You are on page 1of 28

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab.

GUNUNGKIDUL
10
2.1. Kondisi Kemiskinan
2.1.1. Pengertian / Definisi Kemiskinan
Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang tidak
terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan
yang bermartabat. Definisi kemiskinan ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang
mengakui bahwa masyarakat miskin, mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan
anggota masyarakat lainnya. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas
ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan
perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan,
dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak yang dipahami masyarakat miskin sebagai hak mereka
untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam
peraturan perundang-undangan. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain
meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman
dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam
kehidupan sosial-politik. Hak-hak dasar tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi
satu sama lain sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi pemenuhan
hak lainnya.

Dengan diakuinya konsep kemiskinan berbasis hak, maka kemiskinan dipandang sebagai
suatu peristiwa penolakan atau pelanggaran hak dan tidak terpenuhinya hak.
Kemiskinan juga dipandang sebagai proses perampasan atas daya rakyat miskin. Konsep
ini memberikan pengakuan bahwa orang miskin terpaksa menjalani kemiskinan dan
seringkali mengalami pelanggaran hak yang dapat merendahkan martabatnya sebagai
manusia. Oleh karena itu, konsep ini memberikan penegasan terhadap kewajiban
pemerintah (pusat dan daerah/kabupaten) untuk menghormati, melindungi dan
memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin.

Kemiskinan merupakan fenomena yang kompleks, bersifat multidimensi dan tidak dapat

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


10
secara mudah dilihat dari suatu angka absolut. Luasnya wilayah dan sangat beragamnya
kondisi geografis menyebabkan permasalahan kemiskinan di Gunungkidul menjadi
spesifik. Kondisi dan permasalahan kemiskinan secara tidak langsung tergambar dari
fakta yang diungkapkan menurut persepsi dan pendapat masyarakat miskin itu sendiri
(pengalaman refleksi kemiskinan dari P2KP) di masing-masing lokasi, maupun bersumber
dari berbagai kajian tentang indikator sosial dan ekonomi yang dikumpulkan dari
kegiatan sensus dan survai oleh BPS maupun Dinas KB Kabupaten Gunungkidul.

2.1.2. Gambaran umum Wilayah Kabupaten Gunungkidul

2.1.2.1 Geografis dan Administratif

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu dari 5 kabupaten/kota di Propinsi Daerah


Istimewa Yogyakarta. Secara astronomis Kabupaten Gunungkidul terletak pada pada
7°46′ LS - 8°09′ LS dan 110°21′ BT - 110°50′ BT atau terletak di sebelah tenggara kota
Yogyakarta dengan jarak ± 39 km.

Secara administratif Kabupaten Gunungkidul memiliki 18 kecamatan, 144 desa dan


1.430 padukuhan. Wilayah Kabupaten Gunungkidul berbatasan dengan beberapa
kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dan DIY dengan rincian sebagai berikut :
a. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
b. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Kabupaten
Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah.
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.

Kabupaten Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 km2 atau merupakan 46,63 % dari luas
wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi topografinya berbukit-bukit
dengan ketinggian berkisar 0 – 700 meter dpl. Berdasarkan kondisi topografi, jenis
batuan dan tanahnya, Kabupaten Gunungkidul dapat dibagi menjadi 3 satuan wilayah
pengembangan yaitu :

a. Zona Utara disebut dengan wilayah pengembangan Zona Batur Agung, memiliki
ketinggian 200 m – 700 m di atas permukaan laut. Kondisi topografinya berbukit-
bukit dan pada zona ini terdapat sungai di permukaan dan sumber-sumber air
tanah serta dapat digali sumur dengan kedalaman 6 m – 12 m dari permukaan tanah.
Jenis tanahnya vulkanik lateristik, sedangkan batuan induk adalah Dasit dan Andesit.

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


11
Wilayah ini meliputi Kecamatan Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, Semin, dan
Ponjong bagian utara.

b. Zona Tengah disebut dengan wilayah pengembangan Ledok Wonosari, zona ini
memiliki ketinggian 150 m – 200 m di atas permukaan laut dengan kondisi
topografinya relatif datar. Pada zona ini dijumpai sungai di permukaan dan pada
musim kemarau sungai-sungai tersebut alirannya relatif kecil kecil atau bahkan
kering. Di zona ini terdapat sumber air tanah dengan kedalaman 60 – 120 m. Jenis
tanahnya margalit dengan batuan induk penyusunnya adalah batu gamping. Zona
tengah atau Zona ledok Wonosari ini meliputi Kecamatan Playen, Wonosari,
Karangmojo, Ponjong bagian tengah, dan Semanu bagian utara.

c. Zone Selatan atau disebut dengan Zona Pegunungan Seribu. Zona selatan ini
memiliki ketinggian 0 m – 300 m di atas permukaan laut dengan batuan dasar
pembentuknya adalah batu kapur terumbu. Zona Pegunungan Seribu ini merupakan
kawasan karst dengan ciri khas bukit-bukit berbentuk kerucut (Conical limestone).
Pada zona ini sulit dijumpai dijumpai sungai di permukaan, namun banyak dijumpai
sungai di bawah tanah. Zone Selatan ini meliputi kecamatan Saptosari, Paliyan,
Girisubo, Tanjungsari, Tepus, Rongkop, Purwosari, Panggang, Ponjong bagian
selatan, dan Semanu bagian selatan.

Wilayah Kabupaten Gunungkidul terletak pada ketinggian yang bervariasi antara 0 – 800
meter di atas permukaan laut. Sebagian besar wilayah Kabupaten Gunungkidul yaitu
1.341,71 km2 atau 90,33 % berada pada ketinggian 100 – 500 m di atas permukaan laut
(dpl). Sedangkan sisanya 7,75 % terletak pada ketinggian kurang dari 100 m dpl, dan
1,92 % terletak pada ketinggian lebih dari 500 – 1.000 m dpl.

Lahan di Kabupaten Gunungkidul mempunyai tingkat kemiringan yang bervariasi 18,19


%, diantaranya merupakan daerah datar dengan tingkat kemiringan 0 % - 2 % sedangkan
daerah dengan tingkat kemiringan antara 15 % - 40 % sebesar 39,54 % dan untuk tingkat
kemiringan lebih dari 40 % sebesar 15,95 %.
Jenis tanah di wilayah Kabupaten Gunungkidul cukup beragam, dengan rincian sebagai
berikut :
σ Latosol, dengan batuan induk kompleks sedimen tufan dan batuan vulkanik, yang
terletak pada wilayah bergunung-gunung, tersebar di wilayah Kecamatan Patuk
bagian Utara dan Selatan, Gedangsari, Ngawen, Semin bagian Timur, dan Ponjong
bagian Utara.

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


12
σ Kompleks Latosol dan mediteran merah, dengan batuan induk batuan gamping,
bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit, terdapat di wilayah Kecamatan
Panggang, Purwosari, Saptosari, Tepus, Tanjungsari, Semanu bagian Selatan dan
Timur, Rongkop, Girisubo, serta Ponjong bagian Selatan.

σ Asosiasi mediteran merah dan Renzina, dengan batuan induk batu gamping, bentuk
wilayah berombak sampai bergelombang, terdapat di wilayah Kecamatan Ngawen
bagian Selatan, Nglipar, Karangmojo bagian Barat dan Utara, Semanu bagian Barat,
Wonosari bagian Timur, Utara dan Selatan, Playen bagian Barat dan Utara, serta
Paliyan bagian Selatan.

σ Grumosol hitam, dengan batuan induk batu gamping, bentuk wilayah datar sampai
bergelombang, terdapat di wilayah Kecamatan Playen bagian Selatan, Wonosari
bagian Barat, Paliyan bagian Utara, dan Ponjong bagian Selatan.

σ Asosiasi Latosol merah dan Litosol, dengan bahan induk tufan dan batuan vulkanik
intermediet, bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit, terdapat di wilayah
Kecamatan Semin bagian Utara, Patuk bagian Selatan, dan Playen bagian Barat.

Tekstur tanah di Kabupaten Gunungkidul dibedakan atas dasar komposisi komponen


pasir, debu, dan lempung, sehingga secara garis besar dipilahkan menjadi tekstur kasar,
sedang, dan halus.

Curah hujan rata-rata Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2004 sebesar 1382 mm
dengan jumlah haru hujan rata-rata 89 hari. Bulan basah 4 – 5 bulan, sedangkan bulan
kering berkisar antara 7 – 8 bulan. Musim hujan dimulai pada bulan Oktober-Nopember
dan berakhir pada bulan Maret-April setiap tahunnya. Puncak curah hujan dicapai pada
bulan Desember – Pebruari. Wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian Utara merupakan
wilayah yang memiliki curah hujan paling tinggi dibanding wilayah tengah dan selatan,
sedangkan wilayah Gunungkidul bagian selatan mempunyai awal hujan paling akhir.
Di Kabupaten Gunungkidul terdapat dua daerah aliran sungai (DAS) permukaan yaitu DAS
Oyo – Opak, DAS tersebut terdiri dari beberapa Sub DAS yang berfungsi untuk mengairi
areal pertanian, juga terdapat DAS bawah permukaan yaitu DAS Bribin.
Air permukaan (sungai dan mata air) banyak dijumpai di Gunungkidul wilayah utara dan
tengah. Di wilayah tengah beberapa tempat mempunyai air tanah yang cukup dangkal
dan dimanfaatkan untuk sumur ladang. Wilayah selatan Gunungkidul merupakan
kawasan karst yang jarang ditemukan air permukaan. Di wilayah ini dijumpai sungai
bawah tanah seperti Bribin, Ngobaran, Seropan dan Baron serta ditemukan juga telaga

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


13
musiman yang multiguna bagi penduduk sekitarnya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1659
K/40/MEN/2004 Tanggal 1 Desember 2004 tentang Penetapan Kawasan Karst
Gunungsewu dan Pacitan Timur, untuk Kabupaten Gunungkidul kawasan yang ditetapkan
sebagai kawasan karst adalah kawasan perbukitan batu gamping yang terletak di
Kecamatan Wonosari, Ponjong, Panggang, Semanu, Purwosari, Paliyan, Saptosari,
Rongkop, Tanjungsari, Tepus, dan Girisubo. Kawasan tersebut perlu dikelola sesuai
dengan daya dukung lingkungannya dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan potensi
kawasan karst yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Jumlah sungai di Kabupaten Gunungkidul ada 14 buah, sebagian besar terdapat di


wilayah utara. Sungai terbesar di Kabupaten Gunungkidul adalah Sungai Oyo dengan
lokasi mata air di Kabupaten Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah) dan bermuara di
Samudera Hindia. Jumlah mata air di wilayah Kabupaten Gunungkidul ada 215 buah,
sedangkan jumlah telaga ada 252 buah. Di wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian
tengah dan sebagian kecil wilayah selatan terdapat sumur bor (deep well) sebanyak 55
buah dengan fungsi untuk irigasi pertanian dan untuk air minum penduduk setempat.
Untuk kepentingan irigasi, satu sumur bor mempunyai kemampuan oncoran antara 15-50
ha. Kemampuan masing-masing sumur tergantung pada debit airnya.
Beberapa sungai bawah tanah dimanfaatkan airnya untuk memenuhi kebutuhan air
baku/air bersih bagi rumah tangga antara lain, di Bribin, Ngobaran, Seropan, dan Baron.
Air sungai bawah tanah juga dirintis untuk kepentingan irigasi pertanian seperti Seropan
untuk wilayah Kecamatan Semanu.

2.1.2.2. Perekonomian
a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat dicerminkan dari beberapa
indikator makro. Salah satu indikator makro yang kerap dipakai untuk melihat
keberhasilan pembangunan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Besarnya
nilai PDRB yang berhasil dicapai dan perkembangannya merupakan refleksi dari
kemampuan daerah dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia.

Berlangsungnya kegiatan pembangunan Kabupaten Gunungkidul saat ini, juga


ditunjukan oleh adanya perkembangan Sektor Jasa yang yang cenderung naik (walaupun
pada tahun 2002 sedikit mengalami penurunan). Sifat Sektor Jasa adalah mudah
tumbuh seiring banyaknya pelaksanaan pembangunan fisik, mudah dimasuki masyarakat

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


14
Keuangan, Sewa, dan
Komunikasi J asa Perusahaan
8% J asa-jasa
P erdagangan, Hotel, 4%
14%
Restoran
14%

Bangunan
6%
P ertanian
Listrik, Gas, dan Air 38%
Bersih P ertambangan dan

tanpa memerlukan ketrampilan rumit,


0% Industri P engolahan Penggalian
dan dari segi ekonomi lebih menjanjikan. Di sisi
3%
13%

lain, sektor pertanian mengalami kecenderungan sulit naik atau lebih cenderung kearah
stagnan, yang menandakan adanya kejenuhan dalam perkembangannya. Kedua
fenomena di atas menunjukkan adanya transformasi ekonomi dari sektor primer ke
sektor sekunder dan tersier.

Perkembangan sektor yang cenderung menurun dibandingkan tahun 2002 dialami oleh
Sektor Industri Pengolahan, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Keuangan,
Sewa dan Jasa Perusahaan dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, tetapi kondisi
ini belum dapat menjadi gambaran akan kejenuhan masing-masing sektor, karena sangat
memungkinkan belum digali secara maksimal.

Kontributor sektor terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Gunungkidul berasal


dari Sektor Pertanian, yaitu 37,87 %. Penyumbang terbesar ke dua adalah Sektor Jasa-
jasa (14 %). Sedangkan penyumbang terkecil PDRB Kabupaten Gunungkidul adalah
Sektor Listrik, Air, dan Gas. Penyumbang terkecil ke dua adalah Sektor Pertambangan
dan Pengolahan. Kondisi ini menunjukan bahwa sektor pertanian masih menjadi
andalan sebagai sumber kehidupan masyarakat Kabupaten Gunungkidul, tetapi dimasa
mendatang aspek manajemen kelembagaan harus mendapatkan perhatian yang serius
karena dampaknya langsung mengena pada laju perkembangan yang cenderung stagnan
bahkan turun.

Gambar 2.1 . Kontribusi Masing-masing Sektor dalam Pembentukan


PDRB Kabupaten Gunungkidul Tahun 2003

Besarnya Sektor Pertanian dalam menyumbang PDRB terbesar Kabupaten Gunungkidul,


merupakan refleksi dari potensi luas lahan yang dimiliki dan merupakan mata
pencaharian terbesar masyarakat adalah petani. Kecilnya peranan Sektor
Pertambangan dalam memberikan kontribusi pada PDRB (3 %), padahal potensi bahan
galian yang dimiliki cukup besar, menunjukan sumber daya bahan galian belum
dimanfaatkan secara optimal. Kondisi ini menyebabkan Sektor Pertambangan belum
mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, kurang mampu memberi upah yang
memadai, dan kurang mampu menarik pajak serta retribusi yang efektif seperti pajak

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


15
bahan galian golongan C.

b. Pertumbuhan Ekonomi per Sub Sektor


Perkembangan peranan Sektor Pertanian dari tahun ke tahun yang semakin menurun
adalah sebagai akibat dari turunnya peranan Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan.
Penurunan Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan ini berasal dari tanaman padi dan
palawija, terutama padi sawah, ketela pohon, kacang tanah, dan kedelai.

Gambar 2.2 Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Gunungkidul


Tahun 1999-2003 (Dalam Jutaan rupiah)

Naiknya
sumbangan sektor penyumbang terbesar kedua (Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran) adalah ditopang dari Sub Sektor Perdagangan Besar dan Perdagangan Eceran.
Sementara Sub Sektor Hotel dan Restoran peranannya masih relatif kecil, tetapi
perkembangannya relatif naik. Sumbangan ini merupakan refleksi dari hasil pengelolaan
potensi wisata Kabupaten Gunungkidul yang mempunyai banyak obyek wisata alam
yang potensial.

Gambar 2.3 perkembangan PDRB Sub Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Kabupaten Gunungkidul Tahun 1999-2003

Perkembangan PDRB di Sub Sektor Hotel dan Restoran yang cenderung naik, sangat
ditunjang oleh usaha pengoptimalan pengelolaan obyek wisata di sepanjang pantai
selatan Gunungkidul. Potensi ini mencakup fenomena alam panorama, dan sumber daya
ikan laut. Obyek dan daya tarik wisata (ODTW) andalan Kabupaten Gunungkidul adalah
pantai-pantai yang mempunyai panorama spesifik yaitu dari arah barat ke timur

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


16
berturut-turut Pantai Girijati, Gesing, Ngobaran, Ngrenehan, Baron, Kukup, Sepanjang,
Drini, Krakal, Ngobaran, Sundak, Siung, Wediombo, dan Sadeng. Semua pantai tersebut
mempunyai bentuk spesifik bentuk U karena menempati bekas lembah uvala maupun
polje. Selain itu terdapat keunikan topografi karst yang meliputi bukit-bukit karst, gua-
gua karst dengan stalaktit dan stalakmitnya serta sungai-sungai bawah tanah. Bahan
galian tambang yang merupakan potensi alam unggulan di Kabupaten Gunungkidul
mempunyai peranan kacil dalam pembentukan PDRB. Tetapi dari sumbangannya Sektor
Pertambangan dari tahun ke tahun meningkat seiring dengan semakin dikelolanya hasil-
hasil pertambangan. Peranan Sektor Pertambangan ini hanya ditunjang pada Sub Sektor
Pertambangan dan Penggalian. Pada tahun 2003 mampu menyumbang Rp. 17.836
milyar. Berikut ini gambaran perkembangan kontribusi Sektor Pertambangan pada PDRB
Gunungkidul.

Gambar 2.4 Perkembangan PDRB Sub Sektor Penggalian Kabupaten Gunungkidul


Tahun 1999 – 2003 ( Dalam Jutaan Rupiah )

c. PDRB Per Kapita

Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemakmuran yang telah dicapai penduduk
suatu daerah adalah dengan menghitung PDRB per kapitanya. Jika data tersebut
disajikan secara berkala maka akan menunjukkan adanya perubahan kemakmuran.
Dilihat dari nilai PDRB per kapita atas dasar harga berlaku, pada tahun 2003 terjadi
peningkatan menjadi sebesar 7,18 juta rupiah dibanding tahun 2002 sebesar 3,92 juta
rupiah, atau meningkat 6,63 persen. Namun kenaikan tersebut belum menunjukkan
kenaikan daya beli masyarakat karena kenaikan tersebut masih terpengaruh oleh
adanya kenaikan-kenaikan harga. Untuk dapat melihat kenaikan daya beli masyarakat,
secara umum tercermin dari kenaikan PDRB per kapita atas dasar harga konstan.
Berdasarkan harga konstan, PDRB per kapita Kabupaten Gunungkidul mengalami
kenaikan yaitu sebesar 1,62 persen menjadi 1,313 juta rupiah pada tahun 2003. Dengan
demikian meskipun secara nominal PDRB Kabupaten Gunungkidul cukup tinggi tetapi

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


17
Perempuan
Laki-laki

secara riil daya beli masyarakat hanya mengalami sedikit peningkatan. Hal ini
disebabkan karena terjadinya kenaikan pada PDRB per kapita atas dasar harga berlaku
lebih didominasi oleh kenaikan harga-harga dibandingkan dengan kenaikan produksi riil.

C. Kependudukan, Sosial, dan Budaya

a. Kependudukan
Pertumbuhan penduduk Kabupaten Gunungkidul dari tahun 2000 – 2004 rata-rata per
tahun sebesar 0.29 % (termasuk pertumbuhan yang rendah). Tingkat kepadatan
penduduk pada tahun terakhir (2004) adalah 509 jiwa/km2, atau 5 jiwa/rumah tangga.

Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin menunjukan piramida penduduk
struktur umur muda, yaitu ditandai dengan penggelembungan jumlah penduduk usia
muda (usia 20 tahun ke bawah). Kondisi ini menuntut konsentrasi penanganan dan
pemenuhan kebutuhan penduduk di usia muda, misalnya pendidikan, kesehatan dan
penyediaan lapangan kerja baru. Selain itu, adanya kecenderungan larinya penduduk
usia kerja awal (mulai 20 tahun) keluar daerah juga perlu mendapatkan perhatian serius
agar tidak kehilangan Sumber Daya Manusia potensial untuk membangun wilayah
sendiri.

Gambar 2.5. Piramida Penduduk Kabupaten Gunungkidul Tahun 2003

b.

Ketenagakerjaan
Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian, yaitu 69 %. Kondisi ini

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


18
menunjukan bahwa sektor pertanian masih menjadi andalan matapencaharian penduduk
Kabupaten Gunungkidul. Sedangkan matapencaharian penduduk terkecil adalah mereka
yang bergerak di Sektor Keuangan, Sektor Listrik, Gas dan Air.

Gambar 2. 6. Mata Pencaharian Penduduk menurut Lapangan Usaha Utama Tahun 2004

Meskipun wilayah Kabupaten Gunungkidul memiliki wilayah yang luas, kepadatan sedang
dan memilik potensi alam yang belum optimal tergarap, tetapi angka pengangguran
masih cukup tinggi. Pada tahun 2004, tingkat pengangguran di Kabupaten Gunungkidul
adalah sebesar 2,23 %. dari total angkatan kerja , yaitu terdiri laki-laki sebesar 10.471
orang dan untuk perempuan sebanyak 5.631 orang.

c. Kebudayaan
Sebagian besar penduduk Gunungkidul pada tahun 2004 yang beragama Islam yaitu
716.783 orang ( 95,36 % ). Kondisi ini telah difasilitasi Pemerintah Daerah dengan
penyediaan sarana beribadah berupa masjid yaitu sebanyak 1.621 buah, Mushola 388
buah dan Langgar 445 buah. Fasilitas keagamaan lainnya adalah Gereja dan Rumah
Kebaktian Kristen 76 buah dan Gereja/Kapel Katolik sebanyak 34 buah dengan pemeluk
16.659 orang ( 2,20 % ). Jumlah Wihara sebanyak 7 buah, dengan pemeluk agama Budha
443 orang ( 0,06 % ). Sedangkan jumlah Pura sebanyak 14 buah, dengan pemeluk agama
Hindu sebanyak 1.962 orang ( 0,26 % ). Tercukupinya jumlah fasilitas keagamaan ini
menjadikan suasana aman dan tenteram serta kondusif.

Gambar 2.7 Penduduk Kabupaten Gunungkidul menurut AgamaTahun 2004

Dalam kehidupan sosial

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


19
lainnya, banyak berkembang lembaga perkumpulan yang bergerak di bidang kesenian.
Kondisi ini dapat dijadikan asset pengembangan parwisata dalam usaha meningkatkan
jumlah kunjungan wisatawan datang ke Gunungkidul

Gambar 2.8 Perkumpulan Kesenian Kabupaten Gunungkidul Tahun 2004

Disisi lain, ada kelompok kemasyarakatan yang bergerak langsung di bidang pariwisata,
yaitu kelompok masyarakat sadar wisata, perajin, dan pedagang berjumlah 278
kelompok. Hasil kerajinan dari kelompok perajin dapat dimanfaatkan sebagai cindera
mata untuk mendukung dunia pariwisata, misalnya topeng, batu alam, manik-manik dan
lain sebagainya

d. Kesejahteran Sosial
Usaha Pemerintah Kabupaten Gunungkidul untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat meliputi berbagai bidang. Di bidang sosial Pemerintah bersama-sama
dengan swasta dan organisasi sosial kemasyarakatan telah memberikan pelayanan sosial
baik melalui panti-panti sosial maupun non panti serta kursus ketrampilan, khususnya
bagi penduduk yang cacat dan penyandang masalah sosial lainnya. Data penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kabupaten Gunungkidul

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


20
No. Jenis PMKS Jumlah
1 Anak Terlantar 4.846

2 Anak Nakal 130

3 Anak Jalanan/Rentan Anak Jalanan 230/614

4 Anak Cacat 1.564

5 Wanita Rawan Sosial Ekonomi 3.950

6 Lanjut Usia Terlantar 6.056

7 Penyandang Cacat 4.778

8 Penyandang Cacat Eks Penyakit Kronis 363

9 Tuna Susila 14

10 Pengemis 14

11 Gelandangan/Pemulung 2/339

12 Bekas Narapidana 203

13 Korban Penyalahgunaan Napza 43

14 Keluarga Fakir Miskin 39.451

15 Keluarga Berumah Tak Layak Huni 2.848

16 Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis 164

17 Keluarga Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana 719

18 Korban Bencana Alam dan Musibah Lainnya 116

19 Korban Bencana Sosial 20

20 Korban Tindak Kekerasan 54

21 Anak Balita Terlantar 172

22 Pekerja Migran Terlantar 26

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kabupaten Gunungkidul adalah


sebagai berikut :

Tabel 2.2
Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kabupaten Gunungkidul

No. Jenis PSKS Jumlah


1 Pekerja Sosial Masyarakat 698

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


21
2 Organisasi Sosial 41
3 Karang Taruna 144
4 Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial 1.180
5 Kader RBM 72
6 Satgasos PBA 112

e. Kesehatan
Keberhasilan dalam penerapan hidup bersih dan sehat di masyarakat dapat diukur dari
berbagai indikator, dan tercermin dalam meningkatnya derajat kesehatan masyarakat
antara lain :
a. Angka kematian bayi pada tahun 2002 sebesar 26,06/1000 dan pada tahun 2003
tetap sebesar 26,06/1000.
b. Angka kematian kasar turun dari 3,66/1000 pada tahun 2002 menjadi 3,54/1000
pada tahun 2003.
c. Penderita anemia ibu hamil pada tahun 2002 sebesar 83,60 dan pada tahun 2003
turun menjadi 41,30.
d. Penderita anemia balita pada tahun 2002 sebesar 65,30 dan pada tahun 2003 turun
menjadi 28,16.
e. Penderita Kurang Energi Kronis (KEK) WUS pada tahun 2002 sebesar 26,54 dan 26,38
pada tahun 2003.

f. Pendidikan.
Sebagian besar penduduk Gunungkidul hanya berpendidikan tamat Sekolah Dasar.
Kondisi ini menunjukan masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia, sehingga di
masa mendatang, diperlukan usaha peningkatan kualitas pendidikan mereka, yaitu
pembangunan pendidikan yang mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan.

Gambar 2.9 Komposisi Penduduk Kabupaten Gunungkidul


menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2004

Selama ini usaha yang ditempuh dalam usaha meningkatkan kualitas SDM adalah
meningkatkan ketertarikan masyarakat terhadap dunia pendidikan, yaitu mendorong

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


22
mereka terlibat menuntut ilmu. Pada tahun 2004, untuk jenjang SD/MI angka
partisipasi murni ( APM ) sebesar 88,63 %, Pada jenjang SMP/MTs angka partisipasi
murni (APM) sebesar 72,10 %. Pada jenjang Sekolah Menengah angka partisipasi murni
( APM ) sebesar 34,68.

Selain dorongan motivasi untuk ikut kegiatan belajar, diusahakan pula pemenuhan
fasilitas pendidikan termasuk kecukupan ruang kelas sebagai penunjang kegiatan
belajar. Rasio jumlah murid terhadap ruang kelas dapat menggambarkan ketersediaan
uang bagi kegiatan belajar mengajar. Dengan asumsi 1 (satu) kelas dipakai untuk 40
orang, maka kondisi fasilitas ruang kelas di Gunungkidul dapat dikatakan tercukupi
baik tingkat SD, SMP maupun SMA.

Gambar 2.10 Rasio Murid Kabupaten Gunungkidul terhadap Ruang Kelas Tahun 2004

Masih tingginya angka putus sekolah pada semua jenjang pendidikan formal di
Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2002-2003 dapat disebabkan karena kurangnya
kemampuan masyarakat dalam mengikuti proses belajar, tetapi dapat juga karena
faktor lain (pindah ke luar kota). Pada gambar di bawah ini, angka putus sekolah yang
cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, perlu dicari akar permasalahan
penyebab siswa putus di tengah jalan.

Gambar 2.11 Jumlah dan Prosentase Angka Putus Sekolah Kabupaten Gunungkidul
Tahun 2001 - 2003

D. Sarana dan Prasarana

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


23
a. Sarana Transportasi
Untuk meningkatkan pelayanan transportasi lokal perlu dilakukan pemerataan
pembangunan jalan dan jembatan ke seluruh wilayah perkotaan, perdesaan, kawasan
wisata, dan sebagainya secara proporsional, sedangkan untuk transportasi regional
direncanakan peningkatan jalan kolektor yang menghubungkan antar kabupaten dan
jalan yang menghubungkan daerah perbatasan. Jaringan transportasi yang ada di
Kabupaten Gunungkidul selain berfungsi untuk menghubungkan kota-kota di dalam
wilayahnya, juga merupakan penghubung dengan kota-kota diluar wilayah, seperti
Yogyakarta, Klaten maupun Wonogiri.

Jalur jalan yang menghubungkan kota-kota di Jawa Tengah Selatan dan Timur (Klaten,
Sukoharjo, Wonosari) adalah jalur jalan yang melewati Semin – Karangmojo – Wonosari –
Paliyan – Panggang terus ke Yogyakarta.
Jalur jalan yang lain merupakan jalur transportasi koridor fungsi perdagangan, industri
dan pusat permukiman yaitu Sadeng – Rongkop – Semanu – Wonosari – Playen – Patuk
terus ke Yogyakarta .

Untuk membuka akses wilayah selatan, mulai dari Bantul – Gunungkidul - Wonogiri -
Pacitan. akan ditingkatkan jaringan jalan lintas selatan. Akses ini dimaksudkan untuk
membuka peluang ekonomi di wilayah selatan, sekaligus mengurangi kejenuhan lalu
lintas wilayah utara Pulau Jawa. Panjang lintas selatan di Kabupaten Gunungkidul ini
sepanjang 81,25 km. dengan melintasi 7 kecamatan di wilayah selatan.

Rasio panjang jalan di kabupaten Gunungkidul pada tahun 2004 adalah 0,80 Km/Km 2
dengan rincian kondisi jalan tampak seperti gambar 13. Kondisi ini menunjukkan bahwa
fasilitas transportasi sudah cukup memadai.

Gambar 2.12 Kondisi dan Status Jalan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2004

Untuk melayani angkutan transportasi, terdapat terminal regional yang terletak di kota
Wonosari, yaitu terminal antar kota yang bersatu dengan terminal angkutan perdesaan.
Terminal dan tempat pemberhentian angkutan lainnya tersebar di kecamatan lainnya.

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


24
b. Sarana Peribadatan
Dalam bidang keagamaan diupayakan adanya hubungan yang harmonis antara umat
beragama yang ada di Kabupaten Gunungkidul, demikian pula adanya pembangunan
sarana ibadah dari berbagai agama yang ada, sehingga ratio antara banyaknya masing-
masing umat beragama terhadap tempat ibadahnya semakin baik .Jumlah sarana
peribadatan menurut agama yang ada adalah sebagai berikut : masjid sebanyak 1.621
buah, mushola 388 buah, langgar 445 buah, gereja Kristen Protestan 76 buah, gereja
Katolik 3 buah, kapel 31 buah, pura 14 buah dan wihara 7 buah.

E. Politik, Hukum, dan Keamanan


Perkembangan pembangunan politik di Kabupaten Gunungkidul secara umum sudah
semakin baik, hal ini ditandai dari proses demokratisasi telah berjalan pada arah yang
benar. Proses demokratisasi yang berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini telah
mengubah sistem politik serta peran negara dan masyarakat secara mendasar. Tuntutan
masyarakat luas untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik
serta tuntutan atas hak mengeluarkan pendapat dan aspirasi secara bebas telah menjadi
salah satu karakteristik utama dalam kehidupan politik saat ini. Perubahan mendasar ini
apabila dikelola secara tepat dapat menjadi modal yang penting dalam melanjutkan
proses demokratisasi ke depan.

Seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat yang semakin kritis, maka adanya
tuntutan keterbukaan dalam wadah partisipasi politik rakyat yang ditandai dengan
berlakunya sistim multi partai yang mengikuti Pemilu serta munculnya berbagai bentuk
asosiasi masyarakat sipil, baik dalam bentuk organisasi kemasyarakatan, lembaga
swadaya masyarakat maupun forum-forum lainnya, menjadi model yang sangat penting
dalam mewujudkan proses demokratisasi ke depan.

Keberhasilan Gunungkidul dalam Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Langsung secara


demokratis pada tahun 2005 merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan
bidang politik dan modal pembangunan di Kabupaten Gunungkidul. Pemungutan suara
yang aman dan damai akan menjamin Kepala Daerah yang representatif dan memiliki
dukungan masyarakat. Masyarakat madani (civil society) yang kuat akan dapat
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan. Oleh sebab itu penguatan
kelembagaan pemerintahan dan masyarakat menjadi tugas bersama sebagai langkah
mempercepat terwujudnya masyarakat madani. Pembinaan ideologi negara bagi semua
lapisan masyarakat, khususnya di Kabupaten Gunungkidul merupakan langkah yang

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


25
strategis bagi peningkatan pemahaman berbangsa, bernegara dan bermasyarakat
sebagai modal dasar untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.

Berbagai program pembinaan politik di Kabupaten Gunungkidul telah dilakukan terhadap


berbagai lapisan masyarakat, pembinaan kehidupan sosial politik, pembinaan organisasi
pemuda dan kemasyarakatan, dan lain sebagainya. Namun dari berbagai kegiatan
tersebut masih ditemukan masalah-masalah baik teknis, maupun substansi dalam
pembinaan politik di Kabupaten Gunungkidul.

Kondisi penegakan hukum di Kabupaten Gunungkidul sudah berjalan dengan cukup baik,
namun masih perlu ditingkatkan. Produk hukum seperti Peraturan Daerah yang
merupakan implementasi dari otonomi daerah ditingkatkan agar dapat mencerminkan
aspirasi kebutuhan masyarakat Gunungkidul, sehingga dapat mendorong partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan. Dengan demikian, produk hukum daerah yang
dihasilkan benar–benar dapat mencerminkan kebutuhan dan aspirasi rakyat.

Langkah kebijakan yang telah diambil Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat serta memberikan kepastian hukum dan
ketentraman dalam kehidupan yaitu :
1. Meningkatkan pelayanan masyarakat di bidang hukum serta menyelenggarakan
penyuluhan hukum dalam rangka meningkatkan kesadaran serta budaya hukum dan
tertib hukum;
2. Menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2003 sebanyak 13
buah dan pada tahun 2004 sebanyak 4 buah.

Penegakkan supremasi hukum, demokrasi dan hak asasi manusia merupakan salah satu
kunci yang sangat mendasar dan penting dalam melaksanakan tugas pemerintahan
secara umum dan pembangunan sektor-sektor lainnya. Kabupaten Gunungkidul sebagai
bagian integral dari Pemerintah Republik Indonesia, tidak mungkin mengisolasi diri dari
kompetisi dengan daerah lainnya dalam menegakkan supremasi hukum, demokrasi dan
Hak Asasi Manusia.

Supremasi hukum memiliki makna bahwa hukum merupakan landasan berpijak bagi
seluruh penyelenggara negara, sehingga pelaksanaan pembangunan di daerah Kabupaten
Gunungkidul khususnya dapat berjalan sesuai aturan yang telah ditetapkan. Dengan
terciptanya supremasi hukum diharapkan dapat terwujud pemerintahan yang bersih dari
korupsi, kolusi dan nepotisme (clean government) dapat tercipta dan pemerintahan
daerah yang baik (good governance) dapat terwujud.

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


26
Belum membudayanya nilai-nilai kepatuhan terhadap hukum juga merupakan penyebab
lemahnya kesadaran hukum masyarakat. Lemahnya program sosialisasi peraturan
perundang-undangan, kendatipun sudah ada beberapa program penyadaran hukum
masyarakat dan terhadap aparat pemerintah, belum menunjukkan hasil yang optimal,
hal ini terbukti masih banyak kesalahpahaman antara masyarakat dengan para penegak
hukum.

Di bidang ketentraman dan ketertiban umum, berbagai masalah gangguan keamanan


dan kejahatan yang timbul dapat dikendalikan, dan ditangani dengan baik sesuai dengan
hukum yang berlaku. Rasa aman di Kabupaten Gunungkidul merupakan kebutuhan
bersama dengan lebih mengedepankan peran masyarakat dan aparat keamanan, karena
secara keseluruhan penanganan masalah kriminalitas dan tindak kejahatan masih
menjadi kewenangan penuh dari Pemerintah Pusat melalui lembaga Kepolisian.
Sedangkan bagi Pemerintah Kabupaten sesuai dengan kewenangannya harus menjaga
dan mencegah peluang terjadinya konflik yang bernuansa pada disintregrasi sosial,
sehingga masyarakat dalam beraktivitas dapat terayomi. Untuk itu Pemerintah
Kabupaten Gunungkidul lebih meningkatkan kerjasama dengan lembaga penegak hukum
dan pemahaman hak asasi manusia serta menggerakkan partisipasi masyarakat dalam
penanggulangan tindak kejahatan dengan Sistem Keamanan Swakarsa dan Bela Negara.
Langkah-langkah yang sudah dilaksanakan oleh Kabupaten Gunungkidul, antara lain:
1. Meningkatkan kerja sama dengan para penegak hukum (Polisi
dan Aparat Peradilan) dalam penegakan supremasi hukum;
2. Meningkatkan kemampuan daya tangkal masyarakat yang
tangguh, baik di pemukiman maupun di tempat kerja;
3. Peningkatan kapasitas Polisi Pamong Praja, Pembinaan dan
Pemberdayaan Linmas dan Penanggulangan Bencana;
4. Meningkatkan koordinasi seluruh kegiatan penanggulangan
narkoba yaitu Badan Pelaksana Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat
Adiktif serta Kenakalan Remaja Kabupaten Gunungkidul.

2.1.3 Gambaran Kemiskinan Kabupaten Gunungkidul

Sampai saat ini Gunungkidul masih menghadapi masalah kemiskinan yang antara lain
ditandai oleh jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan yang rentan
untuk jatuh ke bawah garis kemiskinan. Pada tahun 2002 Subdin KB Kabupaten

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


27
77801
78000
77000 76112
76000 2002
75000 2003
74108
74000 Gunungkidul mencatat Pra KS dan Ks 1 dengan alasan ekonomi
2004 sejumlah 77.801 KK dari
73000
203.599 KK atau 38,21%, tahun 2003 terdapat 76.112 KK dari 205.799 KK atau 36,98 %,
72000
tahun 2004
Perkemsejumlah 74.108
bangan KK Pra KKl dari 209.058 KK atau 35,45 %.1
KS dan KS Berdasarkan
perkembangan penduduk miskin (Gambar 1), fluktuasi angka kemiskinan dari tahun 2002
ke 2004 cenderung mengalami penurunan angka kemiskinan yang cukup signifikan.
Penurunan ini merupakan dampak dari hasil berbagai program pembangunan termasuk
jaring pengaman sosial yang dirancang khusus untuk mengatasi kemiskinan yang bersifat
jangka pendek (JPS BK, OPK Raskin, PKS BBM, dll.) maupun berbagai program
pemberdayaan masyarakat yang sifatnya jangka panjang (PPK, P2KP, P2MPD, dll.).

Gambar 2.13 Perkembangan Jumlah Keluarga Miskin l dengan Alasan Ekonomi


Tahun 2002- 2004

Masalah kemiskinan di Gunungkidul masih didominasi kemiskinan di daerah perdesaan.


Tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di pedesaan cenderung lebih tinggi dari
perkotaan. Masyarakat miskin pedesaan dihadapkan pada masalah rendahnya mutu
sumberdaya manusia, terbatasnya pemilikan lahan, kondisi tanah yang relatif kurang
subur, banyaknya rumahtangga yang tidak memiliki asset, terbatasnya alternatif
lapangan kerja, degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, lemahnya
kelembagaan dan organisasi masyarakat, dan ketidakberdayaan dalam menentukan
harga produk pertanian yang dihasilkan.

Masyarakat miskin di kawasan pesisir menghadapi permasalahan khusus. Penduduk di


kawasan pesisir umumnya menggantungkan hidup dari pemanfaatan sumberdaya laut
dan pantai yang membutuhkan investasi besar, sangat bergantung musim, dan rentan
terhadap polusi dan perusakan lingkungan pesisir. Mereka hanya mampu bekerja sebagai
nelayan kecil dengan peralatan yang sederhana, sebagai buruh nelayan, pengolah dan
pedagang ikan skala kecil karena memiliki kemampuan investasi yang sangat kecil pula.
Nelayan kecil hanya mampu memanfaatkan sumberdaya di daerah pesisir dengan hasil
tangkapan yang cenderung terus menurun akibat persaingan dengan nelayan pendatang
yang berasal dari daerah lain yang umumnya lebih berpengalaman dan berani melaut.

1 Subdin KB, Data Pra KS dan KS1 dengan alasan ekonomi tahun 2002 – 2004.

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


28
Faktor lain adalah besarnya ombak laut selatan membuat nelayan lokal yang sebagian
besar menggunakan perahu motor tempel kesulitan melaut setiap saat. Hasil tangkapan
yang kecil sekaligus juga melemahkan posisi tawar mereka dalam transaksi penjualan.
Di samping itu, pola usaha nelayan yang bersifat musiman dan tidak menentu
menyebabkan masyarakat miskin di kawasan pesisir cenderung sulit untuk keluar dari
jerat kemiskinan. Kondisi kemiskinan yang dialami oleh masyarakat nelayan
menyebabkan terjadinya pewarisan kemiskinan antar generasi.

Masalah kemiskinan di Gunungkidul juga terkait dengan keterisolasian wilayah. Hasil


identifikasi yang dilakukan oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT)
menyebutkan sekitar 190 kabupaten termasuk kategori tertinggal. Di Propinsi DI.
Yogyakarta Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo termasuk bagian dari kabupaten
tertinggal.

Masalah kemiskinan juga menyangkut dimensi gender. Gunungkidul juga mempunyai


masalah ketimpangan gender yang relatif lebih besar dibanding Sleman dan Bantul.
Laki-laki dan perempuan mempunyai peranan dan tanggungjawab yang berbeda dalam
rumahtangga dan masyarakat, sehingga kemiskinan yang dialami juga berbeda. Laki-laki
dan perempuan mempunyai akses, kontrol dan prioritas yang berbeda dalam pemenuhan
hak-hak ekonomi, sosial dan politik. Permasalahan yang terjadi selama ini adalah
rendahnya partisipasi dan terbatasnya akses perempuan untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Masalah mendasar
lainnya adalah kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari
ketimpangan struktur sosio-kulutral masyarakat. Hal ini tercermin dari terbatasnya
akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang baik, pendidikan
yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang luas.

Secara umum permasalahan kemiskinan di kabuapten Gunungkidul tercermin dari sektor


ketanagakerjaan, dan ketika berbicara tentang tenaga kerja tidak terlepas dari
kependudukan. Dalam hal ini, Penduduk merupakan salah satu potensi yang dimiliki
dalam suatu wilayah, terutama jumlah angkatan kerja yang tersedia (umur 15-55
tahun), namun akan menjadi masalah apabila angkatan kerja yang tersedia tidak
mendapatkan lapangan pekerjaan sehingga menimbulkan pengangguran. Fenomena ini
mengakibatkan munculnya kemiskinan, disamping itu akan terjadi mobilisasi penduduk
keluar wilayah (migrasi). Apabila dipetakan dalam sebuah kabupaten akan terjadi
penumpukan angkatan kerja yang bekerja di sektor tertentu dan di wilayah tertentu.

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


29
tenaga kerja yang berhasil ditempatkan untuk AKL sebesar 168 orang, AKAD sebesar 514
orang, dan AKAN sebesar 66 orang sehingga total penempatan sebesar 748 orang. Pada
tahun 2005 masih terdapat pengangguran terbuka sebanyak 17.095 orang atau 5,28 %
dari jumlah angkatan kerja. Pada tahun 2006 data angkatan kerja sebanyak 349.563
orang, jumlah penganggur sebanyak 19.806 orang dengan komposisi laki-laki sebanyak
9.694 orang, dan perempuan sebanyak 10.112 orang.

2.1.4 Tingkat dan Sebaran Kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul

Dalam mengkaji persebaran kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul sementara ini,


menggunakan data yang tersedia, selanjutnya di analisis dengan menggunakan alat
tabulasi sederhana. Tabulasi tersebut hanya untuk melihat sebaran kemiskinan yang ada
di setiap kecamatan.

Fakta yang penting untuk dihindari adalah kelompok kerja acap kali larut dalam
perdebatan panjang tentang “data” kemiskinan itu sendiri, sebab untuk memperoleh
data kemiskinan yang valid membutuhkan energi dan waktu yang panjang. Oleh karena
itu, data yang tersedia dikaji deviasinya dan selanjutnya diputuskan untuk menggunakan
data yang mana. Sebaran data awal untuk penanggulangan kemiskinan dapat dilihat
dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Data Kemiskinan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2005-2006

No. Kecamatan RTM 2005 RTM 2006


1 Panggang 3.128 4.030
2 Purwosari 1.599 1.755
3 Paliyan 3.775 5.200
4 Sptosari 5.111 5.987
5 Tepus 3.751 4.550
6 Tanjungsari 3.173 3.853
7 Rongkop 3.239 4.162
8 Girisubo 2.475 3.076
9 Semanu 5.983 7.168
10 Ponjong 5.187 6.406
11 Karangmojo 6.057 8.202
12 Wonosari 4.582 6.495
13 Playen 6.061 7.661
14 Patuk 2.798 3.769
15 Gedangsari 4.639 5.949
16 Nglipar 3.947 4.745
17 Ngawen 2.842 5.217
18 Semin 5.989 7.497
JUMLAH 74.286 95.722

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


30
Sumber: Paparan Musrenbang, Kab. Gunungkidul 2007

Data tahun 2006 di atas menunjukkan kenaikan angka kemiskinan yang cukup signifikan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sempat menunjukkan kecenderungan
menurun dari tahun ke tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan karena: (i) menurunnya
daya beli masyarakat terhadap kebutuhan sehari-hari; (ii) kondisi ekonomi makro yang
tidak stabil; (iii) menurunnya akses masyarakat terhadap berbagai pelayanan dasar
hidup.

2.3 Penyebab Kemiskinan

Analis terhadap penyebab kemiskinan di wilayah Kabupaten Gunungkidul dilakukan


dengan pendekatan AKP (Analisis kemiskinan Partisipatif). Analisis kemiskinan
partisipatif dilakukan untuk memahami suara masyarakat miskin baik laki-laki maupun
perempuan tentang masalah kemiskinan yang mereka hadapi dan mengakomodasikan
suara masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan. Langkah ini menggunakan Metode
Diskusi terfocus (FGD) dalam menjaring aspirasi masyarakat. yang dilaksanakan dilokasi
P2KP (Proyek Penaggulangan Kemiskinan di Perkotaan). Wilayah lokasi P2KP kemudian
dalam pelaksanaannya terbagi menjadi 3 cluster. pembagian cluster didasarkan pada
kondisi wilayah (kecamatan) yang memiliki tipologi hampir sama.

Suara komunitas miskin dari setiap cluster kemudian dikonsultasikan pada publik di
tingkat cluster, yang bertujuan untuk mengklarifikasikan, merasionalisasikan dan
merevisi hasil temuan sebelumnya.

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


31
Hasil konsultasi publik dilakukan di 3 (lima) cluster, yaitu:
¬ Zona Utara disebut dengan wilayah pengembangan Zona Batur Agung, Wilayah ini
meliputi Kecamatan Gedangsari, Nglipar, Ngawen, Semin, dan Ponjong.
¬ Zona Tengah disebut dengan wilayah pengembangan Ledok Wonosari, ini meliputi
Kecamatan Playen, Wonosari, Karangmojo, dan Semanu.
¬ Zone Selatan atau disebut dengan Zona Pegunungan Seribu. meliputi kecamatan
Saptosari, Paliyan, Tepus, Rongkop, Purwosari, Panggang,
Digunakan sebagai bahan untuk didiskusikan dan dianalisa di dalam diskusi serial. Untuk
memandu supaya pembahasan suara komunitas dari setiap cluster tersebut lebih
terfokus maka dilakukan (a) penggabungan isu antar cluster dan (b) pembagian isu
dalam Bidang-bidang.
Adapun pembagian Bidang dari penggabungan cluster dikelompokan menjadi 5 (lima)
bidang antara lain :
♣ Bidang Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan
♣ Bidang Industri dan Perdagangan
♣ Bidang KB dan Kesehatan
♣ Bidang Pendidikan dan Kebudayaan
♣ Bidang Sosial dan Tenaga Kerja
Hasil isu per bidang penyebab kemiskinan masyarakat yang berasal dari assessmen di
komunitas seperti tertera di dalam Tabel 2.4. di bawah ini.

Tabel 2.4. Kelompok isu per bidang penyebab kemiskinan

No Bidang Hasil FGD


Rendahnya hasil pertanian. penyebabnya adalah :
♦ Sulit memprediksi musim,
Pertanian,
♦ Sulitnya memperoleh pupuk (akibat minimnya stok
Perkebunan,
1 pupuk KUD sebagai distributot tunggal)
Peternakan dan
Perikanan ♦ terjadinya pengurangan subsidi pemerintah pada
benih dan pupuk (kimiawi), dan
♦ minimnya penyuluhan dari pertanian
Tidak berimbangnya antara hasil panen dengan hasil panen
(persoalan pasca panen) yang disebabkan oleh:
♦ Tidak adanya standar harga produk baku ,
♦ Tidak mampunya mengakses pasar karena ulah
tengkulak
♦ Kendala transportasi
Kurangnya/tidak adanya air irigrasi disebabkan oleh:
♦ tak ada dan berkurangnya sumber air
permukaan serta tak ada saluran air irigrasi,
♦ kemarau yang panjang,
♦ adanya sumber air yang digunakan untuk air
bersih (air minum),

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


32
No Bidang Hasil FGD

♦ pembuangan sampah sembarangan,


pembagian air tak teratur dan kebocoran saluran
mengakibatkan produktifitas lahan menurun.
Pola pertanian masih bersifat tradisional, sehingga petani
tak dapat mengoptimalkan pengolahan lahan pada saat
musim hujan atau sering terlambat tanam yang akhirnya
produktifitasnya rendah
akibat adanya kepemilikan lahan pertanian yang terbatas
dan sempit karena:
♦ kondisi lahan pegunungan
♦ kurang produktif dan dijual sehingga bekerja
menjadi buruh tani/lepas dengan pendapatan rendah
tidak dimilikinya ketrampilan secara spesifik, sehingga mutu
yang dihasilkan tidak dapat memenuhi tuntutan pasar.
Industri dan Adanya keterbatasan permodalan, sehingga warga tidak
2
Perdagangan dapat memenuhi pesanan dalam jumlah yang besar
tingginya biaya operasional untuk kerajinan ornamen batu
putih, sehingga kebanyakan warga miskin hanya mampu
sebagai buruh
banyaknya usaha yang sejenis, sehingga terjadi persaingan
tidak sehat dalam pemasaran hasil produksi, hal ini
menyebabkan usaha kecil semakin terpuruk dan akhirnya
usaha terhenti karena kalah dalam penentuan harga.
Belum adanya lembaga yang menampung dan mengorganisir
pemasaran, sehingga pemasaran masih dilakukan
secarapribadi-pribadi.
Kurangnya penyuluhan dan bimbingan baik dari pemerintah
maupun swasta untuk peningkatan kualitas dan kapasitas.
Fasilitas terhadap layanan dokter masih sulit didapatkan
warga masyarakat khususnya wilayah-wilayah pelosok
pedesaan, karena persoalan jarak jangkau.
fasilitas Pustu kurang maksimal karena hanya ada perawat
KB dan Kesehatan
3 sementara perawat tidak mempunyai wewenang untuk
mendiagnosa penyakit.
sumber air bersih di daerah perbukitan sangat terbatas atau
tak ada menyebabkan, kesehatan masyarakat terganggu
Minimnya fasilitas MCK yang dimiliki warga masyarakat
khususnya masyarkat miskin
Askeskin banyak disalahgunkan, dalam arti keluarga mampu
banyak yang memggunakan.
Minimnya ketersediaan air bersih terutama pada musim
kemarau
keluarga kurang gizi sehingga sering sakit-sakitan
menyebabkan tak memiliki pekerjaan tetap, maka
penghasilannya rendah
Kurang pahamnya kesehatan bagi ibu hamil
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, karena lokasi
pendidikan/sekolah (SMP ke atas) yang jauh adanya tingkat
pendidikan masyarakat rendah karena:
♦ Tak adanya minat untuk menyekolahkan
4 Pendidikan
pendidikan lebih tinggi (tak ada jaminan
untuk bekerja yang lebih baik),
♦ Tak ada motivasi dan kesadaran orang tuanya
(cukup bisa membaca dan menulis saja)
Tingginya biaya pendidikan, yang meliputi :
♦ sumbangan sekolah,

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


33
No Bidang Hasil FGD
♦ baju,
♦ buku,
♦ uang saku,
♦ transportasi dsb.),
menyebabkan biaya untuk menyekolahkan tak terjangkau
(hanya SD-MTs/ SMP), yang akibatnya SDM rendah, sehingga
lapangan pekerjaan menjadi terbatas, yang menyebabkan
bekerja menjadi buruh dengan upah minim.
Masih adanya buta huruf yang menyebabkan masyarakat
terbatas pada layanan informasi
Beasiswa yang ada hanya mampu untuk membiayai biaya
disekolah, sementara pengeluaran terbesar justru pada biaya
operasional harian seperti, transport, kebutuhan buku-buku,
seragam, dll.
Belum optimalnya kinerja pendidik, disebabkan oleh
♦ Tempat tiggal guru jauh dari sekolah
♦ Masih kurangnya kapasitas guru
adanya keterbatasan lapangan kerja bagi masyarakat
disekitar pabrik yang disebabkan oleh:
♦ batasan jenis kelamin (perempuan),
♦ kondisi fisik,
Sosial dan Tenaga
♦ batasan usia,
5 Kerja
♦ kolusi di manajemen pabrik,
♦ waktu kontrak yang pendek, dan
♦ belum adanya kebijakan pemerintah daerah yang
yang mendukung untuk memprioritaskan warga
setempat,
tidak dimilikinya ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan
lapangan pekerjaan, sehingga warga jadi tersingkir, hal ini
disebabkan ; Pendidikan rendah
Minimnya lapangan pekerjaan terutama di pedesaan,
lapangan pekerjaan lebih banyak disektor pertanian dan
tidak lebih menjadi buruh tani.
Banyaknya persaingan pencari kerja sementara daya serap
peluang kerja yang ada sangat kecil.
Masyarakat tidak memiliki pekerjaan tetap, (buruh tani,
serabutan) sehingga upah yang diterima kecil, dan tidak
mencukupi untuk kebutuhan hidup keluarga.
Banyaknya pengeluaran untuk kegiatan sosial (jagong
mantenan, tilik bayi, dsb ), terutama pada bulan-bulan
tertentu, sehingga hal ini menyedot biaya yang lebih banyak
dari pada kebutuhan keluarga.
adanya pendapat orang tua bahwa mumpung masih muda
dan sudah “bekerja”, maka kawin saja, sehingga mendorong
untuk kawin muda, yang akhirnya membentuk keluarga
miskin
Tidak adanya order pekerjaan sehingga masyarakat menjadi
menganggur.

Berdasarkan pada hasil assesment terhadap penyebab kemiskinan di atas, maka


dirumuskan permasalah dasar dari masing- masing bidang penaggulangan kemiskinan
adalah sebagai berikut :

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


34
Tabel 2.5. Permasalahan dasar penyebab kemiskinan

Bidang Permasalahan dasar

♦ Kurang mampunya petani mengakses Informasi


Pertanian,
♦ Rendahnya pemikiranpetani
Perkebunan,
1 ♦ Adanya subsidi saprodi yang terbatas
Peternakan dan
Perikanan ♦ Belum adanya peraturan tentang sistem bagi hasil
pertanian/peternakan
♦ Prasarana transportasi hasil pertanian keluar dari sentra
produksi belum memadai
♦ Adanya pola kebiasaan petani dan keterbatasan penerapan
pola tanam serta pengelolaan pascapanen yang belum
memadai
♦ Adanya ketersediaan lahan terbatas
♦ Kurang pengetahuan dan kemampuan pengelolaan lahan
yang terbatas
♦ Adanya tuntutan kebutuhan dasar (pemukiman/perumahan)
♦ Belum siapnya perubahan masyarakat pertanian menjadi
masyarakat non pertanian.
♦ Kerusakan keseimbangan lingkungan di kawasan hutan
Kurangnya pemenuhan kebutuhan irigasi
♦ Minimnya peralatan nelayan
♦ Belum adanya jaminan pemasaran hasil budidaya perikanan
♦ Pengelolaan perikanan belum optimal yang disebabkan
bukan menjadi lahan penghasilan pokok.
♦ Rendahnya kemampuan masyarakat miskin (Iptek,
ketrampilan, dan akses informasi) dalam pengembangan
Industri dan bidang industri dan perdagangan
2
Perdagangan ♦ adanya budaya malu/takut
♦ jumlah penyuluh dan instruktur indag sangat kurang
♦ Belum adanya keseimbangan antara pertumbuhan jumlah
pedagang dengan sarana yang disediakan pemerintah.
♦ Kurangnya pengetahuan, kemampuan, ketrampilan dan
sifat-sifat pegrajin untuk membuat dan mengembangkan
alat pemrosesan pengeringan
♦ belum adanya perluasan pasar untuk penjualan produk
kerajinan (produk jasa, indag, dan pariwisata)
KB dan ♦ Kurang diberdayakannya PLKB
3 Kesehatan ♦ Kurangnya diberdayakan Pustu, Polindes dan Posyandu
♦ Kurangnya alat kontrasepsi (alkon) bagi GAKIN
♦ KK miskin tak memiliki dana untuk biaya pengobatan dan
pembelian makanan bergizi
♦ Kurangnya pengawasan terhadap pengelolaan limbah
industri oleh instansi terkait dan masyarakat
♦ Kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan di tingkat
desa dan kurang intensifnya jadwal Puskesling ke desa
♦ Belum semua pelayanan kepada masyarakat terpenuhi
(Cakupan rawat jalan belum merata)
Kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang mutu pelayanan
kesehatan di tingkat desa
♦ Adanya pendapatan rendah dari keluarga miskin sehingga
4 Pendidikan
biaya untuk menyekolahkan tak terjangkau

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


35
Bidang Permasalahan dasar

♦ Sarana pendidikan yang jauh, terutama jenjang SMP keatas


yang menyebabkan minat untuk bersekolah rendah.
♦ Mutu dan hasil pendidikan yang tidak menjanjikan
perbaikan hidup
Motivasi dan kemauan siswa belajar kurang (etos belajar kurang)
♦ Pertumbuhan angkatan kerja yang tak sebanding dengan
lapangan kerja
♦ Lapangan kerja yang tersedia bersifat padat karya sehingga
upah rendah
♦ SDM tenaga kerja rendah sebab pendidikan formal rendah
dan skill rendah
♦ Ketidakmampuan warga miskin untuk mengakses informasi
lapangan kerja
♦ Sulitnya memberantas kasus perjudian dan belum
optimalnya peran masyarakat dalam penegakan hukum
Tenaga kerja
5 atau masyarakat membantu menangkap pelanggar hukum
dan Sosial
(dalam mendukung proses tertangkap tangan tersangka)
♦ Belum optimalnya kinerja PPNS dan aparat penegak hukum
♦ Belum optimalnya kegiatan penyuluhan UU perkawinan
dengan melibatkan tokoh masyarakat, alim ulama, dan
stakeholder lainnya, serta lemahnya koordinasi
kelembagaan yang terkait dengan perkawinan usia dini
♦ Belum adanya pendidikan sex sejak dini (kesehatan
reproduksi) di kurikulum pendidikan formal sesuai dengan
kewenangan dan kompetensinya.
♦ Adanya budaya kerja (etos kerja) yang rendah; atau
memiliki skill rendah dan tak ada kemauan bekerja; atau
skill yang dimiliki terbatas dan peluang pekerjaan tak ada
♦ Belum adanya program untuk penduduk yang tersingkir

Strategi Penaggulangan Kemiskinan Daerah Kab. GUNUNGKIDUL


36

You might also like