You are on page 1of 45

1

BAB IV
SISTEM HUKUM DAN
PERADILAN INTERNASIONAL

Standar Kompetensi:
5. Menganalisis sistem hukum dan peradilan internasional.

Kompetensi Dasar:
5.1. Mendeskripsikan sistem hukum dan peradilan internasional.
5.2. Menjelaskan penyebab timbulnya sengketa internasional dan cara
penyelesaian oleh Mahkamah Internasional.
5.3. Menghargai putusan Mahkamah Internasional.

A. PENDAHULUAN

---------ada gambar sekelompok masyarakat dunia yang sedang ke suatu


tempat/kasus -------------

Keberadaan hukum internasional dalam tata pergaulan internasional,


sesungguhnya merupakan konsekuensi dari adanya hubungan
internasional yang telah dipraktikan oleh negara-negara selama ini.
Hubungan internasional yang merupakan hubungan antar negara, pada
dasarnya adalah ”hubungan hukum”. Ini berarti dalam hubungan
internasional telah melahirkan hak dan kewajiban antar subyek hukum
(negara) yang saling berhubungan baik dalam bentuk hubungan bilateral,
regional maupun multilateral.
Hukum internasional mutlak diperlukan dalam rangka menjamin
kelancaran tata pergaulan internasional. Hukum internasional menjadi
pedoman dalam menciptakan suasana kerukunan dan kerjasama yang
saling menguntungkan. Hukum internasional bertujuan untuk mengatur
masalah-masalah bersama yang penting dalam hubungan antara subjek-
subjek hukum internasional.
Perkembangan dunia global yang sudah melintasi batas-batas wilayah
teritorial negara lain, sangat membutuhkan aturan yang jelas dan tegas.
Aturan tersebut, bertujuan agar tercipta suasana kerukunan dan kerja
sama yang saling menguntungkan. Kerja sama dalam hubungan antar
bangsa, memerlukan aturan hukum yang bersifat internasional. Sumber
hukum internatsional berupa perjanjian internasional, kebiasaan
internasional dan sebagainya, mempunyai peranan penting dalam
mengatur masalah-masalah bersama antara subyek-subyek hukum
internasional.
Istilah lain untuk hukum internasional adalah “hukum bangsa-
bangsa”. Munculnya sengketa-sengketa internasional yang banyak
2

terjadi, lebih sering disebabkan oleh ulah segelintir negara (terutama


yang memiliki kekuatan tertentu) yang mengabaikan aturan-aturan
internasional yang telah disepakati bersama. Oleh sebab itu, dihormati
atau tidaknya hukum internasional sangat tergantung dari komitmen
setiap negara dalam memandang dan menghargai bangsa atau negara-
negara lain. Dan tidak kalah pentingnya adalah bagaimana peranan
Perserikatan Bangsa Bangsa melalui Dewan Keamanan yang sesuai
tugasnya adalah memelihara perdamaian dan keamanan internasional di
atas kepentingan negara-negara tertentu. Karena sampai dengan
sekarang masalah-masalah sengketa internasional masih sulit untuk
diselesaikan melalui Pengadilan Internasional, manakala sudah
melibatkan negara-negara adikuasa.
B. SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL

1. Sistem Hukum Internasional


Dalam berbagai kesempatan kita sering mendengar kata “sistem”.
Ketika berbicara hukum, maka orang akan bertanya pentingnya sistem
hukum, demikian juga ketika orang berbicara tentang hukum
internasional, orang akan bertanya bagaimana sistem hukum
internasionalnya dan sebagainya. Kata “sistem” dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia mengandung arti susunan kesatuan-kesatuan
yang masing-masing tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi berfungsi
membentuk kesatuan secara keseluruhan. Pengertian sistem dalam
penerapannya, tidak seluruhnya berasal dari suatu disiplin ilmu yang
mandiri, karena dapat pula hanya berasal dari pengetahuan, seni
maupun kebiasaan : seperti sistem mata pencaharian, sistem tarian,
sistem perkawinan, sistem pemerintahan, sistem hukum dan
sebagainya.
Bertolak dari pengertian sistem yang telah dikemukakan di atas,
maka sistem hukum internasional dimaksudkan adalah satu
kesatuan hukum yang berlaku untuk komunitas internasional (semua
negara-negara di dunia) yang harus dipatuhi dan diataati oleh setiap
negara. Sistem hukum internasional juga merupakan aturan-aturan
yang telah diciptakan bersama oleh negara-negara anggota yang
melintasi batas-batas negara. Kepatuhan terhadap sistem hukum
internasional tersebut, adakalanya karena negara tersebut terlibat
langsung dalam proses pembuatan dan tidak sedikit juga yang tinggal
meratifikasinya.

2. Pengertian Hukum Internasional


Hugo de Groot (Grotius) dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis
(Perihal Perang dan Damai) mengemukakan, bahwa hukum dan
hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan
persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi
kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya.
Sedangkan Sam Suhaedi berpendapat bahwa hukum internasional
merupakan himpunan aturan-aturan, norma-norma dan asas yang
mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat Internasional.
3

Dalam pengertian umum, Hukum internasional adalah bagian


hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada
awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan
hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan
internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas
sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku
organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan
multinasional dan individu.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Perserikatan_Bangsa-Bangsa)
Beberapa sarjana lain menyatakan pendapatnya tentang hukum
internasional adalah sebagai berikut :
a. J.G. Starke
Hukum internasional, adalah sekumpulan hukum (body of law)
yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya
ditaati dalam hubungan antar negara.
b. Wirjono Prodjodikoro
Hukum internasional, adalah hukum yang mengatur perhubungan
hukum antara berbagai bangsa di berbagai negara.
c. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum internasional, adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-
asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi
batas-batas negara antara :
 negara dan negara
 negara dan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum
bukan negara satu sama lain.
3. Asal Mula Hukum Internasional
Bangsa Romawi sudah mengenal hukum internasional sejak tahun
89 SM. Hukum tersebut lebih dikenal dengan Ius Civile (hukum sipil)
dan Ius Gentium (hukum antar bangsa). Ius Civile merupakan hukum
nasional yang berlaku bagi warga Romawi di manapun mereka
berada. Ius Gentium yang kemudian berkembang menjadi Ius Inter
Gentium ialah hukum yang merupakan bagian dari hukum Romawi
dan diterapkan bagi kaula negara (orang asing) yang bukan orang
Romawi, yaitu orang-orang jajahan atau orang-orang asing.
Hukum ini kemudian berkembang menjadi Volkernrecht (bahasa
Jerman), Droit des Gens (bahasa Prancis) dan Law of Nations atau
International Law (Bahasa Inggis). Pengertian Volkernrecht dan Ius
Gentium sebenarnya tidak sama karena dalam hukum Romawi, istilah
Ius Gentum mempunyai pengertian berikut ini.
a. Hukum yang mengatur hubungan antara dua orang warga kota
Roma dan orang asing (orang yang bukan warga kota Roma).
b. Hukum yang diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur
masyarakat segala bangsa, yaitu hukum alam (natuurecht).
Menjadi dasar perkembangan hukum internasional di Eropa pada
abad ke-15 sampai abad ke-19.
Dalam perkembangan berikutnya, pemahaman tentang hukum
internasional dapat dibedakan dalam 2 (dua) hal, yaitu:
4

a. Hukum perdata Internasional, yaitu hukum internasional yang


mengatur hubungan hukum antar warga negara suatu negara dan
warga negara dari negara lain (antar bangsa).
b. Hukum Publik Internasional, yaitu hukum internasional yang
mengatur negara yang satu dan negara yang lain dalam hubungan
internasional (hukum antar negara).
Tentang persamaan dan perbedaan antara hukum perdata
internasional dan hukum publik internasional, dapat dilihat berikut ini.

Hukum
Persamaan Perdata Perbedaan
Kedua- Dalam hukum
duanya Internasi perdata
mengatur onal dan internasional,
hubungan- Hukum persoalan
hubungan Publik berkaitan dengan
antar Internasi hukum perdata,
persoalan- onal sedangkan dalam
persoalan hukum publik
yang intgernasional
melintasi KONVENSI persoalan
batas-batas WINA 1969 berkaitan dengan
negara. hukum publik.
Masih terdapat hukum kebiasaan
Bahwa ruang lingkup internasional (hukum tidak tertulis) yang
HUKUM TERTULIS HUKUM TIDAK TERTULIS
hukum internasional ruang lingkupnya hanya untuk perjanjian
hanya berlaku untuk antar negara.
4. Hukum
perjanjian-perjanjian antar
Internasional Dalam Arti
Perjanjian-perjanjian antar negara dengan
Modern
negara. subjek hukum lain, ada pengaturan tersendiri
Terwujudnya Hukum
Menghasilkan seperti
suatu Internasional perjanjian
yang kita antar
kenal negara dan
sekarang
merupakan hasil kerja
perjanjian tertulis organisasi-organisasi internasional.
yang keras para pakar hukum dunia yang
dikenal dengan nama
mengadakan konferensi di Wina Dalamtahun 1969 atas
perjanjian tidak prakarsa PBB. Hasil
tertulis (International
Vienna Convention
konferensi tersebuton the
menyepakati sebuahNot
Agreement naskah hukum
in Written internasional,
Form), contohnya
Law of Treaties. adalah Prancis
baik yang menyangkut lapangan Hukum Perdata Internasional (1973) mengadakan
maupun
PerjanjianHukum percobaan nuklir di Atol Aruboa (percobaan
Publik Internasional.
Internasional
Secara garis
tertulis tundukbesar, Hukum
pada bom nuklir pertama
Internasional di Lautan
dapat Pasifik),
dibagi dua, banyak
yaitu
Hukum
ketentuan InternasionalhukumTertulis dan Hukum Internasional bahkan,
menuai protes dari negara lain Tidak
kebiasaanyang internasional masalahnya diajukan kepada Mahkamah
Tertulis, terwujud dalam bentuk Perjanjian Internasional.
dan yurisprudensi atau Internasional di Den Haag. Mahkamah
prinsip-prinsip hukum Internasional mengeluarkan keputusan agar
umum. Contoh: Pada Prancis membatalkan percobaannya. Akan
tahun 1990, Pemerintah tetapi, Prancis tetap melakukannya. Setelah
RI dan Australia telah Prancis menyadari kesalahannya, Presiden
menandatangani suatu Prancis George Pompidow mengeluarkan
traktat tertulis tentang pernyataan bahwa peledakan ini untuk yang
batas landas kontinen dan pertama dan terakhir kalinya.
eksplorasi di Celah Timor Dengan pernyataan tersebut, Prancis tidak
yang dikenal dengan lagi melakukan percobaan sejenis dan bila
“Perjanjian Celah Timor”. ingkar janji, negara lain dapat menuduh,
memprotes dan mengadakan tuntutan.
Catatan :
Bahwa yang termasuk ke dalam perjanjian tidak tertulis adalah
perjanjian-perjanjian yang dilakukan secara lisan disertati
catatan-catatan tertulis atau nota resmi, nota pribadi dari
pejabat Negara yang bersangkutan.
5

Bonus Info Kewarganegaraan


Perjanjian tidak tertulis tidak sama dengan perjanjian
internasional lisan. Perjanjian internasional lisan hanya merupakan
salah satu bagian dari perjanjian internasional tak tertulis. Dalam
hubungan antar negara satu dengan lainnya, negara-negara akan
bertindak sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan internasional dan
sopan santun internasional. Hubungan itu dapat menimbulkan suatu
kebiasaan internasional yang lama kelamaan menjadi hukum
kebiasaan internasional.
Negara-negara yang mengadakan hubungan internasional diwakili
oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh serta bertindak untuk dan atas
nama wewenang umum atau wewenang yang diwakili oleh presiden,
menteri luar negeri, perdana menteri, atau wewenang khusus yang
diwakili oleh Menteri-menteri yang bertindak sesuai dengan
departemennya. Sebagai wakil yang sah, apa yang dilakukan dan
diucapkan oleh mereka dalam forum resmi dapat dijadikan ukuran
untuk melihat dan mengetahui pandangan setiap negara tersebut
sehingga merupakan janji. Jika negara itu ingkar janji, maka negara
yang merasa dirugikan dapat mengklaimnya.
Walaupun perjanjian internasional tidak tertulis, namun
6

akibat hukum yang timbul tidak jauh berbeda dengan


perjanjian internasional tertulis. Perjanjian internasional tak
tertulis berperan sebagai pendamping perjanjian internasional dalam
menampung dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pergaulan
internasional. Setiap pejabat tinggi suatu negara harus hati-hati
dalam bertindak mewakili negaranya karena pernyataan dan
perilakunya akan selalu dijadikan pegangan bagi negara lain.
Seandainya terjadi pergantian pemerintah baik secara konstitusional
maupun inkonstitusional, pemerintah yang baru harus tetap terikat
pada pernyataan (statement) dari wakil-wakil atau pejabat
pemerintah lama.

5. Asas-Asas Hukum Internasional


Dalam menjalin hubungan antar bangsa, setiap negara harus
memperhatikan asas-asas hukum internasional, yaitu:
 Asas Teritorial
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya.
Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang
dan semua barang yang ada di wilayahnya. Jadi terhadap semua
barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut, berlaku
hukum asing (internasional) sepenuhnya.
 Asas Kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga
negaranya. Menurut asas ini, setiap negara di manapun dia berada,
tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini
mempunyai kekuatan exteritorial. Artinya hukum di negara
tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun
berada di negara asing.
 Asas Kepentingan Umum
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan
mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini,
negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan
peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi,
hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
Apabila ketiga asas ini tidak diperhatikan, akan timbul kekacauan
hukum dalam hubungan antar bangsa. Oleh sebab itu, antara satu
negara dan negara lain perlu ada hubungan yang teratur dan tertib
dalam bentuk hukum internasional.

Bonus Info Kewarganegaraan


Dalam rangka pelaksanaan hukum internasional sebagai bagian
dari hubungan internasional, dikenal beberapa asas lain sebagai
berikut :
1. PACTA SUNT SERVANDA
Setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak-pihak
7

yang mengadakan.
2. EGALITY RIGHTS
Pihak yang saling mengadakan hubungan itu berkedudukan sama.
3. RECIPROSITAS
Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas
setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif maupun positif.
4. COURTESY
Asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan negara.
5. RIGHT SIG STANTIBUS
Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang
mendasar/fundamental dalam keadaan yang bertalian dengan
perjanjian itu.

6. Sumber Hukum Internasional


Sumber-sumber hukum internasional, adalah sumber-sumber
yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan
masalah-masalah hubungan internasional. Sumber hukum
internasional, menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam buku
”Hukum Internasional Humaniter”, dapat dibedakan antara sumber
hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal.

SUMBER
HUKUM INTERNASIONAL

DALAM ARTI FORMAL :


DALAM ARTI MATERIAL : Adalah sumber dari mana
Adalah sumber hukum yang kita mendapatkan atau
membahas dasar menemukan ketentuan-
berlakunya hukum suatu ketentuan hukum
negara. internasional.
Dalam arti material bahwa, hukum internasional tidak dapat
dipaksakan seperti hukum nasional, karena masyarakat internasional
bukanlah suatu negara dunia yang memiliki badan kekuasaan atau
pemerintahan tertentu seperti halnya sebuah negara. Masyarakat
internasional adalah masyarakat negara-negara atau bangsa-bangsa
yang anggotanya didasarkan atas kesukarelaan dan kesadaran,
sedangkan kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi tetap berada di
negara masing-masing.
Meskipun demikian, dalam kenyataannya kaidah-kaidah hukum
internasional juga ditaati oleh sebagian besar negara-negara anggota
masyarakat bangsa-bangsa yang berarti juga mengikat. Mengenai hal
ini, ada dua aliran yang memiliki pendapat yang berbeda. Kedua aliran
itu adalah sebagai berikut :
a. Aliran Naturalis
Aliran ini bersandar pada hak asasi atau hak-hak alamiah. Aliran ini
berpendapat bahwa kekuatan mengikat dari hukum internasional
didasarkan pada hukum alam yang berasal dari Tuhan. Menurut
8

teori ini dasar mengikatnya hukum internasional, karena hukum


internasional adalah hukum alam, sehingga kedudukannya
dianggap lebih tinggi daripada hukum nasional. Pencetus teori ini
adalah Grotius (Hugo de Groot) yang kemudian diikuti dan
disempurnakan oleh Emmerich Vattel, ahli hukum dan diplomat
Swiss.
b. Aliran Positivisme
Aliran ini mendasarkan berlakunya hukum internasional pada
persetujuan bersama dari negara-negara ditambah dengan asas
pacta sunt servanda yang dianut oleh madzhab Wina dengan
pellopornya Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen pacta sunt
servanda merupakan kaidah dasar pasal 26 Konvensi Wina
tentang Hukum Perjanjian (Viena Convention of The Law of
Treaties) tahun 1969.
Dalam arti formal, merupakan sumber hukum yang digunakan
oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah
hubungan internasional. Menurut Brierly, sumber hukum
internasional dalam arti formal merupakan sumber hukum paling
utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dapat
dipergunakan oleh Mahkamah Internasional di dalam memutuskan
suatu sengketa internasional adalah Pasal 38 Piagam Mahkamah
Internasional Permanen tertanggal 16 Desember 1920.

Fokus Kita :
Sumber-sumber hukum internasional adalah diperuntukan bagi
masyarakat internasional. Masyarakat Internasional adalah suatu
masyarakat negara-negara atau bangsa-bangsa yang anggotanya
didasarkan atas kesukarelaan dan kesadaran, sedangkan

Sumber-sumber hukum internasional sesuai dengan yang


tercantum di dalam Piagam Mahkamah Internasional Pasal 38, adalah
sebagai berikut :
a. Perjanjian Internasional (Traktat = Treaty),
b. Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek
umum dan diterima sebagai hukum,
c. Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab,
d. Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum
internasional dari berbagai negara sebagai alat tambahan untuk
menentukan hukum, dan
e. Pendapat-pendapat para ahli hukum yang terkemuka.

5. Subjek Hukum Internasional


Subjek hukum internasional adalah orang, negara,
badan/organisasi-organisasi tertentu yang dapat melakukan tindakan-
tindakan untuk dan atas nama sendiri atau pihak lain yang dapat
menimbulkan hak dan kewajiban dalam bidang internasional. Pihak-
pihak yang dapat disebut sebagai subjek hukum internasional adalah
9

Negara, Tahta Suci, Palang Merah Internasional, Organisasi


Internasional, Orang Perorangan (Individu), Pemberontak dan pihak
dalam sengketa.

N Subjek Uraian Keterangan


o
1. Negara Merupakan subjek hukum Dalam istilah lain,
internasional dalam arti yang hu-kum
klasik, artinya bahwa negara internasional
semenjak lahirnya hukum adalah hukum
internasional negara sudah antar negara.
diakui sebagai subjek hukum
internasional.

2. Tahta Tahta Suci (Vatikan) Tahta Suci


Suci merupakan suatu contoh dari mewakili
subjek hukum internasional perwakilan
selain negara. Hal ini diplomatik di
merupakan peninggalan banyak ibukota
sejarah sejak zaman dahulu negara.
ketika paus bukan hanya
merupakan kepala gereja
Roma tetapi memiliki pula
kekuasaan duniawi.

3. Palang Palang Merah Internasional Saat ini Palang


Merah berkedu-dukan di Jenewa dan Merah
Internasio merupakan salah satu subjek Internasional
nal hukum internasional. Hal ini dikenal dengan
diperkuat dengan adanya organisasi inter-
perjanjian, kemudian oleh nasional.
beberapa konvensi Palang
Merah (Konvensi Jenewa)
tentang perlindungan korban
perang.

4. Organisas Merupakan subjek hukum yang Organisasi


i mempu-nyai hak-hak dan internasional
Internasio kewajiban yang dite-tapkan seperti PBB,
nal dalam konvensi-konvensi inter- ILO,WHO dan FAO
nasional yang merupakan memiliki hak dan
anggaran dasarnya atau kewajiban seperti
merupakan subjek hukum telah ditetapkan
internasional menurut hukum dalam konvensi-
interna-sional, khususnya yang konvesi inter-
bersumber pada konvensi- nasional sebagai
konvensi internasional tadi. angga-ran
dasarnya.

5. Orang Dalam arti yang terbatas orang Dalam


10

Perseoran perseorangan dapat dianggap perkembangan


gan sebagai subjek hukum lebih lanjut, selain
internasional. Perjanjian individu para
Perdamaian Versailles perwakilan suatu
tahun 1919 yang mengakhiri negara dapat juga
Perang Dunia I antara Jerman para turis, para
dengan Ingris dan Prancis, pelajar, para
dengan masing-masing musisi yang
sekutunya, telah menetapkan sedang muhibah
pasal-pasal yang memung- ke negara lain,
kinkan orang perorangan para wakil
mengajukan perkara ke olahraga, dan
hadapan Mahkamah Arbitrasi sebagainya.
Internasional. Misalnya ada
penuntutan terhadap bekas
para pemimpin perang Jerman
dan Jepang, yang dituntut
untuk orang perseorangan
(individu) dalam perbuatan
yang dikualifikasikan sebagai :
kejahatan terhadap
perdamaian, kejaha-tan
terhadap manusia, penjahat
perang oleh Mahkamah
Internasional.

6. Pemberon Menurut hukum perang; Para pemberontak


tak dan pemberontak dapat di-anggap sebagai
Pihak memperoleh kedudukan dan salah satu subjek
dalam hak sebagai pihak yang hukum inter-
Sengketa bersengketa dalam beberapa nasional yang
hal tertentu. memiliki beberapa
alasan, misal-nya
merekapun
memiliki hak yang
sama untuk:
 Menentukan
nasibnya sendiri
;
 Hak secara
bebas memilih
sistem eko-
nomi, politik,
sosial sendiri;
dan
 Hak menguasai
sum-ber
kekayaan alam
11

di wilayah dari
wilayah yang
didudukinya.
Penugasan Praktik 1
Kewarganegaraan
Setelah mempelajari materi-materi tentang : Pengertian, Asal Mula,
Asas-asas dan Subyek Hubungan Internasional, serta hubungan
antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional, dilanjutkan
Penugasan dengan menjawab pertanyaan atau pernyataan sebagai
berikut :

1. Berikan ulasan kembali tentang pengertian “hukum


internasional” sesuai pendapat anda dan tokoh-tokoh terkenal !
Pendapat anda tentang hubungan
internasional ? ...........................................................................
................................................................................................................
...................................................
................................................................................................................
...................................................
N
Tokoh Uraian Singkat
o
..................................................................................
Sam ......................................
1.
Suhaedi ..................................................................................
......................................
Wirjono ..................................................................................
Prodjodik ......................................
2.
oro ..................................................................................
......................................

2. Menurut J.G. Starke Hukum internasional, adalah sekumpulan


hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan
karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antar negara. Berikan
penjelasan singkatnya !
a. Terdiri dari asas-
asas: .................................................................................................
...............
..........................................................................................................
..................................................
b. Hubungan antar
negara: .............................................................................................
..............
...........................................................................................................
.................................................

3. Perjanjian Internasional tertulis, tunduk pada ketentuan hukum


kebiasaan internasional dan yurisprudensi atau prinsip-prinsip
hukum umum. Beri penjelasan singkat !
12

Hukum Kebiasaan Yurisprudensi


Internasional
..................................................... .....................................................
......................... .........................
..................................................... .....................................................
......................... .........................
..................................................... .....................................................
......................... .........................

4. Berikan tanggapan penjelasan, mengapa dalam hukum internasional


pemberontak dan pihak dalam sengketa dapat menjadi salah satu
subjek hukum internasional !
................................................................................................................
...................................................
................................................................................................................
...................................................
................................................................................................................
...................................................

5. Tuliskan perbedaan dan persamaan mendasar antara hukum


perdata internasional dan hukum publik internasional di bawah
ini !
Persamaan Perbedaan
..................................................... .....................................................
........................ .........................
..................................................... .....................................................
........................ .........................
..................................................... .....................................................
........................ .........................
6. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum
Nasional
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, praktik-praktik
penyelenggaraan negara pada suatu negara antara hukum
internasional dengan hukum nasional tidak dapat dipisahkan. Hal ini,
karena hukum nasional menjadi dasar pembentukkan hukum
internasional. Adanya hubungan antara hukum internasional dengan
hukum nasional ternyata menarik para ahli hukum untuk menganalisis
lebih jauh. Terdapat 2 (dua) aliran yang mencoba memberikan
gambaran bagaimana keterkaitan antara hukum internasional dengan
hukum nasional, yaitu sebagai berikut :

 Aliran Monoisme
Dengan tokohnya Hanz Kelsen dan Georges Scelle. Menurut
aliran ini semua hukum merupakan satu sistem kesatuan hukum yang
mengikat individu-individu dalam suatu negara ataupun terhadap
negara-negara dalam masyarakat internasional. Menurut aliran
13

monoisme antara hukum internasional dan hukum nasional


merupakan satu kesatuan. Hal ini disebabkan:
a. Walaupun kedua sistem hukum itu mempunyai istilah yang
berbeda, tetapi subjek hukumnya tetap sama, yaitu individu-
individu yang terdapat dalam suatu negara.
b. Sama-sama mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Hukum
tidak mungkin untuk dibantah. Hukum internasional dan hukum
nasional merupakan bagian dari satu kesatuan ilmu hukum dan
karena itu kedua perangkat hukum tersebut sama-sama
mempunyai kekuatan mengikat apakah terhadap individu-individu
maupun negara.

 Aliran Dualisme
Dengan tokohnya Triepel dan Anzilotti, Aliran ini beranggapan
bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua
sistem terpisah yang berbeda satu sama lain. Menurut aliran dualisme
perbedaan kedua hukum tersebut disebabkan pada :
a. Perbedaan Sumber Hukum
Hukum nasional bersumber pada hukum kebiasaan dan hukum
tertulis suatu negara, sedangkan hukum internasional berdasarkan
pada hukum kebiasaan dan hukum yang dilahirkan atas kehendak
bersama negara-negara dalam masyarakat internasional.
b. Perbedaan Mengenai Subjek
Subjek hukum nasional adalah individu-individu yang terdapat
dalam suatu negara, sedangkan subjek hukum hukum internasional
adalah negara-negara anggota masyarakat internasional
c. Perbedaan Mengenai Kekuatan Hukum
Hukum nasional mempunyai kekuatan mengikat yang penuh dan
sempurna jika dibandingkan dengan hukum internasional yang
lebih banyak bersifat mengatur hubungan negara-negara secara
horizontal.

7. Proses Ratifikasi Hukum Internasional menjadi


Hukum Nasional
a. Proses Ratifikasi Hukum Internasional menurut UU No.
24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Dalam UU No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional,
bahwa dalam pembuatan perjanjian internasional harus didasarkan
pada prinsip-prinsip persamaan, saling menguntungkan dan
memperhatikan hukum nasional atau hukum internasional
yang berlaku. Lebih lanjut pada pasal 5, disebutkan bahwa
pembuatan perjanjian harus didahului dengan konsultasi dan
koordinasi dengan menteri luar negeri dan posisi pemerintah harus
Fokus dalam
dituangkan Kitasuatu
: pedoman delegasi.
Pembuatan pedoman delegasi ini dianggap perlu agar terciptanya
keseragaman posisi delegasi Republik Indonesia dan koordinasi
antar departemen/lembaga pemerintah dalam membuat perjanjian
internasional. Perundingan suatu perjanjian internasional dilakukan
oleh delegasi RI yang dipimpin oleh menteri atau pejabat lain sesuai
dengan materi perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing.
14

Terdapat tahap-tahap dalam pembuatan perjanjian, yaitu sebagai


berikut :

Nega
ra
Nega
Penjajaka B,C,
ra
n D
A
dst.
Perunding Penandatang
an anan

Perumusan Penerima
naskah an

Penandatanganan suatu perjanjian internasional


dapat merupakan persetujuan atas naskah yang
dihasilkan dan merupakan pernyataan untuk
mengikatkan diri secara definitif.

Pembuatan perjanjian dapat dilakukan dengan surat kuasa penuh.


Surat kuasa diperlukan bagi seseorang yang mewakili pemerintah
untuk menerima atau menandatangani suatu naskah, sedangkan
presiden dan menteri tidak memerlukan dokumen tersebut. Surat
kuasa dikeluarkan oleh menteri luar negeri sesuai dengan praktik
internasional yang telah dikukuhkan dalam konvensi Wina tahun 1969.
Di samping itu, ada pula dokumen lain, yaitu surat kepercayaan yang
dikeluarkan menteri luar negeri untuk menghadiri, merundingkan,
atau menerima hasil akhir suatu pertemuan internasional.
Surat kuasa tidak diperlukan jika penandatanganan suatu
perjanjian internasional hanya bersifat kerjasama teknis sebagai
pelaksanaan perjanjian yang sudah berlaku. Selain itu, undang-undang
tentang perjanjian internasional pun berisi ketentuan mengenai
persyaratan atau pernyataan terhadap suatu perjanjian internasional
yang dapat dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian,
kemudian ditugaskan pada waktu dilakukannya pengesahan.
Persyaratan dan pengesahan dapat ditarik kembali setiap saat melalui
pernyataan tertulis.
Pengesahan perjanjian internasional merupakan tahap yang sangat
penting dalam proses pembuatan perjanjian internasional karena pada
15

tahap tersebut suatu negara menyatakan diri untuk terikat secara


definitif. Tentang pengesahan perjanjian internasional, dapat
dibedakan antara pengesahan dengan undang-undang dan
pengesahan dengan keputusan presiden. Untuk lebih jelasnya
perhatikan bagan berikut ini.

PENGESAHAN
PERJANJIAN
INTERNASION
AL

DENGAN UNDANG- DENGAN KEPUTUSAN


UNDANG PRESIDEN
teknis lainnya
Apabila berkenaan dengan
perjanjian yang bersifat
hal-hal berikut :
modal, serta perjanjian-
Masalah politik, perdamaian,
perlin-dungan penanaman
pertahanan, dan keamanan
berganda, dan kerjasama
negara;
penghindaran pajak
Perubahan wilayah atau
pelayaran niaga, kerjasama
penetapan batas wilayah;
perdagangan, kebu-dayaan,
Kedaulatan negara;
ekonomi dan teknik,
Hak asasi manusia dan
pengetahuan dan teknologi,
lingkungan hidup;
ma di bidang ilmu
Pembentukkan kaidah hukum
yang menyangkut kerjasa-
baru;
adalah perjanjian induk
Pinjaman atau hibah luar
nasional, di antaranya
negeri.
perundang-undangan
mempengaruhi peraturan
Pengesahan perjanjian
singkat tanpa
internasional melalui undang-
penerapan dalam waktu
undang dilakukan
prosedural dan memerlukan
berdasarkan materi perjanjian
materi yang bersifat
dan bukan berdasarkan
pada umumnya memiliki
bentuk atau nama
melalui keputu-san presiden
(nomenclature) perjanjian.
yang pengesahannya
Catatan : Jenis-jenis perjanjian
Klasifikasi menurut materi perjanjian dimaksudkan agar tercipta
kepastian hukum dan keseragaman bentuk pengesahan perjanjian
internasional dengan undang-undang. Sebaliknya, pengesahan
perjanjian-perjanjian internasional yang tidak termasuk dalam
kategori perjanjian internasional, dilakukan dengan keputusan
presiden (pasal 11) dan salinannya disampaikan kepada DPR untuk
dievaluasi.

Selanjutnya, setiap undang-undang atau keputusan presiden


tentang pengesahan perjanjian internasional ditempatkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia. Pemberlakuan perjanjian
16

internasional yang tidak disahkan dengan undang-undang atau


keputusan presiden, langsung berlaku setelah penandatanganan atau
pertukaran dokumen perjanjian atau nota diplomatik ataupun melalui
cara-cara lain sebagaimana disepakati oleh para pihak terkait.
Adapun yang termasuk kategori perjanjian yang langsung berlaku
ini antara lain adalah perjanjian yang secara teknis mengatur
kerjasama di bidang pendidikan, sosial budaya, pariwisata,
penerangan, kesehatan dan keluarga berencana, lingkungan hidup,
pertanian, kehutanan, serta kerjasama persaudaraan antara provinsi
dan kota. Selanjutnya juga terdapat kemungkinan bagi Indonesia
untuk melakukan perubahan atas ketentuan suatu perjanjian
Internasional berdasarkan kesepakatan para pihak terkait melalui tata
cara yang ditetapkan dalam perjanjian dan disahkan dengan peraturan
perundang-undangan yang setingkat.
Penyimpanan perjanjian internasional merujuk pada tanggung
jawab menteri luar negri untuk menyimpan dan memelihara naskah
asli perjanjian internasional, serta menyampaikan salinan naskah
resmi dari setiap perjanjian internasional kepada lembaga negara,
lembaga pemerintah, dan kepada sekretariat organisasi nasional.
Suatu perjanjian internasional dapat berakhir apabila:
a. Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan
dalam perjanjian;
b. Tujuan perjanjian tersebut telah dicapai;
c. Terdapat perubahan dasar yang mempengaruhi pelaksanaan
perjanjian;
d. Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan
dalam perjanjian;
e. Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
f. Munculnya norma-norma baru dalam dalam hukum internasional;
g. Hilangnya objek perjanjian
h. Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional.
Selanjutnya, pasal 19 menegaskan pula bahwa perjanjian
internasional yang berakhir sebelum waktunya berdasarkan
kesepakatan para pihak terkait, tidak mempengaruhi penyelesaian
setiap pengaturan yang menjadi bagian perjanjian dan belum
dilaksanakan secara penuh pada saat berakhirnya perjanjian tersebut.

b. Proses Ratifikasi Perjanjian Internasional Menurut Pasal


11 UUD 1945.

 Pengertian Ratifikasi
Dalam Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum (perjanjian)
internasional, disebutkan bahwa dalam pembuatan hukum (perjanjian)
baik bilateral maupun multilateral dapat dilakukan melalui tahap-
17

tahap : Perundingan (Negotiation), Penandatanganan (Signature), dan


Pengesahan (Ratification).

Fokus Kita :
Dalam Ensiklopedi Indonesia, Ratifikasi (Latin : ratificare =
mensahkan), yaitu pengesahan suatu dokumen negara oleh
parlemen, khususnya pengesahan undang-undang perjanjian antar
negara, dan persetujuan hukum internasional.

Ratifikasi merupakan suatu cara yang sudah melembaga dalam


kegiatan hukum (perjanjian) internasional. Hal ini menumbuhkan
keyakinan pada lembaga-lembaga perwakilan rakyat bahwa wakil
yang menandatangani suatu perjanjian tidak melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan kepentingan umum. Ratifikasi dapat dibedakan
sebagai berikut :
a. Ratifikasi oleh badan eksekutif. Sistem ini biasa dilakukan
oleh raja-raja absolut dan pemerintah otoriter.
b. Ratifikasi oleh badan legislatif. Sistem ini jarang
digunakan.
c. Ratifikasi campuran (DPR dan Pemerintah). Sistem ini
paling banyak digunakan karena peranan legislatif dan eksekutif
sama-sama menentukan dalam proses ratifikasi suatu perjanjian.
 Proses Ratifikasi
Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan syarat
apabila telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya.
Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih
harus dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan. Persetujuan
untuk meratifikasi (mengikatkan diri) tersebut, dapat diberikan dengan
berbagai cara, tergantung pada persetujuan mereka. Misalnya,
dengan penandatanganan, ratifikasi, pernyataan turut serta
(accession), ataupun pernyataan menerima (acceptance) dan dapat
juga dengan cara pertukaran naskah yang sudah ditandatangani.
Berikut ini ada beberapa contoh proses ratifikasi dari hukum
(perjanjian) internasional menjadi hukum nasional.
a. Persetujuan Indonesia – Belanda mengenai penyerahan Irian Barat
(Papua) yang ditandatangani di New York (15 Januari 1962), disebut
Agreement. Akan tetapi, karena pentingnya materi yang diatur di
dalam agreement tersebut maka dianggap sama dengan treaty.
Sebagai konsekuensinya, presiden memerlukan persetujuan DPR
dalam bentuk “pernyataan pendapat”.
b. Perjanjian antara Indonesia – Australia mengenai garis batas
wilayah antara Indonesia dengan Papua New Guinea yang
ditandatangani di Jakarta, 12 Februari 1973 dalam bentuk
agreement. Namun, karerna pentingnya materi yang diatur dalam
agreement tersebut, maka pengesahannya memerlukan
persetujuan DPR dan dituangkan ke dalam bentuk Undang-undang,
yaitu UU No. 6 Tahun 1973.
18

c. Persetujuan garis batas landas kontinen antara Indonesia dan


Singapura tentang selat Singapura (25 Mei 1973). Sebenarnya
materi persetujuan ini cukup penting, namun dalam
pengesahannya tidak meminta persetujuan DPR melainkan
dituangkan dalam bentuk ”Keputusan Presiden”.

 Proses Ratifikasi Menurut UUD 1945


Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain”. Untuk menjamin
kelancaran dalam pelaksanaan kerjasama antara Eksekutif (Presiden)
dengan Legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat), harus memperhatikan
hal-hal berikut.
1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan
negara lain.
2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
dapat menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan
rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau
mengharuskan perubahan atau pembentukkan undang-undang
harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur
dengan undang-undang.
Berdasarkan hal tersebut, hanya perjanjian-perjanjian yang penting
(treaty) yang disampaikan kepada DPR, sedangkan perjanjian lain
(agreement) akan disampaikan kepada DPR hanya untuk diketahui.
Pasal 11 UUD 1945 tidak menentukan bentuk yuridis dari persetujuan
DPR. Oleh karena itu, tidak ada keharusan bagi DPR untuk
memberikan persetujuannya dalam bentuk undang-undang.
Sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, pemerintah
dapat berpendapat bahwa perjanjian yang harus disampaikan kepada
DPR untuk mendapat persetujuan sebelum disahkan oleh presiden
ialah perjanjian-perjanjian yang lazimnya berbentuk treaty dan
mengandung materi sebagai berikut.
1) Soal-soal politik atau soal-soal yang dapat mempengaruhi haluan
politik negara, seperti perjanjian-perjanjian persahabatan,
perjanjian-perjanjian perubahan wilayah, atau penetapan tapal
batas.
2) Ikatan-ikatan yang sedemikian rupa sifatnya dapat mempengaruhi
haluan politik negara, perjanjian kerjasma ekonomi, atau pinjaman
uang.
3) Soal-soal yang menurut UUD atau menurut sistem perundangan
harus diatur dengan undang-undang, seperti soal-soal
kewarganegaraan dan soal-soal kehakiman.

Bonus Info Kewarganegaraan


19

Praktik ratifikasi di Indonesia didasarkan pada landasan juridis


konstitusional UUD 1945 Pasal 11 ayat (1), yang berbunyi ”Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian, dan membuat perjanjian dengan negara lain”.
Mengenai kata perjanjian tersebut, masih bersifat umum dan di dalam
Penjelasan UUD 1945 juga tidak ditemukan kriterianya (hanya
disebutkan kedudukan presiden sebagai kepala negara). Untuk itu,
pada tanggal 22 Agustus 1960, Presiden Soekarno mengirim Surat
Nomor 2826 HK/60, perihal pembuatan perjanjian dengan negara lain
kepada DPR. Inti surat tersebut adalah bahwa surat perjanjian akan
meminta persetujuan DPR, jika hal itu bersifat penting. Akan tetapi,
jika perjanjian mengandung materi lain, cukup diberitahukan kepada
DPR saja.
Praktik-praktik demikian telah lazim dilaksanakan di Indonesia dan
disebut dengan ”sistem campuran”. Sistem ini biasanya dibuat untuk
perjanjian, seperti treaties, agreement tertentu atau protocol
(protokol). Dalam bentuk protokol yang diratifikasi DPR (16 Juli 2004),
misalnya Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati ( Protocol
on Biosefety to the Convention on Biological Diversity) merupakan
bentuk kesepakatan antara berbagai pihak yang mengatur tata cara
gerakan lintas batas suatu organisme hidup yang dihasilkan oleh
bioteknologi modern dari satu negara ke negara lain oleh seseorang
atau badan.

Penugasan Praktik
Carilah sumber informasi lain baik dari2 buku, koran, majalah,
Kewarganegaraan
internet, buletin dan sebagainya, kemudian lakukan hal-hal berikut :
Rumuskan kembali pemahaman tentang proses ratifikasi hukum
Internasional menjadi hukum nasional !
Berikan alasan penjelasan, mengapa di dalam pelakasanaan
perundingan suatu perjanjian internasional terlebih dahulu dilakukan
oleh delegasi yang dipimpin serorang menteri !
Berikan penjelasan makna “penandatangan” suatu perjanjian
internasional !
Berikan penjelasan, mengapa suatu ratifikasi (pengesahan)
perjanjian internasional ada yang dengan Undang-Undang dan ada
yang cukup dengan Keputusan Presiden !
Berikan penjelasan bagaimana ratifikasi suatu perjanjian
internasional menurut Pasal 11 UUD 1945 !
20

8. Peradilan Internasional
Peradilan Internanasional, dilaksanakan oleh Mahkamah
Internasional yang merupakan salah satu organ perlengkapan PBB
yang berkedudukan di Den Haag (Belanda). Para anggotanya terdiri
terdiri atas ahli hukum terkemuka, yakni 15 orang hakim yang dipilih
dari 15 negara berdasarkan kecakapannya dalam hukum. Masa
jabatan mereka 9 (sembilan) tahun, sedangkan tugasnya antara lain
selain memberi nasihat tentang persoalan hukum kepada Majelis
Umum dan Dewan Keamanan, juga memeriksa perselisihan atau
sengketa antara negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepada
Mahkamah Internasional.

Fokus Kita :
Mahkamah Agung Internasional, merupakan Mahkamah
Pengadilan tertinggi di seluruh dunia. Pengadilan internasional dapat
mengadili semua perselisihan yang terjadi antara negara bukan
anggota PBB. Dalam penyelesaian ini, jalan damai yang selaras
dengan asas-asas keadilan dan hukum internasional digunakan
untuk mengadili perselisihan kepentingan dan perselisihan
Mahkamah Internasional dalam mengadili suatu perkara,
berpedoman pada perjanjian-perjanjian internasional (traktat-traktat
dan kebiasaan-kebiasaan internasional) sebagai sumber-sumber
hukum. Keputusan Mahkamah Internasional, merupakan keputusan
terakhir walaupun dapat diminta banding. Di samping pengadilan
Mahkamah Internasional, terdapat juga pengadilan arbitrasi
internasional. Arbitrasi internasional hanya untuk perselisihan
hukum, dan keputusan para arbitet tidak perlu berdasarkan peraturan
hukum.
Dalam hukum internasional dikenal juga istilah Adjudication, yaitu
suatu teknik hukum untuk menyelesaikan persengkataan internasional
dengan menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan. Adjudikasi
berbeda dari arbitrasi, karena adjudikasi mencakup proses
kelembagaan yang dilakukan oleh lembaga peradilan tetap,
sementara arbitrasi dilakukan melalui prosedur ad hoc. Lembaga
peradilan internasional pertama yang berkaitan dengan adjudikasi
adalah permanen Court of International Justice (PCJI) yang
berfungsi sebagai bagian dari sistem LBB mulai tahun 1920 hingga
1946. PCJI dilanjutkan dengan kehadiran International Court of
Justice (ICJ), suatu organ pokok PBB.

Bonus Info Kewarganegaraan


Pengadilan Internasional untuk Bekas
Yugoslavia
Pengadilan Internasional untuk Bekas Yugoslavia (bahasa Inggris:
International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY)) adalah
sebuah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang didirikan untuk
21

mengadili para penjahat perang di Yugoslavia. Pengadilan atau tribunal ini


berfungsi sebagai sebuah pengadilan ad-hoc yang merdeka dan terletak di
Den Haag, Belanda.
Badan ini didirikan oleh Resolusi 827 dari Dewan Keamanan PBB, yang
diluncurkan pada tanggal 25 Mei 1993. Badan ini memiliki yurisdiksi
mengenai beberapa bentuk kejahatan yang dilakukan di wilayah mantan
negara Yugoslavia semenjak 1991: pelanggaran berat Konvensi Jenewa
1949, pelanggaran undang-undang perang, genosida, dan kejahatan
terhadap kemanusiaan. Badan ini hanya bisa mengadili orang secara
pribadi dan bukan organisasi atau pemerintahan. Hukuman maksimum
adalah penjara seumur hidup. Beberapa negara telah menanda-tangani
perjanjian dengan PBB mengenai pelaksanaan hukuman ini. Vonis terakhir
dijatuhkan pada 15 Maret 2004. Badan ini memiliki tujuan untuk mengakhiri
semua sidang pada akhir 2008 dan semua kasus banding pada 2010.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Internasional_untuk_Bekas_Yu
goslavia

C. PENYEBAB TIMBULNYA SENGKETA INTERNASIONAL DAN


CARA PENYELESAIAN OLEH MAHKAMAH INTERNASIONAL

1. Sengketa Internasional dan Faktor Penyebab.


Sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi
antar negara baik yang berupa masalah wilayah, warganegara, hak asasi
manusia, maupun masalah yang bersifat pelik, yaitu masalah terorisme.
Dalam mengatasi perselisihan atau sengketa antar bangsa, keberadaan
hukum internasional dapat berperan untuk mengatur batas negara,
mengatur hubungan diplomasi, membuat, melaksanakan dan
menghapus traktat. Selain itu mengatur masalah kepentingan bersama
dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, hukum dan hankam.

Fokus Kita :
Sengketa-sengketa yang ditimbulkan baik antara lain karena faktor
politis atau batas wilayah (perbatasan), merupakan faktor potensial
timbulnya ketegangan dan sengketa internasional yang dapat
memicu terjadi perang terbuka. Hal ini sudah terjadi dibeberapa
belahan dunia, antara lain ; di Korea, Kambaoja, Vietnam, Afrika,

Selain hukum internasional peran hukum damai pun tidak dapat


diabaikan. Hukum damai mengatur cara memecahkan perselisihan
dengan jalan damai, seperti perundingan diplomatik dan mediasi dengan
meminta pihak ketiga menjadi perantara atau penengah dalam
menyelesaikan sengketa internasional yang terjadi. Faktor-faktor
penyebab timbulnya sengketa internasional sangat kompleks. Namun
demikian, dapat disebutkan antara lain :

N Faktor Uraian Keterangan


o Penyebab
1. Segi Politis Pasca perang dunia kedua Krisis Kuba dan
22

(Adanya (1945) muncul dua blok krisis semenanjung


Pakta kekuatan besar, barat (liberal Indocina yang
Pertahanan membentuk pakta berakibat Korea
atau Pakta pertahanan NATO) di bawah terbagi menjadi
Perdamaian) pimpinan Amerika dan timur Korea Utara
(komunis membentuk pakta (komunis) dan
pertahanan Warsawa) Korea Selatan
dipimpin Uni Soviet. Kedua (liberal), Kamboja,
blok tersebut, saling berebut Vietnam, dan
pengaruh dibidang idielogi sebagainya.
dan ekonomi serta saling
berlomba memperkuat
senjata. Akibatnya sering
terjadi konflik (sengketa)
diberbagai negara yang
menjadi korban

2. Hak Atas Wilayah teritorial menjadi  Masalah


Suatu sangat kompleks, manakala kepulauan
Wilayah wilayah tersebut menjadi Sipadan -
Teritorial sengketa ”saling mengklaim” Ligitan an-tara
antar negara yang berbeda pemerintah Indo-
nesia dengan
Malaysia. Yang
akhirnya berda-
sarkan
penetapan
Mahkamah
Interna-sional
kedua pulau
tersebut menjadi
milik Malaysia.
 Konflik Palestina
– Israel yang
merupakan
konflik klasik
antara bangsa
Arab dan bangsa
Yahudi.
3. Pengemban Negara-negara selain yang  Korea Utara dan
gan Senjata memiliki hak veto di PBB dan Iran yang sampai
Nuklir atau pemenang Perang Dunia II, hari ini masih
Senjata sulit untuk mendapat dicurigai Ame-
Biologi kepercayaan dunia rika dan
internasional dalam sekutunya,
mengembangkan berbagai karena
senjata yang berbasis kepemilikan
teknologi nuklir dan biologi. teknologi
Mereka akan selalu dicurigai
23

dan dianggap sebagai ”senjata nuklir”.


”destabilitas” untuk kawasan
 Amerika dan
sekitarnya.
sekutu-nya
menuduh Irak
mengembangkan
sen-jata
pemusnah
masal.

4. Permasalah Kasus Amerika – Afganistan, Dampak peristiwa


an kasus ini diawali peristiwa 11 ini adalah
Terorisme November 2001 atau serangan/invasi
peristiwa serangan teroris Amerika dan
terhadap gedung World Trade sekutunya
Center dan gedung Pentagon terhadap negara
di Amerika. Amerika Afganis-tan, Irak
menduga serangan tersebut dan Somalia
dilakukan oleh kelompok (negara-negara
Islam Al Qaeda (Afganistan) yang di-anggap
pimpinan Osama bin Laden. sarang teroris).

5. Ketidakpuas Pemerintah dalam  Kasus kelompok


an Terhadap melaksanakan kekua- mi-noritas
Rezim Yang saannya, dirasakan kurang muslim Moro di
Berkuasa. adil oleh sebagian Filipina yang
masyarakat atau daerah me-nuntut
sehingga menuntut adanya pemerintahan
otonomi lebih luas atau otonomi.
separatis (pemisahan untuk
merdeka).  Kasus Gerakan
Aceh Merdeka
(GAM) di
Indonesia yang
me-nuntut
kemerdekaan.

6. Adanya Pasca perang dingin,  Penyerarangan


Hegemoni kekuatan dunia telah menjadi terhadap negara
(pengaruh monopolar (satu kekuatan) Afghanistan,
kekuatan) yaitu Amerika dan sekutunya. Irak, dan
Amerika. Hal ini berakibat dominasi Somalia yang
Amerika di berbagai wilayah tanpa minta
negara sering melakukan restu Dewan
tindakan unilateral (sepihak) Keamanan PBB.
yang sering melanggar
kaidah-kaidah hukum  Amerika hampir
internasional. sela-lu menutup
mata ter-hadap
apa yang dila-
kukan Israel di
24

kawa-san Timur
Tengah dalam
konflik dengan
Palestina.
2. Peran Mahkamah Internasional dalam
Menyelesaikan Sengketa Internasional
Mahkamah internasional adalah badan PBB yang berkedudukan di Den
Haag (Belanda) Mahkamah dapat bersidang di tempat lain kalau
dianggap perlu. Masa bersidang diadakan setiap tahun kecuali waktu-
waktu libur. Sidang-sidang lengkap pada prinsipnya dihadiri oleh 15
anggota, tetapi quorum dengan 9 anggota sudah cukup untuk mengadili
suatu perkara. Biasanya mahkamah bersidang dengan 11 anggota tidak
termasuk hakim-hakim ad hoc.
Mahkamah memilih ketua dan wakil ketua untuk masa jabatan tiga
tahun dan dapat dipilih kembali. Mahkamah juga mengangkat panitera
dan pegawai-pegawai lain yang dianggap perlu. Adapun bahasa-bahsa
resmi yang digunakan menurut pasal 39 Statuta, harus Prancis dan
Inggris. Namun, atas permintaan salah satu dari pihak yang bersengketa,
mahkamah dapat mengizinkan penggunaan bahasa lain.

Fokus Kita :
Dalam prosedur penyelesaian sengketa internasional melalui
Mahkamah Internasional, dikenal dengan istilah Adjudication, yaitu
suatu teknik hukum untuk menyelesaikan persengkataan internasional
dengan menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan. Adjudikasi
berbeda dari arbitrase, karena adjudikasi mencakup proses
kelembagaan yang dilakukan oleh lembaga peradilan tetap, sementara

 Wewenang Mahkamah Internasional


Wewenang mahkamah diatur oleh Bab II statuta yang khusus
mengenai wewenang mahkamah dengan ruang lingkup masalah-
masalah mengenai sengketa. Untuk mempelajari wewenang ini harus
dibedakan antara wewenang ratione personae, yaitu siapa-siapa saja
yang dapat mengajukan perkara ke mahkamah dan wewenang ratione
materiae, yaitu mengenai jenis sengketa-sengketa yang dapat
diajukan.

No Wewena Uraian Keterangan


ng
1. Ratione Yaitu akses ke Keputusan mahkamah
Persona Mahkamah In- adalah keputusan organ
e ternasional yang hanya hukum tertinggi di dunia.
terbuka untuk negara, Penolakan suatu negara
individu dan organisasi- terhadap keputusan
organisasi internasi-onal lembaga tersebut, akan
tidak dapat menjadi dapat merusak citranya
25

pihak dari suatu dalam pergaulan antar


sengketa di depan bangsa apalagi jika
mahkamah. Pada sebelumnya jika negara-
prinsipnya, mahkamah negara tersebut telah
hanya terbuka bagi wewenang wajib
negara-negara anggota mahkamah. Oleh karena
dari statuta. Negara- itu, dengan menga-dakan
negara ini teru-tama pengecualian terhadap
semua anggota PBB ketentuan tersebut, juga
(189 negara). Namun diberi-kan kemungkinan
selain anggota PBB, kepada negara-negara
negara yang bukan ang- lain yang bukan pihak
gota PBB dapat menjadi pada statuta untuk dapat
pihak pada statuta mengajukan suatu
mahkamah dengan perkara ke mahkamah
syarat-syarat yang akan (Pasal 35 ayat 2 statuta).
diten-tukan oleh Majelis Dalam hal ini, dewan
Umum atas keamanan dapat
rekomendasi Dewan menentukan syarat-
Keamanan. syaratnya.

2. Ratione Menurut pasal 36 ayat 1 Wewenang mahkamah


Materia wewenang Mahkamah pada prinsipnya bersifat
e Inter-nasional meliputi fakultatif. Ini berari jika
semua perkara yang terjadi suatu sengketa
diajukan pihak-pihak antar dua negara,
yang bersengketa mahkamah baru dengan
kepadanya, teruta-ma persetujuan bersama
yang terdapat dalam dapat membawa perkara
piagam PBB atau dalam mereka ke mahkamah.
perjanjian-perjanjian dan Akan tetapi adanya
konvesi-konvensi yang persetujuan antara pihak-
berlaku. Walaupun Pasal pihak yang bersengketa,
36 ayat 1 ini tidak tidak wewenang mahkamah
mengadakan tidak akan berlaku
pembedaan antara terhadap sengketa
sengketa hukum dan tersebut.
politik yang boleh
dibawa ke mahka-mah,
dalam praktiknya
mahka-mah selalu
menolak memeriksa
perkara-perkara yang
tidak ber-sifat hukum.

Selain kedua wewenang tersebut, Mahkamah Internasional memiliki


wewenang wajib (Compulsory Jurisdiction). Wewenang wajib dari
mahkamah hanya dapat terjadi jika negara-negara sebelumnya dalam
suatu persetujuan menerima wewenang tersebut.
26

1) Wewenang Wajib Berdasarkan Ketentuan


Konvensional
Seperti juga halnya dengan arbitrasi, dalam praktiknya
wewenang wajib ini dapat diterima dalam bentuk klausula khusus
atau dalam bentuk perjanjian-perjanjian umum. Klausula khusus ini
terdapat dalam suatu perjanjian sebagai tambahan dari perjanjian
itu sendiri. Klausula bertujuan menyelesaikan sengketa-sengketa
yang mungkin lahir di masa yang akan datang mengenai
pelaksanaan dan interpretasi perjanjian tersebut di depan
mahkamah.

Fokus Kita :
Mahkamah Internasional bertanggung jawab untuk
menyelesaikan setiap kasus yang diajukan kepadanya oleh
negara yang menerima jurisdiksi Mahkamah dalam kasus khas
atau negara yang menerima kewajiban jurisdiksi berdasarkan
Peraturan Tambahan. Mahkamah Internasional juga dapat
memberikan pandangan mengenai masalah hukum yang

Klausula-klausula khusus dijumpai dalam perjanjian-perjanjian


perdamaian tahun 1919, perjanjian-perjanjian wilayah mandat, dan
perjanjian-perjanjian mengenai minoritas. Setelah perang dunia II,
klausula-klausula yang demikian juga terdapat dalam piagam-
piagam konstitutif organisasi-organisasi internasional. Klausula-
klausula tersebut terdapat dalam konvensi-konvensi kodifikasi
yang baru, misalnya konvensi-konvensi mengenai hubungan
diplomatik tahun 1961 dan mengenai hukum perjanjian 1969.
Di samping itu, ada pula perjanjian-perjanjian umum bilateral
dan multilateral, yaitu perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh
negara-negara yang khusus bertujuan menyelesaikan secara
damai sengketa-sengketa hukum mereka di masa datang di muka
mahkamah. Perlu diingat bahwa keharusan untuk menerima
wewenang wajib mahkamah hanya terbatas pada sengketa-
sengketa hukum.

2) Klausula Opsional
Pasal 36 ayat 2 statuta mengatakan bahwa negara-negara pihak
statuta, dapat setiap saat menyatakan menerima wewenang wajib
mahkamah dan tanpa persetujuan khusus dalam hubungannya
dengan negara lain menerima kewajiban yang sama dalam semua
sengketa hukum megenai:
a) penafsiran suatu perjanjian
b) setiap persoalan hukum internasional
c) adanya suatu fakta yang bila terbukti akan merupakan
pelanggaran terhadap kewajiban internasional;
d) jenis atau besarnya ganti rugi yang harus dilaksanakan
karena pelanggaran dari suatu kewajiban internasional.
27

 Fungsi Konsultatif Mahkamah Internasional


Mahkamah juga mempunyai fungsi konsultatif, yaitu memberikan
pendapat-pendapat yang tidak mengikat atau apa yang disebut
advisory opinion. Hal ini ditulis dalam pasal 69 ayat 1 Piagam Statuta
dan aturan prosedur, mahkamahlah yang menetapkan syarat-syarat
pelaksanaan pasal tersebut yang terdapat pada Bab IV Statuta.
1) Natur Yuridik Pendapat Hukum (Advisory Opinion)
Terdapat perbedaan dalam penyelesaian sengketanya,
keputusan-keputusan mahkamah merupakan keputusan-keputusan
hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersengketa, sedangkan
pendapat-pendapat yang dikeluarkan mahkamah bukan merupakan
keputusan hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.
Apalagi pelaksanaan pendapat-pendapat tersebut sama sekali tidak
bisa dipaksakan. Jadi yang dikeluarkan mahkamah hanyalah suatu
pendapat dan bukan merupakan suatu keputusan. Pendapat ini
bertujuan memberikan penjelasan-penjelasan kepada badan-badan
yang mengajukan pertanyaan kepada mahkamah atas
permasalahan hukum.
Sebagai contoh, konvensi 1946 mengenai hak-hak istimewa, dan
kekebalan PBB, menyebutkan bahwa kalau terjadi sengketa antara
PBB dan negara-negara anggota mengenai pelaksanaan dan
intrepretasi konvensi, sengketa dapat diajukan ke mahkamah untuk
meminta pendapatnya. Selain itu, pihak-pihak yang bersengketa
berjanji untuk bertindak sesuai dengan pendapat mahkamah
tersebut. Mekanisme pendapat yang menjadi wajib ini merupakan
jalan keluar bagi organisasi internasional yang diperbolehkan
mengajukan sengketa ke mahkamah dengan keputusan yang
mengikat.
Dengan demikian, pendapat-pendapat mahkamah tidak
mempunyai kekuatan hukum dan jika pihak-pihak yang
bersengketa menerimanya, semata-mata disebabkan kekuatan
moral pendapat-pendapat itu sendiri. Pada umumnya, organ-organ
yang meminta pendapat dan negara-negara yang bersangkutan
menerima pendapat-pendapat mahkamah dan jarang sekali
pendapat mahkamah itu dilaksanakan.

2) Permintaan Pendapat Mahkamah Internasional


Pasal 96 dan pasal 65 statuta menyatakan bahwa mahkamah
dapat memberikan pendapat mengenai semua persoalan hukum.
Berbeda dengan mahkamah yang dulu, mahkamah yang sekarang
dapat diminta pendapatnya untuk semua persoalan hukum, baik
yang bersifat konkrit maupun yang abstrak, sedangkan mahkamah
yang dulu hanya dapat ditanya tentang sengketa-sengketa hukum
yang konkrit.
a) Badan yang dapat meminta pendapat mahkamah
Kebalikan dari prosedur wajib, prosedur konsultatif hanya
terbuka bagi organisasi-organisasi internasional dan bukan bagi
negara-negara. Menurut pasal 96 ayat 1, Majelis Umum dan
Dewan Keamanan PBB dapat minta advisori opinion mengenai
28

masalah hukum ke mahkamah. Selanjutnya, menurut ayat 2


pasal tersebut, hak untuk meminta pendapat mahkamah ini juga
dapat diberikan kepada organ-organ lain PBB dan badan-badan
khusus dengan syarat bahwa semua harus mendapat otoritas
terlebih dahulu dari Majelis Umum.

b) Pemberian pendapat oleh mahkamah


Secara teoritis, mahkamah tidak diwajibkan untuk menjawab.
Namun, dalam praktiknya, mahkamah tidak pernah lalai dalam
melakukan tugasnya, bahkan mahkamah harus berpegang
teguh pada pendapat mahkamah bahwa sebagai organ hukum
PBB, kewajiban memberikan pendapat-pendapat kalau diminta,
untuk membantu lancarnya tugas PBB.

Sebaliknya, mahkamah dapat menolak permintaan pendapat


kalau dianggap terdapat ketidak normalan dalam permintaan
tersebut. Selain itu, mahkamah memeriksa apakah pertanyaan
yang diajukan suatu organisasi internasional betul-betul berada di
bawah wewenang organisasi tersebut, serta apakah organisasi-
organisasi mempunyai wewenang khusus. Juga dilihat dari
prakteknya mahkamah menolak memberikan pendapat terhadap
soal-soal politik atau soal-soal yang berada di bawah wewenang
nasional suatu negara.
Mengenai kegiatan mahkamah dari tahun 1922-1940,
mahkamah tetap internasional telah mengeluarkan 31 keputusan,
27 advisory opinion, dan 5 ordonasi. Oleh karena itu, kegiatan-
kegiatan mahkamah tetap tidak mengecewakan, sedangkan
tentang mahkamah internasional yang sekarang dari tahun 1946-
1993 telah memutuskan 44 perkara dan telah memberikan 21
pendapat (advisory opinion). Mahkamah Internasional dewasa ini
bukanlah merupakan satu-satunya peradilan tetap, tetapi terdapat
pula mahkamah-mahkamah lain yang mempunyai wewenang yang
terbatas.

Bonus Info Kewarganegaraan


Berikut beberapa istilah penting yang berhubungan dengan
upaya-upaya penyelesaian Internasional.
1. Advisory Opinion
Suatu opini hukum yang dibuat oleh pengadilan dalam melarasi
permasalahan yang diajukan oleh lembaga berwenang.
Prosedur opini petunjuk (Advisory Opinion) berbeda dari proses
peradilan yang penuh perdebatan karena di dalam
pembentukan opini petunjuk tidak ada satu pihak pun yang
dianggap sebagai penggugat atau tergugat.
2. Compromis
Suatu kesepakatan awal di anatara pihak yang bersengketa
yang menetapkan ketentuan ihwal persengketaan yang akan
diselesaikan. Compromis menetapkan batasan jurisdiksi
29

mengenai peradilan arbitrase melalui :


a) Penetapan ihwal persengketaan,
b) Menetapkan prinsip untuk memandu peradilan, dan
c) Membuat aturan prosedur yang harus diikuti dalam
menentukan kasus.
Suatu putusan dapat bersifat nihil bila peradilan melampaui
otoritasnya seperti yang ditentukan oleh pihak yang
bersangkutan dalam compromis.
4. Ex Aequo Et Bono
asas untuk menetapkan keputusan oleh pengadilan
internasional atas dasar keadilan dan keterbukaan. Konsep ini
dicantumkan dalam Pasal 38 Statuta Mahkama Internasional
yang dapat diterapkan sebagai dasar untuk membuat
keputusan hanya jika di sepakati oleh pihak yang bersengketa.

3. Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional


Melalui Mahkamah Internasional
Ketentuan-ketentuan prosedural dalam penyelesaian sengketa
internasional berada di luar kekuasaan negara-negara yang
bersengketa. Ketentuan-ketentuan tersebut sudah ada sebelum
lahirnya sengketa-sengketa dan hal ini terdapat dalam Bab III statuta.
Selanjutnya, pasal 30 statuta memberikan wewenang kepada
mahkamah untuk membuat aturan-aturan tata tertib guna melengkapi
Bab III tersebut. Jadi, jika statuta merupakan suatu konvensi, aturan
prosedural tadi merupakan satu perbuatan unilateral mahkamah yang
mengikat negara-negara yang bersengketa. Di sini teknik internasional
identik dengan teknik intern suatu negara.
Mengenai isi ketentuan-ketentuan prosedural dicatat bahwa proses
di depan mahkamah mempunyai banyak kesamaan dengan yuridiksi
intern suatu negara, yaitu :
a. Prosedur tertulis dan perdebatan lisan diatur sedemikian rupa
untuk menjamin setiap pihak dalam dalam mengemukakan
pendapatnya;
b. Sidang-sidang mahkamah terbuka untuk umum, sedang sidang-
sidang arbitrasi tertutup. Tentu saja rapat hakim-hakim mahkamah
diadakan dalam sidang tertutup.
Proses
Fokus Kita :
Pemeriksaan
Peradilan
Dan MAHKAMAH
Mahkamah Internasional Sampai mencapai suatu keputusan,
dalam
Penyeledikan INTERNASIONAL
dapat menerapkan aspek hukum Dengan
Pemberian
dalam bentuk sebagai berikut : a)
Sanksi
Perjanjian, b) Kebiasaan Internasional, c) Prinsip hukum secara
Komisid)Tinggi
umum, Keputusan pengadilan, dan e) Doktrin atauNegara-
ajaran dari ahli
HAM PBB/
Negara
Lembaga sesuai pasal 26 statuta, mahkamah dari waktu
Selanjutnya, Anggota/Bu
kewaktuHAM dapat membentuk satu atau beberapa kamar kanyang terdiri
atasInternasional
tiga hakim atau lebih untuk memeriksa kategori tertentu
PBB kasus-
kasus seperti perburuhan atau masalah-masalah yang berkaitan
dengan Adatransit dan komunikasi. Kemungkinan ini telah digunakan
Telah Terjadi
Pengaduan Sengket
Dari Negara Terjadi
Pelanggara a/
Yang Konflik
Dirugikan n HAM
30

beberapakali oleh mahkamah. Sengketa internasional dapat


diselesaikan oleh Mahkamah Internasional melalui prosedur berikut :

Keterangan :
a. Telah terjadi pelanggaran HAM/kejahatan humaniter
(kemanusiaan) di suatu negara terhadap rakyat/negara lain.
b. Ada pengaduan dari korban (rakyat) dan pemerintahan
negara yang menjadi korban terhadap pemerintahan dari
negara yang bersangkutan karena didakwa telah melakukan
pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter lainnya.
c. Pengaduan disampaikan ke Komisi Tinggi HAM PBB atau
melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya.
d. Pengaduan ditindaklanjuti dengan penyelidikan,
pemeriksaan, dan penyidikan jika ditemui bukti-bukti kuat akan
terjadinya pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan
lainnya, maka pemerintahan dari negara yang didakwa
melakukan kejahatan humaniter dapat diajukan ke Mahkamah
Internasional atau Pengadilan Internasional.
e. Dimulailah proses peradilan sampai dijatuhkan sanksi.

Sanksi dapat dijatuhkan bila terbukti bahwa suatu pemerintahan


atau individu yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran
terhadap traktat atau konvensi-konvensi internasional berkaitan
dengan pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter. Dalam hal ini,
sesungguhnya pemerintah/individu mempunyai wewenang untuk
31

mencegah terjadinya pelanggaran tersebut, tetapi tidak dilakukan dan


tidak melakukan apa-apa untuk mencegah terjdinya perbuatan
tersebut.
Berikut ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan prosedur
penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional.
a. Wewenang Mahkamah
Mahkamah dapat mengambil tindakan sementara dalam bentuk
ordonasi. Tindakan sementara ialah tindakan yang diambil
mahkamah untuk melindungi hak-hak dan kepentingan pihak-pihak
yang bersengketa sambil menunggu keputusan dasar atau
penyelesaian lainnya yang akan ditentukan mahkamah secra
defenitif.
Dalam kasus okupasi Kedutaan Besar Amerika Serikat oleh
kelompokmilitan di Teheran tanggal 4 Nopember 1979, mahkamah
menetapkan tindakan-tindakan sementara agar menyerahkan
kembali kedutaan besar tersebut dan pembebasan sandera.
Demikian juga dalam sengketa antara Amerika Serikat dan
Nikaragua, mahkamah pada 10 Mei 1984 menetapkan tindakan-
tindakan sementara agar hak Nikaragua atas kedaulatan dan
kemerdekaan politiknya tidakdiancam oleh kegiatan-kegiatan
militer Amerika Serikat. Selanjutnya, selama berlangsungnya
proses, mahkamah dapat membuat angket, melakukan
pemeriksaan-pemeriksaan oleh para ahli, berkunjung ke tempat
sumber sengketa untuk keperluan pengumpulan bukti.

b. Penolakan Hadir di Mahkamah


Sehubungan dengan ketidakhadiran salah satu pihak yang
bersengketa di mahkamah, pasal 53 statuta menyatakan bahwa
sikap salah satu pihak tidak muncul di mahkamah atau tidak
mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta
mahkamah mengambil keputusan untuk mendukung tuntutannya.
Masalah ketidakhadiran salah satu pihak dalam perkara di
mahkamah pernah terjadi pada waktu mahkamah tetap dan dalam
sistem mahkamah sekarang. Sebagai contoh dapat diambil
ketidakhadiran Albania dalam peristiwa Selat Corfu (keputusan
mahkamah 15 Desember 1949), ketidak hadiran Islandia dalam
peristiwa wewenang dibidang penangkapan ikan (keputusan 25 Juli
1974), Prancis 20 Desember 1974 dalam peristiwa uji coba nuklir,
Turki dalam peristiwa landas kontinen laut Egie (19 Desember
1978), Iran dalam peristiwa personel diplomatik, dan konsulat Asdi
Teheran tanggal 21 Mei 1980, serta tanggal 21 Mei 1980, serta
tanggal 27 Juni1986 dalam aktivitas militer kontra- Nikaragua.
Negara bersengketa yang tidak hadir di mahkamah tidak
menghalangi organ tersebut untuk mengambil keputusan dengan
syarat seperti tercantum dalam pasal 53 ayat 2 statuta. Pasal
tersebut menjelaskan bahwa sebelum menjatuhkan keputusan
kepada pihak yang tidak hadir , mahkamah harus yakin bahwa ia
bukan saja mempunyai wewenang, melainkan juga keputusannya
betul-betul didasarkan atas fakta dan hukum. Dengan demikian,
32

pihak yang dihukum, walaupun tidak hadir pada prinsipnya tidak


dapat menolak keputusan yang telah ditetapkan oleh mahkamah.

4. Keputusan Mahkamah Internasional dalam


Menyelesaikan Sengketa Internasional
Keputusan mahkamah internasional diambil dengan suara
mayoritas dari hakim-hakim yang hadir. Jika suara seimbang, suara
ketua atau wakilnya yang menentukan. Keputusan mahkamah terdiri
dari 3 bagian. Bagian pertama berisikan komposisi mahkamah,
informasi mengenai pihak-pihak yang bersengketa, serta wakil-
wakilnya, analisis mengenai fakta-fakta, dan argumentasi hukum
pihak-pihak yang bersengketa. Bagian kledua berisikan penjelasan
mengenai motivasi mahkamah.
Pemberian motivasi keputusan mahkamah merupakan suatu
kaeharusan karena penyelesaian yuridiksional sering merupakan
salah satu unsur dari penyelesaian yang lebih luas dari sengketa dan
karena itu, perlu dijaga sensibilitas pihak-pihak yang bersengketa.
Bagian ketiga berisi dispositif. Dispositif ini berisikan keputusan
mahkamah yang mengikat negara-negara yang bersengketa.

Fokus Kita :
Mahkamah Internasional dengan kesepakatan negara yang
bersengketa dapat juga mengajukan keputusan ex aequo et bono
(didasarkan pada keadilan dan keterbukaan dan bukan didasarkan
pada hukum). Keputusan Mahkamah Internasional diperoleh melalui
suara mayoritas yang tidak dapat banding.

Seperti halnya dengan praktik peradilan intern negara-negara


Anglo Saxon, pernyataan pendapat yang terpisah diperbolehkan.
Maksud pendapat terpisah ialah jika suatu keputusan tidak mewakili
seluruh atau hanya sebagian dari pendapat bulat para hakim, hakim-
hakim yang lain berhak memberikan pendapat secara terpisah (pasal
57 Statuta). Jadi pendapat terpisah ini disebut Jissenting Opinion
(pendapat seorang hakim yang tidak menyetujui suatu keputusan dan
menyatakan keberatan terhadap motif-motif yang diberikan dalam
keputusan tersebut). Dengan kata lain, pendapat terpisah adalah
pendapat hakim yang tidak setuju dengan keputusan yang diambil
oleh kebanyakan hakim. Pengaturan resmi pendapat terpisah akan
melemahkan kekuatan keputusan mahkamah, walaupun di lain pihak
akan menyebabkan hakim-hakim mayoritas berhati-hati dalam
memberikan motif keputusan mereka.
Pasal 13 Pakta Liga Bangsa-Bangsa telah menegaskan jika suatu
keputusan peradilan tidak dilaksanakan, dewan dapat mengusulkan
tindakan-tindakan yang akan menjamin pelaksanaan keputusan
tersebut. Selain itu Piagam PBB dalam pasal 94 menjelaskan hal-hal
berikut.
a. Tiap-tiap negara anggota PBB harus melaksanakan keputusan
mahkamah internasional dalam sengketa.
33

b. Jika negara yang bersengketa tidak melaksanakan kewajiban-


kewajiban yang dibebankan oleh mahkamah kepadanya, negara
pihak lain dapat mengajukan persoalannya kepada Dewan
Keamanan. Kalau perlu, dapat membuat rekomendasi-rekomendasi
atau memutuskan tindakan-tindakan yang akan diambil supaya
keputusan tersebut dilaksanakan.

Bonus Info Kewarganegaraan


COMPULSORY JURISDICTION
Merupakan kekusaan peradilan internasional untuk mendengar
dan memutuskan kategori tertentu mengenai suatu kasus tanpa
memerlukan kesepakatan terlebih dahulu dari pihak yang terlibat
untuk menerima ketentuan hukum dalam kasus tersebut. Statuta
Mahkamah Internasional dilengkapi dengan kekuasaan hukum
yang tercantum dalam ”aturan tambahan” pasal 36 yang
menentukan bahwa ”pihak yang bersengketa di hadapan statuta
harus menyatakan bahwa mereka mengakui kekuasaan hukum ipso
facto tanpa persetujuan khusus, dan pihak negara lainnya menerima
kewajiban serupa. Kekuasaan hukum mahkamah internasional
mencakup seluruh permasalahan hukum dalam ihwal 1) Penafsiran
perjanjian, b) Setiap permasalahan hukum internasional, c) Keadaan
yang dianggap melanggar kewajiban internasional, d) Sifat dan
peringkat ganti rugi yang harus dikenakan bagi pelanggaran terhadap
kewajiban internasional.

Sumber : Jack C. Plano dan Roy Olton dalam “Kamus


Hubungan Internasiona”

5. Peranan Hukum Internasional Dalam Menjaga


Perdamaian Dunia
Permasalahan yang terjadi antara satu negara dan negara lain atau
satu negara dan banyak negara akan dapat menimbulkan konflik dan
pertentangan, baik dalam kaitannya dengan hak suatu negara atau
banyak negara, maupun dengan kebiasaan seorang kepala negara,
diplomatik atau duta besar.
Kesemua subjek ini mempunyai hak dan kewajiban masing-masing,
yang dalam pelaksanaannya harus mengikuti permainan internasional
dan mengikuti aturan yang telah disepakati secara bersama atau
secara internasional. Suatu negara yang telah membina hubungan
kerja dengan negara lain, haruslah mempunyai korps diplomatik pada
negara yang bersangkutan. Seorang diplomat harus tunduk pada
hukum diplomatik yang telah ditentukan secara internasional.
Berikut ini ada beberapa contoh mengenai peranan hukum
internasional (berdasarkan sumber-sumbernya) dalam menjaga
perdamaian dunia.
34

a. Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai


(Antartika Treaty)pada tahun 1959.
b. Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan
perdamaian (Non-Proliferation Treaty) pada tahun 1968.
c. Perjanjian damai Dayton (Ohio- AS) pada tahun 1995
yang mengharuskan pihak Serbia, Muslim Bosnia, dan Kroasia
untuk mematuhinya.untuk mengatasi perjanjian tersebut, NATO
menempatkan pasukannya guna meneggakkan hukum
internasional yang telah disepakati.

6. Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai


Berdasarkan Persamaan Derajat
Dalam penyelesaian sengketa internasional, diupayakan melalui
cara-cara damai dan pelarangan akan penggunaan kekerasan.
Keharusan untuk menyelesaikan sengketa secara damai ini, pada
mulanya dicantumkan dalam Pasal 1 konvensi mengenai penyelesaian
sengketa-sengketa secara damai yang ditandatangani di Den Haag
pada tanggal 18 Oktober 1907, kemudian dikukuhkan oleh pasal 2
ayat 3 Piagam PBB, selanjutnya oleh deklarasi prinsip-prinsip hukum
internasional mengenai hubungan bersahabat dan kerjasama antar
negara yang diterima oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 24
Oktober 1970. Deklarasi tersebut meminta agar semua negara
menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai agar
perdamaian, keamanan internasional, dan keadilan tidak sampai
terganggu.
Dengan demikian, pelarangan penggunaan kekerasan dan
penyelesaian sengketa secara damai merupakan norma-norma
imperatif dalam pergaulan antarbangsa. Oleh karena itu, hukum
internasional telah menyusun berbagai cara penyelesaian sengketa
secara damai dan menyumbangkannya kepada masyarakat dunia
demi terpeliharanya perdamaian dan keamanan serta terciptanya
pergaulan antarbangsa yang serasi.
Prinsip penyelesaian sengketa internasional secara damai
didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku
secara universal. Hal tersebut dimuat dalam deklarasi mengenai
hubungan bersahabat dan kerjasama antarnegara tanggal 24 Oktober
1970 (A/RES/2625/XXV), serta deklarasi Manila tanggal 15 November
1982 (A/RES/37/10) mengenai penyelesaian sengketa internasional
secara damai sebagai berikut.
a. Prinsip bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang
bersifat mengancam integritas teritorial atau kebebasan politik
suatu negara, atau menggunakan cara-cara lainnya yang tidak
sesuai dengan tujuan-tujuan PBB.
b. Prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri
suatu negara.
c. Prinsip-prinsip persamaan hak menentukan nasib sendiri bagi
setiap bangsa.
35

d. Prinsip persamaan kedaulatan negara.


e. Prinsip hukum internasional mengenai kemerdekaan, kedaulatan,
dan integritas teritorial suatu negara.
f. Prinsip itikad baik dalam hubungan internasional.
g. Prinsip keadilan dan hukum internasional.

Penugasan Praktik 3
Setelah mempelajari materi-materi tentang : Penyebab Timbulnya
Kewarganegaraan
Sengketa Internasional dan Cara Penyelesaian Oleh
Mahkamah Internasional, lakukan Strategi Pembelajaran
dengan Penugasan Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) atau Kooperatif Terpadu Membaca dan
Menulis.
Langkah-langkah :
Bentuk kelompok dengan anggotanya antara 4 – 5 orang.
Diberikan “wacana” atau kliping sesuai dengan topik pembelejaran.
Setiap kelompok bekerja sama saling membacakan dan menemukan
ide pokok serta memberi tanggapan terhadap wacana/kliping, dan
ditulis pada lembar kertas.
Mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok.
Buatlah kesimpulan bersama.
Penutup.
D.MENGHARGAI KEPUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL

Mahkamah Internasional ialah organ hukum utama PBB yang


berkedudukan di Den Haag (Belanda). Sejak didirikan tahun 1945,
lembaga ini bertugas memutuskan hukum antar negara dan memberikan
pendapat hukum bagi PBB dan lembaga-lembaganya tentang hukum
internasional.
Seluruh anggota PBB secara otomatis menjadi anggota Mahkamah
Internasional. Oleh sebab itu, jika terjadi sengketa maka sudah menjadi
ketentuan bagi negara-negara anggota untuk menggunakan haknya bila
merasa dirugikan oleh negara lain. Akan tetapi sebaliknya, jika suatu
keputusan Mahkamah Internasional telah diputuskan maka dengan
segala konsekuensi yang ada harus mau menerimanya. Hal tersebut
mengingat bahwa apa yang menjadi keputusan Mahkamah Internasional
merupakan keputusan terakhir walaupun dapat dimintakan banding.
Berikut ini adalah beberapa contoh negara-negara dan orang-perorang
yang karena ketaatannya terhadap ketentuan hukum internasional, maka
mau menerima proses penyelesaian sengketa internasional sebagai
wujud penghargaan terhadap keputusan Mahkamah Internasional.

Pihak-Pihak
No Yang Uraian Kasus atau Kejadian Keterangan
Terlibat
1. Amerika  Tahun 1906, tentara Amerika telah Para pelaku
Serikat di melakukan kejahatan perang kejaha-tan
36

Filipina, dengan membunuh warga Filipina perang telah


Indo China (moro massacre), pada waktu itu diajukan ke
& Jepang detasemen Amerika menyerang peng-adilan
sebuah desa Moro dan membunuh militer, na-mun
lebih dari 600 rakyat desa itu, tidak lama
membakar sawah beserta rumah- kemudian
rumahnya. banyak yang
dibebaskan.
 Tahun 1968, peristiwa yang lebih (Mahkamah
dikenal dengan My Lai Massacre, inter-nasional
sebuah kompi Amerika menyapu belum dapat
warga desa dengan senjata berbuat
otomatis hingga menewaskan banyak).
sekitar 500 korban.
 Pada tahun 1945, lebih dari 40.000
rakyat Jepang yang tidak berdosa
telah terpanggang dengan
dijatuhkannya bom atom di
Hirosima dan Nagasaki (Jepang).
Hal ini belum termasuk dampak
kelainan genetis yang dialami
korban cedera dan keturunanya.

2. Jerman &  Peeriode antara tahun 1933 s.d. Sebelum


Jepang 1939 Jerman di bawah pimpinan Perang Dunia II,
dalam Adolf Hitler telah melakukan kolonia-lisme
aksinya di pembasmian terhadap lawan politik Barat dengan
Eropa dan maupun orang-orang Yahudi serta jutaan korban
Asia. penyerbuan terhadap negara tidak tersentuh.
Austria, Polandia dan Cekoslowakia Baru sete-lah
dengan cara-cara yang sangat sekutu
biadab (holocaust). membuka
Pengadilan
 Demikian juga Pasukan Jepang baik Nu-remberg
di Indonesia, Korea maupun di (1945-1946)
China yang sangat kejam selama untuk Nazi dan
pendudukan di nagara-negara Jepang, dimu-
tersebut. Di Indonesia, selama lailah proses
pendudukan Jepang yang dikenal pelem-bagaan
dengan Romusha telah memaksa untuk keja-
rakyat Indonesia menjadi budak hatan perang
dan diperlakukan sangat kejam. mela-lui empat
Tidak kurang dari 10.000 rakyat Konvensi
Indonesia hilang dan tidak pernah Geneva tahun
kembali selama berlangsungnya 1949.
romusha tersebut.

3 Serbia di  Kurun waktu antara tahun 1992- Tahun 1994


Kroasia dan 1995, pasukan Serbia telah penga-dilan
Bosnia melakukan pemmbersihan etnik terhadap para
Herzegovina (etnic cleansing) terutama terhadap penjahat perag
(Yugoslavia) warga sipil muslim Bosnia (di telah terbukti
Sarajevo) dan daerah-daerah lain Den Haag
serta di Kroasia yang ingin (Belanda).
Proses
37

melepaskan diri dari Serbia setelah pengadilan


bubarnya negara federasi terus
Yugoslavia. Tidak kurang 700.000 berlangsung,
warga sipil telah disiksa dan namun hasilnya
dibunuh dengan kejam. Beberapa belum sesuai
nama yang harus harapan.
bertanggungjawab atas perbuatan Banyak yang
kejahatan perang tersebut antara masih gagal
lain : Stanislav Galic, Gojko ditangkap.
Jankovic, Janco Janjic, Dragon
Zelenovic, Karadzic, Mladic, dan
lain-lain.

4 Pemerintah  Dalam waktu tiga bulan di tahun PBB menggelar


Rwanda 1994, tidak kurang 500.000 etnis pe-ngadilan
terhadap Hutu dan Tutsi telah terbunuh. kejahatan
etnis Hutu Pemerintah Rwanda bertanggung- perang yang
dan Tutsi jawab atas kasus terbunuhnya digelar di
kedua etnis tersebut. Arusha (Tan-
zania), namun
ha-nya mampu
menye-rat 29
orang yang
diadilli.
Catatan :
Berdasarkan modal Pengadilan Rwanda ini, akhirnya PBB menggelar
pengadilan untuk penjahat-penjahat perang. Internasionalisasi pengadilan
penjahat perang semakin menjadi penting dengan disetujuinya oleh 91 negara
sebuah Statuta Roma 1998, sebuah langkah untuk membentuk ICC
(International Criminal Court) yang permanen. Namun, banyak pengamat
mengkritik pengadilan di Den Haag saja, lebih banyak gagal daripada
suksesnya, apalagi model ICC.

Contoh lain dalam penyelesaian sengketa internasional selain


kejahatan perang, yaitu : Timor-Timur yang akhirnya diselesaikan secara
Internasional dengan cara referandum dan sejak tahun 1999, Timor-
Timur berdiri sendiri menjadi sebuah negara Republik Timor Lorosae.
Demikian juga perselisihan antara Indonesia dengan Malaysia tentang
status pulau Sipadan dan Ligitan. Karena kedua negara tersebut tidak
mampu menyelesaikan dengan hukum nasionalnya, akhirnya diserahkan
kepada Mahkamah Internasional. Pada tahun 2002, keluar keputusan
Mahkamah Internasional yang memenangkan Malaysia sebagai pemilik
sah kedua pulau tersebut.
Meskipun bangsa Indonesia sangat menyesalkan hilangnya pulau
Sipadan dan Ligitan dari peta wilayah kedaulatan republik Indonesia,
namun demi penghormatan terhadap keputusan Mahkamah Internasional
maka dengan besar hati (legowo) keputusan tersebut dapat dipahami.
Berikut adalah pernyataan resmi dari Menteri Luar Negeri atas nama
Pemerintah Republik Indonesia.
38

Issued by the Indonesian Embassy


Information and Cultural Section
P.O. Box 3545, Glen Road, Kelburn
Wellington.
No : 736/04/XII/2002

PERNYATAAN PERS
DR. N. HASSAN WIRAJUDA
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Setelah Dikeluarkannya Keputusan Mahkamah Internasional


Atas Kasus Sipadan-Ligitan
Jakarta, 17 Desember 2002

Bismillahirahmaanirrahiim.
Assalaamualaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Hari ini, pada sidang yang dimulai pada pukul 10 pagi waktu Den Haag,
atau pukul 4 sore waktu Jakarta, Mahkamah Internasional atau
International Court of Justice pda pukul 17:45 (WIB) telah
mengeluarkan keputusannya tentang kasus sengketa kedaulatan atas
Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dan Malaysia.
Mahkamah Internasional telah memutuskan bahwa Malaysia memiliki
kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan berdasarkan
pertimbangan “effectivitee”, yaitu bahwa Pemerintah Inggris telah
melakukan tindakan administratif secara nyata sebagai wujud
kedaulatannya berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa
burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak
1930-an, dan operasi mercu suar sejak awal 1960-an. Sementara itu
kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia hampir 15 tahun terakhir
tidak menjadi faktor pertimbangan. Pada pihak lain, Mahkamah
menolak argumentasi Indonesia yang bersandar pada Konvensi 1891
yang dinilai hanya mengatur perbatasan darat dari kedua negara di
Kalimantan. Garis paralel 4º 10' Lintang Utara ditafsirkan hanya
menjorok ke laut sejauh 3 mil dari titik pantai timur Pulau Sebatik
sesuai ketentuan hukum laut internasional pada waktu itu yang
menetapkan laut wilayah sejauh 3 mil. Sebaliknya, Mahkamah juga
menolaak argumentasi Malaysia mengenai perolehan kepemilikan atas
kedua pulau tersebut berdasarkan “chain of title” (rangkaian
kepemilikan dari Sultan Sulu).
Hampir tidak dapat dielakkan adanya rasa kecewa yang mendalam
bahwa upaya maksimal yang dilakukan oleh empat pemerintahan
Indonesia sejak tahun 1997 ternyata tidak membuahkan hasil seperti
39

yang kita harapkan bersama.


Suatu fakta penting yang perlu kita ketahui adalah UU No. 4 Tahun
1960 yang memuat peta Wawasan Nusantara kita dimana ditarik
dengan garis pangkal yang menghubungkan titik terluar dari pulau-
pulau terluar yang dimiliki Indonesia, kedua pulau Sipadan dan Ligitan
berada diluar peta tersebut. Sementara itu perlu juga dicatat bahwa
pihak Malaysia juga tidak memuat kedua pulau tersebut dalam peta-
peta mereka hingga tahun 1979. Namun kita berkewajiban untuk
menghormati Persetujuan Khusus untuk bersama-sama mengajukan
sengketa antara Indonesia dan Malaysia tentang kedaulatan atas Pulau
Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Mahkamah Internasional, yang
ditandatangani pada tanggal 31 Mei 1997. Oleh karena itu Pemerintah
Indonesia menerima keputusan Mahkamah Internasional tersebut
sebagai final dan mengikat.
Pemerintah Indonesia percaya bahwa keseluruhan proses peradilan
penyelesaian sengketa melalui Mahkamah Internasional ini telah
berlangsung secara adil, transparan, bertanggung jawab dan
berwibawa.
Saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menggarisbawahi arti
penting keputusan oleh Mahkamah Internasional tersebut baik dalam
konteks hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia maupun
interaksi regional antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Fakta bahwa Indonesia dan Malaysia pada tahun 1997 bersepakat
untuk mengajukan kasus Sipadan-Ligitan pada proses ajudikasi melalui
Mahkamah Internasional telah secara jelas merefleksikan komitmen
politik kedua negara untuk menyelesaikan sengketa secara damai.
Komitmen itu hanya mungkin dibuat di dalam lingkungan politik yang
kondusif, baik secara bilateral maupun regional yang sekaligus
mencerminkan kematangan dalam interaksi kedua negara.
Suatu masalah yang secara politis sangat sensitif, karena menyangkut
klaim kepemilikan dan hak berdaulat atas dua pulau telah mampu
diselesaikan secara damai atas pilihan bersama kedua pihak itu sendiri
dan bukan satu pihak menggugat yang lain.
Hendaknya kita tidak mengecilkan arti dari proses penyelesaian damai
ini. Dengan demikian, tidak hanya kemungkinan suatu konflik
bersenjata dan korban yang diakibatkannya telah dapat dihindarkan,
melainkan juga suatu investasi yang sangat berharga bagi
pengembangan kawasan yang damai dan berkemakmuran.
Sementara itu, upaya penyelesaian sengketa Sipadan-Ligitan melalui
Mahkamah Internasional, yang pertama kali di kawasan - penyelesaian
kasus ini merupakan preseden dan contoh bagi interaksi di antara
negara-negara di kawasan untuk masa-masa mendatang. Dengan
demikian, penyelesaian kasus ini memperkuat arti penting dari
penggunaan cara-cara damai dalam menyelesaikan masalah-masalah
teritorial ataupun masalah-masalah lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Bagi Indonesia, cara penyelesaian kasus Sipadan-Ligitan, yang telah
berlangsung pada masa-masa transisi yang penuh tantangan,
40

merefleksikan keberanian dan kebijaksanaan para pemimpin dan


rakyatnya.
SayaHukum internasional,
sungguh berharap,disebut juga sebagai
dan saya hukum bangsa-bangsa
juga percaya bahwa rakyat
yang dilakukan
Indonesia oleh suatu
dan Malaysia juganegara ataubahwa
berharap, bangsakeputusan
dalam mengadakan
Mahkamah
hubungan dengan negara lain agar
Internasional dalam kasusKESIMPULAN terjalin kerja sama yang
Sipadan-Ligitan ini dapat menutup baik dan
satu
babakan E
saling menguntungkan.
dalam sejarah hubungan bilateral antara Indonesia dan
Malaysia.
Menurut Indonesia
para danahli, Malaysia
bahwa bersama-sama
penekanan tentangmewarisihukumsuatu
masalah dari pemerintah
internasional kolonial
adalah terletak pada Inggeris dan Belanda
kaidah-kaidah yang yang tidak
mengatur
dapat menyelesaikan
hubungan atau yang sengketa wilayah
melintasi antaranya
batas-batas sejaklain.
negara tahun 1891.
Dengan
Sejak waktu
demikian itu hukum
dalam hinggainternasional
sekarang, kita
dapatdituntut
dibedakanuntuk
antaramengatasi
hukum
masalah
perdata kepemilikan
internasionalkedua pulau tersebut
dan hukum yang ketentuan
publik internasional. hukum
Asas-asas
tertulis
yang (konvensi)
digunakan yang dalam mengaturnya tidak jelas,dengan
membina hubungan prakteknegara
kenegaraan
lain
oleh kedua
adalah pihak
asas tidak konsisten
teritorial, dan karena dan
asas kebangsaan, itu sangat terbuka bagi
asas kepentingan
interpretasi.
umum.
Keputusan
Sumberyanghukum diumumkan hari dapat
internasional ini diharapkan
dibedakan membuka
menjadi babakan
sumber
baru
yanghubungan
bersifat bilateral
material yangdan lebih
formal. bersahabat,
Sedangkan dewasa, dan produktif
sumber-sumbernya
diberasal
antara dari
Pemerintah dan rakyat kedua negara,
traktat, kebiasaan-kebiasaan untuk asas-asas
internasional, generasi-
generasi
umum yangyang diakui
akan datang.
bangsa Menyelesaikan sengketa secara hakim,
beradab, keputusan-keputusan damai,
sekali dan untuk selamanya,
dan pendapat-pendapat paraadalah
ahli hukumwarisan terbaik yang dapat kita
terkemuka.
turunkan bagi generasi ini dan berikutnya.
Bahwa dalam praktik penyelenggaraan negara, penerapan antara
Pada
hukumkesempatan
nasional dan ini,hukum
atas nama Pemerintah,
internasional tidak saya
dapatingin sampaikan
dipisahkan. Hal
terima kasih dan
ini karena hukum penghargaan kepada semua
nasional menjadi dasar anggota Satuanhukum
pembentukan Tugas
Pemerintah dan Untuk
internasional. Tim Hukum
lebih Internasional
memahami tentang atas sumbangan
hubunganpikiran dan
tersebut,
tenaganya dalammonoisme
terdapat aliran upaya Pemerintah melakukan yang terbaik untuk
dan aliran dualisme.
menyelesaikan sengketa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.
Ratifikasi merupakan proses penandatanganan yang dilakukan
Penghargaan dan terima
oleh pemerintah dengan kasih juga ingin
lembaga saya sampaikan
perwakilan kepada
rakyat. Dalam
seluruh mass
prakteknya, media,
ratifikasi dapatelektronik
dibedakan dan antara cetak yang
lain ; ratifkasi telah
oleh
mengkomunikasikan keseluruhan
badan eksekutif, ratifikasi oleh proses penanganan
badan legislatif, dan iniratifikasi
secara
obyektif,
campurankhususnya
(pemerintah fakta-fakta yang benar,Ratifkasi
dan parlemen). sehinggacampuran,
terdapat
pemahaman
merupakan yang baikyang
ratifkasi ataspaling
perkara ini, dan
banyak karena itu kami harapkan
diterapkan.
penerimaan yang baik atas keputusan ini oleh seluruh rakyat
Beberapa penyebab timbulnya sengketa internasional antara lain
Indonesia.
adalah dapat dilihat dari segi politis, misalnya persaingan antar
Wassalaamualaikum
negara-negara yang Warahmatullaahi
tergabung dalam Wabarakaatuh.
blok pertahan NATO
(pimpinan Amerika
Jakarta, 17 Desember 2002Serikat) dan blok pertahanan Warsawa (pimpinan
Uni Soviet).
Dalam menyelesaikan
Copyright©2003 The Embassymasalah-masalah internasional,
of the Republic of Mahkamah
Indonesia-Wellington
LastInternasional mempunyai peranan penting dalam upaya
modified: http://www.indonesianembassy.org.nz/PressRelease736-
penyelesesaian berbagai sengketa atau konflik-konflik baik bilateral,
04-xii-2002.htm
regional maupun internasional. Misalnya upaya penyelesaian
mengadili para penjahat perang di kawasan Balkan.
Prinsip hidup berdampingan secara damai, merupakan dambaan
semua bangsa-bangsa beradab dimuka bumi ini. Oleh sebab itu, PBB
yang dibentuk untuk menjaga ketertiban dan perdamaian dunia
memiliki organ Dewan Keamanan yang salah satu fungsinya adalah
untuk menyelesaikan berbagai sengketa internasional secara damai.
Dalam upaya pelaksanaan penyelesaian sengketa internasional,
ada beberapa istilah yang perlu kita pahami bersama, antara lain:
adfisory opinion, compromis, compulsory jurisdiction, ex aequo et
bono, dan lain-lain.
Sebagai bangsa yang beradab dan bagian tidak terpisahkan dari
kepada ketentuan-ketentuan internasional yang telah disepakati
bersama. Oleh sebab itu, apapun keputusan dari organ utama PBB
yaitu Mahkamah Internasional tentang sengketa-sengketa
internasional dengan negara lain harus dihormati dan dijunjung41
tinggi.

LATIHAN UJI KOMPETENSI

A. Pilihan Ganda
Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling benar !

1. Agar hukum internasional mental utama yang harus


dapat dipatuhi oleh semua ditanamkan bagi setiap
bangsa dan negara, sikap
42

pemimpin negara tersebut 5. Ratifikasi hukum internasional


adalah.... yang banyak diterapkan oleh
a. berbagai Negara adalah
sprotif ratifikasi yang dilakukan oleh
b. ….
terbuka a.
c.tanggung jawab eksekutif
d. b.
peduli legislatif
e. c.parlemen
komitmen d.
DPR dan Pemerintah
2. Tokoh pertama yang memberi
e.
inspirasi terbentuknya hukum
pemerintah
internasional dalam bukunya
“Perihal Perang dan Damai”, 6. Istilah yang digunakan bagi
adalah …. suatu negara yang
a. menyatakan turut serta
Huge de Groot dalam suatu perjanjian
b. internasional adalah ....
W. Prodjodikoro a. Agreement
c. J.G. Starke b. Accession
d. c. Treaty
Ali Alatas d. Acupation
e. e.
Kusumaatmadja acceptance
3. Asas hukum internasional 7. Salah satu penyebab
yang melaksanakan hukum timbulnya sengketa
bagi semua orang dan semua internasional adalah dari segi
barang yang ada di politis, yaitu berupa ….
wilayahnya, adalah asas .... a.
a. kebebasan pengaruh ideologi
b. b.
mencakup semua faktor ekonomi
c.kenegaraan c.batas wilayah
d. d.
kepentingan umum lingkungan hidup
e. e.
teritorial kewarganegaraan
4. Perjanjian internasional
merupakan salah satu sumber 8. Mahkamah Internasional
hukum internasional dalam sebagai salah satu organ PBB,
arti .... memegang jabatan
a. Traktat selama ....
b. Material a.
c. Treaty 7 tahun
b.
d. Immaterial
10 tahun
e.
c.8 tahun
formal
43

d. e.
11 tahun Singapura
e. 10. UNCI (United Nation
9 tahun Commissioner for Indonesia)
9. Pulau Sipadan dan Ligitan (di pernah dibentuk oleh Dewan
Kalimantan), merupakan Keamanan PBB untuk
kepulauan yang pernah menyelesaikan sengketa
disengketakan antara negara antara Indonesia dengan ….
Indonesia dengan negara …. a.
a. Belanda
Filipina b.
b. Jepang
Australia c.Malaysia
c.Malaysia d.
d. Australia
Papua Nuguinea e.
Inggris
B. Uraian
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat
dan jelas !
1.Berikan alasan, mengapa dalam kehidupan antar bangsa diperlukan
hukum internasional ?
2.Rumuskan kembali tentang hukum internasional dari berbagai
pendapat para ahli !
3.Berikan 2(dua) contoh tentang penerapan asas kebangsaan
kebangsaan dalam hukum internasional !
4.Jelaskan perbedaan antara hukum internasional tertulis dan tidak
tertulis !
5.Tuliskan kembali sumber-sumber hukum internasional berdasarkan
Pasal 38 Piagam Mahkama Internasional !
6.Jelaskan bagaimana proses ratifkasi yang dilakukan di negara
Indonesia !
7.Jelaskan bagaimana proses/prosedur penyelesaian sengketa
Internasional yang melibatkan 2(dua) atau lebih negara yang
terliibat !
8.Tuliskan kembali apa yang menjadi tugas dan fungsi Mahkamah
Internasional dalam upaya menyelesaikan sengketa-sengketa
internasional !
9.Jelaskan mengapa setiap bangsa atau negara menghendaki hidup
berdampingan secara damai!
10. Jelaskan dengan memberi alasan, mengapa kita harus menghormati
keputusan Mahkamah Internasional !
44

C. Studi Kasus

Tugas Pengadilan Internasional

Kongo: Satu-satunya pengadilan kejahatan perang internasional


yang permanen memulai perkara pertamanya, dalam kasus pemimpin
milisi di Republik Demokratik Kongo. Para hakim di Pengadilan Kejahatan
Internasional (ICC) akan memutuskan apakah Thomas Lubanga akan
diadili atas tuduhan merekrut tentara anak-anak. Konflik di Kongo yang
terjadi selama empat tahun menyebabkan sekitar empat juta orang
tewas.
Amerika Serikat dengan keras menentang pembentukan ICC, karena
khawatir tentaranya akan diadili secara politik. ICC dirancang untuk
menggantikan berbagai pengadilan ad hoc kejahatan perang yang
didirikan di beberapa negara, termasuk pengadilan yang menangani
kejahatan perang di bekas Yugoslavia dan pembantaian etnik di Rwanda.
Thomas Lubanga, 45 tahun, memimpin milisi Persatuan Patriot Kongo
(UPC) di distrik Ituri di Kongo timur laut, tempat peperangan terus pecah
setelah perang lima tahun secara resmi berakhir pada tahun 2003.
Jaksa mengatakan dia mengunjungi kamp latihan bagi tentara milisi
etnik Hema, yang termasuk anak-anak mulai umur 10 tahun, sewaktu
mereka mempersiapkan diri untuk bertempur dengan lawan mereka,
milisi etnik Lendu. “Sambil mendorong mereka untuk bertempur, mereka
-- Lubanga dan wakilnya -- juga mengancam anak-anak itu akan dibunuh
jika berusaha melarikan diri dari kamp,” kata pernyataan kantor jaksa
yang dikutip oleh kantor berita AFP.
Tentara anak-anak itu kemudian diperintahkan “untuk membunuh
semua etnik Lendu termasuk pria, wanita dan anak-anak”, tambah
pernyataan itu, berdasarkan kesaksian dari enam orang anak. Lubanga
menyangkal tiga dakwaan kejahatan perang. Para pengacaranya
mengatakan Lubanga berusaha menghentikan konflik dan dia dihukum
oleh masyarakat internasional karena menolak untuk memberi
kemudahan bagi perusahaan-perusahaan asing di daerah pertambangan
yang dia kuasai.
Berbicara tentang musuh-musuhnya, Lubanga pernah mengatakan
kepada pasukan penjaga perdamaian PBB: “Mereka yang melakukan
melakukan genosida atau pembantaian harus dihukum.” Wartawan BBC
Mark Doyle mengatakan konflik di Ituri terlihat seperti perang antar
etnik, tetapi akar permasalahannya adalah penambangan emas dan
mineral lainnya.

Sumber: BBCIndonesia (Faisal - Tempo News Room)


http://acehlong.wordpress.com/2006/11/09/tugas-
pengadilan-internasional/

Berdasarkan wacana studi kasus di atas, berikan pendapat,


tanggapan atau analisis anda !
45

1. Setelah disimak dan baca baik-baik, jelaskan kembali apa telah ditulis
sesuai dengan persepsi yang ada dibenak anda !
2. Berikan beberapa penjelasan tentang judul berita yang dimaksud
“Tugas Pengadilan Internasional” dan hubungannya dengan tentara
Amerika Serikat yang ada di Kongo !
3. Jelaskan dengan memberi alasan, apa sesungguhnya yang dilakukan
Thomas Lubanga memimpin milisi Persatuan Patriot Kongo (UPC)
sehubungan dengan “keberadaan pengadilan internasional” !
4. Tentukan langkah-langkah nyata dalam upaya mengurangi konflik
atau sengketa internasional yang terjadi di Kongo !
5. Berikan usulan konkrit, apa yang harus anda lakukan guna
meningkatkan kesadaran para pemimpin di Kongo agar menghormati
hukum internasional, jika anda :
a. Sebagai salah satu rakyat Kongo !
b. Sebagai perwakilan tetap negara Indonesia
di PBB !
c. Sebagai salah satu hakim di Mahkamah
Internasional PBB !

D. Bahan Untuk Tugas atau Diskusi (Inquiri)


1. Carilah referansi lebih lanjut atau dari kliping untuk bahan diskusi
tentang peranan Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan
sengketa intarnasional terutama yang berhubungan dengan masalah-
masalah yang dihadapi oleh negara Indonesia !
2. Berikan pendapat atau pandangan anda tentang :
a. Mahkamah Internasional yang memutuskan bahwa pulau Sipadan
dan Ligitin menjadi bagian wilayah Malaysia !
b. Bagaimana upaya-upaya bangsa Indonesia yang telah dilakukan !
c. Apa dan bagaiamana yang harus kita lakukan terhadap negara
Malaysia !
3. Carilah informasi dari berbagai sumber tentang bagaimana prosedur
untuk menyelesaikan sengketa internasional melalui Mahkamah
Internasional !

You might also like