Professional Documents
Culture Documents
BAB III
PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT
DEMOKRASI
Standar Kompetensi :
A. 2. Mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat demokrasi.
Kompetensi Dasar :
2.1. Mendeskripsikan pengertian, fungsi dan peranan serta perkembangan pers di
Indonesia.
2.2. Menganalisis pers yang bebas dan bertanggung jawab sesuai kode etik jurnalistik
dalam masyarakat demokratis di Indonesia.
2.3. Mengevaluasi kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa
dalam masyarakat demokratis di Indonesia.
PENDAHULUAN
Salah satu ciri menonjol negara demokrasi adalah adanya kebebasan untuk berekspresi.
Kebebasan berkespresi dapat terwujud dalam berbagai bentuk, seperti ; berkesenian,
menyampaikan protes atau menyebarkan gagasan melalui media cetak sebagai bagian dari
bentuk ekspresi. Di antara media ekspresi dan penyebarluasan gagasan yang banyak dikenal
masyarakat adalah melalui pers.
Dalam sejarah kehidupan masyarakat Indonesia, dunia Pers tidaklah asing. Jauh sebelum
Indonesia merdeka, awal kemunculan Pers merupakan alat perjuangan bagi seluruh komponen
masyarakat Indonesia dalam menyampaikan aspirasinya guna mencapai Proklamasi
Kemerdekaan. Pasca Proklamasi Kemerdekaan 1945, peranan pers sangat besar sebagai alat
perjuangan dalam rangka menyebarluaskan informasi atau berita-berita ke seluruh pelosok
daerah Indonesia bahkan penjuru dunia. Dalam perkembangannya di Indonesia, dunai pers
pernah mengalami pasang surut baik di era liberal, orde lama, orde baru maupun era reformasi.
Pada kehidupan masyarakat demokratis, salah satu peranan penting pers adalah sebagai
penggerak prakarsa masyarakat, memperkenalkan usaha-usahanya sendiri, dan menemukan
potensi-potensinya yang kreatif dalam usaha memperbaiki peri kehidupannya.
Pers yang juga mengemban misi sebagai salah satu alat kontrol sosial terhadap pemerintah,
telah mampu memberikan kontribusi guna melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan dalam
melaksanakan pemerintahan. Oleh sebab itu, agar tidak terjadi pemberitaan yang menjurus
fitnah setiap insan pers telah dibekali Kode Etik Profesi wartawan Indonesia yang harus
dipatuhi. Kode Etik mencakup : 1) Kepribadian Wartawan Indonesia, 2) Pertanggung jawaban,
3) Cara Pemberitaan dan Menyatakan Pendapat, 4) Pelanggaran Hak Jawab, 5) Sumber Berita,
6) Kekuatan Kode Etik, dan 7) Pengawasan Penataan Kode Etik.
Era globalisasi dewasa ini telah memberi peranan yang lebih besar kepada dunia pers dalam
menggalang prakarsa dan kreativitas warga masyarakat melalui berbagai infrastruktur teknologi
informasi. Dunia pers dalam perspektif demokrasi, telah menemukan jati diri dan kebebasannya
yang mampu menembus batas-batas negara baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya,
2
hukum, pertahanan kemanan dan sebagainya. Oleh sebab itu, memasuki era globalisasi seluruh
komponen birokrasi, maupun masyarakat harus bersikap arif dan bijaksana dalam menanggapi
kritik, saran yang dilontarkan dunia pers.
B. PENGERTIAN, FUNGSI DAN PERAN SERTA PERKEMBANGAN PERS
DI INDONESIA
1. Pengertian Pers
Dalam kehidupan modern, kebutuhan orang akan komunikasi dan informasi semakin
meningkat. Informasi dibutuhkan oleh orang untuk memperluas wawasan dan pengetahuan.
Tidak jarang informasi juga menjadi bahan pertimbangan bagi seseorang untuk mengambil
suatu keputusan. Dalam hal ini, pers menyediakan berbagai informasi yang berguna bagi
masyarakat luas. Tidak hanya itu, pers juga dapat dimanfaatkan untuk membentuk opini
publik atau mendesakkan kepentingan publik agar diperhatikan oleh penguasa.
Dengan semakin berkembangnya dunia informasi, pers sebenarnya semakin dekat
dengan kehidupan kita. Lantas, apa sesungguhnya makna pers itu sendiri ? Untuk
memahami makna tentang pers, berikut ini akan diberikan beberapa pengertian :
a. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata “pers” berarti a) alat cetak untuk
mencetak buku atau surat kabar; 2) alat untuk menjepit, memadatkan; 3) surat kabar
dan majalah yang berisi berita : berita seperti yang ditulis oleh ..... ; 4) orang yang
bekerja di bidang persuratkabaran.
b. Ensiklopedi Indonesia, istilah Pers merupakan nama seluruh penerbitan berkala :
koran, majalah, dan kantor berita.
c. Ensiklopedi Pers Indonesia, istilah Pers merupakan sebutan bagi
penerbit/perusahaan/kalangan yang berkaitan dengan media masa atau wartawan.
Sebutan ini bermula dari cara bekerjanya media cetak yang awalnya menekankan huruf-
huruf di atas kertas yang akan dicetak. Dengan demikian segala barang yang dikerjakan
dengan mesin cetak disebut pers.
d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bahwa yang dimaksud Pers
adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar,
serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
e. Profesor Oemar Seno Adji, Pers dalam sempit seperti diketahui mengandung
penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan atau berita-berita dengan kata tertulis. Sebaliknya
pers dalam arti luas memasukkan di dalamnya semua media mass communications yang
memancarkan pikiran, dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun
dengan lisan.
Dengan demikian dapatlah diketahui, bahwa pers dalam arti sempit merupakan
manifestasi dari “Freedom of the press”, sedangkan pers dalam arti yang luas
merupakan manifestasi dari “freedom of speech” dan keduanya tercakup oleh pengertian
“freedom of expression”.
Pers dalam arti sempit diartikan sebagai surat kabar, koran, majalah, tabloid, dan
buletin-buletin kantor berita. Jadi, pers terbatas pada media tercetak.
Pers dalam arti luas mencakup semua media massa, termasuk radio, televisi, film
dan internet.
Fokus Kita :
Dalam perkembangannya, istilah Pers diberi pengertian dengan penerbitan pers.
Bahkan belakangan pengertiannya meliputi dua hal : pers dalam arti sempit, yakni
media cetak dan pers dalam arti luas, yakni meliputi semua barang cetakan yang
ditujukan untuk umum sebagai pengganti istilah printed mass media. Tapi juga
lazim untuk menyebut orang atau kegiatan yang berhubungan dengan media massa
elektronik. Sedangkan wartawan sebagai bagian dari pers adalah orang yang secara
menjadi manusia primitif. Pada saat teori ini lahir, hubungan antara pers dan negara
berada dalam kerangka seperti itu.
Pada teori tentang pers otoritarian, kedudukan negara mengungguli kelompok
manusia dan individu. Dengan demikian dibenarkan adanya sensor pendahuluan,
pembredelan, pengendalian produksi secara langsung oleh pemerintah dan sebagainya,
yang dikukuhkan oleh peraturan perundang-undangan. Keberadaan pers sepenuhnya
bertujuan untuk mendukung pemerintah yang bersifat otoritas, sehingga pemerintah
langsung menguasai, mengawasi dan mengendalikan seluruh media massa. Dengan
demikian, pers merupakan alat penguasa untuk menyampaikan keinginannya
kepada rakyat. Andai pun ada kebebasan pers, kebebasannya itu pun tidak harus
menyalahkan atau mengkritik penguasa.
Fokus Kita :
Teori Otoritarian menganggap negara merupakan ekspresi tertinggi dari organisasi
kelompok manusia, mengungguli masyarakat dan individu. Negara dianggap
sesuatu yang terpenting dalam membangun dan mengembangkan manusia
seutuhnya. Tanpa negara, manusia tidak dapat mencapai tujuan hidupnya dan akan
tetap menjadi manusia primitif.
Menurut pendapat Mc. Quail, di dalam teori pers otoritarian disebutkan prinsip-
prinsip dasar pelaksanaan sebagai berikut :
1) Media selamanya (akhirnya)harus tunduk kepada penguasa yang ada.
2) Penyensoran dapat dibenarkan.
3) Kecaman terhadap penguasa atau terhadap penyimpangan dari kebijakan resmi tidak
dapat diterima.
4) Wartawan tidak mempunyai kebebasan di dalam organisasinya.
Fokus Kita :
Menurut teori libertarian, pers merupakan sarana penyalur hati nurani rakyat
untuk mengawasi dan menentukan sikap terhadap kebijakan pemerintah. Oleh sebab
itu, pers bukanlah alat kekuasaan pemerintah, sehingga ia harus bebas dari pengaruh
dan pengawasan pemerintah. Dengan demikian teori ini memandang sensor sebagai
inkonstitusional terhadap kemerdekaan pers.
5
1. Berikan ulasan pengertian kembali tentang “Pers” sesuai pendapat anda dan tokoh-tokoh
terkenal !
Pendapat anda tentang
Pers? .....................................................................................................................
....................................................................................................................................................
.....................
No Tokoh Uraian Singkat
.......................................................................................................
Oemar Seno ...............
1.
Adji .......................................................................................................
...............
.......................................................................................................
2. L. Taufik ...............
.......................................................................................................
...............
2. Dalam teori pers “Otoritarian” menganggap negara merupakan ekspresi tertinggi dari
organisasi kelompok manusia, mengungguli masyarakat dan individu. Berikan penjelasn
singkatnya yang dimaksud dengan !
a. Negara merupakan ekspresi
tertinggi: .......................................................................................
8
.............................................................................................................................................
....................
b. Mengungguli
masyarakat: ..............................................................................................................
.............................................................................................................................................
.....................
3. Menurut Teori Tanggung Jawab Sosial, kebebasan pers itu perlu dibatasi oleh dasar
moral, etika dan hati nurani insan pers. Beri penjelasan singkat pada kolom di bawah ini !
Dasar moral Hati nurani insan pers
....................................................................... ....................................................................
....... .........
....................................................................... ....................................................................
....... .........
....................................................................... ....................................................................
....... .........
....................................................................... ....................................................................
....... .........
4. Berikan tanggapan penjelasan, mengapa di dalam pers kemerdekaan yang mutlak hanyalah
merupakan khayalan belaka !
....................................................................................................................................................
...................
....................................................................................................................................................
...................
....................................................................................................................................................
...................
5. Tuliskan perbedaan dan persamaan pada teori pers “Otoriterian” dengan “Komunis” di
bawah ini !
Persamaan Perbedaan
....................................................................... ....................................................................
......... .........
....................................................................... ....................................................................
......... .........
....................................................................... ....................................................................
......... .........
....................................................................... ....................................................................
......... .........
9
Fokus Kita :
Representasi sistem pers barat ini dapat diwakili oleh sistem pers Amerika Serikat
dan Eropa. Negara-negara barat pada umunya baik Amerika maupun Eropa menganut
falsafah yang sama yaitu “Liberalisme”, yang menjadi landasan sistem sosial, sistem
politik dan sistem pemerintahan mereka.
Jika di lihat dari aspek hubungan pers dengan pemerintah Amerika Serikat, dapat
digambarkan sebagai hubungan persaingan. Artinya pers Amerika Serikat bebas dari
campur tangan pemerintahannya dan demikian pula sebaliknya, sehingga terdapat
persaingan diantara pers dengan pemerintah, terutama dalam hal megembangkan diri
dan kepemimpinan. Di Amerika Serikat, pers mempunyai kebebasan untuk bergerak. Di
dalam sistem liberal seperti di Amerika serikat, pers tidak berorientasi pada politik
pemerintah, artinya pers bukan merupaka terompet pemerintah seperti di negara-negara
sosialis.
Disisi lain perlu difahami pula bahwa hubungan antara pers, pemerintah dan
masyarakat di Amerika dan Eropa, sesungguhnya dapat digambarkan sebagai “upaya
saling mengontrol”. Artinya, walaupun ideologi kebebasan yang dianut memberi
kemerdekaan berekspresi, tetapi bukan berarti semuanya tanpa kontrol. Hubungan yang
demikian dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan kuat serta masyarakat sipil
yang juga kuta. Kondisi yang demikian memberi sumbangan penting bagi terbangunnya
kehidupan sosial yang demokratis.
dari konsep bahwa kepemilikan atas sarana-sarana produksi dan distribusi berada di
bawah kekuasaan negara, maka pers di negara Komunis dimiliki sepenuhnya oleh
pemerintah; tidak adak kepemilikan oleh perorangan atau swasta. Pemerintah dan partai
komunis menggunakan pers sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuannya, yaitu
sebagai instrumen yang terintegrasi dengan kekuasaan pemerintah dan partai untuk
kegiatan propaganda dan agitasi.
Menurut Heinz Ditriech Fisher dan John C. Merril, dalam buku “Internasional
Communication” yang di kutip oleh F. Rachmadi, menyatakan “ Membicarakan sistem
pers Uni Soviet (Rusia), tidak dapat terlepas dari tiga nama tokoh yang meletakan
dasar sistem pers Soviet. Mereka adalah Lenin, Stallin, dan Kruchcev.”..... “Menurut
Lenin, pers harus melayani kepentingan kaum buruh yang merupakan kelompok
mayoritas”. Dijelaskan lebih lanjut, Lenin adalah pencetus teori pers komunis dan
Stalinlah yang menerapkan ajaran Lenin. Stalinlah yang membuat lembaga sensor,
penekanan-penekanan, dan sebagainya, sedangkan Krushcev lebih menyadari bahwa
pers itu ternyata dapat juga menjadi forum pertukaran pendapat.
Fokus Kita :
Didalam sistem pers komunis dikenal adanya lembaga kontrol atau lembaga sensor
yang diberi nama Glavit yang bertugas antara lain mengawasi bahan-bahan pers yang
akan dipublikasikan dan tugas-tugas untuk mengamankan politik ideologis dan
keamanan.
Secara ringkas tentang fungsi pers di bekas negara Uni Soviet (Rusia) seperti yang
ditulis oleh F. Rachmadi , adalah sebagai berikut :
1) Pers sebagai alat propaganda, agitator, dan organisator kolektif.
2) Pers merupakan tempat pendidikan kader-kader komunis di kalangan masa.
3) Pers bertugas sebagai lembaga yang memmobilisasi dan berorganisir masa untuk
pembangunan ekonomi.
4) Pers menerapkan dan menyiarkan semua dekrit, keputusan, intruksi yang di
keluarkan oleh Komite Sentral Partai maupun oleh Pemerintah Rusia serta bahan
publikasi lain dari pemerintah.
5) Pers berfungsi sebagai alat untuk melakukan kontrol dan kritik.
Sesuai dengan fungsi dan peranan pers di Rusia, mereka tidak mementingkan
pemberitaan, karena badan sensor tidak akan memberi izin untuk memberitakan
kejadian-kejadian penting yang tidak dikehendaki, serta menghindari pemberitaan-
pemberitaan tentang hak asasi manusia.
a. Pengertian
Sebagian besar negara-negara berkembang adalah negara-negara yang baru merdeka
setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua yang ada pada kawasan benua Asia, Afrika,
13
dan Amerika Latin. Kehadirannya ada yang lahir melalui perjuangan kemerdekaan
(seperti Indonesia, Vietnam, Aljazair), ada pula yang merupakan pemberian dari negara
penjajahnya seperti India, dan Malaysia. Akibat cara memperoleh kemerdekaan yang
berbeda, hal ini sangat berpengaruh terhadap sosial, ekonomi, politik dan budaya serta
sistem pers negara yang bersangkutan. Pers di negara-negara berkembang pun berada
dalam proses perubahan nilai-nilai lama ke nilai-nilai baru yang lebih bersifat
nasionalisme.
Namun ironisnya setelah terbentuknya pemerintahan sendiri yang berdaulat,
sebagian negara-negara berkembang tersebut masuk kembali dalam pusaran penjajahan.
Bedanya, penjajahan kali ini dilakukan oleh pemerintahan sendiri yang dipimpin oleh
pemimpin yang otoriter. Para pemimpin otoriter ini melakukan kontrol terhadap segenap
kehidupan masyarakat dan sebaliknya, berupaya membebaskan pemerintahannya dari
kontrol masyarakat.
Fokus Kita :
Penduduk di negara-negara berkembang dengan jumlah lebih kurang 70 % dari
penduduk dunia, hanya sekitar 26% yang mengkonsumsi surat kabar dari total
sirkulasi surat kabar di dunia. Hal ini menunjukkan, bahwa minat baca (reading
habit) penduduk negara-negara berkembang masih sangat rendah yang disebabkan
karena angka tuna aksara (buta huruf) masih tinggi dan pendapatan per kapita masih
rendah pula.
Lembaga pers juga tidak lepas dari pengaruh dan kontrol pemerintah. Hal ini tidak
dapat dihindarkan dari kenyataan bahwa pers dapat menjadi pembentuk opini publik.
Jika kritisme pers dapat dibungkam, besar kemungkinan kendali terhadap segenap
kehidupan rakyat akan tergenggam aman di tangan penguasa.
ikut serta dalam pembangunan ekonomi. Pada umumnya, sistem persnya menganut
sistem tanggung jawab sosial (social responsibility ).
5) Pada umumnya, pers di negara berkembang mengalami masalah yang sama di
bidang komunikasi, yaitu; ketimpangan informasi, monopoli, dan pemusatan yang
berlebihan dari sumber dan jalur komunikasi. Hal ini mengakibatkan adanya
dominasi negara maju atas negara berkembang di bidang informasi dan komunikasi.
6) sistem dan pola hubungan antara pers dan pemerintah mempunyai tendensi
perpaduan antara sistem-sistem yang ada (libertarian, authoritarian, social
responsibility, dan lain-lain.).
Carilah sumber informasi lain baik dari buku, koran, majalah, internet, buletin dan
sebagainya, kemudian lakukan hal-hal berikut :
Rumuskan kembali pemahaman tentang “Sistem Pers” yang diterapkan di
beberapa negara (Barat, Komunis dan Berkembang) !
Berikan alasan penjelasan, mengapa sistem pers di negara-negara barat
(terutama di Amerika Serikat yang berfalsafah liberalisme) ada tidak sependapat
dengan kebebasan pers yang ada !
Berikan alasan penjelasan, mengapa di negara-negara Komunis pada
umumnya, kebebasan pers sulit diwujudkan !
Tulisakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) karakteristik sistem pers di negara-
negara berkembang pada umumnya !
Berikan penjelasan, bagaimana hubungan antara keberadaan pers yang bebas
dan bertanggung jawab dengan hak asasi manusia dan demokrasi !
a. Sifat Pers
Ideologi atau falsafah yang dianut setiap negara, akan berpengaruh terhadap sifat
pers yang ada di negara tersebut. Oleh sebab itu, sifat pers antara satu negara dengan
negara lainnya tidak sama. Hingga sekarang paling tidak terdapat 6 (enam) sifat pers
yang penerapannya berbeda, yaitu dapat dilihat berikut ini :
Fokus Kita :
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada Pasal 3
antara lain disebutkan pers nasional berfungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan, kontrol sosial dan dapat juga sebagai lembaga ekonomi.
17
c. Peranan Pers
Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan bahwa
pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut :
18
Fokus Kita :
Pers dalam menjalankan fungsi, tugas dan peranannya menghadapi banyak
tantangan dan masalahnya sendiri. Pers ditantang untuk bekerja lebih profesional
sesuai kode etik jurnalistik, dan dilain pihak pers menghadapi masalah bagaimana
memperoleh tenaga yang profesional, cakap dan terampil.
Fokus Kita :
Pada masa penjajahan Jepang, boleh dikatakan pers nasional mengalami
kemunduran besar. Pers nasional yang pernah hidup di jaman pergerakan secara
sendiri-sendiri dipaksa bergabung untuk tujuan yang sama, yaitu mendukung
kepentingan Jepang.
21
Pers di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi alat pemerintah Jepang dan
bersifat pro Jepang. Beberapa harian yang muncul pada masa itu, antara lain:
1) Asia Raya di Jakarta
2) Sinar Baru di Semarang
3) Suara Asia di Surabaya
4) Tjahaya di Bandung
Pers nasional masa pendudukan Jepang memang mengalami penderitaan dan
pengekangan kebebasan yang lebih daripada jaman Belanda. Namun, ada beberapa
keuntungan yang didapat oleh para wartawan atau insan pers di Indonesia yang bekerja
pada penerbitan Jepang, antara lain sebagai berikut:
1) Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers Indonesia bertambah. Fasilitas dan
alat-alat yang digunakan jauh lebih banyak daripada masa pers jaman Belanda. Para
karyawan pers mendapat pengalaman banyak dalam menggunakan berbagai fasilitas
tersebut.
2) Penggunaan Bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas. Penjajah
Jepang berusaha menghapuskan bahasa Belanda dengan kebijakan menggunakan
bahasa Indonesia dalam berbagai kesempatan. Kondisi ini sangat membantu
perkembangan bahasa Indonesia yang nantinya juga menjadi bahasa nasional.
3) Adanya pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikan
oleh sumber-sumber resmi Jepang. Selain itu, kekejaman dan penderitaan yang
dialami pada masa pendudukan Jepang memudahkan para pemimpin bangsa
memberikan semangat untuk melawan penjajahan.
Beberapa contoh Koran Republik yang muncul pada masa itu, antara lain harian
“Merdeka”, “Sumber”, “Pemandangan”, “Kedaulatan Rakyat”, “Nasional” dan
“Pedoman”. Jawatan Penerangan Belanda menerbitkan Pers Nica, antara lain “Warta
Indonesia” di Jakarta, “Persatuan” di Bandung, “Suluh Rakyat” di Semarang, “Pelita
Rakyat” di Surabaya dan “Mustika” di Medan. Pada masa revolusi fisik inilah,
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Serikat Pengusaha Surat Kabar (SPS) “lahir”.
Kedua organisasi ini mempunyai kedudukan penting dalam sejarah pers Indonesia.
Pemerintah republik Indonesia untuk pertama kali mengeluarkan peraturan yang
membatasi kemerdekaan pers terjadi pada tahun 1948. Menurut Smith, “dalam
kegembiraan kemerdekaan ini, pers dan pemerintah bekerja bergandengan tangan erat
sekali dalam seratus hari pertama masa merdeka itu”.
Fokus Kita :
Pejabat pemerintah pada awalnya menyuarakan perasaan yang tepat bahwa
kebebasan pers merupakan sesuatu yang mutlak bagi kebebasan jiwa manusia,
keharusan bagi martabat manusia, dan menjdi dasar bagi proses demokrasi. Namun
belakangan akibat kritikan pers yang pedas, timbul pemaksaan agar pers tunduk di
bawah kekuasaan pemerintah.
Fokus Kita :
Pers di Zaman Liberal (1950-1959) sesuai dengan struktur politik yang berlaku pada
waktu itu, lebih banyak menimbulkan akibat-akibat negatif daripada positif. Selama
periode tahun 1952-1959 menurut catatan Edward C. Smith, terjadi tindakan anti
pers sebanyak 374 kali, dan yang terbanyak selama tahun 1957, yaitu mencapai angka
125 kali.
Awal pembatasan terhadap kebebasan pers adalah efek samping dari keluhan para
wartawan terhadap pers Belanda dan Cina. Pemerintah mulai mencari cara membatasi
penerbitan itu, karena negara tidak akan membiarkan ideologi “asing” merongrong
Undang-undang Dasar. Pada akhirnya pemerintah melakukan pembredelan pers, dengan
tindakan-tindakannya yang tidak terbatas pada pers asing saja.
Pertanda akan terjadinya pembatasan terhadap kebebasan pers, terbaca dalam artikel
Sekretaris Jenderal Kementrian Penerangan, Ruslan Abdulgani, yang antara lain :
“...khusus di bidang pers beberapa pembatasan perlu dikenakan atas kegiatan-kegiatan
kewartawanan orang-orang asing...”. Pernyataan di atas ditindak lanjuti dengan
pengesahan Undang-Undang yang mengharuskan para penerbit Belanda membayar tiga
kali lipat untuk kertas koran ketimbang pers Indonesia.
Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden R.I. yang menyatakan kembali ke
UUD 1945, tindakan tekanan terhadap pers terus berlangsung, yaitu pembredelan
terhadap Kantor berita PIA dan Surat Kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan
Sin Po yang dilakukan oleh Penguasa Perang Jakarta.
Fokus Kita :
Di zaman orde lama atau Demokrasi Terpimpin atau era Pers Terpimpin, pers lebih
banyak merupakan alat penguasa daripada alat penyambung lidah rakyat.
Upaya untuk membatasi kebebasan pers itu tercermin dari pidato Menteri Muda
Penerangan Maladi, ketika menyambut HUT Proklamasi Kemerdekaan R.I ke-14,
antara lain ia menyatakan; “...Hak kebebasan individu disesuaikan dengan hak kolektif
seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berfikir, menyatakan
pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin Undang-Undang
Dasar 1945 harus ada batasnya: keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan
kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Pada awal 1960, penekanan kepada kebebasan pers diawali dengan peringatan
Menteri Muda Penerangan Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan
terhadap surat kabar, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak mentaati
peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”. Masih pada tahun
1960, penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap pers. Demi
kepentingan pemeliharaan ketertiban umum dan ketenangan, penguasa perang mencabut
izin terbit Harian Republik.
Memasuki tahun 1964 kondisi kebebasan pers semakin memburuk, hal ini
digambarkan oleh E.C. Smith dengan mengutip dari “Army Handbook“ bahwa
Kementerian Penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers.
Perubahan yang ada hampir-hampir tidak lebih dari sekedar perubahan sumber
wewenang karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.
Berdasarkan uraian di atas, tindakan-tindakan penekanan terhadap kemerdekaan
pers oleh penguasa Orde Lama, bertambah bersamaan dengan meningkatnya ketegangan
dalam pemerintahan. Tindakan-tindakan penekanan terhadap kebebasan pers merosot,
ketika ketegangan dalam pemerintahan menurun. Lebih-lebih setelah percetakan-
percatakan diambil alih oleh pemerintah dan para wartawan diwajibkan untuk berjanji
mendukung politik pemerintah, sangat sedikit pemerintah melakukan tindakan
penekanan kepada pers.
Fokus Kita :
Memasuki era Orde Baru, pers menyambutnya dengan penuh suka cita, karena
pemerintah memberi kebebasan penuh kepada pers setelah mengalami masa
traumatik selama tujuh tahun di zaman Orde Lama. Apalagi apabila pemberitaan
menyoroti kebobrokan rezim Orde Lama.
Masa “bulan madu” antara pers dan pemerintah ketika itu dipermanis dengan
keluarnya Undang-undang Pokok Pers (UUPP) Nomor 11 Tahun 1966, yang dijamin
tidak ada sensor dan pembredelan, serta penegasan bahwa setiap warga negara
mempunyai hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif, dan tidak diperlukan
surat izin terbit. Kemesraan tersebut ternyata hanya berlangsung kurang lebih delapan
tahun, karena sejak terjadinya “Peristiwa Malari” (peristiwa limabelas Januari 1974),
kebebasan pers mengalami set-back (kembali seperti jaman Orde Lama).
Terjadinya Peristiwa Malari tahun 1974, berakibat beberapa surat kabar dilarang
terbit Tujuh surat kabar terkemuka di Jakarta (termasuk Kompas ) diberangus untuk
beberapa waktu dan baru diijinkan terbit kembali, setelah para pemimpin redaksinya
menandatangani surat pernyataan maaf. Penguasa lebih menggiatkan larangan-larangan
melalui telepon supaya pers tidak menyiarkan suatu berita, ataupun para wartawan lebih
diperingatkan untuk mentaati kode etik jurnalistik sebagai “selfcensorship”.(saya
memperhitungkan ). Demikian juga pengawasan terhadap kegiatan pers dan wartawan
diperketat. (menjelang ) Sidang MPR-1978.
Pers pasca Malari merupakan pers yang cenderung “mewakili” kepentingan
penguasa, pemerintah atau negara. Pada saat itu pers jarang, malah tidak pernah
melakukan kontrol sosial secara krisis, tegas dan berani. Pers pasca Malari tidak
artikulatif dan mirip dengan jaman rezim Demokrasi Terpimpin. Perbedaan hanya pada
26
kemasan yakni rezim Orde Baru melihat pers tidak lebih dari sekedar institusi politik
yang harus diatur dan dikontrol seperti halnya dengan organisasi massa dan Partai
Politik.
Prof. Oemar Seno Adji, SH dalam bukunya “Mass Media dan Hukum”
menggambarkan kebebasan pers di alam demokrasi Pancasila, dengan karakteristik
sbb:
1. Kemerdekaan pers harus diartikan sebagai kemerdekaan untuk mempunyai dan
menyatakan pendapat dan bukan sebagai kemerdekaan untuk memperoleh alat-
alat dari expression tadi, seperti dikatakan oleh negara-negara sosialis.
2. Tidak mengandung lembaga sensor preventif.
3. Kebebasan ini bukanlah tidak terbatas, tidak mutlak dan
bukanlah tidak bersyarat sifatnya.
4. Ia merupakan suatu kebebasan dalam lingkungan batas-
batas tertentu, dan syarat-syarat limitatif dan demokratis, seperti diakui oleh
hukum internasional dan ilmu hukum.
5. Kemerdekaan pers ini dibimbing oleh rasa tanggung
jawab, dan membawa kewajiban-kewajiban yang untuk pers sendiri disalurkan
melalui beroepsthiek mereka.
6. Ia merupakan kemerdekaan yang disesuaikan dengan
tugas pers sebagai kritik adalah negatif karakternya, melainkan pula ia positif
sifatnya, apabila ia menyampaikan “wettige-initiativen “ dari pemerintah.
7. Aspek positif di atas tidak mengandung dan tidak
membenarkan suatu konklusi, bahwa posisinya adalah “subordinated “ terhadap
penguasa politik.
8. Adalah suatu kenyataan, bahwa aspek positif ini jarang
ditemukan oleh kaum Libertarian sebagai suatu unsur essentiel dalam persoalan
mass-communication .
9. Pernyataan, bahwa pers itu tidak “subordinated ” kepada
penguasa politik berarti, bahwa konsep authoritarian tidak acceptable bagi Pers
Indonesia.
Fokus Kita :
Pada tanggal 21 Mei 1998 Orde Baru tumbang dan mulailah Era Reformasi. Tuntutan
reformasi bergema di semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehiduan pers.
Selama rezim Orde Lama dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim Orde Baru,
Pers Indonesia tidak berdaya, karena senantiasa di bawah bayang-bayang maut
terancam pencabutan surat izin terbit.
Di dalam Undang-undang Pers yang baru ini, dengan tegas menjamin adanya
kemerdekaan pers, sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4). Itulah sebabnya mengapa
tidak lagi di singgung perlu tidaknya surat izin terbit. Di samping itu ada jaminan lain
yang diberikan oleh undang undang ini, yaitu terhadap pers nasional tidak di kenakan
penyensoran, pembredelan dan pelarangan penyiaran sebagaima tercantum dalam Pasal
4 ayat (2).
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai hak tolak. Tujuan hak tolak adalah agar wartawan dapat melindungi
sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hak
tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh penjabat penyidik dan
atau dimintai menjadi saksi di pengadilan. Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan
dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan.
Pada masa reformasi ini dengan keluarnya Undang-Undang tentang pers, yaitu
Undang- Undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers, maka pers nasional melaksanakan
peranan sebagai berikut :
28
Carilah sumber informasi lain baik dari buku, koran, majalah, internet, buletin
dan sebagainya, kemudian lakukan hal-hal berikut :
Rumuskan kembali pemahaman
bagaimana suatuanda bangsa
tentang secara sosiologiskehidupan
maupun
Rumuskan kembali perkembangan
politis dapat terbentuk !
pers di Indonesia semenjak pra kemerdekaan hingga sekarang ini !
Berikan penjelasan hubungan antara adanya manusia dengan
Berikan penjelasan
terbentuknya bagaimana
bangsa di dalam peranan
suatu negara pers! Indonesia pada masa
tertentu
penjajahan Belanda dan Jepang !
Berikan penjelasan kembali mengapa unsur konstitutif, merupakan unsur
mutlak dalampenjelasan
Berikan berdirinyakembali
suatu negara ! peranan pers di masa revolusi yang
tentang
Berikandikatakan
sekurang-kurangnya
sebagai “penjaga kepentingan publik” !dan berbedaan antara warga
2 (dua) contoh persamaan
negara dengan bukan warga negara berdasarkan hak dan kewajibannya !
Berikan sekurang-kurangnya
Identifikasikan kembali dalam2 bentuk
(dua) indikator
apa sajakahyangbatas
mendasar antara
suatu negara
peranan pers pada
dengan negara lainmasa
! orde lama dan orde baru !
Identifikasikan kembali dalam bentuk apa sajakah perubahan pers di
Indonesia paska rezim orde baru atau era reformasi dewasa !
29
Fokus Kita :
Lahirnya Undang-Undang Pers yang baru (Nomor 40 Tahun 1999) atas pertimbangan
bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan pokok
pers sebagaimana telah diubah lagi dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1967 dan
diubah lagi dengan Undang-undang No. 21 Tahun 1982, yang dianggap sudah tidak
sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan zaman.
30
Peraturan tentang pers yang berlaku sekarang ini (Undang-Undang Nomor 40 Tahun
1999 telah diundangkan pada tanggal 23 September 1999 yang dimuat dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166), memuat berbagai perubahan yang
mendasar atas Undang-Undang pers sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar pers berfungsi
maksimal sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Fungsi
yang maksimal tersebut diperlukan karena kemerdekaan pers adalah satu perwujudan
kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis.
Pencabutan undang-undang lama yang diganti dengan undang-undang baru, pada
hakekatnya mencerminkan adanya perbedaan nilai-nilai dasar politis ideologis antara orde
baru dengan orde reformasi. Hal ini tampak dengan jelas dalam konsideran undang-undang
pers yang baru, yang antara lain bahwa undang-undang tentang ketentuan pokok pers yang
lama dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Di samping itu tentang
fungsi, kewajiban, dan hak pers dalam undang-undang yang baru tidak lagi mengkaitkannya
dengan penghayatan dan pengamalan inti P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila).
Fokus Kita :
Berdasarkan norma-norma keserasian sosiologis yang berpedoman kepada Pancasila,
pers Indonesia dalam pola berpikir dan bekerjanya tidak akan melepaskan diri dari
nilai-nilai gotong-royong yang telah menjadi ciri khas dari pandangan dan sikap bangsa
dan masyarakat.
31
3. Organisasi Pers
Organisasi Pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers (ps. 1: 5).
Organisasi-organisasi tersebut mempunyai latar belakang sejarah, alur perjuangan dan
penentuan tata krama professional berupa kode etik masing-masing. PWI (Persatuan
Wartawan Indonesia) yang lahir di Surakarta, dalam kongresnya yang berlangsung tanggal
8-9 Februari 1946 dan SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) yang lahir di serambi Kepatihan
Yogyakarta pada hari Sabtu tanggal 8 Juni 1946, merupakan komponen penting dalam
pembinaan pers Indonesia. Ketika itu di Indonesia sedang berkobar revolusi fisik melawan
kolonialisme Belanda yang mencoba menjajah kembali negeri kita.
Dari organisasi inilah adanya komponen sistem pers nasional, yang di dalamnya
terdapat Dewan Pers sebagai lembaga tertinggi dalam sistem pembinaan pers di Indonesia
dan memegang peranan utama dalam membangun institusi bagi pertumbuhan dan
perkembangan pers.
Dewan pers yang independent, dibentuk dalam upaya mengembangkan kemerdekaan
pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional (UU No. 40/1999 ps. 15: 1). Dan Dewan
pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
b. Melakukan pengkajian untuk pengembangan pers;
c. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
d. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas
kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
e. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah;
f. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers dan
meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
g. Mendata perusahaan pers (ps. 15: 2).
proses pertukaran lambang-lambang yang berarti untuk mencapai saling pengertian dan
saling mempengaruhi dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat yang harmonis.
Fokus Kita :
Suatu sistem pers, adalah sistem kebebasannya. Suatu sistem pers diciptakan untuk
menentukan bagaimana sebaiknya pers itu dapat melaksanakan kebebasan dan
tanggungjawabnya.
Pers dalam sejarah Indonesia, memiliki peranan yang efektif sebagai jembatan
komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat, serta masyarakat dengan
Inti permasalahan dalam sistem kebebasan pers adalah sistem kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat (freedom of expression ) di negara-negara barat atau sistem
kemerdekaan untuk “mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan”, sebagaimana
tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945.
Faham dasar sistem pers Indonesia tercermin dalam konsideran Undang-undang Pers,
yang menegaskan bahwa “Pers Indonesia (nasional) sebagai wahana komunikasi massa,
penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak,
kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang
profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari
campur tangan dan paksaan dari manapun”.
Dengan demikian, sistem pers Indonesia tidak lain adalah sistem pers yang berlaku di
Indonesia. Kata “Indonesia” adalah pemberi, sifat, warna, dan kekhasan pada sistem pers
tersebut. Dalam kenyataan, dapat dijumpai perbedaan-perbedaan essensial sistem pers
Indonesia dari periode yang satu ke periode yang lain, misalnya Sistem Pers Demokrasi
Liberal, Sistem Pers Demokrasi Terpimpin, Sistem Pers Demokrasi Pancasila, dan Sistem
Pers di era reformasi, sedangkan falsafah negaranya tidak berubah.
Fokus Kita :
Pers Indonesia yang telah meletakkan dasar kebebasan yang bertanggung jawab, dalam
kerangka memainkan peranan strategis telah bergabung dalam satu wadah Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) merupakan organisasi wartawan di Indonesia yang
dikukuhkan Pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor
47/Kep/Menpen/1975.
34
Penerapan pers yang bebas dan bertanggungjawab dikembangkan dan dibina dalam
suasana yang harmonis terhadap lingkungan, serta merangsang timbulnya kreativitas, bukan
sebaliknya dengan menimbulkan ketegangan-ketegangan yang bersifat antagonistis.
Kehidupan pers nasional Indonesia, merupakan produk dari sistem nilai yang berlaku
dalam masyarakat yang diproyeksikan ke dalam bidang kegiatan pers, maka dalam
menjalankan peranannya pers sebagai salah satu modal bangsa menggunakan aturan main
(rules of the game ) pers nasional:
1. Landasan Idiil : Falsafah Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
2. Landasan Konstitusi : Undang-Undang Dasar 1945.
3. Landasan Yuridis : Undang-undang Pokok Pers.
4. Landasan Strategis : GBHN.
5. Landasan Profesional : Kode Etik Jurnalistik.
6. Landasan Etis : Tata nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Bonus Info Kewarganegaraan
Prof. Oemar Seno Adji, dalam bukunya berjudul “Hukum Kebebasan Pers “, dari
J.C.T. Simorangkir, SH., menyimpulkan mengenai kebebasan pers Indonesia sebagai
berikut :
I. Hukum Indonesia telah mengakui/mengatur/menjamin perihal kebebasan pers.
II. Kebebasan pers di Indonesia tidaklah dapat dilihat/diukur semata-mata dengan kaca
mata/ukuran luar negeri.
III. Ciri kebebasan pers Indonesia, adalah:
a. Pers yang bebas dan bertanggung jawab ;
b. Pers yang sehat:
c. Pers sebagai penyebar informasi yang obyektif;
d. Pers yang melakukan kontrol sosial yang konstuktif;
e. Pers sebagai penyalur aspirasi rakyat dan meluaskan komunikasi dan partisipasi
masyarakat ;
f. Terdapat interaksi positif antara pers, pemerintah dan masyarakat.
IV Kebebasan pers diakui, dijamin dan dilaksanakan di Indonesia dalam rangka
pelaksanaan Demokrasi Pancasila.
a. Pertanggungjawaban
Pers sebagai salah satu unsur mass media hadir di tengah masyarakat bersama
dengan lembaga masyarakat lainnya harus mampu menjadikan diri sebagai forum
pertukaran pikiran, komentar, dan kritik yang bersifat menyeluruh dan tuntas, tidak
membedakan kelompok, golongan dan etnis ataupun agama. Semuanya itu harus
mendapatkan porsi yang seimbang.
35
Fokus Kita :
Dalam menjalankan profesinya seorang wartawan harus dengan sadar menjalankan
tugas, hak, dan kewajiban, dan fungsinya yakni mengemukakan apa yang sebenarnya
terjadi, jelas, terang, dan mudah dimengerti serta bersifat terbuka.
Pers dalam pengembangan kegiatan sehari-hari harus berada dalam konteks interaksi
positif antara pers dan Pemerintah serta masyarakat. Jika ada masalah dalam
masyarakat, maka pers berupaya membantu menjernihkan persoalan, bukan
sebaliknya ikut memperburuk persoalan yang ada di lingkungan masyarakat itu. Ia harus
memainkan fungsi mendidiknya.
Guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan masyarkaat, pers perlu
melakukan hal-hal berikut :
1) Menghimpun bahan-bahan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
masyarakat, sehingga dapat memberikan partisipasinya dalam melancarkan program
pembangunan.
2) Mengamankan hak-hak pribadi (hak azasi) untuk menghindari tirani dan membina
kehidupan yang demokratis sehingga golongan minoritas tidak ditindas oleh
golongan mayoritas.
3) Mampu menampung dan menyalurkan kritik dan saran yang bagaimanapun
pedasnya, sekalipun yang dituju pers itu sendiri, demi berlangsungnya perbaikan dan
penyempurnaan.
4) Memberikan penerangan melalui iklan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat
tentang barang dan jasa yang berguna dan tepat guna dari produk-produk yang ada.
5) Memelihara kesejahteraan masyarakat dan memberikan hiburan, seperti dengan
menyajikan cerita pendek, fiksi, teka-teki silang, komik, dan sebagainya.
6) Memupuk kekuatannya sendiri (permodalan dan sumber daya manusianya) hingga
terbebas dari pengaruh luar, seperti pemberi modal dan intervensi dari pihak-pihak
tertentu yang bisa mempengaruhi kebebasan dan idealismenya.
7) Menjalankan fungsi kemasyarakatan dengan melakukan penyelidikan untuk
mendapatkan kebenaran dan kontrol sosial demi kepentingan umum, namun dalam
penyajiannya harus bersifat objektif dan mengemukakan alternatif-alternatif
pemecahan, tidak bersifat menghasut apalagi memvonis seseorang (trial by the press
).
8) Dalam penyajian tulisannya, pers dengan bijaksana harus menggunakan pendekatan
praduga tak bersalah (presumption of innocence), terutama berita-berita yang
langsung menyinggung pribadi (hak azasi) seseorang seperti kesusilaan.
9) Menghindari penyajian bahan berita yang sensitif baik berupa gambar, ulasan,
karikatur dan sebagainya yang dapat menimbulkan gangguan stabilitas, seperti
menyangkut Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan (SARA).
10) Menghindari penulisan,berita, ulasan, cerita, gambar, dan karikatur yang cenderung
bersifat pornografi dan sadisme, kekejaman dan kekerasan yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai moral. Demikian pula pemberitaan yang bersifat gossip (desas-desus)
36
tanpa didukung fakta yang kuat dan akan merusak nama baik seseorang atau
golongan.
11) Pers dapat menyajikan bahan siaran atau tulisan-tulisannya yang selalu
menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi dan golongannya.
Demikian juga harus menghindari penyebaran secara terbuka dan terselubung ajaran
Marxisme/Leninisme atau Komunisme.
PERS PANCASILA
Sidang pleno ke 25 Dewan Pers di Solo, tanggal 7 dan 8 Desember 1981, telah
membuat keputusan dan merumuskan pengertian Pers Pancasila yang menjadi pola
kehidupan Pers Nasional. Pers Pancasila adalah pers yang orientasi, sikap, dan
tingkahlakunya berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Sedangkan Pers pembangunan merupakan Pers Pancasila dalam pembangunan sebagai
bagian dari kehidupan bermasyarakat., berbangsa dan bernegara, termasuk
pembangunan itu sendiri.
Hakekat Pers Pancasila adalah adalah pers yang sehat, bebas dan bertanggung
jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan
obyektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif. Melalui Pers
Pancasila dapat dikembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka
yang demokratis dan bertanggungjawab. Dalam mengamalkan Pers Pancasila
mekanisme yang dipakai adalah interaksi positif antara masyarakat, pers, dan
Pemerintah. Dewan Pers berperan sebagai pengembang mekanisme interaksi positif
tersebut.
Dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang GBHN, disebutkan bahwa fungsi
pers antara lain sebagai penyebar informasi yang obyektif, melakukan kontrol sosial
yang konstruktif, menyalurkan aspirsi rakyat dan meluaskan komunikasi dan partisipasi
masyarakat.
Dengan memperhatikan rumusan Dewan Pers dan Ketetapan MPR di atas, dapat
dirumuskan bahwa pers berfungsi sebagai berikut.
1. Mendidik (educatif)
2. Menghubungkan masyarakat (sosial contact )
3. Menyalurkan aspirasi masyarakat (agen of information )
4. Membentuk pendapat umum (pblic opini )
5. Melakukan sosial kontrol (sosial control )
6. Memberikan hiburan (entartiment ).
Fokus Kita :
Tentang Kode Etik Wartawan sesungguhnya telah dijadikan pedoman sejak
berdirinya PWI di Surakarta bulan Februari 1946. Penegasan berlakunya Kode Etik
Jurnalistik mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 1955. Dalam Kongres PWI di
Medan (1955), telah dikeluarkan pengesahan berlakunya Kode Etik Jurnalistik
tersebut. PWI dalam sidang gabungan PWI Pusat dengan Badan Pekerja Kongres
yang berlangsung di Ujung Pandang (1968) menetapkan pula perubahan Kode Etik
Jurnalistik tahun 1955, hal ini akan terus diperbaiki sesuai dengan gerak pertumbuhan
Kode Etik Jurnalistik merupakan aturan mengenai perilaku dan pertimbangan moral
yang harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam siarannya. Secara lengkap Kode
Etik Jurnalistik adalah sebagai berikut :
PEMBUKAAN
Pasal 1
KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA
Pasal 2
PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 3
CARA PEMBERITAAN DAN MENYATAKAN PENDAPAT
1. Wartawan Indonesia menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh
bahan-bahan berita dan tulisan dengan selalu menyatakan identitasnya sebagai
wartawan apabila sedang melakukan tugas peliputan.
2. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran sesuatu berita atau keterangan sebelum
menyiarkannya, dengan juga memperhatikan kredibilitas sumber berita yang
bersangkutan.
3. Di dalam menyusun suatu berita, wartawan Indonesia membedakan antara kejadian
(fakta) dan pendapat (opini), sehingga tidak mencampuradukkan fakta dan opini
tersebut.
4. Kepala-kepala berita harus mencerminkan isi berita.
5. Dalam tulisan yang memuat pendapat tentang sesuatu kejadian (byline story),
wartawan Indonesia selalu berusaha untuk bersikap obyektif, jujur, dan sportif
berdasarkan kebebasan yang bertangung jawab dan menghindarkan diri dari cara-
cara penulisan yang bersifat pelanggaran kehidupan pribadi (privacy), sensasional,
immorial atau melanggar kesusilaan.
6. Penyiaran setiap berita atau tulisan yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, desas-
desus, hasutan yang dapat membahayakan keselamatan bangsa dan negara,
fitnahan, pemutarbalikan sesuatu kejadian, merupakan pelanggaran berat terhadap
profesi jurnalistik.
7. Pemberitaan tentang jalannya pemeriksaan perkara pidana di dalam sidang-sidang
pengadilan harus dijiwai oleh prinsip “praduga tak bersalah”, yaitu bahwa
seseorang tersangka harus dianggap bersalah telah melakukan suatu tindak pidana
apabila ia telah dinyatakan terbukti bersalah dalam keputusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan tetap.
8. Penyiaran nama secara lengkap, identitas dan gambar dari seorang tersangka
dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, dan dihindarkan dalam perkara-perkara
yang menyangkut kesusilaan atau menyangkut anak-anak yang belum dewasa.
Pemberitaan harus selalu berimbang antara tuduhan dan pembelaan dan
dihindarkan terjadinya “trial by the press”.
39
Pasal 4
HAK JAWAB
1. Setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak benar atau berisi hal-hal yang
menyesatka, harus dicabut kembali atau diralat atas keinsyafan wartawan sendiri.
2. Pihak yang merasa dirugikan wajib diberi kesempatan secepatnya untuk menjawab
atau memperbaiki pemberitaan yang dimaksud, sedapat mungkin dalam ruangan
yang sama dengan pemberitaan semula dan maksimal sama panjangnya, asal saja
jawaban atau perbaikin itu dilakukan secara wajar.
Pasal 5
SUMBER BERITA
1. Kode Etik ini dibuat atas prinsip bahwa pertanggungjawaban tentang penataannya
berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia.
2. Tiada satu pasal dalam Kode Etik ini yang memberi wewenang kepada golongan
manapun di luar PWI untuk mengambil tindakan terhadap seorang wartawan
Indonesia atau terhadap penerbitan pers di Indonesia berdasarkan pasal-pasal dalam
Kode Etik ini, karena sanksi atas pelanggaran Kode Etik ini adalah merupakan hak
organisatoris dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) melalui organ-organnya.
1. Berikan penjelasan, bagaimana batasan yang dimkasud “pers yang bebas dan betanggung
jawab”, dan Berikan Contohnya !
Penjelasan : ...............................................................................................................................
....................
....................................................................................................................................................
.....................
No Contoh Uraian Singkat
1. ..................................................................................................
..................................................................................................
41
............................
..................................................................................................
2. ..................................................................................................
............................
3. Organisasi Pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers yang
mempunyai latar belakang sejarah, alur perjuangan dan penentuan tata krama
professional berupa kode etik masing-masing. Beri penjelasan singkat pada kolom di
bawah ini !
Alur perjuangan Tata krama professional
....................................................................... ....................................................................
....... .........
....................................................................... ....................................................................
....... .........
....................................................................... ....................................................................
....... .........
....................................................................... ....................................................................
....... .........
5. Tuliskan perbedaan dan persamaan organisasi pers di Indonesia pada masa sebelum dan
setelah reformasi di bawah ini !
Persamaan Perbedaan
....................................................................... ....................................................................
......... .........
....................................................................... ....................................................................
42
......... .........
....................................................................... ....................................................................
......... .........
....................................................................... ....................................................................
......... .........
D. KEBEBASAN PERS DAN DAMPAK PENYALAHGUNAAN KEBEBASAN
MEDIA MASSA DALAM MASYARAKAT DEMOKRATIS DI
INDONESIA
Hal terpenting yang harus diperhatikan berkaitan antara pers, masyarakat dan
pemerintah adalah sebagai berikut :
a. Interaksi harus dikembangkan sekreatif mungkin untuk tercapainya tujuan
pembangunan, yaitu kesejahteraan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.
Interaksi positif antara ketiga komponen tidak bisa lain berlangsung dalam perangkat
dan pranata Pancasila, norma dan etika dasar bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan
Negara Republik Indonesia. Karena itu, sebelum menjabarkan lebih lanjut, bagaimana
interaksi positif antara ketiga komponen itu bisa dikembangkan secara maksimal, perlu
lebih dulu dipahami hakekat Pancasila bagi kehidupan nasional Indonesia.
b. Negara-negara demokrasi Liberal Barat mendasarkan kehidupan dan dinamiknya
pada individu dan kompetisi secara antagonis, sedangkan negara-negara komunis
berdasarkan kepada pertentangan kelas yang bersifat dialektis materiil. Adapun negara
Indonesia yang berdasarkan Pancasila, berpaham pada keseluruhan dan
keseimbangan, baik antara individu dan masyarakat maupun antara berbagai kelompok
sosialnya. Dinamika dikembangkan bukan dari pertarungan menurut paham “singa gede
menang kerahe” (singa besar pasti menang bertarung), melainkan atas paham hidup
menghidupi, simbiosis mutualis. Pola dasar dan sistem nilai yang demikian itu juga
menjadi dasar dan semangat dari hubungan antara pemerintah, pers dan masyarakat.
Hubungan itu tidak disemangati oleh sikap apriori atau saling curiga, apalagi saling
memusuhi. Hubungan itu adalah hubungan perkerabatan yang fungsional.
c. Antara pemerintah, pers dan masyarakat, harus dikembangkan hubungan fungsional
sedemikian rupa, sehingga semakin menunjang tujuan bersama yaitu terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dimungkinkan adanya perbedaan pendapat dalam proses hubungan tersebut.
Namun perbedaan pendapat tidak harus ditafsirkan sebagai konflik melainkan sebagai
proses kreatif dan dinamis dalam usaha mencapai harmoni dan keseimbangan yang
setiap kali semakin maju, kuantitatif dan kualitatif.
d. Hubungan antara pemerintah, pers dan masyarakat, sesungguhnya merupakan
pengejawa-ntahan dari nilai-nilai Pancasila. Itulah sebabnya, salah satu pendekatan
kultural terhadap segala persoalan, lebih cocok dengan identitas Indonesia, lagipula
pendekatan kultural ini telah dibuktikan kharisma dan daya mampunya dalam periode
perjuangan kemerdekaan nasional, sehingga mampu membangkitkan semangat
patriotisme, pengorbanan tanpa pamrih dan dedikasi total terhadap kepentingan rakyat
banyak. Pendekatan kultural juga dapat memperlancar proses kembar, yaitu kontinuitas
dan perubahan yang menjadi ciri-ciri kehidupan setiap bangsa, apalagi bangsa yang
sedang membangun. Pembangunan berarti perubahan yang terarah seca bertahap tapi
konsisten. Sedangkan perubahan itu agar kokoh, harus berakar dan akar itu adalah
kontinuitas. Kontinuitas dari nilai kebudayaan bangsa yang paling mulia, termasuk di
antaranya warisan nilai-nilai empat puluh lima.
e. Baik untuk menjamin tercapainya sasaran maupun karena sesuai dengan asas demokrasi
Pancasila, maka dalam hubungan fungsional antara pemerintah, pers dan masyarakat,
perlu dikembangkan kultur politik dan mekanisme yang memungkinkan berfungsinya
sistem kontrol sosial dan kritik secara efektif dan terbuka. Tetapi kontrol sosial itu pun
substansi dan caranya tidak terlepas dari asas keselarasan dan keseimbangan,
kekerabatan dan hidup menghidupi.
f. Pembangunan masyarakat bisa berlangsung dalam pola evolusi, reformasi dan
revolusi. Jika kita menempatkan pembangunan nasional Indonesia ke dalam salah satu
dari ketiga kategori itu, maka yang paling tepat ialah pada pola reformasi. Pembangunan
44
dalam pola reformasi berarti perobahan terarah yang fundamental sesuai dengan konsep
masyarakat Pancasila, namun dilaksanakan secara bertahap dan menurut asas prioritas.
g. Seluruh bidang kehidupan masyarakat hendak dibangun, tetapi pelaksanaannya
bertahap dan selektif, semakin hari semakin maju dan menyeluruh sehingga akhirnya
seluruh bidang kehidupan masyarakat bangsa dan negara dijamahnya, ditransformir
menjadi masyarakat Pancasila. Pendekatan bertahap, berprioritas, berencana merupakan
pendekatan yang tepat, mengingat serta keterbatasan yang ada pada kita, tetapi seluruh
prosesnya perlu dipercepat (diakselarasi), karena sebagai bangsa dihadapkan dengan
faktor waktu yang semakin mengejar. Pemerintah, pers dan masyarakat harus mampu
membangun diririnya sendiri agar menjadi lembaga yang lebih baik dan lebih ampuh
untuk melaksanakan pembangunan.
h. Adanya kekurangan merupakan gejala umum yang harus kita terima bersama.
Bukan agar kita menyerah dan menjadi dalih dari berbagai kemungkinan
penyalahgunaan, melainkan agar kita mampu melihat segala sesuatunya dengan proporsi
yang tepat dan konstruktif. Agar dalam melakukan koreksi, kita tidak menimbulkan
apatisme dan antipati melainkan justru menggairahkan usaha-usaha perbaikan dan
pembangunan itu sendiri. Di samping menunjukkan kekurangan-kekurangan, pers harus
bisa juga menunjukkkan hal-hal positif. Berlaku kembali di sini asas keselarasan dan
keseimbangan yang merupakan tipe ideal masyarakat kita, sekali pun merupakan nilai
dalam proses pendekatan. Interaksi berarti proses pengaruh-mempengaruhi sebagai
dasar dari konsensus bersama yang merupakan hasil komunikasi dua arah timbal balik.
i. Hubungan antara pemerintah, pers dan masyarakat merupakan hubungan kekerabatan
dan fungsional yang terus menerus dikembangkan dalam mekanisme dialog. Di
samping mekanisme dialog, juga perlu dikembangkan mekanisme lain, yaitu
diselenggarakan seminar sebagai kegiatan rutin yang kreatif dalam usaha
mengembangkan konsepsi, nilai-nilai dan mekanisme. Dalam usaha memelihara
kontinuitas yang kreatif, juga dipandang bermanfaat untuk menerbitkan buku-buku
dalam bidang pers, sehingga menjadi bahan bacaan bagi para wartawan, pejabat
pemerintah maupun perguruan tinggi. Perlu diketahui bahwa kini telah diterbitkan tiga
buku hasil panitia Dewan Pers, yaitu “Sejarah Pers Indonesia, Pornografi dan Pers
Indonesia dan Naskah Pengetahuan Dasar bagi Wartawan Indonesia”.
j. Dalam hubungan antara pemerintah, pers dan masyarakat, otonomi masing-masing
lembaga sesuai dengan asas Demokrasi Pancasila, dihormati dan perlu
dikembangkan. Salah satu karya otonomi ialah apa yang dengan baik bisa dilakukan
sendiri oleh lembaga masyarakat, tidak perlu pemerintah mencampurinya. Dalam
konteks ini, misalnya perlu dikembangkan adanya mekanisme efektif oleh masyarakat
pers sendiri untuk mengatur perilaku kehidupannya. Pelaksanaan kode etik dan sanksi
atas pelanggaran, misalnya perlu ditingkatkan. Disarankan agar dipelajari kemungkinan
dibentuknya suatu Dewan Kehormatan, yang terdiri dari tiga pihak; pers,
masyarakat, pemerintah. Dewan kehormatan yang demikian itu agar dibentuk di pusat
maupun di daerah sesuai dengan kebutuhannya.
k. Jadi, bila dibahas lebih spesifik lagi, pers memang “lahir” di tengah-tengah
masyarakat, sehingga pers dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Pers “lahir” untuk memenuhi tuntutan masyarakat untuk
memperoleh informasi yang aktual dengan terus-menerus mengenai peristiwa-peristiwa
besar maupun kecil. Pers sebagai lembaga kemasyarakatan tidak dapat hidup sendiri,
akan tetapi pers dipengaruhi dan mempengaruhi lembaga kemasyarakatan yang lain.
45
l. Menurut Wilbur Schramm, pers bagi masyarakat adalah “Watcher, forum and teacher”
(pengamat, forum dan guru). Maksud pernyataan di atas adalah, bahwa setiap hari pers
memberikan laporan dan ulasan mengenai berbagai macam kejadian dalam dan luar
negeri, menyediakan tempat (forum) bagi masyarakat untuk mengeluarkan pendapat
secara tertulis dan turut mewariskan nilai-nilai kemasyarakatan dari generasi ke
generasi.
Dunia pers Indonesia semakin tenggelam dalam ideologi komersial, setelah ideologi
kebebasan mampu diraihnya pascalengsernya kekuasaan Orde Baru. Sayangnya,
pergeseran ideologi itu membuat fungsi media masa sebagai alat pendidikan masyarakat
tidak lagi menjadi ciri yang kuat melekat.
Kehadiran pers dalam sebuah sistem politik modern merupakan wujud dari
kedaulatan rakyat, dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan
masyarakat yang demokratis. Melalui pers, kekosongan ruang publik yang terjadi, baik
antarkelompok masyarakat maupun antara pemerintah dan masyarakat, bisa terjembatani.
Pers sebagai instrumen komunikasi yang melibatkan manusia dalam jumlah yang besar
menjadi forum bagi berlangsungnya dialog secara terbuka antarkelompok dalam
masyarakat serta antara masyarakat dan pemerintah.
Di sini pers memainkan peran sentral sebagai pemasok dan penyebar informasi yang
diperlukan untuk memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai
konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan para penyelenggara negara. Pers yang
bebas akan memainkan peran sebagai forum dialog yang demokratis, termasuk
memberikan kesempatan bagi suara yang mungkin selama ini terabaikan. Ia juga
memainkan peranan sebagai sumber informasi yang berharga, sebagai pelengkap atau
bahkan bisa pula menjadi alat utama bagi proses pendidikan, serta sebagai alat kontrol
yang efektif terhadap kinerja penguasa dan proses pembangunan.
Kebebasan pers Indonesia, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, mencakup jaminan dan perlindungan hukum serta
tidak adanya campur tangan atau paksanaan dari pihak manapun terhadap pekerjaan Pers.
Selain itu, pers nasional juga tidak dikenal penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran. Dengan kata lain, di bawah aturan yang baru, kebebasan pers
sebagai ekspresi dari hak asasi dan hak politik mendapat jaminan hukum. Di bawah sistem
46
Orde reformasi sekarang, fungsi pers tidak seharusnya sekadar medium penebar informasi,
hiburan, dan pendidikan, tetapi juga berfungsi sebagai alat kontrol sosial.
Fungsi dasar
Sayangnya, pers di negeri ini, baik media cetak maupun media elektronik, hingga saat
ini masih banyak berkutat dengan fungsi dasarnya sebagai medium penyebar informasi,
hiburan, dan pendidikan. Kedua jenis media itu memang sudah mampu menjangkau
mayoritas publik penggunaannya dalam memberikan informasi. Setidaknya, mayoritas
responden merasa puas dengan kemampuan media ini dalam menyebarkan informasi
kepada masyarakat. Begitu juga dengan fungsi hiburan yang dibawa oleh kedua media ini.
Kepuasan responden terhadap aspek hiburan media massa tidak hanya terhadap apa yang
disajikan oleh media elektronik, terutama televisi, tetapi juga dari yang mereka baca dari
media cetak.
Adapun untuk fungsi pendidikan, tampaknya responden masih lebih percaya kepada
media cetak ketimbang media elektronik. Setidaknya, 57,2 persen responden merasa puas
dengan fungsi pendidikan yang mereka dapat dari media cetak. Sementara responden yang
puas dengan fungsi pendidikan yang diberikan oleh media elektronik hanya 42,5 persen.
Apresiasi responden terhadap media cetak dan media elektronik itu mencerminkan
tingginya kebutuhan informasi di masyarakat. Meskipun informasi yang diperoleh dikemas
dalam perspektif yang berbeda-beda, tetapi soal aktualitas, obyektivitas, dan netralitas
media selalu menjadi tolok ukur kejujuran media massa dalam mengungkapkan fakta.
Terhadap tolok ukur itu, sebagian besar (62,0 persen) responden menilai,
pemberitaan yang dilakukan oleh media massa saat ini sudah sesuai dengan fakta,
sementara 33 persen responden malah menilai sebaliknya. Begitu juga dengan soal
proporsionalitas pemberitaan. Bagi 51,9 persen responden, media massa saat ini sudah
proporsional dalam memberitakan suatu peristiwa. Namun, pendapat ini ditentang 43,1
persen responden yang melihat media massa saat ini cenderung melebih-lebihkan sebuah
pemberitaannya.
Soal keberpihakan media, lebih dari separuh bagian (53,7 persen) responden menilai
media massa saat ini sudah berimbang dalam memberitakan sebuah peristiwa, sementara
42,5 persen responden menanggapi sebaliknya. Kendati demikian, keberhasilan pers itu
tidak lantas membuat pers Indonesia bebas dari ekses negatif yang di timbulkan akibat
kebebasan pers yang dimilikinya. Benturan idealisme pers dengan kepentingan internal dan
eksternal pers selalu mengondisikan pers Indonesia dalam posisi yang dilematis. Inilah
persoalan klasik yang selalu melanda pers Indonesia selama ini.
Peran pers yang begitu besar dalam pembentukan opini publik membuat lembaga ini
selalu berbenturan dengan kepentingan pemerintah. Pada masa Orde Baru, sering kali pers
dipaksa mengakomodasikan kepentingan pemerintah atau terpaksa berhadapan dengan
penguasa jika bersikukuh mempertahankan idealisme kebebasannya.
Namun, tampaknya dunia pers saat ini sudah bisa menikmati kebebasannya.
Setidaknya, lebih dari separuh bagian (52,6 persen) responden merasakan media massa
saat ini sudah bebas dari pengaruh, terutama tekanan atau intervensi penguasa. Meskipun
demikian, 43,6 persen responden malah merasa pengaruh pemerintah masih cukup kuat
terhadap media massa. Berbeda dengan penguasa, pengaruh tokoh politik malah dirasakan
cukup kuat di dalam kehidupan pers saat ini. Separuh bagian responden merasakan hal ini.
Hubungan saling mempengaruhi antara pers dan pihak yang berada di luar dirinya,
seperti yang terungkap dalam jejak pendapat ini, memberi penegasan bahwa tidak ada
indenpendensi absolut dalam kehidupan pers. Fenomena ini bisa dilihat dari orientasi pers
saat ini. Sebagian besar responden menilai media massa saat ini cenderung berorientasi
pada aspek komersial ketimbang idealisme pers sebagai politik pembebasan.
Kecenderungan ini bisa dilihat dari fenomena pemberitaan yang dilakukan media
47
massa saat ini. Bagi media elektronik, untuk mengejar rating yang tinggi, program acara
bersifat sensasional, yang kandungan pendidikannya untuk publik relatif rendah, semakin
sering ditawarkan kepada publik. Unsur pornografi, kekerasan, hingga mistik pun
dipublikasikan. Sebagian besar (64,5 persen) responden mengaku prihatin dengan tayangan
televisi yang mengandung kekerasan.
Menurut sebagian responden itu, penayangan adegan kekerasan di televisi pada masa
reformasi ini sudah berlebihan. Begitu juga dengan tayangan yang berbau pornografi.
Lebih dari separuh bagian (58,0 persen) responden mengaku, tayangan itu sudah
berlebihan. Keprihatinan yang sama juga diungkapkan oleh 58,6 persen responden
terhadap penayangan acara televisi yang berbau mistik. Kecenderungan serupa terjadi di
media cetak. Kendati tidak separah yang ditayangkan media elektronik, publik tetap
memprihatinkan pemunculan berita berbau pornografi, kekerasan, atau mistik.
Begitulah wajah kebebasan pers Indonesia saat ini. Di satu sisi keberadaannya
mencerminkan tanggung jawab sosialnya bagi masyarakat dan negara, namun di sisi lain,
keberadannya malah dikhawatirkan menghancurkan moral bangsa ini. Inilah eforia pers
yang menghasilkan wajah pers Indonesia dengan karakter yang beragam seperti sekarang.
Catatan : Jumlah responden = 722 orang, dengan cakupan wilayah : Jakarta, Yogyakarta,
Surabaya, Medan, Padang, Banjarmasin, Pontianak, Manado, Makassar dan Jayapura.
A. Pilihan Ganda
Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling benar !
B. Uraian
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas !
1. Jelaskan yang anda ketahui makna pers dalam kehidupan masyarkat demokratis !
2. Salah satu karakteristik pers adalah adanya kebebasan yang bertanggung jawab, berikan
alasan mengapa demikian !
3. Beri penjelasan singkat perbandingan sisem dan kemerdekaan pers pada negara barat
dengan negara berkembang pada umumnya !
4. Berikan contoh sekurang-kurangnya 3 (tiga) dampak positif kelahiran era reformasi dengan
kebebasan pers di Indonesia !
5. Beri penjelasan perbedaan yang mendasar antara sifat pers pada negara yang berfalsafah
demokrasi liberal dengan komunis !
51
6. Jelaskan yang dimaksud bahwa pers memiliki fungsi pendidik dan penghubung !
7. Berikan alasan, mengapa salah satu peranan pers berdasarkan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999 yaitu memperjuangkan keadilan dan kebenaran !
8. Menurut pendapat anda, apa langkah-langkah yang paling mungkin dilaksanakan
pemerintah Indonesia dalam rangka menghadapi pers di era reformasi yang cenderung
mengedepankan kebebasannya dari pada tanggungjawabnya !
9. Jelaskan, mengapa dalam melaksanakan tugas kewartawanan diperlukan Kode Etik
Jurnalistik !
10. Berikan alasan mengapa Kode Etik Jurnalistik menjadi aturan mengenai perilaku dan
pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam siarannya !
2. Carilah referensi lain baik dari buku, koran, buletin, majalah, internet dan sebagainya yang
berhubungan dengan pers yang bebas dan bertanggung jawab !
Bentuklah kelompok sesuai dengan kebutuhan !
a. Rumuskan kembali yang dimaksud dengan pers !
b. Jelaskan mengapa di negara Indonesia lebih tepat menerapkan teori pers tanggung
jawab sosial !
c. Jelaskan kembali fungsi dan peranan pers dalam kehidupan masyarakat !
d. Berikan contoh dampak positif dan negatif pers Indonesia di era orde baru dan pasca
orde baru (reformasi) !
e. Buatlah analisis tentang penerapan peranan pers yang bebas dan bertanggung jawab di
Indonesia dalam rangka mendorong masyarakat dan pemerintah menuju kehidupan yang
demokratis !
f. Buatlah makalah sehubungan dengan pembahasan tersebut dan presentasikan hasilnya
di depan kelas !
D. Inquiry
Isilah titik-titik pada kolom berikut ini untuk menganlisis fungsi pers Indonesia dalam
mendorong kehidupan masyarakat yang demokratis !
........... .....
.......................................................................... ...................................
........... .....
.......................................................................... ...................................
........... .....
3. Pembentuk .......................................................................... ...................................
Pendapat ........... .....
Umum .......................................................................... ...................................
........... .....
.......................................................................... ...................................
........... .....
4. Kontrol .......................................................................... ...................................
........... .....
.......................................................................... ...................................
........... .....
.......................................................................... ...................................
........... .....
5. Pemersatu .......................................................................... ...................................
........... .....
.......................................................................... ...................................
........... .....
.......................................................................... ...................................
........... .....
DAFTAR PUSTAKA (TAMBAHAN)
Anwary. S. Dr., “Bunga Rampai Amanat Rakyat Jilid I”, Jakarta, Penerbit Institute of
socio-Ekonomics and Political Studies”, 2001.
Deden Faturohman dan Wawan Subari, “Pengantar Ilmu Politik”, Malang, Penerbit
Universitas Muhammadiyah Malang, 2002.
Eyo Kahya, “Perbandingan Sistem dan Kemerdekaan Pers”, Bandung, Penerbit Pustaka
Bani Quraisy, 2004.
Heru Santoso, Ir. M.Hum., dkk., “Sari Pendidikan Pancasila”, Yogya, Penerbit PT Tiara
Wacana, 2002.
Idup Suhadi Drs. M.Si. dan Desi Fernanda Drs. M.Soc.Sc., “Dasar-dasar
Kepemerintahan Yang Baik”, Jakarta, Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia, 2001.
Kurniawan dan Junaedhie, “Ensiklopedi Pers Indonesia”, Jakarta, Penerbit Gramedia
Pustaka Utama, 1991.
Pramudito Sumalyo, “Ideologi Negara dan Tantangan Zaman”, Jakarta, PT Golden
Terayon Press, 1995.
Salamoen Soeharyo, Drs. MPA. Dan Nasri Effendi Drs. M.Sc., “Sistem Administrasi
Negara Republik Indonesia”, Jakarta, Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia, 2001.
Winarno, A. Drs. M.Sc., dan Tri Saksono SH. M.Pd., “Kecerdasan Emosional”, Jakarta,
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2001.
Wahyu Suprapri Hj. Dra. MM. Dan Sri Ratna Hj. Ir. MM., “Pengenalan dan Pengukuran
Potensi Diri”, Jakarta, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2001.
Yurnaldi dkk., “Jurnalistik Siap Pakai”, Padang, Penerbit Angkasa Raya.