You are on page 1of 5

9 Jenis Sedekah

Kategori : Akhlak & Teladan

Rabu, 21 Mei 2008 @ 14:30:12

Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah saw. berkata kepada
beliau: “Wahai Rasulullah saw., orang-orang kaya telah pergi membawa banyak pahala.
Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa,
namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah saw. bersabda,
“Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu,
setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah
sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah
sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat
bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan
syahwatnya dan dia mendapatkan pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Bagaimana
pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa?
Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR.
Muslim)

Sanad Hadits

Hadits di atas memiliki sanad yang lengkap (sebagaimana yang terdapat dalam Shahih
Muslim, Kitab Al-Zakat, Bab Bayan Anna Ismas Shadaqah Yaqa’u Ala Kulli Nau’ Minal
Ma’ruf, hadits no 1006).

Gambaran Umum Tentang Hadits

Hadits ini memberikan gambaran luas mengenai makna shadaqah. Karena digambarkan
bahwa shadaqah mencakup segenap sendi kehidupan manusia. Bukan hanya terbatas
pada makna menginfakkan uang di jalan Allah, memberikan nafkah pada fakir miskin atau
hal-hal sejenisnya. Namun lebih dari itu, bahwa shadaqah mencakup segala macam dzikir
(tasbih, tahmid dan tahlil), amar ma’ruf nahi mungkar, bahkan hubungan intim seorang
suami dengan istrinya juga merupakan shadaqah. Oleh karena itulah, Rasulullah saw.
secara tersirat meminta kepada para sahabatnya untuk pandai-pandai memanfaatkan
segala aktivitas kehidupan agar senantiasa bernuansakan ibadah. Sehingga tidak perlu
‘gusar’ dengan orang-orang kaya yang selalu bersedekah dengan hartanya. Karena makna
shadaqah tidak terbatas hanya pada shadaqah dengan harta.

Asbabul Wurud Hadits

Hadits ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan beberapa Muhajirin yang fakir, dimana
mereka ‘terpaksa’ meninggalkan harta benda mereka di Mekah, sehingga mereka merasa
tidak dapat bershadaqah. Ketika pertanyaan mereka terlontar ke Rasulullah saw., beliau
memberikan jawaban yang dapat menenangkan jiwa dan pikiran mereka.

Makna Hadits
Hadits ini muncul dengan latar belakang ‘kegundahan hati’ para sahabat, manakala mereka
merasa tidak dapat optimal dalam beribadah kepada Allah swt.. Karena mereka merasa
bahwa para sahabat-sahabat yang memiliki kelebihan harta, kemudian menshadaqahkan
hartanya tersebut, tentulah akan mendapatkan derajat yang lebih mulia di sisi Allah swt..
Sebab mereka melaksanakan shalat, puasa, namun mereka bersedekah, sedangkan kami
tidak bersedekah, kata para sahabat ini.

Akhirnya Rasulullah saw. sebagai seorang murabbi sejati memberikan motivasi serta
dorongan agar mereka tidak putus asa, dan sekaligus memberikan jalan keluar bagi para
sahabat ini. Jalan keluarnya adalah bahwa mereka dapat bershadaqah dengan apa saja,
bahkan termasuk dalam hubungan intim suami istri. Oleh karenanya tersirat bahwa
Rasulullah saw. meminta kepada mereka agar padai-pandai mencari peluang ‘pahala’
dalam setiap aktivitas kehidupan sehari-hari, agar semua hal tersebut di atas terhitung
sebagai shadaqah.

Pengertian Shadaqah

Secara umum shadaqah memiliki pengertian menginfakkan harta di jalan Allah swt.. Baik
ditujukan kepada fakir miskin, kerabat keluarga, maupun untuk kepentingan jihad fi
sabilillah. Makna shadaqah memang sering menunjukkan makna memberikan harta untuk
hal tertentu di jalan Allah swt., sebagaimana yang terdapat dalam banyak ayat-ayat dalam
Al-Qur’an. Di antaranya adalah Al-Baqarah (2): 264 dan Al-Taubah (9): 60.

Kedua ayat di atas menggambarkan bahwa shadaqah memiliki makna mendermakan uang
di jalan Allah swt. Bahkan pada ayat yang kedua, shadaqah secara khusus adalah
bermakna zakat. Bahkan banyak sekali ayat maupun hadits yang berbicara tentang zakat,
namun diungkapkan dengan istilah shadaqah.

Secara bahasa, shadaqah berasal dari kata shidq yang berarti benar. Dan menurut Al-
Qadhi Abu Bakar bin Arabi, benar di sini adalah benar dalam hubungan dengan sejalannya
perbuatan dan ucapan serta keyakinan. Dalam makna seperti inilah, shadaqah diibaratkan
dalam hadits: “Dan shadaqah itu merupakan burhan (bukti).” (HR. Muslim)

Antara zakat, infak, dan shadaqah memiliki pengertian tersendiri dalam bahasan kitab-kitab
fiqh. Zakat yaitu kewajiban atas sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu dan untuk
kelompok tertentu.

Infak memiliki arti lebih luas dari zakat, yaitu mengeluarkan atau menafkahkan uang. Infak
ada yang wajib, sunnah dan mubah. Infak wajib di antaranya adalah zakat, kafarat, infak
untuk keluarga dan sebagainya. Infak sunnah adalah infak yang sangat dianjurkan untuk
melaksanakannya namun tidak menjadi kewajiban, seperti infak untuk dakwah,
pembangunan masjid dan sebagainya. Sedangkan infak mubah adalah infak yang tidak
masuk dalam kategori wajib dan sunnah, serta tidak ada anjuran secara tekstual ayat
maupun hadits, diantaranya seperti infak untuk mengajak makan-makan dan sebagainya.

Shadaqah lebih luas dari sekedar zakat maupun infak. Karena shadaqah tidak hanya berarti
mengeluarkan atau mendermakan harta. Namun shadaqah mencakup segala amal atau
perbuatan baik. Dalam sebuah hadits digambarkan, “Memberikan senyuman kepada
saudaramu adalah shadaqah.”

Makna shadaqah yang terdapat dalam hadits di atas adalah mengacu pada makna
shadaqah di atas. Bahkan secara tersirat shadaqah yang dimaksudkan dalam hadits adalah
segala macam bentuk kebaikan yang dilakukan oleh setiap muslim dalam rangka mencari
keridhaan Allah swt. Baik dalam bentuk ibadah atau perbuatan yang secara lahiriyah terlihat
sebagai bentuk taqarrub kepada Allah swt., maupun dalam bentuk aktivitas yang secara
lahiriyah tidak tampak seperti bertaqarrub kepada Allah, seperti hubungan intim suami istri,
bekerja, dsb. Semua aktivitas ini bernilai ibadah di sisi Allah swt.

Macam-Macam Shadaqah

Rasulullah saw. dalam hadits di atas menjelaskan tentang cakupan shadaqah yang begitu
luas, sebagai jawaban atas kegundahan hati para sahabatnya yang tidak mampu secara
maksimal bershadaqah dengan hartanya, karena mereka bukanlah orang yang termasuk
banyak hartanya. Lalu Rasulullah saw. menjelaskan bahwa shadaqah mencakup:

1. Tasbih, Tahlil dan Tahmid

Rasulullah saw. menggambarkan pada awal penjelasannya tentang shadaqah bahwa


setiap tasbih, tahlil dan tahmid adalah shadaqah. Oleh karenanya mereka ‘diminta’ untuk
memperbanyak tasbih, tahlil dan tahmid, atau bahkan dzikir-dzikir lainnya. Karena semua
dzikir tersebut akan bernilai ibadah di sisi Allah swt. Dalam riwayat lain digambarkan:

Dari Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw. berkata, “Bahwasanya diciptakan dari setiap
anak cucu Adam tiga ratus enam puluh persendian. Maka barang siapa yang bertakbir,
bertahmid, bertasbih, beristighfar, menyingkirkan batu, duri atau tulang dari jalan, amar
ma’ruf nahi mungkar, maka akan dihitung sejumlah tiga ratus enam puluh persendian. Dan
ia sedang berjalan pada hari itu, sedangkan ia dibebaskan dirinya dari api neraka.” (HR.
Muslim)

2. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Setelah disebutkan bahwa dzikir merupakan shadaqah, Rasulullah saw. menjelaskan


bahwa amar ma’ruf nahi mungkar juga merupakan shadaqah. Karena untuk merealisasikan
amar ma’ruf nahi mungkar, seseorang perlu mengeluarkan tenaga, pikiran, waktu, dan
perasaannya. Dan semua hal tersebut terhitung sebagai shadaqah. Bahkan jika dicermati
secara mendalam, umat ini mendapat julukan ‘khairu ummah’, karena memiliki misi amar
ma’ruf nahi mungkar. Dalam sebuah ayat-Nya Allah swt. berfirman:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” [QS. Ali Imran (3): 110]

3. Hubungan Intim Suami Istri


Hadits di atas bahkan menggambarkan bahwa hubungan suami istri merupakan shadaqah.
Satu pandangan yang cukup asing di telinga para sahabatnya, hingga mereka bertanya,
“Apakah salah seorang diantara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan
shadaqah?” Kemudian dengan bijak Rasulullah saw. menjawab, “Apa pendapatmu jika ia
melampiaskannya pada tempat yang haram, apakah dia mendapatkan dosa? Maka
demikian pula jika ia melampiaskannya pada yang halal, ia akan mendapat pahala.” Di
sinilah para sahabat baru menyadari bahwa makna shadaqah sangatlah luas. Bahwa
segala bentuk aktivitas yang dilakukan seorang insan, dan diniatkan ikhlas karena Allah,
serta tidak melanggar syariah-Nya, maka itu akan terhitung sebagai shadaqah.

Selain bentuk-bentuk di atas yang digambarkan Rasulullah saw. yang dikategorikan


sebagai shadaqah, masih terdapat nash-nash hadits lainnya yang menggambarkan bahwa
hal tersebut merupakan shadaqah, diantaranya adalah:

4. Bekerja dan memberi nafkah pada sanak keluarganya

Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits: Dari Al-Miqdan bin Ma’dikarib Al-
Zubaidi ra, dari Rasulullah saw. berkata, “Tidaklah ada satu pekerjaan yang paling mulia
yang dilakukan oleh seseorang daripada pekerjaan yang dilakukan dari tangannya sendiri.
Dan tidaklah seseorang menafkahkan hartanya terhadap diri, keluarga, anak dan
pembantunya melainkan akan menjadi shadaqah.” (HR. Ibnu Majah)

5. Membantu urusan orang lain

Dari Abdillah bin Qais bin Salim Al-Madani, dari Nabi Muhammad saw. bahwa beliau
bersabda, “Setiap muslim harus bershadaqah.” Salah seorang sahabat bertanya,
“Bagaimana pendapatmu, wahai Rasulullah, jika ia tidak mendapatkan (harta yang dapat
disedekahkan)?” Rasulullah saw. bersabda, “Bekerja dengan tangannya sendiri kemudian
ia memanfaatkannya untuk dirinya dan bersedekah.” Salah seorang sahabat bertanya,
“Bagaimana jika ia tidak mampu, wahai Rasulullah saw.?” Beliau bersabda, “Menolong
orang yang membutuhkan lagi teranaiaya.” Salah seorang sahabat bertanya, “Bagaimana
jika ia tidak mampu, wahai Rasulullah saw.?” Beliau menjawab, “Mengajak pada yang
ma’ruf atau kebaikan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Bagaimana jika ia tidak mampu,
wahai Rasulullah saw.?” Beliau menjawab, “Menahan diri dari perbuatan buruk, itu
merupakan shadaqah.” (HR. Muslim)

6. Mengishlah dua orang yang berselisih

Dalam sebuah hadits digambarkan oleh Rasulullah saw.: Dari Abu Hurairah r.a. berkata,
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Setiap ruas-ruas persendian setiap insan adalah
shadaqah. Setiap hari di mana matahari terbit adalah shadaqah, mengishlah di antara
manusia (yang berselisih adalah shadaqah).” (HR. Bukhari)

7. Menjenguk orang sakit

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Abu Ubaidah bin Jarrah ra berkata,
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menginfakkan kelebihan
hartanya di jalan Allah swt., maka Allah akan melipatgandakannya dengan tujuh ratus (kali
lipat). Dan barangsiapa yang berinfak untuk dirinya dan keluarganya, atau menjenguk orang
sakit, atau menyingkirkan duri, maka mendapatkan kebaikan dan kebaikan dengan sepuluh
kali lipatnya. Puasa itu tameng selama ia tidak merusaknya. Dan barangsiapa yang Allah uji
dengan satu ujian pada fisiknya, maka itu akan menjadi penggugur (dosa-dosanya).” (HR.
Ahmad)

8. Berwajah manis atau memberikan senyuman

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian menganggap remeh satu kebaikan pun. Jika
ia tidak mendapatkannya, maka hendaklah ia ketika menemui saudaranya, ia menemuinya
dengan wajah ramah, dan jika engkau membeli daging, atau memasak dengan periuk/kuali,
maka perbanyaklah kuahnya dan berikanlah pada tetanggamu dari padanya.” (HR.
Turmudzi)

9. Berlomba-lomba dalam amalan sehari-hari (baca: yaumiyah)

Dalam sebuah riwayat digambarkan: Dari Abu Hurairah r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Siapakah di antara kalian yang pagi ini berpuasa?” Abu Bakar menjawab, “Saya,
wahai Rasulullah.” Rasulullah saw. bersabda, “Siapakah hari ini yang mengantarkan
jenazah orang yang meninggal?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah saw. bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberikan makan pada
orang miskin?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.” Rasulullah saw. bertanya
kembali, “Siapakah di antara kalian yang hari ini telah menengok orang sakit?” Abu Bakar
menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah
semua amal di atas terkumpul dalam diri seseorang melainkan ia akan masuk surga.” (HR.
Bukhari)

Judul Asli : Makna Shadaqah


Oleh: Rikza Maulan, M.Ag
www.dakwatuna.com

You might also like