggunakan metode interpretatif. Ibid.
35

menemukan asas, kaidah, doktrin, ataupun konsep hukum yang terkandung

didalamnya. Kemudian dilakukan pengelompokan konsep hukum yang lebih umum,

misalnya kepastian hukum, prediktabilitas hukum, keadilan hukum, perlindungan

hukum, dan lain-lain.

Analisis dilakukan secara holistik dan integral untuk menemukan hubungan

logis antara berbagai konsep hukum yang sudah ditemukan dengan menggunakan

kerangka teoritis yang relevan dengan peran dan fungsi Program JAMSOSTEK

dalam melindungi tenaga kerja di Kota Medan sehingga pokok permasalahan yang

ditelaah dalam penelitian ini akan dapat dijawab.


36

BAB II

FUNGSI DAN PERAN PROGRAM JAMSOSTEK DALAM PERLINDUNGAN

HUKUM TENAGA KERJA DI KOTA MEDAN

A. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Jaminan sosial merupakan konsep universal bagi redistribusi pendapatan

sehingga menjadi program publik yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang.

Demikian pula penunjukan badan penyelenggaraannya harus didasarkan pada

undang-undang karena merupakan badan otonomi yang mandiri, memiliki akses law

enforcement serta berorientasi nirlaba. 67

Menyadari pentingnya jaminan sosial dalam redistribusi pendapatan, jaminan

sosial merupakan hak setiap warga negara bahkan termasuk warga negara asing yang

menetap. Pelanggaran terhadap pelaksanaan jaminan sosial berarti pelanggaran

terhadap Hak Azasi Manusia (HAM). 68

Eksistensi jaminan sosial bagi redistribusi pendapatan telah diratifikasi dalam

deklarasi PBB sebagai Universal Declaration of Human Rights. Adapun isi dari

deklarasi tersebut terdapat pada Article 22, 1948-1998 mengatakan bahwa :

“Everyone, as a member of society, has the right to social security and is


entitled to realization, through national effort and international co-operation
and in accordance with the organization and resources of each State, of the

67
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 180.
68
Ibid.
37

economic, social and cultural rights indispensable for his dignity and the free
development of his personality”.69

Deklarasi tersebut telah mendapat dukungan penuh dari para anggota PBB,

termasuk human right society bahwa keabsenan di dalam penyelenggaraan terhadap

HAM. Selain itu, implikasi social security bagi redistribusi pendapatan telah

mendapat rekomendasi dari PBB untuk masuk dalam The Economic Council of The

United Nation. Tujuan akhir dari konsep jaminan sosial adalah untuk

mempertahankan daya beli masyarakat sebagai akibat adanya economic insecurity

(ketidaknyamanan ekonomi).70

Pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia bersumber pada landasan idiil.

Pembukaan UUD 1945 sebagaimana tercantum pada alinea keempat yang

menyebutkan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah memajukan

kesejahteraan umum sehingga dapat tercapai masyarakat yang adil dan makmur.

Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kesejahteraan Sosial, pengertian jaminan sosial adalah seluruh sistem perlindungan

dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga negara yang diselenggarakan oleh

pemerintah dan/atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial. 71

Menurut ILO, jaminan sosial adalah jaminan yang diberikan kepada

masyarakat melalui suatu lembaga tertentu yang dapat membantu anggota masyarakat

dalam menghadapi resiko yang mungkin dialaminya, misalnya jaminan pemeliharaan

69
“Universal Declaration of Human Rights 1948-1998”,
http://www.wunrn.com/reference/pdf/univ_dec_hum_right.pdf., diakses pada 27 Agustus 2010.
70
Loc.cit.
71
Ibid.
38

kesehatan atau bantuan untuk mendapat pekerjaan yang bermanfaat. Di samping itu,

ILO juga menyebutkan ada tiga kriteria yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan

dapat dikatakan program jaminan sosial. 72

a. Tujuan berupa perawatan medis yang bersifat penyembuhan atau pencegahan

penyakit, memberikan bantuan pendapatan apabila terjadi kehilangan

sebagian atau seluruh pendapatan, atau menjamin pendapatan tambahan bagi

orang bertanggung jawab terhadap keluarga.

b. Terdapat undang-undang yang mengatur tentang hak dan kewajiban lembaga

yang melaksanakan kegiatan ini.

c. Kegiatan diselenggarakan oleh suatu lembaga tertentu.73

Menurut Redja yang dikutip oleh Purwoko, salah satu tujuan dari

penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk mempertahankan daya beli masyarakat

dalam menghadapi terjadinya ketidakamanan ekonomi.74

Kenyataannya sebelum suatu masyarakat mencapai kondisi ekonomi yang

aman, seringkali diawali dengan kondisi ketidakamanan ekonomi sebagai

konsekuensi yang logis dari masalah kebijakan makro ekonomi. Kebijakan yang luas

tersebut salah satu diantaranya penyebab munculnya perbedaan pendapat antara

golongan masyarakat atas dan masyarakat bawah. Akibatnya terjadi ketidakamanan

72
Ibid., hal. 181.
73
Moh. Syaufi Syamsuddin, “Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja Wanita”,
Informasi Hukum, Kamis, 09 November 2006, dikutip Adrian Sutedi, Ibid.
74
Bambang Purwoko, Towards A Social Security Reform : The Indonesian Case, (Jakarta :
Jamsostek, 1999), hal. 6, dikutip Redja dalam Adrian Sutedi, Ibid.
39

ekonomi, yang apabila terus dibiarkan dapat menimbulkan konflik atau disintegrasi di

dalam masyarakat.75

Asuransi sosial adalah program perlindungan dasar bagi pekerja/buruh beserta

keluarganya terhadap resiko sosial dalam kaitannya dengan hubungan industrial

seperti kecelakaan kerja, kematian, kesehatan, dan hari tua. Program tersebut tidak

sepenuhnya dibiayai oleh pemberi kerja, namun pekerja/buruh juga ikut membayar

iuran. Jenis asuransi komersial yang seutuhnya dibiayai sendiri oleh peserta sesuai

dengan jenis asuransi yang diikutinya. 76

Menurut Kertonegoro, asuransi komersial merupakan cara lain untuk

mengurangi resiko sosial dan ekonomi yang dilakukan oleh pihak swasta. Meskipun

bagi yang menjadi peserta asuransi ini terlebih dahulu dilakukan seleksi terutama

menyangkut kesehatan dan usia, namun tetap mengandung semangat gotong-royong

sebagai bentuk distribusi resiko.77

Jaminan sosial dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah ”social security”.

Istilah ini untuk pertama kalinya dipakai secara resmi oleh Amerika Serikat dalam

suatu undang-undang yang bernama ”The Social Security Act of 1935”. Kemudian

dipakai secara resmi oleh New Zealand pada tahun 1938 sebelum secara resmi

dipakai ILO (International Labor Organization). Menurut ILO :

”Social Security pada prinsipnya adalah sistem perlindungan yang diberikan


oleh pemerintah untuk para warganya, melalui berbagai usaha dalam

75
Adrian Sutedi, Ibid.
76
Ibid.
77
Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,
(Jakarta : Mutiara, 1982), hal. 37, dikutip Adrian Sutedi, Ibid., hal. 182.
40

menghadapi resiko-resiko ekonomi atau sosial yang dapat mengakibatkan


terhentinya/sangat berkurangnya penghasilan”. 78

Sedangkan Kennet Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal

International Social Security Association (ISSA) di Jenewa, dalam Regional Training

Seminar ISSA di Jakarta bulan Juni 1980, mengatakan bahwa :

”Jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh


masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-
peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya
sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau
jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa
tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”. 79

Sejalan dengan dua pengertian di atas, Undang-Undang No. 6 Tahun 1974

tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, pada Pasal 2 ayat (4)

mengatakan bahwa80 :

”Jaminan sosial sebagai perwujudan dari sekuritas sosial adalah seluruh


sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warganegara
yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat guna memelihara
taraf kesejahteraan sosial”.

Kalau diperhatikan ketiga pengertian di atas, maka nampaknya ketiga

pengertian tersebut memberikan pengertian jaminan sosial dengan begitu luas,

seakan-akan jaminan sosial itu sendiri telah mencakup bidang pencegahan dan

pengembangan, bidang pemulihan, dan penyembuhan serta bidang pembinaan. Ketiga

bidang ini kalau dikaitkan lebih jauh lagi apa yang dinamakan perlindungan buruh,

sehingga amat luaslah ruang lingkupnya. Kalau membicarakan jaminan sosial bagi

pekerja dengan bertumpu pada definisi di atas, maka yang dimasukkan ke dalam

78
Zainal Asikin, et.al., Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1997), hal. 78, dikutip Surya Perdana, Op.cit., hal. 58.
79
Ibid.
80
Ibid.
41

jaminan sosial ini hal-hal yang bersangkutan dengan : Jaminan Sosial; Kesehatan

Kerja; dan Keselamatan serta Kesehatan Kerja. 81

Pada hakikatnya Program JAMSOSTEK dimaksudkan untuk memberikan

kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti

sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang. Di samping itu, Program

JAMSOSTEK mempunyai beberapa aspek antara lain 82 :

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal

bagi tenaga kerja beserta keluarganya; dan

b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan

tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja.

JAMSOSTEK dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi

resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam

membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya

bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan

bukan dari belas kasihan orang lain. 83

Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan Program

JAMSOSTEK dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang

tua, yang sehat membantu yang sakit dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang

berpenghasilan rendah.84

81
Ibid.
82
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Edisi 1, Cetakan 1, (Jakarta :
Sinar Grafika, 2009), hal. 122.
83
”Visi dan Misi”, Op.cit.
84
Ibid.
42

A. Landasan Yuridis

Program JAMSOSTEK di Indonesia sesungguhnya sudah mulai dirintis sejak

tahun-tahun awal kemerdekaan, yaitu ketika Undang-Undang No. 33 Tahun 1947

tentang Kecelakaan Kerja dan Undang-Undang No. 34 Tahun 1947 tentang

Kecelakaan Perang diberlakukan. Setahun berikutnya diluncurkan Undang-Undang

No. 12 Tahun 1948 yang mengatur tentang Usia Tenaga Kerja, Jam Kerja,

Perumahan, dan Kesehatan Buruh.85

Perlindungan bagi tenaga kerja diatur lagi pada tahun 1951 dengan

diluncurkannya Undang-Undang No. 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan Kerja. Pada

tahun 1952 diberlakukan Peraturan Menteri Perburuhan No. 48 Tahun 1952 jo.

Peraturan Menteri Perburuhan No. 8 Tahun 1956 tentang Pengaturan Bantuan untuk

Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh. Ketentuan mengenai penyelenggaraan

kesehatan buruh itu kemudian dilengkapi lagi dengan Peraturan Menteri Perburuhan

No. 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh. Peraturan tersebut

menguraikan tentang bantuan kepada badan yang menyelenggarakan usaha jaminan

sosial. 86

Undang-undang tentang tenaga kerja yang agak lengkap lahir pada tahun 1969.

Pada Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja diatur

tentang Penyelenggaraan Asuransi Sosial Bagi Tenaga Kerja Beserta Keluarganya.

Pada tahun 1977 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977

tentang Pelaksanaan Program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), Asuransi

85
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 184.
86
Ibid., hal. 184.
43

Kematian (AK), dan Tabungan Hari Tua (THT). Bersamaan dengan itu diterbitkan

pula Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1977 tentang Perusahaan Umum (Perum)

ASTEK sebagai Badan Penyelenggara Program ASTEK.87

Status ASTEK sebagai Perum kemudian diubah menjadi Perseroan Terbatas

(PT) melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1990. Pada tahun 1992, Pemerintah

dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerbitkan Undang-Undang No. 3 Tahun

1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang mewajibkan setiap perusahaan yang

memiliki karyawan minimal 10 orang atau mengeluarkan biaya untuk gaji

karyawannya minimal Rp. 1 juta/bulan untuk menyelenggarakan empat Program

JAMSOSTEK, yaitu Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),

Jaminan Kematian (JK), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Undang-undang ini

juga menugaskan PT. Jamsostek sebagai pelaksana Program JAMSOSTEK di

Indonesia (hal ini dipertegas lagi dengan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995

tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja). 88

C. Sejarah Lahirnya Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab

dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada

masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan negara, Indonesia seperti

87
Ibid.
88
PT. Jamsostek, Kumpulan Peraturan Perundangan Pemerintah Mengenai Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, (Jakarta : Jamsostek, 1999), lihat juga Depnakertrans, Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Industrial, Syarat-Syarat Kerja, PTKA dan
Perlindungan Tenaga Kerja, (Jakarta : Karya Puri Utomo, 2001), dikutip Ibid., hal 185.
44

berbagai negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial

berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta

dan masih terbatas pada masyarakat pekerja/buruh di sektor formal. 89

Sejarah terbentuknya PT. Jamsostek (Persero) mengalami proses yang

panjang, dimulai dari Undang-Undang No. 33 Tahun 1947 jo. Undang-Undang No. 2

Tahun 1951 tentang Kecelakaan Kerja, Peraturan Menteri Perburuhan No. 48 Tahun

1952 jo. Peraturan Menteri Perburuhan No. 8 Tahun 1956 tentang Pengaturan

Bantuan untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh, Peraturan Menteri

Perburuhan No. 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh,

Peraturan Menteri Perburuhan No. 5 Tahun 1964 tentang Pembentukan Yayasan

Dana Jaminan Sosial, diberlakukannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang

Pokok-Pokok Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga

kerja semakin transparan.90

Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan

hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977

diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah

No. 33 Tahun 1977 tentang Pelaksanaan Program Asuransi Sosial Tenaga Kerja

(selanjutnya disingkat ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha

swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula Peraturan

89
Ibid., hal. 178.
90
Ibid.
45

Pemerintah No. 34 Tahun 1977 tentang Pembentukan Wadah Penyelenggara ASTEK,

yaitu Perum ASTEK. 91

Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya Undang-Undang No. 3 Tahun

1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), melalui Peraturan

Pemerintah No. 36 Tahun 1995 ditetapkannya PT. Jamsostek sebagai badan

penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja. Program JAMSOSTEK memberikan

perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan

keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangungnya arus penerimaan

penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang

hilang, akibat resiko sosial. 92

Selanjutnya pada akhir tahun 2004, pemerintah juga menerbitkan Undang-

Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang

berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada Pasal 34 Ayat

(2), dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan amandemen

tersebut, yang kini berbunyi : “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi

seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai

dengan martabat kemanusiaan”. Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan

rasa aman kepada pekerja, sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan

motivasi maupun produktivitas kerja. 93

Kiprah PT. Jamsostek yang mengedepankan kepentingan dan hak normatif

tenaga kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT. Jamsostek (Persero)

91
Ibid.
92
Ibid.
93
Ibid.
46

memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup program Jaminan

Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya. 94

Dengan penyelenggaraan yang semakin maju, Program JAMSOSTEK tidak

hanya bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha, tetapi juga berperan aktif dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat dan

perkembangan masa depan bangsa.95

D. Fungsi Program JAMSOSTEK Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja di

Kota Medan

JAMSOSTEK, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992

tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, mengatur 4 (empat) program pokok yang harus

diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara PT. Jamsostek (Persero), yaitu : Jaminan

Kecelakaan Kerja (JKK); Jaminan Kematian (JK); Jaminan Hari Tua (JHT); dan

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Namun, sesuai dengan Peraturan Pemerintah

No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

memerintahkan untuk menambahkan program yaitu Tenaga Kerja di Luar Hubungan

Kerja (TK-LHK). Ada juga penambahan program dengan dikeluarkannya Keputusan

Menteri Tenaga Kerja No. KEP-196/MEN/1999 tentang Penyelenggaraan Program

Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan

94
Ibid.
95
Ibid.
47

Perjanjian Waktu Tertentu pada Sektor Jasa Konstruksi, yang bernama Jasa

Konstruksi.

1. Sebagai Sosial Security.

Sosok jaminan social ini merupakan suatu mekanisme pengumpulan dana

yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas

resiko social ekonomi yang menimpa peserta dan anggota keluarganya .Dalam

perjalanannya manfaat dari program jaminan social ini tidak dirasakan secara optimal

oleh peserta..

Penyelenggaraan jaminan social bagi seluruh rakyat memang diamanatkan

dalam pasal 28 ayat (3) dan pasal 34 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia tahun

1945.

Program ini pada dasaranya merupakan program Negara yang bertujuan

memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan social bagi seluruh rakyat

Indonesia. Setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang

layak apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan hilang atau berkurangnya

pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan,

memasuki usia lanjut atau pensiun.

Program jaminan social yang dijalankan oleh pemerintah baru mencakup

sebagian kecil masyarakat, sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan

yang memadai, manfaat program ini pun jauh dari optimal karena badan

penyelenggaranya berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT. Persero) yang

berorientasi laba.
48

Seyogyanya penyelenggara adalah badan yang tidak dimaksudkan mencari

laba, akan tetapi tujuan utamanya adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya

kepentingan peserta, hasil pengembangannya dan surtplus atau laba seluruhnya

dikembalikan untuk kepentingan peserta.

Program JAMSOSTEK belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat Kota

Medan, baru dirasakan oleh tenaga kerja yang terorganisir saja, karena prinsip

pendanaannya berasal dari perusahaan dan tenaga kerja, namun demikian para

pekerja rela untuk dipotong gajinya untuk ikut serta dalam program JAMSOSTEK,

kewajiban perusahaan dan pekerja atas pembayaran iuran bila dibandingan dengan

Negara-negara yang menyelenggaran jaminan social Indonesia termasuk yang

penetapan iurannya sangat kecil, bila dibandingkan dengan Malaysia iuran THT 11 %

dan iuran perusahaan 12 % sedangkan iuran program THT JAMSOSTEK 5,7% yang

meliputi kewjiban perusahaan dan tenaga kerja, kondisi ini menunjukan bahwa

tingkat kemampuan pertubuhan ekonomi Indonesia jauh lebih baik Malaysia.

Peserta program jaminan social di Indonesia dibandingkan dengan Negara lain

masih terlalu sedikit (sekitar 20%). Manfaat yang diperoleh peserta juga masih sangat

terbatas. Dapat dikatakan belum dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak,

prinsip/sistem penyelenggaraan juga bervariasi sehingga menimbulkan ketidakadilan

social. Oleh karena itu diperlukan Undang-Undang baru yang diharapkan dapat

memanyungi segenap penyelenggaraan program jaminan social, meningkatkan

jumlah peserta, meningkatkan manfaat serta berkeadilan, atas dasar itu pemerintah

memprakarsai untuk memperbaharui perundangan yang terkait dengan

penyelenggaraan Sistim Jaminan Social Nasional (SJSN). Pemerintah dalam


49

meningatkan kesejaahteraan seluruh rakyat yaitu membangun perekonomian

kesejahteraan dengan salah satu program jaminan soscial (Social Security) yang

dibeberapa negara sudah menerapkannya, tujuannya adalah meningkatkan status

social rakyat dalam berkihidupan dimasyarakat, sekaligus menciptakan manusia yang

sadar dengan segala resiko dalam kehidupan, juga paham arti jaminan social sampai

kegenari yang akan dating, jika telah ditumbuh kembangkan maka rakyat Indonesia

telah siap dalam bekerja dan mencintai pekerjaannya dengan baik, Negara sudah

berbuat yang terbaik kepada rakyatnya, maka sebagaimana program negara untuk

meningkatkan taraf hidup rakyat sudah dapat dinikmati seluruh rakyat, pengabdian

dan kecintaan rakyat kepada Negara sudah semakin besar, bersinergi dalam

melaksanakannnya berarti satu sama yang lain membutuhkan.

Fungsi dan peranan program JAMSOSTEK dalam jaminan sosial yang meliputi :

a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Kecelakaan kerja merupakan resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang

melakukan pekerjaan karena pada umumnya kecelakaan akan mengakibatkan dua hal

berikut 96 :

1. Kematian, yaitu kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan penderitanya

bisa meninggal dunia; dan

2. Cacat atau tidak berfungsinya sebagian dari anggota tubuh tenaga kerja yang

menderita kecelakaan kerja. Cacat ini terdiri dari :

Jenis-jenis kecelakaan antara lain :

96
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja : Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Ed.
Revisi, (Jakarta : Rajawali Press, 2008), hal. 116.
50

1. Kecelakaan yang terjadi pada waktu cuti

2. Kecelakaan yang terjadi di mes/perkemahan yang tidak berada di lokasi

tempat kerja;

3. Kecelakaan yang terjadi dalam rangka melakukan kegiatan yang bukan

merupakan tugas dari atasan, untuk kepentingan perusahaan; dan

4. Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan meninggalkan tempat

kerja untuk kepentingan pribadi.

Jenis kecelakaan di atas tentunya akan mendapatkan jaminan dari badan

penyelenggara apabila di klaim. Hal tersebut di atas biasanya terjadi pada setiap

perusahaan yang ada.97

1. Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja

2. Jaminan Kecelakaan Kerja

Besarnya jaminan kecelakaan kerja telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No.

14 Tahun 1993 yang telah beberapa kali diubah. Terakhir berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 28 Tahun 2002. Jaminan yang diberikan dalam bentuk Santunan

Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), Santunan Cacat, Santunan Cacat Total,

Santunan Cacat Kekurangan Fungsi, Pengobatan dan perawatan, Biaya rehabilitasi,

Penyakit yang timbul karena hubungan kerja/industrial, Ongkos pengangkutan

pekerja/buruh dari tempat kejadian kecelakaan kerja ke rumah sakit.

97
Ibid., hal. 117.
51

b. Jaminan Kematian (JK)

Kematian muda atau kematian dini/prematur pada umumnya menimbulkan

kerugian finansial bagi mereka yang ditinggalkan. Kerugian ini dapat berupa

kehilangan mata pencaharian atau penghasilan dari yang meninggal, dan ”kerugian”

yang diakibatkan oleh biaya perawatan selama yang bersangkutan sakit serta biaya

pemakaman. Oleh karena itu, dalam Program JAMSOSTEK pemerintah mengadakan

program Jaminan Kematian.98. Bentuk jaminan kematian program JAMSOSTEK ini

merupakan program asuransi ekawaktu dengan memberikan jaminan untuk jangka

waktu tertentu saja, yaitu sampai dengan usia 55 tahun.99

Jaminan kematian akan diberikan sesuai dengan besaran yang telah ditentukan

meliputi Biaya pemakaman dan Santunan berupa uang. Dan penerima biaya tersebut

adalah keluarga tenaga kerja.

c. Jaminan Hari Tua (JHT)

Program JHT ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga

kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem

tabungan hari tua. Program JHT memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang

dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi

persyaratan tertentu. Kemanfaatan JHT adalah sebesar akumulasi iuran ditambah

hasil pengembangannya. JHT merupakan program tabungan wajib yang berjangka

panjang dimana iurannya ditanggung oleh pekerja/buruh dan pengusaha, namun

98
Ibid., hal. 122.
99
Ibid.
52

pembayarannya kembali hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat-syarat

tertentu

Dengan demikian, pengertiannya adalah sebagai berikut Program JHT ini

bersifat wajib, Program ini berjangka panjang, Iurannya ditanggung oleh

pekerja/buruh sendiri ditambah dengan iuran dari pengusaha untuk diakreditasi pada

rekening masing-masing peserta (pekerja/buruh) oleh badan penyelenggara; dan

Adanya persyaratan jangka waktu pengambilan jaminan.

Kepesertaan JHT bersifat wajib secara nasional bagi semua pekerja/buruh

yang memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksudkan adalah khusus bagi

pekerja/buruh harian lepas, borongan, dan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja

waktu tertentu yang harus bekerja di perusahaannya lebih dari tiga bulan. Artinya

kalau mereka bekerja kurang dari tiga bulan pengusaha tidak wajib

mengikutsertakannya dalam program JHT. Pengusaha hanya wajib mengikutsertakan

dalam program JKK dan JK.

Karena JHT sama dengan program tabungan hari tua, setiap peserta akan memiliki

rekening tersendiri pada badan penyelenggara. Selain itu, program ini merupakan

program berjangka panjang yang hanya dapat dibayarkan kembali setelah mereka

pensiun, kecuali kalau terjadi kematian, cacat tetap total, dan diputuskan hubungan

kerjanya (setelah memenuhi masa kepesertaan lima tahun). Apabila pekerja/buruh

diputuskan hubungan kerja pembayaran kembali JHT dilakukan setelah masa tunggu

enam bulan. Masa tunggu maksudnya adalah suatu masa dimana pekerja/buruh yang

diputuskan hubungan kerjanya telah mempunyai pekerjaan lagi atau tidak


53

d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

Pemeliharaan kesehatan adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan

agar pekerja/buruh memperoleh kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental,

maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Oleh karena itu,

program jaminan sosial tenaga kerja juga memprogramkan JPK.100

Sementara itu, JPK yang dilakukan oleh badan penyelenggara adalah paket

pemeliharaan kesehatan dasar yang meliputi : Rawat jalan tingkat pertama; Rawat

jalan tingkat lanjutan dan Rawat inap

e. Tenaga Kerja di Luar Hubungan Kerja (TK-LHK)

Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di Luar Hubungan Kerja (LHK)

adalah orang yang berusaha sendiri yang pada umumnya bekerja pada usaha-usaha

ekonomi informal. Tujuan dari TK-LHK adalah Memberikan perlindungan jaminan

sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja pada saat

tenaga kerja tersebut kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat

terjadinya risiko-risiko antara lain kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua

dan meninggal dunia; dan Memperluas cakupan kepesertaan program jaminan sosial

tenaga kerja.

Jenis program dan manfaat TK-LHK dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah No. 14

Tahun 1993, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK),

Jaminan Hari Tua (JHT), terdiri dari keseluruhan iuran yang telah disetor, beserta

hasil pengembangannya; dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

100
Ibid., hal. 126-127.
54

f. Jasa Konstruksi

Sektor konstruksi adalah Program Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja Harian

Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada Sektor Jasa Konstruksi

yang diatur melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-196/MEN/1999

Tanggal 29 September 1999. Tahap Kepesertaan pada setiap Kontraktor Induk

maupun Sub Kontraktor yang melaksanakan proyek Jasa Konstruksi dan pekerjaan

borongan lainnya wajib mempertanggungkan semua tenaga kerja (borongan/harian

lepas dan musiman) yang bekerja pada proyek tersebut kedalam Program Jaminan

Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). 101

2. Mendukung Program Pemerintah Daerah.

Program JAMSOSTEK yang merupakan kebutuhan bagi seluruh pekerja tidak

bisa diabaikan atau dihindari kerena dapat dituntut melanggar hak azasi manusia,

peran program JAMSOSTEK tidak hanya sebagai melindungi resiko kerja terhadap

tenaga kerja dalam bekerja, tetapi dapat menjadikan para pekerja lebih percaya diri

dalam menjalani kehidupan dalam masyarakat, jika tingkat ekonomi para pekerja

sudah terpenuhi maka produktifitas kerja akan semakin baik.

Program JAMSOSTEK selain menciptakan ketenangan bagi para pekerja jika

dilaksanakan dengan baik, peran program JAMSOSTEK terhadap pemerintah di

daerah selain mengentaskan kemiskinan juga telah membuat tenaga kerja tidak lagi

ketergantungan kepada lingkungan jika tenaga kerja dalam bekerja mengalami resiko

kerja seperti sakit sudah dapat membiayai diri sendiri, begitu juga jika tenaga kerja
101
Ibid.
55

mengalami kematian sudah mampu mengatasi dan membiayai biaya kematian sendiri,

khusunya misi dari pemerintahan Propinsi Sumatera Utara sebagaimana yang

diharapkannya agar rakyatnya tidak bodoh, tidak miskin, tidak lapar dan tidak sakit,

program JAMSOSTEK sudah memberikan jawabannya.

Program kerja yang dilaksanakan oleh JAMSOSTEK saat ini secara

kelembagaan di pemerintahan daerah belum menjadikan satu kegiatan yang dianggap

penting, yang diharapkan dapat mendukung kegiatan di pemerintahan baik ditingkat

propinsi (Gubernur) maupun bupati/walikota, hal ini yang perlu untuk

dimasyaraktkan atau disosialisasikan oleh pemerintah daerah karena peran serta

pemerintah daerah sangat menentukan untuk sukses tidaknya program JAMSOSTEK

di daerah , peran dalam mensukseskan program pemerintah ini tidak hanya PT.

Jamsostek (Persero) saja, namun campur tangan pemerintah daerah sangat

menentukan, mayoritas pertumbuhan ekonomi bila dipadukan dengan seluruh daerah

dapat mensukseskan program pemerintahahn pusat atau dapat dikatakan bahwa

suksesnya program pemerintah tida terlepas juga peran serta pemerintah daerah.

program JAMSOSTEK adalah program negara, suksesnya program JAMSOSTEK

dan berhasil dinikmati oleh rakyat, maka pemerintah atau negara dapat dikatan sukses

dalam memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya. Kontribusi program JAMSOSTEK

dalam pembangunan ekonomi didaerah dapat salah satunya adalah berupa dana

program Jasa Kontruksi penempatannya ditempatkan kepada bank pemerintah seperti

di sumatera utara ditempatkan pada bank pembangunan daerah, kegunaan dana

tersebut diperuntukan kepada kepentingan daerah setempat jika pemerintah daerah

melakukan kegiatan kerja yang menyangkut kepentingan pembangunan baik yang


56

bersifat teknis maupun non teknis, sepanjang untuk kepentingan negara di daerah

dana tersebut dapat digunakan.

Dukungan dari program JAMSOSTEK Terhadap program pemerintah

Provinsi Sumatera Utara tertuang dalam Surat Keputusan/Instruksi Gubernur

Suamtera Utara yaitu:

1. Nomor 560/1046.K/Tahun 2004

2. Nomor 560/293.K/Tahun 2005

3. Nomor 560/1840.K/Tahun 2005

3. Mengentaskan Kemiskinan.

Jika melihat historical lahirnya UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Program

Jaminan Sosial Tenaga Kerja berawal dari konsep asas gotong royong, dan diyakini

sangat kuat sebagai alat pemersatu masyarakat indonesia, dan ini menjadi sprit atau

semangat dasar berkembangnya sistem jaminan sosial. dikutip dari Sejarah

Perasuransian di Indonesia Supomo (Bumiputera 1912).

Program JAMSOSTEK tidak hanya diperuntukan kepada pekerja sektor

formal saja, akan tetapi juga sudah merambah kepada tenaga kerja pada sektor

informal, fungsi program JAMSOSTEK mengentaskan kemiskinan agar masyarkat

dalam menjalani kehidupannya tidak selalu ketergantungan kepada keluarga atau

famili, tapi tenaga kerja tersebut harus bisa menjadi tenaga kerja yang mempunyai

harga diri, artinya tenaga kerja yang bisa dan mampu membiayai hidup serta mampu

mengatasi resiko pada saat mengalami sakit maupun pada saat usia akan menjalani

masa pensiun, pemerintah telah mencanangkan dan mendukung bahwa seperti dalam
57

Undang Undang Dasar tahun 1945 menjelaskan tentang kesejahteraan Pasal 33 ayat

1 yang menyatukan program perekonomian dengan kesejahteraan, dimana pemerintah

telah menetapkan antara program perekonomian sejajar dengan kesejahteraan, salah

satu dalam sistem yang termuat dalam program sistem jaminan sosial

memperdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat

kemanusiaan.

Dengan demikian mestinya program jaminan sosial menempatkan tempat

yang tinggi dalam mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu mewujudkan

kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial, mengapa pertumbuhan sangat lamban?

Peran serta dari segenap elemen anak bangsa harus menyadari bahwa upaya

mengentaskan kemiskinan bukan hanya dirumuskan dalam sebuah undang-undang

saja atau dijilid rapi dalam kemasan sebuah buku tapi harus secara serempak dan

bersinergi untuk melaksanakannya, sehingga apa yang dicita-citakan oleh pendahulu

bisa terwujud dan bagi penerus bangsa bisa merasakan manfaat sehingga dalam

kehidupan tercipta sebuah wadah yang dapat menanggulangi kemiskinan, sebagai

badan penyelenggara program JAMSOSTEK dapat berkaca dan melihat sudah

seberapa banyak tenaga kerja yang sudah menikmati program JAMSOSTEK, tapi

evaluasi juga bagaimana para tenaga kerja disuatu daerah belum menikmati dan

mandapatkan manfaat program JAMSOSTEK, perlu dilaporkan kepada pemerintah

daerah agar pemerintah daerah dapat melakukan evaluasi lagi atas program kerja

yang telah ditetapkan dengan tujuan agar penyebaran program JAMSOSTEK dapat

dinikmati secara merata kepada para tenaga kerja yang sudah bekerja dan mengapdi

kepada perusahaan.
58

Penuh harapan agar kemiskinan yang ada pada setiap daerah semakin hari

semakin terkikis dan habis, sehingga tingkat kejahatan pun semakin berkurang, maka

dengan sendirinya akan tercipta kenyamanan, dengan kemakmuran seperti ini

pelanggaran tarhadap hak azasi semakin dirasakan tidak ada lagi, program

JAMSOSTEK adalah merupakan regulasi yang bertujuan untuk menuju kepada

kemakmuran bangsa dan negara, peran dan fungsi JAMSOSTEK dalam mendorong

pemerintah daerah diminta lebih inten dan jangan selelu menunda-nunda, serta juga

dalam setiap tahun penyusunan anggaran dalam pembuatan program kerja dititik

beratkan kepada program bukan hanya penanggulangan kemiskinan tapi lebih kepada

program yang menjanjikan perbaikan ekonomi mikro dan makro, serta kebijakan-

kebijakan yang sudah tidak relepan lagi agar dibahas bersama dengan pemerintah

daerah.

Program JAMSOSTEK berupa bantuan pemberian uang muka perumahan

kepada tenaga kerja seudah berjalan, adapun tujuannya kepada pemenuhan tempat

tinggal, hanya saja masih banyak perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja

bukan sebagai karyawan tetap tapi sebagai tenaga outsourcing yang mempunyai

jangka waktu kerja, kenapa hal ini masih tetap diberlakukan, ini adalah salah satu

cara pengusaha menghindar dalam memberikan fasilitas kepada tenaga kerja, tempat

tinggal bagi tenaga kerja sangatla perlu karena tempat berkumpul dengan keluarga,

jika tenaga kerja telah memiliki tempat tinggal yang berasal bantuannya dari

perusahaan, pasti tenaga kerja tersebut lebih nyaman dalam bekerja dan pasti akan

memberikan kontribusi yang berlebih kepada perusahaan, karena perusahaan telah

memberikan perhatian penuh. Perusahaan tempat tenaga bekerja berarti telah


59

memamtuhi dan menjalankan program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan,

PT. Jamsostek (Persero) sebagai badan penyelenggara jaminan sosial wajib memiliki

target dalam mendukung dan mensejahterakan tenaga kerja beserta keluarganya.

Dalam mensukseskan program pemerintah ini kepada tripartit sudah seharusnya

bergandeng tangan demi mencapai kesuksesan masyarakat adil dan makmur.

E. Peran Program JAMSOSTEK Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja di

Kota Medan

1. Program JAMSOSTEK Sebagai Perlindungan Tenaga Kerja

Perlindungan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah sebagai santunan dan

pelayanan kesehatan. Santunan dapat berupa uang sedangkan pelayanan kesehatan

adalah satu bentuk jasa.

a. Pengertian Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan

perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. 102 Secara umum dapat

dijelaskan bahwa pengertian perlindungan hukum adalah tindakan melindungi atau

memberikan pertolongan dalam bidang hukum.

Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum adalah :

“Selalu berkaitan dengan kekuasaan. Ada dua kekuasaan yang selalu menjadi
perhatian, yakni kekuasaan pemerintah, permasalahan perlindungan hukum

102
“Lindung”, http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/., diakses pada 05 Agustus 2010.
60

bagi rakyat (yang diperintah), terhadap pemerintah (yang memerintah). Dalam


hubungan dengan kekuasaan ekonomi, permasalahan perlindungan hukum
adalah perlindungan bagi si lemah (ekonomi) terhadap si kuat (ekonomi),
misalnya perlindungan bagi pekerja terhadap pengusaha”.103

Untuk menjamin hak-hak tenaga kerja, maka perlu dilakukan upaya

pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja tanpa terkecuali.

Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dituangkan dalam Pasal 28 D ayat (2)

UUD 1945, yang berbunyi : “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.

Perlindungan hukum bagi buruh sangat diperlukan mengingat kedudukannya

yang lemah, disebutkan Zainal Asikin, yaitu :

“Perlindungan hukum dari kekuasaan majikan terlaksana apabila peraturan


perundang-undangan dalam bidang perburuhan yang mengharuskan atau
memaksa majikan bertindak seprti dalam perundang-undangan tersebut benar-
benar dilaksanakan semua pihak karena keberlakuan hukum tidak dapat
diukur secara yuridis saja, tetapi diukur secara sosiologis dan filosofis”. 104

Berdasarkan uraian mengenai hakikat hukum ketenagakerjaan di atas maka

menjadi dasar dalam pemberian perlindungan hukum bagi pekerja. Pemberian

perlindungan hukum bagi pekerja menurut Iman Soepomo meliputi lima bidang

hukum perburuhan, yaitu105 :

1. Bidang pengerahan/penempatan tenaga kerja;

103
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum dalam Negara Hukum Pancasila, Makalah
disampaikan pada Simposium tentang Politik. Hak Azasi dan Pembangunan Hukum dalam Rangka
Dies Natalis XL/Lustrum VIII, Universitas Airlangga, 3 November 1994, dikutip Asri Wijayanti,
Op.cit., hal. 10.
104
Zainal Asikin, et.al., Op.cit., hal. 5, dikutip Ibid.
105
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta : Djambatan, 1985), hal. IX,
dikutip Ibid., hal. 11.
61

Bidang pengerahan/penempatan tenaga kerja, adalah perlindungan hukum

yang dibutuhkan oleh pekerja sebelum menjalani hubungan kerja. Masa ini sering

disebut dengan masa pra-penempatan atau pengerahan.

2. Bidang hubungan kerja;

Bidang hubungan kerja, yaitu masa yang dibutuhkan oleh pekerja sejak

mengadakan hubungan kerja dengan pengusaha. Hubungan kerja itu didahului

dengan perjanjian kerja. Perjanjian kerja dapat dilakukan dalam batas waktu tertentu

atau tanpa batas waktu yang disebut dengan pekerja tetap.

3. Bidang kesehatan kerja;

Bidang kesehatan kerja, adalah selama menjalani hubungan kerja yang

merupakan hubungan hukum, pekerja harus mendapat jaminan atas kesehatannya.

Apakah lingkungan kerjanya dapat menjamin kesehatan tubuhnya dalam jangka

waktu yang relatif lama.

4. Bidang keamanan kerja;

Bidang keamanan kerja, adalah adanya perlindungan hukum bagi pekerja atas

alat-alat kerja yang dipergunakan oleh pekerja. Dalam waktu relatif singkat atau lama

akan aman dan ada jaminan keselamatan bagi pekerja. Dalam hal ini, negara

mewajibkan kepada pengusaha untuk menyediakan alat keamanan kerja bagi pekerja.

5. Bidang jaminan sosial buruh.

Bidang jaminan sosial buruh, telah diundangkan Undang-Undang No. 3

Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pada tahun 1992, besarnya

kompensasi dan batas maksimal yang diakui oleh PT. Jamsostek (Persero) dapat

dikatakan cukup. Untuk saat ini kompensasi ataupun batas maksimal upah yang
62

diakui untuk pembayaran premi JAMSOSTEK sudah saatnya dilakukan revisi

penyesuaian.

Dalam hal ini setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja harus

memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kerja sesuai dengan jenis

pekerjaannya. Meskipun hanya seorang pelayan akan tetapi juga tetap harus

diperhatikan. Mengingat peranan tenaga kerja sangat penting demi kelancaran

perusahaan. Tenaga kerja harus memperoleh hak-hak mereka secara penuh, begitu

juga sebaliknya tenaga kerja harus memenuhi kewajibannya dengan baik pula.

Sehingga, akan tercipta hubungan kerja yang dinamis antara perusahaan dengan pihak

tenaga kerja. Jadi, perlindungan hukum tidak hanya semata-mata memberikan

perlindungan melainkan juga kepastian hukum.

b. Tujuan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja

Tujuan perlindungan hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Undang-

Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah memberikan

perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan

meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Hal ini berkaitan dengan

kepastian hukum, yaitu memastikan bahwa setiap tenaga kerja/buruh mendapatkan

perlindungan hukum berupa santunan dan bantuan.

Mengingat pentingnya peran tenaga kerja atau pekerja dalam sebuah

perusahaan, maka tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja harus

dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tanpa harus membedakan satu dengan yang lain
63

karena pada prinsipnya tenaga kerja berhak memperoleh perlindungan. Selain itu,

dengan mengingat tenaga kerja memiliki resiko yang sangat besar dan sifat

pekerjaannya menuntut kehati-hatian dan ketelitian yang tinggi. Dengan begitu jika

ada keseimbangan antara hak dan kewajiban maka hubungan kerja dapat berjalan

dengan lancar.

Pada dasarnya dalam hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, secara

yuridis pekerja dipandang sebagai orang yang bebas karena prinsip negara kita tidak

seorangpun boleh diperbudak. Secara sosiologis, pekerja itu tidak bebas sebagai

orang yang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan pengusaha meskipun

memberatkan bagi pekerja itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya

jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan kerja yang tersedia.

Akibatnya tenaga kerja sering kali diperas oleh pengusaha dengan upah yang relatif

kecil dan tidak ada jaminan yang diberikan. Selain itu, tenaga kerja memiliki resiko

yang sangat besar dan sifat pekerjaannya menuntut kehati-hatian dan ketelitian yang

tinggi maka perusahaan harus memberikan kepastian hukum kepada tenaga kerja.

Dengan adanya kejelasan tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja

dapat memberikan kepastian hukum yang jelas dalam pelaksanaannya sehingga

tenaga kerja tidak dirugikan.

c. Bentuk Perlindungan Hukum Tenaga Kerja

Bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja diatur dalam Undang-

Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, antara lain :


64

Waktu Kerja

Waktu kerja diatur dalam Pasal 77 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan. Oleh sebab itu, setiap pengusaha wajib melaksanakan

ketentuan waktu kerja berupa cuti dan istirahat kepada pekerja, dengan cara :

1). Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah

bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tidak

termasuk jam kerja;

2). Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)

minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

3). Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah

pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara

terus-menerus; dan

4). Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan, dan dilaksanakan

pada tahun ketujuh dari kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi

pekerja yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus

pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tersebut tidak

berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan

selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

Kesehatan Kerja

Dengan memperhatikan keadaan hukum kerja di zaman pra-kemerdekaan,

tentunya dapat diperkirakan bagaimana riwayat kesehatan kerja saat ini. Perbudakan,

perhambaan, rodi, dan poenale sanctie yang mewarnai hubungan kerja di zaman itu
65

menunjukkan pula kurangnya perhatian pemerintah Hindia Belanda dengan kesehatan

kerja. Para budak, para hamba, pekerja rodi, dan pekerja poenale sanctie bekerja

secara tidak teratur, serampangan, tanpa mengindahkan norma-norma dan syarat-

syarat kerja yang baik. Hal yang dicari pada waktu itu adalah pengeksploitasian

tenaga kerja secara penuh demi kepentingan pihak penjajah, sedangkan kepentingan

tenaga kerja tidak diperhatikan sama sekali. Tenaga mereka betul-betul diperas. 106

Baru kemudian setelah Raffles mendengung-dengungkan suara anti

perbudakan, perhambaan, rodi, dan poenale sanctie, Pemerintah Hindia Belanda

mulai memperhatikan nasib tenaga kerja. Tercatat dalam sejarah hukum

ketenagakerjaan, akhirnya perbudakan dinyatakan berakhir secara riil pada tanggal 31

Desember 1921, rodi berakhir tanggal 1 Februari 1938, dan poenale sanctie tanggal 1

Januari 1942. Dengan berakhirnya perbudakan, perhambaan, rodi, dan poenale

sanctie, maka dapatlah dikatakan kesehatan kerja di Indonesia dimulai pada

dasawarsa ketiga abad XX.107

Kesehatan kerja pertama kali diatur dalam 108 :

a. Maatregelen ter Beperking van de Kindearrbied ed de Nachtarbeid van de

Vroewen, yang biasanya disingkat Maatregelen, yaitu peraturan tentang

pembatasan pekerjaan anak dan wanita pada malam hari, yang dikeluarkan

dengan Ordonantie No. 647 Tahun 1925, mulai berlaku tanggal 1 Maret

1926; dan

106
Zaeni Asyhadie, Op.cit., hal. 88.
107
Ibid., hal. 89.
108
Ibid.
66

b. Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige Persoonen

ann Boord van Scepen, biasanya disingkat Bepalingen Betreffende, yaitu

peraturan tentang pekerja anak dan orang muda di kapal, yang

diberlakukan dengan Ordonantie No. 87 Tahun 1926, mulai berlaku

tanggal 1 Mei 1926.

Kedua peraturan di atas sebagaimana namanya membatasi pekerjaan anak dan

wanita, dan mengatur tentang pekerjaan anak dan orang muda di kapal, yang

merupakan pengaturan tindak lanjut dari beberapa konvensi ILO yang telah

diratifikasi oleh Pemerintah Hindia Belanda. Konvensi-konvensi itu adalah :

a. Konvensi No. 4 tentang pekerjaan wanita pada malam hari, diratifikasi dengan

Stb. No. 461 Tahun 1923;

b. Konvensi No. 5 tentang usia terendah bagi anak untuk dapat bekerja di

perusahaan perindustrian, diratifikasi dengan Stb. No. 515 Tahun 1928;

c. Konvensi No. 7 tentang usia terendah bagi anak untuk dapat bekerja di kapal,

diratifikasi dengan Stb. No. 76 Tahun 1932; dan

d. Konvensi No. 15 tentang usia terendah bagi orang muda untuk dapat bekerja

sebagai tukang api dan tukang batu bara, diratifikasi dengan Stb. No. 409

Tahun 1931.

Selain ”Maatreegelen” dan ”Bepalingen Betreffende” di atas, peraturan-

peraturan lain yang dapat dikualifikasi sebagai peraturan kesehatan kerja, yang

dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, sebagai berikut 109 :

109
Ibid., hal. 90.
67

a. Mijn politie reglement, Stb. No. 341 Tahun 1931 (peraturan tentang

pengawasan di tambang);

b. Voorschriften omtrent de dienst en rushtijden van bestuur der van

motorrijtuigen (peraturan tentang waktu kerja dan waktu mengaso bagi

pengemudi kendaraan bermotor), diumumkan dalam Bijblad 14136;

c. Riauw Panglongregeling (peraturan tentang panglong di Riau);

d. Panglongkeur Soematra Oostkust (peraturan tentang panglong di Sumatera

Timur);

e. Aanvullende Plantersregeling (peraturan perburuhan di perusahaan

perkebunan); dan

f. Arbeidsregeling nijverheidsbedrijvn (peraturan perburuhan di perusahaan

industri).

Kesehatan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan-peraturan di atas

sifatnya tidak menyeluruh, artinya hanya berlaku di beberapa tempat dan golongan,

yang akhirnya menimbulkan pluralisme hukum.110

Setelah Indonesia merdeka, yang pertama menjadi perhatian pemerintah,

khususnya dalam bidang ketenagakerjaan adalah masalah kesehatan kerja ini. Oleh

karena itu, sewaktu negara kita berbentuk negara serikat, Republik Indonesia yang

beribukota di Yogjakarta pada tanggal 20 April 1948 mengundangkan Undang-

Undang No. 12 Tahun 1948 tentang Kerja. Setelah kembali ke bentuk negara

kesatuan Undang-Undang No. 12 Tahun 1948 diberlakukan ke seluruh wilayah

110
Ibid.
68

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Undang-Undang No. 2 Tahun

1951 tanggal 1 Januari 1951. 111

Undang-undang kerja di atas, sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan

umumnya dimaksudkan sebagai undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan

dasar tentang112 :

a. Pekerjaan anak;

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur

tentang norma kerja mulai Pasal 68, yang mana pasal ini melarang keras pengusaha

mempekerjakan anak. Anak dianggap bekerja apabila berada di tempat kerja, kecuali

dapat dibuktikan sebaliknya. 113

Kalau diperhatikan, ketentuan dan dasar dikeluarkannya Pasal 68 Undang-

Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dapat dimengerti, lebih-lebih

kalau dikaitkan dengan ketentuan wajib belajar yang telah dicanangkan pemerintah.

Ketentuan wajib belajar pertama kali dikeluarkan tahun 1950 berdasarkan Undang-

Undang No. 4 yang menetapkan bahwa semua anak yang sudah berusia enam tahun

berhak dan yang sudah berusia delapan tahun wajib belajar sedikit-sedikitnya 6

(enam) tahun lamanya.114

Dengan demikian, anak-anak yang berusia 14 (empat belas) tahun ke bawah

seharusnya sedang giat-giatnya belajar, bukan bekerja. Tugas para orang tua untuk

111
Ibid., hal. 91.
112
Ibid.
113
Ibid., hal. 92.
114
Ibid.
69

bekerja mencarikan biaya hidup demi kelancaran pendidikan, kesehatan, dan

kesejahteraan anak-anak. 115

Namun kenyataannya, sampai sekarang banyak anak-anak yang terpaksa ikut

serta membanting tulang, bekerja untuk membantu orang tuanya meskipun hanya

sekedar sebagai “peladen” pada tukang bangunan atau pelayan toko, dan lain-lain.

Mereka terpaksa meninggalkan bangku sekolahnya, demi meringankan beban

ekonomi yang menghimpit keluarga karena tidak bisa ditanggung oleh orang tua

mereka sendiri. Kenyataan ini menunjukkan bahwa perekonomian negara kita

memang belum memungkinkan untuk membebaskan anak dari pekerjaan. Oleh

karena itu, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan lebih lanjut

mengatur tentang pekerjaan anak ini sebagai berikut116 :

a. Bagi anak yang berumur antara 13 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan

untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu

perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Pengusaha yang

mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan dimaksud harus memenuhi

persyaratan, sebagai berikut :

1). Izin tertulis dari orang tua atau wali;

2). Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;

3). Waktu kerja maksimum tiga jam sehari;

4). Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;

5). Keselamatan dan kesehatan kerja;

115
Ibid.
116
Ibid., hal. 93.
70

6). Adanya hubungan kerja yang jelas; dan

7). Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Pasal 69 ayat (2)

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

b. Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari

kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang

berwenang. Pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan syarat, sebagai

berikut :

1). Diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta

bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan

2). Diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

c. Anak dapat juga melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan

minatnya. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan

bakat dan minat anak yang pada umumnya muncul pada usianya tersebut tidak

terhambat. Untuk itu, pengusaha yang mempekerjakan anak dalam pekerjaan

yang berkaitan dengan perkembangan minat dan bakat ini, diwajibkan untuk

memenuhi persyaratan, sebagai berikut :

1). Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;

2). Waktu kerja paling lama tiga jam sehari; dan

3). Kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik,

mental, sosial, dan waktu sekolah.

Selanjutnya, berkaitan dengan larangan untuk mempekerjakan anak, Undang-

Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan lebih menekankan lagi,

“siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan


71

terburuk” (Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan). Pekerjaan-pekerjaan terburuk yang dimaksud adalah117 :

a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya;

b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak

untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;

c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak

untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan

zat adiktif lainnya; dan/ atau

d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral

anak.

Hal tersebut di atas juga dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun

2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan

Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan untuk Anak.118

Di samping itu, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

hal yang berkaitan dengan pekerjaan anak ini dalam Pasal 75, mengatakan bahwa :

”Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang


bekerja di luar hubungan kerja. Anak yang bekerja di luar hubungan kerja
misalnya anak penyemir sepatu atau anak penjual koran dan sebagainya”.

Penanggulangan ini dimaksudkan untuk menghapuskan atau mengurangi anak

yang bekerja di luar hubungan kerja tersebut. Upaya itu harus dilakukan secara

terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait. 119

b. Pekerjaan orang muda;

117
Ibid., hal. 94-95.
118
Ibid., hal. 95.
119
Ibid.
72

c. Pekerjaan wanita;

Mempekerjakan perempuan di perusahaan tidaklah semudah yang

dibayangkan. Masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan, mengingat hal-hal

sebagai berikut120 :

a. Para wanita umumnya bertenaga lemah, halus tetapi tekun;

b. Norma-norma susila harus diutamakan agar tenaga kerja wanita tidak

terpengaruh oleh perbuatan negatif dari tenaga kerja lawan jenisnya, terutama

kalau dipekerjakan pada malam hari;

c. Para tenaga kerja wanita itu umumnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan

halus yang sesuai dengan kehalusan sifat dan tenaganya;

d. Para tenaga kerja itu ada yang masih gadis, ada pula yang sudah bersuami

atau berkeluarga yang dengan sendirinya mempunyai beban-beban rumah

tangga yang harus dilaksanakan pula.

Apa yang dikemukakan oleh Gunawi Kartasapoetra di atas memang ada

benarnya. Seluas-luasnya emansipasi yang dituntut oleh kaum perempuan (agar dia

mempunyai kedudukan yang sama dengan pria), namun secara kodrati dia tetap

seorang perempuan yang mempunyai kelemahan-kelemahan yang harus dipikirkan.

Iman Soepomo mengatakan bahwa : “memang ada kalanya badan wanita itu lemah,

yaitu pada saat harus memenuhi kewajiban alam, misalnya pada saat

melahirkan/gugur kandungan, dan bagi beberapa wanita juga pada waktu haid”.121

120
Gunawi Kartasapoetra, et.al., Hukum Perburuhan Pancasila Bidang Pelaksanaan
Hubungan Kerja, (Bandung : Armico, 1982), hal. 43, dikutip Zaeni Asyhadie, Op.cit., hal. 95.
121
Ibid., hal. 96.
73

Semuanya itu harus menjadi pertimbangan dalam menentukan norma kerja

bagi perempuan. Untuk itu maka Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, dimulai pada Pasal 76 menentukan norma kerja perempuan, sebagai

berikut 122 :

a. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun

dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00. Ini bahwa

pengusaha yang harus bertanggung jawab atas ketentuan dilarang

mempekerjakan perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas)

tahun, dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00

tersebut;

b. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan yang hamil

menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan

kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai

dengan 07.00;

c. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00

sampai dengan 07.00, wajib :

1). Memberikan makanan dan minuman bergizi; dan

2). Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

d. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh

perempuan yang berangkat dan bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan

05.00.

d. Waktu kerja, istirahat, dan mengaso; dan

122
Ibid.
74

Penggunaan istilah “waktu kerja”, “mengaso”, dan “waktu istirahat” adalah

untuk mempermudah pengertian. Berikut pengertian ketiga istilah tersebut123 :

- Waktu kerja adalah waktu efektif dimana pekerja/buruh hanya

melaksanakan pekerjaannya;

- Waktu mengaso adalah waktu antara, yaitu waktu istirahat bagi

pekerja/buruh setelah melakukan pekerjaan empat jam berturut-turut

yang tidak termasuk waktu kerja;

- Waktu istirahat adalah waktu cuti, yaitu waktu dimana pekerja/buruh

diperbolehkan untuk tidak masuk bekerja karena alasan-alasan tertentu

yang diperbolehkan oleh undang-undang.

1. Waktu Kerja dan Waktu Mengaso

Waktu kerja menurut ketentuan Pasal 77 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, adalah :

(1) 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) seminggu untuk 6 (enam) hari kerja

dalam 1 (satu) minggu;

(2) 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5 (lima) hari

kerja dalam 1 (satu) minggu.

Waktu kerja tersebut di atas harus diselingi waktu mengaso paling sedikit 30

(tiga puluh) menit setelah pekerja/buruh bekerja 4 (empat) jam berturut-turut.

Ketentuan waktu kerja yang dimaksudkan di atas tidak berlaku bagi sektor-sektor

123
Ibid., hal. 97.
75

usaha tertentu, seperti pengerjaan pengoboran minyak lepas pantai, sopir angkutan

jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal laut, atau penebangan hutan.124

Mempekerjakan lebih dari waktu kerja sedapat mungkin harus dihindarkan

karena pekerja/buruh harus mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat dan

memulihkan kebugarannya. Namun, dalam hal-hal tertentu terdapat kebutuhan yang

mendesak, yang harus diselesaikan segera dan tidak dapat dihidari sehingga

pekerja/buruh harus bekerja melebihi waktu kerja. 125

Dalam hal yang demikian, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh

melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat126 :

(1) Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan;

(2) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam

1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam satu minggu;

(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh untuk kerja lembur wajib

membayar upah kerja lembur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ketentuan tentang waktu kerja lembur dan upah kerja lembur diatur dalam

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP-102/MEN/VI/2004

Pasal 7 menentukan perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu

kerja lembur berkewajiban127 :

a. Membayar upah kerja lembur;

b. Memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya;

124
Ibid., hal. 98.
125
Ibid.
126
Ibid., hal. 99.
127
Ibid.
76

c. Memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila

kerja lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam lebih.

Dalam hal upah lembur perhitungan dari besarnya ditentukan, sebagai

berikut 128 :

a. Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan;

b. Cara menghitung upah 1 (satu) jam adalah 1/173 kali upah 1 (satu) bulan;

c. Dalam hal upah dibayar secara harian, maka perhitungan besarnya upah 1

(satu) bulan adalah upah 1 (satu) hari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi

pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu, atau

dikalikan 21 (dua puluh satu) bagi pekerja/buruh yang bekerja 5 (lima) hari

kerja dalam 1 (satu) minggu;

d. Dalam hal upah dibayar berdasarkan satuan hasil, maka upah 1 (satu) bulan

adalah upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir;

e. Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, maka upah

1 (satu) bulan dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan

ketentuan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum setempat;

f. Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar

perhitungan upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah

lembur adalah 100% dari upah;

g. Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap dan tunjangan

tidak tetap, maka dasar perhitungan upah lembur adalah 75% dari upah.

Cara perhitungan upah lembur sebagai berikut129 :

128
Ibid., hal. 100.
77

a. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja :

- Untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar satu setengah

kali upah sejam;

- Untuk setiap jam lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar dua kali

upah sejam.

b. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari

libur resmi untuk waktu kerja enam hari kerja empat puluh jam seminggu,

maka :

- Perhitungan upah kerja lembur untuk tujuh jam pertama dibayar dua kali

upah sejam, dan jam kedelapan dibayar tiga kali upah sejam dan jam

lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar empat kali upah kerja;

- Apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan upah

lembur lima jam pertama dibayar dua kali upah sejam, jam keenam tiga

kali upah sejam, jam keenam tiga kali upah sejam dan jam lembur ketujuh

dan kedelapan empat kali upah sejam.

c. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari

libur resmi untuk waktu kerja lima hari kerja empat puluh jam seminggu,

maka perhitungan upah kerja lembur untuk delapan jam pertama dibayar dua

kali upah sejam, jam kesembilan dibayar tiga kali upah sejam dan jam

kesepuluh dan kesebelas empat kali upah sejam.

2. Waktu Istirahat (Cuti)

129
Ibid.
78

Waktu istirahat (cuti) bagi pekerja/buruh ditetapkan hampir sama dengan

waktu cuti bagi Pegawai Negeri Sipil. Bahkan, dapat dikatakan lebih banyak karena

pekerja/buruh mempunyai cuti panjang dan cuti haid bagi pekerja/buruh

perempuan.130

Secara yuridis, waktu cuti bagi pekerja/buruh ada empat macam, yaitu cuti

mingguan, cuti tahunan, cuti panjang, serta cuti panjang, serta cuti hamil/bersalin dan

haid bagi pekerja/buruh perempuan.131

a. Cuti mingguan

Cuti mingguan ditetapkan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1

(satu) minggu, atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Cuti

mingguan ini sebetulnya tidak tepat untuk dikategorikan sebagai cuti sebab sudah

merupakan kewajaran kalau dalam 1 (satu) minggu itu ada 6 (enam) hari kerja seperti

pegawai lainnya. Oleh karena itu, istirahat mingguan ini lebih tepat kalau dimasukkan

sebagai ”waktu kerja”. Misalnya dengan menetapkan bahwa ”waktu kerja adalah 6

(enam) atau 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu”. Jadi, dengan sendirinya 1 (satu)

atau 2 (dua) hari dalam 1 (satu) minggu itu akan dipergunakan untuk istirahat oleh

pekerja/buruh.132

b. Cuti tahunan

Pasal 79 ayat (2) huruf c Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menentukan bahwa cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas)

hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas)

130
Ibid., hal. 101.
131
Ibid.
132
Ibid., hal. 102.
79

bulan secara terus-menerus. Cuti tahunan ini harus dimohonkan kepada pengusaha,

artinya harus dengan persetujuan pengusaha. Meskipun cuti tahunan ini merupakan

hak pekerja/buruh, ”ketentuan harus dengan permohonan” dimaksudkan untuk

mengkaji apakah pekerjaan pada saat mengajukan permohonan cuti itu sedang

menumpuk atau tidak. Jika menumpuk, pengusaha dapat menunda permohonan cuti

tahunan pekerja/buruh, atau malah dapat mengganti hak cuti ini dengan uang

pengganti kerugian. 133

c. Cuti panjang

Cuti panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun

ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah

bekerja selama 6 (enam) tahun berturut-turut pada perusahaan yang sama, dengan

ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi untuk cuti tahunan dalam 2 (dua)

tahun berjalan. Selama pekerja/buruh menjalankan cuti panjang, pekerja/buruh

diberikan uang kompensasi hak istirahat tahunan kedelapan ½ (setengah) bulan gaji.

Bagi perusahaan yang di dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja dan/atau

perjanjian kerja bersama mengatur tentang hak cuti tahunan yang lebih baik dari

ketentuan ini, perusahaan yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk mengubah

ketentuannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Di samping cuti panjang, pengusaha juga diwajibkan untuk

memberikan kesempatan secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan

ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.134

133
Ibid.
134
Ibid., hal. 103.
80

d. Cuti haid, hamil/bersalin

Bagi pekerja/buruh perempuan yang merasa sakit sewaktu mengalami ”datang

bulan” harus memberitahukan kepada pengusaha, dan tidak wajib bekerja untuk hari

pertama dan kedua di masa haidnya tersebut. Pekerja/buruh perempuan berhak

memperoleh cuti satu setengah bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan satu

setengah bulan setelah melahirkan anak menurut perhitungan dokter atau bidan. Di

samping itu, bagi pekerja buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan

berhak untuk cuti yaitu satu setengah bulan sesuai dengan surat keterangan dokter

kandungan atau bidan.135

Selama menjalankan cuti tersebut di atas, pekerja/buruh tetap berhak atas

upah atau gaji. Di samping ketentuan-ketentuan cuti tersebut di atas, Undang-Undang

No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 85 menentukan beberapa

hal sebagai berikut :

(a) Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi;

(b) Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari

libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau

dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan

kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha;

(c) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada hari libur resmi wajib

membayar upah kerja lembur;

(d) Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

135
Ibid., hal. 104.
81

e. Tempat kerja dan perumahan buruh : untuk semua pekerjaan tidak membeda-

bedakan tempatnya, misalnya di bengkel, pabrik, rumah sakit, perusahaan

pertanian, perhubungan, pertambangan, dan lain-lain.

Hal tersebut dilakukan karena undang-undang pokok tentu saja Undang-

Undang No. 12 Tahun 1948 tersebut memerlukan peraturan pelaksanaan yang lebih

rinci. Namun, untuk melaksanakan ketentuan undang-undang kerja ini secara

sekaligus tentu tidak mungkin, karena bisa menimbulkan ketimpangan-ketimpangan

dalam masyarakat (perusahaan), mengingat keadaan perusahaan-perusahaan pada

awal kemerdekaan masih sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, peraturan

pelaksanaan undang-undang tersebut dikeluarkan secara bertahap, yang pada

akhirnya sempat dikeluarkan adalah136 :

a. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1950 yang memerlukan waktu kerja,

istirahat, dan mengaso serta mengatur tata cara pengusaha untuk dapat

mengadakan penyimpangan dari waktu kerja; dan

b. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1954 yang mengatur tentang berlakunya

ketentuan cuti tahunan bagi pekerja/buruh.

Berbeda dengan undang-undang pokok lainnya, undang-undang kerja

mempunyai ketentuan bahwa semua ketentuan yang tercantum dalam undang-undang

tersebut tidak akan berlaku sebelum dikeluarkan peraturan pelaksanaannya. Oleh

karena itu, sampai saat undang-undang kerja dicabut dengan Undang-Undang No. 13

Tahun 2003, tanggal 25 Maret 2003, peraturan pelaksanaan yang baru keluar hanya

136
Ibid.
82

kedua peraturan pemerintah di atas, maka hanya kedua aturan undang-undang kerja

itu yang sempat berlaku. 137

Keselamatan Kerja

Pengertian keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan

mesin, pesawat alat kerja, bahan, dan proses pengelolaannya, landasan tempat kerja

dan lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. 138

Objek keselamatan kerja adalah segala tempat kerja, baik di darat, di

permukaan air, di dalam air, dan di udara. Sedangkan pengertian kesehatan kerja

adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh

keadaan yang sempurna, baik fisik, mental maupun sosial, sehingga memungkinkan

dapat bekerja secara optimal. 139

Adapun tujuan upaya keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk

melindungi keselamatan tenaga kerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang

optimal, dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian

bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.

Keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam Pasal 86 ayat (1), (2), dan (3)

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu :

1). Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

(1). Keselamatan dan kesehatan kerja;

(2). Moral dan kesusilaan;

137
Ibid.
138
Ibid., hal. 104-106.
139
Ibid., hal. 106-108.
83

(3). Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta

nilai-nilai agama.

2). Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas

kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan

kerja;

3). Perlindungan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2)

dilaksanakan sesuai dengan peraturan tertentu.

Jadi, setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen dan kesehatan

kerja. Apalagi mengingat resiko tenaga kerja sangat berat. Mengenai manajemen

kesehatan kerja yang berkaitan dengan waktu kerja harus mendapat persetujuan dari

Dinas Tenaga Kerja tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Hal ini dilakukan agar

dapat sejalan dengan undang-undang dimaksud, tetapi selalu saja di simpangi oleh

pejabat-pejabat/pegawai-pegawai di lingkungan instansi terkait. Seperti pembuatan

izin penyimpangan waktu kerja yang membutuhkan tanda tangan dari Kepala Seksi

ataupun Kepala Dinas, perusahaan harus menyediakan sejumlah uang untuk diberikan

kepada pejabat berwenang terkait agar dikeluarkan izin perusahaan berkaitan dengan

penyimpangan waktu kerja.

f. Pengupahan

Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan

yang layak bagi kemanusiaan. Dalam rangka perlindungan pengupahan dan untuk
84

memenuhi penghidupan yang layak tersebut, Pemerintah menetapkan kebijakan atau

ketentuan mengenai140 :

a. upah minimum baik menurut provinsi dan atau kota/kabupaten, maupun

menurut sektor dan atau sub sektor;

b. upah kerja lembur;

c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain;

e. upah karena menjalankan hak istirahat kerja;

f. bentuk dan cara pembayaran upah termasuk skala upah, pembayaran

pesangon dan pemungutan pajak.

Setiap pengusaha diminta menyusun struktur dan skala upah dengan

memperhatikan golongan jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi serta

melakukan peninjauan upah secara berkala. 141

Pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja tidak masuk kerja

karena 142 :

a. sakit dalam 4 bulan pertama 100%, 4 bulan kedua 75%, 4 bulan ketiga 50%,

hingga dalam 4 bulan keempat 25%;

b. menikah (3 hari), menikahkan anak (2 hari), mengkhitankan atau

membabtiskan anak (2 hari), isteri melahirkan atau keguguran kandungan (2

hari), anggota keluarga meninggal dunia (2 hari);

140
Payaman J. Simanjuntak, Undang-Undang yang Baru tentang Ketenagakerjaan, (Jakarta :
Kantor Perburuhan Internasional, 2003), hal. 32.
141
Ibid.
142
Ibid.
85

c. sedang menjalankan kewajiban negara;

d. menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

e. pekerjaan yang dijanjikan pengusaha tidak tersedia;

f. melaksanakan hak istirahat atau cuti;

g. melaksanakan tugas serikat pekerja atas persetujuan pengusaha;

h. melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi, maka harus

didahulukan pembayaran upah dan hak-hak pekerja lainnya. Tuntutan pembayaran

upah dan pembayaran lainnya menjadi kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu

dua tahun sejak timbulnya hak.143

Pengupahan merupakan sebagai salah satu aspek penting dalam perlindungan

hukum tenaga kerja atau pekerja. Besarnya upah yang diperoleh didasarkan atas

perjanjian kerja atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Provinsi.

Tabel 1
Upah Minimum Kota Medan

Nama Kota Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Medan 750.000 820.000 918.000 1.020.000 1.100.000
Sumber : Pemerintah Kota Medan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pada UMK Medan ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Sumatera Utara

No. 561/5492/K/2009 tentang Penetapan Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010

memerintahkan bahwa perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan

karyawan/pekerja/buruh agar memberikan upah sebesar Rp. 1.100.000,- per bulannya.

143
Ibid., hal. 33.
86

Bagi perusahaan yang belum mengeluarkan upah seperti yang disebutkan di atas,

maka selanjutnya agar meningkatkan upah yang diberikan kepada pekerja/buruh.

Apabila ada perusahaan yang sudah memberikan upah melebihi UMK agar tidak

menurunkan upah yang diberikan tersebut. Peraturan ini berlaku sejak 1 Januari 2010.

Kenyataannya di dalam masyarakat atau di dunia kerja, masih banyak

perusahaan-perusahaan yang membandel tidak menaikkan upah karyawannya.

Sebagai contoh dapat dilihat pada perusahaan PT. Lafarge Cement Indonesia yang

satpamnya masih menerima Rp. 1.020.000,- seperti upah yang diterima pada tahun

sebelumnya. Padahal kenyataannya surat keputusan tersebut sudah berlaku sejak

Januari 2010, namun pekerja/buruh tersebut tidak menerima upah sebesar yang

ditetapkan oleh Gubernur sampai Agustus 2010.

Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK, dinyatakan

bahwa penyelenggara perlindungan tenaga kerja swasta adalah PT. Jamsostek

(Persero). Setiap perusahaan swasta yang memperkerjakan sekurang-kurangnya 10

orang atau dapat membayarkan upah sekurang-kurangnya Rp 1 juta rupiah per bulan

diwajibkan untuk mengikuti sistem jaminan sosial tenaga kerja ini. Namun demikian,

belum semua perusahaan dan tenaga kerja yang diwajibkan telah menjadi peserta

Jamsostek. Data menunjukan, bahwa sektor informal masih mendominasi komposisi

ketenagakerjaan di Indonesia, mencapai sekitar 70,5 juta, atau 75% dari jumlah

pekerja mereka belum ter-cover dalam Program JAMSOSTEK.144

Manfaat diselenggarakannya Program JAMSOSTEK bagi tenaga kerja sangat

dirasakan terutama bagi tenaga kerja yang berpenghasilan rendah bahkan masih di

144
Yohandarwati, et.al., Op.cit., hal. 9.
87

bawah upah minimum, apabila mereka atau anggota keluarga sakit ada biaya untuk

pengobatan tanpa mengurangi jumlah upah yang diterimanya.145

Dilihat dari sisi penerimaan pembayaran iuran Tabel 5 di bawah ini146 :

Tabel 2
Jumlah Iuran Pembayaran
NO. PROGRAM JAMSOSTEK JUMLAH (dalam Rupiah)
1. Jaminan Hari Tua 111.921.718.691
2. Jaminan Kecelakaan Kerja 9.817.578.916
3. Jaminan Kematian 5.897.834.515
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 21.249.751.179
Sub Total 148.886.883.301
Sumber : PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan, data tahun 2009.

Jika dilihat dari jumlah pembayaran klaim di bawah ini yang dibayarkan,

maka Tabel 6 adalah sebagai berikut 147 :

Tabel 3
Jumlah Program JAMSOSTEK yang Telah Dibayarkan
NO. PROGRAM JAMSOSTEK JUMLAH (dalam Rupiah)
1. Jaminan Hari Tua 81.550.178.536
2. Jaminan Kecelakaan Kerja 4.695.010.675
3. Jaminan Kematian 5.661.900.000
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 11.675.014.237
Sub Total 103.582.103.475
Sumber : PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan, data tahun 2009.

Apabila dibandingkan dari penerimaan dengan pembayaran maka akan

didapat selisih. Selisih inilah yang akan didepositokan, obligasi, reksadana, ataupun

diusahakan dalam pasar modal yang hasilnya akan dikembalikan lagi kepada peserta.

145
“Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Melalui Jaminan Sosial
Tenaga Kerja Pada PT. Refi Chemical Industry Yogjakarta”, http://www.skripsi-
tesis.com/07/27/pelaksanaan-perlindungan-hukum-terhadap-tenaga-kerja-melalui-jaminan-sosial-
tenaga-kerja-pada-pt-refi-chemical-industry-yogyakarta-pdf-doc.htm., diakses pada 04 Agustus 2010.
146
PT. Jamsostek (Persero) Kanwil I, Op.cit., hal. 2.
147
Ibid., hal. 3.
88

2. Program JAMSOSTEK Sebagai Mitra Pengusaha

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah “badan hukum

yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

memenuhi persyaratan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya”.

Pengertian atau definisi tentang perusahaan dikemukakan oleh para ahli,

namun secara ringkas dapat dikatakan bahwa

“Perusahaan adalah suatu unit kegiatan produksi yang mengolah sumber-


sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa masyarakat dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan dan agar dapat memuaskan kebutuhan
masyarakat”.148

Perusahaan bertugas mengolah sumber-sumber ekonomi atau sering juga

disebut faktor-faktor produksi. Sumber-sumber ekonomi tersebut dapat

dikelompokkan dalam 4M, yaitu : Manusia (Men); Uang (Money); Material

(Materials); dan Metode (Methods).149

Manusia, di sini tidak hanya berperan sebagai tenaga kerja di perusahaan

namun juga berperan sebagai konsumen dari produk perusahaan. Pada masa sekarag

harus diusahakan agar tenaga kerja ini betul-betul menjadi teman atau pasangan bagi

perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, sebab meskipun sudah banyak

digunakan mesin-mesin tetapi faktor manusia tetap berperan di dalamnya. Perusahaan

148
Murti Sumarni dan John Soepriharto, Pengantar Bisnis : Dasar-Dasar Ekonomi
Perusahaan, Edisi Ketiga, (Yogjakarta : Liberty, 1993), hal 5, dikutip Surya Perdana, Op.cit., hal. 10.
149
Ibid., hal 10-11.
89

perlu memperhatikan bagaimana cara mengelola tenaga kerja dengan sebaik-

baiknya.150

Uang atau modal usaha (money), yaitu sejumlah uang atau barang yang dibeli

dengan uang tersebut untuk membuat produk yang lain. Barang modal disini adalah

mesin, peralatan pabrik, alat-alat transportasi, dan lain-lain. Untuk itu perusahaan

harus mengusahakan bagaimana keuangan perusahaan dapat dikelola dengan

cermat.151

Material (materials), ini sangat berpengaruh sekali terhadap kelancaran proses

produksi, sebab merupakan faktor pendukung utama dalam proses produksi.

Termasuk disini adalah bahan baku, bahan pembantu, tanah atau proses produksi

serta bahan lain sebagai penunjang proses produksi. 152

Metode (methods), yaitu merupakan suatu pelaksanaan kerja produktif

misalkan pengambilan keputusan, pemberian ide atau inisiatif dari pemikiran yang

kesemuanya itu ditujukan agar pengelolaan sumber-sumber ekonomi yang dapat

berjalan lancar. Singkatnya, di dalam metode ini adalah pelaksanaan manajemen

perusahaan atau pengelolaan perusahaan. Bagaimana agar dengan sumber-sumber

ekonomi yang adanya serba terbatas itu dapat diwujudkan barang/jasa yang dapat

memuaskan konsumen serta sekaligus dapat memberikan keuntungan bagi

perusahaan. Pada masa sekarang ini pemuasan kebutuhan masyarakat (konsumen)

150
Ibid., hal 11.
151
Ibid.
152
Ibid.
90

akan dapat tercapai apabila didukung oleh sistem pelayanan yang baik dari pihak

perusahaan.153

Di dalam perusahaan, sumber-sumber ekonomi tersebut diproses agar menjadi

barang/jasa yang ditujukan untuk memusatkan kebutuhan konsumen sekaligus dapat

memberikan keuntungan bagi perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut,

diterapkannya prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan tertentu diharapkan dapat

diperoleh hasil atau keuntungan maksimum.154

Organisasi sosial adalah bersifat umum, baik yang menyangkut masalah sosial,

politik, ekonomi, budaya, keagamaan, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud

dengan sistem adalah kesatuan yang menyeluruh dan terorganisasikan, terdiri atas dua

atau lebih bagian atau komponen atau sub sistem yang dipisahkan oleh batas yang

dapat diidentifikasikan dari supra sistem lingkungan (environmental suprasystem)

yang lebih luas. Sebenarnya pengertian sistem meliputi spektrum yang sangat luas

baik dalam kebendaan, alam biologi maupun alam kemasyarakatan.155

153
Ibid.
154
Ibid., hal. 12.
155
Ibid.
91

BAB III

HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI JAMSOSTEK DALAM

MELINDUNGI TENAGA KERJA DI KOTA MEDAN

Meski Program JAMSOSTEK sudah dicanangkan pada tahun 1992, ternyata

masih banyak perusahaan dan pekerja/buruh belum terdaftar sebagai peserta

JAMSOSTEK sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan berbagai peraturan pelaksanaannya,

menyatakan : “setiap tenaga kerja berhak atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan

wajib dilakukan oleh setiap perusahaan dan bila tidak dilaksanakan akan dikenakan

sanksi”.156

A. Hambatan Kelembagaan

Untuk pengembangan dan peningkatan peran seperti yang disebutkan pada

BAB II di atas maka ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi PT. Jamsostek

(Persero). Salah satunya adalah masih banyak kendala dalam sistem jaminan sosial di

Indonesia. Misalnya, dalam kasus pencanangan Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN). SJSN sebenarnya sangat positif, karena akan dapat dinikmati semua lapisan

masyarakat, bukan hanya untuk pekerja/buruh di sektor formal. Pekerja/buruh

156
Thoga M. Sitorus, “Masih Banyak Pekerja/Buruh Belum Tersentuh Program Jamsostek”,
www.sinarIndonesia.com., diakses pada 10 November 2006, dikutip Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 204.
92

informal, bahkan penganggur sekalipun bisa menikmatinya. Namun, aturan dan

administrasi badan yang mengelola program tersebut masih belum jelas. 157

Jika pelaksanaan SJSN berpedoman pada sistem yang diterapkan di beberapa

negara lain, seperti Thailand, pemerintah harus menyediakan dana yang besar. Di

Thailand, untuk jaminan sosial masyarakat miskin, seperti petani dan pengangguran,

iurannya disubsidi oleh pemerintah. Adapun di Indonesia, iuran jaminan sosial untuk

Pegawai Negeri Sipil saja tidak disubsidi pemerintah. Hal ini berbeda dengan

pegawai swasta, dimana tanggungan perusahaan untuk JAMSOSTEK justru lebih

besar.158

Mengenai perlunya perubahan status PT. Jamsostek (Persero) menjadi badan

dan bukan persero lagi. Langkah ini dilakukan untuk menghindarkan kewajiban PT.

Jamsostek (Persero) sebagai BUMN menyerahkan deviden kepada pemerintah,

sehingga dana itu bisa digunakan untuk kesejahteraan kaum pekerja/buruh. Jika

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja telah

diubah maka jaminan sosial ini akan dikelola oleh Tripartit. 159

Langkah ini cocok dengan praktik yang dilakukan di banyak negara lain. Di

negara-negara tersebut, lembaga yang memberi JAMSOSTEK bukanlah terbentuk

persero, tetapi berupa badan yang dikelola oleh wakil pekerja/buruh dan

pengusaha.160

157
Ibid., hal. 213.
158
Ibid.
159
Ibid.
160
Ibid.
93

Pihak PT. Jamsostek (Persero) sebenarnya sudah lama menyadari hal itu dan

sudah melakuka beberapa langkah ke arah sana. Misalnya, tidak semua deviden

diserahkan ke pemerintah, namun dikembalikan kepada kaum pekerja/buruh, dalam

bentuk : kredit pemilikan rumah; bantuan untuk korban PHK; bantuan koperasi

karyawan; dan bantuan poliklinik karyawan.161

1. Lemahnya Sistem Pengawasan

Sudah saatnya pemerintah tidak lagi bersikap toleransi terhadap pelaksanaan

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Ini

berkaitan dengan tekad pemerintah meningkatkan perlindungan hukum dan

kesejahteraan pekerja. Sikap tegas perlu diambil mengingat masih banyaknya

perusahaan yang belum ikut serta dalam Program JAMSOSTEK dan bukan hanya

dilihat dari bentuk kepesertaannya. Jadi pelaksanaan undang-undang tersebut harus

secara utuh.162

Ketentuan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 dan Peraturan

Pemerintah No. 14 Tahun 1993 serta peraturan pelaksanaannya merupakan landasan

hukum bagi perlindungan pekerja di bidang JKK, JK, JHT, JPK, dan Pelayanan

Kesehatan bagi keluarga karyawan dalam satu paket. Pelanggar terhadap ketentuan

161
Ibid.
162
Gerry Silaban, “Program Jamsostek, Hambatan dan Upaya Mengejar Kepesertaan”,
http://library.usu.ac.id/download/fkm/k3-gerry2.pdf., diakses pada 19 Agustus 2010, hal. 3-4.
94

ini diancam sanksi hukum berupa denda sebesar Rp. 50 juta atau 6 bulan kurungan

penjara.163

2. Peranan Pengawas Ketenagakerjaan Belum Optimal

Dilihat dari sisi pengawasan Program JAMSOSTEK disini dilakukan oleh

Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan oleh Departemen Tenaga Kerja di Tingkat

Provinsi dan Disnakertrans (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi) sebagai pengawas

pada Tingkat Kabupaten/Kota.

Apabila ada temuan di lapangan, Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan di Kota

Medan wajib melaporkan hal tersebut ke Kepolisian untuk diproses lebih lanjut.

Kepolisian disini berfungsi untuk menegur pengusaha agar tidak semena-mena

terhadap karyawan/buruh.

Dalam hal teguran tersebut tidak digubris, barulah laporan dibuat Berita Acara

Pemeriksaan (BAP) oleh Kepolisian untuk diserahkan kepada Kejaksaan agar dituntut

pengusaha tersebut. Kejaksaan menuntut dengan memeriksa kembali berkas BAP

Kepolisian untuk dinaikkan ke tingkat pengadilan.

Penegakan peraturan dan perundang-undangan (law enforcement) merupakan

jalan terakhir terhadap pelanggaran Program JAMSOSTEK dan ini pekerjaan yang

tidak ringan mengingat jumlah pegawai Pengawas Disnaker yang tersedia saat ini

terbatas hanya 1.194 orang, kemudian kemungkinan terjadinya ”main mata” (kolusi)

antara oknum pengawas dengan pengusaha dan adanya perusahaan yang dilindungi

163
Ibid.
95

oleh pejabat sehingga kebal hukum. Walaupun demikian, hingga 31 Maret 1995

sebanyak 30.963 perusahaan yang telah diperiksa, 119 diantaranya sudah masuk

Berita Acara Pemeriksaan (BAP), sedangkan yang sudah dijatuhi hukuman oleh

pengadilan sebanyak 16 perusahaan.164

3. Dukungan Pemerintah Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota

Tidak Maksimal

Sementara Surat Keputusan Gubernur No. 560/293.K/2005 tentang

Koordinasi Fungsional (KF) pelaksanaan Program JAMSOSTEK di Provinsi

Sumatera Utara melalui Tim KF yang tugasnya, antara lain : penyelesaian kasus-

kasus JAMSOSTEK; meningkatkan kepesertaan JAMSOSTEK; pembinaan

kepesertaan JAMSOSTEK; dan penegakan hukum (law enforcement), serta

memberikan petunjuk terhadap pembentukan Tim KF di Kabupaten/Kota. Namun

Tim KF tersebut belum berjalan maksimal. Terbukti dari masih banyaknya keluhan

yang datang dari daerah-daerah (kabupaten/kota) saat diadakannya sosialiasi oleh PT.

Jamsostek (Persero) Kantor Wilayah I, tentang Peraturan Menakertrans No. 24 Tahun

2006 di Medan baru-baru ini. Menurut mereka Tim KF di Kabupaten/Kota belum

berfungsi dan masih banyak yang belum memiliki data kepesertaan Program

JAMSOSTEK. Selain itu, agar Tim KF provinsi lebih pro-aktif dalam melakukan

koordinasi. 165

164
Ibid.
165
Ibid., hal. 207.
96

4. Hambatan dari Sumber Daya Manusia

Apabila kelemahan dari PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan ditinjau dari

segi Sumber Daya Manusia-nya maka akan ditemui jumlah Account Officer dengan

jumlah perusahaan maupun cakupan wilayah kerja tidak sebanding, sehingga

menimbulkan adanya area kosong dan atau perusahaan peserta dan belum peserta

yang kurang mendapat pembinaan.

5. Pengaruh Birokrasi Tidak Satu Pintu Pada Saat Pengajuan Klaim

Para pekerja/buruh juga sering mengeluhkan besarnya hambatan birokrasi

yang dihadapi apabila mereka mengajukan klaim ke PT. Jamsostek (Persero). 166

Hanya Program Jaminan Kesehatan saja yang dianggap relatif bersih dari masalah

tersebut. Karena faktor-faktor tersebut, sebagian besar pekerja/buruh yang mengikuti

Program JAMSOSTEK menganggap pungutan JAMSOSTEK sebagai suatu pajak,


167
bukanlah suatu jaminan sosial untuk mereka. Karena ketidakpercayaan

pakerja/buruh ini, terdapat kecenderungan bagi pekerja/buruh untuk mengambil

pensiun dini, seperti yang terjadi pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia mulai

tahun 1997. Dalam hal ini, dana JAMSOSTEK ternyata telah menjadi pengganti

(substitutes) bagi dana asuransi pengangguran, yang sampai saat ini belum ada di

Indonesia. Akibat dari penarikan dana awal ini, jumlah dana yang ada di PT.

Jamsostek (Persero) menjadi berkurang, sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi

166
Selma Widhi Hayati & Munir, “Questioning the Social Security System in Post-Suharto
Indonesia”. (Asian Labor Updates, Issue 35, June-August, 2000), dikutip Adrian Sutedi, Op.cit., hal.
210.
167
Chad Leechor, Reforming Indonesia’s Pension System, Policy Research Working Paper
No. 1677, (Washington DC : The World Bank, Oktober 1996), hal. 36, dikutip Adrian Sutedi, Op.cit..
97

kemampuan PT. Jamsostek (Persero) untuk membayar klaim para pensiunan di masa

depan.168

Penilaian atas tata kelola Program JAMSOSTEK juga menunjukkan adanya

hal-hal yang perlu diperbaiki dalam pengaturan dan pengelolaan program ini.

Misalnya, biaya administrasi PT. Jamsostek (Persero), yaitu sebesar 11,7% dari total

pungutan PT. Jamsostek (Persero), jauh lebih tinggi daripada biaya administrasi

perusahaan jaminan sosial di ASEAN lainnya. Sebagai contoh, di Malaysia hanya 2%

dan di Singapura hanya 0,5%. Juga tidak ada laporan keuangan atau laporan kinerja

PT. Jamsostek (Persero) yang disediakan untuk dan dapat diakses oleh para peserta

Program JAMSOSTEK dan masyarakat umum. 169 Kurangnya transparansi dapat

menyebabkan penggunaan dana yang tidak sesuai dengan tujuan program ini

sendiri. 170

Hal-hal seperti ini dapat menyebabkan lunturnya kepercayaan masyarakat

terhadap PT. Jamsostek (Persero) sebagai penyelenggara JAMSOSTEK di Indonesia.

Secara objektif akan sangat sulit untuk menjadikan Program JAMSOSTEK sebagai

mekanisme utama bagi sistem perlindungan sosial apabila pengelolaannya masih

tetap seperti sekarang. Pertama, jumlah angkatan kerja Indonesia sangat besar, akan

sangat sulit bagi perusahaan manapun untuk mencapai dan mengelola jumlah nasabah

sebesar itu. Selain itu, kinerja PT. Jamsostek (Persero) dalam mengelola program

jaminan sosial masih belum maksimal. Investasi dalam bentuk deposito merupakan

hal yang umum pada dana pensiun lainnya di Indonesia, baik yang diadakan oleh

168
International Labor Organization, Op.cit., hal. 90, dikutip Adrian Sutedi, Op.cit.
169
Ibid.
170
Ibid.
98

pemerintah maupun sektor swasta memerlukan banyak perbaikan. Oleh karena itu,

sistem monopoli dalam pelaksanaan Program JAMSOSTEK seperti yang masih

berlaku hingga kini perlu dihapuskan karena sistem ini justru merupakan faktor

penghambat bagi pengembangan sistem JAMSOSTEK dan sistem perlindungan

sosial yang ingin dikembangkan.171

Kedua, sebagian besar tenaga kerja Indonesia bergerak di sektor informal,

yaitu sekitar dua pertiga bagian dari total pekerja/buruh. Walaupun perkembangan

perekonomian semakin lama akan semakin memperkecil peranan sektor informal,

tetapi hal ini hanya akan tercapai dalam jangka waktu yang sangat panjang. Oleh

karena itu, perlu dikembangkan skema-skema baru JAMSOSTEK yang sesuai

pekerja/buruh di sektor informal. 172

B. Hambatan Eksternal

1. Rendahnya Pengetahuan Masyarakat Mengenai Program JAMSOSTEK

Hal lain yang perlu diwaspadai adalah adanya tudingan dari sejumlah

kalangan yang salah kaprah, bahwa PT. Jamsostek (Persero) seolah-

olah ”memonopoli” jaminan sosial untuk pekerja/buruh Indonesia. Sebagai

konsekuensinya, mereka mengusulkan agar perusahaan-perusahaan swasta juga

diperbolehkan untuk menjalankan program jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia

tersebut. Usulan ini adalah contoh dari semangat liberalisasi yang salah arah.173

171
Titik Anas, Op.cit., dikutip Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 212.
172
Ibid.
173
Ibid., hal. 214.
99

Jika usulan tersebut dilaksanakan, nasib para pekerja/buruh Indonesia belum

tentu menjadi lebih baik, tetapi justru bisa terancam. Misalnya, perusahaan swasta itu

bisa untung, tetapi juga bisa bangkrut. Jika kondisi buruk itu terjadi, siapa yang akan

menjamin kembalinya uang pekerja/buruh. Tentu, perusahaan swasta tersebut gagal

memberikan jaminan sosial bagi pekerja/buruh dan akan cenderung lepas tangan.

Akhirnya, persoalannya lagi-lagi akan dilempar ke Pemerintah atau DPR dan

menimbulkan keresahan di kalangan pekerja/buruh.174

Sebaliknya, lewat PT. Jamsostek (Persero) atau badan yang akan dibentuk

nanti, pemerintah dapat menjamin hak-hak kaum pekerja/buruh tersebut. Jika yang

dipersoalkan adalah pelayanan yang kurang baik atau belum optimal, pihak PT.

Jamsostek (Persero) tentunya tidak menutup diri dan berbesar hati menerima kritik.

PT. Jamsostek (Persero) dapat melakukan pembenahan, serta meningkatkan kinerja

dan profesionalisme para petugasnya.175

2. Kesadaran Pengusaha Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja

Sementara masih banyak perusahaan belum melaksanakan Program

JAMSOSTEK, tenaga kerja yang bekerja di sektor informal/luar hubungan kerja,

mulai digarap untuk menjadi peserta Program JAMSOSTEK berdasarkan Undang-

Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dengan

peraturan pelaksanaannya, telah keluar Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No. PER-24/MEN/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program

174
Ibid.
175
Ibid.
100

Jamsostek bagi Tenaga Kerja yang Melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja,

yang jumlahnya sangat besar dan memerlukan perlindungan sosial (social

security).176

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa kepesertaan Program JAMSOSTEK

bagi pekerja/buruh bersifat wajib dan bahkan merupakan hak, yaitu terdiri atas JKK,

JK, JHT, dan JPK. Secara jelas dan terinci pelaksanaannya diatur dalam Peraturan

Pemerintah No. 14 Tahun 1993, Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang

Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja

dan Transmigrasi No. PER-12/MEN/IV/2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran

Kepesertaan Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan

Sosial Tenaga Kerja. Pembayaran iuran JAMSOSTEK wajib dibayar oleh pengusaha

dan pekerja/buruh. Iuran yang ditanggung pengusaha adalah iuran JKK, JK, dan JPK,

sedangkan iurang JHT ditanggung bersama oleh pengusaha dan pekerja/buruh.

Besarnya iuran JKK terdiri atas lima tarif sesuai dengan tingkat resiko kecelakaan

dengan persentase dari 0,24% - 1,74% dari upah sebulan; iuran JK sebesar 0,3% dari

upah; iuran JPK 3% dari upah bagi pekerja/buruh lajang dan 6% dari upah bagi

pekerja/buruh yang berkeluarga (seluruhnya ditanggung oleh pengusaha). Sedang

untuk iuran JHT sebesar 5,7% yang ditanggung bersama, yaitu 3,7% oleh pengusaha

dan 2% oleh pekerja/buruh.177

Tata cara pembayaran iuran dilakukan oleh pengusaha dengan memungut

iuran yang menjadi kewajiban pekerja/buruh melalui pemotongan upah pekerja/buruh

176
Ibid., hal. 205.
177
Ibid.
101

kemudian membayarkan kepada Badan Penyelenggaraan Jamsostek dalam waktu

yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur. Dalam hal ini, pengusaha

wajib memiliki daftar pekerja/buruh beserta keluarganya, daftar upah beserta

perubahannya dan daftar kecelakaan kerja di perusahaan. Selain itu, pengusaha juga

wajib menyampaikan data ketenagakerjaan perusahaan sesuai dengan Undang-

Undang No. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan ke Instansi

Ketenagakerjaan yaitu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat yang

digunakan sebagai bukti kepesertaan perusahaan dan pekerja/buruh dalam Program

JAMSOSTEK.178

Melihat Program JAMSOSTEK belum berjalan sebagaimana mestinya, hal ini

dapat dilihat dari masih banyaknya tuntutan dan protes yang datang dari kalangan

Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB), LSM, DPR/D, dan masyarakat yang

dialamatkan kepada pengusaha dan PT. Jamsostek (Persero) maupun instansi

ketenagakerjaan dan secara luas beritanya disiarkan oleh surat kabar dan media

elektronik, baik nasional maupun daerah. Namun, tampaknya belum juga ada

perubahan yang signifikan. 179

Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1981, jumlah perusahaan wajib

lapor di Sumatera Utara ± 11.000 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh ±

1.500.000 orang termasuk (pekerja/buruh kontrak, pekerja/buruh harian lepas,

pekerja/buruh borongan, dan perusahaan kecil). Perusahaan yang terdaftar menjadi

peserta JAMSOSTEK sampai dengan Agustus 2006 baru 6.537 perusahaan/59,42%

178
Ibid.
179
Ibid.
102

(aktif 4.092 perusahaan/37,2%, non-aktif 2.445 perusahaan/62,8%). Adapun jumlah

peserta (pekerja/buruh) terdaftar 704.958 orang (peserta aktif 37.320/24,82%; non-

aktif 667.638 orang/75,18%). Hal tersebut menunjukkan masih rendahnya peserta

aktif Program JAMSOSTEK dan tentunya sangat merugikan para pekerja/buruh dan

perlu penanganan secara khusus.180 .Sedangkan perusahaan yang terdaftar per Juni

2010 adalah 18.419 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1.973.247 untuk Kantor

Wilayah I. 181

Tabel 4
Total Peserta Program JAMSOSTEK
JENIS AKTIF NON-AKTIF JUMLAH
Perusahaan 10.390 8.029 18.419
Tenaga Kerja 530.218 1.443.029 1.973.247
Sumber : PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan, data per bulan Juni 2010.

Dari Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa perusahaan yang tidak aktif dalam

Program JAMSOSTEK hampir ¾ dari jumlah peserta perusahaan. Dilihat dari tenaga

kerjanya dengan jumlah peserta 1.973.247 yang tidak aktif dalam Program

JAMSOSTEK adalah 1.443.029, menunjukkan bahwa peserta tenaga kerja yang tidak

aktif sebanyak ¾ pekerja dari jumlah peserta tenaga kerja.

Melihat data di atas ternyata tingkat kepesertaan Program JAMSOSTEK

masih sangat rendah. Belum lagi faktor adanya pelanggaran pelaksanaan program

yaitu masih dijumpai Perusahaan Daftar Sebagian Upah (PDS Upah), artinya

perusahaan tidak melaporkan upah yang sebenarnya (upah pokok + tunjangan tetap)

dari seluruh pekerja/buruh, tetapi yang dilaporkan hanya sebatas UMP/UMK atau

180
Ibid., hal. 206.
181
PT. Jamsostek (Persero) Kanwil I, “Executive Summary dan Key Performance Indicator
per Bulan Juni 2010”, (Medan : Jamsostek Kanwil I, 2010), hal. 1.
103

upah pokok saja. Demikian juga jumlah pekerja/buruh yang didaftarkan hanya

sebagian saja (PDS TK), artinya tidak semua didaftarkan. Misalnya, jumlah pekerja

500 orang yang didaftar hanya 250 orang saja dan juga hanya mendaftar sebagian

program dari empat program (PDS Program) dan perusahaan yang masih menunggak

iuran. 182

Selain itu, perusahaan diizinkan untuk mensubstitusi jaminan kesehatan

JAMSOSTEK dengan program asuransi kesehatan swasta yang dipilih oleh

perusahaan sendiri apabila benefit program asuransi tersebut lebih besar daripada

benefit yang diberikan oleh Program JAMSOSTEK. Akibatnya, sebagian besar

perusahaan memilih untuk tidak mengikuti Program Jaminan Kesehatan PT.

Jamsostek (Persero), yang menyebabkan semakin terbatasnya jumlah benefit yang

ditawarkan oleh Program Jaminan Kesehatan JAMSOSTEK. 183

Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah kebenaran data upah, yang

dilaporkan oleh perusahaan kepada PT. Jamsostek (Persero), karena upah sangat

berpengaruh terhadap kemanfaatan dan hak pekerja/buruh. Jangan sampai terjadi,

perusahaan lalai memberikan data upah pekerja/buruh yang akurat, tetapi

pekerja/buruh justru menyalahkan PT. Jamsostek (Persero), karena

dianggap ”menyunat” jaminan yang menjadi haknya. Hal semacam ini pernah

terjadi. 184

Kalau melihat kecenderungan yang ada, perkembangan PT. Jamsostek

(Persero) dalam perannya untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan pekerja,

182
Adrian Sutedi, Loc.cit.
183
Ibid.
184
Ibid.
104

sebenarnya cukup membesarkan hati. Hal ini seiring dengan meningkatnya kesadaran

di kalangan para pekerja/buruh sendiri, tentang hak-haknya dan pentingnya Program

JAMSOSTEK bagi mereka.185

3. Program Jamsostek Sebagai Beban Pengusaha

Program JAMSOSTEK merupakan program pemerintah yang badan

penyelenggaranya ditunjuk PT Jamsostek (Persero) dalam rangka pelaksanaan

pengalihan resiko yang terjadi terhadap perusahaan yang mempekerjakan tenaga

kerjanya.

Perusahaan dengan mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program

JAMSOSTEK merasakan bahwa pembayaran iuran sebagai kewajiban pengusaha

menjadikan suatu beban, padahal kewajiban tersebut tanpa diikutsertakan dalam

program JAMSOSTEK perusahaan tetap mengeluarkan kewajiban terhadap tenaga

kerja untuk kesejahteraan tenaga kerja. Seperti tenaga kerja mengalami resiko kerja

pada saat bekerja perusahaan berkewajiban untuk memberikan pelayanan dan bantuan

serta perawatan.

Dengan adanya badan penyelenggara PT.Jamsostek (Persero) yang pola

kerjanya lebih profesional dan memenuhi standar sebagai mana diatur dalam

perlindungan kerja pengusaha mestinya lebih nyaman bahwa perlindungan resiko

kerja sudah menjadi tanggaung jawab PT Jamsostek (Persero)

Pandangan pengusaha terhadap program JAMSOSTEK yang negatip, hal

inilah yang perlu diubah cara berpikirnya sehingga dengan mengikutsertakan tenaga
185
Ibid.
105

kerja dalam program JAMSOSTEK bukan menjadikan beban pengusaha tetapi

sebaiknya diubah menjadi kebutuhan perusahaan karena perusahaan ingin

mendapatkan kinerja yang baik dalam produktifitasnya dengan melingungi hak

pekerja sehingga tenaga kerja tidak lagi kawatir terhadap resiko kerja yang dihadapi

dalam melaksanakan tugas pekerjaan demi kepentingan perusahaan.

Guna memudahkan mereka yang menjadi peserta Program JAMSOSTEK

dalam membayar iuran, maka mereka dihimpun dalam satu wadah yang sejenis dalam

bentuk koperasi, seperti Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM), sopir taksi/angkot di

Medan dikenal dengan KPUM, wadah nelayan/tani (HNSI/HKTI), tukang becak,

pedagang kaki lima, dan lain-lain. Dalam jabatan profesi, seperti wartawan (PWI),

dokter (IDI), pengacara, artis, rohaniawan (misalnya kalangan pendeta HKBP di

Sumatera Utara, melalui Kantor Distrik Medan/Aceh) seluruhnya perlu mendapat

perlindungan jaminan sosial. Wadah atau organisasi tersebut selanjutnya melakukan

Ikatan Kerja Sama (IKS) dengan PT. Jamsostek (Persero) sebagai mitra kerja. Wadah,

koperasi, atau organisasi tersebut mempunyai penanggung jawab yang bertugas untuk

menghimpun tenaga kerja, mendaftarkan ke PT. Jamsostek (Persero) setempat,

menghimpun dan menyetor iuran kepada PT. Jamsostek (Persero), membantu

mendistribusikan Kartu Peserta Jamsostek (KPJ) kepada peserta, mengurus hak-hak

peserta atas jaminan, memperingati peserta yang menunggak iuran dan melaporkan

kepada PT. Jamsostek (Persero). 186

Sehubungan dengan keterbatasan kemampuan tenaga kerja di luar hubungan

kerja dalam membayar iuran maka Program JAMSOSTEK dilaksanakan secara

186
Ibid., hal. 208.
106

bertahap sesuai kebutuhan dan kemampuan dari tenaga kerja bersangkutan. Adapun

iuran Program JAMSOSTEK ditetapkan berdasarkan nilai nominal tertentu, yaitu

sekurang-kurangnya setara dengan upah minimum Provinsi/Kabupaten/Kota setempat

dengan batas usia peserta ditetapkan maksimal 55 tahun. Diharapkan dengan

keluarnya ketentuan/pedoman tentang Program JAMSOSTEK bagi tenaga kerja di

luar hubungan kerja ini, dapat segera ditindaklanjuti oleh instansi ketenagakerjaan

bekerja sama dengan PT. Jamsostek (Persero) setempat dengan melakukan sosialisasi

dan mendorong masyarakat untuk menjadi peserta. 187

Hal lain yang perlu diwaspadai adalah adanya tudingan dari sejumlah

kalangan yang salah kaprah, bahwa PT. Jamsostek (Persero) seolah-

olah ”memonopoli” jaminan sosial untuk pekerja/buruh Indonesia. Sebagai

konsekuensinya, mereka mengusulkan agar perusahaan-perusahaan swasta juga

diperbolehkan untuk menjalankan program jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia

tersebut. Usulan ini adalah contoh dari semangat liberalisasi yang salah arah.188

Jika usulan tersebut dilaksanakan, nasib para pekerja/buruh Indonesia belum

tentu menjadi lebih baik, tetapi justru bisa terancam. Misalnya, perusahaan swasta itu

bisa untung, tetapi juga bisa bangkrut. Jika kondisi buruk itu terjadi, siapa yang akan

menjamin kembalinya uang pekerja/buruh. Tentu, perusahaan swasta tersebut gagal

memberikan jaminan sosial bagi pekerja/buruh dan akan cenderung lepas tangan.

187
Ibid.
188
Ibid., hal. 214.
107

Akhirnya, persoalannya lagi-lagi akan dilempar ke Pemerintah atau DPR dan

menimbulkan keresahan di kalangan pekerja/buruh.189

Sebaliknya, lewat PT. Jamsostek (Persero) atau badan yang akan dibentuk

nanti, pemerintah dapat menjamin hak-hak kaum pekerja/buruh tersebut. Jika yang

dipersoalkan adalah pelayanan yang kurang baik atau belum optimal, pihak PT.

Jamsostek (Persero) tentunya tidak menutup diri dan berbesar hati menerima kritik.

PT. Jamsostek (Persero) dapat melakukan pembenahan, serta meningkatkan kinerja

dan profesionalisme para petugasnya.190

5. Pelayanan Terhadap Kepuasan Peserta Masih Rendah

Secara umum, tingkat kepuasan peserta Program JAMSOSTEK dinilai rendah

karena didorong oleh beberapa hal. Pertama, tidak seperti program jaminan sosial di

banyak negara, Program JAMSOSTEK tidak mendistribusikan dana yang

diperolehnya dari peserta yang lebih kaya ke peserta yang lebih miskin. Disamping

itu, Program JAMSOSTEK juga tidak mempunyai jaminan minimum atas jumlah

pensiun yang akan diperoleh para peserta pada saat mereka pensiun. Kedua, peserta

JAMSOSTEK hanya akan menerima jumlah dana yang telah disetorkan kepada PT.

Jamsostek (Persero) ditambah dengan bunga tetap dan tidak menerima bagian dari

hasil investasi PT. Jamsostek (Persero). 191

Hal di atas dikarenakan sistem JAMSOSTEK merupakan suatu sistem

tabungan hari tua (provident fund), serta bukan sebuah sistem asuransi sosial dimana

189
Ibid.
190
Ibid.
191
Ibid., hal. 209.
108

selain merupakan tabungan hari tua, jaminan sosial juga berfungsi sebagai sistem

redistribusi pendapatan dari golongan kaya ke golongan miskin. Di negara-negara

yang mempunyai sistem asuransi sosial, fungsi redistribusi, jaminan minimum, dan

masuknya hasil investasi jaminan sosial sebagai bagian dari paket pensiun diterima

pekerja/buruh sering dipergunakan untuk insentif bagi pekerja/buruh untuk mengikuti

program jaminan sosial. 192

Tanpa adanya fungsi-fungsi tersebut, ketertarikan pekerja/buruh dan

perusahaan untuk mengikuti program jaminan sosial sangat berkurang. Hal ini

dibuktikan dengan temuan yang menyebutkan bahwa hanya sekitar 50% dari

perusahaan yang dikategorikan wajib mengikuti Program JAMSOSTEK yang

menyetor iuran ke PT. Jamsostek (Persero). Jumlah ini menunjukkan bahwa banyak

pekerja/buruh dan perusahaan yang merasa bahwa Program JAMSOSTEK tidak

membawa manfaat untuk mereka, sehingga mereka tidak mau mengikuti Program

JAMSOSTEK.193

6. Standar Rumah Sakit Sebagai Provider Belum Memenuhi Harapan

Demikian juga halnya dengan pelayanan kesehatan JPK tidak sedikit

pekerja/buruh dan keluarganya yang mengeluh atas pelayanan rumah sakit/klinik

(provider PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan), belum memenuhi harapan. Tidak

jarang peserta JAMSOSTEK harus menanggung sendiri obat yang dibutuhkan. Oleh

192
Ibid.
193
International Labor Organization, Social Security and Coverage for All : Restructing the
Social Security Scheme in Indonesia – Issues and Options, (Jakarta : International Labor Organization,
2003), hal. 63, dikutip Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 209.
109

karena itu, banyak perusahaan yang keluar dari Program JAMSOSTEK dan

melaksanakan sendiri pelayanan kesehatan melalui rumah sakit yang lebih baik,

kesehatan pekerja/buruh terjamin dan akan bekerja lebih produktif. 194

194
Ibid.
110

BAB IV

UPAYA PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG MEDAN DALAM

MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA

DI KOTA MEDAN

Tenaga kerja atau buruh adalah aset, sebagai aset mereka harus diperhatikan,

baik kesehatannya maupun keselamatannya. Dengan adanya jaminan keselamatan

dan kesehatan bagi pekerja, maka akan tercipta suasana aman dan kenyamanan dalam

bekerja. Hal ini akan berpengaruh besar terhadap peningkatan produktivitas kerja

karyawan maupun peningkatan produksi perusahaan di masa mendatang.195 Adapun

upaya yang dilakukan terbagi atas dua jenis yaitu : upaya eksternal dan upaya internal.

Upaya-upaya tersebut akan dibahas sebagai berikut :

A. Pemberian Tindakan Tegas Terhadap Pelanggar Program JAMSOSTEK

Pemerintah dan aparat penegakan hukum sudah saatnya melakukan langkah

represif dengan menindak tegas perusahaan yang abaikan program jaminan sosial

tenaga kerja (Jamsostek).

Keikutsertaan pekerja dalam program Jamsostek merupakan hak asasi yang

dilindungi UU Nomor 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Saat ini rata-rata

upah minimum provinsi Rp. 600.000,- hingga Rp. 700.000,- per bulan. di Jakarta

195
Sidik M. Nasir, “Meningkatkan Pelayanan Jamsostek di Tengah Peserta Awam”, Koran
Pelita, 19 November 2008, hal. 8, seperti yang dikutip Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 215.
111

UMP sebesar Rp. 972.000,- per bulan. Artinya, jika sebuah perusahaan

memperkerjakan dua orang saja maka wajib mengikutsertakan mereka dalam

Program JAMSOSTEK.

Terakhir dua pekerja kebersihan (cleaning service) tewas ketika sedang

bekerja di gedung Mall Semanggi. Satu terdaftar di Jamsostek dan mendapat

santunan, satu lagi tidak terdaftar dan tak mendapat santunan. Sebelumnya, seorang

pilot tewas ketika sedang bertugas dan upah yang dilaporkan Rp. 1 juta per bulan. 196

Itulah gambaran kondisi kepesertaan Program JAMSOSTEK. Pada suatu

perusahaan ada yang terdaftar, tapi ada juga yang tidak. Ada yang upahnya

dilaporkan penuh, dan ada yang sebagian. 197

Rendahnya kesadaran perusahaan lokal dan BUMN tidak terlihat pada

perusahaan asing. Rata-rata penanam modal asing lebih taat dan melaporkan upah

sebenarnya, bahkan hingga ratusan juta upah jajaran direksinya. 198

Menimbang kondisi demikian, pemerintah (Depnakertrans, Disnaker,

Sudinnaker) dan aparat penegakan hukum (kepolisian dan kejaksaan) sudah saatnya

melakukan tindakan represif, menindak tegas perusahaan yang melalaikan

kewajibannya melindungi pekerjanya.199

196
“Pengusaha yang Abaikan Jamsostek Ditindak Tegas”,
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=46246., diakses pada 27 Agustus 2010.
197
Ibid.
198
Ibid.
199
Ibid.
112

UU Nomor 3/1992 memberikan sanksi denda hukuman kurungan badan

hingga enam bulan bagi mereka yang melanggar. Saat ini, rata-rata lima pekerja

tewas karena kecelakaan kerja setiap hari. 200

B. Meningkatkan M.o.U dengan Lembaga Lainnya

Memorandum of Understanding (M.o.U) adalah salah satu upaya untuk

meningkatkan kinerja PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan. M.o.U dilakukan

adalah agar produktivitas perusahaan meningkat. Bentuk kerja sama ini akan

ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama. Nota kesepahaman atau M.o.U tersebut

akan dibuat antara PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan dengan Serikat

Pekerja/Buruh yaitu SPSI, SBSI, dan Apindo, pada sektor keagamaan juga sudah

dilakukan.

Upaya peningkatan pelayanan juga dilakukan pada sektor keagamaan.

Kunjungan-kunjungan juga dilakukan ke beberapa gereja-gereja di Sumatera Utara.

Hal ini ditempuh agar para sintua (penatua) di seluruh Indonesia otomatis akan dapat

mengikuti Program JAMSOSTEK. 201

Keputusan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan mendekati lembaga

keagamaan sebagai perluasan peserta Jamsostek, karena program HKBP memiliki

sinergi yang sama-sama membawa mission sacre (misi suci) dalam memberikan

perlindungan kepada pekerja, sementara pelayan HKBP seperti pendeta dan sintua

200
Ibid.
201
Sanco Manullang, “Upaya Peningkatan Pelayanan, Pimpinan HKBP Kunjungi PT.
Jamsostek (Persero) Cabang Medan”, Harian Sinar Indonesia Baru, Rabu, 17 Juni 2009.
113

(penatua) dan para pekerja di Gereja yang mengalami sakit, hamil, kecelakaan kerja,

meninggal dan lainnya akan ada jaminan yang diperolehnya. Jaminan Kematian dan

uang kubur yang disediakan Jamsostek cukup besar, mencapai Rp. 16,8 juta, akan

sangat membantu keluarga yang ditinggalkan, sementara iuran yang dibayar hanya

Rp. 3.000,- per bulan. Ini menandakan, Program JAMSOSTEK sangat bermanfaat

dan selalu bersama-sama, saling membantu, baik hidup maupun mati. Artinya, orang

tidak akan takut meninggal, sebab yang meninggal tidak meninggalkan beban.202

C. Peningkatan Sosialisasi Program JAMSOSTEK

Untuk membenahi ketimpangan yang terjadi di lapangan maka yang perlu

dilakukan PT. Jamsostek (Persero) selain memberikan sosialisasi tentang program-

program unggulannya kepada para pengusaha juga harus diikuti sosialisasi kepada

para buruh/pekerja, sehingga keduanya mengerti dan sama-sama memahami apa yang

menjadi hak dan kewajiban buruh/pekerja. 203

Untuk menjaga kredibilitas dan peningkatan kualitas kerja serta kepercayaan

buruh/pekerja kepada PT. Jamsostek (Persero), ada beberapa terobosan yang bisa

dilakukan perusahaan dalam rangka sosialisasi kepada peserta JAMSOSTEK.

Pertama, menempatkan petugas di rumah-rumah sakit (customer service) yang bukan

hanya memeriksa kelengkapan berkas untuk diurus ke kantor, tetapi juga dapat

menentukan pesertanya mendapat jaminan rawat inap atau tidak. Begitu pula ketika

202
Ibid.
203
Ibid.
114

pasien akan pulang dari rumah sakit, cukup mengurus di rumah sakit tersebut. Hal ini

akan memudahkan peserta dalam mengurus jaminan kesehatannya/klaim.204

Kedua, petugas menyempatkan diri untuk mengunjungi atau menjenguk

buruh/pekerja peserta atau keluarga yang sedang dirawat di rumah sakit, sekaligus

memberikan dukungan penuh kepada pasien sehingga cepat pulih dan sembuh dari

penyakit.205

Ketiga, petugas dalam bentuk tim melakukan jemput bola mengunjungi

perusahaan-perusahaan untuk melihat dan memberikan sosialisasi langsung kepada

pengusaha dan peserta JAMSOSTEK. Bagi peserta, kunjungan ini dapat

meningkatkan kepercayaan, sedangkan bagi yang belum menjadi peserta

JAMSOSTEK bisa langsung didaftarkan dan dibuatkan kartu peserta dengan

persetujuan pengusaha tempat buruh bekerja.206

Peningkatan pelayanan yang dilakukan oleh PT. Jamsostek (Persero) terhadap

para buruh/pekerja peserta lambat laun dapat menghilangkan image negatif yang

selama ini bertumpu pada PT. Jamsostek (Persero). 207

Meskipun PT. Jamsostek (Persero) sebagai sebuah BUMN yang tentunya

menghentikan laba, namun tetap harus menerapkan Undang-Undang No. 3 Tahun

1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yakni harus mengutamakan berbagai

jaminan kepada peserta JAMSOSTEK seperti JKK, JK, JHT, dan JPK dan lainnya

yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut. Hal terpenting lagi, yakni dana iuran

204
Ibid.
205
Ibid.
206
Ibid.
207
Ibid., hal. 216.
115

peserta tidak akan berkurang bahkan JHT-nya bertambah besar, bahkan harus lebih

besar dari bunga bank.208

D. Peningkatan Laju Kepesertaan Program JAMSOSTEK

Mengejar target kepesertaan program jamsostek ternyata tidak semudah yang

diharapkan PT. Jamsostek (Persero), meski secara normatif (Undang-Undang No.3

tahun 1992) setiap pekerja dijamin haknya untuk mendapatkan Program

JAMSOSTEK, kenyataannya baru sekitar 31% jumlah tenaga kerja yang tercatat

sebagai peserta program jamsostek.209

Untuk ini PT. Jamsostek (Persero) perlu kerja keras disamping membenahi

diri dengan langkah-langkah yang di tempuh sebagai berikut210 :

1. Meningkatkan prasarana dan fasilitas pelayanan program jamsostek;

2. Meningkatkan kemampuan, keterampilan dan kinerja sumber daya manusia

yang dimiliki;

3. Menyempurnakan mekanisme keikutsertaan Program JAMSOSTEK;

4. Mampu menciptakan pasar (market created) Program JAMSOSTEK, jadi

tidak hanya sekedar menunggu iuran saja;

5. Pelayanan yang dilaksanakan bersifat costumer service oriented;

6. Perbaikan atas pelaksanaan Program JAMSOSTEK dalam upaya peningkatan

kualitas pelayanan pembayaran santunan (klaim) tenaga kerja terutama

208
Ibid.
209
Ibid.
210
Ibid.
116

kecelakaan kerja baru dibayarkan setelah selesai penyelidikan kejadian

kecelakaan kerja dan ini membutuhkan waktu. Diharapkan dengan kecakapan

petugas PT. Jamsostek (Persero), maka pelayanan dapat diupayakan satu hari

selesai (one day services) 211 . sehingga tidak ada lagi kesan dari peserta

(pengusaha) bahwa prosedur pembayaran yang dilakukan PT. Jamsostek

(Persero) cukup merepotkan sementara pembayaran iuran peserta tidak boleh

terlambat; dan

7. Peningkatan kerja sama dengan instansi terkait dalam penegakan

(pemberdayaan) peraturan dan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Keberadaan PT. Jamsostek (Persero) patut untuk disambut dengan baik karena

tujuannya untuk meringankan beban para pekerja dari bahaya risiko pekerjaan yang

dihadapi terutama kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk kelangsungan

operasionalnya PT. Jamsostek (Persero) tentunya tidak terlepas dalam hal mencari

keuntungan dari usaha yang dijalankan disamping menghimpun dana (rising fund)

dari para peserta program jamsostek untuk kepentingan pembiayaan pembayaran

santunan (klaim) tenaga kerja. Diharapkan dalam menghimpun dana tersebut pihak

PT. Jamsostek (Persero) tidak hanya berdiam diri saja, sebaiknya diupayakan

bagaimana agar jumlah peserta program jamsostek meningkat dan kualitas

pelayanannnyapun ditingkatkan pula.

211
Wawancara dengan Kepala Cabang Medan PT. Jamsostek (Persero), Medan, 18 Agustus
2010.
117

Suatu hal yang tidak kalah penting bahwa PT. Jamsostek (Persero) harus

mampu menimbulkan etos kerja dan semangat kerja sebagai upaya untuk

menimbulkan kondisi lingkungan kerja yang aman.212

E. Penerapan Komunikasi Pemasaran Terpadu (Integrated Marketing

Communication-IMC)

PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan dituntut untuk meningkatkan

pemahaman kepada stakeholders dan laju penambahan kepesertaan Program

JAMSOSTEK.213

Menurut Duncan, Penerapan Komunikasi Pemasaran Terpadu (Integrated

Marketing Communication-IMC) adalah proses perencanaan, pelaksanaan, dan

pengendalian pesan suatu merek untuk dapat menciptakan hubungan jangka panjang

dengan pelanggan. Jadi, IMC merupakan suatu sinergi, kreativitas, integrasi, dan

komunikasi pemasaran secara terpadu dengan cara memanfaatkan beragam elemen

komunikasi yang berbeda-beda agar tercipta koherensi yang saling mendukung.214

Kita dapat mengklaim memiliki komunikasi terpadu (integrated) secara penuh

apabila kita sudah mengidentifikasikan satu per satu pesan inti yang mengarahkan

pada satu ide kreatif besar dan dapat pula diimplementasikan pada segala bidang yang

kita tekuni. Atau, kita boleh mengatakan mampu mempertahankan komunikasi

212
Sanco Manullanag, Loc.cit.
213
Wawancara dengan Kepala Cabang Medan PT. Jamsostek (Persero), Loc.cit.
214
Tom Duncan, Principles of Advertising and Integrated Marketing Communication, 2nd
Edition, (New York : McGraw Hill, 2005), dikutip Freddy Rangkuti, Strategi Promosi yang Kreatif
dan Analisis Kasus Integrated Marketing Communication, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009),
hal. 29.
118

terpadu dari waktu ke waktu apabila dalam perkembangannya, komunikasi kita

dianggap benar sesuai keadaan dan karakteristik produk yang ada.215

Sebagai contoh, komunikasi ”Kami Mencoba Lebih Baik” oleh perusahaan

sewa mobil Avis berjalan selama beberapa tahun, dan pertimbangan unsur-unsurnya

selama rentang waktu itu menunjukkan konsistensi pendekatan yang terkontrol

dengan jelas dan berhati-hati. Usaha Avis ternyata cukup berhasil. Setiap berhadapan

dengan audiens sasaran ia selalu mengatakan, ”Karena kami hanya menjadi nomor

dua di dunia maka kami akan terus melakukan upaya ekstra untuk memenangkan dan

menjaga bisnis dengan Anda”.216

Di pasar konsumen, jeans Levi’s juga telah mampu membangun image dalam

pikiran kita. Komunikasi yang dilakukan jeans Levi’s, baik melalui iklan pada

berbagai media massa (TV, Radio, Surat Kabar, dan Majalah), promosi pada toserta,

maupun melalui teknik-teknik lain selalu menyampaikan pesan inti yang sama. Model

komunikasi tersebut akan mudah dimengerti kapan pun kita melihat dan

mendengarnya. Dan itulah ukuran integrasi yang berhasil. 217

Hampir semua komunikasi pemasaran memiliki tujuan sama, yakni

menyampaikan pesan tertentu kepada audiens sasaran yang sudah diidentifikasi

secara jelas. Dalam IMC, teknik komunikasi yang lengkap dan komprehensif akan

semakin mempercepat sebuah perusahaan dalam mengarahkan berbagai kelompok

audiens khusus.218

215
Ibid.
216
Ibid.
217
Ibid.
218
Ibid.
119

Dalam hal berbicara mengenai PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan, yang

perlu diperhatikan untuk meningkatkan kepesertaan dengan cara sosialisasi, antara

lain219 :

1. Penerbitan buletin JAMSOSTEK;

2. Release berita di media cetak & elektronik;

3. Coffee Month bersama wartawan;

4. Kunjungan/audiensi (Pimpinan Media Cetak & Elektronik, Kepala Daerah,

Instansi Penegak Hukum, Pimpinan Klinik & Rumah Sakit);

5. Pelatihan pelaksana humas se-Kota Medan;

6. Melaksanakan konferensi pers rutin;

7. Program JAMSOSTEK masuk kampus;

8. Program JAMSOSTEK masuk desa;

9. Pembangunan website resmi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan;

10. Call Center; dan

11. Lomba menulis.

Selanjutnya dalam laporan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan sebelum

Agustus 2008 berkaitan dengan IMC, antara lain 220 :

1. Rata-rata penambahan perusahaan pada Program JKK, JK, dan JHT dari

Januari – Juli 2008 sebesar 106.29 perusahaan dan tenaga kerja 7.746 orang

per bulan;

219
Mas’ud Muhammad, “Peran Komunikasi Pemasaran Terpadu Dalam Meningkatkan Citra
dan Laju Kepesertaan Jamsostek di Wilayah I”, disampaikan pada Executive Management
Development Program (EMDP) LPPM, Jakarta 23 Januari 2009, hal. 13-18.
220
Wawancara dengan Kepala Cabang Medan PT. Jamsostek (Persero), Op.cit.
120

2. Rata-rata penambahan perusahaan pada Program JPK dari Januari – Juli 2008

sebesar 59 perusahaan dengan tenaga kerja 2.631 tenaga kerja;

3. Penerbitan buletin JAMSOSTEK baru satu edisi;

4. Release berita di media cetak & elektronik sangat minim;

5. Coffee Month bersama wartawan jarang dilakukan;

6. Kunjungan/audiensi (Pimpinan Media Cetak & Elektronik, Kepala Daerah,

Instansi Penegak Hukum, Pimpinan Klinik & Rumah Sakit) jarang

dilaksanakan;

7. Pelatihan pelaksana humas se-Kota Medan belum direncanakan;

8. Melaksanakan konferensi pers rutin belum terjadwal;

9. Program JAMSOSTEK masuk kampus belum direncanakan;

10. Program JAMSOSTEK masuk desa belum direncanakan;

11. Pembangunan website resmi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan, pernah

dibicarakan tetapi tidak ada realisasinya;

12. Call Center belum direncakan; dan

13. Lomba menulis, belum pernah dilakukan.

Setelah diterapkan sistem IMC dalam hal upaya untuk meningkatkan

kepesertaan Program JAMSOSTEK pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan,

antara lain 221 :

1. Penambahan peserta Pada Program JKK, JK, dan JHT dari Januari – Juni

2010 sebesar 222 perusahaan dan tenaga kerja 18.673 orang;

221
“Evaluasi Kinerja Semester I 2010 Bagian Pengendalian Operasi”, disampaikan pada
Rapat Pimpinan Kanwil I, Medan 5-6 Agustus 2010, hal. 8-9.
121

2. Penambahan peserta Pada Program JPK dari Januari – Juni 2010 sebesar 188

perusahaan dan tenaga kerja mencapai 9.516 orang;

3. Penerbitan buletin JAMSOSTEK, menerbitkan Buletin JAMSOSTEK setiap

bulan;

4. Release berita di media cetak & elektronik sangat minim, dengan cara

memberdayakan personil kehumasan secara optimal sesuai kebutuhan;

5. Coffee Month bersama wartawan, menjalin hubungan baik dengan media

massa (Surat Kabar, Tabloid, Majalah, Radio, Televisi, dan Media lainnya);

6. Kunjungan/audiensi (Pimpinan Media Cetak & Elektronik, Kepala Daerah,

Instansi Penegak Hukum, Pimpinan Klinik & Rumah Sakit), dilakukan secara

berkala;

7. Pelatihan pelaksana humas se-Kota Medan, membuat struktur kehumasan

memberdayakan personil, membuat sistem kehumasan dan melakukan

konferensi pers;

8. Melaksanakan konferensi pers rutin secara berkala;

9. Program JAMSOSTEK masuk kampus, terutama di Kampus Universitas

Sumatera Utara yang sudah dilakukan;

10. Program JAMSOSTEK masuk desa, sudah direncanakan namun belum

terealisasi;

11. Pembangunan website resmi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan,

mengambil langkah awal untuk menyiapkan anggaran;

12. Call Center dalam tahap persiapan anggaran; dan

13. Lomba menulis, sudah dijadwalkan tetapi belum dilaksanakan.


122

Adapun ukuran keberhasilan dari IMC, antara lain222 :

1. Adanya peningkatan kepesertaan Program JAMSOSTEK di atas 25% per

tahun;

2. Peningkatan volume berita positif di atas 90%;

3. Pemberdayaan personil dalam penerapan IMC;

4. Terbentuknya sistem pengelolaan IMC;

5. Tersedianya struktur kehumasan di Kantor Cabang yang berfungsi dengan

baik;

6. Terlaksananya kegiatan yang direncanakan, yaitu :

a. Membuat pencitraan Program JAMSOSTEK dengan mengeluarkan

visi dan misi sebagai berikut :

i. Visi JAMSOSTEK adalah “Mewujudkan seluruh pekerja

menjadi peserta JAMSOSTEK dengan pelayanan prima dan

manfaat optimal”,

ii. Misi JAMSOSTEK, antara lain :

1. Meningkatkan pemahaman stakeholders akan tugas dan

fungsi masing-masing dalam rangka mensukseskan

Program JAMSOSTEK;

2. Meningkatkan laju kepesertaan JAMSOSTEK di

Kantor Cabang Medan PT. Jamsostek (Persero);

3. Meningkatkan corporate value;

222
Mas’ud Muhammad, Op.cit.
123

b. Meningkatkan citra melalui berita positif tentang Program

JAMSOSTEK dan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan;

c. Menerbitkan Buletin Jamsostek setiap bulannya;

d. Melakukan talkshow di radio; dan

e. Membuat iklan bersama dengan perusahaan strategis.

Adapun hasil yang dicapai dalam penerapan IMC pada PT. Jamsostek

(Persero) Cabang Medan, antara lain223 :

1. Telah memberdayakan personil untuk kehumasan;

2. Terbitnya Buletin Jamsostek dicetak sebanyak 500 eksemplar per bulannya

dan dibagikan kepada setiap peserta;

3. Volume berita positif meningkat Agustus 2009 sebanyak 87 berita, September

2009 sebanyak 73 berita, Oktober 2009 sebanyak 99 berita, pada sekitar 22

media cetak dan 5 media elektronik;

4. Terlaksananya audiensi dengan stakeholders, pimpinan media massa

(Waspada, Medan Bisnis, Medan Pos Group, Analisa, Singgalang Padang,

dan lain-lain); Walikota Medan; Ketua DPRD Medan; Kapoldasu; organisasi

terkait lainnya (Apersi, Apindo, SPSI, IDI, KADIN, dan lain sebagainya);

5. Terbentuknya struktur, personil, sistem, dan melaksanakan konferensi pers

berdasarkan kebijakan Kepala Cabang;

6. Terbitnya iklan bersama dengan perusahaan-perusahaan strategis;

7. Terlaksananya talkshow September 2008, pelatihan kehumasan November

2008;

223
Ibid.
124

8. Telah melakukan Program JAMSOSTEK masuk kampus, pada bulan Oktober

2008;

9. Dukungan dari jajaran pemerintah dan stakeholders semakin kuat;

10. Hubungan dengan mitra kerja seperti Dinas Tenaga Kerja, Serikat Pekerja,

Apindo, dan stakeholders lainnya terjalin semakin erat;

11. Pemberitaan di media cetak semakin gencar;

12. Antusiasme yang sangat besar atas kehadiran Buletin Jamsostek;

13. Adanya respon yang kuat dari masyarakat melalui media;

14. Timbul kesadaran perusahaan dan tenaga kerja mendaftar menjadi peserta

pada Program JAMSOSTEK;

15. Setelah membaca pemberitaan di media, munculnya kritikan terhadap Kinerja

Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dan juga terhadap pelayanan Rumah

Sakit dan Klinik; dan

16. Meningkatnya berita positif PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan yang

semakin diketahui banyak pihak.

Dengan diterapkannya sistem IMC untuk membangun PT. Jamsostek

(Persero) Cabang Medan dari dalam perusahaan membuktikan bahwa jumlah

kepesertaan meningkat. Disadari bahwa peran IMC sangat signifikan dalam

penambahan kepesertaan pada Program JAMSOSTEK.


125

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian dengan judul “Analisis Juridis Terhadap Fungsi dan Peran

Program Jamsostek dalam Perlindungan Hukum Tenaga Kerja di Kota Medan”, baik

penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan sebagaimana yang telah

diuraikan pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan bahwa :

1. Peran dan fungsi Program JAMSOSTEK terhadap perlindungan tenaga kerja di

Medan masih belum maksimal dilakukan oleh badan penyelenggara yaitu PT.

Jamsostek (Persero) karena sinergi antara pegawai pengawas ketenagakerjaan dan

assosiasi pengusaha serta aparat penegak hukum belum memaknai secara utuh

bahwa program JAMSOSTEK adalah merupakan program negara yang wajib

dilaksanakan secara bersama-sama.

2. Hambatan-hambatan yang dialami dalam pelaksanaan Program JAMSOSTEK

yaitu lemahnya sistem pengawasan, peran pengawas ketenagakerjaan belum

optimal, dukungan pemerintah provinsi sumatera utara dan pemerintah

Kabupaten/Kota tidak masksimal sesuai dengan tugas dan fungsinya, tingkat

kesadaran dan kepedulian pengusaha masih rendah.

3. Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi hambatan dan

mengoptimalkan fungsi dan peran Program JAMSOSTEK antara lain


126

Pengawas Ketenagakerjaan dan aparat penegak hukum agar memberikan

tindakan tegas terhadap pelanggaran program JAMSOSTEK, meningkatkan

sosialisai program JAMSOSTEK, Perlunya penerapan komunikasi pemasaran

secara berkesinambungan.

B. Saran

Setelah menyimpulkan riset ini maka dalam penelitian ini mengusulkan saran-

saran, sebagai berikut :

1. Disarankan kepada pihak PT. Jamsostek (Persero) dan Departemen Tenaga Kerja

dan Transmigrasi supaya perlu adanya dukungan kepada Kepala Daerah,

Walikota/Bupati, dan DPRD untuk membuat peraturan daerah tentang pengikatan

tenaga kerja dalam Program JAMSOSTEK yang dapat dilaksanakan dengan

lancar sesuai dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial

Tenaga Kerja.

2. Perlunya sosialisasi Program JAMSOSTEK kepada semua pihak agar dapat lebih

memahami bahwa program tersebut harus disukseskan secara nasional untuk

memberikan perlindungan yang mendasar kepada tenaga kerja.

3. Agar pelayanan dan perlindungan terhadap tenaga kerja lebih baik maka sumber

daya manusia (SDM) di lingkungan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan

Rasio dengan Potensi perusahaan harus sebanding.


127

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali
Press, 2010.

Devi, T. Keizerina., Peonale Sanctie : Studi tentang Globalisasi Ekonomi dan


Perubahan Hukum di Sumatera Timur (1870-1950), Medan : Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2004.

Hutabarat, Tua Hasiholan., “Realitas Upah Buruh Industri”, Makalah : Perserikatan


Kelompok Pelita Sejahtera, 2006.

Marbun, Jaminuddin., Analisis Terhadap Perjanjian Kerja Bersama dalam


Hubungan Industrial di Provinsi Sumatera Utara, Medan : Disertasi, Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009.

Mertokusumo, Sudikno., Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Liberty,


1988.

Muzakkir, ”Catatan Perkuliahan : Metode Penelitian Hukum”, Medan : Sekolah


Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009.

Nasution, Bismar., Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum


dan Hasil Penulisan pada Majalah Akreditasi, Medan : Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara, 2003.

Perdana, Surya., Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) pada


Perusahaan Swasta di Kota Medan, Medan : Tesis, Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara, 2009.

“Perusahaan Wajib Belum Daftar”, Medan : Data Perusahaan Potensi, 2010.


128

Rajagukguk, Erman., ”Hukum Ekonomi Indonesia Memperkuat Persatuan Nasional,


Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial”,
Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Bali 14-18 Juli 2003.

Rangkuti, Freddy., Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated
Marketing Communication, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Simanjuntak, Payaman J., Undang-Undang yang Baru tentang Ketenagakerjaan,


Jakarta : Kantor Perburuhan Internasional, 2003.

Spicker, Paul., Welfare State General Theory, London : SAGE, 2000.

Subekti, R., dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: Burgerlijk


Wetboek, Jakarta : Pradnya Paramita, 1979.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta, 2005.

Suseno, Franz Magnis., Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis ke


Perselisihan Revisionisme, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.

Sutardji, Analisis Kepuasan Peserta Jamsostek pada Kantor Cabang PT. Jamsostek
(Persero) Semarang, Surakarta : Tesis, Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Sutedi, Adrian., Hukum Perburuhan, Jakarta : Sinar Grafika, 2009.

Syahrin, Alvi., “Modul Perkuliahan Metode Penelitian Hukum : Pendekatan dalam


Penelitian Hukum”, Medan : Sekolah Pasca Sarjana Unversitas Sumatera
Utara, 2008.

Wijayanti, Asri., Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Edisi 1, Cetakan 1,


Jakarta : Sinar Grafika, 2009.
129

Zed, Mestika., Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,


2008.

ARTIKEL DAN MAJALAH

“Aset”, http://www.jamsostek.co.id/info/subcontent.php?id=24&subid=36., diakses


pada 10 Agustus 2010.

“Evaluasi Kinerja Semester I 2010 Bagian Pengendalian Operasi”, disampaikan pada


Rapat Pimpinan Kanwil I, Medan 5-6 Agustus 2010.

Jamsostek (Persero) Kanwil I, PT., “Executive Summary dan Key Performance


Indicator per Bulan Juni 2010”, Medan : Jamsostek Kanwil I, 2010.

Jamsostek (Persero) Kanwil I, PT., “Perusahaan Wajib Belum Daftar”, Medan : Data
Perusahaan Potensi, 2010.

“Lindung”, http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/., diakses pada 05 Agustus 2010.

“Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Melalui Jaminan Sosial


Tenaga Kerja Pada PT. Refi Chemical Industry Yogjakarta”,
http://www.skripsi-tesis.com/07/27/pelaksanaan-perlindungan-hukum-
terhadap-tenaga-kerja-melalui-jaminan-sosial-tenaga-kerja-pada-pt-refi-
chemical-industry-yogyakarta-pdf-doc.htm., diakses pada 04 Agustus 2010.

“Pembangunan Jembatan Suramadu”, http://www.suramadu.com/, diakses pada 04


Februari 2010.

“PLN Buka Tender Listrik Swasta Maret 2010”, Kamis, 04 Februari 2010,
http://www.kontan.co.id/index.php/nasional/news/29404/PLN-Buka-Tender-
Listrik-Swasta-Maret-2010, diakses pada 04 Februari 2010.

“Program Jamsostek : Jaminan Hari Tua”, http://cimahi.web44.net/


index.php?p=1_2_Program., diakses pada 02 Agustus 2010.
130

“Program Jamsostek : Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja”, http://cimahi.web44.net


/index.php?p=1_2_Program., diakses pada 02 Agustus 2010.

”Kantor Cabang Wilayah I”, http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=2&id


=79., diakses pada 04 Agustus 2010.

Manullang, Sanco., “Upaya Peningkatan Pelayanan, Pimpinan HKBP Kunjungi PT.


Jamsostek (Persero) Cabang Medan”, Harian Sinar Indonesia Baru, Rabu, 17
Juni 2009.

Muhammad, Mas’ud., “Peran Komunikasi Pemasaran Terpadu Dalam Meningkatkan


Citra dan Laju Kepesertaan Jamsostek di Wilayah I”, disampaikan pada
Executive Management Development Program (EMDP) LPPM, Jakarta 23
Januari 2009.

“Sektor Konstruksi”, http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=3&id=70.,


diakses 02 Agustus 2010.

Silaban, Gerry., “Program Jamsostek, Hambatan dan Upaya Mengejar Kepesertaan”,


http://library.usu.ac.id/download/fkm/k3-gerry2.pdf., diakses pada 19 Agustus
2010.

Soekarno J., Rahardi., “20 Persen Penduduk Madura Terserap Jadi Tenaga Kerja”,
Selasa, 02 Juni 2009, http://www.beritajatim.com/detailnews.php
/1/Ekonomi/2009-06-02/36079/20_Persen_Penduduk_Madura_Terserap_Jadi
_Tenaga_Kerja, diakses pada 04 Februari 2010.

“Struktur Organisasi”, http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=2&id=9.,


diakses pada 28 Juli 2010.

“Upah Minimum Regional”, http://id.wikipedia.org/wiki/Upah_minimum_regional,


diakses pada 19 Mei 2010.

“Universal Declaration of Human Rights 1948-1998”,


http://www.wunrn.com/reference/pdf/univ_dec_hum_right.pdf., diakses pada
27 Agustus 2010.
131

”Visi dan Misi”, http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=2&id=8., diakses


pada 02 Agustus 2010.

Yohandarwati, et.al., “Desain Sistem Perlindungan Sosial Terpadu”, Direktorat


Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan,
BAPPENAS, http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/343/, 2003,
diakses pada 24 Maret 2010.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Keputusan Direksi No. KEP/286/112007 tentang Kode Jabatan, Nama Jabatan,


Uraian Tugas dan Persyaratan Jabatan PT. Jamsostek (Persero) Kantor
Wilayah dan Kantor Cabang.

Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 561/5492/K/2009 tentang Penetapan Upah


Minimum Kota Medan Tahun 2010.

Konvensi International Labour Organization (ILO) mengenai Standar Minimal untuk


Jaminan Sosial.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-12/MEN/VI/2007


tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran,
Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan


Sosial Tenaga Kerja, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 No.
20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3520.

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2002 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 No.
53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4203.

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 No.
147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4582.
132

Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara


Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 No. 59.

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 No. 14, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia No. 3468.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2003 No. 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia No. 4279.

Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,


Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4456.

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2007 No. 106, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia No. 4756.

Universal Declaration of Human Rights 1948-1998.

You might also like