You are on page 1of 9

PENYEMBUHAN MELALUI DZIKIR

TAREKAT QADIRIYAH-NAQSYABANDIYAH

I. PENDAHULUAN
Sebagai seorang muslim, kita menyakini bahwa Islam sangatlah universal.
Letak ke-universaltas Islam bukan hanya pada masalah agama, syari’at semata akan
tetapi universalitas Islam juga mencakup aspek penting dalam kehidupan manusia,
yakni kesehatan.
Dalam al-Qur’an kata penyembuhan (Syafa dan segala turunannya) berulang
sebanyak 8 kali.1 Diantaranya dalam surat As-Syu’ara ayat 80:

Artinya: dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku”. (QS. As-Syu’ara’:
80)
Ayat tersebut, menyakinkan kita bahwa Islam datang dengan membawa
berbagai macam ke-universalitas Islam, diantaranya adalah kesehatan. Dari-Nyalah
penyembuhan dan melalui al-Qur’an-lah Allah memberikan sarana, supaya kita
berikhtiar.

II. POKOK PERMASALAHAN


1. Sekilas Mengenai Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah;
2. Memaknai Sakit dan Penyakit;
3. Urgensi Dzikir Bagi Kesehatan;

III. PEMBAHASAN
1. Sekilas Mengenai Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah
A. Asal Usul Gerakan Tarekat Qadiriyah Wa
Naqsyabandiyah
Ketika kita telaah secara mendalam, lahirnya tareqat sangat dipengaruhi
oleh sosiokultural pada masyarakat itu sendiri. Umat Islam memiliki warisan
kultural para Ulama sebelumnya yang dapat digunakan terutama di bidang

1 Mustamir, Rahasia Energi Ibadah Untuk Penyembuhan, Yogyakarta: Penerbit Lingkaran, 2007,
hlm. xv
tasawuf, yang merupakan aspek kultural yang ikut membidangi lahirnya
tarekat-tarekat pada masa itu. Misalnya Abu Hamid al- Ghazali (wafat 505 H /
1111 M) dengan karyanya yang monumental: Ihya Ulum al- Din
(menghidupkan ilmu-ilmu agama) telah memberikan pedoman tasawuf secara
praktis yang kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh sufi berikutnya seperti Syekh
Abd al- Qadir al- Jailani yang merupakan pendiri Tarekat Qadiriyah.
Di Indonesia terkenal sebuah Tarekat bernama Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah. Tarekat ini merupakan tarekat terbesar, terutama di pulau
Jawa. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang ada di Indonesia didirikan
Ahmad Khatib Sambas ibn Abd Ghaffar al- Sambasi al-Jawi. Ia wafat di
Mekah pada tahun 1878 M.
Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, merupakan gabungan dari dua
tarekat yang berbeda yaitu Tarekat Qadiriyah dan Tarekot Naqsabandiyah.
Tarekat Qadiriyah didirikan oleh Syekh Abd al-Qadir al-Jailani (W. 561/1166
M). Syekh Abd al-Qadir al-Jailani selalu menyeru kepada murid-muridnya agar
bekerja keras dalam kehidupan sebagai bekal untuk memperkuat ibadah yang
dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Ia juga melarang kepada muridnya
menggantungkan hidup kepada masyarakat. Pada Tarekat Qadiriyah
menekankan ajarannya pada dzikir jahr nafi isbat yaitu melafadkan kalimat
lailahailalah dengan suara keras.2
Sedangkan Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh Muhammad ibn
Muhammad Bahauddin al-Naqsyabandi yang hidup antara tahun 717-791 H./
1317-1389 M. Ia dilahirkan di desa yang bernama Qashrul Arifin yang terletak
beberapa kilometer dari kota Bukhara, Rusia. Tarekat Naqsyabandiyah
menekankan pada dzikir siri ismu dzat yaitu melafadkan kalimat Allah dalam
hati.
Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang terdapat di Indonesia
bukanlah hanya merupakan suatu penggabungan dari dua tarekat yang berbeda
yang diamalkan bersama-sama. Tarekat ini menjadi sebuah tarekat yang baru
dan berdiri-sendiri, yang di dalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan
Naqsyabandiyah telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru. Penggabungan
inti dari kedua ajaran ini atas dasar pertimbangan logis dan strategis bahwa

2 http://www.muryanawaludin.co.cc/2009/07/tarekat-qadiriyah.html, selasa, 23 Maret 2010, 11:56


kedua ajaran inti itu bersikap saling melengkapi terutama dalam hal jenis dzikir
dan metodenya.
B. Pokok-Pokok Ajaran Tarekat Qadiriyah Wa
Naqsabandiyah
a) Kesempurnaan Suluk,
Maksud kesempurnaan suluk disini dalam rangka mendekatkan diri kepada
Allah, yaitu dalam tiga dimensi keimanan, yaitu : Islam, Iman, dan Ikhsan.
Ketiga term tersebut biasanya dikemas dalam satu jalan three in one yang
sangat populer dengan istilah syariat, tarekat,dan hakikat.
b) Adab Kepada Para Mursyid
Adab kepada mursyid (syekh), merupakan ajaran yang sangat prinsip dalam
tarekat. Adab atau etika murid dengan mursyidnya diatur sedemikian rupa
sehingga menyerupai adab para sahabat terhadap Nabi Muhammad SAW.
Hal ini diyakini karena muasyarah (pergaulan) antara murid dengan
mursyid melestarikan sunnah (tradisi) yang dilakukan pada masa nabi.
Kedudukan murid menempati peran sahabat sedang kedudukan mursyid
menempati peran nabi dalam hal irsyad (bimbingan) dan ta’lim
(pengajaran).
c) Dzikir
Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah adalah termasuk tarekat dzikir.
Sehingga dzikir menjadi ciri khas yang mesti ada dalam tarekat. Dalam
suatu tarekat dzikir dilakukan secara terus-menerus (istiqamah), hal ini
dimaksudkan sebagai suatu latihan psikologis (riyadah al-nafs) agar
seseorang dapat mengingat Allah di setiap waktu dan kesempatan.
Dalam ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah terdapat 2 (dua) jenis
dzikir yaitu:
1) Dzikir nafi isbat yaitu dzikir kepada
Allah dengan menyebut kalimat
“lailahaillallah”. Dzikir ini
merupakan inti ajaran Tarekat
Qadiriyah yang dilafadzkan secara
jahr (dengan suara keras).
2) Dzikir ismu dzat yaitu dzikir kepada
Allah dengan menyebut kalimat
“Allah” secara sirr atau khafi (dalam
hati). Dzikir ini juga disebut dengan
dzikir latifah dan merupakan ciri khas
dalam Tarekat Naqsyabandiyah.
Untuk mengenai tata cara dzikir, ketika melafadzkan kata la
digambarkan sebagai pikiran, ditarik dari pusar ke otak dengan dipanjangkan
bacaannya, kemudian disambung lafat ilaaha kearah kanan. Dan disambung
kata illallah, yang dipukulkan dengan sangat kuat diarah kiri tepat disanubari
(jantung) agar kalimat ”al-Musyarafah” ini dengan serta merta melintas ke
kelima lathaif (latifah al-qalb, latifah ar-ruh, latifah as-sir, latifah al-khafiy dan
latifah al-akhfa). Disamping itu supaya hati teringat dengan makna tayyibah
tersebut, yaitu la maqsudu ill Allah (tiada dzat yang dituju dengan haq kecuali
Allah).3 Dan dzikir ini boleh dilakukan dengan suara Jahr (keras) maupun sirr
(rahasia), karena yang diharapkan bukanlah suara akan tetapi ketenangan hati.

2. Memaknai Sakit dan Penyakit


Dalam proses pencegahan terutama dalam proses penyembuhan,
pemaknaan terhadap sakit dan penyakit sangatlah berperan vital. Karena
pemaknaan yang keliru terhadap sakit dan penyakit akan menghambat proses
dalam penyembuhan, sebaliknya pemaknaan sakit dan penyakit secara benar akan
membantu proses dalam penyembuhan.
Dalam sebuah hadits nabi, ketika nabi berkunjung ke rumah Ummu Sa’aib,
yang penjelasannya kurang lebih: “Dari Jaabin ra.: ”Sesungguhnya Rasulullah
memasuki rumah ummu sua’aib atau Ummu Musyayyib, Rasulullah bertanya:
Wahai Sua’aib mengapa engkau menggigil? Ummu Sua’aib menjawab, saya
demam, semoga Allah tidak memberkati demam ini, lalu Rasulullah berkata:
janganlah engaku memaki demam, sesungguhnya demam itu menghilangkan dosa-
dosa Bani Adam laksana tiupan api menghapus karat-karat besi” (HR. Bukhari
Muslim).
Dari pelajaran tersebut tersebut, dapat kita ambil pelajaran berharga. Ketika

3 Muhammad Sholikhin, 17 Jalan Menggagapai Mahkota Sufi Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jainalani,
Jakarta: Mutiara Media, 2009, hlm. 431.
sebuah penyakit menimpa kita, maka janganlah kita bersikap negative, memaki,
maupun bersedih dengan penyakit tersebut. Bersikaplah tenang dan yakin bahwa
penyakit itu dating dari Allah dan sebagai ujian bagi kita.
Dalam penjelasan yang lain, “suatu ketika nabi berkata: tolonglah orang
yang dizalimi dan yang menzalimi. Para sahabat menjadi bingung: Rasulullah,
bagaimana caranya menolong yang menzalimi? Rasul menjawab: dengan
mencegah berbuat zalim”.4
Maksud dari cerita diatas, menolong orang yang dizalimi adalah dengan
memaafkan si pemukul, dalam artian membiarkannya tidak memukul kembali.
Kalau kita analogikan, ketika kita merasakan rasa sakit. Langkah pertama
adalah menerima rasa sakit sebagai suatu kenyataan dan memaafkan penyakit
(pemukul) agar tidak kembali berbuat zalim. Dan ketika kita memberikan sikap
negative, maka kita akan mendapat dua kerugian, rasa sakit akibat dipuku serta
perasaan kita yang dihinggapi amarah dan dendam.

3. Urgensi Dzikir Bagi Kesehatan


A. Konsep Sehat dan Sakit
Sehat adalah impian bagi setiap manusia, namun setiap individu
mempunyai ukuran tersendiri dalam menentukan dirinya sehat atau sakit.
Untuk memahami konsep sehat, menurut WHO (World Health
Organization) tahun 1984, batasan sehat meliputi bio-psiko-sosial-spiritual,
maksudnya sehat tidak hanya fisik, psikologi, dan social, namun sehat juga
mencakup sehat spiritual.5
Agama juga mempunyai peranan penting dalam kesehatan jiwa (mental
health), karena antara kesehatan jiwa dan agama terdapat titik kesamaan, yaitu
mengandung arti keadaan kesejahteraan (well being).
Sedangkan sehat menurut UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan,
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Kalau kita generalisasikan, Sehat merupakan suatu keadaan yang
dinamis dimana individu dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-

4 Op.cit., hlm. xix


5 Masyudi In’ammuzahiddin dan Arvitasari Nurul Wahyu, Berdzikir Dan Sehat Ala Ustadz
Hariono, Semarang, Syifa Press, 2006, hlm. 27
perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit)
dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan
kesehatannya.6
B. Dzikir Bagi Kesehatan
Sebagaimana dikatakan oleh Syeikh Sambas dan Sukayat, penyakit
dibagi menjadi 2 Macam7:
1. Penyakit hati atau penyakit jiwa
2. Penyakit badan atau penyakit jasad.
Sedangkan pengertian penyakit itu sendiri, adalah situasi jasmani dan
rohani yang kehilangan keseimbangan dan keharmonisan interaksi.
Banyak diantara kita menyadari bahwa adanya kondisi sakit, selain
dipengaruhi oleh kondisi fisik, juga dipengaruhi oleh aspek lain (mental,
pikiran, dan perasaan) seseorang yang tidak seimbang, sehingga menimbulkan
berbagai rasa sakit.
Dengan kata lain, penyakit timbul dikarenakan kondisi jiwa yang
tidak stabil, yang mengakibatkan penyakit pada tubuh menghampirinya,
terutama penyakit fisik. Begitu juga sebaliknya, jika kondisi kita stabil maka
tubub juga terjaga dari penyakit.
Dalam hal ini, syaikh Hakim Mu’inuddin Chisty menyatakan, dengan
beribadah kita dapat mengobati berbagai macam penyakit, tak kecuali penyakit
secara fisik.
Akan tetapi yang perlu di ingat dalam pengobatan sufi (sufi healing)
ini, bahwa sakit, sembuh semua dari Allah, dan itu harus kita sadari.
Sedangkan inti dari penyembuhan dzikir ini adalah proses keyakinan, serta
proses konsentrasi dilakukan pada sumber kehidupan dan sumber magnetis
yang terletak pada jantung (Qolb) dan selanjutnya diperluas ke otak. Sabda
Nabi yang artinya: “ketahuilah sesungguhnya didalam tubuh manusia ada
segumpal daging, jika ia sehat maka sehatlah seluruh tubuh itu, dan jika ia
rusak maka akan sakit seluruh tubuh itu, sesungguhnya itu adalah jantung”.
(HR. Bukhari Muslim).
Rasulullah menjelaskan bahwa segumpal daging yang dimaksud

6 Paper matakuliah IKD oleh Muhammad Azinar (dosen penyuluhan kesehatan masyarakat Unnes)
7 Masyudi In’ammuzahiddin dan Arvitasari Nurul Wahyu, Op.cit. hlm. 30
adalah al-Qolbu, yang lazim diartikan jantung, bukan hati.8
Menurut para sufi, fungsi jantung tidak hanya sebagai pompa
fisiologis untuk menyebarkan darah keseluruh tubuh, tetapi juga memberikan
dua fungsi vital:
1) Jantung sebagai tempat penyimpanan sifat-sifat ketuhanan. Hal ini terdapat
dalam pengalaman dari Asma’ul Khusna.
2) Jantung sebagai tempat pembentukan nafsu yang masuk bersama dengan
setiap nafas.
Demikian halnya, apabila kita sering berdzikir dengan menggunakan
asma’ul khusna, maka kita akan dekat dengan Allah, sehingga kita akan
memperoleh sifat-sifat ketuhanan tersebut sebagai potensi yang tersimpan
dalam jantung, sebagai aplikasi aktivitas manusia.
Jadi, jantung merupakan organ yang sangat penting. Ia merupakan
tempat bertemunya tiga komponen yang membangun tubuh, yaitu: tubuh fisik,
tubuh pikiran, dan tubuh ruh/jiwa. Dan qolb ini sering disebut sebagai hati
nurani yang merupakan control terhadap tingkah laku manusia.
Kalau dikaitkan dengan teori Freud, apabila seorang tidak berdzikir
(ingat kepada Allah), maka gerak hidupnya akan selalu dalam pengaruh ID
(Das Es), maka orang itu akan menjadi psikopat, yakni suatu keadaan, dimana
seseorang tidak memperhatikan norma-norma dalam segala tindakannya. Dan
sebaliknya. Dengan senantiasa berdzikir, maka super ego akan berfungsi
sebagai alat kontrol bagi prilaku manusia.
C. Dzikir Dalam Ilmu Kedokteran
1) Penelitian yang dilakukan oleh Comstock, GW (1972).
seperti yang termuat dalam Journa of Chronic Diseases, menyatakan bahwa
bagi mereka yang melakukan kegiatan keagamaan secara teratur disertai
doa dan zikir, ternyata risiko kematiannya akibat jantung koroner lebih
rendah 50 %, sementara kematian akibat emphisema (paru-paru ) lebih
rendah 56 %, kematian akibat penyakit hati (cirrhosis hepatis) lebih rendah
74 % dan kematian akibat bunuh diri lebih rendah 53 %.
2) Penelitian yang dilakukan ilmuwan Larson (1989)
Terhadap pasien dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi dibandingkan

8 Masyudi In’ammuzahiddin dan Arvitasari Nurul Wahyu, ibid, hlm. 45


dengan kelompok (bukan pasien hipertensi), diperoleh kenyataan bahwa
komitmen agama kelompok kotrol lebih baik dan dikemukakan bahwa
kegiatan agama seperti doa, zikir mencegah seseorang dari hipertensi.
3) Penelitian Levin dan Vanderpool (1989)
Demikian pula terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah, bahwa
kegiatan agama akan memperkecil risiko menderita penyakit jantung dan
pembuluh darah (kardiovaskuler).
Alfred Tomatis seorang dokter dari Perancis yang lima puluh tahun
mengadakan eksperimen tentang hubungan antara rangsang pendengaran
terhadap tubuh, dimana pendengaran dapat mengotrol regulasi kerja tubuh
dalam mengontrol dan mengendalikan sistem syaraf.
Dalam eksperimen, Alfred menemukan syaraf pendengaran
berhubungan dengan seluruh otot tubuh, dan merupakan alasan mengapa
keseimbangan dan fleksibilitas tubuh, dan seluruh kerja tubuh dipengaruhi oleh
suara, frekwensi suara dari labirin telinga berhubungan dengan seluruh bagian
tubuh seperti jantung, paru-paru, hati, pencernaan dan usus halus.
1960 seorang ilmuwan bernama Hans Jenny menemukan bahwa efek
suara mempengaruhi bentuk, dan material sel didalamnya. Tahun 1974 seorang
peneliti Fabien Maman and Sternheimer menemukan bahwa setiap bagian dari
tubuh mempunyai system vibrasi. Beberapa tahun kemudian Fabien dan
Grimal menemukan bahwa suara, berefek pada sel.9

IV. KESIMPULAN
Pada dasarnya, dalam sebuah tarekat pasti ada dzikir. Karena inti bertarekat adalah
untuk (lebih) mendekatkan diri kepada Maha Pencipta. Untuk mengenai dzikir sendiri,
pada masing-masing tarekat mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Dalam
tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, ada dua metode, yaitu dengan cara ismu dzat
dan naïf isbat.
Dalam pertemuan kali, tidak membahasa apa itu tarekat, akan tetapi bagaimana dengan
tarekat (lebih khusus Dzikir) bias berpengaruh pada kesehatan tubuh kita.
Para ahli kedokteran telah meneliti mengenai pengaruh dzikir (mengingat Allah)
dalam prsoses penyembuhan atau dalam menjaga kesehatan. Alhasil, bagi seorang

9 www.kaheel7.com oleh dr Liza (140.366.660) Dinkes Kabupaten Cirebon


yang lebih banyak berdzikir, akan membantu dalam proses penyembuhan.
V. PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Masyudi In’ammuzahiddin dan Arvitasari Nurul Wahyu, Berdzikir Dan Sehat Ala
Ustadz Hariono, Semarang, Syifa Press, 2006
Mustamir, Rahasia Energi Ibadah Untuk Penyembuhan, Yogyakarta: Penerbit
Lingkaran, 2007
Muhammad Sholikhin, 17 Jalan Menggagapai Mahkota Sufi Syaikh ‘Abdul Qadir al-
Jainalani, Jakarta: Mutiara Media, 2009
Paper matakuliah IKD oleh Muhammad Azinar (dosen penyuluhan kesehatan
masyarakat Unnes)
www.kaheel7.com oleh dr Liza (140.366.660) Dinkes Kabupaten Cirebon
http://www.muryanawaludin.co.cc/2009/07/tarekat-qadiriyah.html, selasa, 23 Maret
2010, 11:56

You might also like