Professional Documents
Culture Documents
Standar Kompetensi :
2. Menampilkan sikap positif terhadap sistem hukum dan peradilan
Nasional.
Kompetensi Dasar :
2.1. Mendeskripsikan pengertian sistem hukum dan peradilan nasional.
2.2. Menganalisis peranan lembaga-lembaga peradilan.
2.3. Menunjukkan sikap yang sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
2.4. Menganalisis upaya pemberantasan korupsi di Indonesia
2.5. Menampilkan peran serta dalam upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia.
A. PENDAHULUAN
1
Untuk apa kaidah itu ada ? Kaidah itu ada atau diciptakan adalah
untuk menjamin terciptanya keteraturan dalam hidup bermasyarakat.
Kehidupan bersama suatu masyarakat dan bangsa akan timbul
kekacauan, manakala tidak berlandaskan pada nilai-nilai dan norma.
Untuk itulah, setiap individu di dalam masyarakat atau negara sangat
perlu mempelajari tentang sistem hukum dan peradilan yang ingin
diperjuangkan guna mewujudkan keteraturan hidup (ketertiban), rasa
aman dan sejahtera. Hal ini sejalan dengan pandangan Prof. Y. Van
Kant, bahwa tujuan hukum (dibuatnya aturan) adalah untuk menjaga
agar kepentingan tiap-tiap manusia tidak diganggu.
11 Sistem Hukum
a. Pengertian Sistem
Dalam berbagai kesempatan kita sering mendengar kata
“sistem”. Ketika berbicara pendidikan, maka orang akan bertanya
pentingnya sistem pendidikan, demikian juga ketika orang
berbicara tentang ekonomi, orang akan bertanya bagaimana sistem
ekonominya dan sebagainya. Dalam kesempatan ini kita akan
membahas tentang sistem hukum yang ada di Indonesia (sistem
hukum nasional).
Kata “sistem” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
mengandung arti susunan kesatuan-kesatuan yang masing-masing
tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi berfungsi membentuk kesatuan
secara keseluruhan. Pengertian sistem dalam penerapannya, tidak
seluruhnya berasal dari suatu disiplin ilmu yang mandiri, karena
dapat pula hanya berasal dari pengetahuan, seni maupun
kebiasaan : seperti sistem mata pencaharian, sistem tarian, sistem
perkawinan, sistem pemerintahan, sistem hukum dan sebagainya.
Untuk dapat memperjelas dan memperluas pemahaman tentang
sistem, berikut ini terdapat beberapa sarjana yang memberikan
defenisinya.
Prof. Prajudi
Sistem adalah suatu jaringan daripada prosedur-prosedur yang
berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang
bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dari suatu
usaha atau urusan.
W. J. S. Poerwadarminta
Sistem adalah sekelompok bagian-bagian (alat dan sebagainya),
yang bekerja bersama-sama untuk melakukan sesuatu maksud.
Prof. Sumantri
Sistem adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja bersama-
sama untuk melakukan suatu maksud. Apabila salah satu bagian
2
rusak atau tidak dapat menjalankan tugasnya, maka maksud
yang hendak dicapai tidak akan terpenuhi, atau setidak-tidaknya
sistem yang telah terwujud akan mendapat gangguan.
Drs. Musanef
Sistem adalah suatu sarana yang menguasai keadaan dan
pekerjaan agar dalam menjalankan tugas dapat teratur, atau
Suatu tatanan dari hal-hal yang paling berkaitan dan
berhubungan sehingga membentuk suatu kesatuan dan satu
keseluruhan.
Fokus Kita :
Sistem adalah kesatuan yang utuh dari sesuatu rangkaian,
yang kait mengait satu sama lain. Bagian atau anak cabang
dari suatu sistem , menjadi induk sistem dari rangkaian
selanjutnya. Begitulah seterusnya sampai pada bagian yanng
terkecil, rusaknya salah satu bagian akan mengganggu
kestabilan sistem itu sendiri. Ketatanegaraan Indonesia adalah
3
Karakteristik sistem dalam alur kerjanya dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
LINGKUNGAN
LINGKUNGAN
4
diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika
Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat
(walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem
hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental
Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain
juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran,
misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian
besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan
hukum adat dan hukum agama.
3) Sistem hukum Adat/Kebiasaan, adalah
seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di
suatu wilayah, dan
4) Sistem hukum Agama, merupakan sistem
hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem
hukum agama biasanya terdapat dalam Kitab Suci.
d1 Pengertian Hukum
Hukum sulit didefinisikan karena kompleks dan beragamnya
sudut pandang yang mau dikaji. Prof. Van Apeldoorn
mengatakan bahwa “definisi hukum sangat sulit dibuat karena tidak
mungkin mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan”. Karena
itu, sebaiknya kita lihat dulu pengertian hukum menurut para ahli
hukum terkemuka berikut ini.
Leon Duguit
Hukum adalah aturan tingkah laku anggota masyarakat, aturan
yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh
suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama
dan yang pelanggaran terhadapnya akan menimbulkan reaksi
bersama terhadap pelakunya.
5
Hukum merupakan kumpulan peraturan yang terdiri dari norma
dan sanksi, dengan tujuan mewujudkan ketertiban dan
pergaulan manusia.
Samidjo
Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, berisikan perintah, larangan, atau izin untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu serta dengan maksud untuk
mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
Fokus Kita :
Dari beberapa pengertian tentang hukum, secara umum
dapat dikatakan bahwa hukum mencakup unsur-unsur berikut
ini :
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan
masyarakat ;
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang
berwenang;
11 Tujuan Hukum
Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Adapun tujuan
dibuatnya hukum dapat dilihat pada matriks di bawah ini.
6
“keadilan”. Isi hukum semata-mata harus
ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai
“apa yang adil dan apa yang tidak adil”.
11 Sumber Hukum
Sumber hukum adalah segala yang menimbulkan aturan yang
mempunyai kekuatan memaksa, yakni aturan-aturan yang
pelanggarannya dikenai sanki yang tegas dan nyata. Sumber hukum
7
dibedakan antara sumber hukum “material” (welborn) dan sumber
hukum “formal” (kenborn). Sumber hukum material adalah keyakinan
dan perasaan (kesadaran) hukum individu dan pendapat umum yang
menentukan isi atau materi (jiwa) hukum.
Fokus Kita :
Isi atau materi sumber hukum, dapat bersumber dari nilai
agama maupun kesusilaan, kehendak Tuhan (Thomas Aquino),
“Akal Budi” (Grotius), “Jiwa Bangsa” (F.C. Von Savigny).Pada
umumnya, isi hukum yang bersumber dari Tuhan dan akal budi
atau jiwa bangsa mempunyai kekuatan mengikat, namun masih
Isi hukum dapat menjadi peraturan yang berlaku dalam pergaulan
manusia, bila diberi bentuk tertentu. “Bentuk” atau “kenyataan” yang
oleh karenanya kita dapat menemukan hukum yang berlaku, disebut
sebagai sumber hukum formal. Sumber hukum formal adalah
perwujudan bentuk dari isi hukum material yang menentukan
berlakunya hukum itu sendiri. Macam-macam sumber hukum formal,
antara lain : Undang-undang, Traktat, Kebiasaan (Hukum tidak
tertulis), Doktrin, dan Yurisprudensi,
1. Undang-Undang
Pengertian undang-undang dapat dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu undang-undang dalam arti material dan undang-undang
dalam arti formal.
a. Undang-undang dalam arti material, adalah setiap
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya
mengikat secara umum. Di dalam UUD 1945, dapat kita jumpai
beberapa contoh, seperti : Undang-Undang Dasar, Ketetapan
MPR, Undang-Undang, Perpu, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, dan Peraturan Daerah.
b. Undang-undang dalam arti formal, adalah setiap
peraturan yang karena bentuknya dapat disebut undang-
undang. Misalnya, ketentuan pasal 5 ayat (1) UUD 1945
(Amandemen) yang berbunyi “Presiden memegang kekuasaan
membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat”. Jadi, Undang-undang yang dibentuk oleh
Presiden bersama DPR tersebut dapat diakui sebagai sumber
hukum formal, karena dibentuk oleh yang berwenang sehingga
derajat peraturan itu sah sebagai undang-undang.
8
yang sama dan kemudian diterima serta diakui oleh masyarakat.
Dalam praktik penyelenggaraan negara, hukum tidak tertulis
disebut Konvensi. Dipatuhinya hukum tidak tertulis, karena adanya
kekosongan hukum tertulis yang sangat dibutuhkan
masyarakat/negara. Oleh karena itu, hukum tidak tertulis
(kebiasaan) sering digunakan oleh para hakim untuk memutuskan
perkara yang belum pernah diatur di dalam undang-undang.
Fokus Kita :
Menurut Bellefroid, kebiasaan merupakan semua peraturan
yang meskipun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati
oleh seluruh rakyat karena mereka yakin bahwa peraturan itu
berlaku sebagai hukum.
Agar suatu kebiasaan mempunyai kekuatan dan dapat dijadikan
sebagai sumber hukum, maka ditentukan oleh 2 (dua) faktor
sebagai berikut :
a. Adanya perbuatan yang dilakukan berulang kali
dalam hal yang sama, yang selalu diikuti dan diterima oleh yang
lainnya.
b. Adanya keyakinan hukum dari orang-orang atau
golongan-golongan yang berkepentingan. Maksudnya adanya
keyakinan bahwa kebiasaan itu memuat hal-hal yang baik dan
pantas ditaati serta mempunyai kekuatan mengikat.
Contoh : dalam hal jual beli atau sewa menyewa terdapat pihak
penghubung (makelar) yang selalu mendapat komisi
atau persen dari hasil usahanya menghubungkan
antara penjual dengan pembeli. Meskipun hal ini tidak
diatur di dalam hukum tertulis, namun dalam
kenyataan praktik pemberian komisi selalu dipatuhi
oleh masyarakat.
3. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu terhadap suatu
perkara yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan
pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang
serupa. Timbulnya yurisprudensi, karena adanya peraturan
perundang-undangan yang kurang atau tidak jelas pengertiannya,
sehingga menyulitkan hakim dalam memutuskan suatu perkara.
Untuk itulah hakim membuat atau membentuk hukum baru dengan
cara mempelajari putusan-putusan hakim terdahulu, khususnya
tentang perkara-perkara yang yang sedang dihadapinya.
9
Dalam membuat yurisprudensi, bisanya seorang hakim akan
melaksanakan berbagai macam penafsiran sebagai berikut :
1) Penafsiran secara gramatikal (tata bahasa), yaitu
penafsiran berdasarkan arti kata ;
2) Penafsiran secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan
sejarah terbentuknya undang-undang ;
3) Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan cara
menghubungkan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang
;
4) Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan
mempelajari hakekat tujuan undang-undang yang disesuaikan
dengan perkembangan zaman, dan
5) Penafsiran otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh si
pembentuk undang-undang itu sendiri.
4. Traktat
Traktak adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau
lebih mengenai persoalan-persoalan tertentu yang menjadi
kepentingan negara yang bersangkutan. Dalam pelaksanaannya,
traktat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Traktat bilateral, adalah perjanjian yang
dibuat oleh dua negara. Traktat ini bersifat tertutup, karena
hanya melibatkan dua negara yang berkepentingan. Misalnya,
masalah Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan antara Indonesia dan
RRC.
Traktat multilateral, adalah perjanjian yang
dibuat atau dibentuk oleh lebih dari dua negara. Traktat ini
bersifat terbuka bagi negara-negara lainnya untuk mengikatkan
diri (PBB, NATO, dan sebagainya).
Pembuatan traktat, biasanya melalui tahap-tahap berikut ini.
1
11 Penetapan isi perjanjian dalam bentuk
konsep yang dibuat/disampaikan oleh delegasi negara yang
bersangkutan.
11 Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
masing-masing.
11 Ratifikasi atau pengesahan oleh kepala
negara masing-masing sehingga sejak saat itu traktat
dinyatakan berlaku di seluruh wilayah negara.
11 Pengumuman, yaitu penukaran piagam
perjanjian.
Setelah diratifikasi oleh DPR dan kepala negara, traktat
tersebut menjadi undang-undang dan merupakan sumber
hukum formal yang berlaku.
5. Doktrin
Doktrin adalah pendapat para ahli hukum terkemuka yang
dijadikan dasar atau asas-asas penting dalam hukum dan
penerapannya. Doktrin sebagai sumber hukum formal banyak
digunakan para hakim dalam memutuskan perkara melalui
yurisprudensi, bahkan punya pengaruh yang sangat besar dalam
hubungan internasional.
Dalam hukum ketatanegaraan, kita mengenal doktrin, seperti
doktrin dari Montesquieu, yaitu Trias Politica yang membagi
kekuasaan menjadi tiga bagian yang terpisah, yakni:
Kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan undang-
undang)
Kekuasaan legislatif (kekuasaan untuk membuat undang-
undang)
Kekuasaan yudikatif (kekuasaan untuk mengadili pelanggaran
undang-undang)
1
7. Peraturan Daerah.
1
Penugasan Praktik 1
Kewarganegaraan
Setelah mempelajari materi-materi tentang : Sistem Hukum
(Pengertian sistem, Sistem hukum, Pengertian hukum, tujuan
hukum dan sumber hukum), dilanjutkan Penugasan dengan
menjawab pertanyaan atau pernyataan sebagai berikut :
1
11 Berikan tanggapan penjelasan, mengapa di dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara harus berpedoman pada
hukum/aturan ! ..................................................................
............................................................................................................
.................................................
............................................................................................................
.................................................
Ius Contitutum
Ius
11
Huku Waktu Penggolongan Hukum
m Contituendum
Hukum
Perhatikan bagan penggolongan hukumAntar
di bawah ini.
Waktu
Satu
Golongan
Semua
Pribadi
Golongan
Antar Hk. Tata
Golongan Negara
Hk. Adm.
Negara
Publik
Hk. Pidana
Hk. Acara
Isi
Hk.
Perorangan
Hk. Keluarga
Privat/Perda
ta Hk. Kekayaan
Hk. Waris
Tugas Material
Pidana
dan Formal 1
Fungsi Formal
Perdata
Formal
Keterangan:
Berdasarkan Wujudnya
Hukum tertulis, yaitu hukum yang dapat kita temui
dalam bentuk tulisan dan dicantumkan dalam berbegai peraturan
negara. Contoh : UUD 1945, UU, dan lain-lain.
Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup
dan tumbuh dalam keyakinan masyarakat tertentu (hukum adat).
Dalam praktik ketatanegaraan hukum tidak keyakinan disebut
konvensi (Contoh: pidato kenegaraan presiden setiap tanggal 16
Agustus).
1
Hukum yang berlaku saat ini (ius constitutum); disebut juga
hukum positif.
Hukum yang berlaku pada waktu yang akan datang (ius
constituendum).
Hukum antarwaktu, yaitu hukum yang mengatur suatu peristiwa
yang menyangkut hukum yang berlaku saat ini dan hukum yang
berlaku pada masa lalu.
1
penahanan, penyitaan, dan penuntutan. Selain itu juga diatur
siapa-siapa yang berhak melakukan penyitaan, penyelidikan,
pengadilan yang berwenang, dan sebagainya.
c. Hukum Kekayaan
Adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban manusia yang dapat dinilai dengan uang. Hukum
kekayaan mengatur benda (segala barang dan hak yang dapat
1
menjadi milik orang atau objek hak milik) dan hak-hak yang
dapat dimiliki atas benda. Hukum kekayaan mencakup :
Hukum benda, mengatur hak-hak kebendaan yang bersifat
mutlak 9diakui dan dihormati setiap orang). Hukum benda
terdiri dari :
1) Hukum Benda Bergerak: karena sifatnya (kendaraan
bermotor) dan karena penetapan undang-undang (surat-
surat berharga);
2) Hukum Benda Tidak Bergerak: karena sifatnya (tanah dan
bangunan), katena tujuannya (mesin-mesin pabrik), dan
karena penetapan undang-undang (hak opstal dan hipotik).
Hukum Perikatan, mengatur hubungan yang bersifat
kehartaan antara dua orang atau lebih. Pihak pertama
(kreditur) berhak atau suatu prestasi (pemenuhan sesuatu).
Pihak lain (debitur) wajib memberikan sesuatu. Bila debitur
tidak menetapi perikatannya, hal itu dinamakan wanprestasi.
Obyeknya adalah prestasi, yaitu hal pemenuhan perikatan
yang terdiri dari :
1) Memberikan ssesuatu; yaitu membayar
harga, menyerahkan barang, dan sebagainya
2) Berbuat sesuatu; yaitu memperbaiki
barang yang rusak, membongkar bangunan, karena
putusan pengadilan , dan sebagainya.
3) Tidak berbuat sesuatu; yaitu tidak
mendirikan bangunan, tidak memakai merk tertentu
karena putusan pengadilan.
d. Hukum Waris
Hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan
seseorang setelah ia meninggal, terutama berpindahnya harta
kekayaan itu kepada orang lain. Hukum waris mengatur
pembagian harta peninggalan, ahli waris, urutan penerima waris,
serta hibah serta wasiat. Pembagian waris dapat dilakukan
dengan cara :
Menurut Undang-Undang, yaitu pembagian kepada si
waris yang memiliki hubungan darah terdekat. Contoh: jika
seorang ayah meninggal, hartanya akan di wariskan kepada
anak dan istrinya, tetapi apabila ia tidak mempunyai
keturunan pembagian warisannya diatur menurut undang-
undang.
Menurut Wasiat, yaitu pembagian waris berdasarkan
pesan atau kehendak terakhir (wasiat) dari si pewaris yang
harus dinyatakan secara tertulis dalam akte notaris. Penerima
warisan disebut legataris, dan bagian warisan yang
diterimanya disebut legaat.
1
Dalam arti luas, hukum perdata mencakup pula Hukum Dagang
dan Hukum Adat.
5. Sanksi Hukum
Pada setiap negara yang menerapkan supremasi hukum, maka
setiap jenis apapun pelanggarannya akan diberikan sanksi.
Pemberian sanksi kepada yang melanggar hukum, merupakan
bentuk nyata dari suatu produk hukum baik tertulis maupun tidak
tertulis telah dilaksanakan oleh aparat penegak hukum. Hal ini juga
dimaksudkan agar para pelanggar hukum tidak mengulangi lagi
perbuatannya.
1
Catatan : Bahwa KUHP yang berlaku, terlahir pada zaman Hindia
Belanda (1 Januari 1918) yang bersumber dari (Wetboek Van
Strafreht). Namun pada masa sekarang ini KUHP tersebut telah
banyak mengalami penyesuaian.
Hukum Perdata
Pelanggaran terhadap norma hukum perdata baru dapat disikapi
oleh pengadilan setelah ada pengaduan dari pihak yang merasa
ingin dirugikan. Di sini, ada pihak yang mengadu (penggugat)
dan pihak yang diadukan (tergugat).
Sedangkan untuk perbedaan antara hukum acara pidana dan
hukum acara perdata, dapat dilihat pada matrik berikut ini :
Perbedaan Hukum Acara
Titik Perhatian Hukum Acara Hukum Acara Pidana
Perdata
Pelaksanaan Inisiatif datang dari Inisiatif datang dari
pihak yang dirugikan pihak penuntut umum
(penggugat) (Jaksa)
Penuntutan Penuntut adalah pihak Jaksa sebagai penuntut
yang dirugikan umum, yang memiliki
(penggugat), dan wewenang atas nama
berhadapan dengan negara dan
tergugat. berhadapan dengan
pihak terdakwa.
Alat-alat Bukti 1. tulis 1. tulis
an an
2. sak 2. saks
si i
3. pers 3. pers
angkaan angkaan
4. pen 4. pen
gakuan gakuan
5. sum
pah
Kedudukan Semua pihak Jaksa mempunyai
Para Pihak mempunyai kedudukan kedudukan yang lebih
yang sama, dan hakim tinggi dari pada
2
bertindak sebagai terdakwa. Hakim aktif.
wasit dan bersifat
pasif.
Macam Hukum dapat berupa Hukum berupa
Hukuman denda, atau hukuman hukuman mati,
kurungan seba-gai penjara, kurungan,
pengganti hukuman denda dan hukuman
denda. tambahan.
Sumber-sumber yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana antara lain:
1. UU Darurat No.1 Tahun 1951 (Het Herziene
Indonesische Reglement, disingkat HIR, atau Reglement
Indonesia yang sudah diperbaharui)
2. UU No.14 Tahun 1970 yang sudah dirubah
dengan UU. No. 35 Tahun 1999 tentang ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan dirubah dengan UU No. 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
3. UU No.14 tahun 1985 tentang Mahkama Agung
dan dirubah dengan UU No.5 Tahun 2004.
4. UU No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum,
dan dirubah dengan UU No.8 Tahun 2004.
5. UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia, dan dirubah dengan UU No. 16 Tahun 2004.
7. Peradilan Nasional
Sesuai dengan Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa kekuasaan kehakiman
adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia.
Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004,
bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan
badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan sebagai berikut :
Peradilan Umum,
Peradilan Agama,
Peradilan Militer,
Peradilan Tata Usaha Negara, dan
Oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Berikut adalah Susunan Badan atau Lembaga Peradilan yang ada di
Mahkamah
Indonesia.
Agung
Pengadilan Pengadilan
Pengadilan Pengadilan
Tinggi Tinggi Tata
Tinggi Agung Tinggi Militer
Umum/Sipil Usaha Negara
Pengadilan Pengadilan 2
Pengadilan Pengadilan
Negeri Tata Usaha
Negeri Agung Militer
Umum/Sipil Negara
Dari bagan tersebut, badan peradilan dapat diklasifikasikan
berdasarkan tingkatannya sebagai berikut.
Pengadilan Sipil, terdiri dari :
1. Pengadilan Umum
a. Pengadilan Negeri
b. Pengadilan Tinggi
c. Mahkamah Agung
2. Pengadilan Khusus
a. Pengadilan Agama
b. Pengadilan Adat
c. Pengadilan Tata Usaha Negara (Administrasi Negara)
Pengadilan Militer, terdiri dari:
1) Pengadilan Tentara
2) Pengadilan Tentara Tinggi
3) Mahkamah Tentara Agung
a. Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri adalah suatu pengadilan umum yang
sehari-hari memeriksa dan memutuskan perkara dalam tingkat
pertama dari segala perkara perdata dan pidana sipil untuk
semua golongan penduduk (warga negara dan orang asing).
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun1986 tentang Peradilan
Umum, bahwa yang dimaksud Peradilan Umum adalah salah
satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
pada umumnya.
Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota,
dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota. Perkara-
perkara yang ada diselesaikan oleh hakim dan dibantu oleh
panitera. Pada tiap-tiap Pengadilan Negeri ditempatkan pula
Kejaksaan Negeri sebagai alat pemerintah yang bertindak
sebagai penuntut umum dalam suatu perkara pidana terhadap si
pelanggar hukum. Tetapi dalam perkara perdata, Kejaksaan
negeri tidak ikut campur (tangan).
b. Pengadilan Agama
Adalah pengadilan yang memeriksa dan memutuskan
perkara-perkara yang timbul antara orang-orang Islam, yang
berkaitan dengan nikah, rujuk, talak (perceraian), nafkah, waris,
2
dan lain-lain. Dalam hal yang dianggap perlu, keputusan
Pengadilan Agama dapat dinyatakan berlaku oleh Pengadilan
Negeri.
c. Pengadilan Militer
Adalah pengadilan yang mengadili hanya dalam lapangan
pidana, khususnya bagi :
1) Anggota TNI dan Polri,
2) Seseorang yang menurut Undang-Undang dapat
dipersamakan dengan anggota TNI dan Polri,
3) Anggota jawatan atau golongan yang dapat
dipersamakan dengan TNI dan Polri menurut Undang-Undang,
4) Tidak termasuk a sampai dengan c tetapi menurut
keputusan Menteri Pertahanan yang ditetapkan dengan
persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan
Militer.
2
Pengadilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh badan
pengadilan berikut :
a) Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai
pengadilann tingkat pertama di kabupaten/kota.
b) Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai
pengadilan tingkat banding di provinsi.
Penugasan Praktik 2
Kewarganegaraan
Setelah mempelajari materi-materi tentang : Penggolongan
Hukum, Sanksi Hukum dan Perbedaan Hukum Pidana dan
2
Hukum Perdata, dilanjutkan Penugasan dengan menjawab
pertanyaan atau pernyataan setelah menyimak wacana sebagai
berikut :
HUKUMAN MATI BUKAN SOLUSI
TAPI PROBLEM
Tiga orang terpidana yang dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan
Negeri Poso, Sulawesi Tengah, Febianus Tibo, Marinus Riwu, dan
Dominggus da Silva, menyatakan diri tidak bersalah. Mereka
dituduh mendalangi pembunuhan 200 orang Muslim ketika terjadi
konflik umat beragama di Poso tahun 2001. Semua upaya hukum
telah dilakukan menentang putusan pengadilan ; mulai dari upaya
peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) RI hingga
permohonan grasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kesemuanya gagal.
Upaya terakhir dilakukan para pembelanya dengan memohon
kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengubah
hukuman seumur hidup. Ini merupakan hak prerogatif presiden yang
diatur Undang-Undang tentang Grasi. Presiden mempunyai wewenang
mengubahnya karena hukuman mati pada dasarnya bertentangan
dengan konstitusi dan hak asasi manusia.
Kalau Presiden Yudhoyono melakukannya, akan meredakan
ketegangan di Poso.Sebaliknya, pelaksanaan hukuman mati terhadap
ketiga orang tersebut akan semakin meninngkatkan suhu permusuhan
di sana. Sebagai bangsa yang menghormati Pancasila sebagai
ideologi, pidana mati harus dihilangkan dalam hukum pidana kalau
saja Indonesia ingin diakui sebagai bangsa yang beradab. Hak untuk
hidup adalah hak dasar dari setiap individu dan tidak bisa dicabut oleh
siapapun, termasuk penguasa yang sedang memerintah, raja, kaisar,
presiden, perdana menteri, jenderal, atau diktator. Mereka tidak
berhak merampas nyawa seseorang.
Indonesia sebaiknya tidak menganut hukuman mati di dalam
sistem peradilan pidana, bukan karena tidak berperikemanusiaan saja,
hak hidup dijamin dan dilindungi konstitusi, khsusunya dalam pasal
28. Oleh karena itu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru
sebaiknya tidak menganut hukuman mati. Dimanapun seluruh dunia,
fakta menunjukkan hukuman mati tidak dapat menekan angka
kejahatan secara signifikan. Sebaliknya, hukuman mati selalu
menimbulkan perdebatan yang melelahkan dan berkepanjangan.
Ketiga terpidana di Poso itu sekarang menggantungkan nasibnya
pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka sekarang hidup
dalam ketidakpastian yang tentunya sangat menyiksa. Keadaan
mereka mirip dengan apa yang dideskripsikan sebuah film Hollywood
yang ditayangkan tahun 1950-an berjudul I Want To Live, dibintangi
Susan Hayward yang menghadapi eksekusi mati di negara bagian
2
Texas karena pembunuhan yang dilakukannya. Hampir saja dia
menerima pengampunan (grasi) dari Gubernur Texas, tetapi kemudian
dieksekusi di atas kursi listrik.
Ketegangan yang dialaminya, emosi yang disebabkan beerita yang
saling bertentangan tentang pelaksanaan eksekusi, perlu direnungkan
bagi pihak-pihak yang mendukung hukuman mati. Pengadilan Tibo
dan kawan-kawan yang dituduh mendalangi pembunuhan besar-
besaran (genoside) di Poso sebenarnya harus diadili pengadilan hak
asasi manusia dan bukan pengadilan biasa. Pembunuhan secara
massal termasuk kejahatan atas kemanusiaan (crime against
humanity). Ini diatur secara jelas dalam Statuta Roma.
Kenyataan bahwa Indonesia telah meratifikasi the International
Covenant on Civil and Political Rights, the International Covenant on
Social, Economical and Cultural Rights dan UN Convention Against
Torture and Other Cruel, Inhuman and Degrading Treatment and
Punishment mengandung konsekuensi untuk tidak melaksanakan
hukuman mati terhadap ketiga orang terpidana tersebut dan
terpidana lainnya.
Para pejuang hak asasi manusia memang semakin meningkatkan
protes atas hukuman mati itu. Namun pertanyaannya sekarang adalah
apakah presiden mau menggunakan haknya untuk mengubah
hukuman mati.
2
hukum pengadilan meliputi satu Kabupaten/Kota. Dengan
adanya perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004, maka
pembentukan Pengadilan Umum beserta fungsi dan
kewenangannya ada pada Mahkamah Agung.
Fungsi pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa tentang
sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang
diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua
Pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya. Tugas dan
wewenang pengadilan negeri adalah memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.
Hal lain yang menjadi tugas dan kewenangannya, antara lain :
1) Menyatakan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,
penghentian penyelidikan, atau penghentian tuntutan.
2) Tentang ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang
yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan.
3) Memberikan keterngan, pertimbangan, dan nasihat tentang
hukum kepada instansi Pemerintah di daerahnya, apabila
diminta.
4) Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah
laku Hakim, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita di daerah
hukumnya.
5) Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan dan
menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama
dan sewajarnya.
6) Memberikan petunjuk, teguran dan peringatan yang
dipandang perlu dengan tidak mengurangi kebebasan Hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara.
7) Melakukan pengawasan atas pekerjaan notaris di daerah
hukumnya, dan melaporkan hasil pengawasannya kepada
Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung, dan
Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi jabatan
notaris.
Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan perkara yang
harus diadili berdasarkan nomor urut, kecuali terhadap tindak
pidana yang pemeriksaannya harus didahulukan, yaitu :
1) Korupsi,
2) Terorisme
3) Narkotika/psikotropika,
4) Pencucian uang, atau
5) Perkara tidak pidana lainnya yang ditentukan oleh undang-
undang dan perkara yang terdakwanya berada di dalam
Rumah Tahanan Negara.
2
wilayah Provinsi. Pengadilan Tinggi, disebut juga sebagai
Pengadilan Tingkat Banding.
Fungsi Pengadilan Tingkat Kedua adalah.
1) Menjadi pemimpin bagi pengadilan-pengadilan Negeri di
dalam daerah hukumnya.
2) Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam
daerah hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselesaikan
dengan seksama dan sewajarnya.
3) Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim pengadilan
negeri di daerah hukumnya.
4) Untuk kepentingan negara dan keadilan, Pengadilan Tinggi
dapat memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang
dipandang perlu kepada Pengadilan Negeri dalam daerah
hukumnya.
Wewenang Pengadilan Tingkat Kedua adalah.
11 Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam
daerah hukumnya yang dimintakan banding.
11 Berwenang untuk memerintahkan pengiriman berkas-berkas
perkara dan surat-surat untuk diteliti dan memberi penilaian
tentang kecakapan dan kerajinan para hakim.
2
1) Memeriksa dan memutus permohonan kasasi, (terhadap putusan
Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir dari semua
Lingkungan Peradilan),
2) Memeriksa dan memutus sengketa tentang kewenangan
mengadili,
3) Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap,
4) Menguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang,
5) Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan
teknis peradilan dari semua Lingkungan Peradilan,
6) Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang
perlu kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan, dengan
tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan
memutus perkara.
7) Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada
tingkat pertama dan terakhir atas putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Tugas dan kewenangan lain (di luar lingkungan peradilan) dari
Mahkamah Agung, adalah sebagai berikut :
1) Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan
dari tingkat yang lebih rendah daripada undang-undang atas
alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi,
2) Memutus dalam tingkat pertama dan terakhir, semua sengketa
yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh
kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang
berlaku,
3) Memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku Kepala
Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi,
4) Bersama Pemerintah, melakukan pengawasan atas Penasihat
Hukum dan Notaris,
5) Memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum
baik diminta maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara yang
lain.
Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung
adalah membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-
pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan karena :
1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang,
2) Salah menerapkan atau karena melanggar hukum yang berlaku,
3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.
Permohonan suatu kasasi dapat dilakukan oleh orang-orang dalam
perkara berikut ini.
1) Dalam hal perkara perdata, yaitu oleh pihak-pihak yang
berperkara. Permohonan demikian hanya dapat diterima apabila
2
upaya-upaya hukum biasa yang dapat digunakan telah
dimanfaatkan.
2) Dalam perkara pidana, dapat dilakukan oleh terpidana atau jaksa
yang bersangkutan sebagai pihak atau pihak ketiga yang
dirugikan.
3. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945
yang selanjutnya disyahkan menurut Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003, memiliki wewenang dan kewajiban sebagai berikut :
a. Wewenang, yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar 1945, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan Pemilihan Umum.
b. Kewajiban, yaitu memberi putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar 1945.
Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi
untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Mahkamah Konstitusi
mempunyai 9 (sembilan) Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh
Presiden. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang
oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden. Masa jabatan Hakim
Konstitusi adalah 5 (lima) tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1
kali masa jabatan berikutnya.
3
IHWAL MAHKAMAH KONSTITUSI
Penugasan Praktik 3
Kewarganegaraan
Setelah mempelajari materi-materi tentang : Peradilan
Nasional, lakukan Strategi Pembelajaran dengan Penugasan
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) atau
Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis.
Langkah-langkah :
Bentuk kelompok dengan anggotanya antara 3 – 4 orang.
Diberikan “wacana” atau kliping sesuai dengan topik
pembelejaran.
Setiap kelompok bekerja sama saling membacakan dan
menemukan ide pokok serta memberi tanggapan terhadap
wacana/kliping, dan ditulis pada lembar kertas.
Mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok.
Buatlah kesimpulan bersama.
Penutup.
3
C. MACAM-MACAM NORMA DAN SANKSINYA YANG
BERLAKU DALAM MASYARAKAT
1. Pengertian Norma
Norma merupakan pedoman perilaku bagi setiap manusia dalam
suatu komunitas masyarakat yang memungkinkan seseorang untuk
menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai
orang lain; dan norma juga dapat dijadikan kriteria bagi orang lain
untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.
Dengan norma, setiap orang dapat dipaksa untuk bertindak sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu sendiri. Jika terjadi
pelanggaran, maka terhadap si pelanggar harus dikenakan sanksi,
yaitu berupa hukuman yang harus diterimanya karena pelanggaran itu.
Contoh, jika seseorang melanggar aturan lalu lintas (menyerobot
lampu merah), ia akan ditilang dan dikenakan sanksi hukum (denda).
Berdasarkan uraian di atas, maka secara umum dapat dikatakan
bahwa norma adalah petunjuk hidup yang berisi perintah dan
larangan agar setiap
Filoloorang berperilaku
Merupakansesuai dengan
aturan, aturan dan
ukuran, atau
norma itu sehingga gi tercipta ketertiban
kaidah dan kedamaian dalam
masyarakat. Menurut A. Muis, Merupakan
norma adalah suatuketetapan
suatu cara berfikir
yangdan
bertindak yang terstruktur, terpola, dan diatur oleh kaidah-kaidah
dipakai seba-gai tolok ukur yang yang
memberitahukan Falsaf
suatu harapan akan konformitas
tidak boleh diubah sosial.
yang kemudian
NORM
at dijadikan dasar untuk sebagai
mengukur atau
A dalam Ensiklopedi Indonesia,
Di yang disebut “norma”
(Belanda : norm) dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikutdan
Dalam bentuk meter,
menilai liter,
atau kilogram, detik
memperbandingkan hal
:
sebagainya. ihwal. Tetapi dalam bidang non-fisik,
menetapkan norma atau kaidah menjadi nisbi dan
berupa perbandingan atau urutan. Contoh :
Fiil, norma tingkah laku didasarkan pada adat
kebiasaan;
Fisika Seni, norma nilai kesenian (lebih) tergan-tung
dari aliran yang sedang dominan;
Statistik, dalam lapangan psikologi, sosiologi,
asuransi ditetapkan norma atau rata-rata
3
berdasarkan perhitungan statistik;
Etika, norma tingkah laku orang dinilai sesuai
dengan adat kebiasaan, dan oleh karena itu
Fokus Kita :
Norma atau kaidah, adalah aturan yang disepakati bersama dalam
masyarakat dan memberi pedoman bagi perilaku para anggotanya
dalam mewujudkan sesuatu yang dianggap baik dan diinginkan.
Kaidah atau aturan tersebut, biasanya berwujud perintah atau
3
c. Suka du-nia
beramal, (pahala
dan lain- atau dosa).
lain.
2. Kesusila Aturan yang datang a. Berlak Tidak
an atau bersumber dari u jujur. tegas,
hati nurani manusia b. Bertin karena
(insan kamil) tentang dak adil. hanya diri
baik buruknya suatu c. Mengh sendiri
perbua-tan) argai yang
orang merasa-
lain. kan
(merasa
bersalah,
me-nyesal,
malu, dsb).
3. Kesopa Peraturan hidup yang a. Mengh Tidak
nan timbul dari hasil ormati tegas, tapi
pergaulan segolo-ngan orang dapat
manusia di dalam yang diberikan
masya-rakat dan lebih tua. oleh
dianggap sebagai b. Tidak masyarakat
tuntunan pergaulan berkata berupa
sehari-hari masyarakat kasar. celaan,
itu. Norma keso-panan c. Meneri cemoohan,
bersifat relatif, artinya ma atau
apa yang dianggap dengan dikucilkan
sebagai norma tangan dari
kesopanan berbeda- kanan. pergaulan.
beda di berbagai
tempat, lingkungan,
atau waktu.
4. Hukum Norma hukum adalah a. Harus Tegas,
pedoman hidup yang tertib. artinya ada
dibuat dan dipaksakan b. Harus aturan
oleh lembaga politik sesuai yang telah
suatu masayarakat prosedur. di-buat dan
(negara). Dalam c. Dilaran seca-ra
masyakarakat tertentu, g material
hukum diberlakukan mencuri, telah diatur
secara lisan; ini disebut merampo dalam (UU,
hukum adat atau k, dll. Peraturan
hukum umum. Pemerintah
, KUHAP,
Hukum mempunyai
dan
dua aspek yang
sebagainya
berkaitan erat satu
).
sama lain. Aspek
Nyata,
pertama adalah sistem
mengi-kat
norma dan aspek
3
kedua adalah sistem dan me-
kontrol sosial. Hukum maksa,
sebagai sistem norma berarti
berfungsi untuk adanya
menertibkan dan aturan
menstabilkan yang
kehidupan sosial. secara
Hukum sebagai kontrol material
sosial berfungsi untuk telah
menin-dak tegas setiap ditetapkan
pelanggaran terhadap ka-dar
nilai dan norma yang hukuman-
berlaku dalam nya
masyarakat. berdasar-
kan
Menurut Soerjono
perbuatan
Soekanto, kedua
yang
aspek tersebut perlu
dilang-
dilengkapi dengan
garnya.
aspek hu-kum lain,
Contoh:
yaitu hukum sebagai
dalam
konkretiasi atau
Pasal 359
perwujudan nilai-nilai
KUHP
yang berlaku dalam
menyebutk
masyarakat.
an,
Ciri norma hukum “Barang
antara lain adalah siapa
diakui oleh masyarakat karena
sebagai ketentuan kealpa-
yang sah dan ada annya
penegak hukum menye-
sebagai pihak yang babkan
berwenang kema-tian
memberikan sanksi. orang lain
Tujuan utama norma diancam
hukum adalah de-ngan
menciptakan suasana pidana
aman dan tentram penjara
dalam masyarakat. paling lama
lima ta-hun
atau kuru-
ngan paling
lama satu
tahun”.
3
Norma-norma yang ada dalam masyarakat mempunyai daya
mengikat yang berbeda-beda. Ada yang ikatannya lemah, ada yang
ikatannya sedang, ada yang ikatannya kuat. Umummnya para
anggota masyarakat tidak berani melanggar norma yang berdayaikat
kuat. Kalau dilihat dari daya mengikatnya terhadap para anggota
masyarakat, norma dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu : Cara,
Kebiasaan, Tata Kelakuan, dan Adat-Istiadat.
1) Cara (Usage)
Cara adalah norma yang paling lemah daya mengikatnya. Cara
atau usage lebih menonjol dalam hubungan antar individu. Orang-
orang yang melanggarnya paling-paling akan mendapatkan
cemoohan atau ejekan saja.
Contoh : ketika selesai makan seseorang bersendawa atau
mengeluarkan bunyi sebagai tanda kekenyangan. Tindakan
tersebut dianggap tidak sopan,dan karenanya orang tersebut akan
diejek atau dicemooh.
2) Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk
yang sama karena orang banyak menyukai dan menganggapnya
penting dan karenanya juga terus dipertahankan. Daya
mengikatnya lebih tinggi dibandingkan Cara atau usage. Selain
hanya merupakan soal rasa atau selera belaka, kebiasaan
merupakan tindakan yang berkadar moral kurang penting. Bila
orang tidak melakukannya, ia paling-paling akan dianggap aneh,
namun tidak dicap jahat atau jelek. Setiap perilaku aneh selalu
mengundang gosip atau tertawaan orang lain, namun tidak perlu
dirajam atau dipenjarakan.
Contoh : Jika mau masuk ke rumah orang harus permisi dulu
dengan mengetuk pintu, menghormati orang yang lebih tua,
kebiasaan menggunakan tangan kanan ketika hendak
memberikan sesuatu kepada orang lain, dan sebagainya.
3
Memberikan batas-batas pada kelakuan setiap orang
(individu). Hal ini penting karena setiap masyarakat
mempunyai tata kelakuan masing-masing.
Mengidentifikasikan individu dengan kelompoknya.
Menjaga solidaritas di antara anggota-anggotanya demi
menjaga keutuhan dan kerja sama di antara anggota
masyarakat.
3
moral”.
Meskipun suatu kebudayaan merumuskan sendiri apa yang
dianggapnya perilaku bermoral atau tidak bermoral, moralitas itu
sendiri bersifat universal; artinya apa yang dianggap bermoral
atau tidak bermoral berlaku untuk semua kebudayaan dan
masyarakat di dunia ini.
Penugasan Praktik 4
Kewarganegaraan
Setelah mempelajari materi-materi tentang : Pengertian Norma
dan Sanksinya di dalam masyarakat, amati baik-baik wacana
berikut :
3
tentang pengendalian pencemaran udara sudah diundangkan
setahun dan warga dianggap sudah tahu, ia tidak bisa berkutik.
Sumber : Harian
Pelita, 21/4/2006.
3
membangun persatuan dan kesatuan. Sikap terbuka dalam
memahami ketentuan hukum yang berlaku, dapat mencakup hal-hal
berikut :
a. sanggup menyatakan suatu ketentuan hukum adalah benar atau
salah,
b. mau mengatakan apa adanya benar atau salah,
c. berupaya selalu jujur dalam memahami ketentuan hukum,
d. berupaya untuk tidak menutup-nutupi kesalahan.
2. Sikap Obyektif/Rasional
Bersikap obyektif atau rasional, merupakan sikap yang ditunjukkan
oleh seseorang dalam memahami ketentuan-ketentuan hukum
dikembalikan pada data, fakta dan dapat diterima oleh akal sehat.
Seseorang yang mengedepankan obyektivitas atau rasionalitas,
akan memiliki pendirian kuat dan mampu berfikir jernih dalam
menghadapi berbagai persoalan sehingga tidak mudah difitnah atau
terombang-ambing oleh keadaan. Beberapa contoh sikap obyektif
yang dapat ditunjukkan antara lain :
a. mampu menyatakan/menunjukkan bahwa suatu ketentuan
hukum benar atau salah dengan argumentasi yang baik,
b. sanggup menyatakan ya atau tidak untuk suatu pelaksanaan
ketentuan hukum dengan segala konsekuensinya,
c. mampu memberi penjelasan yang netral dan dapat diterima akal
sehat bahwa suatu pelaksanaan ketentuan hukum benar atau
salah,
d. sanggup menyatakan kekurangan atau kelemahannya jika orang
lain lebih baik,
e. menghargai orang lain sesuai dengan kemampuan, keahlian atau
profesinya.
4
e. membayar pajak (bumi dan bangunan, kendaraan, perusahaan,
dan lain-lain) berusaha tepat waktu.
1. Pengertian Korupsi
Kata “korupsi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ,
merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang
lain. Oleh sebab itu, perbuatan korupsi sesungguhnya selalu
mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidak
jujuran). Sedangkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan
bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, disebutkan bahwa
“Korupsi” adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
tindak pidana korupsi.
Istilah korupsi yang sebangun dengan kata “kolusi” dan
“nepotisme”, nampaknya perlu juga disebutkan sebagai berikut :
Kolusi, adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan
hukum antar penyelenggaraan negara atau antara penyelenggara negara
dan lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara.
Nepotisme, adalah setiap perbuatan penyelenggara negara
secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarga dan
atau kroninya di atas kepentingan masyarakat bangsa dan negara.
Fokus Kita :
Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok
masyarakat yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan
sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor
yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang
bisa masuk kedalam golongan elit yang berkuasa dan sangat
4
sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, modus
operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga undang-
undang tersebut dinyatakan tidak mampu lagi untuk dilaksanakan.
Selanjutnya untuk lebih memperkuat pelaksanaan pemberantasan
korupsi, dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan oleh pemerintah,
sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun dirasakan
sangat berat beban korupsi di Indonesia, yakni sejak akhir tahun
1997 dimana negara mengalami krisis ekonomi dan moneter. Krisis
demi krisis menyusul kemudian terjadi krisis politik, sosial,
kepemimpinan dan kepercayaan yang pada akhirnya adalah
menjadi krisis multi dimensi. Gerakan reformasi yang
menumbangkan rezim Orde Baru, menuntut antara lain
ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme. Tuntutan masyarakat tersebut selanjutnya
dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 dan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN).
Beberapa contoh kasus yang dimuat dalam harian ibukota yang
sedikit demi sedikit terkuak dan muncul ke permukaan yang sarat
berbau KKN antara lain :
a. Hilangnya aset tanah Pemda DKI Jakarta
yang mencapai Rp. 5 trilyun (Kompas, 26/3/1999),
b. Beberapa perusahaan dan pejabat
Indonesia yang menerima suap dari perusahaan Jepang
sehingga mampu memenangkan proyek milayaran yen (Media
Indonesia, 15/10/1999),
c. Berdasarkan audit Price Waterhouse
Cooper (PWC), terdapat in-efisiensi di Pertamina sejak 1 April
1996 s.d. 31 Maret 1998 sebesar US $ 6,1 milyar (Kompas,
20/7/1999).
d. Banyaknya penyimpangan di tubuh
Departemen (Perhubungan, Koperasi, Dalam Negeri) yang
mencapi trilyunan rupiah antara tahun 1998 s.d. 1999 (Kompas,
16/7/1999).
e. Dan tentu saja masih banyak yang lain.
3. Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi
Di negara Indonesia meskipun sejak orde lama, orde baru dan sekarang
ini telah diupayakan pembernatasannya, namun hingga sekarang ini
penyakit “korupsi” masih berkembang cukup subur di segala bidang
pemerintahan dan sektor kehidupan. Rakyat kecil yang tidak memiliki alat
pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi, pada
umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling
menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi semakin apatis dengan
semakin meluasnya praktek-praktek korupsi oleh beberapa oknum pejabat
lokal, maupun nasional.
4
Sedangkan persepsi pada kelompok masyarakat terpelajar (mahasiswa),
dapat identifikasi sebagai berikut :
a. Kelompok mahasiswa sering menanggapi masalah
korupsi dengan emosi yang meluap-luap dan protes-protes terbuka.
Mereka sangat sensitif terhadap perbuatan korup, juga sangat mengutuk
perbuatan yang merugikan negara dan bangsa. Oleh aspirasi sosialnya
yang sehat dan tidak memiliki vested interest, tidak henti-
hentinya mereka melontarkan kritik. Lalu memberikan
sugesti-sugesti kepada pemerintah untuk melakukan tindakan
korektif tegas terhadap perbuatan korupsi. Hal ini cukup berhasil
terutama pada saat gerakan reformasi digulirkan pada tahun 1998.
b. Mereka pada umumnya tidak melakukan identifikasi terhadap
trata ekonomi atau strata etnik tertentu. Oleh karena
pengaruh pembelajaran yang intensif, munculah kesadaran politik pada
mereka dan timbul pula aspirasi politik. Mereka mampu melihat
secara kritis, dan merasa sangat tidak puas terhadap
perbuatan-perbuatan manipulatif dan koruptif dari banyak pejabat.
Mereka masih memiliki idealisme tinggi dan berfikir jauh kedepan.
c. Kritik-kritik dan oposisi mahasiswa itu pada umumnya tidak
bersumber pada masalah kekurangan materiil atau kemiskinan, akan
tetapi karena faktor ketidak puasan dan kegelisahan psikologis
(psychological insecurity). Mereka ingin berpartisipasi dalam
usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem
pemerintahan secara menyeluruh, mencita-citakan
keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang lebih
merata. Tema-tema demonstrasi sering mengangkat
permasalahan “penguasa yang korup” dan “derita
rakyat”.
4
1. Partai-partai politik sering in-konsistensi, artinya apa yang
diperjuangan dan menjadi misinya sering berubah-ubah (pendirian dan
ideologi) dan “mudah dibeli” sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
2. Munculnya “oknum” pemimpin yang lebih mengedepankan
kepentingan-kepentingan pribadi daripada kepentingan umum, sehingga
kesejahteraan umum mudah dikorbankan. Dengan demikian, lembaga-lembaga
politik tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya, dan cenderung dimanipulir
oleh oknum-oknum pemimpinnya.
3. Pada sebagian oknum pemimpin politik, partisipan dan
kelompoknya, berlomba-lomba untuk mencapai “obyek politik” dalam bentuk
keuntungan materiil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat banyak sehingga
terjadi “kehampaan motivasi perjuangan”.
4. Terjadilah erosi loyalitas kepada bangsa dan negara, karena
lebih menonjolkan dorongan pemupukan harta kekayaan dan kekuasaan. Jadi,
mulailah penampilan pola tingkah laku yang korup.
5. Di masyarakat, mereka sebagai kelompok Orang-orang Kaya Baru
(OKB, nouveaux riches) yang ingin mendapatkan status sosial dan kekuasaan
politik yang seimbang dengan posisi ekonominya yang baru. Sumber kekuasaan
dan ekonomi, mulai terkonsentrasi pada satu atau beberapa kelompok kecil yang
melimpah sehingga kekayaan dan kesejahteraan yang ada terkonsentrasi
pada yang menguasai sumber-sumber pendapatan dan tampuk pemerintahan.
Sedangkan derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar
(rakyat).
6. Penggunaan lembaga-lembaga politik sebagai sarana untuk mencapai
harta kekayaan itu mencakup pengertian adanya: dwi-aliansi di antara bidang
“politik” dengan sektor “ekonomi-business”. Bahkan tidak jarang nilai-nilai
politik dan lembaga-lembaga politik itu menjadi bawahan/subordinate dari
nilai dan ambisi lembaga-lembaga ekonomi. Tujuan-tujuan politik yang prinsipil
bukannya kesejahteraan dan kepentingan rakyat banyak, akan tetapi promosi dari
kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan.
7. Pada umumnya, kesempatan korupsi akan lebih meningkat
seiring dengan semakin meningkatnya jabatan dalam hierarki politik
kekuasaan. Para legislator (pembuat undangundang) tingkat nasional pada
umumnya lebih korup daripada pejabat-pejabat lokal. Demikian juga untuk
aparat birokrat tingkat atas, lebih memiliki kesempatan daripada pejabat-pejabat
eselon dibawahnya.
Dalam pemerintahan yang korup, mereka yang telah mendapatkan
kekuasaan politik tertinggi sangat mungkin memiliki kesempatan paling
banyak . Dengan demikian, maka tumbuh suburnya korupsi yang
“berat di puncak” itu hampir selalu disebabkan oleh adanya sumber daya
manusia pada kekuasaan/kelembagaan politik yang sangat lemah. Mereka
tidak mampu berdiri secara otonom sehingga tidak mampu pula
membebaskan diri dari macam-macam pengaruh penyogokan dan
pembelian kekuasaan .
Negara Indonesia meskipun dewasa ini telah diwarisi oleh “budaya korupsi”
yang sudah “menggurita” atau berurat berakar dalam sendi-sendi kehidupan
masyarakat, namun kita masih optimis untuk upaya penanggulangannya.
Partisipasi dan dukungan segenap lapisan masyarakyat sangat dubutuhkan
4
dalam mengawal upaya-upaya pemerintah melalui Komisi Pembeberantasa
Korupsi (KPK), dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas
korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi
“martit” bagi para pelaku tindak KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
KPK dengan keterbatasan yang ada sangat menyadari bahwa untuk
memberantas “Korupsi” di Indonesia bukanlah pekerjaan mudah. Oleh sebab itu,
agenda yang perlu dilakukan antara lain : Pertama, membangun kultur yang
mendukung pemberantasan korupsi.. Kedua, mendorong pemerintah
melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance.
Ketiga, membangun kepercayaan masyarakat. Keempat, mewujudkan
keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar (big fish). Kelima,
memacu aparat penegak hukum lain untuk memberantas korupsi.
Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk pemberantasan
tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia antara lain :
1. Upaya Pencegahan (Preventif) :
a. Menanamkan aspirasi, semangat dan spirit nasional yang positif
dengan mengutamakan kepentingan nasional, kejujuran serta
pengabdian pada bangsa dan negara melalui sistem pendidikan formal,
non formal dan pendidikan agama.
b. Melakukan sistem penerimaan pegawai berdasarkan prinsip
achievement atau keterampilan teknis dan tidak lagi berdasarkan
norma ascription yang dapat membuka peluang berkembangnya
nepotisme.
c. Para pemimpin dan pejabat selalu dihimbau untuk memberikan
keteladanan, dengan mematuhi pola hidup sederhana, dan memiliki rasa
tanggungjawab sosial yang tinggi.
d. Demi kelancaran layanan administrasi pemerintah, untuk para
pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada
jaminan masa tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin
kerja yang tinggi. Jabatan dan kekuasaan, akan didistribusikan melalui
norma-norma teknis kemampuan dan kelayakan.
f. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai
tanggung jawab etis tinggi; dibarengi sistem kontrol yang efisien.
Menyelenggarakan sistem pemungutan pajak dan bea cukai yang efektif
dan ada supervisi yang ketat, baik di pusat maupun di daerah.
g. Melakukan herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan
perorangan “pejabat” yang mencolok. Kekayaan yang statusnya tidak
jelas dan diduga menjadi hasil korupsi, akan disita oleh negara.
h. Berusaha untuk melakukan reorganisasi dan rasionalisasi dari
organisasi pemerintahan, melalui penyederhanaan jumlah departemen
beserta jawatanjawatan bawahnya. Akan selalu ada koordinasi antar
departemen yang lebih baik, disertai sistem kontrol yang teratur terhadap
administrasi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.
4
2. Upaya Penindakan (Kuratif) :
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak hromat
dan dihukum pidana. Beberapa contoh penanganan kasus dan penindakan
yang sudah dilakukan oleh pemerintah melalui KPK yaitu :
a. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk
Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b. Dugaan korupsi dalam pengadaan Buku dan Bacaan SD, SLTP,
yang dibiayai oleh Bank Dunia (2004),
c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway
pada Pemda DKI Jakarta (2004),
d. Dugaan penyalahgunaan jabatan oleh Kepala Bagian
Keuangan Dirjen Perhubungan Laut dalam pembelian tanah yang
merugikan keuangan negara Rp10 milyar lebih. (2004),
e. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment
dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group
melalui Bank BNI (2004),
f. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU, kepada tim audit
BPK (2005),
g. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta oleh
kuasa hukum Abdullah Puteh, dengan tersangka TSP, SRR, dan
MS. (2005)
h. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara
Probosutedjo, dengan tersangka Harini Wijoso, Sinuhadji, Pono
Waluyo, Sudi Ahmad, Suhartoyo dan Triyadi
i. Dugaan korupsi perugian negara sebesar 32 miliar rupiah
dengan tersangka Theo Toemion (2005)
j. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005)
4
a. Indonesia Corruption Watch atau disingkat ICW adalah
sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) yang mempunyai misi
untuk mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi
korupsi yang terjadi di Indonesia. ICW adalah lembaga nirlaba
yang terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen
untuk memberantas korupsi melalui usaha-usaha pemberdayaan
rakyat untuk terlibat/berpartisipasi aktif melakukan perlawanan
terhadap praktek korupsi. ICW lahir di Jakarta pada tanggal 21
Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang
menghendaki pemerintahan pasca Soeharto yang demokratis,
bersih dan bebas korupsi.
b. Transparency International (TI), adalah sebuah organisasi
internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik.
Organisasi yang didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba
sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak
menuju organisasi yang berstruktur demokratik.
Publikasi tahunan terkenal yang diluncurkan TI adalah Laporan
Korupsi Global. Hubungan antara kompetitifnya sebuah negara
dan korupsi telah dibahas pertama kali dalam seminar TI di
Praha, November 1998. Survei TI Indonesia yang berbentuk
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 mengungkapkan
Jakarta sebagai kota paling korup di Tanah Air, disusul Surabaya,
Medan, Semarang dan Batam. Indonesia sendiri, dibandingkan
dengan negara-negara lainnya, berada di posisi keenam terkorup
di dunia menurut survei TI pada tahun 2005. IPK Indonesia
adalah 2,2, sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak,
Liberia dan Usbekistan, serta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya,
Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti, dan
Myanmar. Menurut hasil survei ini, Islandia adalah negara paling
bebas korupsi.
4
pimpinan tertinggi lembaga hukum di Indonesia, MA sama sekali
belum memperlihatkan adanya political will membenahi
isntitusinya,” ujar Munarman.
Hingga kini institusi MA, katanya, belum menunjukkan kinerja
yang baik. Indikasinya, ungkap dia, tampak dari banyaknya pelaku
pelanggar hukum, seperti pembalakan liar, yang justru dilepas dari
jerat hukum oleh haki di tingkat pengadilan melalu mekanisme
praperadilan.
4
yang masing tidak berdiri sendiri-sendiri, banyak digabungkan
dengan kata-kata lain. Kata sistem dalam penerapannya dapat
digabungkan seperti ; sistem mata pencaharian, sistem tarian,
sistem perkawinan, sistem pemerintahan, sistem hukum dan
sebagainya.
KESIMPULAN
Dalam pengertian G“sistem hukum” dimaksudkan adalah satu
kesatuan hukum yang berlaku pada suatu negara tertentu yang
dipatuhi dan ditaati oleh setiap warganya. Sistem hukum yang
dikenal negara-negara di dunia antara lain : sistem hukum eropa
kontinental, sistem hukum anglo saxon, sistem hukum adat, dan
sistem hukum agama.
Banyak ahli berbeda pendapat dalam memberikan pengertian hukum.
Meski demikian, masing-terdapat kesamaan-kesamaan tertentu
dari pengertian yang mereka berikan dengan mengindentifikasi
ciri-ciri hukum sebagai berikut : adanya perintah dan larangan,
serta perintah dan larangan itu harus ditaati oleh setiap orang.
Sumber hukum adalah segala yang menimbulkan aturan yang
mempunyai kekuatan memaksa, yakni aturan-aturan yang
pelanggarannya dikenai sanksi yang tegas dan nyata. Sumber
hukum terdiri dari sumber hukum “material” welborn
(keyakinan/perasaan/ kesadaran hukum individu dan pendapat
umum) serta sumber hukum “formal” yaitu terdiri ; undang-
undang, traktat, kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi.
Penggolongan hukum dapat dibedakan antara lain ; berdasarkan
wujudnya, ruang atau wilayah berlakunya, waktu yang diaturnya,
pribadi yang diaturnya, serta isi masalah yang diaturnya baik yang
menyangkut hukum publik (tata negara, adminsitrasi negara,
pidana dan acara) serta hukum privat (perorangan, keluarga,
kekayaan dan waris).
Sesuai dengan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung
dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan ; Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha
Negara, dan Oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004, bahwa pembentukan
Pengadilan Umum beserta fungsi dan kewenangannya ada pada
Mahkamah Agung. Oleh sebab itu, Mahkamah Agung telah
membagi dengan jelas fungsi dan kewenangan Pengadilan tingkat
pertama, tingkat kedua, Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi.
Setiap komunitas masyarakat dimanapun berada, sudah barang tentu
memiliki pedoman atau kaidah dalam penyelenggaraan hidup
secara bersama-sama yang disebut dengan norma. Norma yang
dikenal antara lain : norma agama, kesusilaan, norma kesopanan
dan norma hukum.
Hukum dibuat dengan tujuan menjaga dan memelihara ketertiban
dalam masyarakat, dan sekaligus juga untuk memenuhi rasa
keadilan manusia. Oleh sebab itu, agar kehidupan dalam
bermasyarakat aman, tenteram dan tertib diperlukan sikap yang
mampu mendukung ketentuan hukum yang berlaku, antara lain ;
bersikap terbuka, obyektif dan mengutamakan kepentingan
umum.
Negara Indonesia meskipun dewasa ini telah diwarisi oleh “budaya korupsi”
yang sudah “menggurita” atau berurat berakar dalam sendi-sendi 5
kehidupan masyarakat, namun kita masih optimis untuk upaya
penanggulangannya. Partisipasi dan dukungan segenap lapisan
pemerintah melalui Komisi Pembeberantasa Korupsi (KPK), dan aparat
penegak hukum lain.
5
10. Dalam negara
9. Menurut Van Kan, hukum, sebaiknya tindakan-
Hukum Dagang merupakan tindakan negara selain
tambahan hukum perdata mempertimbangkan landasan
yang bersifat khusus atau .... hukumnya juga ....
a. lex naturalis a. Kegunaannya
b. Ius soli b. Kepentingan
c. lex specialis nya
d. lus sanguinis c. Kepastiannya
e. Private rechts d. Hasilnya
e. Subjeknya
11 Uraian
Berikan jawaban dengan singkat dan jelas pada pertanyaan-
pertanyaan dibawah ini!
Inquiri
5
Bagilah kelas anda ke dalam 8 kelompok. Masing-masing kelompok
terdiri dari 4 atau 5 orang, kemudian kerjakan tugas-tugas sebagai
berikut !
1. Susunlah daftar pertanyaan terbuka (10 pertanyaan) dengan
topik bahasan sekitar perbuatan-perbuatan yang sesuai dan yang
bertentangan dengan ketentuan hukum !
2. Tentukan sendiri lokasi atau tempat yang akan dijadikan obyek
observasi dan wawancara (misalnya : sekitar pasar, sekolah,
terminal atau masyarakat sekitar anada) !
3. Setelah wawancara, identifikasikanlah perbuatan-perbuatan yang
sesuai dan yang bertentangan dengan hukum !
4. Buatlah kesimpulan dari hasil analisis kelompok anda, dan
berikan tanggapan dengan berpedoman pada dua hal berikut :
a. Cara meningkatkan kesadaran bagi masyarakat yang
sudah melaksanakan perbuatan yang sesuai dengan hukum !
b. Cara membina/menertibkannya bagi masyarakat yang
masih melaksanakan perbuatan-perbuatan yang melanggar
hukum !