You are on page 1of 52

NOTULENSI WORKSHOP

MEMERANGI KEMISKINAN
MEMENUHI KEBUTUHAN DASAR;

Untuk Memberikan Masukan


RPJMD Kabupaten Gunung Kidul 2010 – 2015

Hotel Saphir, 2 Juni 2010


IDEA – FPPM – PRAKARSA - FORDFOUNDATION
SESI I
(Sesi pertama dimulai pada pukul 09.00 WIB di buka oleh Mas Adjie dari IDEA)

Mas Adjie
Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, salam sejahtera bagi kita semua,
yang terhormat Bapak Drs. Joko Sasono beserta teman-teman dari Gunung Kidul,
dari ekskutif, legislatif, teman-teman dari SANGGAR (Sinau Ngerti Anggaran),
Jaringan CBO di delapan belas kabupaten, kemudian ada teman-teman dari
PRAKARSA, FPPM serta teman-teman dari IDEA. Sungguh menjadi kebahagiaan
bagi kita semua dan ini luar biasa kesempatan yang kita dapat di pagi hari ini kita
bisa bertemu untuk sekali lagi menjadi rangkaian kegiatan kita untuk
mendiskusikan tentang masadepan Gunung Kidul. Pagi hari ini kita bertemu
dalam workshop “Memerangi Kemiskinan, Memenuhi Kebutuhan Dasar Untuk
Memberikan Masukan RPJMD Kabupaten Gunung Kidul 2010-2015”. Semoga
dapat menjadi semangat kita dalam mendiskusikan banyak hal yang menjadi
agenda kita hari ini. Nanti ada dari perwakilan Bappeda yang akan
menyampaikan paparan terkait rancangan RPJMD 2010-2015, kemudian ada
Mbak Zaki dari IDEA yang akan memaparkan hasil dari IDEA, kemudian ada
teman-teman dari PRAKARSA, FPPM, dan teman-teman dari IRE. Setiap dari kita
saya undang untuk terlibat berdiskusi untuk masadepan Gunung Kidul yang kita
cintai, luar biasa kesempatan yang kita dapat di pagi hari ini. Namun sebelumnya
sebagai ucapan rasa syukur sekaligus mohon berkah dari yang memiliki kita
semua, yang memiliki kehidupan, kita sebaiknya berdoa sejenak, meluangkan
waktu sejenak semoga diskusi kita hari ini bisa berjalan sesuai dengan yang kita
harapkan, (berdoa mulai). Baik workshop pada pagi hari ini juga dihadiri Pak
Sekda sekaligus kami mohon sambutan sekaligus pembukaan secara resmi,
silahkan.

Joko Sasono (Sekda Kabupaten Gunung Kidul)


Terima kasih bapak ibu sekalian dan teman-teman yang saya hormati.
Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu, selamat pagi salam sejahtera bagi
kita semua, pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah
Subhana Wata’ala atas ridho dan perkenaannya sehingga pada kesempatan pagi
hari ini kita masih diberikan kesempatan, kenikmatan dalam bentuk apapun.
Masih alhamdulilah kita bisa bertemu, insyaallah pertemuan ini berjalan baik,
lancar dan memberikan pencerahan kepada kita dan akhirnya memberikan
manfaat dalam masyarakat khususnya di Gunung Kidul, khususnya lagi adalah
masyarakat miskin. Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih kepada IDEA
yang telah memprakarsai pertemuan ini. Bapak ibu dan saudara-saudara sekalian
yang saya hormati, saya merasa senang dan menyambut baik acara ini,
mengapa? karena saat ini kami sedang mempersiapkan berbagai hal. Pertama
kami sedang mereview sistem perencanaan yang selama ini kami laksanakan di
kabupaten. Kami menggunakan istilah review dan itu merupakan hasil awal dari
kajian atau evaluasi yang kita lakukan, dan kemarin pada hari senin sudah kami
picu dengan menyampaikannya di forum semiloka di kabupaten dan saya sendiri
yang menyampaikan tentang review itu. Substansinya adalah kita bicara
perencanaan itu bagaimana melahirkan suatu dokumen perencanaan dan bicara
perencanaan tidak bisa bersifat sparsial sehingga secara vertikal ada benang
merah yang berkaitan meskipun tetap memperhatikan kondisi, potensi dan
kecenderungan-kecenderungan yang ada disuatu wilayah.
Nah stressing kami kemarin itu lebih pada bagaimana keselarasan perencanaan
ditingkat desa dan kabupaten, secara fakta meski kita mengakui bersama bahwa
muara dari berbagai kebijakan itu akhirnya kecenderungannya adalah ke tingkat
desa. Dan kalau kita lihat sisi perencanaannya selama ini kita memadukan dari
atas kebawah dan dari bawah ke atas, tetapi kalau kita ada kesepahaman
meskipun sebagian dominan yang mana? saya kecenderungan lebih dominan dari
atas kebawah, bicara basic ditingkat desa secara sistem sebenarnya sudah
dimulai bagaimana desa menyusun rencana pembangunan jangka menengah.
Tetapi secara lingkup substansi dan kedalamannya sudahkan sebagaimana yang
diharapkan. Dari situ kalau kita cocokkan dengan kabupaten, dari kapupaten
punya RKPD dan desa juga mestinya punya RKP desa sudahkah? Maka kita
membawa dari sisi pola itu ada kesamaan, berarti kita juga harus membangun di
kabupaten dulu. Saya berpendapat bahwa RPJM kabupaten yang itu merupakan
penjabaran dari RPJP durasi 20 tahun itu memberikan inspirasi, memberikan input
kepada desa dalam rangka menyusun rencana pembangunan desanya sesusi
dengan kondisi karena antar desa kan ada perbedaan. Mengapa demikian?
Karena nanti akan ketemu pada suatu titik menurut saya kalau kita konsisiten
pada sistem yang sekarang dilaksanakan yaitu di musren. Menurut saya hanya
bicara kabupaten saja termasuk memerangi kemiskinan itu tidak bisa. Nanti di
musren ini ada dus des cam, dan kita sudah memulai untuk kabupaten integrasi
antara perencanaan reguler dan PNPM. Reguler dan PNPM itu sebenarnya hanya
pola terbalik dilihat dari penyedian dana, kalau PNPM dananya ada dulu, pagunya
perkecamatan, dia dari dus des di tigkat kecamatan, itu yang terjadi sehingga
jatuh bangun membuat usulan dan sebaginya uangnya kelihatan sehingga proses
perencanaan PNPM itu masyarakat lebih responsif karena uangnya kelihatan.
Tetapi kalau reguler sebaliknya karena kemampuan keuangan akhir nanti berapa
ini masih dalam proses perencanaan meskipun estimasi sudah ada. Tetapi
permasalahannya bukan pola terbaliknya dalam memproses musyawarah usulan
dari desa ke atas itu pijakan yang dipakai itu sudah ada atau belum. Soalnya
kalau tidak nanti hanya sesuatu yang muncul sesaat, dominasi akan terjadi oleh
suatu pihak yang kuat, yang menang, yang mampu berargumentasi dan
sebaginya karena prinsip kompetisi. Tetapi premnya itu tidak jelas mana yang
akan dicapai, targetnya tidak jelas, makanya RPJM ini akan memberikan inspirasi
dlam menyusun RPJM Des dan juga RKPD. Dan menurut saya selama ini kalau kita
bicara desa itu belum cukup mempunyai gambaran, dalam lima tahun itu mau
kemana? Mau apa yang kita capai? Dan tahunnya apa? Itu belum, padahal desa
adalah merupakan basis berbagai program masuk disini. Sehingga bisa dikatakan
istilah saya orang wonosari “desa bisa hanyut” dari hal-hal yang memang muncul
dari atas sehingga jati diri desa tidak begitu nampak dan terbangun, kalau bicara
posisi tawar dia lemah. ini sehingga dengan kita begitu dalam musren ditingkat
kecamatanpun saya sudah sampaikan kepada teman-teman untuk dikaji lebih
jauh.
Kabupaten itu perannya bukan mendominir dari musyawarah itu di kecamatan,
kita itu hanya sebagai narasumber dan memberikan fasilitasi bagaimana terjadi
sinkronisasi. Ini yang sudah kita lakukan dan kemarin dicoba tahun pertama 2010
ini ntuk mengantarkan 2011, tetapi hasilnya bagaimana ini masih terus kita kaji.
Oleh karena itu saya sangat berharap workshop ini hanya sebagai awal saja, ini
tadi tentang masalah perencanaan ditingkat desa. Kemudian kita masuk ke
kabupaten, kita Gunung Kidul khususnya RPJM kita berakhir 2010. Oleh karena itu
kami dan teman-teman sudah sampaikan APBD kita 2010 inikan tahun terakhir
RPJM 205-2010, dan Bappeda juga dan sudah kita minta melakukan evalusi atas
capaian kinerja RPJM. Ada seseuatu yang hilang, ada sesuatu yang tidak tercover
dalam proses perancanaan karena komitmen dan konsistensi dengan keluaran
dari evaluasi yang masih terus berjalan ini ada hal-hal yang ada di RPJM tetapi
kurang memperoleh perhatian, kurang memperoleh alokasi program dan
anggaran dan bahkan dimungkinkan kalau terjadi sesuatu itu kalau di kaitkan
dengan target-target RPJM tidak maching, sehingga ini ada apa?. Dari sini kami
menyampaikan ke teman-teman untuk dibahas lagi, RPJM kan merupakan jabaran
dari RPJP, RPJP kita adalah 2005-2025, dengan demikian tahapan RPJP tahap I
sudah dilaksanakan melalui Perda I 2006 RPJMD 2005-2010. Nah dengan demikian
sebenarnya evaluasi RPJM 2005-2010 itu sudah sekaligus mengevaluasi RPJP
meskipun lahirnya demikian. Dalam proses penyusunan RPJP kemarin mestinya
juga mempertimbangkan materi substansi RPJM 2005-2010. Maka disadari atau
tidak khususnya teman-teman kami di pemerintah daerah Gunung Kidul, kita itu
sudah melaksanakan RPJP tahap I dan ini tahun terkhir. Kalau ini belum sadar ya
mari kita sadarkan, kalau kita bicara RPJP dengan tahapan lima tahun empat
tahap, saya menggunakan istilah ada prinsip sisa atau residu. Karena kan disitu
nanti pada RPJM saya sudah sampaikan keteman-teman kita harus breakdown
dari visi misi, strategi, program, giat dan sebagainya itu tidak totalitas lima tahun
tetapi kita breakdown pertahun dalam RPJM. Contoh bicara workshop kemiskinan,
angka kemiskinan kita dalam arti RTM hasil BPS data 2008 kalau tidak salah
komposisinya 9, 17, 25. Sembilan sekian persen, tujuh belas sekian persen dan
dua apuluh lima sekian persen. Sangat miskin, Miskin dan Hampir miskin, dan
tahun 2009 turun dari 95 sekian menjadi 84 sekian ribu KK. Kalau begitu untuk
breakdown pertahun kita itu akan menurunkan berapa? Karena mesti ada
mapingya, ada namenya dan ada adressnya. Kalau makro saya tidak begitu bisa
melihat untuk intervensinya, tetapi kalau mikro name, adrres versi BPS itu
sebarannya dimana kan sudah jelas. Umpamanya demikian maka tahun pertama
kita itu mau menurunkan berapa persen dari data base yang sudak di pathok
dulu. Kalau menggunakan data base berarti data terakhir, katakanlah 2009, tahun
2011 karena RPJM kita kan akan dimulai 2011 untuk pelaksanaanya itu apakah
kita total saja? RTM kita turunkan capai turun 5%, ini hanya pengandaian. Tetapi
5% ada pertanyaan 5% itu yang H yang M atau yang S? karena akan beda skema
dan intervensinya, dan prosentasenya itu harus ketemu nominalnya karena
nominal akan di cros dengan name dan adressnya. Oleh karena itu ini ada
kaitannya dengan penjabaran, dikaitkan dengan pengukuran RPJM tahap I ini ada
hal-hal yang bias ada yang tidak jelas, ini mesti jelas. Ini kita belum sampai
dengan menggunakan cara apa ini belum, apakah kita akan menggunakan teori
menebar jala? Lepas saja dapat tidak dapat tidak tahu, jadi kalau dapat itu hanya
secara kebetulan, kalau boleh saya berpendaapat mari kita rumuskan supaya
tidak secara kebetulan. Sesuatu kalau sudah ada positifnya dikatakan
“menemukan” itu juga sakit, oleh karena itu dibandingkan dengan hasil RPJM
yang tadi dengan yang saya sampaikan tadi insyaallah nanti lebih jelas.
Nah terkait dengan istilah saya sisa atau residu tadi kalau 5% tahun pertama
tidak tercapai itu akan terakumulasi tahun kedua atau tidak karena dalam lima
tahun asumsi dan itu pengandaian 5% itu berarti target kita 5 tahun adalah 25%
berarti totalnya pada RPJM tahun ke lima kalau tidak mencapai 25 % berarti kan
tidak tercapai? Itulah yang saya melahirkan istilah residu, karena evalusi itu tidak
parsial tahunan tetapi disamping tahunan juga total dalam kurun waktu tahapan.
Ini menjadi berat memang tanggungjawabnya pemerintah tetapi kita harus
mencari suatu alternatif dan format. Nah ini biar teman-teman kami nanti ada
masukan - masukan dari unsur-unsur lain baik dari IDEA, IRE, dari FPPM dan
sebaginya karena kita juga sudah ada nota kesepahaman antara TKPKM dan D
dan unsur-unsurnya itu. Maka sebelumnya pertemuan inikan pertemuan keluarga
bersama, mari kita sikapi bersama. Oleh karena itu bapak ibu dan saudara-
saudara sekalian kembali ke masalah kemiskinan kita harus ada kesepakatan dan
kesepahaman dulu. Masyarakat miskin itu yang mana? ini saya memberi
informasi kaitannya dengan data rumah tangga miskin kebijakan pusat yang saya
tahu, dia tetap konsisten menggunakan data BPS. Ada contoh suatu kabupaten
melakukan verifikasi dan dia melakukan modifikasi tentang indikator, akhirnya
data yang dilahirkan berbeda dengan data basenya BPS, katakanlah lebih besar
dari data BPS. Secara dampak daerah lebih beruntung karena ada alokasi-alokasi
program dan anggaran, tetapi pusat tidak mau, “ya kalau kamu memiliki data
lebih besar ya tanggung sendiri, data saya data dari BPS”. Maka ditegaskan
semua kembali ke data BPS, oleh karena itu bicara kemiskinan ini harus
disepakati dulu kalau saya. Kemiskinan itu yang mana, katakanlah BPS, terus ada
S, ada M, ada H, (sangat, miskin, hampir) dan ada addressnya ada namenya, ini
disepakati dulu baru kita merumuskan target-target itu dan cara-cara untuk
mencapainya. Lha ini perlu ada komitmen dan kesepakatan antara instansi
supaya itu tidak menebar jala. Pertanyaannya misalnya ini ada Perindagkoptam,
Mbak Siwi contoh sebagai mewakili Perindagkoptam itu kira-kira untuk
menurunkan ini itu programnya apa? dimungkinkan satu kelompok masyarakat
itu beberapa instansi masuk, karena kalau kita bicara rumah tangga miskin bicara
indikator baik masalah ekonomi, infrastruktur dan sebagainya dan juga aset yang
dia miliki yang bernilai. Kalau bicara makan, bicara sandang dan sebaginya itukan
bicara masalah pendapaatan ya, nah ini kira-kira siapa berbuat apa? Ini baru
SKPD belum unsur yang lain, karena bicara RPJM dan sebagainya itu kan bukan
hanya domainnya pemerintah kabupaten saja. Tetapi juga masyarakat
melaksanakan, swasta, lokal, nasional dan sebaginya, propinsi dan juga pusat.
Apa yang saya sampaikan masih fokus pada kabupaten, belum bicara bagaimana
peran pihak lain, tetapi menurut saya dengan format yang kita rumuskan ini
insyaallah kita akan diberi kemudahan karena alirannya lebih jelas, berarti nanti
fungsi-fungsi koordinasi insyaallah lebih baik, oleh karena itu supaya tidak
menabar jala maka siapa berbuat apa? Tetapi apa yang dilakukan itu dalam
rangka mengintervensi 14 variabel atau indikator.
Kembali tadi katakan juga kalau kita sepakat BPS berartikan kita harus menyikapi
apa yang menyebabkan masyarakat itu miskin, miskinya karena pendapatan
kurang dari delapan ratus ribu sebulan umpamanya, ada yang infrasturktur,
rumahnya aja tidak sehat karena untuk makan saja sulit. Ada rumah sehat,
program dari Dinas Kimpraswil untuk memberikan bantuan, tetapi inikan hanya
bantuan dari kependudukan sosial, akhirnya dia tetap susah untuk bisa beranjak,
tetapi mungkin nanti gradenya bisa turun, karena kalau tidak salah dari empat
belas itu berapa pak yang dikatakan miskin? 14 semua pak BPS? 9? Kalau yang
miskin berapa? Ow semua sangat miskin. Lha ini kita mau kemana masuknya
dulu? Sehingga umpamanya data itu sama itu ada perubahan tingkatan dengan
pola tahapan, bapak ibu sekalian dan teman-teman dari SKPD bicara siapa
berbuat apa itu juga tidak merupakan sesuatu yang gampang. Karena kondisi
rumah tangga itu sendiri secara individual bisa tidak didorong, berarti kitakan
perlu ada identifikasi by namenya.
Pengalaman sudah banyak kita peroleh, apapun kondisinya, apapun resikonya
kita beri modal, ya habis uangnya. Karena memang meraka tidak memiliki
kemampuan karena setiap hari hanya ke ladang, buruh dan sebaginya disuruh
membuat tempe dengan diberi modal, membuat tempe pun tidak akan bagus
kualitasnya meskipun di dampingi. Kalau tadi saya bicara tahapan perencanaan
ini siapa berbuat apa ini yang juga tidak kalah sulitnya untuk merumuskan karena
nanti akan sampai pada programnya apa? kegiatannya apa? lokasinya mana?
Sasarannya siapa? Serta memerlukan volume dan anggrannya berapa?. Misalnya
dari Dinas Tanaman Pangan membantu bibit atau benih, dengan mekanisme
kelompok tani padahal yang miskin kebanyakan tidak memiliki tanah, atau hanya
memiliki sedikit tanah. Berarti itu tidak akan menyasaar kepada orang yang
miskin karena posisinya lebih banyak sebagai buruh tani, atau petani dengan
pemilikan lahan yang sangat sedikit. Sehingga bantuan benih itu sasarannya lebih
banyak pada orang yang pada posisi menengah, berarti kalau itu dikaitkan
dengan bagaimana menanggulangi kemiskinan kan banyak menikungnya. Tetapi
itu harus dirumuskan, sebab untuk mencapai angka yang 5% kumulatif 25 itu
memang harus itu kalau kita sepakat dan sepaham dengan data yang kita pakai.
Ya kalau nanti ada jala yang kita sebar itu mungkin nanti akan menopang. Contoh
PNPM, PNPM itu umpamanya pembangunan infrastruktur, akhirnya akan terbuka
isolasi dan terjadi peningkatan aksesibilitas. Siapa yang akan mengakses? Meraka
yang berkemampuan mengakses, tetapi kalau dikaitkan dengan pendapatan
masayarakat termasuk segmen miskin dia mendapatakan pendapatan yang
sesaat, setelah selesai selsai dia. Jalan usaha tani katakaanlaah, ini yang
programnya pertanian yang semula akan susah untuk distribusi, faktor produksi
maupun hasil tetapi dengan dibuat jalan usaha tani dia bisa menekan sebagian
biaya, yang mendapat siapa? Kan yang memiliki lahan? ini gambaran-gambaran,
saya berbicara ini dari sisi apa yang ada dan apa yang dilakukan oleh karena itu
masukan-masukan sangat kami harapkan, dan teman-teman kami dorong ini
hanya satu kemiskinan saja terus yang lain nanti hanya seperti juga pak, oleh
karena itu saya sangat mengharapkan fasilitas ini bisa diteruskan dalam bentuk
apapun nanti bisa dikomunikasikan, kalau memungkinkan tetapi yang jelas niatny
baik.
Bapak ibu sekalian pendidikan misalnya, ada BOS akhirnya kan bisa meringankan
mereka untuk bersekolah, biaya sekolah bisa ditekan karena ada bantuan.
Meskipun pusat menegaskan gratis, kecuali RSBI dan sebaginya, kalau begitu
anak orang miskin kalau dia bisa lulus SMK, dia kerja. Ini insyaallah bisa
menurunkan jumlah karena kalau bisa itu orangtuanya miskin anaknya tidak
harus miskin, selama dia sudah lulus. Tetapi kalau masih dalam tanggungan
kecenderungannya tetap akan diperhitungkan dia termasuk keluarga miskin. ini
yang perlu dilakukan sehingga pola ini menekan untuk mengur angi beban,
tetapi itu dilakukan oleh pihak luar sehingga kalau intervensi luar hilang dia akan
kembali miskin. Ini juga bagaimana menyiapkan generasi berikutnya ini menjadi
penting, kalau kita lihat maunya bantuan, perlindungan sosial, pemberdayaan
masyarakat, pemberdayaan mikro usaha kecil, inikan tataran-tataraan, misalnya
A tahunya hanya buruh tani kalau langsung di tembak grade tiga (Pemberdayaan
UMK) itu tidak mungkin karena dia tidak mempunyai skill apapun. Makanya
kembali yang saya katakan, identifikasi menjadi penting karena akan
menggambarkan kondisi riil dari pihak yang akan kita sasar. Nah database yang
ada di BPS itu memang ada namenya ada addressnya, dan dia memang ada S
nya berapa dan dimana, ada M nya, dan ada H nya. Kalau begitu kita harus
mengelompokkan, ini yang perlu kita pikirkan bersama. Bapak ibu sekalian bicara
RPJM ketentuannya kalau tidak salahkan tiga bulan setelah dilantik, pelantikan ini
dilakukan insyaalah pada tanggal 28 Juli. Berarti dikaitkan dengan hari ini itu
kurang dari lima bulan, oleh karena itu teman-teman saya segera minta
koordinasi dengan dewan karena visi misi ini nanti disampaikan oleh pasangan
calon di depan Rapat Paripurna Istimewa, sehingga yang punya dokumen itu
secara prosedur ketantuan di dewan dan itu segera dipakai untuk mempersiapkan
tahap demi tahap draff RPJMnya. Karena disini juga masih ada beberapa pendapat
lebih dari satu, kalau RPJP ini Perda, RPJM apa ya Perda? Aturannya memang ada
yang mengarah ke Perda ada yang Perbub, tetapi kalau didlihat dari sisi mana
mebangun komitmen bersama saya memang cenderung Perda. Kalau begitu kita
harus melihat sisi proses dan tahapan, berarti kan agustus sudah harus dikirim,
kalau begitu kita waktunya tinggal 3 bulan, dan yang kita bicarakan hari ini baru
satu saja tentang kemiskinan yang kompleksitasnya menurut saya bebrapa titik
sudah saya sampaikan tadi dan nanti di padu dari bapak-bapak dan ibu-ibu kira-
kira kita bagaimana kita mempertemukannya. Saya berpendapat dan
berkecenderungan mesti lebih aplikatif, sebab kalau tidak begitu saya khawatir
sesuatu yang sudah terjadi itu akan berulang ssehingga tidak ada kejelasan. Dan
itu kan menyulitkan juga untuk mengukur karena mestinya itu ada ukurannya dan
ada cara untuk mengukurnya. Jadi ada dua hal yang saya sampaikan pertama
bagaimana masalah perencaan itu sendiri, dari desa dan kabupaten menjadi satu
yang saling mengisi karena akhirnya dia akan berada pada satu titik muara.
Yang kedua adalah kemiskinan, kita mesti membangun kesepahaman tentang
pengertian kemiskinan dalam rumah tangga miskin itu, indikator-indikatorya dan
juga kategori dari rumah tangga miskin itu sendiri. Targetnya mesti lebih jelas,
terukur, ada alat ukur dan cara mengukurnya dan itu akan memberikan inspirasi
intervensi program giat apa yang harus dilakukan dalam rangka intervensi itu.
Alur pikir saya seperti itu semoga ada manfaatnya untuk forum ini dalam rangka
mengembangkan diskusi lebih lanjut. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih
atas nama pemerintah Kabupaten Gunung Kidul kepada IDEA dan juga berbagai
pihak yang telah memberikan perhatian dan fasilitasi acara workshop ini
termasuk permohonan kami kerjasama akan lebih baik kalau kita terus bangun,
hal-hal yang sudah kita bangun kesepahamannya mari kita bangkitkan kembali
supaya tidak berhenti saja pada penandatangan nota kesepahaman karena
memang sering yang menjadi masalah krusial adalah pasca penandatangan. Oleh
karena itu sebelum kita masuk ke bagaimana ada share masing-masing pihak kita
bangun dulu kesepahaman ini dalam pengertian tataran-tataran yang lebih teknis
operasional. Kalau yang kita tanda tangani kan dalam tataran konseptual, oleh
karena itu ini berbeda, konsep dulu baru tataran berikutnya. Tidak ada yang
terlambat kalau kita memang ada kesepahaman dan kehendak bersama. Dengan
demikian Workshop Memerangi Kemiskinan, Memenuhi Kebutuhan Dasar Untuk
Memberikan Masukan RPJMD Kabupaten Gunung Kidul 2010-2015 kami nyatakan
dibuka, insyaallah Tuhan selalu meridhoi kita bersama, demikian terima kasih
atas perhatiannya, wassaalmualaikum warrohmatullohi wabaroaatu.

Mas Adjie
Saya ingin kembali menengok ke TOR yang kami bagikan setidaknya ada empat
poin yang akan kita bahas sampai sore hari nanti semoga meningkatkan
kesadaran kita seperti tadi dipesankan Pak Sekda. Kita nanti kan berangkat dari
pemetaaan masalah yang nanti akan disampaikan dari hasil studi berbagai pihak
ada teman-teman dari Bappeda, ibu dari DPRD juga bisa melengkapi serta dari
SKPD yang ada kemudian inovasi yang selama ini dilakukan untuk memecahkan
masalah yang ada dengan tadi banyak paoin yang sudah disampaikan pak Sekda
begitu, sudah banyak inovasi. Kemudian kita akan melihat kapasitas sumberdaya
yang dimiliki di Kabupaten Gunung Kidul sekaligus peluang dan tantangan
kedepan begitu, titik yang terpenting adalah yang ditengah, ada kerentanan
yakni kemiskinan dala RPJMD 2010-2015 nanti akan kita kaji bersama begitu dan
harapannya sampai sore nanti setidaknya hal-hal yang bisa menjadi masukan
dalam RPJMD Gunung kidul 2010-2015. Kemudian terkait dengan alokasi waktu
kita nanti sampai setengah satu, nanti ada serangkaian paparan yang pertama
menjadi keberuntungan buat kita karena bupati terpilih hari ini berhalangan hadir
begitu tetapi tidak mengurangi keluarbiasaan dari forum ini. Nanti akan langsung
disampaikan paparan dari Bappeda kemudian disusul teman-teman dari NGO,
kemudian paparan dari DPRD dan pemetaan dari SKPD yang selama ini menjadi
dasar perancanaan. Kemudian dari warga juga bisa menyampaikan kemudian
setelah istirahat kita akan coba melihat peluang dan tantangan yang ada lima
tahun kedepan metodenya adalah apa kalau bahasa jawanya “Saur manuk”
begitu nanti saya akan bantu menuliskan poin-poinnya yang nanti ini kan menjadi
kado buat teman-teman di Gunung Kidul melewati teman-teman Bappeda untuk
menjadi masukan RPJMD Kabupaten Gunung kidul 2010-2015. Saya menusulkan
ke teman-teman lebih baik di sesi yang pertama sebelum makan siang biar
teman-teman memaparkan dulu tanggapannya nanti satu jam terakhir begitu
sehingga tanggapan, usulan, kemudian kritisan itu bisa komprehensif ada review
dari banyak paparan. Kalau begitu waktu kami berikan ke Pak Ir untuk
menyampaikan paparan dari Bappeda atas RPJMD yang dirancang, silahkan.

Irwanto
Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, terima kasih sebenarnya
workshop ini nanti lebih banyak akan melengkapi apa yang mungkin masih dalam
kerangka saja, kebetulan IRE dan IDEA sudah banyak memotret kemiskinan di
Gunung Kidul, nanti banyak referensi yang disampaikan. Kemudian tadi yang
disampaikan Pak Sekda ini nanti akan banyak menjadi kebijakan sampai pada
kegiatan di Gunung Kidul. Sebenarnya kami tetap berharap sejak awal ada
komunikasi dengan bupati terpilih dan wakil bupati terpilih. Ini pengalaman
dimasa lalu ketika kami menyusun RPJM ini komunikasi tidak intens sehingga
kami hanya mendapat empat lembar visi misi yang kami terjemahkan satu
dokumen RPJM, komunikasi tidak intens, ketika ditetapkan menjadi perda
keluarnya sudah lain. Visinya seperti ini misinya seperti ini sosialisasinya empat
arah tujuh sasaran, itu di dalam RPJMD tidak ada. Baru awal penyampaian
pemahaman tentang visi misi ini bermasalah sehingga turunannya nanti juga
bermasalah mulai target dan sebagainya. Ini makanya sejak awal harus kita
komunikasikan sehingga ketika nanti kepala pemerintah daerah bersama DRPD
mengambil kebijakan ini sama-sama sepakat. Hari ini sebenarnya ada beberapa
yang bisa kita tangkap, dari pendekatan politis ini visi misi kepala daerah terpilih,
pendekatan teknokratis sebenarnya kami ini juga bersama IDEA dan IRE juga
memotret kemiskinan. Kemudian pendekatan bottom up-top down ini kita juga
memperhatikan perencanan dari pusat kemudian pendekatan partipasif nanti
lebih banyak kita mengeksplor bersama masyarakat. Jadi pada Musrenbang, ada
fasilitasi publik, ada uji pubik dan sebagainya sebelum menjadi Perda. Ini RPJP kita
sudah ditetapkan ini lima tahun, dan kita sudah memasuki tahun kedua.
Kemudian kerangka pikir pencapaian visi misi ini program pendanaan goal tadi,
nah ini yang pendekatan politis kita ambil disini. Dan kami mendapat dari
notulensi di DPRD, dari KPU kemudian kita mendownload Sampurnoputro.com.
kita harus cepat karena nanti waktu juli pelantikan, dua bulan dan dua bulan
harus melaksanakan musrenbang satu bulan berikutnya harus ditetapkan menjadi
Perda bersama DPRD sehingga tahap awal harus kita mulai identifikasi. ini visinya
“Mewujudkan Gunung Kidul yang lebih maju, makmur dan sejahtera”, saya kira
tetap berangkat ke mainstrem pengurangan kemiskinan jadi forum ini sangat
tepat sekalai nanti kita bisa masuk kedalam disitu.
Kemudian misinya ini yang pertama memanfaatkan air bagi kemakmuran, ini
rumusan yang dimaksud mungkin meningkatkan cakupan air bersih. Kemudian
memanfaatkan atau meningkatkan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan
hidup, meningkatkan pengolahan pariwisata, meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, menciptakan iklim usaha yang kondusif, meningkatkan tata kelola
pemerintahan yang baik good goverment dan meningkatkan peluan investasi.
kemudian calon kepala daerah yang terpilih tadi ini memberikan tekanan kepada
motto “Desa makmur, Gunung Kidul makmur”. Seperti tadi Pak Sekda
sampaikaan kita juga harus mulai dari desa, semua nanti harus berangkat dari
desa kemudian desa nanti bisa maching dengan kabupaten dan pemerintah di
atasnya. Kalau RPJM yang lalu desa sebagai pusat pertumbuhan pembangunan
saya kira sama, tetapi sayangnya konsep tersebut itu belum nampak, mudah-
mudahan nanti bisa kita rumuskan kegiatan yang kongkrit, jadi desa makmur
Gunung Kidul makmur. Kemudian isu-isu strategi masalah good goverment,
pengembangan prioritas utama ini infrastuktur ini masih perlu dioptimalkan.
Pendidikan, kesehatan, kemudian pengembangan kualitas pendukung ini juga
masih rendah. Terutama kalau yang bupati terpilih ini lebih banyak di
pengembangan investasi agaknya. Kemudian kebijakan sebagai dasar prioritas
program, ini meningkatkan kualitas birokrasi dan tata kelola, mengembangkan
budaya sadar kepada hukum, mengoptimalkan pemanfaatkan air sebagai sumber
kemakmuran, mempercepat infrastruktur jalan dan jembatan, mengembangkan
tanaman pangan, mengoptimalkan pemanfaatan petani perikanan dan
mengembangkan potensi peternakan. Forum ini nanti akan banyak melengkapi
disitu, mengoptimalkan fungsi hutan, meningkatkan akses kualitas pelayanan
pubik, kesehatan, UMKM kemudian investasi dan pengembangaan daya tarik
wisata dan destinasi wisata, penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan
perempuan dan penguasaan IPTEK. Ini turunan dari visi misi nanti dijabarkan
menjadi strategi kebijakan, kemudian menjadi arah penyusunan RKPD
setahunannya, hubungan dengan RPJMNAS sekarang isu pro poor, pro job dan
justice for all ini harus diakomodir juga dalam RPJM daerah.
Hasil kajian dari kita yang tadi disampaikan Pak Sekda ini ada beberapa titik kritis
ketika kita menyusun dokumen perencanaan ini RPJM kita mengevaluasi RPJMD
2005-2010 tidak ada target tahunan, hanya kumulatif di akhir tahun, hanya
kemiskinan di akhir tahun. Tahun 2010 berapa? Kemudian sepanjang jalan kondisi
baik berapa? Ini target kumulatif akhir tahun, nah ini banyak kelemahannya
karena tidak bisa sebagai bahan evalusi tahunan, penyadaran kita baik dari SKPD
ini terhadap target-target itu rendah. Jadi pembangunan yang dilakukan ini
karena tidak ada target tahunan ini asal jalan saja. 2011 kita perlu ketetapan
RKPD tahun ini tetapi ini sampai tahun 2015 meskipun efektif tetap 5 tahun. Titik
kritis yang kedua ini indikator-indikator, harus ada kejelasan indikator, umpama
untuk penanggulangan kemiskinan tadi dari tiga kelompok penduduk miskin ini
target pengurangannya seperti apa, kemudian indikatornya seperti apa.
Kemudian titik kritis yang keempat tadi karena tidak ada target tahunan ini
evaluasi kita ketika kita menyusun RKPD tahunan juga sulit sehingga SKPD
cenderung hafalan dari tahun ke tahun ketika mengusulkan kegiatan sama terus.
Harapan kita sebelum musrenbang ini kita harus punya data evaluasi RKPD tahun
yang lalu, kemudian titik kritis yang ketiga ini di dalam Musrenbang forum SKPD
ini harus ada kesinambungan antara Renja SKPD, kemudian hasil Musrenbang
kecamatan dan desa. Sebenarnya inovasi kalau tadi Bapak Sekda menyampaikan
bahwa perbedaan antara PNPM dengan Musrenbang kecamataan karena PNPM
duitnya jelas, kemudian kita tidak jelas. Sebenarnya kita ada solusi disitu yang
mulai kita coba sebenarnya ini Pagu Indikatif Kewilayahan Kecamatan, jadi ketika
musrenbang kecamatan itu harus ada pagu indikatif kita ada yang dibicarakan
disitu, jadi masyarakat juga realistis. Juga SKPD tentunya juga harus taat itu,
tetapi tidak tahu kemana ini, rekomendasi kita berhenti dimana saya tidak tahu,
yang jelas ketika saya menengok di ajudan Bupati lolos ACC, Pak Sekda lolos ACC,
kebawah kan tidak tahu pagu indikatif kewilayahan. Ini harus ada antara katakan
belanja langsung kita, belanja langsung kita 60% itu mulai pendekatan partisipatif
bottom up dengan pagu indikatif wilayah kecamatan, yang 40% pendekatan
teknokratisnya SKPD. Jadi SKPD harus memperhatikan, mendengar hasil
Musrenbang Kecamatan dan evaluasi kita integrasi antara perencanaan
musrenbang dengan PNPM beberapa sudah dilaksanakan namun beberapa
kecamatan memang kurang efektif namun karena pemahaman dari fasilitator
kecamatan untuk PNPM masih ego sektoral, masih memahamai ini MAD ku tetapi
ada beberapa kecamatan yang sudah benar-benar integrasi. Kemudian titik kritis
yang lain sebetulnya setelah menjadi RKPD ini harus benar-benar menyambung
dengan KUA PPAS, jangan terputus, benar-benar menyambaung dengan RAPBD.
Sebenarnya ada tool untuk membantu itu kita buat sistem informasi perencanaan
yang nanti disalin dengan Sistem Informasi Keuangan Derah, jadi umpama ada
pengurangan kegiatan, pengurangan anggaran itu bisa dikontrol semua. ini yang
membuat putus juga, sebaik apapun sampai nanti pada RKPD ketika kita tidak
bisa menyambungkan dengan anggaran itu akan percuma. Ini sudah kita
identifikasi problem-problem perencanaan, namun nanti sampai pada APBD ini
harus kita benahi juga. Salah satunya dengan sistem, tetapi tentunya komitmen
ya, selama ini komitmen perlu diingatkan kembali.
Ini titik-titik kritis tadi ya, target komulatif ini dijabarkan dalam target tahunan, ini
target indikator dan indikator ini kita akan mengacu pada PP 6 tetapi tetap ada
target-target yang bersifat untuk kepentingan lokal tidak hanya PP 6 terus karena
tidak semua bisa diakomodir melalui PP 6 ini. Kemudian target dalam RPJM nanti
akan menjadi target dalam Renstra RKPD. Kemudian penyambungan RPJM dengan
Renstra ini tidak hanya mulai rumusan kalimat, tetapi target RPJM kemudian
dilaksanakan, di breakdown SKPD masing-masing. Kita 2012 karena ini berangkat
masih di RKPD kita ini penataan mempersiapkan semua nanti melalui RPJM karena
penetapan Oktober, mudah-mudahan penataan sekaligus sudah jalan semua.
Penataan sebenarnya masih banyak yang harus dipersiapkan seperti evaluasi
kelembagaan, kenapa kelembagaan kita tidak diarahkan kepada pencapaian visi
jangka panjang daerah kita, contohnya seperti itu. Kita hanya menuruti PP 41 dan
menuruti Undan-undang, perintah-perintah harus bentuk badan. Kalau memang
cukup dengan kantor kenapa harus badan? Contohnya begitu. Di Gunung Kidul
banyak lembaga atau bidang yang kerikan setiap hari karena mengganggur betul,
Bagian Administrasi Sumber Daya Alam, kemudian di bidang lain itu banyak, nah
kenapa kita tidak evaluasi kemudian yang benar-benar nanti semua bisa
menggerakkan RPJP. Kenapa kita tidak berani melakukan evaluasi seperti
Jembrana contohnya, Jembrana BPM cukup kantor, Badan Kesbanglinmas cukup
kantor, kecamatan ada Seksi Pendidikan, ada seksi kesehatan karena visinya ke
akses pelayanan pendidikan kesehatan. Kita harus berani seperti itu jangan
pokoknya ada PP 41 undang-undang yang lain kita tampung kalau tidak begitu
sulit mencari anggaran, tetapi beban pembengkakan anggaran itu besar sekali.
Kemudian 2012 ini pengembangan peningkatan, jadi mudah-mudahan sampai
tahun 2012, jadi roadmapnya jelas, targetnya jelas, mulai dari kemiskinan,
pengembangan pariwisata, mulai dari pengembangan investasi di Gunung Kidul
semua roadmapnya jelas, harapan kita seperti itu. Ini yang bisa kami sampaikan
kami hanya memberikan referensi saja, saya kita IDEA, IRE lebih banyak
memotret, FPPM, PRAKARSA ini pengalaman daerah lain silahkan kalau memang
untuk kita pas. Kita memang ingin belajar dari sukses daerah daerah lain seperti
Jembrana, Solo dan sebagainya, selama ini kita hanya dari regulasi saja tetapi
tidak ada keberanian melakukan inovasi, terima kasih.

Mas Adjie
Terima kasih Pak Irawan, silahkan langsung kemudian waktu kepada Bu Zaki.

Mbak Zaki
Terima kasih, assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, bahasan saya lebih
kepada menuju RPJMD Kabupaten Gunung Kidul yang pro poor, ada dua alur
pembahasan, dua kata kunci yang setidaknya bisa saya sampaikan nanti.
Pertama RPJMD sebagai satu dokumen strategis untuk mendorong kemiskinan
menjadi satu mainstreem dalam perencanaan daerah diantara mainstreem-
mainstreem yang lain. Kalau mainstreem itu arus utama nanti ada arus-arus yang
lain, jadi kemiskinan bukan menjadi arus yang utama. Arusnya menjadi banyak,
ada pengurangan resiko bencana jadi mainstreem juga, Pak Sri saya kira nanti
bisa lebih banyak untuk memberikan masukan tentang hal itu karena kalau kita
baca untuk pengurangan resiko bencana masih agak kurang di dalam draff RPJM
yang kemarin ada. Lalu ada mainstreem yang lain lagi, ada arus utama yang lain
pengurangan resiko bencana, arus utama kemiskinan, MDGis, akan banyak hal
yang kemudian masuk menjadi satu mazhab mana yang kemudian akan kita
pakai dalam perencanaan ini. lalu kata kunci kedua yang akan kita bahas
bersama adalah gambaran terkait dengan proverty reduction di Kabupaten
Gunung Kidul, poin yang terakhir bahwa hari ini kita bukan sekedar menciptakan
dokumen perencanaan tetapi lebih dari itu. Hari ini kita menciptakan satu
dokumen yang merupakan pergumulan antara ilmu, tradisi, paradigma atau
mazhab, partisipasi maupun kinerja lembaga sehingga proses-proses disini adalah
pergumulan dari proses banyak pihak baik yang berada diluar Gunung Kidul
maupun yang berada di dalam Gunung Kidul itu sendiri, baik yang bersifat politis,
teknokratis maupun partisipatif dan top down bottom up. Nah latar belakangnya
kurang lebih seperti ini bapak ibu sekalian.
Upaya penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu agenda publik nanti saya
kira kita akan melihat baagaimana arus global juga yang sudah kita sepakati
bersama dalam milenium development cost akan pentingnya mengurangi
kemiskinan setidaknya ada delapan poin yang menjadi target MDGis, dan disana
pengurangan kemisikinan menjadi salah salah satu dasar. Dalam konteks tersebut
Kabupaten Gunung Kidul menjadi menarik untuk di kaji dan poin-poin yang saya
paparkan ini menjadi salah satu kajian yang selama ini dilakukan oleh teman-
teman IDEA bersama dengan Bappeda dalam proses-proses perencanaan. Jadi
menanggulangi kemiskinan melalui proses perencanaan, mungkin atau tidak
sebenarnya itu dilakukan. Nah Gunung Kidul saya kira kita tahu semua dalam
konteks ke Indonesiaan, dalam konteks DIY masih menjadi satu daerah miskin
setidaknya dalam satu dasawarsa terakhir. Menjadi salah satu etalase yang
penting untuk berbagai program penanggulangahn kemiskinan di pusat maupun
propinsi untuk masuk ke Gunung Kidul, sehingga pengalamaannya menjadi
menarik untuk kita pelajari bersama. Sudah banyak program penanggulangan
kemiskinan tetapi kok kemiskinan nampaknya belum bergeser dari titik yang kita
harapakan sama-sama dalam kurun lima tahun kemarin. Nah ini sebenarnya
menterjemahkan tadi apa yang sudah disampaikan oleh Bapak Sekda, RPJM akan
dipengaruhi oleh banyak hal, baik yang politis, teknokratis, top down- bottom up
yang partisipatif juga menjadi bagian di dalamnya. Nah targetnya sebenarnya ini
bapak ibu sekalian kami memahami bahwa kemiskinan yang ada merupakan
kemisikinan yang terstruktural, artinya dengan struktur sebenarnya bisa
masyarakat itu kemudian di gugah dan dibangkitkan dari proses-proses
keterpurukan yang selama ini dihadapi. Karena bagaimanapun juga alokasi
pendanaan itu teman-teman di birokratislah yang kemudian akan melakukan
pengalokasian, akan kemana sebenarnya dana-dana yang selama ini di kelola.
Nah dalam konteks negara yang memiliki struktur kekuasaan didalamnya maka
salah satu yang perlu ditempuh salah satu yang perlu ditempuh adalah
bagaimana melakukan demokratisasi struktur, bahasa gampangnya adalah
bagaimana melembagakan prosedur-prosedur yang sudah ada. Kalau tadi Pak
Irawan mengusulkan bagaimana kemudian kelembagaan yang ada tidak sekedar
berdasarkan PP 1 tetapi lebih dari itu, berdasarkan kebutuhan yang ada maka
prosesnya kurang lebih dari sini. Proses demokratisasi struktur inilah yang
setidaknya memang akan kita lakukan sama-sama, ini sekedar landasan teori
tetapi prakteknya adalah bagaiamana pelembagaan prosedur itu mampu kita
lakukan bersamaa-sama, tentu targetnya untuk pengurangan kemiskinan menuju
kesejahteraan. Ini adalah hal-hal yang sudah sering kita harapkan bersama.
Kita akan turun melihat bagaimana angka kemiskinan yang ada di Gunung Kidul,
bagaimana angka penganggurannya, bagaimana angka pertumbuhan ekonomi
dan inflasi yang terjadi di Gunung Kidul. Saya mengutip data BPS .

P ro se n tase ke miskin an d
K ab u p ate n G u n u n g

30 28.45
28.04 28.04
( Data BPS prosentase kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gunung
Kidul).
25 25.54
Ini adalah gambaran sejak tahun 2004 sampai dengan 2008, angka kemiskinan
sempat meninggi dan kemudian ,menurun. Tetapi sebanrnya sejak 2004-20008
tidak mengalami perubahan yang signifikan bahkan mengalami penurunan,

20
padahal dari sisi bugjet sebenarnya mengalami peningkatan. Ini yang saya kita
perlu kita bertanya pada setiap proses yang kita lakukan bersama-sama jangan-
jangan ada proses yeng keliru terkait dengan proses yang kita lakukan. Dana
pendapatan kecenderungan terus meningkat, tetapi angka penyelesaian
kemiskinan justru pada tahun 2008 hanya sedikit bergeser, sebelumya 25,54
15 15.4
menjadi 25,27. Untuk yang biru angka inflasi memang sempat meningkat pada
2005 tetapi terjadi penurunan pada tahun 2008 dan ini berpengaruh terutama
pada proses penurunan kemiskinan di Gunung Kidul. Pertumbuhan ekonomi naik,
lalu penganggurannya juga naik di tahun 2006 paska inflasi. Ini yang terjadi di

10
Gunung Kidul dan saya kira menjadi refleksi kita bersama dengan adanya
9.68
pendapatan yang sebenarnya terus menerus meningkat tetapi dari tahun awal ini
8.12
tahun 2006-2010 tetapi ini datanya 2004-2008. Nah tahun 2008 sebenarnya
7.86
5 3.43 3.82 3.91
4.33
3 2.9 2.88
sudah relative naik dananya, tetapi kemiskinannya sejak tahun 2004-2006 tidak
jauh berbeda, bahkan tahun 2004 pendapatan Gunung Kidul relatif berada di
bawah angka ini. Ini yang menjadi konsentrasi kita semua kemana sebenarnya
nanti kapasitas anggaran ini nanti akan mencoba diolah bersama-sama untuk
mencapai prosentase angka kemiskinan yang bisa mengalamai penurunan yang
relatif besar. Dari draff RPJMD yang saya perolah, nampaknya masih akan terus
seperti ini, belanja daerahnya, belanja tidak langsung dan belanja pegawai,
belanja pegawainya masih relatif tinggi ini yang menjadi persoalan yang memang
harus diselesaikan. Belanja langsungnya jauh sekali di bawah belanja pegawai,
sekali lagi ini adalah PR kita bersama, selalu pemerintah pusat meminta ada
kenaikan gaji dan jumlah pegawai tetapi justru dengan proses-proses seperti itu
ada gap yang sangat tinggi dari alokasi dana yang di kucurkan, bahkan proyeksi
sampai 2015 masih seperti ini. Dewan saya kira punya tugas yang besar juga,
reformasi birokrasi yang ada sekarang mau diawasi seperti apa dan kenyataanya
seperti ini, ini proyeksi di RPJM kita. Belanja pegawai masih berada pada titik yang
memuncak, seiring dengan inflasi. Yang di bawah ini adalah belanja bantuan,
belanja bantuan keuangan pemerintah desa nampaknya akan naik relatif tinggi,
tapi belanja-belanja yang lain tidak begitu banyak kenaikan, belanja bagi hasilnya
itu relatif stagnan, belanja bagi hasil ke pemerintah desa. Kalau belanja bantuan
keuangan mencoba ditinggikan untuk mempercayakan lebih tinggi lagi kepada
pemerintah desa untuk mengelola ADDnya, alokasi dana desa akan lebih naik-
naik terus 2015. Ini arah proyeksi yang sekedar melangkapi apa yang sudah
disampaikan oleh Pak Irawan.
Kapasitas keuangan daerah nanti akan ditujukan ke poin-poin ini, nah kalau kita
melihat pada persoalan kemiskinan kita melihat kapasitas anggaran yang dimiliki
Pemerintah Gunung Kidul. Kita melihat juga bagaimana fokus nasional
penanggulangan kemiskinan. Fokus nasional tampaknya masih akan berada pada
tiga hal ini, bantuan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat,
pemberdayaan usaha mikro dan kecil ini akan masih dilakukan oleh kebijakan
nasional kita sampai tahun 2015 kecuali BLT akan banyak ditinjau ulang.
Sedangkan fokus Kabupaten Gunung Kidul untuk penanggulangan kemiskinan
berdasarkan dokumen yang dimiliki oleh TKPKD untuk strategi penanggulangan
klemiskinan ada empat poin yang akan dilakukan, apakah poin-poin ini akan
masih menjadi strategi yang masuk lima tahun yang akan datang. Ini saya kira
pada kesempatan ini harus di jelaskan oleh teman-teman yang setidaknya
memiliki dokumen ini, Strategi Penanggulangan Kemiskinan yang setidaknya
selama ini mengawal dokumen ini, perluasan kesempatan, pemberdayaan
masyarakat, peningkatan kapsitas perlindungan sosial. Nah kalau memang ini
masih akan masuk dalan RPJM 2015 seberapa jauh ini akan bias di akomodasi
dalam RPJM. Kemudian pertanyaan kritis selanjutnya yang nampaknya harus kita
jawab di dalam RPJM adalah program penanggulangan kemiskinan sangat banyak
tetapi belum berdampak pada pengurangan kemiskinan secara sistemik. Hal-hal
yang kita temukan di tahun-tahun yang lalu saya kira menjadi refleksi kita
bersama. Program-program memberikan bantuan yang bersifat hanya member
tanpa proses tindak lanjut dari pemberian itu. BLT kemarin menjadi PR besar
dalam hal ini, lalu fokus penanggulangan kemiskinan dalam kenyataannnya masih
mengandaikan ketidaktersediaan modal sebagai faktor utama kemiskinan
padahal bebrapa yang diberi modal itu ternyata jadi madul. Tidak jadi modal,
mereka membentuk kelompok-kelompok baru yang fiktif, dan realita itu yang
terjadi di warga dari hasil kita melakukan sedikit evaluasi atas bantuan yang ada.
Lalu belum ada usaha pemerintah daerah untuk melindungi produktif warga dari
pengusaha yang bermodal besar, beberapa berlabel minimarket menjadi
tantangan tersendiri. Kalau di Bantul ada kebijakan yang kemudian tidak
memperbolehkan mart untuk hadir, ini hanya salah satu contoh. Kemudian
penyebab kemiskinan itu sendiri nyaris tidak tersentuh misalnya petani yang
memiki alat produksi yang relatif kecil dan lahan yang sempit ini menjadi satu
persoalan yang belum juga diselesaikan padahal beberapa lahan yang notabene
milik negara itu relatif banyak. Yang kelima desain penangulangan kemiskinan di
Gunung Kidul dan nasional banyak masuk ke dimensi output, dari kebijakan
namun sama sekali menafikan dimensi in put. Tadi Pak Sekda sebenarnya sudah
mulai mendikusikan itu, ini input menjadi penting untuk kita bicarakan bersama,
masih banyak program yang tetap dibiayai oleh pusat.
Kemudian desain penanggualangan kemiskinan masih bersifat sentralistik dan ini
PR di semua daerah. Kalau kemudian Gunung Kidul mampu membuat tawaran
khusus pusat saatnya untuk membuat tawaran-tawaran khusus ke pemerintah
pusat maka disinilah saatnya mumpung ada kerjasama dengan SAPA, ada teman-
teman yang menghubungkan dengan TKPKRI saatnya untuk membuat tawaran-
tawaran khusus untuk bagaimana program kmiskinan ini tidak terlalu sentralistik.
Nah ini beberapa potret yang terjadi dan sempat kita gali dari warga maupun
program yang ada. Lalu dari sana kita melihat sebenarnya sudah ada inovasi
program yang dilakukan oleh pemerintah propinsi maupun kabupaten, ada
program-program yang dilaksanakan oleh dinas-dinas yang tersebar. Nah apakah
inovasi program ini sudah diokordinasikan oleh TKPKD itu sebenarnya yang
menjadi titik poin penting, bagaimana kemudian sampai lima tahun yang akan
datang TKPKD cukup mempunyai gigi untuk mengkoordinasikan program-program
yang ada sehingga program penanggulangan kemiskinan arahnya bisa semakin
jelas. Nah oleh karena itu beberapa usulan yang coba kita tawarkan, pertama
menata ulang desain kebijakan, dari kemiskinan struktural maka selam ini yang
banyak di beberapa daerah juga dilakukan adalah proses dekomodifikasi dimana
menjadikan layanan-layanan dasar public seperti pendidikan, kesehatan,
keamanan, air bersih, sanitasi itu sebagai public good yang bisa diakses oleh
seluruh komunitas, seluruh warga tanpa pengecualian. Proses yang kedua ini
nampaknya RPJM menjadi penting untuk kita diskusikan persoalan redistribusi
untuk mempertajam RPJM. Nah redistribusi yang dimaksud ada dua hal, untuk
memastikan pensebaran sumber daya material secara merata baik secara
individu maupun komunitas, dan antar wilayah. Yang kelas sosial untuk
menyelesaikan kasusnya maupun untuk menyelesaiakan sparsial. Reformasi
pajak menjadi salah satu target untuk menyelesaikan persoalan pembiayaan, ini
di persoalan input, lalu mengurangi ketergantungan luar negeri sebagai sumber
pembiayaan. Nah tahun-tahun terakhir sisa dana di Kabupaten Gunung Kidul
bahkan dilakukan untuk nalangi dana EDB, dan ini yang masih terjadi,
ketergantungan pada hutang luar negeri. Yang jadi penting adalah memanfaatkan
sumber pembiayaan alternatif dari pihak ketiga, Dana CSR, Dana Filantropi
keagamaan ini yang nampaknya menjadi penting untuk kita oleh bersama untuk
menjadi salah satu sumber daya dalam proses-proses penanggulangan
kemiskinan. Lalu dalam hal input mendorong kebijakan yang full employment
secara serius untuk meminimalisir diprafasi kapabilitas ini menjadi penting. Pak
Sekda tadi sudah menyampaikan bagaimana mengoptimalkan SDM yang nanti
siap pakai dikemudian hari. Lalu mendorong adanya integrasi sistem perencanaan
penganggaran ini menjadi salah satu hal yang sudah dilakukan 2010 oleh teman-
teman Bappeda dan sudah menjadi Perbub. Saya kira apakah Gunung Kidul akan
tetap meneruskan ini tanpa dana hutang, ini menjadi penting untuk kita
diskusikan bersama-sama. Dalam hal output orientasi pada pemenuhan hak
bukan menjaga stabilitas semata sehingga hanya menyelesaikan residu, itu
orang-orang yang dianggap bermasalah itu yang kita selesaikan tetapi kerangka
pemenuhan hak ini yang setidaknya bisa kita lakukan bersama-sama. Kalau
memang setiap orang berhak mendapatkan jaminan kesehatan, sebisa mungkin
semua orang.
Nah beberapa daerah miskin berhasil membuat inovasi untuk jaminan kesehatan
itu ada sumbangan juga dari yang kaya, yang mampu menyumbang yang tidak
mampu, premi juga dibayarkan oleh meraka yang mampu. Purbalingga sudah
melakukan itu, Sleman mulai melakukan dan kita masih menunggu apakah
Gunung Kidul apakah akan melakukan itu. Kurang lebih ini untuk penataan desain
kebijakan ynag kami tawarkan untuk bisa masuk ke RPJM. Hal lain yang jadi
penting dilakukan adalah penguatan kapasitas kelembagaan, yang pertama perlu
dilakukan integrasi sistem perencanaan, sinkronisasi perencanaan dan
penganggaran, pagu politik, pagu wilayah, pagu sektoral ini sudah mulai ada di
Gunung Kidul, lalu termasuk pelembagaan partisipasi perempuan di Gunung Kidul
karena kemiskinan berwajah perempuan salah satunya bias kita dorong dengan
proses ini. Yang kedua adalah persoalan kelembagaan, menata ulang desain
kelembagaan TKPD menjadi satu hal yang penting dengan daya dukung
sinkronisasi sisten informasi dan database ada BPS disini. Mendorong database
kemiskinan yang lebih terpadu, akurat dan mengkombinasikan data makro hasil
BPS dan data mikro hasil kemiskinan partsipatif. Ini kalau memang menjadi satu
kepentingan di RPJM maka akan kita sasar bersama maka nanti data-data mikro
ini menjadi penting untuk dipadukan dengan datanya BPS. Lalu mendorong
program SAPA, kalau nanti masih diteruskan untuk menemukan indikator lokal
tentang kemiskinan. Mensinkronkan forum musyawarah perencanaan di berbagai
aktifitas menjadi forum terpadu. kurang lebih ini yang menjadi gagasan
setidaknya di dalam RPJM kemiskinan yang prosedural atau kemiskinan yang
struktural itu bisa kita selesaikan juga. Terima kasih kurang lebihnya mohon maaf
ini hanya sebagai pematik, bukan menggurui tetapi setidaknya ini adalah hasil
dari pemetaan diskusi kami dengan beberapa pihak, wassalamualaikum
warrohmatullohi wabarokatu.

Mas Adjie
Terima kasih kemudian bisa dilanjut dengan Mas Anang?

Mas Anang Sabtoni


Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, bapak-bapak dan ibu-ibu yang
kami hormati kami dari IRE Jogjakarta kemarin telah melakukan riset studi
mengenai alokasi dana desa dan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten
Gunung Kidul. Dan untuk prestasi kali ini tetap sama temanya, skema dan
program pembangunan ditebar tetap saja miskin karena memang hasil kami
seperti itu untuk di Kabupaten Gunung Kidul.

(Tabel kemiskinan di Gunung Kidul dan DIY)

Kalau kita lihat tabel kemiskinan di Kabupaten Gunung Kidul ternyata mempunyai
tingkat kemiskinan yang cukup tingi, ternyata angka kemiskinan di tahun 2008
menurut angka BPS yang kami ambil memang menurun tetapi prosentasenya
masih tinggi sekitar 26,85%. Artinya Kabupaten Gunung Kidul dalam konteks ini
cukup tinggi. Tenyata penduduk yang miskin dan tidak miskin itu cukup tinggi,
kalau pertama rata-rata jumlah rumah tangga orang itu tinggi juga, kemudian
persentase perempuan sebagai kepala rumah tangga itu juga nilainya cukup
tinggi yang miskin. Kalau kita melihat tentang angka kemiskinan dibanding
dengan anggaran pembangunan di Kabupaten Gunung Kidul, baik itu dari Dana
Perimbangan, BLM seperti PNPM, dana propinsi dan lain-lain yang terus mengalir
ke Kabupaten Gunung Kidul untuk program pembangunan dan khususnya alokasi
program penanggulangan kemiskinan tetapi angka kemiskinan ini tetap
cenderung tinggi sekali. Misalnya tahun 2007 DAU 459.851, DAKnya 49 angka
kemiskinannnya 92 ribu dan kemudian menurun serta meningkat lagi. Nah
ternyata dari tahun ketahun itu DAU meningkat, DAK meningkat, angka
kemiskinan cukup tinggi. Ini yang mengagetkan kami semua ternyata di
Kabupaten Gunung Kidul itu ketika anggaran itu ditingkatkan semakin banyak di
gelontorkan justru angka kemiskinan hanya menurun sedikit sekali. Artinya ada
apa dengan presentase anggaran yang dinaikkan dengan penurunan angka
kemiskinan yang cukup kecil di Gunung Kidul. Kalau kita melihat konteks
kemiskinan yang pertama Gunung Kidul yang pertama memang boleh kita
katakan di Gunung Kidul memilki keterbatasan aset, misalnya soal kepamilikan
tanah, rumah, sandang, pangan, perlengkapan dan penghasilan serta lain-
lainnya. Kemudian yang kedua keterbatasan akses, ini soal kesempatan
memperoleh pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan di Kabupaten
Gunung Kidul, ternyata masih banyak kritikan juga bahwa layanan hingga sampai
ke tingkat Puskesmas ataupun rumah sakit bagi keluarga miskin masih banyak
kendala ataupun persoalan. Kemudian di sektor lapangan pekerjaan Gunung Kidul
ini mempunyai angka pengangguran yang cukup tinggi dan minimnya sektor
lapangan pekerjaan baik formal ataupun informal. Kemudian juga terkadi
kerentangan sosial ekonomi yaitu lemahnya bertahan hidup karena berbagai hal
seperti gagal panen, bencana alam lokal (kekeringan), sakit, harga produk
pertanian anjlok serta harga kebutuhan pokok meningkat, juga BBM naik juga
memberikan dampak pada tingkat kemiskinan di Gunung Kidul. Ternyata di
Gunung Kidul itu penduduk miskin itu ditandai dengan tingkat pendidikan yang
rendah sehingga ini membatasi akses lapangan pekerjaan. Ini sama dengan
argumen banyak orang di Gunung Kidul tentang lemahnya kapasitas Sumber
Daya Manusia. Kedua adalah lapangan kerja yang dapat diakses oleh penduduk
dengan keterbatasan tingkat pendidikan adalah sektor informal, ini juga jarang
sekali. Kemudian di tahun 2007 sektor informal mampu menyerap tenaga kerja
sebesar 82,65% jadi cukup tingi angkanya dibandingkan dengan sektor formal.
Kemudian kebijakan Pemkab dalam memperkuat SMK seperti regulasi untuk SMK
itu agenda yang cukup baik bagi investasi social yang mungkin kedepam akan
kita tunggu hasilnya.
Kemudian kalau kita juga bicara persoalan kemiskinan, ada beberapa persolan
yang menyebabkan kenapa itu miskin. Yang pertama adalah bersifat alamiah
atau natural, yang kedua budaya atau kultural. Kalau yang alamiah itu karena
lahir dari keluarga miskin, kalau yang budaya atau kultural itu kalau tidak ada
bantuan mengaku tidak miskin, tetapi kalau ada bantuan mengaku miskin karena
ini muncul. Coba kalau kita bandingkan desa-desa di Gunung Kidul pada konteks
ADD. Ternyata antara Desa Songbanyu yang kita teliti dengan desa yang ada di
kota di Wonosri seperti Kepek itu alokasi dana desanya sama, hampir sama.
Karena apa salah satu indicator kemiskinan yang cukup berimbang, jadi antara
Kepek dengan Songbanyu itu angka kemiskinannya hampir sama, dan ini cukup
mengagetkan, antara desa yang terdekat dengan kabupaten dengan desa yang
terjauh dengan kabupaten itu mempunyai angka kemiskinan yang hampir sama.
Yang kedua Gunung Kidul adalah selalu menjadi daerah yang tertinggal, artinya
daerah yang mentas semakin bertambah tetapi Gunung Kidul belum juga mentas-
mentas dari persoalan daerah tertinggal. Ketiga kemiskinan Gunung Kidul selalu
menjadi perhatian semua pihak dan menjadi prioritas RPJMD, jadi
penanggulangan kemiskinan tiada henti dalam agenda, perbaikan infrastruktur
juga. Artinya begini, bahwa Gunung Kidul tidak perlu antri untuk bantuan dari
pusat karena pemerintah pusat sudah menetapkan nama dari Kabupaten Gunung
Kidul ada dalam semua skema pembangunan dari pusat. Artinya kabupaten
Gunung Kidul sudah seperti layaknya arena pasar bagi skema pembangunan dari
pusat. Sebenarnya siapapun yang menjadi bupati tetap turun anggaran untuk
Gunung Kidul. Kemudian untuk persoalan data, ternyata data yang kami temukan
antara yang dikeluarkan oleh BPS seperti program mandiri pangan, BKM dan
sebagainya terdapat variasi data yang cukup tinggi karena ada yang
menggunakan data BPS dan program mandiri pangan juga membuat data sendiri,
jadi satu kabupaten ini mempunyai acuan yang berbeda. Ada juga dampak seperti
BLT menciptakan budaya kemiskinan baru. Hasil sembilan desa juga cukup ada
beberapa hal yang kita dapatkan: angka kemiskinan juga semakian kacau, angka
kemiskinan tinggi tetapi semakin ke kota itu angka kemiskinan datanya itu yang
kami dapat menurun. Itu artimya bahwa pembangunan di Kabupaten Gunung
Kidul masih bias kota. Nah ternyata kalau kita lihat juga bahwa uang bukan
segala-galanya tetapi segala sesuatunya membutuhkan uang, itu penting. Tetapi
kita juga bisa melakukan beberapa hal misalnya kita bicara soal dana
penanggulangan kemiskinan itu bagaimana sih skemanya. Yang pertama kita
mendorong desentralisasi fiskal misalnya DAU dan sebagainya itu diberikan
kepada daerah dengan mempertimbangkan angka kemiskinan daerah. Karena
menurut kami anggaran untuk kabupaten semakin banyak kabupaten ternyata
anggaran APBDnya juga untuk alokasi daerah masih tetap, artinya semakin
kabupaten bertambah semakin berkuranglah jatah per kabupaten. Nah nasional
juga cukup hebat, ternyata selama lima tahun sejak 2002 – 2007 dana anti
kemiskinan meningkat sebesar 250%, tetapi angka kemiskinan hanya turun 2%.
Ini apa sih persoalan keuangan di Gunung Kidul?
Ternyata di Kabupaten Gunung Kidul juga sama dihadapi oleh kabupaten lain,
pertama terjadi kemampuan diskresi dalam persoalan pengelolaan keuangan
daerah. Kami melihat sejak tahun 2007 sampai tahun 2010 itu anggaran untuk
belanja pembangunan dan layanan publik semakin menurun, yang lain semakin
maju justru anggaran pembangunan meningkat tetapi Gunung Kidul justru
terbalik, justru menurun. Nah salah satu penyebabnya adalah pertama jumlah
pegawai dan belanja pegawai semakin meningkat. Tantangan yang sulit dihadapi
bupati kedepan adalah reformasi birokrasi. Menurut kami saat ini Gunung Kidul
mempunyai 13 ribu pegawai yang itu idealnya 8-9 ribu pegawai, artinya kelebihan
beban empat ribu sampai lima ribu PNS. Kedua, persoalan keuangan adalah
Gunung Kidul juga harus menyertakan cost sharing atas program-program dari
atas, alokasi dana desa juga berkurang karena kebijakan politik pemerintah
Kabupaten Gunung Kidul yang memberikan untuk ADD menjadi anggaran cost
sharing dan BLM yang lain ketika pemerintah pusat tidak konsisten dalam
menjalankan proses desentralisasi. Kalau kita melihat DAU dikurangi belanja
pegawai itu selalu menurun, sejak tahun 2007 yang 163 milyar ternyata tahun
2010 hanya sekitar 32 milyar, kalau begitu masyarakat mau dapat apa? hanya
habis untuk belanja pegawai. Itu menurut saya tantangan di kolom belanja iti
yang angkanya selalu menurun karena salah satu dampak banyaknya pegawai
dan belanja pegawai. Ternyata IRE juga melihat pemerintah propinsi dan juga
kabupaten serta desa lebih mengutamakan pendekatan yang bersifat pro
terhadap kemiskinan istilahnya programnya siap saji daripada pendekatan
anggaran yang terkonsolidasi. Kami memang melihat IRE ini persoalan-persoalan
fragmented bugjet dan banyak sekali skema kebijakannya, berbeda skema
program berbeda skema anggaran yang itu membuat pening semua orang bukan
hanya SKPD tetapi juga masyarakat desa. Oleh karena itu kedepan salah satu
gagasan kami mendorong dalam konteks RPJMnya adanya konsolidasi bugjet
maupun adanya konsolidasi program pada tingkatan yang lebih baik. Catatan
bahwa dampaknya adalah kreatiftas masyarakat atau desa berkurang karena
ADD berkurang, saya melihat dalam kurun tiga tahun desa ini habis kreatifitasnya
karena ADD yang berkurang 50%. Yang kedua adalah organisasi masyarakat local
itu tidak berkembang bahkan mati karena banyak organisasi bentukan
pemerintah, dulu ada banyak kelompok tani sekarang semua menjadi gapoktan.
Paling tidak apresiasi masyarakat terhadap kabupaten menurun dalam 3-4 tahun
terkhir. Inidikasinya ketika saya mengadakan pertemuan dengan masyarakat
Gunung Kidul acara saya gelar sampai jam tiga pada jam satu sudah pada hilang
itu sudah sangat apatisnya mereka, sudah tidak ada daya tumbuh dari mereka.
Masyarakat memanfaatkan berbagai program yang sesaat, kemudian
menurunnya modal social masayarakat karena banyaknya gelontoran dari
pemerintah pusat, persaingan antar desa juga terjadi untuk memperebutkan
banyak program di Gunung Kidul seprti PNPM dan model BLM yang lain.
Rekomandasi kami dari IRE sementara ini kita ingin mendorong dalam RPJM
kedepan pemerintah mempertegas otonomi desa, selama ini ADD desa masih
dalam bentuk Perbub belum Perda sehingga anggaran desa itu bisa di kia kiu tiap
tahun. Kemudian yang kedua memperkuat sinergi dan keselarasan skema
pembangunan desa dan kabupaten, ini kami juga melihat bahwa masih belum
banyak hal khusunya dalam konteks musrenbang. Temuan kami di Sembilan desa
yang kami teliti di sembilan kecamatan berbeda itu delapan desa mengatakan
buat apa sih musrenbang? Hanya satu desa yang mengatakan musrenbang itu
penting, Desa Kepek satu-satunya yang mengatakan musrenbang itu penting
karena Desa Kepek itu mempunyai orang dalam, artinya orang dari Pemda yang
memberikan informasi terus menerus kira-kira prediksi program kedepan itu apa
sehingga meraka menganggap musrenbang itu penting. Kemudian nomor tiga itu
mengoptimalkan program pengembangan perekonomian desa, karena kebijakan
pembangunan di Wonosari itu masih bias kota. Kemudian nomor empat
mengoptimalkan pembangunan di sektor pertanian sebagai basis agraris dan
membuka peluang bagi investasi baru di Gunung Kidul ini penting juga karena
PAD Gunung Kidul itu sangat kecil. Memperbaiki layanan publik khususnya
pendidikan dan kesehatan, kemudian perlu dilakukan reformasi birokrasi
pemerintahan. Jadi tantangan besar di Gunung Kidul misalnya Pak Bupati
mengatakan isu desa sebagai pusat pertumbuhan itu program SKPD tidak
terkorelasi dengan baik untuk mendorong isu desa sebagai pusat pusat
pertumbuhan, artinya bahwa SKPD ini balelo. Artinya ada persoalan untuk
reformasi birokrasi di Gunung Kidul, kemudian nomor tujuh adalah
mengoptimalkan program pembangunan pekonomian desa, memperkuat
partispasi warga dalam proses pembangan desa khususnya penting ini dalam
arena kebijakan pembangunan arena di kabupaten. Kemudian menyusun
konsepsi dan paradigma penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan
berkelanjutan dalam konteks dokumen RPJMD, dan ini perlu mengarus utamakan
program kemiskinan serta pengkajian ulang tentang mekanisme bantuan
langsung mandiri seperti PNPM di Kabupaten Gunung Kidul karena menurut kami
walaupun anggaran itu besar masuk ke Gunung Kidul tetapi berdampak buruk
terhadap perkembangan demokrasi, budaya ataupun modal sosial ditingkat
masyarakat Gunung Kidul. Bahkan itu juga berdampak buruk bagi SKPD karena
anggarannya habis untuk cos sharing, sehingga SKPD ini tidak banyak pekerjaan
karena SKPD hanya mengawal program dari pusat. Jadi terlihat potret kinerja
SKPD kedepan perlu didorong sehingga Gunung Kidul tidak hanya memperbaiki
RPJMD saja tetapi juga melakukan advokasi ke pemerintah pusat agar kebijakan
seperti cost sharing itu hilang dan tidak menjadi beban kabupaten, terima kasih,
wassalamualaikum warromatullohi wabarokatu.

Nandang Suherman (FPPM Bandung)


Saya Nandang Suherman dari FPPM Bandung dan sekarang menjabat sebagai OC
dibidang advokasi, dan kami ada program bersama dengan teman-teman di grup
IRE ini salah satunya di Gunung Kidul, ada beberapa tempat untuk aktifitas kami
antara lain : Gunung Kidul, Bandung, Sukabumi, Jembrana, Makasar, dan
Kebumen. Tetapi tugas kami hanya menyusun baseline data, dan baseline
datanya sudah ada kalau mau ditampilkan juga masih belum lengkap hanya studi
dokumen dan beberapa wawancara tetapi kalau perlu ditampilkan bisa
ditampilkan. Tetapi paling tidak menurut saya ini teman-teman yang tadi sudah
sampaikan ini potret seperti apa dan saya juga tertarik dengan Pak Sekda tadi
yang diungkapkan terus disambung dengan Pak Irawan dri Bappeda. Dalam
benak kami sambil berdiskusi sebenarnya FPPM lebih baik sharing aja dalam
forum ini dalam konteks RPJM ini dan saya pikir sharingnyapun tidak secara
menyeluruh tetapi hanya satu bagian saja, itupun mungkin kalau tadi ada skema
yang tadi itu mungkin di proses penganggarannya saja karena kami memang
isunya di studi mendorong di perencanaan penganggaran saja. Saya kebetulan
lama aktifitas di Sumedang karena saya orang Sumedang, orang Jatinangor,
berinterakssi dengan Pemda Sumedang dan kebetulan juga pada tahun ini ada
Pemda Gunung Kidul teman-teman Bappeda ke Sumedang waktu itudan saya
menjadi mediator mendampingi di Bappeda Sumedang karena kebetulan saya
ada diluar kota tetapi saya mencoba menghubungkan dan sudah terjadi paling
tidak pada saat itu teman-teman Bappeda Gunung Kidul ingin melihat tentang
pagu indikatif dan tadi sudah muncul. Kayaknya saya mau sharing lebih dalam
tentang itu, kareja saya hanya satu bagian saja di proses perencanaan
penganggaran.
Inilah yang sudah menjadi common sense kita, karena saya juga habis ditelpon
Mbak Zaki Gunung Kidul kan habis Pilkada sudah ada pemenangnya, ini juga
kemarin Sukabumi pilkada saya juga hadir disitu dan sudah ada pemenangnya,
dua hari sudah ketahuan. Paling tidak ini, karena ini RPJMD dan RPJMD nanti
tergantung cantolan undang-undangnya mau menggunakan Perda atau Perbub,
kalau Undang-undang 32 ya pasti Perda lah, kalau Undang-undang no 25 pasti
Perbub. Asumsinya karena pada saat kita nyoblos bupati itu nyoblos visi misi
sebenarnya, nah kalau kita asumsikan visi misi adalah sebagai hulunya dari
seluruh nanti apa yang mau dijanjikan oleh bupati, ini menjadi sumbernya.
Narasinyakan nanti normatif itukan disitu, tadi ada moto “Desa makmur Gunung
Kidul makmur, tapi tadi Anang kan baantuan banyak, alaokasi banyak, naiknya
sekian persen tetapi kemiskina tidak bergeser, nah itu potret Indonesia juga ada
di Gunung Kidul ini. Nah kalau itu diasumsikan sebagai hulu maka perencanaan
penganggrana ini adalah sungainya, bagaimana mengalirkan dari rumusan yang
normatif itu dialirkan sungainya melalui perencaan penganggaran ini. Rencana
penganggaran inilah produk kebijakan yang setiap tahun, pasti dilakukan oleh
Pemda manapun, karena ini setiap tahun maka ini sangat strategis. Dan
sebetulnya sehebat apapun perencanaan penganggaran sebagus apapun visi
misinya itu muaranya di pelayanan publik, jadi seheboh apapun visi misinya,
separtisipatif apapun itu perencanaan penganggran kalau di pelayanan publiknya
memble berarti itu ada sesuatu yang sala. Ujungnya dimasayarakatkan yang
dirasakan itu, bukan memakan visi misi yang indah-indah tetapi masyarakat
sekolah bisa, kesehatan terpenuhi, nah gitu-gitulah yang dirasakan oleh mereka.
Kan ujungnya disitu, nah kami mengibaratkan itu. Kalau melihat undang-undang,
perencanaan penganggaran itu sudah sangat kuat, APBD kalau merujuk di pasal
17 kan begitu. APBD itu rujukannya kepada RKPD sebenarnya dan APBD itu
sebagai apa namannya untuk mewujudkan tercapainya tujuan bernegara
yangsangat mulai, salah satu instrumennya ke APBD. Ada tiga katanya: kerangka
kebijakan, kerangka kelembagaan dan kerangka perencanaan penganggaran,
pemerintah itu menjalankan. Kalau sinkronisasinya ini sudah sangat normatif,
kalau kita merumuskan perencanaan itu biasanya berdasarkan kebutuhan, tetapi
kalau sudah menghitung dana, kemampuan. Pada saat merencanakan kita tidak
pernah berhitung kemampuan, kebutuhan saja yang diusulkan bahkan keinginan,
pada saat masuk ke penganggaran baru ternyata mampunya cuma segini, maka
hilanglah apa yang direncanakan oleh teman-teman Bappeda yang sudah bagus-
bagus itu akan hilang dengan sendirinya. Sudah susah-susah menyusun rencana
kerja setiap SKPD tahu-tahu uangnya tidak ada, itua seperti debu berterbangan,
jadi jangan seperti itu. Nah padahalkan mestinya itu harus dihitung, kalau lihat
perdefinisi tentang perencanaan itu harus dihitung sumber daya. Kalau lihat
aturan lagi keterkaitannya itu bahwa RKPD, nah RKPD yang sekarang Gunung
Kidul itukan belum ada RPJMnya untuk RKPD yang 2011 karena RPJMnya baru
mau disusun kan? Tetapi RKPD sudah mau disusun, transisi, sehingga harus ada
nanti item pernyataan transisi yang nanti RKPD ini cucunya, cucunya lahir dulu
nah ibunya belakangan karena proses politik, tetapi itu harus menjadi sinkronisasi
karena itu menjadi penting RKPD ini juga harus di refers pada saat menyusun
RPJM, dan RKPD barangkali juga harus memotret akhirnya seperti apa sih, tadi
Pak Sekda sangat bagus, potret seperti apa nih, walaupun tadi kadi kan “O
ternyata banyaak yang tidak nyekrup” bukan hanya di Gunung Kidul tetapi
hampir semua Pemda, sadarnya itu terakhir tetapi pada saat nyusun balik lagi
seperti yang dulu. Mas Toro itu mengatakan “Bupati itu sebenarnya
pengalamancya setahun, kalaupun dia menjabat sepeuluh tahun yang setahun ini
diulang-ulang”.

(Hasil dari Musrenbang) (Hasil dari KUA-PPAS) (Usulan DPRD)


(APBD) (Implementasi Proyek) (Yang dibutuhkan
warga)

Nah ini saya sering menggambarkan inilah, kalau hasil musrenbang tadi kan di
sumpah serapahin itu, desa bahkan yang menganggap musrenbang itu hanya
satu desa dari sebelas desa yang diajak? Jadi hanya sepuluh persen, karena
memang hasil Musrenbang kita kalau kita anggap ini misalnya, kita butuh
dirumuskanlah kesepakatannya di RKPD tiga tempat duduk dalam satu ayunan.
Hasil dari KUA-PPAS pasti sudah berkurang, karena sudah menghitung dengan
anggaran yang tersedia kan, gugurlah itu. Belum di tambah usulan dari DPRD
yang boleh jadi dia punya interest berbeda dengan musrenbang padahal
rakyatnya berbeda. Pasti itu berbeda, usulan DPRD dengan hasil Musrenbang,
seribu persen menyatakan pasti ada bedanya karena beda waktu, beda orang,
beda cara juga untuk itu. Dan di APBDnya itu pasti lah sudah jauh, padahal
menurut undang-undang RKPD yang ujung Musrenbang itu harus menjadi rujukan
RKPD. Maka di APBDnya tinggal satu ayunan, jadi gapnya sudah sangat jauh, dan
bagaimana di implementasinya? ini juga pasti ada kickback, ada macaam-macam
di beberapa daerah ya, digergaji semua dana itu sehingga ya makin berkurang
untuk rakyat itu. Nah yang terakhir inlah usulan warga yang dibutuhkan, jadi ada
gap yang seperti itu dan itu dilakukan secara dengan kepatuhan terhadap aturan
dan inilah hasilnya, yang seperti itu, nah ini sesuatu yang sudah common sense
juga terjadi diman-mana. Ada beberapa daerah yang ingin keluar dari kesadaran
yang tidak manusiawi ini, padahal kalau kita lihat dari filosofi kenapa musrenbang
benchmarknya itu ada dua.
Dilihat dari kualitas keputusannya yang diputuskan, dan dilihat dari kualitas
partisipannya di musrenbang itu, keputusannya mengikat atau tidak? Seperti apa
dia? Partisipannya siapa dia yang hadir? Partisipannya sudah ada input yang
benar belum? Atau jangan-jangan kepala kosong daripada nagnggur nunggu
makan siang hadirlah di Musrenbang misalnya, akan lain itu hasilnya. Padahal ini,
ini yang benchmark kualitas keputusan dan kualitas partisipan, dan dari dua hal
ini akan kalau ini terpenuhi maka itun akan membangun sebuah kultur demokrasi
yang sehat. Kalau Musrenbangnya bagus, dengan tadi keputusannya mengikat
dan macam-macam kualitas partisipannya, akan muncul demokrasi yang sehat
dan akan terjadi pembangunan yang berkelanjutan. Nah problemnya sekarang ini
Musrenbang di kita hasilnyapun tidak pernah menjadi komitmen bersama,
partisipannyapun lebih banyak empat L ( Lu lagi-lu lagi tiap tahun) tidak pernah
bergeser ke yang lain, tidak pernah terjadi interaksi yang lebih meluas. Nah maka
solusinya yang Sumedang karena tidak mau Musrenbang hanya menjadi
formalitas maka dia yang pertama itu memastikan pagu dulu, di awal. Pada saat
dia mau Musrenbang kecamatan ada satu fase yang ditempuh dan dilakukan oleh
teman-tekan di DPRD dan Bupati Sumedang itu melakukan komitmen, melakukan
MOU untuk membagi distribusi kue APBD sehingga mengikat dua pihak itu. MOU
bupati dan DPRD di awal tahun perencanaan dan informasi tentang bugjet alokasi
itulah yang di informasikan pada saat Musrenbang di tingkat kecamatan. Maka
yang disebutnya kalau disana itu ada pagu indikatif kewilayahan yang basisnya
kecamatan, ada pagu indikatif sektoral yang dirumuskan secara teknokratis oleh
SKPD. Dan ada pagu politik yang notabene Pak Bupati juga punya konsituen,
DPRD punya konsituen, dibagi dulu di dawal berapa itu untuk pagu politiknya,
dirumuskan dari awal, disepakati berapa besarannya supaya tidak mengganggu
lagi para politisi itu pada saat hasil Musrenbang. Tidak mengganggu juga SKPD
terhadap hasil Musrenbang, karena sering sekali di forum SKPD itu si SKPD dia
lebih memperhatikan draff Renja dia dibandingkan dengan membuka input
terhadap hasil-hasil Musrenbang Kecamatan. Nah di ikat dulu disini, itu yang
menbedakan, saya pernah ditanya “wah ini menyimpang dari aturan tidak?”, saya
tanya lagi “aturan mana yang dilanggar?”, yang pentingkan prinsipnya dalam
bahasa sosial semua boleh kecuali kalau ada larangan. Nah musrenbang dan
penganggaran itu adalah sosial, saya utak atik tidak ada larangannya, maka
inipun tidak pernah direpresi oleh pemerintah pusat yang dilakuakan di
Sumedang itu, ini sebenarnya yang mengikat. Maka inilah nanti yang dirujuk
menjadi komitmen bersama terutama rebutan sumber daya APBDnya, yang
penting kan disitu. Kalau usulan-usulan ini sih bisa dimusyawarahkan ditingkat..
tetapi besaran ininya, yang seringkali di intervensi besarannya akhirnya
berdampak terhadap gugur usulan atau penguarangan terhadap bugjet alokasi
dari setiap usulan. Dan yang kedua mendorong warga masyarakat yang terlibat
dalam Musrenbang itu untuk terlibat juga pada saat pembahasan terutama
pembahasan di DPRD, untuk memastikan bahwa hasil Musrenbang dengan
nominal angkanya sekian itu pasti tetap besarannya pada saat diputuskan oleh
DPRD, itu penting. Siapa warga itu, siapa masayarakat itu warga yang terlibat
pada saat Musrenbang, bukan LSM yang ujung-ujung dia pada saat hearing,
nongkrong di DPRD yang tidak pernah tahu pada saat musrenbangnya, kan
banyak gitu kan, LSMnya banyak, LSM kabupaten kan baru hadirnya di KUA PPAS,
maka diapun suaranya akan lain dengan hasil hearing ini, kan gitu. Nah ini
dipastikan warganya ini loh yang harus hadir untuk memastikan itu, itu dua hal
sebetulnya dua hal ini yang dijadikan solusi sekarang yang sedang ditawarkan
untuk memastikan supaya tadi, memastikan agar APBD itu pasti distribusinya,
siapa penerimanya itukan warga disitu dan ikut terlibat disana.
Nah kalau Sumedang untuk dua hal ini diperintahkan oleh Perda, jadi ada
Perdanya khusus, perdanya sih perdanya umum namanyaa Perencanaan
Penganggaran tetapi didalamnay ada dua kausal itu, ada kausul ini ya sehingga
bupatinya ganti, DPRDnya ganti kemarin itu ya dipaksa harus mengikuti itu. DPRD
yang baru inikan agak mencak-mencak “Loh kami kok sekarang dijatah seperti
ini” gitu, kita gampanganya “ ini sudah ada perdanya, dan DPRD juga yang
memproduk ini” jadi gampang, jadi mau marah-marah silahkan tetapi yang jelas
sudah di ikat sekarang. Oke pagu indikatif itu apa manfaatnya saya pikir teman-
teman disini juga sudah mendefinisikan tentang itu, bagaimana implementasinya,
tetapi yang cukup,menarik dalam pelaksanaannya tahun ketiga di Sumedang ini
memang itu akan terjadi rebutan di level komunitas, uang tersebut. Jadi karena
pagu indikatif kewilayahan itu locusnya di kecamatan dan sudah jelas
besarannya, maka SKPD rajin dia turun menghadiri Musrenbang Kecamatan
karena akan mengambil kembali dana itukan nanti ekskutornya kan tetap SKPD
kegiatan, bagaimana SKPD menawarkan program-programnya supaya dibeli oleh
warga tersebut, begitu. Dan biasanya SKPD yang sebelum ada konsep ini dulu PU
yang paling besar, nah setelah ada ini itu ternyata cukup lumayan kesehatan juga
dapat porsi bagus, pendidikan bagus, ekonomi bagus, PU sudah agak berkurang
mulailah disitu ada distribusi yang lebih fer. Terus yang kedua muncul kembali
semangat untuik bermusyawarah di level kecamatan yang selama ini Musrenbang
itu hanya formalitas sekarang menjadi ajang untuk berebut sumber daya tetapi
dengan mekanisme yang fer, terjadi interaksi yang cukup menarik dan terjadi
juga peningkatan kapasitas warga, yang menurutnya saya yang manfaat
tethadap itu. Kesadaran-kesadaran terhadap pembangunan akhirnya cukup
meningkat walaupun ada rebutan antar komunitas menjadi lebih kenceng
termasuk juga teman-teman DPRD. Ini barangkali yang bisa sharing, yang bisa
kami sampaikan mudah-mudahan apa yang sudah masuk menjadi kebijakan
mudah-mudahan ini bisa didorong terutama ini juga didorong menjadi
kesepakatan politik teman-teman di DPRD karena kan bugjeting itu ada di wilayah
teman-teman DPRD. Nah kesempatan politik itu tidak ada rumus baku tergantung
kesepakan ya nego hasil ini, sumedang berapa persen tentang proporsinya? Kecil
kok, kalau untuk bagi-baginya itu kecil yang di Musrenbang Kecamatan itu, masih
tetap di SKPD, masih tetap yang lebih besar yang pagu politik. Pagu politik itu kan
cantolannya di bantuan sosial, tetapi dengan alokasi bugjet yang sedikit pasti
tidak seperti yang dulu musrenbangnya hanya gambling, semakin banyak usulan
itu peluang untuk dapat semakin besar sehingga lomba usulan nah sekarang kini
karena sudah dibatesi oleh anggaran mau tidak mau wargapun sangat selektif
sekali untuk mengusulkan dan terjadi diskusi yang intens disitu, saya rasa itu
untuk teman-teman.

Mbak Zaki
Pagu politiknya berapa persen pak?

Nandang Suherman
Pagu politiknya itu tergantung juga nantinya, kalau yang kemarin itu ternyata
hangus karena DAUnya tidak bertambah, PNS naik terus akhirnya deskresi
daerahnya Sumedang itu tekor, tahun terakhir 15 milyar kalau sini masih ada sisa
kan? Sumedang itu sampai tekor, tahun kemarin tiga milyar, tahun ini lima belas
milyar, akhirnya pagu politik yang korban bukan hasil Musrenbang, tetapi
baguskan? Jadi teman-teman DPR bisa menyadari itu, sebab kalau mussrenbang
yang hangus dia bisa di geruduk itu DPRD oleh warga, oke terima kasih
wassalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu.

Mas Adjie
Terima kasih, kemudian kita langsung menyambut paparan dari teman-teman
DPRD, silahkan..

Indriyani (DPRD)
Selamat pagi menjelang siang bapak ibu semuanya, mudah-mudahan kabarnya
senantiasa baik karena pada sampai saat ini kita bertemu dalam keadaan sehat
walafiat dan mudah-mudahan juga pada kesempatan ini apa yang bisa kita
simpulkan akan mendapatkan buah yang baik dan akhirnya tujuan untuk
memerangi kemiskinan dapat kita capai bersama. Yang pertama kaitannya
dengan ini kami tentunya dari DPRD Tupoksi kami beberapa hari yang lalu
melakukan resease penjaringan aspirasi dan juga resease konsituen pada
kesempatan hari ini saya tidak akan melakukan paparan karena kami memang
tidak siap untuk paparan. Pada kesempatan ini saya hanya ingin curhat saja, yang
pertama ketika kami anggota dewan melakukan penjaringan aspirasi baik itu
kedesa-desa naupun konsituen kami banyak seperti yang disampaikan teman-
teman yang lain disitu ada sikap yang apatis dari warga masyarakat. Apatis
dalam artian apa gunanya kalau aspirasi itu terserap akhirnya toh hanya
ditumpuk tidak bisa terealisasi, yang kemudian dari beberapa yang kami lihat
orang-orang yang dihadirkan ketika kita penjaringan aspirasi di tingkat desa
memang termasuk orang-orang yang aktifis yang artinya kalau di desa itu ketika
satu orang aktif kemudian banyak jabatan yang dia pangku. Banyak yang berfikir
bahwa dewan itu anggaran tersendiri sehingga banyak yang minta bantuan ini itu
dikiranya dewan punya anggran tersendiri yang mau digelonotorkan tidak
tahunya kita harus banyak menyampaikan kepada warga bahwa yang dikelola itu
adalah anggaran yang sama. Jadi penjaringan aspirasi yang kita lakukan kepada
masyarakat adalah hanya sebagai pembanding musrenbang yang dilakukan oleh
ekskutif, dan warga itu kadang-kadang mengertinya ada bantuan. Jadi misalnya di
ajak rapat atau pendataan apapun yang dilakukan baik itu oleh perangkat desa
ataupun RT/RW kadang-kadang ”kok didata itu mau mendapatkan apa?” selalu
pertanyaan itu muncul. Jadi apakah itu betul bahwa potret Gunung Kidul sudah
terlalu seringnya mendapatkan bantuan langsung, entah itu bentuknya BLT atau
berasa atau apa akhirnya setiap ada pendataan bahkan kemarin ada petugas
sensus dia kebingungan untuk meminta keterangan disitu selalu ditanya “Mau
dapat apa to mbak?” seperti iti. Ada beberapa yang bisa kami catat kaitannya
dengan potret kemiskinan di Gunung Kidul, berungkali ketika kita resease selalu
saja minta bantuan semacam bantuan modal, masih sangat dibutuhkan bantuan
modal-bantuan modal. Tetapi ketika kami menyampaikan bahwa sebenarnya
anggaran dari daerah yang masuk ke desa sudah lumayan banyak, cuma
dikiranya itu tadi, posisinya jadi beda artinya dari DPRD ada anggaran sendiri, dari
pemerintah ada anggaran sendiri akhirnya jadi rancu, jadi tumpang tindih seperti
itu.
Kemudian rawannya konflik ketika ada bantuan yang diberikan kepada warga
masyarakat entah itu bantuan bentuk apapun disitu akan terjadi rawan konflik,
dan ada beberapa wilayah desa yang kami temui menggunakan proses bagito,
seperti BLT. Disalah satu dusun kami temui karena orang-orang yang ditunjuk itu
tidak pas, artinya yang dapat itu malah Pak RT, Pak RW sementara orang yang
mestinya dapat malah tidak dapat akhirnya terjadi konflik kemudian mengunakan
sistem bagito, semuanya dapat akhirnya. Bahkan yang seharusnya yang
mendapatkan porsi yang lebih banyak justru mendapatkan porsi yang lebih
sedikit. Karena kadang-kadang pemangku kepentingan tadi mereka
mendahulukan nepotismenya, kalau ada pendataan untuk mendapatkan bantuan
mungkin Pak Rtnya “wah ini adikku dulu, kakakku dulu”. Mungkin kedepan perlu
ada semacam warning, semacam klasifikasi yang jelas ketika ada pendataan atau
apa kaitannya dengan akan adanya bantuan itu bagi pemerimtah setempat
mestinya ada semacam rambu-rambu yang harus ditaati, jadi siapa-siapa yang
boleh masuk kesitu yang boleh dikategorikan sebgai orang-orang yang perlu
mendapatkan bantuan seperti itu karena nepotisme masih sering terjadi di
tingkat desa. Seperti kemarin ada yang tidak mendapatkan BLT akhirnya ketika
ada swadaya dia tidak mau karena tidak mendapatkan bantuan.
Kemudian ada lagi keluhan kaitannya dengan pertanian karena disini sesuai
dengan slogan yang tadi sempat di paparkan “Desa makmur, Gunung Kidul
makmur”, sementara kegiatan ekonomi yang banyak di jumpai di desa adalah
pertanian, dari keluhan warga pada saat penjaringan aspirasi mereka
mendapatkan bantuan bibit dalam bentuk bibit dalam siap tanam, dan ketika
bantuan bibit itu ditanam tidak tumbuh dan tidak berbuah meraka mengeluhkan
bahwa bantuan bibit yang diberikan kepada warga “dilepas kepalanya tetapi
masih dipegang ekornya”. Mintanya warga kalau bantuan itu diterapkan karena
kondisi tanah di masing-masing wilayah Gunung Kidul itu tidak sama, kadang-
kadang satu jenis tanaman cocok ditanam di daerah yang tanahnya berpasir,
mungkin ditanah yang lain juga tidak akan tumbuh baik, seperti itu. Jadi ada
keluhan seperti itu kemarin kaitannya dengan bibit mohon waktu untuk
pendistribusian bibit itu juga kurang pas karena sudah terlanjur tanam bibit baru
disampaikan dan itupun ketika mereka tanam akhirnya tidak tumbuh dan tidak
panen. Selanjutnya kaitannya dengan hutan kemasyarakatan kemarin ada
keluhan juga dari warga, mereka menanam pohon-pohon tegakan dan ketika
arealnya sudah ditanami pohon-pohon tegakan untuk menunggu pohon-pohon
tegakan itu bisa di panen meraka kehilangan income dia, artinya untuk
memanfaatkan lahan-lahan disamping atau di kanan kiri pohon-pohon tegakan itu
mereka tidak berdaya apa-apa, jadi masih sangat dibutuhkan pendampingan.
Artinya apa? Ketika mereka menanam pohon-pohon tegakan di kanan kirinya
kalau bisa dimanfaaatkan kenapa tidak, dan mereka butuh semacam pendidikan
atau mungkin pembekalan untuk bisa memanfaatkan wilayah-wilayah disekitar
pohon tegakan. Kemudian terkait dengan kelompok-kelompok fiktif yang memang
banyak sekali terjadi ketika misalkan dari Dinas Koperasi mau memberikan
bantuan untuk koperasi, berbondong-bondong orang membentuk koperasi,
akhirnya ketika dana mengucur, uda, habis tertelah bumi. Dalam artian disetiap
desa mungkin ini yang saya lihat di desa yang pernah saya kunjungi itu ada satu
tokoh masyarakat yang pinter membuat proposal, kemudian dia membuat
proposal, dia adopsi nama-nama tetangganya akhirnya mendapat bantuan dia
kantongi sendiri, dia lari. Seperti itu ada juga, jadi itu salah satu kendala mungkin
yang tentunya akan kita cari bersama-sama solusinya. Saya kira untuk kami tidak
terlalu banyak dulu, jadi kesempatan yang lain mungkin kami akan banyak bicara,
ini teman saya Mas Warto mohon ijin untuk bisa menyampaikan oleh-oleh dari
reseasenya.

Warto (DPRD)
Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu, salam sejahtera untuk kita, bapak
ibu sekalian dimana saja dewan itu di warga masyarakat maupun di birokrasi
sama jadi dihilangi kata satu “N” jadi dewa. Jadi semuanya harus selesai di
dewan. Hanya memang hasil resease ini sepandai-pandainya yang menerima jadi
ada yang dari APBD Kabupaten, ada yang propinsi, ada yang pusat. Ya kalau
memang dipusatkan ke APBD Kabupaten semua tidak akan selesai,
menyelesaikan krisis air untuk kemiskinan ini tidak akan ada di Gunung Kidul
karena tangki aja masih kurang, apalagi mesinsible itu tidak ada pengadaanya
termasuk watermeter, pralon itu tidak ada tidak. Itu bagaimana mengangkat ini
secangih-canggihnya kepada yang lain, hanya ini pak SKPD, jadi sering pemberian
RAPBD kepada dewan ini sering terlambat ya, jadi memang waktunya didesakkan
agar dewan itu membahasnya tidak panjang. Kalau panjang teliti begitu loh, ini
yang masalah, nah setelah nanti ada Permendagri, kalau tidak tepat tepat waktu
tanggal 31 Desember DAU akan dikurangi 25%. Jadi tidak hanya tekanan penjajah
tetapi tekanan APBDpun seperti itu. Kemudian untuk mengurangi kemiskina tadi
membaca sepintas milik IDEA ya, Karang Mojo, Semin, Ponjong banyak yang
miskin? Betul, saya kaatakan karena Kecamatan ini kalurahannya banyak, padat
karya bagito tadi, kemudian kalau kita melihat unpamanya di Ngawen hanya
enam, enam tahun selesai, tetapi kalau yang namanya di Karang Mojo sembilan
tahun baru selesai, sudah dapat dua baru satu. Ini Bappeda harus merubah lagi,
RPJM kalau kecamatan banyak, penduduknya banyak ini harus di berikan banyak
tetapi tidak bagito. Jalan poros desapun sama, sekarang kita lihat Semanu ini
masih banyak miskin karena Semanu satu kelurahan ada 20-21 dusun, tetapi ada
yang satu kelurahan dusunnya lebih kecil, mengapa ini tidak dirubah paradigma.
Kita ingat bahwa ada IDT dulu, IDT masak Balearjo itu IDT, Wiladeg IDT nah
setalah itukan karena IDT ini akan menjadi PPK, P2DT dan lain sebagainya,
akhirnya ini terpangkas, nah mulai 2010-2015.
Nah marilah kita berfikir yang seperti itu, yang IDT kemarin jangan terukur kalau
kota Balearjo tetap IDT kecamatan IDT katakan, ya itu hanya mau memangku
jabatan saja tidak mau adanya pemberdayaan masayarakat swadaya atau
simbiosis mutualisme tidak akan ada. Yang kota tidak mau swadaya tetapi yang
desa mau, pemberdayaan semen aspal itukan lebih baik. Kemudian juga kami
sering yang katakan kemarin itu sesungguhnya untuk mengatasi kemiskinan,
contohnya beras, beras itu harus sampai ke RTM (Rumah Tangga Miskin)
diberikan transpot ya, tetapi kenyataannnya ya masih dimintai persak lima ratus
rupiah. Inikan perlu kita lagi ternyata ada pungli, nah sekarang yang baru saja di
tas kami juga ada orang yang dulu tidak miskin, tidak dapat Jamkesmas, tidak
dapat Jamkesos begitu sakit ternyata guru-guru semua mengajukan yang miskin.
Nah di Gunung Kidul kalau kesehatan itu pokok utama, kalau kita mau mengcover
Jamkesos memjadi Jamkesda itu kita sekitar butuh sepuluh milyar. Nah
pertanyaannya sekarang kami juga pusing, KTP gratis KK gratis, kenapa sih tidak
KTP dengan KK ini biar simbiosis katakan lima ribu-lima ribu masuk daerah
kemudian kita kembalikan kepada bentuknya adalah Jamkesda. Nah sekarang
pendidikan gratis, kesehatan gratis, KTP gratis, nanti akte gratis saya yakin
Gunung Kidul tidak akan bangkit. Karena masayarakatnya dimanjakan, beras
diberi, PKH diberi, padat karya diberi tetapi tidak akan pernah ikut bagian
membangun Gunung Kidul, dia akan menuntut haknya tetapi kewajibannya tidak
dilakukan. Dan pada waktu resease kami paling enak tidak kepada Pak camat,
tidak kepada Pak Lurah, tidak LPMD, atau BPD tetapi ke konsituen, ini akan curhat
apa adanya. Kalau Pak Lurah “mbok motor itu diganti pak, terus seragam, insentif
saya dinaikkan” ini begitu-begitu saja, seperti coba ibu bapak lihatlah, karena apa
tidak karena tidak mach antara propinsi dengan kabupaten. Dari keuangan atau
Bappeda, bantuan uang 50 juta ke kelurahan itu apa pertanggungjawabannyaa?
Pada siapa?. Kalau APBDes benar atau tidak? Mana sekarang lurah yang tidak
memakai roda 4? caba bapak kebawah, tetapi nanti bahaya keuangan
digelontorkan ke desa banyak desa yang kan menjadi tersangka? Begitu
kewenangan diberi kepada DPR mana DPR tidak jadi tersangka? Begitu
kewenangan diberikan kepada ekskutif mana bupati yang tidak banyak jadi
tersangka? Ini pemikiran kami apakah orang pandai hanya akan masuk penjara?
Bapak ibu menjadi PPKpun tidak mau kan sekarang?. Dengan kejadian di Gunung
Kidul banyak sekali, ini juga takut. Kamipun banyak ketakutan, tidak berangkat
kunjungan mending tidak usah menerima saja, walaupun kami grade bawah
tetapi mau tidak mau itu. Sekali lagi kemudian juga tertutup, sering kita akan
mengatasi kemiskinan sekarang tidak jamannya proposal lagi, seperti bedah
rumah di propinsi ada lho mas, dan itu dapat lima juta ya meskipun setelah di
potong PPH lah itu wajib. Nah ini kami harus sepandai-pandainya ya, kaya PAB
propinsi itu bagaiman caranya membawa pralon dan lain sebagainya, kalau
kemarin ada sebelas, sebelas yang ke dapel III semuanya, Semin enam, Ngawen
empat kemudian di Ponjong satu, satu itu nilainnya minimal 400 juta. Nah hanya
pengawalannya seharusnya hasil musreng kemudian kami diberi, kemudian kami
kawal yang mana tertutup APBD kabupaten, mana yang harus dilontarkan ke
propinsi hasil musren popinsipun punya, tetapi dewan yang sekarang hasil
musren juga tidak punya. Kemudian pembahasan yang paling sulit di DPR ini
walaupun punya anggaran betul pak, dan itu undang-undang, tetapi tidak punya
SHBJ. Mas Sri pernah diberi? Satu saja disembunyikan, sekarang harga kertas
berapa? Transportasinya berapa? ini tidak pernah tahu, karena watunya mepet
masih mau membaca SHBJ, masih membaca RAPBD, masih membaca RKA wah
sudah tidak sempat lagi, kemarin saya juga berkelakar apalagi yang hanya kejar
paket C. sudah kejar paket C masih diberi APBD tujuh ratus lima puluh delapan
milyar, lah sudah tahupun muntah itu, apalagi waktunya singkat, ya sudah segera
dikumpulkan, betul itu, sudah tidak cermat lagi.

Nah ini kalau bisa waktunya paling tidak Oktober, jangan November, itu hanya
satu bulan, nah kemudian diambil banggar, kemudian komisi, kemudian PU-PA,
rapat gabungan belum waktunya habis. Kami tahu kalau dari SKPD ini sudah
lama, nah ini masalah, sehingga kami agar cermat dan alhamdulilah kalau
pengalaman kemarin pembahasan APBD 2010 sudah agak longgar karena
waktunya kami pepetkan siang dan malam, berarti seperti jaman romusha. Kami
juga kasihan, kami mohon ini karena undang-undang 32 ya suami istri, nah
terbanyak bahwa kalau saya melihat bagi orang miskin ternyata juga banyak
mengikuti anggaran, contoh yang rutin pertemuan itu orang-orang yang
mendapatkan PKH, Pendamping Keluarga Harapan Hidup, ini berkumpul terus
bahkan ada yang sampai ada usaha, ini bagus. Ada usaha parut kambil, ternak
kambing, kemudian ada usaha traktor, ada usaha diesel, dan dia menyelesaikan
dan punya urutan usulan.
Nah seharusnya PNPM pun sama, PUD terus, nah untuk mengatasi kemiskinan
agar untuk tidak membeli PDAM membayarnya mahal kenapa tidak membuat
sumur bor, enam juta dan untuk minum satu dusun sudah bisa. Kalau kita melihat
tadi contohnya di Sumedang, Purwakarta itu buat klambunisasi bisa loh, membeli
klambu karena banyak nyamuk demam berdarah. Kenapa Gunung Kidul kalau
tidak PAUD tidak, sampai sudah empat ratus tujuh puluh delapan PAUD, dan itu
semua minta dan gurunya SMP minta diangkat, itu masalah. Nah itu gambaran
ya, sehingga sesungguhnya baiknya Sri Mulyani, bisa Bank Dunia ditarik kesini,
kita kan ada laporan ke Bank Dunia PNPM itu bagus sekali, iya tetapi aselinya di
bawah itu tidak bagus. Sekali lagi kami mohon dipahami bahwa DPR mungkin ada
yang sok bawa proposal,ada yang jarang membuatkan tetapi tidak fiktif ya karena
begitu nanti desa, dusun, kecamatan itu ada yang nunggak contoh sapi “wah
Semin ada yang nunggak” tidak mungkin kalau akan di glontorkan di Semin,
karena ada tunggakan. Yang baru saja dari koperasi Pasar Desa Candi itu sekitar
enam ratusan juta yang membuatkan pemborong tetapi melalui KUD ya tidak
begitu bagus dan yang disuruh membeli juga tidak begitu tertarik, karena apa?
Tetapi itu apa, mau ke Gunung Kidul bantuan koperasi UKM agak seret, karena
pada waktu itu tidak musyawarah dulu, begitu diberi paket aada masalah,
akhirnya yang miskin mau jualan hanya di pingir itupun di kejar-kejar, ini yang
juga menjadi masukan kami kemarin. Ini banyak sekali lagi bagi orang miskin
susahnya kita juga sama-sama susah, begitu ini akan mendapat tujuh puluh lima
sama seratus lima puluh kemudian terus pada didaftar siapa yang miskin. Nah
kemarin sekitar tujuh setengah milyar itu habis oleh orang miskin yang sekolah,
SD minta, SMP minta, akhirnya pada menjadi miskin untuk meminta beasiswa
miskin. Hanya memang itu cara mengatasi tetapi itu tidak ada klop, ini juga
kembali pada Pak Bappeda, Dinas Pendidikan, sekarang di Playen itu ada pasar
malem kan?, waktu ada ujian kok ada pasar malem, ini tidak macth antara Dinas
Pendidikan, Pak Bupati, Pak Lurah, Kepolisian.
Sama juga kalau bapak ibu kami setiap paripurna itu mengatakan ini juga
keluhan, Gunung Kidul itu hanya mau bersenang-senang kok tidak boleh, ketika
akan berpariwisata adanya hanya operasi di Gunung Kidul, kapan PAD kita mau
naik dari pariwisata kalau baru mau masuk Sukoharjo, Wonogiri, Pathuk aja
diberhentikan, lha ini harus ada kerja sama. Bahkan menurut aturan menteri
vertikal tidak boleh bantuan, tetapi ada yang pinjam mobil juga lho, Polres,
Kodim, Kejaksaan, pengadilan, ini meminta Panther. Nah seharusnyan untuk
kemiskinan itu berapa bisa saya yakin, mohon untuk yang PU yang Bappeda
mohon untuk mengatasi ini kita setting lagi, kita lihat lagi biar di Gunung Kidul ini
orang miskin juga berkurang, sesungguhnya tidak banyak miskin kok kalau saya
melihat, tetapi hanya karena ditinggal pergi anaknya pergi ke Jakarta, tetapi
sebenarnya juga di berikan sepeda motor dirumah. Sebenarnya tidak begitu
miskin, kalau kita melihat lebaran itu gelontoran uang ke Gunung Kidul itu
banyak. Sekali lagi kami di dewan juga repot jadi jangan direpotkan selalu, jangan
dipepetkan dengan waktu, harapan kami dengan bapak ibu sekalain kami yang
menjadi beban tumpuan ini harus menyelesaikan dan waktunya jangan
dipepetkan sehingga kami bisa berfikir ini yang di Gunung Kidul, ini harus ke
propinsi, ini harus ke pusat. Kalau kemarin ada pertanian yang ke PDT saya sudah
senang itu, apalagi dengan KB dan perempuan, kenapa? Kita undang kesini dia
pasti akan memberikan, karena di Gunung Kidul masih juga kabupaten IDT
termasuk kecamatan Gedang Sari masih IDT. Saya kira demikian bapak ibu
sekalian kami dari DPR, harapan kami pokok-pokok pikiran DPRD kalau bisa, kalau
perlu dari SKPD mari ada satu yang belum dilewati, Komisi Orientasi. Jadi sebelum
RAPBD ini ditetapkan atau dibahan anda membuat RKA SKPD komisi ini diajak
berdiskusi. Saya kira demikian nanti mohon juga ada kritik bersama dan kami
juga tidak maju bersama kalau kami hanya untuk tumpuan coret-coretan dan
pepet-pepetan, jadi harus ada kebersamaan, saya kira demikian ada kurang
lebihnya mohon maaf, wassalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu.

SESI II

Mas Adjie
Baik teman-teman sudah jam dua kurang beberapa detik, sementara masih ada
teman-teman yang beribadah diluar, bagaimana kalau kita mulai saja karena
forum ini sudah bersepakat untuk memberikan kesempatan untuk teman-teman
SKPD dan ada dari warga untuk menyampaikan hal yang sama terkait dengan
detail apa yang menjadi proses lima tahun kemarin. Teman-teman SKPD kita beri
kesempatan sekali paparan sepuluh menit kira-kira cukup ya? Cukup ya, nanti
langsung bergeser-geser nanti setelah semua memaparkan baru kita secara saur
manuk mengkritisi kemudian memperdalam lagi, saya bantu mencatat poin-
poinnya sehingga bisa langsung menjadi rekomendasi untuk masukan RPJMD
2010-2015, silahkan.

Johan (Dinas Pendidikan)


Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, nama Johan dari Dinas
Pendidikan. Bapak dan ibu, untuk menyegarkan kembali pada sesi ini kami ada
sedikit masukan yang berkaitan dengan gambaran baik itu yang di TOR ataupun
apa yang disampaikan teman-teman dari baik itu IRE ataupun IDEA. Yang
pertama berkaitan dengan referensi TOR, ini berkaitan dengan menyemangatkan
pentingnya program untuk RPJM lima tahun kedepan, disana ada referensi yang
telah uzur yang dikutip, berkaitan dengan IPM atau HDInya. Disana dikutip HDI
yang 2005 dalam posisi 140, terakhir dari BPS kita mendapatkan ada penurunan
17 peringkat, yang 2007 kita di 238 yang 2008 kita di 255 peringkat HDI atau IPM.
Ini yang berkaitan dengan peringkat, dari tiga komponen berkait dengan
kesehatan, pendidikan dan perekonomian dari BPK kita mendapatkan untuk dua
komponen pendidikan dan kesehatan saya kira relatif. Untuk pendidikan kita ada
perubahan terima kasih pak, dari BPS kita ada perubahan dari kata stagnan
menuju stabil, di kesehatan juga demikiaan hanya problemnya pada problem
dikesejahteraan. Komponen disana untuk pendidikan kita lama sekolah ada di 7,4
tahun 2008. Kemudian yang kedua yang berkaitan dengan data kemiskinan tadi
barangkali sedikit masukan ke IRE yang kenapa tidak ditekankan terjadi terjadi
penurunan jumlah penduduik miskin dari 2008 ke 2009 walaupun tadi
sebenarnya pada lembar kedua baru muncul dari 173 ribu ke 191 ribu penduduk
sehingga penekanan ini barangkali menjadi sangat penting untuk program lima
tahun kedepan.
Berkaitan dengan program yang ada di dinas ini sebenarnya berkait dengan
penanggulangan dan penanganan kemiskinan ada beberapa lini. Ada yang berkait
dengan pencegahan, ada yang berkait dengan pengobatan. Untuk pencegahan
agar masayarakat tidak tergelincir pada kemiskinan ini ada program yang
berkaitan dengan bantuan yang tidak secara langsung, signifikan berkaitan
dengan bertambahnya orang miskin baru tadi sudah disinggung ada dana BOS,
ataupun BOSDA, BPPD, dan BOSMAS. Ini menjadi sulit rekomendasi tadi dari IRE
atau dari IDEA, kalau tidak mengharuskan dari pinjaman pihak luar karena untuk
BOS kita tahun 2009 – 2010 ini kita sudah sembilan milyaran sama dengan
PADnya, ini yang berkait dengan BOS kita, untuk BOSDA tahun ini kita dua puluh
lima milyaran, ini yang berkait dengan pencegahan terhadap miskin baru atau
penduduk miskin baru. Karena dengan program ini sedikit banyak masyarakat
terbantu, teringankan beban terhadap biaya pendidikan yang harus dipikul oleh
orang tua sisiwa, tetapi ini baru pada jenjang pendidikan dasar, karena menuju
pendidikan gratis ini amanat undang-undang kita ada di jenjang pendidikan dasar,
bukan keseluruhan jenjang. Kemudian yang berkaitan dengan pengobatan ini kita
ada besisiwa miskin untuk semua jenjang, SD, SMP, SMA, SMK ini kita alokasikan
ada berkisar 580an juta untuk tahun ini. Kemudian untuk program yang dalam
rangka pengobatan tetapi sekaligus pencegahan ini ada bebrapa program juga.
Satu yang berkaitan dengan kalau tadi disampaikan salah satu sumber
kemiskinan adalah rendahnya pendidikan, ini dua hal dari kita yaitu rendahnya
pendidikan itu sendiri dan yang kedua rendahnya mutu pendidikan karena terkait
dengan daya saing. Kemudian yang kedua disana ada yang berkait dengan
sekaligus bersinergi dengan program pencegahan tindak pidana perdagangan
orang, ini dipendidikan luar sekolah yang kita tangani sebagai mana tadi juga
sudah disinggung miskin ini erat kaitannya dengan wanita. Artinya penduduk
miskin di Gunung Kidul lebih didominasi oleh penduduk wanita sehingga di Dinas
Pendidikan melalui pendidikan luar sekolah kita ada program peningkatan
keterampilan dan program peningkatan keahlian, jadi disana ada kursus-kursus
dan ini juga terjadi pada pendidikan formal mulai SMP dan SMU ini sudah ada
kurikilum yang dibebankan disana untuk skill ini.
Yang relatif berat diawal sudah kita sampaikan bahwa rendahnya lama sekolah di
kisaran 7,4 ini tidak terentas-entaskan menuju 9, ini terkait dengan banyaknya
penduduk yang tidak sekolah. Disana 2007 kita ada penduduk yang masih buta
aksara berkisar 47 ribu sampai 2009 kita nyatakan tuntas walaupun masih tersisa
189 orang versi data kita. Tetapi yang juga perlu dipahami berkaitan dengan
progam ini karena ini juga berkaitan dengan program pemberantasan buta huruf
ini yang membuat mereka tertarik untuk terlibat dalam kegiatan ini adalah ketika
kelompok-kelompok ini selesai pada paket satu (sukma 1) Surat Keterangan
Melek Aksara Satu ini di ikat dengan semacam bantuan yang dimanfaatkan untuk
dalam bentuk usaha bersama dalam kelompok belajar ini. Tetapi yang agak
rawan adalah untuk program ini ada pemahaman yang putus ketika kita
menyatakan buta aksara tertangani tuntas tinggal 189 orang tetapi format
kategori Sukma 1 ini belum dipahami oleh pihak eksternal pendidikan. Sehingga
banyak orang mengambil kebijakan yang mengatakan katanya sudah tuntas
kenapa kok harus diteruskan. Sehingga untuk 2010 ini agak putus untuk
melanjutkan ke Sukma II agar sejajar dengan SD. Dan juga ini yang membuat
bebannya pendidikan itu belum beranjak mengangkat dari 7,4 tadi, karena lama
sekolah ini identik dengan yang sudah lulus sekolah. Kemudian yang berkaitan
dengan beban kemiskinan ini sebagian juga disandang oleh sebagian
masayarakat kita yang mengalami kondisi tertentu atau yang berkaitan dengan
kebutuhan khusus sehingga ini kita di dinas didorong khususnya dari Pak Warto
ini karena inklusi kebutuhan khusus ini merupakan penyumbang pada kategori
miskin ini, ini akan digarap oleh pendidikan, jadi warga yang membutuhkan
kebutuhan khusus ini mau tidak mau menjadi tanggung jawab pendidikan
khususnya pada usia wajib belajar. Mudah-mudahan di 2010 ini kami mencoba
mengajukan anggaran perubahan untuk paling tidak ada sosialisasi pendidikan
inklusi untuk agar nanti bisa difahami oleh masyarakat luas. Dan perlu bapak ibu
juga ketahui kebutuhan khusus di Gunung Kidul yang masuk di sekolah kita
sekarang sudah ada 1.308 siswa. Jadi siswa dengan kebutuhan khusus yang
masuk tertampung di sekolah reguler ini ada 1.308 siswa, dan ini belum tergarap
secara optimal karena belum tersediannya guru pembimbing khusus, masih
diampu oleh guru-guru reguler biasa. Ini gambaran yang ada di kita yang coba
kita lakukan terkait dengan pencegahan terhadap penanggulangan terhadap
penduduk miskin dan juga sekaligus pengobatan terhadap penduduk miskin
melalui pendidikan, kira-kira begitu, terima kasih.

Sri Suhartanto (Bappeda)


Terima kasih, yang pertama berkaitan dengan kemiskinan, kalau berbicara
tentang kemiskinan memang tidak akan habisnya pak. Tadi sudah banyak
disampaikan tentang berbagai fenomena yang berkaitan dengan kondisi
dilapangan dan kemudian juga konsep-konsep penanggulangan kemiskinan tadi
juga sudah ditawarkan Mbak Zaki, Mas Anang, kemudian dari FPPM juga ada
analisis yang mengarah kesana. Tetapi kemiskinan itu memang perlu redefinisi
kembali saya kira, redefinisi tentang pengertian kemiskinan itu sesungguhnya
apa, kalau indikator atau parameter itu daerah sudah mencoba pak tetapi
kadang-kadang kita sendiri masih bertanya-tanya tentang pengertian kemiskinan,
sebab-sebab kemiskinan, akar masalah kemiskinan itu apa sebenarnya. Kemudian
karena Tupoksi kami di Bappeda di bidang evaluasi ini kami sudah mencoba
melakukan evaluasi tentang RPJM sampai dengan akhir 2009 dan materi kami
juga kami masukkan menjadi suplemen didalam evaluasi akhir masa jabatan
Bapak Bupati yang kemarin ada 48 catatan strategis sudah kami pahami yang
berkaitan dengan evaluasi masa jabatan. Namun yang terkhusus dengan RPJM
inikan kami sampai tahun 2009 ini sudah mencoba, kebetulan kami tidak
membawa bukunya dan bukunya sebenarnya sudah kami cetak dan sudah kami
bagikan ke semua SKPD untuk menjadi bahan nanti di dalam penyusunan Renstra
SKPD, itu harapan kami karena didalam catatan evaluasi kami itu ada
rekomendasi-rekomendasi tindak lanjut yang harus dilaksanakan oleh masing-
masing urusan atau masing-masing SKPD. Kemudian disitu kami juga mencoba
untuk mereview atau mengevalusi 22 sasaran target yang ada di RPJM. Ada target
yang sudah tercapai ada yang belum, yang belum salah satunya adalah target
penurunan kesmiskinan dari target 15% dan sekarang masih pada angka 25%
angka versi BPS. Kemudian hal yang lain berkaitan dengan IPM ini memang masih
menjadi catatan DPRD karena target 75% ini baru tercapai 70%, meskipun
sebenarnya kalau kita bicara IPM itukan bukan lomba-lomba juara ini IPMnya
paling tingga. Kabupaten Malang itu IPMnya masih 69% dan beberapa kabupaten
di Jawa Tengah, Jawa Timur itu masih ada IPMnya yang di bawah Gunung Kidul.
Kemudian untuk yang lainya adalah infrastruktur, secara simple misalnya untuk
jalan, untuk target jalan baik diatas 60% ini sudah tercapai 56% meskipun ada
klasifikasinya sesuai dengan aspal dan sebagainya itu. Untuk air bersih masih
menjadi catatan tersendiri, kemudian yang lain yang bisa kami sampaikan disini
disektor pelayan publik untuk Indeks Kepuasan Masyarakat di Gunung Kidul sudah
diatas 75%, jadi sudah sampai pada angka 77% di kantor pelayana terpadu
karena sebetulnya di Gunung Kidul sudah melaksanakan perijinan dengan
pelayan satu pintu. Kemudian di pelayanan puskesmas itu memang surveynya
belum bisa menyeluruh itu juga di bebrapa Puskesmas juga yang sudah
melaksanakan survey IKM juga sudah di atas 75%. Hanya untuk layanan-layanan
publik yang lain itu belum seperti di sekolah ini juga melaksanakan Indeks
kepuasan Masyarakat. Di rumah sakit sepertinya belum Cuma memang
harapannya tahun ini sudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah. Yang lainnya
untuk sarana-prasarana pertanian sudah luar biasa kalau kita melihat dari
capaian sampai dengan tahun 2009, secara naratif kami sudah menyampaikan di
dalam evaluasi itu dari peralatan mesin kemudian sara prasarana seperti jalan
usaha tani yang dibangun tahun 2004 itu sudah berkilo-kilo kilo meter. Dari sisi
kecukupan pangan ini juga sudah tercapai sehingga Gunung Kidul mendapatkan
pangan surplus pangan. Untuk lingkungan hidup dari kadar BOD dan PH itu
memang sampai 2009 kami belum menyampaikan informasi yang valid karena
yang dilaksanakan itu baru ditanah-tanah yang memang disitu sudah
terkontaminasi pestisida, jadi secara metodologi kami masih ragu meskipun disitu
sudah berani mencantumkan ada angka 7,6 untuk PH. Untuk laju pertumbuhan
ekonomi sudah tercapai meskipun dari catatan Bu Andriyani masih dinilai
stagnan, jadi meskipun sudah tercapai tetapi masih dibawah angka pertumbuhan
ekonomi Propinsi DIY. Dari pergeseran ekonomi makro dari struktur ekonomi yang
ada kita harapkan memang ada pergeseran, target untuk sektor jasa industri itu
menurut RPJM 16% baru tercapai 14%, jadi belum tercapai. Sehingga
rekomendasi kami dimasa yang akan datang Gunung Kidul itu bisa menebus di
sektor jasa antara lain di bidang pariwisata karena pariwisata ini kalau itu
dikembangkan menjadi bisnis itu akan sangat menarik dan tidak akan kehilangan
potensi dan sebenarnya pariwisata ini kedepan yang dapat menggeser sektor
ekonomi Gunung Kidul ke sektor jasa sehingga tidak hanya mengandalkan sektor
primer dan sektor pertanian. Dan berdasarkan tipologi klasem di dalam evaluasi
kamim juga ini adalah sektor yang potensial meskipun tidak prima karena tingkat
pertumbuhannya tidak bisa ccepat, maksud kami tingat pertumbuhan yang tidak
cepat itu masih dibawah pertumbuhan ekonomi sembilan sektor, tetapi ini
potensial. Kalau yang pertanian itu mau diapa-apakan itu kalau di Gunung Kidul
adalah sektor yang prima, jadi pertumbuhannya cepat karena sebagian besar
pendududk tetapi yang sektor potensial harus di tumbuhkan. Termasuk untuk
UMKM ini untuk mendorong kontribusi sektoral PDRB, mudah-mudahan nanti bisa
diatas 17% itu saya kira bagus. Meskipun kalau kita lihat misalnya statistik di kota
itu struktur industrinya malah turun.
Kemudian dari indeks ketimpangan wilayah kita agak bangga ini karena kalau
dibandingkan dengan kota atau Sleman ini baik dati tingkat indeks gini itu bagus.
Jadi kalau indeks gini itu semakin tinggi semakin timpang, kemudian untuk indeks
ketimpangan perkecamatan itu hanya dua kecamatan ketimpangannya agak
tinggi yaitu di Kecamatan Wonosari dan Gedangsari. Gedangsari itu sebenarnya
ketimpangannya sudah semakin membaik hanya saja dibandingkan kecamatan
yang lain masih kurang, kalau di wonosari memang karena kawasan cepat
tumbuh, kawasan aglomerasi perkotaan. Sehingga kalau dikatakan tumbuh ya
memang tumbuh tetapi akses-akses yang lain menimbulkan ketidakmerataan itu
dirasakan, tetapi secara umum untuk Indeks Gini itu tidak terlalu
mengkhawatirkan. Kemudian untuk indikator yang sifatnya sosial seperti misalnya
rasio tempat ibadah saya kira kami tidak perlu menyampaikan kami hanya
menyampaikan hal-hal yang pokok saja hasil evaluasi yang sudah kami lakukan.
Kemudian menyambung tentang desa, memang kami harapkan bahwa desa
tidak sekedar dialokasikan ADD artinya menata desa sejak perencanaannya,
penganggarannya dan pertanggungjawabannya. Jadi di desa juga menyusun RKA
sehingga juga mempertanggungjawabkan seperti RKPD, jadi semakin tinggi dana
maka pertanggungjawabannya juga semakin berat kalau dikaitkan dengan
anggaran kinerja ditingkat desa. Di desapun dalam pelaksanaan APBD juga
dilakukan pemeriksaaan juga, sehingga didalam kinerja nanti diharapkan
penataan keuanganjuga akan lebih baik. Dan mungkin nanti di desapun harus ada
kegiatan, mungkin pengadaan, pelaksana teknis kegiatan dan sebagainya
sehingga nanti di dalam desa itu kita harapkan ada RPJM Desa dan apapun
rencana-rencana nanti di desa itu sudah ada. Jadi RPJM Desa ini memang kita
harapkan wajib ada di desa kemudian RKP Desa kemudian Pertanggungjawaban
APBDes yang tadi disampaikan Pak Warto tadi ada semacam perbaikan ke arah
itu. Kemudian yang berkaitan dengan pagu indikatif kewilayahan, sebetulnya di
musrenbang kemarin kita sudah mencoba menghitung pagu indikatif kewilayahan
yang kita sampaikan di musrenbang dengan beberapa variabel yaitu jumlah desa,
jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan kemarin sebagai simulasi sudah
kami sampaikan di Musrenbang Kecamatan menggunakan istilah kami Pagu
Indikatif K ewilayahan, kemudian ada pengintegrasian musren ditingkat
kecamatan antara musrenbang reguler dengan PNPM meskipun bari sebatas
MAD menentuan prioritas karena memang tahapan-tahapannya masih ada
penghitingan biaya, kemudian penetapan, jadi baru sebatas keserasian waktu
antara Musrenbang Kecamatan dengan penentuan prioritas kegiatan, saya kira itu
informasi yang bisa kami sampaikan, terima kasih.

Kiswanto (Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura)


Terima kasih sebelumnya assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, jadi tadi
juga disebutkan di presentasi awal bahwa Gunung Kidul ini lebih dari 70% adalah
petani, dan basis orang miskin adalah petani, saya kira tepat jika pertanian
menjadi basis pertumbuhan ekonomi di Gunung Kidul ini seperti tadi di
indikasikan oleh Bappeda bahwa ini juga berkorelasi positif. Disamping itu PDRB
di Gunung Kidul masih di dominasi sektor pertanian, jadi masih sekitar 35%. Ini
menandakan sejatinya bahwa untuk pengambilan kebijakan sampai dua puluh
tahun kedepan ini saya masih meyakini bahwa PDRB sektor pertanian masih akan
mendominasi pada RPJMD 2010-2015. Tugas kami di Dinas Tanaman Pangan dan
Holtikultira ini sebuah kebijakan Kabupaten Gunung Kidul atas keterpihakannya
terhadap pembangunan pertanian dalam arti luas. Tadi Pak Irawan melemparkan
pertanyaan bagaimana kedepan kelembagaan perlu di evaluasi menurut saya
yang dipertanianpun saya berpikir ini perlu di evaluasi pak, jadi mungkin di
restorasi. Nah penataan ulang kelembagaan ini juga perlu dilihat disamping dari
nomenklatur kelembagaan pertanian luas tetapi juga kedalamnya misalnya
bidang bina program yang kemarin sudah baik karena terlalu menuruti PP 41
hapus, ini akhirnya terasakan oleh teman-teman Bappeda maupun SKPD teknis ini
sangat terasa, saya kira ini menjadi catatan penting bagaimana nanti restorasi
SKPD kedepan ini perlu di evaluasi.
Nah tugas kami adalah meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman pangan
dan holtikultura, dan ini sudah terbukti bahwa kemarin dua tahun berturut-turut
Gunung Kidul memperoleh penghargaan ketahanan pangan nasional, bahkan
mampu meningkatkan produksi beras atau padi lebih besar 5% dari target
nasional P2BN sementara Gunung Kidul bisa meningkatkan 19%. Dan ini tercapai
karena sebagian besar Gunung kidul ini adalah lahan kering sekitar 52 ribu
hektar, ini merupakan potensi nasional. Jadi produktifitas padi lahan kering
Gunung Kidul sudah hampir dua kali lipat dari produktifitas nasional, jadi kalau
rerata produktifitas nasional itu baru mencapai 2,3 ton perhektar gabah kering
giling sementara untuk Gunung Kidul sudah mencapai hampir 4,5, jadi kemarin
tidak heran apabila petani Afrika pun belajar pada kita. Produksi kita kalau kita
hitung penduduk Gunung Kidul berdasarkan pemilihan bupati kemarin itu ada 758
ribu orang dikalikan konsumsi beras kami sekitar 105, jadi kami juga menyandang
prediikat bisa berswasembada beras. Jadi beras ini berswasembada kita sudah
tiga tahun berturut-turut, sementara tantangannya adalah konsumsi beras ini ada
kecenderungan naik. Yang kedua adalah leveling up dari lahan, lahan kering
akhirnya yang mungkin terdegradasi akhirnya kemerosostan terhadap
produktivitas terjadi. Yang ketiga adalah diakui atau tidak bahwa alih fungsi lahan
pertanian akan terjadi meskipun paling lambat, tetapi dua puluh lima tahun
kedepan mungkin lahan kering Gunung Kidul beralih seperti kota. Kota itu
tercepat di susul Sleman, Bantul, Kulon Progo baru Gunung Kidul, ini tantangan
saya kira perlu menjadi bahan pemikiran kedepan.
Kemudian untuk indikator keberhasilan yang pertama kita harus
mempertimbangkan lagi SPM, karena itu banyak dilupakan, kemudian harus ada
benang merahnya antara daerah dengan pusat. Kita juga harus mencantumkan
NTP (Nilai Tukar Petani) karena saya pikir NTP akan menjadi parametar yang baik
dan kedepan menurut kami perlu dikembangkan juga pertanian yang industrial.
Kemuadian yang kedua adalah integrated falming, karena apa? kendala-kendala
yang saya sebut didepan insyaallah bisa dipecahkan dengan berbagai solusi.
Terkait dengan penganggaran, Gunung Kidul kalau dilihat dari DAUnya pertanian
itu sangat kecil, hanya 129 juta. Sementara kita di back up mati-matian oleh
pemerintah pusat, kami sekarang dana tugas bantuan memperoleh 5,9 milyar,
benihnya 12 milyar masuk Gunung Kidul. Apa kami pertanyakan ke Jakarta
kemarin kenapa Gunung Kidul bantuannya terbesar? karena Gunung Kidul suka
atau tidak suka termasuk daftar 190 daerah tertinggal, sehingga kalau daerah
tertinggal petani miskin itu kata kunci untuk meningkatkan produktivitas adalah
wajib diberi benih, benih unggul itu harganya mahal. Sehingga benih itu
merupakan bantuan kementerian pertanian dalam bentuk PSO (Publik Service
Obligation) yang kementarian menunjuk dua BUMN yaitu PT Sang Hyang Sri
dengan PT Pertani dan itu langsung wujudnya benih yang harus diterima petani.
Bantuan itu berupa benih untuk tiga komoditas utama berupa padi, jagung,
kedelai dan ditambah kacang tanah untuk 2010.
DAK kami cukup besar 2,3 milyar karena memang DAK diarahkan oleh
kementerian dalam rangka membangun infrastruktur pertanian tanaman pangan
holtikultira dan peternakan antara lain jalan usaha tani, jalan produksi dan
sebagainya. Kemudian pendekatan untuk memberdayakan petani adalah dalam
bentuk SLPTT (Sekolah Lapangan Pemberdayaan Sumber Daya terpadu) artinya
disitu diberi insentif benih dan sentuhan teknologi untuk memberdayakan mereka
agar mandiri. Kemudian ketarpadua yang kami maksudkan integrated farming itu
sebenarnya dengan peternakan itu mungkin paling dekat, karena ini akan terjadi
siklus jadi ternak itu menjadi pabrik yang mengeluarkan kotoran yang kotoran itu
akan diolah yang kedepan dicanangkan go organik itu. Perlu diketahui bahwa
kami memberikan sumbangan terhadap kehidupan peternakan itu 53% limbah
tanaman pangan dan holtikultura itu untuk hijauan pakan ternak yang impor itu
3,4% pertahun, untuk kehutanan kami ingin mengembangkan PAT (Perluasan
Areal Taman) untuk pengembanagan tanaman pangan karena ini belum dikelola
secara insentif, saya kira itu pak beberapa hal yang dapat kami sampaikan. Dan
yang terakhir mungkin hubungannya dengan Bappeda karena nanti ini juga
RPJMD tetalh disusun dan juga RT RW telah disusun, kita ingatkan bahwa untuk
antisipasi alih fungsi lahan ini telah lahir undang-undang 41 2009 tentang
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, ini suatu yang sangat bagus
saya pikir ketika ini di implementasikan untuk kedepan memenuhi hak dasar atas
pangan bagi penduduk terutama juga orang miskin, saya kira ini catatan penting
bagi kami, terima kasih wassalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu.

Saptoyo (DPPKAD)
Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, yang pertama terkait dengan
penduduk miskin saya sepakat dengan Pak Sri tentang redefinisi karena sekarang
ini masing-masing departemen mempunyai kriteria sendiri terhadap penduduk
miskin, kesehatan punya, pendidikan pnya, BPS ada, di KB ada dan masing-
masing mempunyai indikator sendiri, tadi Pak Sekda sudah mengatakan bahwa di
pusat yang diakui adalah BPS tentunya ini menjadi kebijakan SKPD untuk
mengarahkan berbagai program dan kegiatannya pada satu titik. Kemudian
terkait dengan tadi dari Mas Anang dan Mbak Zaki terhadap adanya tanggapan
terhadap DAU dan DAK yang tersu dari tahun ketahun menagalami peningkatan
tetapi ternyata kemiskinan masih juga tinggi, ini mungkin perlu dilihat dari
berbagai sudut pandang juga. Yang pertama terkait dengan hal tersebut ada
salah satu teori yang mengatakaan bahwasanya ketika terjadi peralihan dari
penduduk miskin menjadi penduduk lebih kaya maka disitu hars ada pengukuran
kemiskinan juga harus bertambah. Sehingga sangat wajar ketika selama ini kalau
dilihat secara nyata realita dilapangan, kesejahteraan ini juga sudah meningkat,
yang dulunya hanya makan gaplek kemudian bisa makan nasi pakai lauk, tetapi
karena pengukiuran kemiskinan itu semakin ditingkatkan otomatis angka
kemiskinan itu juga terus mengalami peningkatan juga sehingga itu juga perlu
menjadi pertimbangan.
Yang kedua yang menyebabkan DAU dan DAK selalu meningkat tetapi kemiskinan
masih tinggi, bahwa salah satu yang menyebabkan adalah posisi lemahnya
pemerintah daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat. Salah satu indikatornya
adalah bisa dilihat dengan adanya peraturan atau undang-undang terkait dengan
dana perimbangan yang sampai saat ini belum ada perubahan, disatu sisi tadi
juga sudah disampaikan jumlah kabupaten kota sebagai pembagi DAU-DAK itu
yang terus bertambah sehingga yang diterima oleh daerah sebagian justru
menurun. Kalaupun ada peningkatan itu tidak sebanding dengan jumlah beban
yang harus ditanggung pemerintah seperti pertumbuhan jumlah belanja pegawai
yang terus meningkat jauh melebihi peningkatan jumlah DAU yang yang diterima
pemerintah daerah. Hal ini terkait dengan inkosnsistensi dari pemerintah pusat
juga dimana adanya kebijakan untuk mengangkat honorer. Kemudian terkait
dengan sharing ini anggaran sangat memberatkan daerah jadi perlu di pusat
memberikan bantuan tetapi harus diikuti untuk sharing, sehingga untuk gaji dan
sharing saja DAU sudah habis. Terkait dengan DAK ini perlu mendapatkan
pembahasan tersendiri karena penggunaannya sudah di tentukan oleh pusat
alokasinya, memang sebagian itu sesuai dengan kebutuhan di daerah, itu untuk
di pertanian bisa nyasar sesuai dengan kebutuhan di daerah, tetapi penikmatnya
orang yang punya lahan. Dari sudut pertanian dengan LSM ada perbedaan juga,
terkait dengan DAK cukup kakunya tanpa ada ruang yang cukup untuk bisa
merubah atau mengalihkan pemanfaatannya sehingga menjadikan daerah
menjadi pada posisi yang sangat sulit. Contohnya di dinas perhubungan, DAK
pemanfatan hanya untuk mobil, mobiol yang tidak sesuai dengan kondisi di
Gunung Kidul, untuk angkutan perintis CCnya besar tetapi tidak bisa
dimanfaatkan tetapi harus diterima sebab kalau tidak diterima nanti DAK tahun
berikutnya akan berkurang jika itu tidak diterima.
Di pendidikan ada aturan pemanfatannya sekian persen untuk buku, sekian
persen untuk rehab gedung, perpustakaan dan sebagian untuk operasional, tetapi
ada joblist yang sama disitu dibatasi pemanfaatannya. Maksimal per paket sekian
juta sehingga ketika itu di aplikasikan ada kelebihan enam milyar untuk buku
yang ridak bisa terjabarkan, ini baru kita usahakan agar bisa di geser untuk rehab
gedung. Kemudian banyak hal yang di DAK tersebut yang sebagian memang
sesuai tetapi banyak hal dipaksakan diterapkan di daerah yang tidak sesuai.
Terkait masalah kemiskinan di Gunung Kidul perlu juga dilihat penyebabnya dari
berbagai hal, kalau dari sisi masyarakat di Gunung Kidul adalah petani sudah
menjadi swasembada tiga tahun kok miskin, jadi profesi itu meskipun produksinya
banyak apakah itu bisa mengangkat derajat kehidupan mereka. Karena di sleman
yang airnya melimpah saja kita mau cukup aja sangat sulit apalagi di Gunung
Kidul yang itu relatif sangat rentan sekali tarhadap iklim. Yang menjadi PR kita
bersama bagaimana mereka bisa kita beri profesi lain tambahan seperti peternak,
tetapi makanan ternak itu sendiri diambil dari bawah. Kemudian yang perlu
menjadi PR kita adalah belum jelasnya tolok ukur untuk pengentasan kemiskinan
yang bisa menjadi pedoman dari seluruh SKPD. Mereka sebagian besar belum
tahu target mereka melalui program dan kegiatannya itu akan mengarah untuk
mengentaskan berapa pesrsen melalui indikator yang mana dari 14 indikator di
BPS tadi. Sehinngga SKPD mempunyai target yang jelas, indikator yang mana,
akan di capai berapa tahun, sehinngga itu perlu kita komunikasikan bersama
dengan semua SKPD.
Kemudian adanya ketergantungan pada bantuan ini menjadi suatu hal yang
selam ini menjadi PR kita bersama, Gunung Kidul itu diam saja banyak bantuan ke
Gunung Kidul sehingga bagaimana kita itu bisa mengubah mindset masyarakat
sehingga tidak sekedar menunggu bantuan tetapi bagaimana bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri untuk mengentaskan dari kemiskinan. kemudian terkait
keterpaduan program-progarm pusat dengan daerah, bagi SKPD yang mempunyai
dana dekon selama ini kalau tahun-tahun sebeleunya langsung dari SKPD ke
pusat sehingga kita tidak tahu yang diterima SKPD ituyang dana dekon itu apa
saja sehingga seharusnya itu bisa saling melengkapi. SKPD yang sudah menerima
dana dekon yang banyak tentunya dari porsi APBD seharusnya mungkin bisa
dikurangi diarahkan pada SKPD yang sangat sedikit dananya. Kemudian selama
ini juga terkait dengan dokumen perencanaan baik itu RPJM, RKPD, ataupun
renstra mungkin selama ini belum dimanfaatkan sebagai bahan penyusunan
RPJM. Sehingga ini menjadi PR kita bersama saya kira kalau ada istilah hukum
sebagai panglima, dokumen perencanaan sebagai panglima dalam ranah
perencanaan, saya kira kabid atau kasi ini harus punya satu-satu sebagai bahan
penyusunan perencanaan kegiatan. Terakhir terkait dengan kelembagaan saya
sangat sepakat ketika terlalu gemuk juga membebani APBD, namun tentunya ini
juga tidak sembarangan. Dalam artinya sudah dipersiapkan dulu mungkin ketika
akan dilakukan perampingan agar dipersiapkan dua tiga tahun sebelumnya, yang
kosong jangan di isi dulu sehingga tidak banyak pejabat yang stres karena
kehilangan jabatan sehingga mungkin juga akan memunculkan kemiskinan di
kalangan pegawai dan menghindari banyak yang stres, saya kira ini dari kami ada
kurang lebihnya mohon maaf, wassalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu.

Siwi Iryanti (Disperindagkoptam)


Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, terima kasih dari beberapa
pembiacara kami akan menggarisbawahi yang pertama kami setuju ada redefinisi
tentang kemiskinan sehingga nanti kita satu kata. Yang kedua kami juga
menggarisbawahi ada evaluasi reformasi birokrasi terhadap PP 41 karena pada
perjalan waktu mungkin ada beberapa institusi yang mungkin perlu saling di revisi
ataupun bukan hanya jenis jabatannya tetapi juga mungkin tugas pokok
fungsinya karena ada dimasing-masing itu yang memang tumpang tindih. Pada
workshop hari ini dari Dinas Perindagkoptam memang tidak secara langsung bisa
mengurangi kemiskinan. Seperti tadi disampaikan Pak Joko SKPD Perindagkoptam
itu seperti apa dalam mengurangi kemiskinan karena kita tidak bisa secara
langsung tahu persis RTM sekian dengan kegiuatan terkurangi sekian karena
memang kita ada kegiatan yang memang itu tidak bisa langsung menyasar RTM.
Misalnya pada perindustrian ada program peningkatan program industri kecil
menengah, jadi kalaupun dia nanti kita tingkatkan baik kualitas, produk dan
segalanya imbasnya dia akan bisa meningkatkan kesejahteraanya. Selanjutnya
juga untuk kaitannya pedagang kecil, tadi disampaikan juga bahwa untuk
kesempatan kerja itu lebih banyak ke informal. Kita salah satu tugas pkoknya juga
membina pedagang kaki lima dengan kegiatan-kegiatan yang bisa mengarah
pada pengurangan kemiskinan. Kemiskinan itu tidak bisa dihilangkan tetapi hanya
dikurangi, tadi disampaikan dengan meningkatnya anggaran tetapi kok tidak
dengan sendirinya RTM itu turun karena kita dilapangan ada saat kita berbicara
P2KP misalnya pembangunan jalan. Pembangunan jalan kan tidak serta merta
mengurangi rumah tangga miskin sekian kecuali memang misalkan di RTM kita
latih ketrampilan, itu saja belum bisa menjamin seratus persen terangkat.
Selanjutnya tadi disampaikan bahwa untuk kasus-kasus tentang pembuatan pasar
yang di Sambirejo itu memang mengakui secara perencanaan tidak secara
komplek antara desa dan juga dari masyarakat, SKPD juga memang belum ada
pemahaman mereka harus membayar secara rutin dengan jumlah sekian dan
meraka bisa tidak dengan volume kerja uang yang didapat itu untuk membayar
karena uang dari kementerian koperasi itu harus mengembalikan, berbeda kalau
dari sosial seperti hibah. Selanjutnya kita kalau bicara dokumen RPJM kalau kita
akan bahas tentang RT RW dan didalamnya juga kita dari pertambangan juga
menanti ada zonasi pertambangan yang sampai saat ini belum ada itu yang
menjadi dilematisnya pemerintah kabupaten dengan supersonik sehingga sampai
saat ini kita tidak mengeluarkan ijin tambang karena belum ada zonasi. Karena
Supersonik itu menghidupi banyak sekian orang tetapi disatu sisi dilihat dari
letaknya itu daerah kars dan itu sampai sekarang belum ada keputusan dan itu
masih kita formulasikan. Selanjutnya dari kegiatan penambangan itu juga rentan
dengan kemiskinan karena mereka juga tidak memiliki lahan yang notabene
lahannya tidak punya tetapi dia memiliki keahlian untuk sebagai buruh sehingga
itu juga menjadi sisi kantong-kantong kemiskinan juga yang memang perlu
semacam ada wacana seandainya sudah tertutup kemungkinan sebagai
penambang. Selanjutnya kami menyoroti PDRB kita masih di dominasi sektor
pertanian, namun demikian memang 20 tahun kedepan itu masih kepertanian.
Tetapi mungkin juga perlu kita sadari juga nantinya arah pertaniannya juga akan
berbeda karena semakin lama petani berkurang arahnya ke arah industri dan
jasa.
Jadi kami juga mendukung karena nantinya pertanian ke arah agro indusri nanti
kita arahkan kesana, dan hasil dari pertanian kalau kita tidak pinter-pinter dalam
artian mengevaluasi hasilnya tidak akan memuaskan. Jadi arah untuk
pengambangan PDRB memang seandainya dari sektor primer itu turun akan ke
arah sekunder dan tersier, itu hal-hal yang mungkin yang kita soroti. Kami
sepakat juga Pak Irawan mari semua SKPD untuk bisa memformulasikan RPJM dan
jiuga sinergi dengan renstra RKPD kami sangat mendukung namun demikian
banyak hal, banyak hambatan untuk mewujudkan itu namun dengan niatan dan
kita semua bersatu insyaallah itu akan terwujud. Karena kita juga lihat hambatan
di masing-masing lembaga atau SDM tidak semua mengerti sekali kesinergaian
antara dokumen tersebut. Karena memang disatu institusi kami masih melihat di
masing-masing itu dalam menyusun renstra masih belum secara satu kata. Ada
diantaranya hanya pemikiran satu orang, itu masih kita akui memang belaum
secara satu kata atau satu pemikiran. Selanjutnya kami juga sampaikan bahwa di
dinas kami ada semacam kegiatan-kegiatan yang bisa diarahkan ke RTM itupun
program dari pusat, misalnya ada OP Migor itu arahnbya ke RTM walaupun
sasarannya tidak selalu tepat 100%. Karena ada diantaranya justru letaknya jauh
sehingga tidak terjangkau dan waktu juga kendala. Yang kedua subsidi gas 3 kg,
itu sebenarnya sasarannya yang pertama adalah yang memakai minyak tanah
sehingga pada waktu dekat ini akan diatur tata niaganya untuk kaitannya gas 3
kg. Sedangkan saat ini ada indikasinya naik, sehinga barang dipasar itu relatif
sedikit, itu mungkin hal-hal yang sebenarnya sasarannya sudah seperti itu tetapi
pada realisasi dilapangan banyak mengalami pergeseran. Itu mungkin hal-hal
yang bisa kami sampaikan terkait dengan kegiatan dari Dinas Deperindagkoptam
walaupun secara singkat, wassalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu.

Bambang (BPMPKB)
Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, terimakasih tidak banyak yang
akan kami sampaikan yang pertama bahwa kita perlu redifinisi tentang
kemiskinan. Saya justru berfikir lebih jauh kenapa kita repot mikir disini padahal
yang miskin saja enjoy kok kita repot. Hal ini kita lihat dari sikap dan perilaku
masyarakat kita yang sekarang ini masih sangat suka untuk meminta dan
menerima bantuan. Berangkat dari kondisi ini saya memiliki gagasan untuk kita
membuat gerakan malu miskin, karena masyarakat kita tidak malu miskin karena
kalau tidak tercatat dalam KK miskin malah marah, karena pasti tidak akan
mendapat bantuan. Dari sikap-sikap seperti ini mari kita menyadarkan kepada
masyarakat untuk bisa merubah nasib dengan usaha, saya yakin kalau gerakan
itu kita lakukan bersama-sama kita akan mendapatkan hasil yang lebih baik. Ini
penting karena hal ini kami bandingkan ternyata masyarakat Korea itu sama-
sama berangkat dari kondisi yang sangat miskin itu sentuhan pertama pada
sentuhan di mental, orang Korea berpendapat intervensi apapun dilakukan kalau
mentalnya belum baik itu tidak akan gunananya. Sehingga sentuhan pertama itu
berhasil kemudian disentuh secara fisik itu akan berhasil. Kemudian selanjutnya
yang berkaitah dengan tugas pokok BPMPKB yang telah dilakukan BPMPKB
selama ini sama dengan yang disampaikan Bu Siwi tadi. Jadi pada intinya kami
SKPD dalam pelaksanaan yang khusus bersinggungan dengan kemiskinan itu kita
tidak bisa mengukur apakah kegiatan kita sudah menurunkan angka kemiskinan
berapa persen itu kita tidak mengukur sampai disana. Memang benar apa yang
disampaikan Pak Sekda tadi sehingga kedepan bisa kita peroleh solusi yang lebih
baik. Benar disampaikan Bu Siwi tadi kita itu tidak bisa mengaitkan secara
langsung misalnya kegiatan-kegiatan kita menguarani kemiskinan. Misalnya
dalam kegiatan P2KP, dalam kegiatan P2KP ada unit pengelola sosial dan unit
pengelola lingkungan selain unit pengelola ekonomi. Ini juga selama ini telah kita
upayakan pembinaan P2KP Gunung Kidul sejumlah sembilan belas BKM itu
memang tidak semuanay baik tetapi ada beberapa yang telah berhasil dengan
baik. Jadi guliran-guliran dana yang diterima dari pusat itu telah dapat
dikembangka ditingkat bawah seperti misalnya terakhir kemarin di Desa Kepek
dari modal awal sekitar 300 juta sekarang di Desa Kepek asetnya sudah mencapai
900 juta, kemudian di tahun 2011 akan ditargetkan mungkin bisa mencapai 1,1
Milyar. Namun demikian kita juga tidak berhenti mendampingi masyarakat
khususnya dalam program-program penanggulangan kemiskinan.
Kemudian yang perlu kita sepakati bersama memang dari semua SKPD itukan
semua melakukan intervensi di desa, sehingga budaya lu lagi- lu lagi itu memang
muncul dimana-mana. Misalnya dari Badan Pemberdayaan Masyarakat, kemudian
dari Dinas Pertanian dan dari swadaya yang lain itu pelaku-pelakunya memang
itu-itu juga. Untuk mengatasi hal tersebut memang dari SKPD itu memang fungsi
dan peran dari TKPKD itu memang perlu diperkuat, khususnya dalam program
penanggulangan kemiskinan di Gunung Kidul. Selanjutnya yang kita kaitkan SKPD
yang berkaitan dengan beberapa kegiatan yang sudah selesai dilakukan
kemudian untuk memberikan perlindungan yang kuat di tingkat desa, tentang
usaha mikro dan kecil misalnya seperti Pasar Desa, BKM misalnya. Nah itu kita
mulai tahun ini kita telah memfasilitasi teman-teman ditingkat desa untuk
membentuk badan usaha milik desa ditingkat desa. Kita juga sudah mulai
merintis dilapangan supaya nanti tidak ada tumpang tindih dengan SKPD-SKPD
yang lain. kemudian budaya “lu lagi-lu lagi” tidak terjadi lagi, jadi mungkin
kegiatan beberapa SKPD itu kita payungi dalam satu kelembagaan. jadi itu hal-hal
yang banyak kami lakukan disamping kegiatan yang lain namun demikian
memang tidak bisa dikaitkan langsung dengan penurunan angka kemiskinan.
Kemudian sekarang ini di Gunung Kidul sudah terbentuk Bazda (Badan Amil Zakat
daerah) itu langkah baiknya nanti apabila kedepan mungkin bisa kita ajak ikut
bergabung dalam forum seperti ini karena kebetulan ketuanya juga Pak Sekda.
Mungkin sementara itu yang bisa kami sampaikan bapak dan ibu ada kurang
lebihnya mohon maaf, wassalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu.

Nur Faiza (Dinas Kesehatan)


Assalamualaikum wabarokatu, menyambung yang dikemukakan bapak dan ibu
dimuka bahwasannya memang kalau di Gunung Kidul kita memang kita susah
untuk memetakan mana yang betul-betul sehat, mana yang betul-betul sakit,
mana yang TS-TS (tidak sehat tetapi juga tidak sakit). Akar permasalahannya
memang kita komitmen di RPJMD itu akhirnya untuk rakyat di Gunung Kidul
tercinta jadi memang harus dibenahi dulu di sistem itu ya, karena di kesehatan
yang dilayani juga tidak hanya dari Gunung Kidul, kalau daerah-daerah
perbatasan lebih banyak misalnya Semin, Nglipar II itu banyak dari Klaten dan
sebagainya. Selanjutnya kami setuju juga bapak dan ibu untuk melihat siapa yang
harus kita jadikan sasaran dari penanggulangan kemiskinan itu harus
menggunakan satu data yang sama, karena kalau kita punya data sendiri dan
tidak diakui pusat ya sama saja. Cuma kita harus ingat bahwa misalnya kita
punya sejumlah RTM yang ada didalam satu wilayah tidak berarti kalau sudah kita
entaskan tidak ada RTM baru karena ternyata berturut-berturut terkena sakit juga
bisa menjadi miskin. Karena ternyata di Gunung Kidul itu kalau kita lihat dari
pembiayaan kesehatannya ternyata banyak pengeluaran masyarakat itu ke
fasilitas kesehatan swata. Jadi tidak ke Gunung Kidul, yang masuk ke Gunung
kidul saja sudah lumayan banyak karena PADnya paling tinggi, tetapi diluar itu
memang potensi pengeluaran masyarakat ini sangat tinggi sekali, dan kalau itu
kita bisa tangkap bolehlah Gunung Kidul bisa seperti Singapura-nya DIY.
Yang lain terkait dengan pertanian kita di Indonesia belum banayak bahan obat
yang ditemuikan dan diteliti jadi itu silahkan kalau mau dikembangkan. Dan itu
nanti akhirnya mengarah ke pengobatan yang holistik, tidak hanya mengobati
penyakitnya tetapi juga sehat jiwanya juga. Kemudian untuk hubungannya
dengan SPM siapa saja yang harus dilayani oleh pelayan kesehatan, secara angka
untuk SPM 1 – 18 rata-rata sudah kita penuhi karena harus kita capai. Karena itu
yang harus diwajib dilakukan oleh pemerintah, didukung oleh swasta dan fasilitas
kesehatan yang lain didalamnya. Cuma yang rendah ini yang terkait dengan
pendidikan, yaitu screaming untuk siswa, deteksi tumbuh kembang balita (PAUD),
dan juga neonatalisti kematian ibu dan bayi. Kemudian yang lain juga yang kami
kesulitan adalah SPM yang diukur apakah betul-betul dirasakan rakyat Gunung
Kidul, apakah kita sudah mencapai sekian prestasi dari target-target yanhg di
syaratkan oleh pusat itu? Apakah betul itu dirasakan masyarakat? jangan-jangan
secara angka tercapai tetapi masyarakat masih belum puas. Kemudian yang lain
slogan “sehat itu mahal” itu saya tidak setuju bahwasanya sehat itu murah pak
kita tidak perlu biaya untuk kedokter, tidak merasakan sakit. Kemudian kalau
sakit itu barulah mahal dan tidak enak, sehat itu adalah Hak Asasi Manusia
sehingga kalau mengukur kesehatan dari aspek pengeluaran memang bias tetapi
di Gunung Kidul justru menjadi pendapatan. Dan kesehatan itu merupakan
investasi untuk manusia karena kalau mungkin kalau di DPPKAD kalau bantuan
gakinnya dikurangi mungkin bias mungkin bisa stress. Kemudian yang lain bahwa
sehat itu bukan untuk orang, orang miskin dilarang sakit itu saya juga tidak
setuju, artinya baik mau miskin mau kaya itu tidak boleh sakit. Kemudian
hubungannya dengan RPJMD kebetulan kami juga atas inisisasi dari Bappeda
terima kasih kemarin juga dengan GTZ itu juga menyusun master plan bidang
kesehatan di Gunung Kidul, itu nanti seperti RPJPNnya, kemudian RPJM tetapi
masih draff. Kemudian ada juga Sistem Kesehatan Daerah, jadi siapa punya porsi
apa, propinsi apa, swasta apa, lintas sector terkait lain itiu apa, stake holder yang
lain karena kita sadar bahwa Dinas Kesehatan tidak bisa mengatasi semua, satu
itu. Yang kedua kalau kita hanya mengandalkan dana dari pusat resikonya tinggi,
datangnya retribusi bulan empat desember akhir tahun dengan waktu yang
sesedikit itu dana yang banyak itu harus cepat selesai, itu apa kalau namanya
kalau dulu Bandung Bondowoso mungkin bias tetapi saya belum menukan
personil yang seperti itu.
Kemudian yang lain adalah tentang sumber pembiayaan kesehatan yang dominan
itu dari masyarakat tetapi kita patut berbangga karena apa? dari belanja
kesehatan perkapita di Gunung Kidul sudah melebihi dari yang direkomendasikan
oleh WHO yang mengsyaratkan 34 USD perkapita, tetapi dari perhitungan yang
diperoleh sudah 46,5, jadi masyarakat sudah mandiri di bidang kesehatan.
Kemudian kontribusi rumah tangga yang lebih tinggi dibanding pemerintah inilah
yang membuat Gunung Kidul dari belanja kesehatan yang ditanggung publik itu
paling besar. Kemudian yang lain adalah tentang perindustian tadi tentang RT,
RW ya bu, saya tidak tahu RT, RW juga melibatkan kesehatan karena kalau zonasi
otomatis kita mau tambang didaerah mana? Karena tahu di wonosari itu Ispanya
tetap tinggi tahun pertahu karena debu, kemudian kalau di Ponjong karena
tetangganya bukit itu tidak masalah. Selain itu untuk pertanian mungkin
kesehatan kerja bapak ibu di pertanian itu kalau sudah tua kena hernia,
operasinya mashal. jadi saya tidak setuju kalau pembiayaan hanya masyarakat
miskin hanya dihitung untuk masyarakat miskin tetapi yang setengah miskin atau
yang kaya tidak dihitung, yang penting harus total coverage cuma kalau yang
kaya harus berkontribusi sekian, menengah sekian kemudian yang miskin kita
hitung dari anggara yang ada dipusat itu tadi. Kemudian isu malpraktek, terkait
dengan fasislitas kesehatan swasta, untuk kesehatan itu selama bidan bisa cabut
gigi dan perawat gigi bisa menangani persalinan itu memang kita tidak butuh
tambah tenaga yang spesifik, tetapi mohon maaf karena tidak bisa jadi memang
untuk kebutuhan spesifik kita masih anastesi dan spesialis anak khusus memang
kita butuhkan. Karena Gunung Kidul punya bluezone memang bagus untuk
membangun baron technopark dan memang bisa dikembangkan ke arah situ dan
untuk fasilitas kesehatan memang bias dikembangkan kearah situ. Terima kasih
mohon maaf kalau ada kekurangan, wassalamualaikum warrohmatullohi
wabarokatu.

Slamet (BPS)
Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, untuk BPS biasanya masalah data
ya bapak ibu sekalian, jadi seperti yang tadi dikatakan Pak Sekda, misalnya
bantuan dan apa saja dari pusat itu biasanya dipakai dari BPS itu karena BPS itu
instansi vertical jadi dekat dengan pusat, kalau di daerah agak dekat juga tetapi
tidak begitu. Tetapi untuk aksi atau untuk intervensi ke masing-masing di daerah
SKPD itukan dipersilahkan, jadi asalkan bantuan kalau dari pusat itu rujukannya
BPS. Tetapi kalau daerah atau wilayah mau intervensi itu silahkan, masalahnya
tidak semua data itu ada di BPS, contohnya seperti data kemiskinan untuk yang
by name itu BPS baru melakukan dua kali. Tahun 2005 yang namanya PSE itu
untuk yang kompensasi BLT itu dan baru yang kemarin di update tahun 2008.
Untuk yang lainnya untuk kemiskinan yang tiap tahun ada itu hasil survey, itu
merupakan susunan sampel bukan pendataan secara sensus karena biaya sensus
sangat besar dan membutuhkan tenaga atau waktu yang sangat banyak.
Terus untuk yang lainnya termasuk yang kesehatan tadi yang banyak biayanya
banyak dari swasta karena secara survey susunan itu bisa memunculkan angka.
Jadi mereka berobatnya kemana? mungkin ke bidan, swata daripada yang ke
Puskesmas. Kalau pendataan kita kerjasama dengan pertanian jiuga untuk
memunculkan angka-angka produksi tanaman pangan misalnya padi palawija.
Mudah-mudahan selama ini BPS tetap netral sesuai dengan apa yang dilapangan.
Untuk PKH itu hasil dari BPS tahun 2007 untuk pelindungan sosial, PKH itu
ditujukan rumah tangga yang sangat miskin sekali dan itu ada syaratnya: disitu
ada anak sekolah, ada balita dan ibu hamil, dan untuk memutus rantai
kemiskinan itu harus dimuali dari situ karena untuk ya itu tadi orang tua boleh
miskin tetapi anaknya di usahakan tidak miskin lagi. Dan untuk bulan ini
melakukan sensus penduduk selama bulan Mei dan yang belum terdata bisa
melapor sampai tanggal 15 silahkan lapor ke RT atau RW. Mungkin ini dari BPS
tidak banyak, wassalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu.

Pak Dul (SANGGAR)


Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, terima kasih untuk waktu yang
diberikan, saya sepakat tetapi kurang begitu pas untuk bapak yang dari subermas
tadi, karena apa orang miskin saja diam saja kenapa kita harus sibuk bingung-
bingung mikir. Saya dari rakyat yang paling miskin dibawah pak, saya dari
Paliyan, rakyat miskin yang paling bawah kebetulan saya disenggol oleh teman-
teman IDEA untuk masuk dalam SANGGAR, Sanggar itu adalah singkatan dari
Sinau Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Gunung Kidul makanya kami tahu
persis berapa nilai Gunung Kidul. Lahir miskin itu hal yang biasa, tetapi mati
miskin itu naudubilahimindalik, karena kita punya slogan sudah lama menangis
kapan kita akan tersenyum, inilah slogan orang miskin. Saya sepakat dari bapak
yang dari Jawa Barat terlebih pada Pak Warto, terima kasih teman-teman yang
hadir. Kalau teman-teman atau bapak-bapak ibu-ibu anggoata dewan melakukan
resease kalau kami melakukan monitoring ditingkatan rakyat kecil pernah masuk
satu bulan yang berlalu. Banyak kegiatan yang harus kita pelajari dan ini menjadi
media belajar kita bersama, antara lain disisi pertanian inilah kemarin yang telah
kita lakukan, sebetulnya disisi pertanian ini belum tahu persis tentang
keberadaan pertanian, inilah kebarangkatan kita tetapi kenyataan belum
dimengerti persis apa yang menjadi makna pertanian. Sehingga teman-teman
yang ada di desa ini sulit mengembalikan jati diri seorang petani. Insyaallah nanti
bapak-ibu anggota dewan atau bapak-bapak yang memagang kebijakan di
pertanian ini bias merekomendasikan bahwa pertanian akan memposisikan yang
telah tadi dikatakan bahwa pertanian akan melejit kesana. Tetapi ada titik-titik
kritis pak yang harus kita pelajari antara lain kemarin ada subsidi tentang benih,
tentang pupuk ini menurut analisa kami kurang begitu pas menyasar, karena
teman-teman di sektor partanian atau pelaku ini belum mengerti persis tentang
apa itu subsidi pupuk maupun benih itu.
Yang kedua kalinya tentang Gapoktan, karena Gapoktan ini perkumpulan dari
petani dari dusun ke tingkatan desa, sehingga saya rasa kita ini diadopsi segera
lahir tenyata kita menanyakan punya register belum ditingkatan pertanian?
makanya kalau belum dan kemarin itu sudah ada uang yang mengucur, sudah
ada perkumpulan pedagang atau namanya asosiasi ternyata bisa menggoyang
para pedagang di Gunung Kidul setelah ada asosiasi, ada asosiasi jagung, ada
asosiasi ini. tetapi ternyata tahun-tahun ini berhenti karena tidak ada support
untuk melakukan aosiasi kembali walaupun kita disuruh mandiri, tetapi
pertanyaan kita sampai sejauh mana kita untuk mandiri, karena kita harus punya
teman agar asosiasi bias berjalan dengan lurus, bisa menggoyang kembali, bias
mengangkat teman-teman petani benar. Yang kedua kalinya tentang keberadaan
kesehatan, setelah kita menanyakan-menanyakan kita monitoring karena kita
memproduksi hasil pertanian, sekarang masuk ke kesehaatan. Sulit sekali
mengakses ketika kita ada anggaraan enam ratus berapa gitu untuk subsidi
kesehatan. Kita mempunyai Jamkesos, Jamkesmas, tetapi sulit sekali untuk
mengakses tentang keberadaan dana itu, contohnya begini ketika ada anggota
keluarga kita yang sakit disana masuk RS dipersulit, artinya disana harus pakai ini
itu, lempar sana lempar sini sehingga kesulitan untuk mengakses. Ada fenomena
seperti iti akhirnya kita minta tolong bapak-bapak anggota dewan dan sudah
berhasil tetapi kok akhir-akhir ini menjadi kambuh lagi, tolonglah harapan kami
menjadi ini masukan rakyat miskin.
Yang ketiga tentang beras, kita sudah banyak mendengar tentang pembicaraan
Bapak Bupati tentang swasembada pangan tetapi ternyata? silahkan masuk
ditingkatan rakyat miskin. Dan kita menemukan juga ada titik kritis pengunaan
DAK, tadi diutarakan juga bapak-bapak dari dinas pendidikan, DAK ini kalau tidak
salah untuk membangun gedung dan fasiitas yang lain. Ini disinikan ada komite,
ada tokoh masyarakat, ada dewan sekolah tetapi ini kok dilakukan oleh bapak-
bapaki guru disitu sehingga teman-teman komite sering menanyakan ini
darimana, bagiamana, dan sebagainya. Inilah yang harus kita pikirkan kedepan
sehingga Insyaallah menjadi masukan bapak-bapak ibu-ibu yang mungkin nanti
akan memegang kebijakan yang di daerah, itu dulu waktu saya kembalikan,
wassalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu.

Mas Adjie
Baik ibu bapak sekarang waktunya untuk forum ini mendetailkan lagi, sebetulnya
tadi ketika bapak-bapak dan ibu memaparkan dari fokus kerja masing-masing
juga sudah menyampaikan untuk rancangan RPJMD kabupaten Gunung Kidul
2010-2015 tetapi untuk satu jam kedepan setidaknya masih ada tambahan dari
teman-teman SKPD.

Iriawan Jati Asmoro (Dinas Pertanian Pangan dan Holtikultura)


Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, bapak dan ibu sekalian pertama-
tama di undang saya melihat workshopnya ini endingnya nanti di inginkan untuk
memerangi kemiskinan, memnuhi kebutuhan dasar, tujuannya untuk memberikan
masukan RPJMD Kabupaten Gununhg Kidul 2010-2015. Baik bapak ibu sekalian
membaca tentang judulnya saya tertarik, karena dari sekian pembicara tadi
masukannya bagus, tetapi sebaiknya pembicaraan kita ini kedepan kita
membicarakan konsep pembangunan yang seutuhnya bukan membicarakan
tentang anggaran dan nasib. Kemudian disini adalah tujuan forum ini akan
membuahkan satu kesimpulan untuk kepentingan Gunung Kidul kedepan,
sehingga sekalai lagi saya mengharapakna pembicraan ini ditataran konsep
sehingga tadi Bappeda dihadirkan sudah merupakan indicator bahwa memang
dari sisi perencanaan ini dibutuhkan untuk perbaiakan kedepan dalam rangka
memerangi kemiskinan dan memenuhi kebutuhan dasar. Nah kalau
pembangunan seutuhnya mestinya kita berbicara mengenai perbaikan SDM
manusianya, alamnya bagaimana, potensi dan dinamika bagaimana, kebijakan
dan politiknya, saya akan masuk kesitu tetapi tidak akan semuanya. Adanya
masukan dari FPPM Bandung dengan contoh Sumedang itu merupakan referensi
karena untuk replikasi di Gunung Kidul itu tidak mudah, seperti beberapa kali
kami lakukan keberhasilan di satu tempat di replikasi di tempat lain juga sulit
tampaknya, dan ini merupakan referensi yang bagus juga untuk bahan
pertimbangan kedepan.
Di tataran perencanaan kalau melihat dari beberapa pencanaan yang sudah kita
susun kalau kita melihat dan mencermati memang mekasnisme, sistem, maupun
teknisnya belum berubah signifikan di Gunung Kidul. Memang saya mengomentari
itu karena apa karena tadi ada masukan seperti itu, di Gunung Kidul sulit
dilaksanakan tetapi kalau memang ada mekaniske yang bias seperti itu
sebenarnya untuk daerah lain juga bisa ini maka kalau memang bisa ini di
Gunung Kidul memang belum dilaksanakan dan perlu perubahan kea rah yang
lebih baik. Memang sudah ada satu keinginan untuk berubah kearah signifikan,
karena proses di Bppedapun juga dilakukan sampai berdarah-darah tetapi
memang seperti it uterus. Kemudian saya melihat setelah membaca dari
makalahnya, memang disitu ada kebijakan kemudian seharusnya juga ada
prioritas dan sasaran, di Gunung Kidul untuk lima tahun kedepan itu prioritasnya
apa? Kan kita prioritasnya sekarang memerangi kemiskinan misalnya. Memerangi
kemiskinan itu ujung-ujungnya kita itu bisa menambah pendapatan, waktu kami
ke Mamuju Propinsi pemekaran Sulawesi Selatan itu juga membahas ini, orang
miskin itu ujung-ujungnya perlu uang karena disitu juga banyak orang miskin. Dan
akhirnya kesimpulannya itu perlu investor, dan alhamdulilah orang Norwegia
masuk kesitu membukia pengeboran di bawah laut, sebelas trilyun. Akhirnya juga
diharapkan empat tahun lima tahin kedepan itu itu akan menjadi magnet
ekonomi, di Gunung Kidul juga seperti itu. Jadi bagaimana di Gunung Kidul itu bisa
ada uang, sebenarnya itu. Masuk ke mekanisme sistem dan teknis disini, kalau
kita bicara masalah kebijakan, prioritas dan sasaran apa itu difokuskan, jadi SKPD-
SKPD itu jelas nanti. Kalau prioritasnya adalah pertanian contohnya, jadi di SKPD
kami pun juga akan jelas nanti garapnya apa, kemudian kalau pertanian
menghasilkan hasil tani kaitannya dengan SKPD yang lain apa, Industri jawaban
tadi, nah industry itu mau skala apa, nanti biar Disperindakop juga berperan
disitu. Kemudian program lima tahun nanti tersasar kalau sudah ada program
misalnya ekonomi, arahnay kemana ekonomi, kemudian komoditas apa. Karena
perlu ibu bapak ketahui di Gunung Kidul itukan magnit ekonominya ada empat
sebenarnya.
Kalau kita cermati itu ada empat pilar pembangunan di Gunung Kidul, pertanian
nomor satu karena PDRBnya paling tinggi. Pertanian nomor satu, banyak orang
mencermati kita bicara tanaman pangan saja di gaplek. Saya dengan IDEA waktu
ketamu di Bappeda juga saya kemukakan di gaplek saja kalau kita tahu dan
menyadarkan masyarakat jangan menjual gaplek, jualah singkong segar untuk
bahan industri pembuatan tapioka. Kita dengan menyadarkan masyarakat
menjual singkong segar kita akan ada penghematan setahun 124 milyar. Itu baru
cerita masalah tanaman pangan, kita belum bercerita tentang perikanan. Di
Gunung Kidul bentang pantainya paling luas, artinya semua samudera ini miliknya
orang mampu, bisa dan berani, dan di Gunung Kidul ini ada jenis ikan tertentu
yang sumber ikannya paling dekat dengan Kabupaten Gunung Kidul, tetapi itung-
itungan itu tidak dicermati sehingga yang digarap hanya hanya itu-itu saja. Kalau
kita garap perikanan dari laut itu sudah luar biasa, belum di pantainya nanti bisa
kita buat heachere. Dulu ada wacana dari perikanan propinsi membua heacher di
Sundak, kita pelajari heachere itu waktu di Bappeda di daerah Singaraja, di
Singaraja itu ada kawasan heachere disitu, ya Kerapu, ya Bandeng dan
sebagainya termasuk udang. Sebenarnya secara teknis bisa tetapi tidak tahu
kenapa kok sekarang terus didiamkan dan sekarang juga koleps. Kemudian
kehutanan, hutan di Gunung Kidul itu besar cuma kalau di sadari kayu di Gunung
Kidul itu nomor dua, kalau bibit ambil bibit di blora itu bisa dikembangkan menjadi
bidang agro kompleks.
Di bidang sosial bahwa sosial itu harus ada penjelasan dan penyadaran kepada
masyarakat bahwa istilah sosial jangan diterjemahkan masalah masjid, geraja dan
sebagainya tetapi masalah interaksi ekstern dan intern. Dalam lima tahun
prioritaskan ini program politik apa? sosial apa? nah politik disini diartikan bahasa
siasat dann strategi bagaimana kita mencari sumberdana lain supaya dari
ekskutif kerjasama dengan legislatif kita bisa mengakses dan kepusat. Ini kalau
kita tidak mengakses ke pusat dan istilahnya tidak ada hubungan yang intim
dengan pusat ya kita tidak akan mendapat bagian juga, tetapi kalau kita bias
menterjemahkan bahwa prioritas pembangunan politik itu adalah kerjasama
ekskutif legislatif untuk mencari sisat dan strategi, mencari dana pusat ke daerah
itu adalah hal yang sangat luar biasa. Saya contohkan ada satu daerah, akses ke
pusat legislatif dan eksekutif itu berbondong-bondong kesana menunjukkan
keseriusan, kemudian dari pihakm pusat itu karena merasa diberi perhatian dia
akan member perhatian juga dan ini luar biasa, saya sangat mimpi di Gunung
Kidul itu bisa seperti itu, dan dari Pak Warto mungkin nanti bias membarikan
wacana itu. Saya juga mengingatkan peran dan fungsi SKPD karena perencanaan
makro ini sebenarnya kan yang membuat SKPDnya jelas Bappeda, itu
perencanaan makro dalam arti lima tahun ini mau dibawa kemana Gunung Kidul,
inikan harus jelas dan tegas, mau dibawa kemana pembangunannya?. Menurut
saya untuk perencanaan yang makro ini pembangunanya harus berbasis wilayah,
kemudian untuk pembangunan mikro sampai kem pelaksanaannya itu yang di
SKPD, yang sesui dengan bidang garap dia, kemudian kontrol tetap di DPRD. Nah
kemudian di Gunung Kidul ini banyak sekali masyarakat yang pusing jadi miskin
akibat dari satu salah diagnosa, kemudian yang kedua tidak mempunyai biaya,
padahal kami kebetulan bergerak di herbal juga, Gunung Kidul ini punya beberapa
herbal yang luar biasa, tetapi uniknya alternatif seperti itu yang memecahkan itu
kejaksaan tinggi. Tolong nanti Dinas Kesehatan saya minta satu langkah yang
positif itu di legitimasi dan herbal ini diakuai kemujarabannya dan juga bagus. Ini
sudah kita lakukan uji coba juga dan testimoni dari pasien juga bagus. Bapak ibu
sekalian mudah-mudahan beberapa masukan untuk RPJM, dan untuk Pak Bupati
yang baru “The right man in the right place” untuk reformasi birokrasi, itu saja
terakhir wassalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu.

Asti (TKPKD)
Assalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu, yang pertama tadi beberapa hal
yang menyangkut TKPKD (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah)
khusunya TKPKD Kabupaten Gunung Kidul yang terutama tadi banyak disinggung
oleh Bu Zaki. Tadi satu hal pertanyaan yang cukup menjadi pemikiran kami,
apakah program-program yang saat ini ada di SKPD terutama terkait dengan
program penanggulangan kemiskinan sudah dibawah koordinasi TKPD?. Terus
terang saja jawaban saya selaku saat ini saya sebagai sekretaris TKPKD, sejak
2010 ini kami belum sempat bekerja tetapi sudah ada Perpres baru tahun 2010
Tentang Pencatatan Penanggulangan Kemiskinan dimana ada perubahan struktur
lagi mengenai TKPKD ini, jadi boro-boro mau kerja pak, baru mau bekerja saja
sudah mau diganti lagi. Jadi ini kami berterimakasih kepada beberapa LSM di Jogja
yang kemarin sudah mendongkrak maupun menstimulasi kami di TKPKD untuk
lebih melakukan kegiatan karena memang sebelumnya TKPKD ini seperti mati
suri kalau di Kabupaten Gunung Kidul, tetapi dengan bantuan teman-teman LSM
ini kemarin melalui program SAPA ini sudah banyak kegiatan yang dilakukan dan
alhamdulilah Gunung Kidul termasuk salah satu kabupaten yang dinilai baik
melakukan program kegitan SAPA ini. Dan yang kedua terkait dengan isu ataupun
masukan yang harus ada di RPJMD 2010-2915 ini kami ada beberapa hal yang
perlu kami sampaikan yanhg pertama kalau melihat dari beberapa pembicaraan
tadi kelihatannya yang memang perlu dipertegas selain yang disampaikan Pak
Iryawan memang sasaran ini memang harus dipertegas lagi.
Untuk memerangi kemiskinan kemarin-kemarin itu tidak jelas sasarannya, ada
yang benar-benar sampai ke orang miskin yang di tuju tetapi ada yang
sasarannya itu tidak tepat. Nah ini kami ingin mempertegas sasaran di RPJM lima
tahun kedepan ini betul-betul bisa jelas dan tegas. Selain itu yang kedua kami
juga ingin mempertegas intervensi program yang mana nantinya akan diampu
oleh masing-masing SKPD khususnya di dalam memerangi kemiskinan karena
selama ini terus terang saja Bappeda begitu kesulitan untuk menerjemahkan
intervensi program apa sapa yang bias mengurangi kemiskinan dari semua SKPD,
untuk itu kedepan ada forum Musrenbang RPJMD kami sangat mengharapkan
masukan dari semua SKPD yang sebagian sudah hadir disini. Tanpa masukan dari
SKPD sangat yakin RPJM kita nanti hanya akan sama dengan yang sudah-sudah.
Inginnya RPJM untuk lima tahun kedepan betul-betul yang di garap programnya
adalah yang strategis, terukur, bisa dipertanggungjawabkan, dan bisa
dilaksanakan dan dalam tahapan-tahapan yang jelas. Ini tanpa masukan dari
SKPD ini kelihatannya mustahil bias dilaksanakan atau bias terwujud didalam
RPJM kita lima tahun kedepan. Selain itu masalah anggaran ini di RPJM tidak
pernah disinggung secara jelas dan tegas, memang kita ada ketakutan di
Bappeda terutama selaku penyusunan RPJM bahwa dengan program-program
yang terukur itu nanti kalau dikaitkan dengan evaluasi yang akan dilakukan di
DPR dengan ketidakjelasan itu kita ada ruang untuk berkelit gitu. Tetapi kita
inginnya lima tahun kedepan itu tidak seperti itu lagi karena ternyata dengan
beberapa hal yang tidak jelas justru evaluasi menjadi tidak mudah sehingga
seperti yang disampaikan Pak Sri didepan evaluasi kita banyak yang tidak seperti
yang kita harapkan. Seperti untuk masalah target-target yang ingin dicapai oleh
bidang pertanian, ini juga tidak bisa jelas sehingga sekali lagi untuk 2010-2015 ini
indikator-indikator yang nanti tertera dalam RPJM itu bias lebih tegas dan jelas,
saya kita beberapa hal itu yang bisa saya sampaikan, terima kasih
wassalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu.

Markus (Bappeda)
Ini yang terakhir ini agak berat pak karena kebetulan di Bappeda juga
membidangi nanti lahirnya RPJM daerah jadi ini yang paling berat karena
semuanya punya mimpi, semuanya ingin di akomodasi dalam dokumen RPJM
termasuk untuk memerangi kemiskinan, dan memenuhi kebutuhan dasar. Tetapi
memang ada hal yang harus kita diskusikan bersama, ketika kita bersama
menetapkan tadi yang dikemukakan oleh bapak ibu ingin mencapai sesuatu
dengan beberapa intervensi program dan kegiatan. Nah yang menjadi pertanyaan
kita sanggupkah SKPD menelorkan angka dasar sebagai titik dasar untuk
pencapaian tahun-tahun selanjutnya? Contoh sederhana produktifitas padi ton
perhektar, mampukah Dinas Pertanian menyajikan data dasar tahun 2009/2010,
misalnya seperti itu. Mampukan Dinas Pendidikan menyajikan data-data tersebut?
Nah ini nanti kita kumpulkan bersama kemudian dari indicator-indikator sasaran
tersebut kita jadikan data dasar kemudian kita sepakati pada tahun pertama,
kedua, ketiga sampai kelima itu angka berapa yang ingin kita capai? Dari angka
yang sudah kita tetapkan bersama baru ini nanti diterjemahkan dalam setiap
tahunnya dalam Rencana Program dan Kegiatan di intervensi dengan program
dan kegiatan, inilah yang kita mau. Dan ini belum pernah terjadi di Kabupaten
Gunung Kidul, belum pernah ada pendataan awal sebagai data dasar untuk
pencapaiaan target-target sasaran dalam dokumen perencanaan. Mungkin di
seluruh Indonesia data dasarnya belum secara komprehensif, ini yang diharapkan
nanti ada kebersamaan didalam merumuskan indikator sekaligus data dasar dari
setiap kita menetapkan indicator sasaran.
Kemudian yang kedua dari proses ini yang ingin kita harapkan dari Mbak Zaki cs
ini ada notulen yang diberikan kepada kami, alangkah naifnya diskusi satu hari
notulennya tidak lengkap, tidak dikirim di Bappeda Gunung Kidul hanya sekedar
ritual doa bersama seharian. Moga-moga ini nanti tercatat kemudian dikirimkan
kemudian nanti sukur ada garis-garis yang nanti semakin tegas mana yang kita
pilih, mana yang kita pilah, mana yang kita singkirkan kalau memang tidak
menjadi prioritas. Karena cita-cita itu tidak semua harus tercapai, inginnya Pak
Markus itu istrinya lima tetapi cukup satu ternyata. Jadi cita-cita ini harus kita
lekatkan pada prioritas pada penbangunan lima tahun kedua yaitu membangun
UMKM yang berbasiskan pertanian dan pariwisata ini yang kita lhat lima tahun
pertama ini. Ini di RPJP daerah, ini yang menjadi catatan kita, nah ini yang harus
kita kawal lima tahun kedepan, ini yang menjadi agenda kita bersama supaya
Gunung kidul memiliki daya saing. Kemudian poin ketiga pemerintah itu ada
ketika pelayanan dasar itu berjalan dengan lancar, maka pendidikan, kesehatan
dan beberapa pelayanan ini harus dijamin dengan SPM. SPMnya Bu Nur di
kesehatan dan di pendidikan ini memang yang harus di jamin betul supaya
pemrintah itu tetap ada, saying mengapa ini tidak berlangsung dengan baik
mungkin Pak Warto lebih tahu karena dunia politik itu lebih tajam dan lebih licin.
Ini kondisi yang kita harapkan ada di institusi dua sebagai pemenuhan kebutuhan
dasar pemerintah dalam rangka membarikan pelayanan kepada masyarakat.
Kemudian ini yang ke empat yang terakhir pak, kabupaten menjadi kabupaten
yang maju itu hampir sama pak. Pak Harto dulu “Makan bubur dari tepi”, satu hal
desa ini dari data yang kami miliki belum menjadi suatu desa yang mandiri, sukur
pada tahun ini semoga menjadi Perda Pak Warto mohon nanti di kawal
mungkinkah ada Perda mengenai Sistem Perencanaan Daerah dan Desa yang
terintegrasi, ini sudah di fasilitasi Mbak Zaki dan sebagainya ini luar biasa, nanti
tinggal proses kelanjutan.
Kemudian bagaimana desa ini menjadi institusi yang mandiri dan otonom tetapi
faktanya desa ini masih ada ADD yang noitabene semakin hari semakin
berkurang karena rumusnya adalah total dana alokasi umum dikurangi belanja
pegawai dikalikan 10%, belanja pegawai naik terus di atas 10%, DAU kita tidak
diperhitungkan dengan kenaikan gaji pegawai. Ini yang salah itu sebetulnya
bukan kabupaten pak, tetapi alokasi pendanaan dari DAU itu tidak pernah diikuti
dengan kenaikan gaji pegawai, tidak pernah diperhitungkan dengan kenaikan
DAU dari sisi alokasi dana desa. Rebutan beberapa bantuan pelantikan, bantuan
pembangunan kantor desa, bantuan keuangan kepala desa, penghasilan tetap,
bantuan pemilihan pengisian perangkat bisa dibayangkan dana APBD kita itu
kelihatannya di belanja langsung kecil. Seperti Dinas Pendidikan kalau dilihat di
belanja langsung itu mungkin kecil tetapi di belanja bantuan itu ngeri sekali. Di
desa itu tidak kelihatan ada dana tetapi belanja bantuan dari kabupaten juga
banyak. Jadi memang ada yang cara menyembunyikan pendanaan tidak melalui
program dan kegiatan, melalui belanja langsung tetapi melalui belanja bantuan.
Hibah, bantuan ini memang perencanaan banyak di pendekatan politis, tetapi
juga kita coba pada tahun ini mulai kita arahkan bahwa antara perencanaan
politis itu dengan perencanaan teknokratik dengan partisipatif ini kita dekatkan.
Kalau di contohkan tadisudah ada noktah, jadi kalau di Gunung Kidul saling
percaya, jadi saling percaya antara dewan sebagai wakil rakyat, Bappeda sebagai
teknokrat kemudian masyarakat sebagai partsipasi, semua mengerjakan
perannya masing-masing. Jadi Pak Warto yang baru ini beserta tekan-temannya
adalah seorang legislator yang baik, masyarakat kita juga masyarakat yang baik
dan jujur bukan masyarakat yang peminta, karena terpaksa saja ingin sesuatu
harus meminta karena ternyata setalah saya pelajari betul sudah bergeser
sekarang ini. Tokoh ijon nasional itu bukan oetani pak, mungkin tokoh ijon
nasional itu adalah seorang yang mempunyai pendapatan tetap sehingga
pendapatan tetap itu bias di ijonkan di bank, saya tidak menyebut siapa itu
mungkin ada diantara kita ada di dalamnya. Maka petani ini sebenarnya orang
yang paling kaya di dunia karena tidak pernah mencoba sesuatu yang tidak dia
lakukan untuk didapatkan, minimal dengan meminta tadi, meminta dari sesuatu
yang baik. Tetapi bagaimana meminta ini dengan cara-cara yang memang
menumbuhkembangkan menjadi manusia yang mandiri ini yang kita kembangkan
sebagai cita-cita kita bersama, saya rasa itu yang kita harapkan sekali lagi kami
mohon semua bahan dari forum ini kami diberi catatan dan mohon kesadaran
SKPD untuk membantu data dasar, karena Bappeda itu bagaimanapun juga
lembaga yang keurangan data, perencanaan sibuta dari goa hantu, terima kasih.

Mas Adjie
Ya ternyata satu hari tidak cukup untuk mendiskusikan, seperti pesan dari Pak
Markus semua bahan, semua materi yang berhasil kita diskusikan sore hari ini
akan kita kirim ke semua partisipan yang ada disini.

Nandang Suherman
Atau begini mas, usul saya dari notulensi ini bincang-bincang lepas kita yang
mungkin nanti kita kelompokkan terutama untuk menajamkan dari apa yang
sudah ada di draff sini. Dan saya baca sekilas kalau di connect kan dengan apa
yang menjadi isu utama di workshop kita itu dari visi misi ini kelihatannya kalau
menurut saya ini masih lemah dalam konteks bagaimana si RPJM ini
keterpihakannya terutama untuk yang kemiskinan, karena memang kalau saya
lihat juga strategi yang digunakan dia lebih mendorong pertumbuhannya.
Sementara kita juga sudah punya pengalaman lebih ingin mendorong
pertumbuhan tetapi malah menjadi problem sehingga mungkin kalau saya usul
ada penegasan tentang semacam kebijakan yang care terutama kepada
kelompok-kelompok yang selama ini kita pihaki, orang miskin. Ada problem dasar
yang saya tangkap memang kita kan seringkali sulit untuk mengidentifikasi siapa
itu si miskin yang mungkin di RPJM ini harus ditegaskan tentang indicator, tentang
siapa dimana, ini harus siapa itu keluarga miskin, apakah penyebab dia menjadi
keluarga miskin. Kemudian kebutuhan apa karena belum tentu misalnya ada
dinas memberikan pelatihan menjahit, kan belum tentu dengan kebutuhan dia
kan.

Mbak Zaki
Baik ibu bapak sekalian dari beberapa hal yang tadi sudah kita rumuskan sejak
pagi maka beberapa input yang jadi penting ada dalam RPJM tadi sudah ada
stressing dari Pak Nandang, tetapi setidaknya yang pertama setidaknya redefinisi
kemiskinan di dalam RPJM harus dilihat kembali, yang kedua ada jaminan
redistribusi sumber daya untuk mengatasi gap sparsisal dan sektoral, yang ketiga
target SPM yang nantinya harus dilihat kembali didalam RPJM. Lalu persoalan data
yang terintegrasi ini yang menjadi satu PR, data di dalam RPJM nanti yang akan
menjadi rujukan capaian tahunan, dan capaian lima tahunan sehingga yang
melakukan evaluasi juga lebih mudah. Kemudian yang kelima relasi pusat dan
daerah terkait program pusat kedaerah dan pendanaan DAU, DAK, TP, Dekon ini
menjadi satu termasuk BLM menjadi satu yang perlu dipertegas di dalam RPJM.
Lalu penyelesaian masalah gap antara perencanaan dan penganggaran. Yang
ketujuh sinkronisasi antar regulasi, ada RT, RW, ada regulasi yag lain yang tidak
bias dipisahkan. Yang kedelapan dokumen perencanan yang terintegrasi satu
dengan yang lainya, ini warning ketika membuat Renstra tidak pernah melihat
RPJM, begitu juga RPJM Des, kemudian melihat juga RPJM Propinsi dan pusat. Yang
ke sembilan koordinasi kelembagaan untuk implementasi program, sesuai dengan
target tahunan, jadi kalau target tahun pertama misalnya untuk ekonomi, apa
sumbangsih dari Disperindagkop, apa sumbangsih dari dinas-dinas yang lain itu
yang harus dipertegas sehingga tidak terjadi ego sektoral. Yang kesepuluh
masukan prioritas perlu tajam, untuk penajaman target dan indicator. Kurang
lebih itu dalam banyak penjelasan tadi yang akan menjadi masukan dalam RPJMD
tentu bersama dengan teman-teman Bappeda nanti yang akan lebih punya kuasa
untuk melakukan reformulasi dari RPJM itu, saya kira itu sekali lagi terimakasih
atas pergumulan ilmu.

Warto
Punya usul sedikit, RPJM maupun program ini siapa saja yang buat tetapi kalau
kalau bupatinya tidak mau diberi masukan maka RPJM tidak akan mach. Kalau
memang dari ekskutif dan legislatif sulit memberi masukan kepada Bupati, maka
kami minta kepada LSM untuk mengingatkan kepada bupati.

Mbak zaki
Semoga ini bukan hanya sekedar menciptakan perencanaan dokumen tetapi lebih
dari itu ini menjadi pergumulan tradisi, ilmu, paradigma, mazhab serta kinerja
kelembagaan yang nanti akan kita tunggu bersama-sama, kurang lebihnya kami
sebagai penyelenggara mohon maaf apabila ada kata, hal yang tidak berkenan
tetapi apabila berbeda pendapat itu adalah satu berkat dan rahmat, terima kasih
wassalamualaikum warrohmatullohi wabarokatu.

You might also like