You are on page 1of 12

BAB II

KAJIAN TEORI TENTANG ILMU YANG BERKEMBANG DI PULAU


JAWA

Di Nusantara tercinta ini, Pulau Jawa merupakan salah satu pulau di antara ribuan pulau
yang tersebar di nusantara. Dilihat dari berbagai segi, pulau jawa memiliki kelebihan
dibandingkan dengan pulau-pulau yang lain, sehingga dinamika masyarakat penduduknya lebih
dinamis dan sangat kompleks. Kelebihan Pulau Jawa tersebut dilatarbelakangi oleh tiga hal
utama, yakni historis, geografis, dan demografis.

Secara historis kerajaan-kerajaan besar-kecil tersebar di Pulau Jawa, silih berganti dari
abad ke abad, sehingga meninggalkan sejumlah warisan dalam berbagai bentuk, baik yang
berwujud benda maupun non- benda. Demikian juga dengan penjajah, perhatian mereka baik
secara politis maupun ekonomis berfokus ke Pulau Jawa. Secara geografis, Pulau Jawa memiliki
sejumlah gunung berapi yang aktif dan sering menumpahkan laharnya, sehingga menyebabkan
tanahnya subur dan sangat baik untuk bercocok tanam. Oleh karena itu, banyak penduduk yang
bermukim di sini.

Maka, berdasarkan kedua latar belakang di atas, penduduk Pulau Jawa relatif lebih
banyak dibandingkan pulau-pulau yang lain. Berikutnya, bebagai aspek kehidupan pun
berkembang di sini, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan. Karena di samping memiliki
jumlah penduduk yang sangat banyak, bermacam-macam ilmu pun tumbuh dan berkembang
dengan pesat sampai saat ini, baik yang bersifat akademik ilmiah, maupun yang bersifat religius
dan mistis. Dari hasil telaah kami, di Pulau Jawa ini terdapat berbagai sumber ilmu yang bernilai
tinggi, namun semakin lama semakin terlupakan karena kalah populer oleh ilmu-ilmu
pengetahuan modern yang datang dari berbagai penjuru dunia, terutama

dari Barat. Sebagai bahan perandingan, berikut kami kemukakan sumber


ilmu yang telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, yakniWirid
Hidayat Jati warisan para Wali, Kidoeng Kaislaman (Buahna Iman Islam),
dan Tutungkusan Karuhun Sunda.
2.1
Wirid Hidayat Jati

Wirid Hidayat Jati ini kami kutip dari buku karangan Raden Ngabehi Ronggowarsito,
seorang pujangga besar di keraton Surakarta yang diakui kehebatannya, terutama oleh
masyarakat Jawa. Pesan dari penulisnya, untuk memahami buku ini pembaca harus sudah
membekali diri dengan pengetahuan Al Quran dan Al Hadits agar tidak salah mengerti. Kami
berpendapat, para praktisi ilmu dan mahasiswa penting untuk mengkaji ini dalam upaya
mengembangkan wawasan keilmuan dari berbagai dimensi. Hidayat Jati ini pada dasarnya
merupakan petunjuk sejati yang menjelaskan kedudukan ilmu ma’rifat yang lahir dari ajaran para
Wali di tanah Jawa. Sepeninggal Kanjeng Susuhunan di Ampeldenta (Sunan Ampel), mereka
bermaksud menjabarkan wiridan yang merupakan inti dari ajaran ilmu kesempurnaan masing-
masing.

Semula, para wali hanya mengajarkan ilmu masing-masing, seperti


yang dikemukakan oleh R.Ng. Ronggowarsito (1997:7):

Yang pertama: bersangkutan pada zaman awal berdirinya Negeri Demak para wali yang mau
memberikan ajarannya hanya ada delapan:

1. Kanjeng Susuhunan di Giri Kedhaton ; ajarannya berupa ilham


adanya Zat
2. Kanjeng Susuhunan di Tandhes: ajarannya uraian mengenai
wahana zat
3. Kanjeng Susuhunan di Majagung: ajarannya mengenai gelaran
keadaan zat
4. Kanjeng Susuhunan di Benang: ajarannya mengenai pembuka
tata mahligai di dalam Baetulmakmur

5. Kanjeng Susuhunan di Tembayat: atas perkenan dan ijin Kanjeng Sunan Kalijaga menyampaikan
wejangan mengenai pembka tata mahligai di dalam Baitul Mukaram

6. Kanjeng Susuhunan di Kalinyamat: ajarannya mengenai


pembuka tata mahligai di dalam Baitulmukadas
7. Kanjeng Susuhunan di Gunungjati: ajarannya yaitu penetap
kesentosaan iman
8. Kanjeng Susuhunan di Kajenar: memberikan ajaran tentang
sasahidan atau persaksian.
Kemudian, pada zaman Mataram, Kanjeng Sultan Agung Anyakrakusumah, ke delapan
ajaran itu hendak dihimpunnya dengan segenap perabotannya agar dapat meliputi maknanya
semua. Ilmu-ilmu di atas dijabarkan menjadi satu ajaran saja. Setelah semua para ahli ilmu
sepakat, Kanjeng Sultan memerintahkan kepada para ahli yang menguasai ilmu untuk
menyampaikan wejangan demikian.

Mengenai ajaran yang sudah dihimpun menjadi satu itu, isinya sama berasal dari kutipan-
kutipan dari semacam kitab-kitab tasawuf. Perkembangan selanjutnya, karena banyaknya guru
yang mengajarkan ilmu di atas ada juga yang hanya mengajarkan ilmu perabotannya saja,
bahkan ada yang hanya mengajarkan imju ma’rifat saja, ilmu gaib saja, ilmu talek saja (ilmu
yang menjabarkan keajaiban). Sehingga apa yang sudah dihimpun menjadi satu, akhirnya
terpisah-pisah lagi. Selanjutnya diperdalam lagi oleh Kyageng Muhammad Sirullah di
Kedungkol, dan pada tahun 1779 Ronggosogoto wargosinuta mendapat ilham dari Tuhan Yang
Maha Suci untuk menata kembali ilmu-ilmu ma’rifat serta menyampaikan tujuan dan maksud
ajarannya sekaligus, mengikuti wejangan delapan macam yang dikumpulkan menjadi satu,
dengan rincian sebagai berikut:

Pertama, wejangan dari Kanjeng Susuhunan di Giri Kedaton,

wejangan ini disebut ilham atau bisikkan adanya zat, karena oleh yang menyampaikannya
dibisikan di telinga kiri yang menjelaskan wahyu Tuhan yang Maha Suci kepada Kanjeng Nabi
Muhammad Rasulullah, dengan terjemahan sebagai berikut:

”Sajatine ora ana apa-apa; awit duk maksih awang-uwung durung


ana sawiji-wiji; kang ana dhingin iku ingsun, ora ana Pangeran

Nanging Ingsun; sajatine Kang Maha Suci anglimputi ing Sifat Ingsun; anartani ing asman-
Ingsun, amratandhani ing apngal Ingsun” (Sesungguhnya tidak ada apa pun: sebab ketika masih

berupa angkasa belum ada satu pun; yang ada mula-mula adalah Aku, Tiada Tuhan selain Aku;
sesungguhnya Yang Mahasuci meliputi sifat-Ku, menyertai Nama-Ku, menunjukkan kepada
perbuatan-Ku).

Kedua, wejangan oleh Kanjeng Susuhunan di Tandhes, dinamakan


uraian wahana Zat, oleh penjabarannya disampaikan urutan-urutan terjadinya Zat, Sifat, dan
wahananya sebagaimana dijelaskan pada dalil ilmu yang kedua, kutipan dari kitabDakaik a
lkhaka ik (hakikatnya hakikat, kebenaran yang benar). Di sini dijelaskan wahyu yang diterima
oleh Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah, dengan terjemahan sbb:

”Sajatine ingsun Dat Kang Amurba Amisesa kang kawasa anitahaken sawiji-wiji, dadi padha
sanalika, sampurna saka ing kodrat-Ingsun, Ing kono wus kanyatan pratandhaning Apngal-
Ingsun kang minangka bebukaning Iradat-Ingsun. Kang dhingin Ingsun anitahaken hayu aran
Sajaratul yakin tumuwuh ing sajroning alam ngadammakdum ajali abadi. Nuli cahya aran Nur
Muhammad, Nuli kaca aran Kandhi, Nuli sesotya aran Darah, Nuli dhindhing jalal aran Kijab.
Iku kang minangka warananing Kalarat- Ingsun”.(Sesungguhnya Aku Zat Yang Maha Kuasa,
yang berkuasa

menciptakan segala sesuatunya, menjadikan seketika, sempurna atas Kodrat-Ku. Di situlah


kenyataan menunjukkan af’al-Ku (perbuatan-Ku) yang merupakan pembuka Iradat-Ku. Yang
pertama Aku menciptakan hayyu bernama Sajaratulyakin, tumbuh di dalam alam adam makdum
ajali abadi. Kemudian cahaya bernama Nur Muhammad, Lalu kaca bernama Mirhatulkayai.
Kemudian nyawa bernama roh illafi. Kemudian dinding agung bernama Kijab. Itu yang
merupakan dinding kehadirat-Ku).

Ketiga, wejangan oleh Kanjeng Susuhunan di Majagung, yang


dinamakan gelar keadaan zat, sebab oleh pemberi wejangan dijabarkan tentang kenyataan unsur-
unsur zat, sifat, yakni ketika Tuhan Yang Maha Suci hendak mewujudkan sifatnya. Penjabaran
keadaan tersebut terdapat dalam kitab ketiga, kutipan dari kitab Bayan humirat mufakat dengan
Kitab Bayan Alif. Dalam kitab tersebut dijelaskan wahyu Tuhan Yang Maha Suci kepada
Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah yang terjemahannya

sebagai berikut:

Sajatine manungsa iku rahsaningsun Lan Ingsun iki rahsaning manungsa. Karana ingsun
anitahaken Adam, asal saka anasir patang prakara ; 1 bumi, 2 geni, 3 angin, 4 banyu. Iku kang
dadi kawujudaning Sipatingsun. Ing kono ingsun panjingi mudah limang prakara; 1. Nur, 2.
Rahsa, 3 Roh, 4 Napsu, 5 Budi. Iya iku minangka

warananing
Wajahingsun
Kang
Maha
Suci”(Sesungguhnya manusia itu adalah rahasia-Ku. Dan Aku ini

rahasia manusia. Sebab Aku menciptakan Adam berasal dari unsur empat hal: 1. Bumi, 2. Api, 3.
Angin, 4. Air, itu yang merupakan wujud sifat-sifat-Ku. Di situ Aku memasukkan Zat mahluk
lima hal : 1. Nur, 2. Rahasia, 3. Roh, 4. Nafsu, 5. Budi, itu semua merupakan dinding wajah-Ku
Yang Maha Suci).

Keempat, wejangan oleh Kanjeng Susuhunan di Benang, yang

dinamakan kebenaran atau bukti adanya Tuhan Yang Maha Luhur. Yaitu pembuka tata mahligai
di dalam Baitulmakmur. Oleh pemberi wejangan dibukakan kodrat irodat Tuhan Yang Maha
Suci yang hendak mendudukkan mahligai Zat sebagai baitullah di dalam kepala manusia. Dalam
kitab Insan Kamil dikemukakan tentang wahyu Tuhan Yang Maha Suci kepada Nabi
Muhammad Rasulullah, pada ayat pertama yang terjemahannya sbb:

”Sajatine ingsun anata malige ana sajroning Betalmakmur, iku omah enggonineng
Parameyaningsun, jumeneng ana sirahing Adam. Kang ana sajroning sirahiku dimak, yaiku utek,
kang ana antraning utek iku manik, sajroning manik iku budi, sajroning budi iku napsu, sajroning
napsu iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran,
nanging Ingsun Dat Kang nglimputi ing kahanan jati”(Sesungguhnya Aku menata

mahligai ada di dalam baitul makmur, itu adalah rumah tempat kesenangan-Ku, ada di dalam
kepala Adam. Yang ada di dalam kepala itu dimak atau otak; yang ada di antara otak itu adalah
manik; di dalam manik ada budi, di dalam budi ada nafsu; di dalam nafsu ada suksma, di dalam
suksma ada rahasia; di dalam rahasia itulah Aku; tiada Tuhan selain Aku Zat Yang menguasai
keadaan yang sesungguhnya).

Kelima, oleh Kanjeng Susuhunan di Muria, wejangan ini merupakan

pembuka tata mahligai di dalam baitul mukaram. Oleh sebab itu, wejangannya merupakan
pembuka kodrat irodat Tuhan Yang Maha Suci yang hendak mendudukkan mahligainya di dalam
dada manusia. Hal ini terdapat dalam kitab yang kelima, yakni kitab Insan Kamil yang
menjelaskan wahyu Tuhan Yang Maha Suci kepada Nabi Muhammad Rasulllah, ayat kedua
terjemahannya sebagai berikut:

”Sajatine Ingsun anata malige ana sajroning Betalmukaram, iku omah enggoning
Lalaranganingsun, jumeneng ana ing dhadhaning Adam. Kang ana ing sajroning dhadha iku ati,
kang ana ing antaraning ati iku jantung, sajroning jantung iku budi, sajroning budi iku jinem,
yaiku angen-angen, ajroning angen-angen iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning
rahsa iku ingsun. Ora ana Pangeran, Anging Ingsun Dat Kang anglimputi ing kahanan jati”
(Sesungguhnya Aku menata mahligai ada di dalam
Baitulmukaram, itulah rumah tempat larangan-Ku, berada di dalam dada Adam. Yang ada di
dalam dada itulah hati, yang ada di antara hati itu jantung, di dalam jantung ada budi; di dalam
budi ada ketegangan yakni angan-angan, di dalam angan-angan ada suksma, di dalam suksma itu
rahasia, di dalam rahasia itu Aku. Tiada Tuhan selain Aku yang menguasai seluruh keadaan yang
sebenarnya).

Keenam, oleh Kanjeng Susuhunan Kaliyamat, dinamakan

kebenaran adanya Tuhan Yang Maha Suci, yakni pembuka tata mahligai di dalam
Baitulmukadas, oleh pemejangannya membuka kodrat irodat Tuhan Yang Maha Suci yang
mendirikan mahligai Zat, sebagai Baitullah ditata di dalam penis manusia. Inilah sesungguhnya
juga menjadi petunjuk keadaan bukti satu-satunya, menandakan hadirat Zat Yang Maha Mulia,
duduk tidak boleh berubah dari keadaanny yang sebenarnya. Di dalam kitab Insan Kamil ayat
ketiga dikemukakan, yang terjemahannya sebagai berikut:

Sajatine Ingsun nata malige ana sajroning Betulmukadas, iku omah enggoning Pasuceningsun,
jumeneng ana ing kontholing Adam, kang ana sajroning konthol iku pringsilan, kang ana ing
antaraning pringsilan iku nutpah, yaiku mani sajroning mani iku madi,

sajroning madi iku wadi, sajroning wadi iku manikem, sajroning manikem iku rahsa, sajeroning
rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran angin Ingsun Dat kang ngimputi ing kahanan jati, jumeneng
sajroning nukat gaib, tumurun dadi johar awal, ing kono wahananing alam akadiyat, wahdat,
wakidiyat, alam arwah, alam misal, alam ajesam, alam insan kamil, dadining manungsa
sampurna yaiku sajatining sipat ingsun. (Sesungguhnya Aku

menata mahligai ada di dalam baitulmukadas, itulah rumah tempat bersuci-Ku, ada di dalam
kelamin Adam; yang ada di dalam penis itu pelir, di antara buah pelir itu nutfah, yakni air mani
di dalam mani itu madi, di dalam madi itu wadi/rahasia, di dalam wadi ada manikam. Di dalam
manikam ada rahasia, di dalam rahasia itulah Aku; Tiada Tuhan selain Aku Zat yang menguasai
keadaan yang sejati, ada di dalam nukat gaib, turun menjadi johar awal, di sana sebagai wahana
alam akadiyat, wahdat, alam arwah, alam misal, alam ajesam, alam insan kamil, terjadinya
manusia sempurna yakni sejatinya sifat-Ku)

Ketujuh, oleh Kanjeng Susuhunan di Gunungjati, yang merupakan

penetap kesentosaan iman, dimulai dengan membaca sahadat oleh karena wejangannya
memberikan ilham yang merupakan penguat keyakinan kita untuk melaksanakan kebenaran
hidup kita sendiri. Setelah membaca sahadat dilanjutkan dengan menuju i’tikad mencontoh sari
cita sasmita yang berasal dari Kanjeng Nabi Muhammad yang disampaikan kepada Sayidina Ali
yang terjemahannya :

Ingsun anekseni satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun lan


anekseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan-utusan Ingsun.
(Aku bersaksi tiada Tuhan selain Aku dan bersaksi Aku
sesungguhnya Muhammad itu utusan-Ku).
Menurut Buku Wirid Hidayat Jati (halaman 35-36) penjelasan dari
sahadat di atas adalah sebagai berikut:

”Yang dinamakan Tuhan itu adalah Zat hidup kita sendiri, sebab sesungguhnya segenap asya itu
dihukum nafi semuanya. Maksud asya : tunggal, hanya satu. Arti nafi : tidak ada. Maka disebut
tidak ada Tuhan, isbatnya yakin hanya zat hidup kita sendiri arti isbat; Tetap. Jadi tetapnya yang
menyebut dengan yang disebut Tuhan itu tidak ada lainnya. Makna tunggal tanpa batas hanya
selisih lahir dan batin saja.

Yang dinamakan Muhammad itu adalah sifat cahaya kita. Maka dikatakan utusan, karena
menjadi pegangan rahasia Zat. Tampak di dalam mata, seperti yang disebutkan dalam dalil Al
Quran demikian terjemahannya : ”Sesungguhnya akan datang kepadamu, utusan Zat yang keluar
dari dirimu sendiri yang Maha mulia, yang akan memberikan apa yang kau inginkan, bila yakin
tentu akan mendapatkan ampunan dari Tuhan”.

Kedelapan, oleh Kanjeng Susuhunan di Kajenar, disebut wejangan

Sasahidan/Persaksian. Dari ajaran ini diminta untuk bersaksi kepada wahana keluarga kita. Yaitu
adanya makhluk yang ada di alam dunia, seperti bumi, langit, rembulan, bintang, api, angin, air,
dan lain sebagainya. Menurut wejangan ini, bersaksilah bahwa kita sekarang sudah bersedia
mengakui menjadi Zat Tuhan Yang Maha Suci. Menjadi sifat Allah Yang sejati. Hal ini
mencontoh dari cipta sasmita Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah yang disampaikan kepada
Sayidina Ali, terjemahannya sebagai berikut:

Ingsun anekseni ing Dat Ingsun dhewe,


Satuhune ora ana Pangeran, anging Ingsun,
Lan anekseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan ingsun,
Iya sajatine kang aran Allah iku badan-Ingsun,
Rasul iku rahsaningsun,
Muhammad iku rahsaningsun,
Iya Ingsun kang Urip tan kena ing pati,
Iya Ingsun kang eling tan kena ing lali
Iya Ingsun kang langgeng ora kena gingsir ing kaanan jati
Iya Ingsun kang waskitha, ora kasamaran ing sawiji-wiji
Iya Ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa wicaksana,
Ora kekurangan ing pangerti,
Byar sampurna padhang tarawangan,
Ora karasa katon apa-apa,

Amung Ingsun kang anglimputi ing alam kabeh kalawan kodrat


Ingsun.

(Aku bersaksi kepada Zat-Ku sendiri,


Sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Aku,
Dan Aku bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan-Ku,
Sesungguhnya yang bernama Allah itu adalah Badan-Ku,
Rasul adalah rahasia-Ku,
Muhammad itu cahaya-Ku

Iya Aku yang hidup tidak kenal mati


Iya Aku yang ingat tak kenal lupa
Iya Aku yang abadi tidak kenal perubahan keadaan sejati
Iya Aku yang waspada, tidak samar keoada masing-masing,

Iya Aku yang perkasa, yang kuasa bijaksana, tidak kekurangan


pengertian

Byar, teranglah seketika, Tidak terasa apa-apa, Tidak ada tampak apa-apa, Hanya Aku, yang
melingkupi di semua alam dengan kodrat-Ku.

Pesan terakhir dari penulis buku Wirid Hidayat Jati ini, dalam mencari sasmita/firasat
gaib seperti riwayat para ahli ilmu, agar mencapai martabat seperti yang diungkapkan di atas,
lakukanlah hal-hal sebagai berikut:

1. Rajin suci bersungguh-sungguh, untuk menjauhkan


durgandana, artinya bau yang tidak enak.
2. Mengurangi makan minum, untuk peleburan raga di kemudian
hari
3. Mencegah tidur syahwat, untuk pelepasan jiwa kelak di
kemudian hari
4. Mengurangi nafsu perkataan, untuk menghilangkan rahsa di
kemudian hari

Apabila sudah ilang rahsa/rahasianya, kabar sampai di akhirat kelak akan datang berupa
cahaya gilang gemilang tanpa bayang-bayang atas keadaan kita yang sejati. Kita masuk ke dalam
kategori Insan Kamil, yang dapat kembali kepada Allah sesuai dengan ungkapan ”Innalilahi wa
inna

ilaihi roji’uun”, sehingga berada dalam keadaan sampuraning sampurna.

Penulis buku Wirid Hidayat Jati, dan juga kami kelompok ini belum merasakan sendiri
apa yang digambarkan dalam uraian di atas, jadi segala sesuatunya kami serahkan kepada pikiran
masing-masing. Wallahu alam.

2.2
Kidoeng Kaislaman (Buah Iman Islam)

Menurut keterangan dalam buku yang penulis temukan, untuk memahami Kidoeng
Kaislaman ini tidak sederhana, karena terlebih dahulu harus membaca buku-buku sebelumnya
yang disebut Layang Moeslimin

Moeslimatjilid I s.d IV. Namun sayangnya kami belum menemukan,


sehingga yang dijadikan bahan kajian hanya buku Kidoeng Kaislaman ini.
Dalam buku tersebut dikemukakan secara sistematis mulai dari
uraian tentangM a’rif at kepada Allah sampai dengan Hakékat Alam

Toejoeh. Pada awal pembahasan dikemukakan bahwa ”Awalloe dinni Ma’rifat toellahi ta’ala”
yang artinya dalam bahasa Sunda ”Awal-awalna agamaéta koedoe nyaho heula ka Allah ta’ala”.
Dalam buku tersebut

dijelaskan bahwa manusia harus mengetahui kepada Allah agar amal ibadah yang dilakukan
diterima oleh Allah. Amal ibadah seseorang harus didasari ilmu, apabila tidak, manfaatnya hanya
untuk dunia saja.

Penjelasan lebih lanjut dari kata ma’rifat kepada Allah memberi arah kepada manusia
agar dalam beribadah tidak cukup hanya mengetahui syarat dan rukun semata, melainkan harus
dibarengi dengan mengetahui kepada Allah dan Rosulnya, yang akan berguna sebagai tempat
atau gudang untuk menyimpan atau mengumpulkan amal ibadah manusia. Sebagai ilustrasi, jika
kita mengumpul-ngumpul peralatan seperti kursi, lemari, meja, dan perabot rumah tangga
lainnya, walaupun bagus dan harganya mahal tidak akan dirasakan kenyamanan dari semua itu
jika kita tidak memiliki rumah untuk menyimpan barang-barang itu. Apakah akan dibiarkan
berserakan di pekarangan? Sehingga akan kepanasan dan kehujanan, yang lama kelamaan akan
rusak bahkan mungkin hancur. Apabila demikian adanya, tentu tidak jadi merasakan nikmatnya
dari kepemilikan barang-barang itu.

Apalagi jika kita punya tekad bahwa amal ibadah yang dilakukan untuk kepentingan
akherat, maka ma’rifat kepada Allah semakin wajib. Karena akhirat merupakan tempat kembali
bagi umat manusia. Apabila kita tidak tahu jalan ke arah itu, pada saat sakaratul maut tidak akan
melihat apa-apa, dan di akhirat juga tetap buta, sehingga hanya kegelapan yang dirasakan. Jika
demikian, kepada siapa meminta

pertolongan? Mau disimpan di mana apa yang sudah dikumpulkan di


dunya dengan susah payah itu?

Kelanjutan dari kewajiban ma’rifat kepada Allah, agar kita mengetahui jalan yang akan
ditempuh kelak, kita harus berikhtiar sejak sekarang atau ”ditiung saméméh hujan”, harus bisa
paéh samémeh paéh, jika tidak bisapaéh sajeroningh ir oep tidak akan tahu jalan ke akhirat.
Pandangan ini erat kaitannya dengan dalil ”Innalilahi wa inna ilaihi

roji’uun”
Pada halaman 24 dikemukakan ”Roejatoellahi ta’ala fie Doenja
bi’aenil qolbi” (Ningali hakekatna Allah ta’ala ti Doenya koe awasna Ati),

artinya oleh hakekatnya Rosululloh. Sesungguhnya manusia tidak ada yang sanggup untuk
melihat Allah, karena manusia hanya dipakai tempat oleh Rosululloh untuk melihat Allah. Bagi
wujud manusia yang telah dipakai tempat melihatnya Rosul kepada Allah, maka ia bisa bercerita
bahwa ia mengetahui kepada Allah. Jadi, manusia itu dibawa mengetahui oleh nikmatnya Rosul.
Maka apabila merasa bahwa dirinya selalu bersama-sama dengan sesuatu yang suci, insya Allah
i’tikad dan perilaku sehari-hari juga akan suci, setan-setan tidak ada yang berani mendekat.
Berkaitan dengan pandangan tersebut, penulis buku berpesan kepada pembaca sebagai berikut :
Koe sababéta poma-poma pisan doeloer-doeloer anoe geus boga djalan Ma’rifatna, tékad djeung
lakoe anoe goréng téh kudu di djaga bener-bener, oelah darapon njaho baé, tapi kudu djeung
dibarengan koe lakoena djeung tékadna anoe hadé, sabab lamoen oerang ngalakonan pagawéan
ma’siat ngalanggar hoekoem Sara, tangtoe oerang gantjang di bendonna koe Maha Soetji. Béda
deui djeung anoe tatjan njaho..” (Oleh karena itu, hendaknya berhati-

hati sekali, bagi sodara-sodara yang telah memiliki jalan ma’rifatnya, i’tikad dan perilaku yang
buruk harus benar-benar dijaga (dijauhi), jangan asal mengetahui saja, tetapi harus dibarengi
dengan perilaku dan i’tikadnya yang baik, sebab jika kita melakukan suatu pekerjaan maksiat
dengan melanggar hukum syara’, tentu kita cepat sekali mendapat murka Tuhan Yang Maha
Suci. Berbeda dengan orang yang belum mengetahui).

Apalagi bagi manusia yang sudah mengetahui kepada Allah, kita


harus ingat perjanjian Goeroe Moersid bahwa ”Ibadah babarengan, doraka
pipisahan”. Selanjutnya, yang menarik dari buku Kidoeng Kaislamani ni

adanya pembahasan tentang Martabat Alam Toejoe yang mengemukakan tentang konsep Alam
Kabir dan Alam Sagir, para ahli filsafat Yunani menyebutnya dengan istilah makro cosmos dan
mikro cosmos.

Pada zaman Yunani Kuno, ketika pemikiran filsafat belum berkembang karena
terbelenggu oleh mitos, pemikiran alam semesta sangat terbatas. Kalau pun ada, argumentasi
masih bersifat spekulatif, sehingga belum ada yang memberikan keterangan rinci tentang
kejadian alam semesta. Ada juga para filsuf yang menduga-diduga bahwa asal mula alam
semesta ini adalah air, to apeiron, api, angin, dan sebagainya (Hadiwijono,1980). Tetapi di
samping tidak menyeluruh, juga tidak dijelaskan keterkaitannya dengan manusia. Pada buku ini,
asal mula alam semesta dibahas melalui Martabat Alam Toejoe, yang dikait-kaitkan dengan
nama Allah, Muhammad, dan Adam. Berikut kami kutip informasi awal tentang hal
itu:AJEUNA NERANGKEUN MARTABAT

ALAM TOEJOE
(Nganggo roetjatan engangna ketjap)
1. Alam Ahadiat Hoeroep Al
Allah
2. Alam Wachdiat Hoeroep lah
3. Alam Wahidiat Hoeroep Moe
4. Alam Arwah Hoeroep ham Moehammad
5. Alam Adjsam Hoeroep mad
6. Alam Misal Hoeroep A
Adam
7. Alam Insan Kamil Hoeroep dam

Untuk lebih jelasnya, berikut dikemukakan ilustrasi tentang keterkaitan di antara ketujuh
alam tersebut, yang dapat dijadikan acuan dalam memahami alam semesta dan proses
penciptaannya.

You might also like