You are on page 1of 10

Laporan Pendahuluan

Dyspepsia
1. Pengertian
Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di
perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan (Arif, 2000).
Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual,
kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika, 2001).
Sedangkan menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan kumpulan gejala yang sudah
dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-mual.
2. Etiologi
Penyebab dyspepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan lainnya).
b. Dyspepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
3. Tanda dan Gejala
Didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dyspepsia menjadi tiga tipe :
a. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala :
1) Nyeri epigastrium terlokalisasi
2) Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
3) Nyeri saat lapar
4) Nyeri episodik
b. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia), dengan gejala :
1) Mudah kenyang
2) Perut cepat terasa penuh saat makan
3) Mual
4) Muntah
5) Upper abdominal bloating
6) Rasa tak nyaman bertambah saat makan.
c. Dyspepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas)
Pembagian akut dan kronis berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
4. Patofisiologi
Organik / Nonorganik

Sekresi Fungsi
Persepsi
Diet dan cairan motorik Infeksi
visceral Psikologis
lingkungan asam lambung Hp
lambung
lambung (motilitas)

Peningkatan asam lambung

Iritasi mukosa lambung

Ulkus

Sumber : Dharmika (2001) dalam buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : Lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti
antara lain pankreatitis kronis, diabetes mellitus, dan lainnya. Pada dyspepsia biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
b. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter pylori, dan urea
breath test (belum tersedia di Indonesia).
c. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah :
1) CLO (Rapid urea test)
2) Patologi Anatomi (PA)
3) Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
4) PCR (Polymerase Chain Reaction), hanya dalam rangka penelitian.
6. Penatalaksanaan
a. Modifikasi Pola Hidup
Klien perlu diberi penjelasan untuk dapat mengenali dan menghindari keadaan yang potensial
mencetuskan serangan dyspepsia. Belum ada kesepakatan tentang bagaimana diet yang
diberikan pada kasus dyspepsia. Penekanan lebih ditujukan untuk menghindari jenis makanan
yang dirasakan sebagai faktor pencetus. Pola diet porsi kecil tetapi sering, makanan rendah
lemak, hindari / kurangi makanan, minuman yang spesifik (kopi, alkohol, pedas, dll). Akan
banyak mengurangi gejala terutama gejala setelah makan (Post prandial).
b. Obat - obatan
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatannya yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena proses patofisiologinya pun masih
belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus dyspepsia terhadap plasebo.
1) Antasida dapat mengurangi / menghilangkan keluhan, tetapi secara studi klinis tidak berbeda
dengan efek plasebo.
2) Agen anti sekresi, obat antagonis reseptor H2 telah sering dipakai. Dari berbagai studi yang
ada, sebagian diperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan plasebo tetapi sebagian lagi tidak.
3) Prokinetik, dari banyak studi penggunaan obat prokinetik, seperti metoklopramid,
domperidon dan terutama cisapride, diperoleh hasil yang baik dipandingkan plasebo
walaupun tidak jarang , didapat data tidak adanya korelasi perbaikan motilitas terhadap
gejala / keluhan ataupun sebaliknya. Hal ini terutama pada kelompok kasus dyspepsia tipe
dismotilitas.
4) Eradikasi Helicobaster Pylori ; Eradikasi Hp pada kasus dyspepsia kontroversial kecuali bila
pada kasus dengan Hp positif yang gagal dengan terapi konvensional dapat disarankan untuk
eradikasi Hp.

7. Diagnosa Banding
a. Penyakit Reflulis Gastro Esofadeal (PRGE)
Sebagian kasus PRGE tidak memperlihatkan kelainan mukosa yang jelas. Bila di duga adanya PRGE,
maka pemeriksaan pH esofagus dalam bentuk pemantauan 24 jam dapat membedakannya dengan
dyspepsia.
b. Irritable Bowel Syndrome (IBS)
Keluhan klien harus dideskripsikan lebih spesifik. Pada IBS keluhan perut lebih bersifat difus dan
terdapat gangguan pola defekasi.
8. Prognosis
Dyspepsia yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai
prognosis yang baik.

B. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek - aspek
pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan. (Doenges. 1999:6).
Proses keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien
menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan
dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan. (Gaffar, 1999).
Proses keperawatan telah diperkenalkan pada tahun 1960-an sebagai proses yang terdiri dari
empat tahap : pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dimana tahapan diagnosa keperawatan
masuk pada tahapan pengkajian yang didasarkan pada metode ilmiah pengamatan, pengukuran,
pengumpulan data dan penganalisaan temuan. Kajian selama bertahun - tahun, penggunaan dan perbaikan
telah mengarahkan perawat pada pengembangan proses keperawatan menjadi lima langkah yang kongkrit
yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang memberikan
metode efisien tentang pengorganisasian proses berfikir untuk pembuatan keputusan klinis.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematika untuk mengumpulkan data dan menganalisa

sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Gaffar, 1999). Pengkajian adalah

langkah awal dari proses keperawatan yang mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara

pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnosa, serta revieu

catatan sebelumnya. Pada tahap ini semua data atau analisa tentang klien yang dibutuhkan

dikumpulkan dan dianalisa untuk memenuhi diagnosa keperawatan. (Doenges, 1999:6).

Manfaat pengkajian adalah membantu mengidentifikasi status kesehatan, pola pertahanan

klien, kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosa keperawatan. Pengkajian

keperawatan terdiri dari tiga tahap yaitu pengumpulan, pengelompokan atau pengorganisasian serta

menganalisa dan merumuskan diagnosa. (Gaffar, 1999).

Berdasarkan sumber data, data pengkajian dibedakan atas data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari klien, bagaimana kondisi klien. Artinya

data tersebut dapat diperoleh melalui walaupun klien tidak sadar sehingga tidak dapat berkomunikasi.

Misalnya data tentang kebersihan diri, data tentang status kesadaran sehingga terlepas dari lengkap

tidaknya data yang terkumpul. Data sekunder adalah data yang diperoleh selain dari klien, seperti dari

perawat , dokter, alhi gizi, ahli fisioterapi, catatan keperawatan, pemeriksaan laboratorium, hasil

rontgen, pemeriksaan diagnostik lain, keluarga dan teman.

Pengkajian yang ditemukan pada klien dyspepsia menurut Brunner and Suddarth (2001) adalah

sebagai berikut : selama mengumpulkan riwayat, perawat menanyakan tentang tanda dan gejala pada

klien. Apakah klien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat makan, mual, atau muntah? Apakah gejala

terjadi pada waktu kapan saja, sebelum atau sesudah makan, setelah mencerna makanan pedas atau

pengiritasi, atau setelah mencerna obat tertentu aaatau alkohol?. Apakah gejala berhubungan dengan

ansietas, stress, alergi, makanan atau minuman terlalu banyak, atau makan terlalu cepat? Bagaimana

gejala hilang? Adakah riwayat penyakit lambung sebelumnya atau pembedahan lambung? Riwayat diet

ditambah jenis diet yang baru dimakan selama 72 jam. Apakah kelebihan diet atau diet sembrono,

apakah orang lain pada lingkungan klien mempunyai gejala serupa, apakah klien memuntahkan darah,

dan apakah elemen penyebab yang diketahui telag tertelan.

Tanda yang diketahui selama pemeriksaan fisik mrncakup nyeri tekan abdomen, dehidrasi

(perubahan turgor kulit, membran mukosa kering), dan bukti adanya gangguan sistemik (takikardia,
hipotensi). Lamanya waktu dimana gejala saat ini hilang dan metode yang digunakan oleh klien untuk

mengatasi gejala serta efek-efeknya.

Menurut Tucker (1998) pengkajian pada klien dengan dyspepsia adalah sebagai berikut :

a. Keluhan utama
Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian samping dada depan epigastrium, mual,
muntah dan tidak ada nafsu makan, kembung, rasa kenyang.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress psikologis, riwayat minum-minuman
beralkohol.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit saluran cerna.
d. Pola aktivitas
Pola makan yaitu kebiasaan makan yang tidak teratur, makan makanan yang merangsang selaput
mukosa lambung, berat badan sebelum dan sesudah sakit.
e. Aspek psikososial
Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya masalah interpersonal yang bisa
menyebabkan stress.
f. Aspek ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat tinggal, hal-hal dalam pekerjaan
yang mempengaruhi stress psikologis dan pola makan.
g. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Klien tampak kesakitan, berat badan menurun, kelemahan dan cemas.
2)Palpasi
Nyeri tekan daerah epigastrium, turgor kulit menurun karena pasien sering muntah.
3)Auskultasi
Peristaltik sangat lambat dan hampir tidak terdengar (kurang dari lima kali permenit)
4)Perkusi
Pekak karena meningkatnya produksi HCL lambung dan perdarahan akibat perlukaan.
h. Laboratorium
Dilakukan analisis cairan lambung.
1) Endoskopi.
2) Pemeriksaan diagnostik.
Feses ada darah (melena) jika terjadi perdarahan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan
spesifik pasien serta terhadap masalah, akibat dan resiko tinggi. (Doenges. 1999:8)
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas
terhadap proses kehidupan / masalah kesehatan yang aktual atau potensial ( Carpenito,1998 ).
Dari berbagai pengertian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa diagnosa
keperawatan adalah suatu kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan yang dapat menjelaskan
masalah kesehatan klien aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan langkah kedua dari proses keperawatan setelah pengkajian
data. Diagnosa keperawatan merupakan formulasi kunci dari proses keperawatan karena merupakan
“client responses by health problem ” atau respon klien terhadap masalah kesehatan. Oleh karena itu
diagnosa keperawatan berorientasi pada kebutuhan dasar manusia berdasar teori kebutuhan dasar
Abraham Maslow, memperlihatkan respon individu/klien terhadap penyakit dan kondisi yang
dialaminya.
Manfaat diagnosa keperawatan adalah sebagai pedoman dalam pemberian asuhan
keperawatan karena menggambarkan status masalah kesehatan serta penyebab adanya masalah
tersebut, membedakan diagnosa keperawatan dan diagnosa medis serta menyamakan kesatuan bahasa
antar perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara konfrehensif.
Diagnosa keperawatan dibagi sesuai dengan masalah klien yang sering terjadi yaitu :
a. Aktual yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai data klinis yang
ditemukan.
b. Resiko terjadi yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang nyata
akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan, saat ini masalah keperawatan belum ada
tapi etiologi sudah ada.
c. Possible yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa perlu data tambahan untuk
memastikan timbulnya masalah.
Menurut Tucker dan Carpenito (1998), pada klien dengan dyspepsia akan ditemukan tiga
masalah keperawatan yaitu :
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa tidak nyaman anoreksia,
mual, muntah.
b. Nyeri berhubungan dengan efek sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak, iritasi dan
diserupsi mukosa lambung.
c. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan rumah
dan status nutrisi.
Sedangkan menurut Brunner and Suddarth (2001), dalam buku ajar keperawatan Medikal-Bedah
volume II, diagnosa keperawatan yang ditemui adalah :
a. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan nutrien yang tidak
adekuat.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan cairan tidak cukup dan kehilangan
cairan berlebihan karena muntah.
c. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan diet dan proses penyakit.
d. Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi.
e. Ansietas berhubungan dengan pengobatan
3. Perencanan
Rencana keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan. Setelah

merumuskan diagnosis keperawatan maka intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan perlu

ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien.

(Keliat,1991). Rencana pelayanan keperawatan dipandang sebagai inti atau pokok proses keperawatan

yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. Tujuan perencanaan adalah mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan adalah

sebagai berikut :

a. Menentukan prioritas diagnosa keperawatan.


b. Menetapkan sasaran dan tujuan.
c. Menetapkan kriteria evaluasi.
d. Merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
Menurut Tucker (1998) dan Doenges (1999), perencanaan berdasarkan diagnosa yang mungkin

timbul pada klien dyspepsia, yaitu :

a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan rasa yang tidak
nyaman, anoreksia, mual, muntah, kembung.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara optimal.
Kritaria hasil :
1) Klien mengatakan tidak merasa lemas
2) Porsi makan yang disediakan dihabiskan
Rencana tindakan :
1) Buat jadwal masukan tiap jam. Anjurkan mengukur cairan / makanan dan minum sedikit demi
sedikit atau makan dengan perlahan.
Rasional : Setelah tindakan pembagian, kapasitas gaster menurun kurang lebih 50 mm,
sehingga perlu makan sedikit tapi sering.
2) Timbang berat badan tiap hari. Buat jadwal teratur setelah pulang.
Rasional : Pengawasan kehilangan dan alat pengkajian kebutuhan nutrisi / keefektifan terapi.
3) Tekankan pentingnya menyadari kenyang dan menghentikan makan.
Rasional : Makan berlebihan dapat menyebabkan mual / muntah atau kerusakan operasi
pembagian.
4) Diskusikan makanan yang disukai klien dan makanan dalam diet murni.
Rasional : Dapat menyebabkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi / kontrol.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet dan dokter untuk pemberian vitamin sesuai
indikasi.
Rasional : tambahan dapat diperlukan untuk mencegah anemia karena gangguan absorbsi.
Peningkatan motilitas usus dan menambah nafsu makan.
6) Ciptakan lingkungan perawatan yang nyaman.
Rasional : Lingkungan yang nyaman mengurangi stres dan dapat meningkatkan nafsu makan.
7) Beri penjelasan tentang pentingnya nutrisi yang adekuat.
Rasional : Kesadaran tentang pentingnya nutrisi dapat meningkatkan intake yang adekuat.

b. Nyeri yang berhubungan dengan efek sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak, iritasi dan
diserupsi mukosa lambung atau motilitas.
Tujuan : Nyeri berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
1) Klien mengatakan nyeri berkurang
2) Ekspresi wajah tidak meringis
3) Tidak ada distensi abdomen
Rencana tindakan :
1) Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, dan intensitas (skala nyeri 0-10).
Rasional : nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri
sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan
terjadi komplikasai.
2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
Rasional : Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
3) Kaji tanda vital.
Rasional : Nyeri dapat mempengaruhi tanda vital.
4) Catat petunjuk nyeri non verbal. Contoh gelisah, menolak bergerak, berhati - hati
dengan abdomen, takikardia, berkeringat. Selidiki ketidaksesuaian antara petunjuk non verbal
dan verbal.
Rasional : Petunjuk non verbal dapat berupa fisiologis dan psikologis dan dapat digunakan
dalam menghubungkan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi luas/beratnya
masalah.
5) Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk klien.
Rasional : Makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan
gaster.
6) Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Rasional : Makanan sedikit mencegah distensi dan haluan gastrin.
7) Bantu latihan rentang gerak pasif/aktif. Ajarkan teknik relaksasi, seperti nafas
dalam.
Rasional : Menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri / ketidaknyamanan.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan dan melakukan perubahan diet.
Rasional : Klien mungkin diberikan makanan yang tidak mengandung gas, dan bahan yang
merangsang asam lambung.
9) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi. Misal antasida.
Rasional : Menurunkan keasaman gaster dengan absorpsi atau dengan menetralisir
kimia.evaluasi tipe antasida dalam gambaran kesehatan total, mis : pembatasan
natrium.
c. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit,
pengobatan, perawatan rumah dan status nutrisi.
Tujuan : Klien mengetahui dan memahami tentang penyakit / kondisi yang dirasakan.
Kriteria hasil :
1) Klien berpartisipasi dalam proses belajar
2) Klien memberikan pernyataan verbal atas pemahamannya.
3) Klien mampu menjawab pertanyaan saat evaluasi
Rencana tindakan :

1) Beri pendidikan kesehatan tentang penyakitnya.

Rasional : Memberikan informasi dimana klien/orang terdekat dapat memilih berdasarkan

informasi. Pengetahuan tentang penyakit membantu untuk memahami kebutuhan

terhadap terapi.

2) Evaluasi pendidikan kesehatan yang telah diberikan.

Rasional : Mengidentifikasi pemahaman klien/keluarga dan masalah yang potensial dapat

terjadi, sehingga solusi alternatif dapat ditentukan.

3) Beri reward atas kemampuan yang telah ditunjukkan klien.

Rasional : Meningkatkan motivasi klien / kelurga dalam pembelajaran.

4) Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar klien dan juga keluarganya.

Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien / keluarga.

5) Anjurkan klien untuk mendatangi sumber - sumber pelayanan untuk memperoleh penjelasan

lebih lanjut jika klien telah kembali ke masyarakat.


Rasional : Meningkatkan dukungan untuk klien selama periode penyembuhan dan memberikan

evaluasi tambahan pada kebutuhan yang sedang berjalan/perhatian baru.

6) Jelaskan pentingnya kontrol kesehatan untuk mengevaluasi dengan tim rehabilitasi untuk

menindaklanjuti program terapi klien di luar rumah sakit.

Rasional : Membantu perkembangan penyembuhan.

4. Pelaksanaan.
Pelaksanaan adalah perskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pelaksanaan dan
atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. (Doenges, 1999:10).
Implementasi merupakan pelaksananan perencananan keperawatan oleh perawat dan klien.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilakukan sesuai
rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal,
intervensi harus dilakukan secara cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
fisiologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Gaffar ,1999).
Ada tiga fase implementasi keperawatan yaitu :
a. Fase persiapan meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan
keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan.
b. Fase operasional merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada tujuan.
Implementasi dapat dilakukan dengan intervensi independen atau mandiri, dependen atau tidak
mandiri, interdependen atau sering disebut dengan tindakan kolaborasi.
c. Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan klien setelah implementasi dilakukan.
Implementasi yang diharapkan pada klien dyspepsia harus sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. (Hidayat, 2002: 41). Evaluasi
merupakan catatan tentang indikasi kemajuan klien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujan
untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikan status klien dari hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah
dibuat pada tahap perencanaan.
Dalam evaluasi terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif yang
menyatakan evaluasi dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera, sedangkan
evaluasii sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisa status klien pada waktu
tertentu.
Ada tiga alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu :
a. Masalah Teratasi.
Masalah teratasi apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan
b. Masalah Teratasi Sebagian
Masalah teratasi sebagian apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan dan perkembangan
kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
c. Masalah Belum Teratasi
Masalah belum teratasi apabila klien atau keluarga sama sekali tidak menunjukkan perubahan
perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah yang baru.
Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai dan
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui perbandingan pelayanan keperawatan yang
diberikan serta hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Kemudahan atau kesulitan evaluasi dipengaruhi oleh kejelasan tujuan dan bisa tidaknya tujuan tersebut
diukur. Disamping evaluasi yang dilakukan oleh perawat yang bertanggung jawab pada klien,
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien dapat dinilai juga oleh klien sendiri, teman kerja
perawat. Evaluasi menunjang tanggung jawab dan tanggung gugat pelayanan keperawatan yang
merupakan salah satu ciri profesi serta menentukan efisiensi dan efektifitas asuhan keperawatan yang
diberkan kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Bates, Barbara. (1997). Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 2. Jakarta. EGC
Brooker, Christore. (2001). Kamus saku keperawatan. Edisi 31. Jakarta. EGC.

Brunner and Suddarth. (2001). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Edisi 8. volume 2. Jakarta. EGC.
Carpenito, Lynda Juall. (1998). Diagnosa keperawatan :aplikasai pada praktik klinis. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Dharmika. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI
Doenges. Marylinn. E. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Edisi III. Jakarta. EGC

Gaffar, La Ode Jumadi. (1999). Pengantar keperawatan professional. Jakarta. EGC


Hidayat, A. Aziz Alimul. (2002). Pengantar dokumentasi proses keperawatan. Jakarta. EGC.

Keliat, Budi Anna. (1991). Proses keperawatan. Jakarta. EGC


Mansjoer, Arif, dkk. (2000). Kapita selekta kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 1. Jakarta. Media Aesculapius.

Rani, A. Aziz. (1997). Gastroenterologi hepatologi. Jakarta. CV. Sagung Seto


Syarifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat. Edisi 2. Jakarta. EGC

Sylvia and Wilson. (1994). Patofisiologi : konsep klinis proses penyakit . Buku 1 Edisi 4. Jakarta.
EGC
Tucker, Susan Martin. (1998). Standar perawatan pasien. Volume 2. Jakarta. EGC

You might also like