Professional Documents
Culture Documents
Standar Kompetensi:
1. Menganalisis budaya politik di Indonesia.
Kompetensi Dasar:
1.1 Mendeskripsikan pengertian budaya politik.
1.2 Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam
masyarakat Indonesia.
1.3 Mendeskripisikan pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik.
1.4 Menampilkan peran serta budaya politik partisipan
A. PENDAHULUAN
1
pemimpim politik dan lai-lain.
Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat
dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi
masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan
kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku
aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang
memerintah.
Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi
dan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian,
budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan
menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian
sumber-sumber masyarakat.
Fokus Kita :
Menurut Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, istilah ”budaya
politik” terutama mengacu pada orientasi politik sikap terhadap
sistem politik dan bagian-bagiannya yang lain serta sikap terhadap
peranan kita sendiri dalam sistem tersebut. Suatu budaya politik,
yaitu terdapatnya satu perangkat yang meliputi seluruh nilai-nilai
Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat
dijadikan sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis
sebagai berikut :
a.
Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri
atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya
dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik
tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-
2
nilai dan norma lain.
b.
Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek
generiknya. Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti
sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua (aspek
generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik,
seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
c.
Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah
nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi suatu
pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.
d.
Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap
terbuka dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang
lain dalam pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan
(konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan), sikap terhadap
mobilitas (mempertahankan status quo atau mendorong mobilitas),
prioritas kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).
Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa
kita pada suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat
orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dengan orientasi yang
bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam memandang
sistem politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung
bergerak ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian,
pandangan ini melihat aspek individu dalam orientasi politik hanya
sebagai pengakuan akan adanya fenomena dalam masyarakat secara
keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari orientasi individual.
3
c.
Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap,
kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan
dengan sistem politik dan isu-isu politik.
d.
Austin Ranney
Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang
politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama;
sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
e.
Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan
yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-
pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas (dalam arti umum
atau menurut para ahli), maka dapat ditarik beberapa batasan
konseptual tentang budaya politik sebagai berikut :
Pertama: bahwa konsep budaya politik lebih mengedepankan aspek-
aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih
menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti
orientasi, sikap, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Hal
inilah yang menyebabkan Gabriel A. Almond memandang
bahwa budaya politik adalah dimensi psikologis dari sebuah
sistem politik yang juga memiliki peranan penting berjalannya
sebuah sistem politik.
Kedua : hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem
politik, artinya setiap berbicara budaya politik maka tidak akan
lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang
diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-
komponen yang terdiri dari komponen-komponen struktur dan
fungsi dalam sistem politik. Seseorang akan memiliki orientasi
yang berbeda terhadap sistem politik, dengan melihat fokus
yang diorientasikan, apakah dalam tataran struktur politik,
fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan dari keduanya.
Misal orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap
lembaga legislatif, eksekutif dan sebagainya.
Ketiga : budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang
menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam
tataran masif (dalam jumlah besar), atau mendeskripsikan
masyarakat di suatu negara atau wilayah, bukan per-individu.
Hal ini berkaitan dengan pemahaman, bahwa budaya politik
merupakan refleksi perilaku warga negara secara massal yang
memiliki peran besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal.
Dengan memahami pengertian budaya politik, kita akan
memperoleh paling tidak dua manfaat, yakni :
4
a. Sikap-sikap warga negara terhadap sistem politik akan
mempengaruhi tuntutan-tuntutan, tanggapannya, dukungannya
serta orientasinya terhadap sistem politik itu;
b. Dengan memahami hubungan antara budaya politik dengan
sistem politik atau faktor-faktor apa yang menyebabkan
terjadinya pergeseran politik dapat dimengerti.
6
salah satu aspek dari kehidupan politik, maka jika kita ingin
mendapatkan gambaran dan ciri politik suatu bangsa secara bulat dan
utuh, maka kitapun dituntut melakukan penelaahan terhadap sisinya
yang lain.
Hakekat atau ciri-ciri pokok dari budaya politik menyangkut masalah
nilai-nilai. Nilai-nilai adalah prinsip-prinsip dasar yang melandasi doktrin
atau suatu pandangan hidup. Nilai-nilai yang dimaksud ini berhubungan
dengan masalah tujuan, seperti nilai-nilai pragmatis atau utopis.
Almond dan Powell mencatat, bahwa aspek lain yang menentukan
orientasi politik seseorang, adalah hal-hal yang berkaitan dengan “rasa
percaya” (trust dan “permusuhan” (hostility), perasaan ini dalam
realistas.
Konsep kebudayaan politik yang pertama kali dikenalkan oleh
Gabriel A Alomnd, guna mengidentifikasi orientasi dari tingkah laku
politik masyarakat. Dalam bukunya The Civic Culture (1963), Almond
mengatakan bahwa masyarakat mengidentifikasi dirinya terhadap
simbol-simbol dan lembaga-lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi
yang dimilikinya. Kebudayaan politik, meliputi sikap-sikap dari warga
negara terhadap pemerintahan dan politiknya. Untuk menilai dan
memperbandingkan kebudayaan politik, Almond mengajukan ukuran-
ukuran : identitas nasional, kesadaran kelas, motivasi berprestasi,
keyakinan akan kebebasan dan persamaan, efektivitas politik dan
kepercayaan kepada pemerintah. Sebagai ilustrasi dapat kiranya
dikemukakan, bahwa kegiatan politik seseorang pada dasarnya tidak
hanya ditentukan oleh tujuan-tujuan yang didambakannya, tetapi juga
harapan-harapan politik yang dimilikinya serta pandangannya mengenai
situasi politik itu sendiri.
Alfian, menganggap bahwa lahirnya kebudayaan politik sebagai
pantulan langsung dari keseluruhan sistem sosial-budaya masyarakat
dalam arti luas. Hal ini terjadi melalui proses sosialisasi politik agar
masyarakat mengenal, memahami, dan menghayati nilai-nilai politik
tertentu yang dipengaruhi oleh sikap dan tingkah laku politik mereka
sehari-hari. Adapun nilai-nilai politik yang terbentuk dalam diri
seseorang biasanya berkaitan erat dengan atau bagian dari nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat itu, seperti nilai-nilai sosial budaya dan
agama.
Lain halnya dengan Mar’at, yang menetapkan bahwa sikap – suatu
kecenderungan berperilaku – adalah produk dari proses sosialisasi yang
banyak ditentukan oleh faktor budaya. Proses pembentukan sikap
politik yang pada gilirannya berupa perilaku yang diperoleh melalui
sosialisasi politik, tak pernah hadir dikehampaan budaya. Boleh jadi,
budaya politik adalah pola perilaku seseorang atau sekelompok orang
yang dipengaruhi faktor eksternal seperti situasi lingkungan maupun
faktor internal seperti : kebutuhan, SINA (Sistem Nilai dan Asumsi) dan
SKSM (Sistem Koordinasi Sensor Motorik) yang orientasinya berkisar
pada situasi kehidupan politik yang sedang berlaku, bagaimana tujuan-
tujuan yang didambakan oleh sistem politik itu sendiri, serta harapan-
harapan politik apa dimilikinya, biasanya akan bercampurbaur dengan
prestasi di bidang peradaban.
7
Menurut ahli psikologi sosial, bahwa nilai-nilai kebiasaan dalam
suatu masyarakat, termasuk didalamnya nilai-nilai politik, senantiasa
mengalami proses transformasi, pemahaman dan internalisasi ke dalam
individu melalui tiga mekanisme utama, yakni asosiasi, peneguhan dan
imitasi. Di mana nilai-nilai politik diserap lewat pengasosiasian antara
fenomena yang satu dengan lainnya atau melalui peneguhan dan
nimitasi, di mana tingah laku para aktor politik penting ditiru, sebagai
bagian dari perilaku masyarakat.
Penugasan Praktik 1
Kewarganegaraan
Setelah mempelajari materi-materi tentang : Pengertian Budaya
Politik (Pengertian Umum, Pengertian Menurut Para Ahli dan 8
Komponen-komponen Politik, dilanjutkan Penugasan dengan
menjawab pertanyaan atau pernyataan sebagai berikut :
1. Berikan ulasan pengertian kembali tentang “budaya politik”
sesuai pendapat anda dan tokoh-tokoh terkenal !
Pendapat anda tentang budaya
politik ? ............................................................................................
................................................................................................................
..................................................
Fokus Kita :
Budaya politik masyarakat sangat dipengaruhi oleh sruktur
politik, sedangkan daya opeasional struktur ditentukan oleh
konteks kultural tempat struktur itu berada. Kalau dicermati dari
segi fungsi secara keseluruhan, budaya politik bertujuan untuk
mencapai dan memelihara sistem politik yang demokratis. Budaya
politik dapat berfungsi dengan baik, pada prinsipnya ditentukan
10
Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada
sangat militan, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan
menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi
pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir
selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi
dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas :
a. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut
memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu
sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah
intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian
hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan
mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau
yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut
bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi,
malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka,
tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan
keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak
memungkinkan pertumbuhan unsur baru.
b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental
Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan
sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat
melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia
menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan
sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru
dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus
dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyimpangan. Tipe
akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai
salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong
usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
12
3. Partisipan a. Frekuensi orientasi politik sistem sebagai
obyek umum, obyek-obyek input, output, dan
pribadi sebagai partisipan aktif mendekati
satu.
b. Bentuk kultur dimana anggota-anggota
masyarakat cenderung diorientasikan secara
eksplisit terhadap sistem politik secara
komprehensif dan terhadap struktur dan
proses politik serta administratif (aspek input
dan output sistem politik)
c. Anggota masyarakat partisipatif terhadap
obyek politik
d. Masyarakat berperan sebagai aktivis.
13
Budaya Politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling
rendah, yang didalamnya masyarakat bahkan tidak merasakan bahwa
mereka adalah warga negara dari suatu negara, mereka lebih
mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak terdapat
kebanggaan terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak memiliki
perhatian terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik,
pengetahuannya sedikit tentang sistem politik, dan jarang
membicarakan masalah-masalah politik.
Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya
tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam
politik. Perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik otomatis
tidak muncul, ketika berhadapan dengan institusi-institusi politik. Oleh
karena itu terdapat kesulitan untuk mencoba membangun demokrasi
dalam budaya politik parokial, hanya bisa bila terdapat institusi-
institusi dan perasaan kewarganegaraan baru. Budaya politik ini bisa
dtemukan dalam masyarakat suku-suku di negara-negara belum maju,
seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Namun dalam kenyataan tidak ada satupun negara yang memiliki
budaya politik murni partisipan, pariokal atau subyek. Melainkan
terdapat variasi campuran di antara ketiga tipe-tipe tersebut,
ketiganya menurut Almond dan Verba tervariasi ke dalam tiga
bentuk budaya politik, yaitu :
a. Budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture)
b. Budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture)
c. Budaya politik parokial-partisipan (the parochial-participant culture)
Berdasarkan penggolongan atau bentuk-bentuk budaya politik di
atas, dapat dibagi dalam tiga model kebudayaan politik sebagai
berikut :
14
Pola kepemimpinan sebagai bagian dari budaya politik, menuntut
konformitas atau mendorong aktivitas. Di negara berkembang
seperti Indonesia, pemerintah diharapkan makin besar peranannya
dalam pembangunan di segala bidang. Dari sudut penguasa,
konformitas menyangkut tuntutan atau harapan akan dukungan dari
rakyat. Modifikasi atau kompromi tidak diharapkan, apalagi kritik.
Jika pemimpin itu merasa dirinya penting, maka dia menuntut rakyat
menunjukkan kesetiaannya yang tinggi. Akan tetapi, ada pula elite
yang menyadari inisiatif rakyat yang menentukan tingkat
pembangunan, maka elite itu sedang mengembangkan pola
kepemimpinan inisiatif rakyat dengan tidak mengekang kebebasan.
Suatu pemerintahan yang kuat dengan disertai kepasifan yang
kuat dari rakyat, biasanya mempunyai budaya politik bersifat agama
politik, yaitu politik dikembangkan berdasarkan ciri-ciri agama yang
cenderung mengatur secara ketat setiap anggota masyarakat. Budaya
tersebut merupakan usaha percampuran politik dengan ciri-ciri
keagamaan yang dominan dalam masyarakat tradisional di
negara yang baru berkembang.
David Apter memberi gambaran tentang kondisi politik yang
menimbulkan suatu agama politik di suatu masyarakat, yaitu kondisi
politik yang terlalu sentralistis dengan peranan birokrasi atau militer
yang terlalu kuat. Budaya politik para elite berdasarkan budaya politik
agama tersebut dapat mendorong atau menghambat pembangunan
karena massa rakyat harus menyesuaikan diri pada kebijaksanaan
para elite politik.
15
KEKERASAN POLITIK
”Sebuah Implikasi Aliansi Politik dan Cerminan
Ketidaksamaan Struktur dan Kultur dalam Budaya
Politik”
1. Pengertian Umum
Sosialisasi Politik, merupakan salah satu dari fungsi-fungsi input
sistem politik yang berlaku di negara-negara manapun juga baik yang
menganut sistem politik demokratis, otoriter, diktator dan sebagainya.
Sosialisasi politik, merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi
politik pada anggota masyarakat.
Fokus Kita :
Melalui proses sosialisasi politik , para anggota masyarakat
memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang
berlangsung dalam masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup
melalui pendidikan formal, non formal, dan informal atau tidak sengaja
melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan
17
Bonus Info Kewarganegaraan
TENTANG ”SOSIALISASI”
Kata ”sosialisasi” dalam konsep ilmu pengetahuan, merupakan hal
tingkah laku yang berkenaan dengan proses yang rumit bagaimana
individu belajar tentang dan berperilaku seperti yang diharapkan oleh
masyarakatnya. Dalam sosialisasi mengajarkan tentang kebiasaan, ide,
sikap, dan nilai-nilai. Sosialiasasi dipandang oleh para ilmuwan sebagai
salah satu jalan terpenting bagi pelestarian masyarakat.
Melalui sosialisasi, suatu kebudayaan dapat diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Oleh sebab itu, ada 3 (tiga) sifat dasar
mengapa sosialisasi dipelajari :
1. manusia tidak akan bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain.
2. secara ekstrem dapat dikatakan, bahwa manusia tidak mempunyai
naluri sehingga sebagian besar peri laku yang diperlukan untuk
kelangsungan hidupnya harus dipelajari.
3.
karena ketiadaan naluri tersebut, manusia harus belajar
mengendalikan hubungannya dengan sesamanya, yaitu dengan
hidup menurut nilai-nilia dan peranan bersama.
Sumber : Ensiklopedi Indonesia ”Edisi
Khusus” 1990.
c. Irvin L. Child
18
Sosialisasi politik adalah segenap proses dengan mana individu, yang
dilahirkan dengan banyak sekali jajaran potensi tingkah laku, dituntut
untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya yang dibatasi di dalam
satu jajaran yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterima olehnya
sesuai dengan standar-standar dari kelompoknya.
d. Richard E. Dawson dkk.
Sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu pewarisan
pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang
tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga
negara baru dan mereka yang menginjak dewasa.
e. S.N. Eisentadt, dalam From Generation to Ganeration
Sosialisasi politik adalah komunikasi dengan dan dipelajari oleh
manusia lain, dengan siapa individu-individu yang secara bertahap
memasuki beberapa jenis relasi-relasi umum. Oleh Mochtar Mas’oed
disebut dengan transmisi kebudayaan.
f. Denis Kavanagh
Sosialisasi politik merupakan suatu proses dimana seseorang
mempelajari dan menumbuhkan pandangannya tentang politik.
g. Alfian
Mengartikan pendidikan politik sebagai usaha sadar untuk mengubah
proses sosialisasi politik masyarakat, sehingga mereka mengalami dan
menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem
politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu
akan melahirkan sikap dan perilaku politik baru yang mendukung
sistem politik yang ideal tersebut, dan bersamaan dengan itu lahir
pulalah kebudayaan politik baru. Dari pandangan Alfian, ada dua hal
yang perlu diperhatikan, yakni:
pertama : sosialisasi politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses
yang berjalan terus-menerus selama peserta itu hidup.
Kedua : sosialisasi politik dapat berwujud transmisi yang berupa
pengajaran secara langsung dengan melibatkan komunikasi
informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan mengenai politik
secara tegas. Proses mana berlangsung dalam keluarga,
sekolah, kelompok pergaulan, kelompok kerja, media massa,
atau kontak politik langsung.
19
sepanjang hidup.
d. bahwa sosialisasi merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas
sosial, dan baik secara implisit maupun eksplisit memberikan
penjelasan mengenai tingkah laku sosial.
Dari sekian banyak pendapat di atas, menurut Michael Rush &
Phillip Althoff, ada dua masalah yang berasosiasi dengan definisi-
definisi tersebut di atas.
Pertama : seluas manakah sosialisasi itu merupakan proses pelestarian
yang sistematis? Hal ini penting sekali untuk menguji hubungan
antara sosialisasi dan perubahan sosial; atau istilah kaum
fungsionalis, sebagai pemeliharaan sistem. Dalam kenyataan
tidak ada alasan sama sekali untuk menyatakan mengapa suatu
teori mengenai sosialisasi politik itu tidak mampu
memperhitungkan: ada atau tidaknya perubahan sistematik dan
perubahan sosial; menyediakan satu teori yang memungkin
pencantuman dua variabel penting, dan tidak membatasi diri
dengan segala sesuatu yang telah dipelajari, dengan siapa yang
diajar, siapa yang mengajar dan hasil-hasil apa yang diperoleh.
Dua variabel penting adalah pengalaman dan kepribadian dan
kemudian akan dibuktikan bahwa kedua-duanya, pengalaman
dan kepribadian individu, lebih-lebih lagi pengalaman dan
kepribadian kelompok-kelompok individu- adalah fundamental
bagi proses sosialisasi dan bagi proses perubahan.
Kedua : adalah berkaitan dengan keluasan, yang mencakup tingkah laku,
baik yang terbuka maupun yang tertutup, yang diakses yang
dipelajari dan juga bahwa berupa instruksi. Instruksi merupakan
bagian penting dari sosialisasi, tidak perlu disangsikan, orang
tua bisa mengajarkan kepada anak-anaknya beberapa cara
tingkah laku sosial tertentu; sistem-sistem pendidikan
kemasyarakatan, dapat memasukkan sejumlah ketentuan
mengenai pendidikan kewarganegaraan; negara bisa secara
berhati-hati menyebarkan ideologi-ideologi resminya. Akan
tetapi tidak bisa terlalu ditekankan, bahwa satu bagian besar
bahkan sebagian terbesar sosialisasi, merupakan hasil
eksperimen; karena semua itu berlangsung secara tidak sadar,
tertutup, tidak bisa diakui dan tidak bisa dkenali.
Istilah-istilah seperti “menanamkan” dan sampai batas kecil tertentu
“menuntun pada perkembangan” kedua-duanya cenderung
mengaburkan segi penting dari sosialisasi. Maka Michael Oakeshott
menyatakan; “Pendidikan politik dimulai dari keminkamtaan meminati
tradisi dalam bentuk pengamatan dan peniruan terhadap tingkah laku
orang tua kita, dan sedikit sekali atau bahkan tidak ada satupun di dunia
ini yang tampak di depan mat akita tanpa memberikan kontribusi
terhadapnya. Kita menyadari akan masa lampau dan masa yang akan
datang, secepat kesadaran kita terhadap masa sekarang.”
Jadi, walaupun kenyataan bahwa sosialisasi itu sebagian bersifat
terbuka, sistematik dan disengaja, namun secar atotal adalah tidak
realistis untuk berasumsi bahwa makna setiap pengalaman harus diakui
oleh pelakunya, atau oleh yang melakukan tindakan yang menyangkut
20
pengalaman tersebut.
Kiranya kita dapat memahami bahwa sosialisasi politik adalah proses,
dengan mana individu-individu dapat memperoleh pengetahuan, nilai-
nilai dan sikap-sikap terhadap sistem politik masyarakatnya. Peristiwa ini
tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan sistem politiknya,
sekalipun hal ini mungkin terjadi. Sebab hal ini bisa saja menyebabkan
pengingkaran terhadap legitimasi; akan tetapi apakah hal ini menuju
pada stagnasi atau pada perubahan, tergantung pada keadaan yang
menyebabkan pengingkaran tersebut. Apabila tidak adanya legitimasi itu
disertai dengan sikap bermusuhan yang aktif terhadap sistem politiknya,
maka perubahan mungkin saja terjadi, akan tetapi apabila legitimasi itu
dibarengi dengan sikap apatis terhadap sistem politiknya, bukan
tidakmungkin terjadi stagnasi.
Fokus Kita :
Dalam Proses Sosialisasi Politik, metode yang kerap digunakan dapat
berupa Pendidikan Politik dan Indoktrinasi Politik. Pendidikan politik
melalui suatu proses dialog sehingga masyarakat mengenal nilai,
norma, dan simbol politik. Sedangkan proses Indoktrinasi Politik ialah
proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga
masyarakat untuk menerima nilai-nilai, norma, dan simbol yang dianggap
21
c. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti
kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara
(pemilu).
d. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan
mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan
institusi-institusi ini.
Suatu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki
nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi
orang tua di Rusia. Nilai-nilai itu adalah sebagai berikut :
a. Tradisi; terutama agama, tetapi juga termasuk ikatan-ikatan
kekeluargaan dan tradisi pada umumnya
b. Prestasi; ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran
material mobilitas sosial.
c. Pribadi; kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemurahan hati.
d. Penyesuaian diri; bergaul dengan balk, menjauhkan diri dari kericuhan,
menjaga keamanan dan ketentraman.
e. Intelektual; belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.
f. Politik; sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayaan berkaitan dengan
pemerintahan.
22
Khusus pada masyarakat primitif, proses sosialisasi terdapat banyak
perbedaan. Menurut Robert Le Vine yang telah menyelidiki sosialisasi di
kalangan dua suku bangsa di Kenya Barat Daya: kedua suku bangsa
tersebut merupakan kelompok-kelompok yang tidak tersentralisasi dan
sifatnya patriarkis. Mereka mempunyai dasar penghidupan yang sama dan
ditandai ciri karakteristik oleh permusuhan berdarah. Akan tetapi, suku
Neuer pada dasarnya bersifat egaliter (percaya semua orang sama
derajatnya) dan pasif, sedangkan suku Gusii bersifat otoriter dan agresif.
Anak dari masing-masing suku didorong dalam menghayati tradisi mereka
masing-masing.
Fokus Kita :
Robert Le Vine berpendapat bahwa sosialisasi politik di negara-
negara berkembang cenderung mempunyai relasi lebih dekat pada
sistem-sistem lokal, kesukuan, etnis, dan regional daripada dengan
sistem-sistem politik nasional. Namun, masalah terberat yang
dihadapi oleh negara berkembang adalah adanya berbagai macam
23
5. Sosialisasi Politik dan Perubahan
Sifat sosialisasi politik yang bervariasi menurut waktu serta yang
selalu menyesuaikan dengan lingkungan yang memberinya kontribusi,
berkaitan dengan sifat dari pemerintahan dan derajat serta sifat dari
perubahan. Semakin stabil pemerintahan, semakin terperinci agensi-
agensi utama dari sosialisasi politik Sebaliknya, semakin besar derajat
perubahan dalam satu pemerintahan non totaliter, akan semakin
tersebarlah agensi-agensi utama dari sosialisasi politik. Semakin totaliter sifat
perubahan politik, semakin kecil jumlah agensi-agensi utama dari sosialisasi
politik itu.
Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan hasil
survei silang nasional (cross-national) mengenai kebudayaan politik.
Penelitian mereka menyimpulkan bahwa masing-masing kelima negara
yang ditelitinya, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko,
mempunyai kebudayaan politik tersendiri. Amerika dan Inggris dicirikan oleh
penerimaan secara umum terhadap sistem politik, oleh suatu tingkatan
partisipasi politik yang cukup tinggi dan oleh satu perasaan yang meluas di
kalangan para responden bahwa mereka dapat mempengaruhi peristiwa-
peristiwa sampai pada satu taraf tertentu.
Tekanan lebih besar diletakkan orang-orang Amerika pada masalah
partisipasi, sedangkan orang Inggris memperlihatkan rasa hormat yang
lebih besar terhadap pemerintahan mereka. Kebudayaan politik dari
Jerman ditandai oleh satu derajat sikap yang tidak terpengaruh oleh
sistem dan sikap yang lebih pasif terhadap partisipasinya. Meskipun
demikian, para respondennya merasa mampu untuk mempengaruhi
peristiwa-peristiwa tersebut. Sedangkan di Meksiko merupakan bentuk
campuran antara penerimaan terhadap teori politik dan keterasingan dari
substansinya.
Suatu faktor kunci di dalam konsep kebudayaan politik adalah
legitimasi, sejauh mana suatu sistem politik dapat diterima oleh
masyarakat. Legitimasi itu dapat meluas sampai pada banyak aspek dari
sistem politik atau dapat dibatasi dalam beberapa aspek. Seperti di
Amerika Serikat, kebanyakan orang Amerika menerima lembaga presiden,
kongres, dan MA, tetapi penggunaan hak-hak dari lembaga tersebut selalu
mendapat kritik dari masyarakat.
24
anggota masyarakat yang terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam aktivitas komunikasi politik tersebut.
Dalam suatu sistem politik negara, fungsi sosialisasi menunjukkan
bahwa semua sistem politik cenderung berusaha mengekalkan kultur dan
struktur mereka sepanjang waktu. Hal ini dilakukan terutama melalui
cara pengaruh struktur-struktur primer dan sekunder yang dilalaui oleh
anggota muda masyarakat dalam proses pendewasaan mereka. Menurut
G. A. Almond, kata “terutama” sengaja digunakan karena dalam
sosialisasi politik – seperti halnya belajar dalam pengertian yang umum –
tidak berhenti pada titik pendewasaan itu sendiri, terlepas dari
bagaimanapun batasannya pada masyarakat yang berbeda-beda.
Fokus Kita :
Proses sosialisasi politik sesungguhnya berlanjut terus sepanjang
hidup setiap orang. Sebagai contoh seperti yang dikemukakan
Almond, bahwa suatu perang yang besar, ataupun depresi ekonomi,
pengalaman fascisme di Itali, atau Nazi di Jerman, merupakan
pengalaman belajar yang dahsyat yang tidak dimediakan
Adolescenc
Early Childhood Adulthood
e
(Masa kanak- (Masa
Afective (Masa
kanak) dewasa)
Allegiance remaja)
(Sikap Cognitive and critical
kesetiaan) orientations
(Pemahaman dan tujuan
Cognitive
untuk mengkritisi)
partisanship
(Pemahaman yang
berpihak) Cognitive
Afective partisanship partisanship
(Sikap yang berpihak) (Pemahaman yang
berpihak)
Awareness of policy outputs Awareness of ability to influence
(Kesadaran terhadap policy
kebijakan output) (Kesadaran untuk mempengaruhi
kebijakan) 25
Dalam proses sosialisasi politik kaitannya dengan fungsi komunikasi
politik, berhubungan dengan struktur-struktur yang terlibat dalam
sosialisasi serta gaya sosialisasi itu sendiri. Pada sistem politik
masyarakat modern, institusi seperti kelompok sebaya, komuniti,
sekolah, kelompok kerja, perkumpulan-perkumpulan sukarela, media
komunikasi, partai-partai politik dan institusi pemerintah semuanya dapat
berperan dalam sosialisasi politik. Kemudian perkumpulan-perkumpulan,
relasi-relasi dan partisipasi dalam kehidupan kaum dewasa melanjutkan
proses tersebut untuk seterusnya.
Almond, mengatakan bahwa sosialisasi politik bisa bersifat nyata
(manifes) dan bisa pula tidak nyata (laten).
Sosialisasi Politik Sosialisasi Politik Laten
Manifes
Berlangsung dalam bentuk Dalam bentuk transmisi informasi, nilai-
transmisi informasi, nilai- nilai atau perasaan terhadap peran, input
nilai atau perasaan dan output mengenai sistem sosial yang
terhadap peran, input dan lain seperti keluarga yang mempengaruhi
output sistem politik. sikap terhadap peran, input dan output
sistem politik yang analog (adanya
persamaan).
Dalam suatu bangsa yang majemuk dan besar seperti Indonesia, India,
Cina dan sebagainya, informasi yang diterima oleh aneka unsur
masyarakat akan berlainan karena faktor geografis baik yang di kota
maupun di desa. Pada sebagian besar negara berkembang, pengaruh
media masa (radio, surat kabar dan televisi) di pedesaan sangat terbatas.
Oleh karena itu, pengaruh struktur-struktur sosial tradisional dalam
menterjemahkan informasi yang menjangkau wilayah tersebut amatlah
besar. Heterogenitas informasi ini memperkuat perbedaan orientasi dan
sikap (attitude) diantara kelompok-kelompok yang mengalami sosialisasi
primer yang amat berbeda dari kelompok ataupun teman sebaya.
Berbeda dengan negara yang sudah maju seperti Amerika, Inggris,
Jerman dan sebagainya arus informasi relatif homogen. Para elite politik
pemerintahan mungkin mempunyai sumber-sumber informasi khusus
melalui badan-badan birokrasi tertentu, surat kabar tertentu yang
ditujukan pada kelompok kelas atau politik tertentu. Dengan demikian,
semua kelompok masyarakat mempunyai akses ke suatu arus informasi
dan media massa yang relatif homogen dan otonom sehingga hambatan-
hambatan bahasa atau orientasi kultural sangat minim. Masyarakat dapat
melakukan kontrol terhadap para elite politik dan sebaliknya kaum elite-
pun dapat segera mengetahui tuntutan masyarakat dan konsekuensi dari
segala macam tindakan pemerintah.
26
Penugasan Praktik 3
Kewarganegaraan
Setelah mempelajari materi-materi tentang : Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik,
lakukan Strategi Pembelajaran dengan Penugasan Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) atau Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis.
Langkah-langkah :
Bentuk kelompok dengan anggotanya antara 4 – 5 orang.
Diberikan “wacana” atau kliping sesuai dengan topik pembelejaran.
Setiap kelompok bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok serta
memberi tanggapan terhadap wacana/kliping, dan ditulis pada lembar kertas.
Mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok.
Buatlah kesimpulan bersama.
Penutup.
Fokus Kita :
Kecenderungan masyarakat untuk berpartisipasi yang lebih luas dalam
bidang politik, bermula pada masa renaissance dan reformasi abad ke
15 – 17 , abad ke 18, dan 19. Namun, tata cara masyarakat menuntut
hak mereka untuk berpartisipasi berbeda-beda di setiap negara.
27
a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan
masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan
politik.
b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Masalah siapa yang
berhak berpartisipasi dan pembuatan keputusan politik menjadi
penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik.
c. Pengaruh kaum intelektual dan kemunikasi masa modern. Ide
demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru
sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi
yang cukup matang.
d. Konflik antar kelompok pemimpin politik, jika timbul konflik antar elite,
maka yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas
menentang melawan kaum aristokrat yang menarik kaum buruh dan
membantu memperluas hak pilih rakyat.
e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi,
dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering
merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan
kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.
28
kepentingan-kepentingan
tersebut.
Miriam Partisipasi politik adalah kegiatan • Berupa kegiatan
Budiardj seseorang atau sekelompok individu atau kelompok
o orang untuk ikut serta secara • Bertujuan ikut aktif
aktif dalam kehidupan politik, dalam ke-hidupan
dengan jalan memilih pimpinan politik, memilih pim-
negara, dan secara langsung atau pinan publik atau
tidak langsung mempengaruhi mempenga-ruhi
kebijakan pemerintah (public kebijakan publik.
policy).
Ramlan Partisipasi politik ialah • Keikutsertaan warga
Surbakti keikutsertaan warga negara biasa negara dalam
dalam menentukan segala pembuatan dan
keputusan menyangkut atau pelaksanaan kebijakan
mempengaruhi hidupnya. publik
Partisipasi politik berarti • Dilakukan oleh warga
keikutsertaan warga negara biasa negara biasa
(yang tidak mempunyai
kewenangan) dalam
mempengaruhi proses
pembuatan dan pelaksanaan
keputusan politik.
Michael Partisipasi politik adalah • Berwujud keterlibatan
Rush keterlibatan individu sampai pada individu dalam sistem
dan bermacam-macam tingkatan di politik
Philip dalam sistem politik. • Memiliki tingkatan-
Althoft tingkatan partisipasi
Huntingt Partisipasi politik ... kegiatan • Berupa kegiatan bukan
on dan warga negara preman (private sikap-sikap dan
Nelson citizen) yang bertujuan kepercayaan
mempengaruhi pengambilan • Memiliki tujuan
kebijakan oleh pemerintah. mempengaruh
kebijakan publik
• Dilakukan oleh warga
negara preman (biasa)
Herbert Partisipasi politik adalah • Berupa kegiatan-
McClosk kegiatan-kegiatan sukarela dari kegiatan sukarela
y warga masyarakat melalui mana • Dilakukan oleh warga
mereka mengambil bagian negara
dalam proses pemilihan • Warga negara terlibat
penguasa, dan secara langsung dalam proses-proses
atau tidak langsung, dalam politik
proses pembentukan kebijakan
umum.
Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi politik yang
dikemukakan beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara substansial
29
menyatakan bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan
termanifestasikan dalam kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata
dilakukan, atau tidak menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi
politik dilakukan oleh warga negara preman atau masyarakat biasa,
sehingga seolah-olah menutup kemungkinan bagi tindakan-tindakan
serupa yang dilakukan oleh non-warga negara biasa.
Fokus Kita :
Institusi yang menjadi sasaran atau objek politik dalam partisipasi
politik, yaitu pemerintah sebagai pemegang otoritas. Hal yang paling
prinsipil, berkenan dengan keterlibatan warga negara secara langsung
atau tidak langsung dalam proses politik yang terjadi dalam lembaga-
lembaga pemerintahan (suprastruktur politik). Selain itu partisipasi
politik juga memiliki tujuan-tujuan, yang berkenan dengan kegiatan
30
pertama dapat dinamakan partisipasi otonom, yang terakhir
partisipasi yang dimobilisasikan.
Ramlan Surbakti mengemukakan rambu-rambu konsep partisipasi
politik sebagai berikut :
Pertama : partisipasi politik yang dimaksudkan berupa kegiatan atau
perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati,
bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan orientasi.
Kedua : kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku
pembuat dan pelaksana keputusan politik. Termasuk ke dalam
pengertian ini, seperti kegiatanmengajukan altenatif kebijakan
umum, alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik, dan
kegiatan mendukung ataupun menentang keputusan politik
yang dibuat pemerintah.
Ketiga : kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal
mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi
politik.
Keempat : kegiatan mempengaruhi pemerintah bisa dilakukan
secara langsung ataupun secara tidak langsung.
Kelima : kegiatan mempengaruh pemerintah bisa dilakukan melalui
prosedur yang wajar (konvensional) dan tak berupa kekerasan
(nonviolence) seperti ikut memilih dalam pemilihan umum,
mengajukan petisi, melakukan kontak tatap muka, dan menulis
surat, maupun dengan cara-cara diluar prosedur yang wajar (tak
konvensional) dan berupa kekerasan (violence), seperti
demonstrasi (unjuk-rasa) pembangkangan halus (seperti lebih
memilih kotak kosong dari pada memilih calon yang disodorkan
pemerintah), huru-hara, mogok, pembangkangan sipil, serangan
bersenjata, dan gerakan-gerakan politik seperti kudeta dan
revolusi.
Berdasarkan beberapa batasan ini, tampaknya kita akan lebih jelas
lagi berbicara konsep partisipasi politik. Hal ini perlu dikemukakan karena
dalam praktik terkadang muncul penggunaan konsep ini yang disamakan
dengan konsep perilaku politik, padahal keduanya memiliki pemahaman
yang berbeda.
Penugasan Praktik 4
Kewarganegaraan
Carilah sumber informasi lain baik dari buku, koran, majalah, internet,
buletin dan sebagainya, kemudian lakukan hal-hal berikut :
Carilah sumber informasi lain baik dari buku, koran, majalah, internet, buletin dan
Rumuskan kembali bagaimana seorang warga negara mampu
sebagainya, kemudian lakukan hal-hal berikut :
mengembangkan partisipasi politik dalam kehidupan bermasyarakat !
Rumuskan kembali bagaimana suatu bangsa secara sosiologis maupun politis dapat
Berikan penjelasan hubungan antara budaya politik masyarakat
terbentuk !
dengan sikap partisipasi warga negara yang ditunjukkan !
Berikan penjelasan hubungan antara adanya manusia dengan terbentuknya bangsa di
Berikan
dalam suatupenjelasan kembali
negara tertentu ! tentang konsep partisipasi politik seperti
yang
Berikandikemukakan olehmengapa
penjelasan kembali Prof. Miriam Budiardjo
unsur konstitutif, !
merupakan unsur mutlak dalam
berdirinya
Berikan suatu negara !
sekurang-kurangnya 2 (dua) contoh persamaan dan
Berikan sekurang-kurangnya 2 (dua) contoh persamaan dan berbedaan antara warga negara
berbedaan antara konsep partisipasi Huntington dan Nelson dengan
dengan bukan warga negara berdasarkan hak dan kewajibannya !
Ramlan Surbakti !
Identifikasikan kembali dalam bentuk apa sajakah batas suatu negara dengan negara lain
Identifikasikan
! kembali dalam bentuk apa sajakah seorang warga 31
negara dapat melakukan partisipasi politik di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara !
3. Praktik Partisipasi Politik
Dalam tataran praktis, partisipasi politik bisa muncul dalam beberapa
bentuk. Setiap bentuk-bentuk partisipasi politik akan berisikan gaya,
tuntunan, pelaku dan sampai pada tindakan-tindakan yang dilakukan
warga negara dalam konteks politik. Selain itu juga berkanaan
denganjumlah orang yang terlibat dalam bentuk-bentuk partisipasi
politik, tidak harus selalu dilakukan oleh sekelompok orang, tetapi bisa
juga dilakukan oleh hanya satu orang.
Berdasarkan riset-riset tentang partisipasi politik yang dilakukan di
beberapa negara, Huntington dan Nelson menemukan lima bentuk
kegiatan utama yang dipraktikan dalam partisipasi politik. Bentuk-bentuk
ini masing-masing memiliki tindakan dan pelaku yang berbeda, namun
tetap memliki tujuan yang sama, yaitu berkenaan dengan keikutsertaan
warga negara untuk mempengatuhi proses-proses politik. Bentuk-bentuk
itu diantaranya :
a. Kegiatan Pemilihan, mencakup memberikan suara, sumbangan-
sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari
dukunagn bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan
mempengaruhi hasil proses pemilihan.
b. Lobbying, mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk
menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin
politik, dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka
mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar
orang.
c. Kegiatan Organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota atau
pejabat dalam suatu organisasi, yang tujuannya yang utama dan
eksplisit adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.
d. Mencari Koneksi (contacting), merupakan tindakan perorangan yang
ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah, dan biasanya dengan
32
maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir
orang.
e. Tindakan Kekerasan (violence), ... sebagai upaya untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan
menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta
benda. ... kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik
(kudeta, pembunuhan), mempengaruhi kebijakan-kebijakan
pemerintah (huru-hara, pemberontakan), atau mengubah seluruh
sistem politik (revolusi).
Ditingkat individu, secara lebih spesifik Milbrarth M.L. Goel
mengidentifikasi tujuh bentuk partisipasi politik individual :
N Bentuk
Keterangan
o Partisipasi
1. Aphatetic Tidak beraktifitas yang partisipatif, tidak pernah
Inactuves memilih.
2. Passive Memilih secara reguler/teratur, menghadiri parade
Supporters patriatik, membayar seluruh pajak, “mencintai
negara”.
3. Contact Pejabat penghubung lokal (daerah), propinsi dan
Specialist nasional dalam masalah-masalah tertentu.
4. Communicators Mengikuti informasi-informasi politik, terlibat
dalam diskusi-diskusi, menulis surat pada editor
surat kabar, mengirim pesan-pesan dukungan dan
protes terhadap pemimpin-pemimpin politik.
5. Party and Bekerja untuk partai politik atau kandidat,
campign meyakinkan orang lain tentang bagaimana
workers memilih, menghadiri pertemuan-pertemuan,
menyumbang uang pada partai politik atau
kandidat, bergabung dan mendukung partai
politik, dipilih jadi kandidat partai politik.
6. Community bekerja dengan orang lain berkaitan dengan
activitis masalah-masalah lokal, membentuk kelompok
untuk menangani problem-problem lokal,
keanggotaan aktif dalam organisasi-organisasi
kemasyara-katan, melakukan kontak terhadap
pejabat-pejabat berkenan dengan isu-isu sosial.
7. Protesters Bergabung dengan demonstrasi-demonstrasi
publik di jalanan, melakukan kerusuhan bila perlu,
melakukan protes keras bila pemerintah
melakukan sesuatu yang salah, menghadapi
pertemuan-pertemuan protes, menolak mematuhi
aturan-aturan.
33
berhadapan dengan pembuat dan pelaksana kebijakan, dan partisipan
terlibat untuk mempengaruhi jalannya proses tersebut agar sesuai
kepentingan dan aspirasinya.
Fokus Kita :
Kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi politik
mempunyai bermacam-macam bentuk dan intensitas. Biasanya
diadakan perbedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan
intensitasnya. Menurut pengamatan, jumlah orang yang mengikuti
kegiatan yang tidak intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita
waktu dan yang biasanya tidak berdasarkakn prakarsa sendiri, seperti
memberikan suara dalam pemilu, besar sekali. Sebaliknya, kecil sekali
jumlah orang yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri
34
Gambar Piramida Partisipasi Politik
Pejabat
Partai
sepenuh
Waktu.
Aktivis Pemimpin
partai/kelomp
ok
kepentingan
Petugas kampanye.
Anggota aktif dari
Partisipa partai/kelompok
n kepentingan dalam proyek-
proyek sosial
Menghadiri rapat umum anggota partai/
kelompok kepentingan, membicarakan
masalah politik, mengikuti
perkembangan politik melalui media
massa, memberikan suara dalam
pemilu
Orang-orang yang apolitis
N Tingkatan
Keterangan
o Partisipasi
1. Kategori • Praktik Partisipasi
Pengamat Seperti menghadiri rapat umum, memberikan
suara dalam pemilu, menjadi anggota kelompok
kepentingan, mendiskusikan masalah politik,
perhatian pada perkembangan politik, dan usaha
meyakinkan orang lain, merupakan contoh-contoh
kegiatan yang banyak dilakukan oleh warga
negara, artinya proporsi atau lingkup jumlah orang
yang terlibat di dalamnya tinggi.
• Intensitas Partisipasi
Terutama kalau dikaitkan dengan arti pentingnya
bagi sistem politik, praktik-praktik tersebut tingkat
hubungannya rendah, atau tingkat efektivitasnya
dalam mempengaruhi kebijakan yang dibuat
pemerintah, membutuhkan waktu dan sumber
35
daya yang cukup banyak
2. Kategori • Praktik Partisipasi
Aktivis Jumlahnya terbatas, hanya diperuntukkan bagi
sejumlah kecil orang (terutama elite politik), yang
memiliki kesempatan untuk terlibat dalam proses
politik dengan mekanisme dan kekuatan pengaruh
seperti ini. Kegiatan yang dilakukan, bukan saja
ditempuh dengan cara-cara formal-prosedural
atau mengikuti aturan yang ditetapkan. Hal ini
dikarenakan terdapat juga warga negara yang
berupaya mempengaruhi proses politik, dengan
cara-cara non-formal, tidak mengikuti jalur yang
ditetapkan secara hukum, bahkan sampai pada
tindakan kekerasan. Tindakan yang dilakukan bisa
berupa pembunuhan, tindakan-tindakan terorisme
nasional dan internasional, dan pembajakan
• Intensitas Partisipasi
Mereka yang memiliki intensitas tinggi dalam
partisipasi politik, adalah para pejabat umum,
pejabat partai penuh waktu, dan pimpinan
kelompok kepentingan. Mereka memiliki akses
yang cukup kuat untuk melakukan hubungan
“pribadi” dengan pejabat-pejabat pemerintah,
sehingga upaya-upaya untuk mempengaruhi
pembuatan kebijakan pemerintah menjadi efektif.
Terutama bagi pejabat umum, secara politis
mereka memiliki peluang yang cukup kuat dalam
mempengaruhi kebijakan publik yang dibuat
pemerintah, bahkan secara individual bisa
mempengaruhi secara langsung.
Kalau dilihat secara objektif, praktik-praktik ini
meskipun ilegal namun memiliki intensitas atau
daya pengaruh yang cukup kuat agar bisa
diperhatikan pemerintah dengan serius, sekaligus
sebagai tekanan agar kebijakan-kebijakan
pemerintah (tertentu) menguntungkan kelompok-
kelompok yang menggunakan cara-cara tersebut.
Ruang lingkup partisipasinya rendah, karena
jumlah orang yang terlibat praktik-praktik ini
terbatas.
36
a. Menduduki jabatan politik atau administratif
b. Mencari jabatan politik atau administratif
c. Keanggotaan aktif suatu organisasi politik
d. Keanggotaan pasif suatu organisasi politik
e. Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (quasi-political)
f. Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik (quasi-political)
g. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya
h. Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam bidang
politik
i. Voting (pemberian suara)
37
partai politik, dan terakhir lembaga legislatif tingkat nasional,
hingga ia duduk di sana.
Kedua : hierarki partisipasi politik dari Rush dan Althoff lebih
menekankan pada partisipasi politik konvensial, meskipun
mencantumkan demonstrasi sebagai salah satu. Lebih mencolok
lagi mereka tidak mengakui tindakan-tindakan menyimpang,
yang justru bisa jadi memiliki dampak yang lebih besar terhadap
sistem politik.
Seluruh tingkatan partisipasi politik ini, secara praktis mungkin sekali
memiliki perbedaan dalam setiap sistem politik, antara yang demokratis
dengan non-demokratis, karena akan memiliki implikasi yang besar pada
pembatasan-pembatasan partisipasi politik rakyat, atau perluasan-
perluasan partisipasi politik. Selain itu meskipun suatu sistem politik
sama-sama demokratis atau sama-sama non-demokratis, bentuk-bentuk
partisipasi politik dan tingkatan-tingkatannya sangat mungkin terdapat
perbedaan.
Selain itu, terdapat pula satu catatan yang perlu dikemukakan
terhadap asumsi hubungan “berbanding terbalik” antara intensitas dan
lingkup partisipasi politik, karena tidak selamanya hubungan ini terjadi
mengikuti pola tersebut. Artinya mungkin saja terjadi hubungan
“berbanding lurus” untuk partisipasi politik tertentu. Sebagai contoh
kasus reformasi politik di Indonesia, intensitas partisipasi politik yang
tinggi berupa tekanan terhadap suprastruktur politik (Presiden) untuk
“turun” dari jabatannya, ternyata efektif dilakukan melalui demonstrasi-
demonstrasi massa-mahasiswa dalam lingkup atau ukuran skala besar,
dan terbukti sangat berpengaruh terhadap proses politik, yang teruji
dengan jatuhnya Rezim Soeharto di Indonesia tanggal 21 Mei 1998. Hal
ini bisa dijelaskan karena adanya “isu politik bersama” yang diyakini oleh
partisipan untuk diperjuangkan, dan menyebabkannya untuk terlibat
dalam partisipasi politik dengan intensitas tinggi. Artinya, lingkup
partisipasi politik yang tinggi, bisa dilakukan juga dalam intensitas tinggi.
Penugasan Praktik 5
Kewarganegaraan
Setelah mempelajari materi-materi tentang : Peran Serta Budaya
Politik Partisipan (Pengertian Partisipasi Politik, Konsep
Partisipasi Politik, Praktik Partisipasi Politik dan Tingkatan
Partisipasi Politik, dilanjutkan Penugasan dengan menjawab
pertanyaan atau pernyataan sebagai berikut :
38
..................................................................................................................
..................................................................................................................
..........................................................................................................
A. Pilihan Ganda
Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling benar !
41
c. pengaruh kaum intektual dan c. demokratis pasca industrial
modern d. sistem diktator
d. konflik antar pemimpin e. demokratik industrial
politik 10. Di negara demokratik
e. dinamika masyarakat pada umumnya proses
pluralisme pengambilan keputusan di
9. Pada model-model dominasi oleh orang-orang …
kebudayaan politik, yang di a. opportunity
dalamnya aktivis politik untuk b. pejabat publik
berkompetisi adalah pada c. establishment
model d. infra struktur
a. sistem otoriter e. supra stuktur
b. demokratis pra industrial
B. Uraian
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat
dan jelas !
1. Berikan tanggapan penjelasan yang dimaksud budaya politik dan
mengapa budaya politik antara suatu negara dengan negara lain memiliki
perbedaan !
2. Tuliskan, apa sajakah unsur-unsur budaya politik yang menonjol dalam
sistem politik di Indonesia !
3. Jelaskan, bagaimana pengaruh birokrasi terhadap suatu budaya politik di
Indonesia !
4. Jelaskan 4 (empat) tahapan dalam sosialisai politik yang dilakukan
seorang anak menurut Easton dan Dennis !
5. Jelaskan perbedaan budaya politik partisipan dengan budaya politik
toleransi, berikan contoh dari perbedaan tersebut !
6. Jelaskan dengan memberi alasan bagaimana metode yang kerap
diterapkan dalam sosialisasi politik di negara-negara berkembang pada
umumnya !
7. Jelaskan bagaimanakah penggolongan budaya politik ditinjau dari sikap,
nilai-nilai, informasi, dan orientasi-orientasi warga negara terhadap
kehidupan politik dan pemerintahannya !
8. Menurut Anda bagaimanakah hubungan sistem politik dengan Budaya
Politik di suatu negara, khususnya di Indonesia ?
9. Jelaskan bagaimana pandangan Hyman tentang hubungan antara
sosialisasi politik dengan komunikasi politik !
10. Jelaskan dengan memberi alasan, mengapa jika pernyataan umum
dari salah satu pimpinan partai politik/tokoh masyarakat yang bernada
militan, dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik dalam
suatu masyarakat luas !
42
C. Studi Kasus
Sentimen Primordial
Tagihan Tugas :
1. Setelah disimak dan baca baik-baik, jelaskan kembali apa telah ditulis
sesuai dengan persepsi yang ada dibenak anda !
2. Berikan beberapa penjelasan indikasi tentang munculnya “sentimen
primordial” dalam banyak pemilihan kepala daerah !
3. Jelaskan dengan memberi alasan, mengapa sentimen primordial dapat
berpengaruh kuat terhadap preferensi (pilihan) politik rakyat !
4. Tentukan langkah-langkah nyata dalam upaya mengurangi sentimen
primordial guna membangun sistem politik yang sehat di Indonesia !
5. Berikan usulan konkrit, apa yang harus anda lakukan guna
meningkatkan partisipasi politik warga masyarakat :
a. Sebagai ketua organisasi pemuda !
b. Sebagai ketua suatu partai politik !
c. Sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah !
43
1. Pahami kembali tentang rumusan “Sosialisasi Politik”, dan buatlah
skenario (simulasi atau role play) wujud implementasinya di sekolah
dan masyarakat !
2. Carilah topik-topik dari berbagai sumber (mass media cetak atau
elektronik) sekitar pelaksanaan sosialisasi politik (teknis pelaksanaan),
3. Kemudian lakukan demonstrasi dalam bentuk simulasi atau role
play di dalam kelas !
44