You are on page 1of 4

Surak Ibra

Dari Garutpedia
Seni tradisional Surak Ibra dikenal juga dengan nama lain Boboyongan Eson. yang berdiri
Sejak Tahun 1910 di Kampung Sindang Sari, Desa Cinunuk, Kecamatan Wanaraja
Kabupaten Garut. Kesenian Tersebut Hasil Ciptaan Raden Djajadiwangsa Putra Dari Raden
Wangsa Muhammad (Dikenal Dengan Nama Lain Raden Papak).

Kesenian ini merupakan suatu sindiran (simbol﴿ atau semboyan tidak setuju terhadap
Pemerintahan Belanda pada waktu itu yang bertindak sewenang-wenang kepada masyarakat
jajahan. Khususnya di daerah Desa Cinunuk Kec. Wanaraja dan umumnya daerah Kabupaten
Garut.

Kesenian ini memiliki tujuan untuk memupuk motivasi masyarakat agar mempunyai
pemerintahan sendiri hasil gotong royong bersama untuk mencapai tujuan cita-cita bangsa
Indonesia. Selain itu juga untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan antara pemerintah dan
masyarakatnya, demi menunjang keadilan dan kebijaksanaan pemerintah secara mandiri
dengan penuh semangat bersama.

ALAT-ALAT YANG DIPAKAI ADALAH : 1. 2 (dua﴿ obor dari bambu. 2. Seperangkat


gendang Pencak / lebih. 3. Seperangkat Dogdog / lebih. 4. Seperangkat Angklung / lebih. 5.
Seperangkat Keprak / lebih. 6. Seperangkat Kentongan Bambu / lebih. 7. Hal-hal lain yang
diperlukan waktunya.

BANYAK PEMAIN :

- Minimal= 40 orang - Sedang= 60 orang - 80 orang - Maksimal = 100 orang lebih Dari sejak
berdiri tahun 1910 sampai sekarang sudah empat generasi, bahkan sekarang pun perlu
diremajakan sebab sudah banyak pemain yang sudah tua.

Surak Ibra

Surak ibra adalah kesenian khan Garut yang cukup unik. Saat ini, ada dua versi kesenian
Surak Ibra. Versi pertama adalah surak Ibra dari Cibatu dan versi kedua adalah Surak Ibra
yang berasal dari Cinunuk, Kecamatan Wanaraja, Garut.

Menurut versi pertama, surak ibra diciptakan oleh Pak Ibra, penduduk Kertajaya, Kecamatan
Cibatu, Garut. Awalnya adalah gabungan kesenian badeng, ngadu lisung, dan seni tepuk
tangan. Tapi kemudian hanya seni tepuk tangan saja yang dikembangkan, karena ngadu
lisung dan badeng sudah tidak dianggap, aneh lagi.

Dari Pak Ibra, kesenian ini sudah diturunkan kepada tiga generasi. Pertama diturunkan pada
Witarma, yang kemudian menurunkannya kembali pada Entas. Ketika dipimpin oleh Entas
inilah, surak ibra yang awalnya hanya dikenal di perkampungan mulai dikenal secara luas .
Surak ibra versi Cibatu ini juga memiliki keunikan tersendiri. Dalam pementasannya
mengandung unsur-unsur magic karena pemainnya mengalami trance, atau tidak sadarkan
diri karena kerasukan. Pertun¬jukannya pun diawali dengan menyediakan sesaji yang harus
disediakan sehari sebelumnya, dan alai-alas yang digunakannya harus diberi mantra terlebih
dahulu.

Karena pada pementasannya banyak pemain yang trance, kesenian ini melibatkan banyak
orang. Bahkan harus terdiri atas beberapa kelom¬pok tergantung dari banyaknya pemain
yang mengalami trance. Setup pemain yang trance harus dijaga beberapa orang agar tidak
melukai dirinya sendiri. Selama pertunjukkan, para pengiring terus-menerus menyahuti
sambil tak henti-hentinya bertepuk tangan.

Sementara dalam surak ibra versi kedua, unsur-unsur magisnya tidak nampak. Menurut versi
ini, kesenian surak ibra – atau disebut juga seni boboyongan – diciptakan pada tahun 1910 di
Kampung Sindangsari, Desa Cinunuk, Wanaraja. Penciptanya adalah Raden Djajadiwangsa,
putra Raden Wangsa Muhammad yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Papak.

Sampai sekarang, kesenian ini sudah diturunkan kepada empat generasi. Menurut sejarahnya,
konon kesenian ini muncul sebagai sindiran terhadap penjajah Belanda yang sewenang-
wenang. Surak ibra lahir karena ingin menunjukan sipat gotong royong dan mandiri. Dari
pertujukannya, versi ini lebih menonjolkan unsur hiburan ketimbang unsur magis seperti
yang diperlihatkan oleh surak ibra versi pertama.

Namun, kedua versi surak ibra sama-sama kolosal. Pementasannya melibatkan puluhan orang
bahkan sampai mencapai 100 pemain. Alat musik yang digunakannya antara lain kendang
penca, dogdog, angklung, keprak, kentongan bambu. Dalam versi kedua, pementasannya juga
menggunakan dua buah obor.

Kecamatan : Wanaraja
Lais
Dari Garutpedia
Lais
Kesenian Lais diambil dari nama seseorang yang sangat terampil dalam memanjat pohon
kelapa yang bernama Laisan, yang sehari-hari dipanggil Pak Lais. Lais ini sudah dikenal
sejak zaman Penjajahan Belanda. Tempatnya di Kampung Nangka Pait, Kecamatan
Sukawening. Atraksi yang ditontonkan mula-mula pelais memanjat bambu lalu pindah ke
tambang sambil menari-nari dan berputar di udara tanpa menggunakan sabuk pengaman.

Kesenian lais merupakan kesenian tradisional yang memperlihatkan ketangkasan pemainnya.


Kesenian ini mirip akrobat yang ditampilkan dalam acara sirkus. Orang yang mengaksikan
bisa dibuat berdebar-debar karena pemain lais membuat penonton terpesona. Cara Pak Lais
memanjat kelapa sangat berbeda dengan yang dilakukan kebanyakan orang. la cukup
memanjat sekali saja untuk mengambil kelapa di beberapa pohon.

Caranya, setelah memanjat clan mengambil kelapa dari satu pohon, ia tidak langsung turun.
Tetapi ia akan mencari pohon terdekat clan menjangkau pelepahnya untuk kemudian
bergelayun pindah ke pohon lain. Demikianlah seterusnya. la akan berpindah-pindah dari satu
pohon kelapa ke pohon kelapa lainnya dengan cara bergelayun melalui pelepahnya.

Karena keahliannya itu, la sering dipanggil untuk diminta memetik kelepa oleh orang-orang
sekampung. Caranya yang unik dalam memetik kelapa akhirnya sering menjadi tontonan
masyarakat. Jika ia diminta memetik kelapa, orang suka berbondong-bondong menontonnya,
terutama anak-anak. Terkadang, orang yang menonton tidak hanyak bersorak sorai, tetapi
membunyikan berbagai tabuhan sambil menari-nari.

Atas inisiatif beberapa tokoh masyarakat, ketangkasan Pa Lais kemudian dimodifikasi dalam
bentuk lain dan ditampilkan dalam berbagai acara hiburan. Sebagai pengganti pohon kelapa,
dipancangkanlah dua batang bambu setinggi ± 12 – 13 meter, dengan jarakrenggang sekitar 6
meter. Pada ujung kedua batang bambu An dipasang tali atau tambang besar untuk Pak Lais
mempertontonkan ketangkasannya. Sementara untuk menyemarakan acara tersebut, disajikan
berbagai tabuhan seperti dogdog, terompet, kendang, dan kempul. Selain itu, ditampilkan
pula seorang pelawak yang berdialog langsung dengan pemain lais.

Dalam perkembangannya, kesenian ini ternyata disukai masyarakat. Banyak orang yang
sengaja mengundang grup kesenian lais untuk berbagai acara hiburan. Bahkan kesenian ini
sempat diundang oleh masyarakat di luar Garut, seperti ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
Sumatra. Salah satu grup kesenian lais yang sampai sekarang masih hidup berasal dari Desa
Cisayad, Kecamatan Cibatu, Garut. Dalam mempertunjukkan lais, grup ini mengiringinya
dengan kesenian dogdog atau kendang penca. Mula-mula ditampilkan reog atau lawakan.
Baru kemudian pemain lais naik ke atas bambu dan melakukan berbagai atraksi di atas
tambang bertelungkup, berputar, tiduran, jungkir balik, berjalan dengan satu tangan, atau
turun dari atas bambu dengan kepala di bawah.
Kecamatan : Cibatu

Gesrek
Dari Garutpedia
Seni Gesrek disebut juga Seni Bubuang Pati (mempertaruhkan nyawa). Bila dikaji dengan
teliti, seni Gesrek dapat dikatakan juga bersifat religius. Dengan ilmu-ilmu, mantra-mantra
yang berasal dari ayat Al Quran pelaku seni ini bisa tahan pukulan, tidak mempan senjata
tajam atau tidak mempan dibakar.

Demi keutuhan mengasah ilmu yang dimiliki pemain Gesrek perlu mengadakan pemulihan
keutuhan ilmu dengan jalan ngabungbang (kegiatan ketuhanan yang dilaksanakan tiap malam
tanggal 14 Maulud) yaitu mengadakan mandi suci tujuh muara yang menghadap sebelah
timur sambil mandi dibacakan mantra-mantra sampai selesai atas bantuan teman atau guru
apabila masih ada. Jadi dengan adanya Seni Gesrek kegiatan ritual bisa dilaksanakan secara
rutin sebagai rasa persatuan dan kesatuan sesama penggemar seni yang dirasa masih langka.

Setelah terciptanya Seni Gesrek timbul gagasan untuk mengkolaborasikannya dengan seni
yang berkembang juga di wilayah ini yaitu seni Abah Jubleg. Seni ini dikatakan khowarikul
adat (di luar kebiasaan) karena Abah Jubleg dapat mengangkat benda yang beratnya lebih
dari 1 (satu) kwintal dengan menggunakan kekuatan gigi, dapat mengubah kesadaran
manusia menjadi tingkah laku binatang (Babagongan/Seseroan) dan memakan benda yang
tidak biasa dimakan oleh manusia.

Kecamatan : Pamulihan

Pencak Ular
Dari Garutpedia
Merupakan kesenian tradisional dari Kec. Samarang. Pencak silat ini tidak jauh berbeda
dengan pencak silat yang ada, hanya selain mendemontrasikan jurus-jurus silat, pesilat itu
membawa ular berbisa dalam atraksi. Kelebihan lain pesilat bisa menjinakan ular-ular itu
bahkan kebal terhadap gigitannya.

Kecamatan : Samarang

You might also like