Professional Documents
Culture Documents
Kata Kunci: aldehid, alkohol, alkohol primer, alkohol sekunder, alkohol tersier, keton,
oksidasi, oksidasi alkohol, pereaksi Schiff, zat warna Fuchsin
Ditulis oleh Jim Clark pada 28-10-2007
Halaman ini menjelaskan tentang oksidasi alkohol menggunakan larutan natrium atau
kalium dikromat(VI) yang besifat asam. Reaksi ini digunakan untuk membuat aldehid,
keton dan asam karboksilat, dan sebagai sebuah cara untuk membedakan antara alkohol
primer, sekunder dan tersier.
Agen pengoksidasi yang digunakan pada reaksi-reaksi ini biasanya adalah sebuah larutan
natrium atau kalium dikromat(V)) yang diasamkan dengan asam sulfat encer. Jika
oksidasi terjadi, larutan orange yang mengandung ion-ion dikromat(VI) direduksi
menjadi sebuah larutan hijau yang mengandung ion-ion kromium(III).
Alkohol primer
Alkohol primer bisa dioksidasi baik menjadi aldehid maupun asam karboksilat tergantung
pada kondisi-kondisi reaksi. Untuk pembentukan asam karboksisat, alkohol pertama-tama
dioksidasi menjadi sebuah aldehid yang selanjutnya dioksidasi lebih lanjut menjadi asam.
Oksidasi alkohol akan menghasilkan aldehid jika digunakan alkohol yang berlebihan, dan
aldehid bisa dipisahkan melalui distilasi sesaat setelah terbentuk.
Alkohol yang berlebih berarti bahwa tidak ada agen pengoksidasi yang cukup untuk
melakukan tahap oksidasi kedua. Pemisahan aldehid sesegera mungkin setelah terbentuk
berarti bahwa tidak tinggal menunggu untuk dioksidasi kembali.
Jika digunakan etanol sebagai sebuah alkohol primer sederhana, maka akan dihasilkan
aldehid etanal, CH3CHO.
Persamaan lengkap untuk reaksi ini agak rumit, dan kita perlu memahami tentang
persamaan setengah-reaksi untuk menyelesaikannya.
Dalam kimia organik, versi-versi sederhana dari reaksi ini sering digunakan dengan
berfokus pada apa yang terjadi terhadap zat-zat organik yang terbentuk. Untuk
melakukan ini, oksigen dari sebuah agen pengoksidasi dinyatakan sebagai [O]. Penulisan
ini dapat menghasilkan persamaan reaksi yang lebih sederhana:
Penulisan ini juga dapat membantu dalam mengingat apa yang terjadi selama reaksi
berlangsung. Kita bisa membuat sebuah struktur sederhana yang menunjukkan hubungan
antara alkohol primer dengan aldehid yang terbentuk.
Alkohol dipanaskan dibawah refluks dengan agen pengoksidasi berlebih. Jika reaksi telah
selesai, asam karboksilat bisa dipisahkan dengan distilasi.
Persamaan reaksi sempurna untuk oksidasi etanol menjadi asam etanoat adalah sebagai
berikut:
Atau, kita bisa menuliskan persamaan terpisah untuk dua tahapan reaksi, yakni
pembentukan etanal dan selanjutnya oksidasinya.
Alkohol sekunder dioksidasi menjadi keton. Sebagai contoh, jika alkohol sekunder,
propan-2-ol, dipanaskan dengan larutan natrium atau kalium dikromat(VI) yang
diasamkan dengan asam sulfat encer, maka akan terbentuk propanon.
Perubahan-perubahan pada kondisi reaksi tidak akan dapat merubah produk yang
terbentuk.
Jika anda melihat kembali tahap kedua reaksi alkohol primer, anda akan melihat bahwa
ada sebuah atom oksigen yang "disisipkan" antara atom karbon dan atom hidrogen dalam
gugus aldehid untuk menghasilkan asam karboksilat. Untuk alkohol sekunder, tidak ada
atom hidrogen semacam ini, sehingga reaksi berlangsung lebih cepat.
Alkohol tersier
Alkohol-alkohol tersier tidak dapat dioksidasi oleh natrium atau kalium dikromat(VI).
Bahkan tidak ada reaksi yang terjadi.
Jika anda memperhatikan apa yang terjadi dengan alkohol primer dan sekunder, anda
akan melibat bahwa agen pengoksidasi melepaskan hidrogen dari gugus -OH, dan sebuah
atom hidrogen dari atom karbon terikat pada gugus -OH. Alkohol tersier tidak memiliki
sebuah atom hidrogen yang terikat pada atom karbon tersebut.
Anda perlu melepaskan kedua atom hidrogen khusus tersebut untuk membentuk ikatan
rangkap C=O.
Penggunaan reaksi-reaksi oksidasi alkohol sebagai sebuah reaksi uji untuk jenis-
jenis alkohol (primer, sekunder dan tersier).
Pertama-tama anda harus memastikan bahwa larutan yang akan anda uji benar-benar
adalah alkohol dengan cara menguji keberadaan gugus -OH di dalam larutan. Anda juga
perlu menentukan bahwa cairan tersebut adalah cairan netral, bebas dari air sehingga
bereaksi dengan fosfor(V) klorida menghasilkan asap-asap hidrogen klorida yang
mengandung air.
Selanjutnya anda akan menambahkan beberapa tetes alkohol ke dalam sebuah tabung uji
yang mengandung larutan kalium dikromat(VI) yang telah diasamkan dengan asam sulfat
encer. Tabung tersebut akan dipanaskan di sebuah penangas air panas.
Alkohol tersier
Untuk alkohol primer atau sekunder, warna orange larutan akan berubah menjadi hijau.
Sedangkan untuk alkohol tersier tidak ada perubahan warna.
Setelah pemanasan:
Menurut pengalaman, uji-uji ini sedikit sulit dilakukan dan hasilnya tidak selamanya jelas
seperti yang disebutkan dalam literatur. Sebuah uji yang jauh lebih sederhana namun
cukup terpercaya adalah dengan menggunakan pereaksi Schiff
Pereaksi Schiff merupakan sebuah zat warna Fuchsin yang berubah warna jika sulfur
oksida dilewatkan kedalamnya. Jika terdapat sedikit aldehid, warnanya akan berubah
mejadi merah keungu-unguan yang terang.
Akan tetapi, pereaksi ini harus digunakan dalam keadaan dingin, karena keton bisa
bereaksi dengan pereaksi ini sangat lambat menghasilkan warna yang sama. Jika
dipanaskan, maka reaksi dengan keton akan lebih cepat, sehingga berpotensi memberikan
hasil yang membingungkan.
Sambil anda memanaskan campuran reaksi dalam penangas air panas, anda bisa
melewatkan uap yang dihasilkan melalui beberapa pereaksi Schiff.
• Jika pereaksi Schiff cepat berubah warna menjadi merah keungu-unguan, maka
dihasilkan aldeih dari sebuah alkohol primer.
• Jika tidak ada perubahan warna dalam pereaksi Schiff, atau hanya sedikit warna
pink yang terbentuk dalam beberapa menit, maka tidak dihasilkan aldehid,
sehingga tidak ada alkohol primer.
Karena terjadi perubahan warna pada larutan kalium dikromat(VI) yang bersifat
asam, maka harus terdapat lakohol sekunder.
Anda harus memeriksa hasil uji sesegera mungkin setelah larutan kalium dikromat(VI)
berubah menjadi hijau – jika anda membiarkannya terlalu lama, maka pereaksi Schiff
bisa berubah warna kembali (untuk alkohol sekunder).
Ada dua campuran pereaksi cukup berbeda yang bisa digunakan untuk melangsungkan
reaksi ini. Walaupun pada kenyataannya kedua pereaksi sebanding secara kimiawai.
Larutan iodin dimasukkan ke dalam sedikit alkohol, diikuti dengan larutan natrium
hidroksida secukupnya untuk menghilangkan warna iodin. Jika tidak ada yang terjadi
pada kondisi dingin, maka campuran mungkin perlu dipanaskan dengan sangat perlahan.
Hasil positif dari reaksi adalah timbulnya endapan triiodometana (sebelumnya disebut
iodoform) yang berwarna kuning pucat pasi – CHI3.
Selain berdasarkan warnanya, iodoform juga bisa dikenali dengan baunya yang sedikit
mirip bau "obat". Triiodometana digunakan sebagai sebuah antiseptik pada berbagai
plaster tempel, misalnya yang dipasang pada luka-luka kecil.
Larutan kalium iodida ditambahkan ke dalam sedikit alkohol, diikuti dengan penambahan
larutan natrium klorat(I). Lagi-lagi, jika tidak ada endapan yang terbentuk pada kondisi
dingin, mungkin diperlukan untuk memanaskan campuran dengan sangat perlahan.
Hasil positif dari reaksi adalah endapan berwarna kuning pucat sama seperti sebelumnya.
Sifat kimiawai reaksi triiodometana (iodoform)
Hasil positif – endapan kuning pucaat dari triiodometana (iodoform) – dapat diperoleh
dari reaksi dengan alkohol yang mengandung kelompok gugus-gugus seperti gambar
berikut:
"R" bisa berupa sebuah atom hidrogen atau sebuah gugus hidrokarbon (misalnya, sebuah
gugus alkil).
Jika "R" adalah hidrogen, maka akan dihasilkan alkohol etanol, CH3CH2OH.
Pada gambar berikut kita menganggap pereaksi yang digunakan adalah larutan iodin
hidroksida dan natrium hidroksida.
Persamaan reaksi ini dituliskan sebagai sebuah skema alir dan bukan persamaan reaksi
lengkap. Persamaan reaksi untuk tahap oksidasinya tidak dijelaskan disini. Persamaan
reaksi untuk dua tahapan lainnya diberikan pada sebuah halaman tentang reaksi aldehid
dan keton.
Halaman ini memaparkan tentang reaksi antara alkohol dengan logam natrium, dan
membahas secara ringkas tentang sifat-sifat alkoksida yang terbentuk. Kita akan melihat
reaksi antara natrium dan etanol dalam bentuk yang sederhana, tetapi meskipun jenis
alkohol yang digunakan berbeda-beda, reaksi yang terjadi tetap sama.
Rincian reaksi
Sebuah lempeng kecil dari natrium yang dimasukkan ke dalam etanol akan bereaksi stabil
menghasilkan gelembung-gelembung gas hidrogen dan membentuk larutan natrium
etoksida yang tidak berwarna, CH3CH2ONa. Natrium etoksida juga dikenal sebagai
alkoksida.
Jika larutan diuapkan sampai kering, maka natrium etoksida akan tertinggal sebagai
sebuah padatan putih.
Walaupun jika dilihat sekilas tampak sebagai sebuah reaksi yang baru dan cukup rumit,
namun sebenarnya reaksi ini sama persis dengan reaksi antara natrium dan air (kecuali
reaksinya yang berlangsung lebih cepat).
Untuk reaksi antara natrium dengan air, tentu saja kita biasa menuliskan hasil reaksinya,
natrium hidroksida, sebagai NaOH dan bukan HONa – inilah sebenarnya yang
membedakan, yakni hanya dari segi penulisan sebagaimana ditunjukkan pada gambar di
atas.
Natrium etoksida sangat mirip dengan natrium hidroksida, kecuali bahwa hidrogen
digantikan oleh sebuah gugus etil. Natrium hidroksida mengandung ion-ion H- sedangkan
natrium etoksida mengandung ion-ion CH3CH2O-.
Kegunaan reaksi
Ada dua kegunaan sederhana dari reaksi antara alkohol dengan natrium, yaitu:
Jika beberapa natrium tertumpah di sebuah meja, atau jika ada sedikit yang tersisa dari
sebuah reaksi, untuk menghilangkannya tidak cukup hanya dengan mencucinya karena
natrium cenderung meledak jika bereaksi dengan air.
Natrium bereaksi jauh lebih lambat dengan etanol. Dengan demikian etanol digunakan
untuk melarutkan limbah natrium dalam jumlah kecil. larutan yang terbentuk selanjutnya
bisa dicuci dengan air tanpa ada masalah (karena natrium etoksida yang terbentuk besifat
sangat basa – lihat berikut).
Karena adanya bahaya yang bisa terjadi ketika menangani natrium, maka reaksi uji ini
tidak cokcok untuk sebuah alkohol pada tingkatan ini. Karena natrium bereaksi hebat
dengan asam menghasilkan garam dan hidrogen, maka pertama-tama harus dipastikan
bahwa larutan yang akan diuji benar-benar netral.
Juga perlu dipastikan agar tidak terdapat air meskipun dalam jumlah kecil dalam larutan
karena natrium bereaksi lebih baik dengan gugus -OH dalam air dibanding dengan gugus
-OH dalam sebuah alkohol.
Dengan prinsip prinsip ini, jika sebuah lempeng kecil dari aluminium dimasukkan ke
dalam sebuah cairan netral yang bebas air dan terbentuk gelembung-gelembung hidrogen,
maka cairan tersebut adalah sebuah alkohol.
Untuk topik ini, kita akan membahas dua contoh. Contoh pertama adalah contoh yang
sederhana yang biasa dilakukan dalam praktek dan contoh kedua untuk menguatkan
adanya kemiripan antara natrium etoksida dengan natrium hidroksida.
Lagi-lagi dalam contoh ini kita mengambil ion-ion etoksida dalam natrium etoksida
sebagai contoh sederhana. Pada dasarnya, ion-ion etoksida (dan alkoksida lainnya)
berperilaku mirip dengan ion-ion hidroksida.
Jika air dimasukkan ke dalam larutan natrium etoksida, maka air akan larut menghasilkan
larutan tidak berwarna dengan pH tinggi – biasanya pH 14. Larutan ini sangat basa.
Nukleofil adalah sesuatu yang membawa muatan negatif penuh atau negatif parsial yang
digunakannya untuk menyerang inti-inti positif pada molekul atau ion lain.
Ion-ion hidroksida merupakan nukleofil yang baik, dan bisa bereaksi dengan
halogenalkana (juga disebut haloalkana atau alkil halida) dan larutan natrium hidroksida.
Ion-ion hidroksida menggantikan atom halogen pada reaksi-reaksi ini.
Satu-satunya yang membedakan adalah, pada reaksi dengan ion hidroksida, terdapat atom
hidrogen di ujung sebelah kanan molekul produk, sehingga hanya ada satu gugus alkil.
Sedangkan pada reaksi dengan ion etoksida, terdapat dua gugus alkil (atau hidrokarbon
lain) yang dijembatani oleh sebuah atom oksigen, ini disebut sebagai eter. Untuk contoh
di atas, eter yang terbentuk adalah 1-etoksipropana atau etil propil eter. Reaksi ini baik
digunakan untuk membuat eter dalam laboratorium.
Halaman ini menjelaskan tentang reaksi anhidrida asam dengan air, alkohol dan fenol
(termasuk pembuatan aspirin dalam skala produksi). Reaksi-reaksi ini dibahas bersama
karena sifat-sifat kimianya yang sangat mirip.
Juga terdapat banyak kemiripan antara anhidrida asam dengan asil klorida (klorida asam)
selama reaksi-reaksi ini dibahas bersama. Anda diharapkan selalu merujuk pada
kemiripan-kemiripan ini selama mempelajari halaman ini karena itu dapat membantu
anda dalam mengingatnya.
Air, etanol, dan fenol masing-masing mengandung sebuah gugus -OH. Pada molekul air,
gugus ini terikat pada atom hidrogen, pada molekul alkohol terikat pada sebuah gugus
alkil (disimbolkan dengan "R"), dan pada molekul fenol terikat pada sebuah cincin
benzen. Rumus molekul fenol adalah C6H5OH.
Perbandingan reaksi asil klorida dan reaksi anhidrida asam
dengan air, alkohol dan fenol
Karena asil klorida memiliki rumus struktur yang jauh lebih mudah, maka akan sangat
membantu jika kita memulai pembahasan dengan asil klorida.
Kita akan mengambil contoh etanoil klorida sebagai asil klorida sederhana.
Reaksi umum antara klorida etanoil dengan sebuah senyawa X-O-H (dimana X adalah
hidrogen, atau sebuah gugus alkil, atau sebuah cincin benzen) adalah:
Sehingga setiap reaksi akan menghasilkan gas hidrogen klorida – hidrogen berasal dari
gugus -OH, dan klorin berasal dari etanoil klorida . Komponen lain yang tersisa
semuanya bergabung menjadi satu struktur.
Kita mengambil contoh anhidrida etanoat sebagai anhidrida asam yang paling umum
ditemui dalam pembahasan tingkat dasar.
Jika anda membandingkan persamaan reaksi di atas dengan persamaan reaksi untuk asil
klorida, anda bisa melihat bahwa satu-satunya perbedaan adalah bahwa yang dihasilkan
sebagai produk kedua adalah asam etanoat, bukan hidrogen klorida seperti pada reaksi
asil klorida.
Reaksi-reaksi anhidrida asam persis sama seperti reaksi-reaksi asil klorida yang
sebanding kecuali:
• Asam etanoat terbentuk sebagai produk kedua bukan gas hidrogen klorida.
• Reaksi berlangsung lebih lambat. Anhidrida asam tidak terlalu reaktif seperti asil
klorida.
Dengan memodifikasi persamaan umum yang disebutkan di atas, yaitu X-OH diganti
dengan H-OH (air), maka akan diperoleh dua molekul asam etanoat.
Persamaan ini lebih sering (dan lebih mudah) dituliskan sebagai berikut:
Reaksi ini berlangsung lambat pada suhu kamar (lebih cepat jika dipanaskan) tanpa ada
hal-hal menarik yang bisa diamati (berbeda dengan asil klorida dimana asap hidrogen
klorida terbentuk). Pada reaksi ini anda mencampur dua cairan tidak berwarna dan
memperoleh cairan tidak berwarna lainnya.
Kita akan memulai dengan mengambil contoh alkohol secara umum yang bereaksi
dengan anhidrida etanoat. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:
Reaksi ini juga memerlukan sedikit pemanasan agar bisa berlangsung dengan laju reaksi
yang cukup, dan lagi-lagi tidak ada kejadian dramatis yang bisa diamati.
Fenol memiliki sebuah gugus -OH yang terikat langsung pada sebuah cincin benze.
Dalam zat yang biasanya disebut "fenol", tidak ada lagi yang terikat pada cincin selain
gugus -OH tersebut. Kita akan membahas ini terlebih dahulu.
Reaksi antara fenol dengan anhidrida asam tidak begitu penting, tetapi akan diperoleh
ester persis seperti pada reaksi dengan alkohol.
Khususnya jika anda menuliskan persamaan dengan cara kedua di atas, maka akan
terlihat jelas bahwa dihasilkan ester yang lain – dalam hal ini, disebut fenil etanoat.
Sebagai contoh:
Perhatikan bahwa hidrogen dari gugus -OH fenol telah digantikan oleh sebuah gugus asil
(sebuah gugus alkil yang terikat pada ikatan rangkap C=O).
Anda bisa mengatakan bahwa fenol telah terasetilasi atau telah mengalami asilasi.
Karena sifat dari gugus alkil yang khusus ini, maka proses ini juga disebut sebagai
etanoilasi. Hidrogen digantikan oleh sebuah gugus etanoil, CH3CO-.
Pembuatan aspirin
Reaksi dengan fenol sendiri tidak terlalu penting, tetapi kita bisa membuat aspirin dengan
sebuah reaksi yang sangat mirip dengan reaksi ini.
Anda bisa menemukan senyawa ini dituliskan dengan salah satu dari dua cara berikut.
Keduanya adalah struktur yang sama dengan molekul yang hanya diputar.
Anda juga bisa menemukan senyawa ini dituliskan dengan gugus -OH pada bagian ujung
atas dan gugus -COOH di sebelah kiri atau kanannya. Ini terkadang sangat
membingungkan.
Apabila senyawa ini bereaksi dengan anhidrida etanoat, maka akan teretanoilasi (atau
terasetilasi untuk istilah lebih umumnya) menghasilkan:
Semua cara penulisan ini bisa digunakan.
Walaupun reaksi ini juga bisa dilakukan dengan etanoil klorida , namun aspirin
diproduksi dengan cara mereaksikan asam 2-hidroksibenzoat dengan anhidrida etanoat
pada suhu 90°C.
Halaman ini membahas reaksi-reaksi dimana gugus -OH pada sebuah alkohol digantikan
dengan sebuah halogen seperti klorin atau bromin. Disini juga dibahas sebuah uji
sederhana untuk mengetahui keberadaan gugus -OH dengan menggunakan posfor(V)
klorida.
Alkohol tersier bereaksi cukup cepat dengan asam hidroklorat pekat, tapi untuk alkohol
primer atau sekunder, laju reaksi cukup lambat sehingga reaksi-reaksinya tidak terlalu
penting.
Alkohol tersier bereaksi jika dikocok dengan asam hidroklorat pekat pada suhu kamar.
Halogenalkana tersier (haloalkana atau alkil halida) terbentuk.
Untuk mengganti gugus -OH pada alkohol dengan bromin, pereaksi yang umumnya
digunakan adalah campuran antara natrium atau kalium bromida dengan asam sulfat
pekat (bukan asam hidrobromat). Campuran ini menghasilkan hidrogen bromida yang
bereaksi dengan alkohol. Campuran dipanaskan untuk memisahkan bromoalkana melalui
distilasi.
Pada penggantian ini alkohol direaksikan dengan sebuah campuran antara natrium atau
kalium iodida dan asam posfat(V) pekat, H3PO4, dan iodoalkana dipisahkan dengan
distilasi. Campuran iodida dan asam posfat(V) menghasilkna hidrogen iodida yang
bereaksi dengan alkohol.
Asam posfat(V) lebih dipilih ketimbang asam sulfat pekat karena asam sulfat dapat
mengoksidasi ion-ion menjadi iodin dan menghasilkan hidrogen iodida secara progresif.
Pengoksidasian seperti ini juga dialami oleh ion-ion bromida, sampai tingkatan tertentu,
dalam pembuatan bromoalkana, hanya saja tidak sampai mempengaruhi reaksi utama
yang terjadi. Meski demikian kita juga bisa menggunakan asam posfat(V) pada
penggantian -OH dengan bromin.
Alkohol bereaksi dengan fosfor(III) klorida cair (yang juga disebut fosfor triklorida)
menghasilkan kloroalkana.
Reaksi dengan fosfor(V) klorida, PCl5
Fosfor(V) klorida padat (fosfor pentaklorida) bereaksi hebat dengan alkohol pada suhu
kamar, menghasilkan awan-awan gas hidrogen klorida. Cara ini kurang baik digunakan
dalam membuat kloroalkana, meskipun biasa digunakan sebagai reaksi uji untuk gugus
-OH dalam kimia organik.
Untuk memastikan bahwa sebuah zat adalah alkohol, maka pertama-tama kita harus
menghilangkan semua zat lain dalam larutan yang akan diuji yang juga bereaksi dengan
fosfor(V) klorida. Sebagai contoh, asam-asam karboksilat (yang mengandung gugus
-COOH) bereaksi dengan fosfor(V) klorida, begitu juga dengan air (H-OH).
Sebuah cairan netral yang tidak terkontaminasi air, yang jika ditambahkan fosfor(V)
klorida membentuk awan-awan hidrogen klorida, berarti bahwa dalam cairan tersebut
terdapat gugus alkohol.
Juga ada reaksi-reaksi sampingan melibatkan POCl3 yang bereaksi dengan alkohol.
Untuk reaksi yang melibatkan fosfor halida, alkohol biasanya dipanaskan dibawah
refluks dengan campuran fosfor merah dengan bromin atau iodin, bukan fosfor(III)
bromida atau iodida yang digunakan.
Fosfor pertama-tama bereaksi dengan bromin atau iodin menghasilkan fosfor(III) halida.
Reaksi
Sulfur diklorida oksida bereaksi dengan alkohol pada suhu kamar menghasilkan sebuah
kloroalkana. Sulfur dioksida dan hidrogen klorida dilepaskan. Kita perlu berhati-hati
sebab kedua zat ini beracun.
Kegunaan reaksi
Kelebihan utama yang dimiliki reaksi ini dibanding penggunaan fosfor klorida adalah
bahwa dua produk lain yang dihasilkan (sulfur dioksida dan HCl) adalah gas. Ini berarti
bahwa kedua zat ini dengan sendirinya melepaskan diri dari campuran reaksi.
Dehidrasi Alkohol
Kata Kunci: aluminium oksida, dehidrasi alkohol, etanol, etena, katalis, katalis asam
Ditulis oleh Jim Clark pada 28-10-2007
Halaman ini (yang mirip dengan sebuah halaman pada topik alkena) menjelaskan tentang
dehidrasi alkohol dalam laboratorium untuk membuat alkena – sebagai contoh, dehidrasi
etanol untuk membuat etena.
Cara ini merupakan sebuah cara yang sederhana untuk membuat alkena berwujud gas
seperti etena. Jika uap etanol dilewatkan di atas bubuk aluminium oksida yang
dipanaskan, maka etanol akan terpecah menghasilkan etena dan uap air.
Untuk membuat beberapa tabung uji dari etena, anda bisa menggunakan perlengkapan
berikut:
Tidak terlalu sulit untuk membayangkan rangkaian di atas dalam skala besar dengan
mendidihkan beberapa etanol di sebuah labu kimia dan melewatkan uapnya pada
aluminium oksida yang dipanaskan dalam sebuah tabung panjang.
Katalis asam yang biasa digunakan adalah asam sulfat pekat atau asam fosfat(V) pekat,
H3PO4.
Asam sulfat pekat akan menimbulkan banyak reaksi sampingan. Katalis ini tidak hanya
bersifat asam, tetapi juga merupakan agen pengoksidasi kuat. Katalis ini mengoksidasi
beberapa alkohol menjadi karbon dioksida dan disaat yang sama tereduksi dengan
sendirinya menjadi sulfur oksida. Kedua gas ini (karbon dioksida dan sulfur oksida) harus
dikeluarkan dari alkena.
Katalis ini juga bereaksi dengan alkohol menghasilkan banyak karbon. Masih ada
beberapa reaksi sampingan lainnya, tapi tidak akan dibahas disini.
Etanol dipanaskan bersama dengan asam sulfat pekat berlebih pada suhu 170°C. Gas-gas
yang dihasilkan dilewatkan ke dalam larutan natrium hidroksida untuk menghilangkan
karbondioksida dan sulfur dioksida yang dihasilkan dari reaksi-reaksi sampingan.
Asam sulfat pekat merupakan sebuah katalis. Olehnya itu biasa dituliskan di atas tanda
panah bukan di sebelah kanan atau kiri persamaan reaksi.
Proses dehidrasi ini merupakan sebuah proses pemisahan yang umum digunakan untuk
mengilustrasikan pembentukan dan pemurnian sebuah produk cair. Dengan adanya fakta
bahwa atom-atom karbon tergabung dalam sebuah struktur cincin, tidak akan ada
perbedaan yang terbentuk bagaimanapun karakteristik kimia reaksi yang terjadi.
Sikloheksanol dipanaskan dengan asam fosfat(V) pekat dan sikloheksana cair disaring
dan bisa dikumpulkan dan dimurnikan.
Asam fosfat(V) cenderung digunakan menggantikan asam sulfat karena lebih aman dan
menghasilkan lebih sedikit reaksi sampingan.