You are on page 1of 14

FERMENTASI TEMPE

A. TUJUAN
1. Menjelaskan prinsip-prinsip pembuatan produk fermentasi menggunakan kapang
2. Membuat produk fermentasi yaitu tempe
3. Menganalisis kualitas hasil bahan pangan fermentasi yang dibuat menggunakan
kapang, khususnya hasil fermantasi mengggunakan bahan kedelai.

B. PRINSIP

menumbuhkan mikroba tertentu pada substrat sehingga menjadi produk baru akibat
proses metabolisme mikroba tersebut.

C. TINJAUAN PUSTAKA

Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk
yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri,
khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter
xylinum pada pembuatan nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat.
Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan
alkohol sedang contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus
purpureus pada pembuatan angkak dan sebagainya.

Fermentasi dapat dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan kultur
tunggal ataupun kultur campuran. Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya
dilakukan pada proses fermentasi tradisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang
ada di lingkungan. Industri fermentasi dalam pelaksanaan proses dipengaruhi oleh
beberapa faktor:

1. Mikrobia
2. Bahan dasar
3. Sifat-sifat proses
4. pilot-plant
5. faktor sosial ekonomi
Mikrobia dalam industri fermentasi merupakan faktor utama, sehingga harus memenuhi
syarat-syarat tertentu yaitu:

1. murni
2. unggul
3. stabil
4. bukan pathogen

Dalam proses-proses tertentu harus menggunakan biakan murni (dari satu strain tertentu)
yang telah diketahui sifat-sifatnya. Untuk menjaga agar biakan tetap murni dalam proses
maka kondisi lingkungan harus dijaga tetap steril. Penggunaan kultur tunggal mempunyai
resiko yang tinggi karena kondisi harus optimum. Untuk mengurangi kegagalan dapat
digunakan biakan campuran. Keuntungan penggunaan biakan campuran adalah
mengurangi resiko apabila mikrobia yang lain tidak aktif melakukan fermentasi. Dalam
bidang pangan penggunaan biakan campuran dapat menghasilkan aroma yang spesifik.

Pengembangan inokulum yang terdiri campuran biakan murni belum berkembang di


Indonesia. Sebagai contoh, inokulum tempe yang dibuat LIPI masih merupakan inokulum
kultur tunggal sehingga produsen tempe sering mencampur inokulum murni dengan
inokulum tradisional dengan maksud memperoleh hasil yang baik.

Inokulum tape (ragi tape) juga belum berkembang. Di Malaysia, telah dikembangkan
campuran kultur murni untuk membuat tape rendah alkohol. Ini merupakan upaya untuk
memenuhi tuntutan masyarakat yang sebagian besar muslim. Isolatnya sendiri diperoleh
dari ragi yang telah ada di pasaran.

Penggunaan inokulum campuran harus memperhatikan kebutuhan nutrisi


mikroorganismenya. Kultur campuran yang baik adalah model suksesi sehingga antar
organisme tidak bersaing namun saling mendukung untuk pembentukan produk.

Pada kondisi fermentasi yang diberikan, mikrobia harus mampu menghasilkan


perubahan-perubahan yang dikehendaki secara cepat dan hasil yang besar. Sifat unggul
yang ada harus dapat dipertahankan. Hal ini berkaitan dengan kondisi proses yang
diharapkan. Proses rekayasa genetik dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat jasad
dengan maksud mempertinggi produk yang diharapkan dan mengurangi produk-produk
ikutan.

Pada kondisi yang diberikan, mikrobia harus mempunyai sifat-sifat yang tetap, tidak
mengalami perubahan karena mutasi atau lingkungan. Mikrobia yang digunakan adalah
bukan patogen bagi manusia maupun hewan, kecuali untuk produksi bahan kimia
tertentu. Jika digunakan mikrobia patogen harus dijaga, agar tidak menimbulkan akibat
samping pada lingkungan.

Bahan dasar untuk kepentingan fermentasi dapat berasal dari hasil-hasil pertanian,
perkebunan maupun limbah industri. Bahan dasar yang umum digunakan di negara
berkembang adalah:

1. hasil perkebunan: molaseampas tebu, kulit kopi, kulit coklat, sabut kelapa dsb
2. Hasil pertanian: jerami, singkong, ubi jalar, susu daging, ikan dsb
3. Limbah cair dan padat, sisa pabrik, sampah dsb

Salah satu mikroba yang paling banyak dimanfaatkan untuk membuat produk-produk
fermentasi adalah kapang. Beberapa jenis kapang tertentu seperti Neurospora sitophila,
Aspergillus oryzae, Aspergillus niger, dan Rhizopus banyak dimanfaatkan untuk
membuat produk-produk dari bahan pangan kacang-kacangan. Umumnya pembuatan
produk kacang-kacangan diatas lebih banyak dikenal masyarakat secara tradisional.
Produk-produk seperti tempe, oncom, dan kecap adalah beberapa contoh produk
fermentasi menggunakan mikroba kapang.

Tempe merupakan makanan tradisional yang sangat populer di Indonesia, terutama di


kalangan masyarakat Jawa. Tempe adalah salah satu produk fermentasi. Bahan bakunya
umumnya kedelai. Namun selain itu, dikenal juga bahan-bahan baku lainnya, seperti
ampas kacang untuk membuat tempe bungkil, ampas kelapa untuk membuat tempe
bongkrek, ampas tahu untuk membuat tempe gembus, dan biji benguk untuk membuat
tempe benguk.
Pemanfaatan kapang sebenarnya tidak hanya terbatas pada produk-produk tradisional
saja. Hasil-hasil fermentasi kapang yang lebih modern antara lain berupa asam sitrat,
asam asetat, antibiotika, enzim dan sebagainya yang justru belum dikenal masyarakat
secara luas. Kurang dikenalnya produk-produk diatas disebabkan proses fermentasinya
memerlukan ketelitian dan pengawasan yang baik.

Produk-produk fermentasi yang dikembangkan secara tradisional umumnya dapat dibuat


secara alami, dalam arti proses yang dilakukan dapat tercipta secara alami. Namun
adanya tuntutan konsumen terhadap kualitas bahan pangan yang dihasilkan, proses
fermentasi secara tradisional ini mulai diarahkan pada peningkatan mutu. Peningkatan
mutu ini dimulai dari pemilihan bahan baku, kondisi proses, dan penggunaan mikroba
yang lebih murni.

Beberapa produk tradisional diatas, tidak seluruhnya hasil aktifitas kapang. Dalam proses
pembuatannya sering melibatkan mikroba lainnya seperti bakteri. Proses fermentasi
semacam ini dapat dilihat dalam proses fermentasi kecap, dimana mikroba yang terlibat
merupakan mikroba gabungan antara kapang dan bakteri. Beberapa produk pangan
lainnya seperti oncom dan tempe merupakan produk fermentasi murni yang berasal dari
fermentasi kapang. Kelemahan produk fermentasi kapang ini adalah tidak dapat bertahan
lama, karena dominasi kapang dalam proses fermentasi umumnya terbatas. Sebagai
contoh, tempe akan mengalami kebusukan yang diakibatkan pertumbuhan bakteri
pembusuk setelah setelah pertumbuhan kapang terhenti.

Proses pembuatan tempe adalah proses peragian (fermentasi) oleh kapang Rhizopus sp,
yaitu R. orizae, R. chlamidosporus. Spora kapang ini tumbuh pada kedelai dan
membentuk benang-benang (miselium) yang mengikat biji-biji kedelai satu dengan lain
sehingga didapatkan massa yang kompak. Selama waktu inkubasi, Rhizopus sp yang
digunakan adalah yang terdapat pada tempe yang sudah jadi atau pada bekas
pembungkusnya. Spora kapang ini juga dapat diawetkan pada daun waru (Hibiscus
tiliaceus).

Fermentasi pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang disebabkan
oleh aktivitas dari enzim lipoksigenase. Jamur yang berperanan dalam proses fermentasi
tersebut adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting dari Rhizopus oligosporus
antara lain meliputi: aktivitas enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotika,
biosintesa vitamin-vitamin B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen,
perkecambahan spora, dan penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai

Tempe yang baik bentuknya keras dan kering serta didalamnya tidak mengandung
kotoran dan campuran bahan-bahan lain. Tetapi sayangnya tempe tidak dapat disimpan
lama, maksimal tahan selama 2 x 24 jam. Setelah lewat masa itu kapang tempe akan mati,
selanjutnya akan tumbuh jamur dna bakteri-bakteri lain yang dapat merobak protein
sehingga tempe menjadi busuk.

Secara kuntitatif, nilai gizi tempe sedikit lebih rendah daripada nilai gizi kedelai. Namun
secara kualitatif nilai gizi tempe lebih tinggi karena tempe mempunyai nilai cerna yang
lebih baik. Hal ini disebabkan kadar protein yang larut dalam air akan meningkat akibat
aktivitas enzim proteolitik.

Zat Gizi Satuan Komposisi Zat Gizi 100 gram bdd*


Kedelai Tempe Kedelai
Energi (kal) 381 201
Protein (gram) 40,4 20,8
Lemak (gram) 16,7 8,8
Hidrat arang (gram) 24,9 13,5
Serat (gram) 3,2 1,4
Abu (gram) 5,5 1,6
Kalsium (mg) 222 155
Fosfor (mg) 682 326
Besi (mg) 10 4
Karotin (mkg) 31 34
Vitamin A (SI) 0 0
Vitamin B1 (mg) 0,52 0,19
Vitamin C (mg) 0 0
Air (gram) 12,7 55,3
*bdd (berat yang dapat dimakan) (%) 100 100, Sumber: Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia Depkes RI
Dir. Bin.Gizi Masyarakat dan Puslitbang Gizi 1991

D. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan
 Dandang  Kedelai
 Kalo  Daun pisang
 Kompor  Inokulan (ragi tempe)
 Tampah  Bahan bakar
 Pengaduk kayu  Kantong plastic
 Seal plastic
 Baskom
 Jarum penusuk

E. PROSEDUR
1. Kedelai kupas basah
a. Rendam kedelai dalam air mendidih selama 1 malam
b. Cuci dan buang bagian kedelai yang mengambang, kemudian remas-remas sehingga
kulitnya terlepas dan keping bijinya terbelah. Sementara itu masak air hingga
mendidih.
c. Kukus kedelai yang sudah bersih dalam dandang yang airnya sudah mendidih selama
30 menit
d. Keluarkan isi kedelai dari dalam dandang, tiriskan dalam kalo, lalu taburkan dalam
tampah sehingga dingin
e. Selama menunggu kedelai dingin, siapkan kantong plastik dan daun pisang sebagai
pembungkus. Lakukan penusukan pada kantong plastik dengan jarak 3 cm secara
vertikal dan horizontal.
f. Campurkan inokulum (ragi tempe) dengan kedelai matang yang sudah dingin secara
merata. Usahakan proses pencampuran tidak dilakukan dengan tangan.
g. Masukan bakal tempe kedalam masing-masing pembungkus. Untuk kantong plastic
isi kira-kira setengahnya, lalu ujungnya direkatkan dengan penutup plastic (sealer).
Untuk daun pisang lipat sedemikian rupa sehingga berupa bungkusan.
h. Fermentasikan bakal tempe tersebut kira-kira 36-48 jam pada rak-rak yang kemudian
ditutup dengan karung goni atau langsung masukan dalam laci-laci.
2. Kedelai kupas kering
a. Kupas kedelai yang masih kering (kadar air 12-13%) dengan alat pengupas kulit yang
sekaligus kulit arinya bisa terbuang
b. Cuci kedelai untuk membersihkan kotoran yang masih terdapat di kedelai
c. Rendam kedelai selama 12 jam dengan pH akhir 3-5 (bisa ditambahkan asam cuka)
d. Lakukan pencucian kembali yang diikuti dengan pengupasan kulit ari pada kedelai
yang belum terkupas dan pencucian dilakukan sampai air cucian bening
e. Kedelai direbus sampai matang (2 jam)
f. Kedelai yang sudah direbus diangkat dan diriskan sambil dikeringanginkan sampai
benar-benar tiris. Pendinginan kedelai dilakukan dengan cara dihamparkan diatas
tampah besar
g. Setelah kedelai benar-benar tiris, inokulasikan dengan pemberian ragi tempe, untuk
setiap 1 kg kedelai memerlukan 1 sendok teh ragi tempe. Ragi diratakan pada kedelai
sampai benar-benar rata.
h. Kedelai yang sudah tercampur ragi selanjutnya dikemas dalam kantong plastik atau
daun yang telah ditusuk-tusuk dengan lidi. Diameter 1 mm dan jarak antar lubang 2 x
2 cm
i. Setelah selesai dikemas dilanjutkan dengan fermentasi (pemeraman) pada suhu kamar
Selama 36-48 jam

F. DATA HASIL PENGAMATAN


1. Kedelai kupas basah

No Parameter Perlakuan Jenis Kemasan


Plastik Daun pisang
1 Warna Kecoklatan Kecoklatan
2 Bau Busuk Busuk
3 Tekstur Lembek Lebih lembek dari tempe dalam
plastik
4 Rasa - -
5 Kenampakan Tidak kompak, terdapat jamur Tidak kompak, terdapat jamur
berwarna hitam, berlendir berwarna kehitaman berlendir

2. Kedelai kupas kering

No Parameter Perlakuan Jenis Kemasan


Plastik Daun pisang
1 Warna Putih agak coklat Kuning agak coklat
2 Bau Khas tempe Asam
3 Tekstur Agak keras Agak lembek
4 Rasa Agak getir pahit
5 Kenampakan Tidak kompak, terdapat jamur Tidak kompak, terdapat jamur
berwarna hitam berwarna hitam

G. PEMBAHASAN

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa
oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan
tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi
dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.

Persiapan atau pengawetan bahan pangan dengan proses fermentasi tergantung pada
produksi oleh mikroorganisme tertentu, perubahan-perubahan kimia dan fisik yang
merubah rupa, bentuk (body) dan flavor dari bahan pangan aslinya. Perubahan-perubahan
ini dapat memperbaiki gizi dari produk dan umumnya menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang tidak diinginkan.

Pembuatan tempe dan tape (baik tape ketan maupun tape singkong atau peuyeum) adalah
proses fermentasi yang sangat dikenal di Indonesia. Proses fermentasi menghasilkan
senyawa-senyawa yang sangat berguna, mulai dari makanan sampai obat-obatan. Proses
fermentasi pada makanan yang sering dilakukan adalah proses pembuatan tape, tempe,
yoghurt, dan tahu.
Tempe merupakan makanan tradisional yang sangat populer di Indonesia, terutama di
pulau jawa. Tempe kedelai mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Selain mengandung
protein sekitar 19,5% tempe kedelai mengandung lemak sekitar 4%, karbohidrat 9,4%
dan vitamin B12 antara 3,9-5 mg per 100 gram. Kadar asam lemak jenuhnya rendah dan
tidak mengandung kolestrol. Rasanya lezat dan harganya relative murah. Berbagai bahan
dasar dapat digunakan untuk membuat tempe misalnya biji kecipir, ampas tahu, kara
benguk, dan lain-lain, tetapi yang banyak dikenal adalah tempe dari kedelai.

Fermentasi pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang disebabkan
oleh aktivitas dari enzim lipoksigenase. Jamur yang berperanan dalam proses fermentasi
tersebut adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting dari Rhizopus oligosporus
antara lain meliputi: aktivitas enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotika,
biosintesa vitamin-vitamin B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen,
perkecambahan spora, dan penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai.

Kapang berlawanan sifat dengan bakteri dan khamir, seringkali dapat dilihat dengan
mata. Sifat pertumbuhannya yang khas adalah berbentuk kapas. Organisme ini dapat
memecah bahan-bahan organik kompleks menjadi menjadi yang lebih sederhana
termasuk pembusukan.

Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang
merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi
komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma
khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.

Gambar 1. Tempe
Praktikum proses fermentasi tempe kedelai dilakukan dengan menggunakan dua metode
pengupasan yang berbeda, yaitu pengupasan cara basah dan cara kering, dan dikemas
dengan dua bahan berbeda yaitu menggunakan plastik dan daun pisang. Hasil dari kedua
metode pengupasan dan kemasan berbeda tersebut dibandingkan.

Proses Pengupasan kulit ari dapat dilakukan sebelum atau sesudah perendaman.
Pengupasan kulit ari perlu dilakukan karena dalam kulit ari tersebut mengandung
senyawa anti jamur. Bentuk senyawa ini tidak disebutkan tetapi bersifat larut dalam air
perendaman dan pemasakan, sehingga bila kedelai dikupas sebelum direbus maka kapang
akan menghasilkan miselia yang baik dan menghasilkan bau yang disukai.

Gambar 2. Pengupasan Cara Basah

Pada pengupasan kulit ari diusahakan keping biji kedelai terpisah karena penetrasi
miselium kapang banyak terjadi pada permukaan yang datar daripada lengkung,
pengupasan dengan menggunakan mesin pengupas kedelai dapat meningkatkan produksi
dan lebih terjamin kebersihannya. Secara umum pengupasan kulit ari ini menggunakan
cara basah. Pada cara ini dibutuhkan air dalam jumlah yang banyak jika dibandingkan
dengan cara kering. Pada cara basah membutuhkan air ± 350 liter untuk 10 kg kedelai
kering. Sedangkan bila menggunakan cara kering, air tidak dibutuhkan dalam proses
pengupasan maupun pemisahan kulit ari kedelai, air pada cara pengupasan kering hanya
digunakan untuk pencucian dan perebusan saja.
Perendaman merupakan tahapan yang penting dalam proses pembuatan tempe. Dalam
pertumbuhan kapang tempe membutuhkan substrat yang asam atau pH rendah kisaran 3-
6. Dan selama perendaman pH air turun dari 6,5 sampai 4,5-5,0. Perendaman
dimaksudkan untuk menginaktifkan bakteri yang tidak diinginkan. Kedelai mengandung
senyawa rafinosa dan stakiosa yang dapat menyebabkan perut kembung. Namun selama
proses perendaman beberapa bakteri mampu merombak rafinoso dan stakiosa menjadi
senyawa yang lebih sederhana, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan
pencernaan dan perut kembung.

Setelah kedelai dibuang kulitnya, proses selanjutnya adalah perebusan. Perebusan


umumnya dilakukan dua kali, perebusan pertama dimaksudkan untuk memudahkan
pengupasan cara basah. Sedangkan perebusan kedua ditujukan untuk membunuh bakteri
kontaminan yang tumbuh saat perendaman, mengurangi senyawa yang berbentuk buih
pada permukaan kedelai yang dapat menyebabkan keracunan, melepaskan nutrisi yang
dapat menunjang pertumbuhan kapang, serta menghancurkan tripsin inhibitor.

Kedelai yang sudah direbus tersebut kemudian ditiriskan. Penirisan dilakukan setelah
kedelai turun dari perebusan. Penirisan dilakukan agar kelebihan air dapat dihindari, jika
air bebas yang tersedia terlalu banyak akan mendorong pertumbuhan bakteri namun bila
terlalu sedikit dapat menyebabkan dehidrasi pada permukaan kedelai sehingga
menghambat pertumbuhan kapang.

Kedelai yang telah ditiriskan lalu didinginkan. Proses pendinginan dimaksudkan agar
suhu kedelai turun sesuai suhu kamar karena bila suhu kedelai terlalu tinggi saat
inokulasi maka pertumbuhan kapang akan terganggu.

Tahap selanjutnya adalah inokulasi, kedelai dicampur dengan ragi tempe. Ragi tempe
yang dipergunakan saat praktikum adalah ragi tempe dari LIPI. Dalam proses inokulasi
dibutuhkan tingkat kebersihan yang tinggi, karena pada tahap ini rentan sekali terjadi
kontaminasi.
Gambar 3. Kedelai yang sudah ditambahkan ragi tempe

Setelah kedelai diinokulasi kemudian dikemas untuk mengkondisikan sedikit oksigen


sesuai kebutuhan kapang. Syarat kemasan tempe antara lain : dapat memberikan cukup
oksigen yang dibutuhkan kapang, dan dapat memungkinkan pengeluaran uap air,
sehingga air tidak menempel pada kedelai yang dapat mendorong pertumbuhan bakteri
kontaminan. Pemeraman atau fermentasi dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi ragi.
Semakin tinggi suhu fermentasi semakin cepat pertumbuhan kapang namun apabila suhu
fermentasi mencapai lebih dari 40oC akan menghambat pertumbuhan kapang. Kemasan
yang dipergunakan ada 2 macam, yaitu plastik dan daun pisang. Dari hasil praktikum dan
pengamatan secara organoleptik, diketahui :

1. Pengupasan Cara Basah

Tempe dengan pengupasan cara basah yang dikemas dengan plastik memiliki
karakteristik fisik sebagai berikut : warna kecoklatan, berbau busuk, dan tekstur lembek,
dan penampakan tidak kompak, terdapat jamur berwarna hitam dan berlendir, Hal yang
sama juga terjadi pada tempe yang dikemas dengan daun pisang. Hal tersebut
kemungkinan diakibatkan terjadinya kontaminasi dari mikroba pathogen, sehingga
mikroba yang tumbuh tidak hanya Rhizopus sp tetapi juga jamur dan bakteri. Pengamatan
untuk parameter rasa tidak dapat dilakukan, karena kondisi tempe yang sudah tidak
memungkinkan untuk dikonsumsi.

2. Pengupasan Cara Kering

Pada pembuatan tempe dengan cara kering, proses pengupasan tidak dilakukan saat
praktikum. Dari hasil praktikum dan pengamatan secara organoleptik, diketahui tempe
yang dikemas dengan plastik memiliki warna putih agak coklat, berbau khas tempe,
tekstur agak keras dengan rasa agak getir, penampakan tidak kompak dan terdapat jamur
berwarna hitam.

Sedangkan untuk tempe yang dikemas dengan daun pisang berwarna kuning agak coklat,
berbau asam, agak lembek, rasanya pahit, penampakan tidak kompak dan terdapat jamur
berwarna hitam. Akan tetapi keduanya tidak memiliki kerusakan separah pada tempe
yang dikemas dengan plastik.

H. KESIMPULAN

Tempe yang dikupas dengan cara basah, baik yang dikemas dengan plastik maupun
dengan daun pisang mengalami kontaminasi oleh mikroba pathogen sehingga terjadi
kebusukan yang menyebabkan warna, penampakan, tekstur dan bau yang menyimpang.
Sedangkan pengupasan cara kering, meskipun jauh dari standar tempe yang baik, akan
tetapi kerusakan yang terjadi tidak separah pada tempe yang dikupas dengan cara basah.

I. DAFTAR PUSTAKA
 Buckle. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press
 http://www.indonesiapintar.or.id
 www.wikipedia.org
 http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/artikel/pangan/PIWP/TEMPE.PDF.
 http://www.shvoong.com
 http://www.lautanindonesia.com
 http://www.gizi.net
 http://freddish.wordpress.com
 http://community.um.ac.id
 http://ptp2007.wordpress.com
 http://www.yuwie.com

You might also like