Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Oleh:
FAKULTAS USHULUDDIN
2009
MAQAMAT DAN TINGKATANNYA
I.Pendahuluan
Untuk mencapai tujuan tasawuf, seorang mubtadi harus menempuh jalan yang panjang
dan berat, melakukan berbagai macam usaha dan amal baik yang bersifat amal zhahir maupun
amal bathin. Walaupun pengetahuan dalam dunia tasawuf itu pada dasarnya bersifat repetitive,
tetapi ia dapat dipelajari melalui tahap-tahap tertentu atau yang biasa disebut dengan istilah
maqam.1
Kaum sufi selalu berusaha mensucikan diri, guna lebih mendekatkandiri pada Ilahi.
Berbagai tingkatan (maqam) dilalui untuk mencapai tinkatan tertinggi (tujuan). Dengan berbagai
macam usaha pensucian diri, maka bertambahlah cerahnya mata batin dalam melihat
kemakhlukan diri (terbukanya hijab). Dikarekan pengetahuan tasawuf bersifat pengalaman, maka
tingkatan maqamat sendiri tak bisa disamakan antara sufi satu dengan sufi yang lain.
II.Rumusan masalah
1. Maqamat
2. Taubat
3. Zuhud
4. Wara’
5. Faqir
III.Pembahasan
1. Pengertian Maqam
Maqam berasal dari bahasa arab (مقام ج مقامات- )فام – يقومyang artinya tingkatan.
Sedangkan menurut para sufi, maqam ialah tingkatan seorang hamba Allah dihadapan-Nya,
dalam hal ibadah dan latihan-latihan jiwa yang dilakukannya.
Menurut Harun Nasution, maqamat adalah jalan ruhani yang harus dilewati oleh
2 Dr. Asep Umar Ismail, Tasawuf, Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2005, hlm. 112.
3 Ibide
4 Ibide
5 Media-Sufi.com
a. Taubat dalam arti meninggalkan segala kemaksiatan dan melakukan kebaikan
secara terus-menerus;
b. Taubat ialah kembali dari kejahatan kepada ketaatan karena takut kepada
kemurkaan Allah;
c. Terus menerus melakukan taubat walaupun tidak melakukan dosa.
Sementara menurut Dzun Nun Al-Mishri, taubat dibagi menjadi dua:
a. Taubat orang awam, yaitu taubat dari dosa;
b. Taubat khawas, adalah taubat dari kelalaian.
Menurut Harun Nasution pembagian maqam taubat menjadi tiga tingkatan:
a. Seorang calon sufi harus bertauba dari dosa-dosa besar yang telah
dilakukannya;
b. Bertaubat dari dosa-dosa kecil;
c. Bertaubat dari hal-hal yang bersifat makruh dan subhat.
Dalam dunia sufi yang dimaksud taubat disini adalah taubat nasukha, yaitu berusaha
semaksimal mungkin untuk mengulangi dosa-dosa yang dilakukan. Untuk mencapai kondisi
taubat diperlukan waktu yang panjang. Sebagtai mana hadits Rasul yang artinya “Demi
Allah, saya memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepadanya dalam sehari lebi dari
tujuh puluh kali”.
Fungsi taubat bagi para sufi tidak hanya sebagai penghapus dosa, akan tetapi sebagai
sarat mutlak dan syarat pertama agar lebih dekat kepada Allah. Dengan demikian taubat yang
dilakukan para sufi diartikan dengan lupa segala sesuatu selain Allah.
Orang yang taubah, kata al-Hujwiri, adalah orang yang cinta kepada Allah. Orang
cinta kepada Allah senantiasa mengadakan kontemplasi tentang Allah. Taubah merupakan
tahapan pertama yang harus dilewati oleh seorang pengamal ajaran tasawuf. Inilah yang
disebut sebagai perubahan (konversi) dan merupakan pertanda dari kehidupan baru. Namun,
seseorang tetap dianggap belum bertaubat, hingga: (1) ia segera meninggalkan dosa, baik
yang disadari atau tidak, dan (2) berjanji dalam hati bahwa ia tidak akan mengulangi dosa-
dosa tersebut di masa mendatang.6
3. Zuhud
Zuhud merupakan tingkatan lanjutan dari taubat. Artinya, apabila seorang salik telah
6 Ibide
bertaubat, maka dia dapat menuju maqam berikutnya, zuhud. Menurut bahasa, zuhud berasal
dari kata ( زهدا- ) زهد – يزهدyang artinya tidak ingin.
Istilah zuhud sering disebut dengan asketisme yaitu keadaan meninggalkan dunia dan
hidup kematerian. Makna zuhud lebih diartika sebagai sifat menjauhkan diri dan melepaskan
diri dari ketergantungan tehadap kehidupan duniawi dan semua hal yang bersifat bendawi
dan mengutamakan kehidupan ukhrawi.
Biasanya sifat demikian ditunjukan dengan jalan mengasingkan diri atau uzlah
dengan menjalankan serangkaian ibadah.
Dalam tasawuf, zuhud dijadikan maqam dalam upaya melatih diri dan menyucikan
hati untuk melepaskan ikatan hati dengan dunia. Maka di dalam tasawuf zuhud diberi
pengertian dan diamalkan secara bertingkat.
Menurut al-Ghazai dalam mutiara ihya’ ulumuddin7, derajat zuhud tertinggi adalah
tidak menyujai segala sesuatu selain Allah, bahkan terhadap akherat.
Ada tiga derajat kezuhudan, yaitu:
a. Memaksa diri untuk menjauhi keduniaan dengan memerangi nafsunya padahal ia
sangat menginginkannya.;
b. Menjauhkan diri dari keduniaan secara suka-rela karena ia merendahkannya untuk
memperoleh apa yang sangat diharapkannya, akherat;
c. Berlaku zuhud secara sukarela dan menjauhkan diri didalam kezuhudannya,
sehingga ia tidak merasa meninggalkan sesuatu karena mengetahui bahwa dunia
ada nilainya.
Imam Al-Ghazali menyebutkan ada 3 tanda-tanda zuhud, yaitu: pertama, tidak
bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena hal yang hilang. Kedua, sama
saja di sisinya orang yang mencela dan mencacinya, baik terkait dengan harta maupun
kedudukan. Ketiga, hendaknya senantiasa bersama Allah dan hatinya lebih didominasi oleh
lezatnya ketaatan. Karena hati tidak dapat terbebas dari kecintaan. Apakah cinta Allah atau
cinta dunia. Dan keduanya tidak dapat bersatu.
Jadi, tanda zuhud adalah tidak adanya perbedaan antara kemiskinan dan kekayaan,
kemuliaan dan kehinaan, pujian dan celaan karena adanya dominasi kedekatan kepada Allah.
4. Wara’
IV.Penutup
Demikian makalah ini kami sampaikan, semoga melalui pengetahuan ini dapat
menambah ketaqwaan kita terhadap Allah, dan dapat menuju puncak keindahan dalam dunia
tasawuf.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Asep Umar Ismail, Tasawuf, Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2005
Mufazi. Blogspot.com/tahapan maqamat.html
Media-Sufi.com
Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin, Bandung: Mizan, 2003
Al-Ghazali, Ihya’ al- Ghazali, Jakarta: Faizan, 1985