Professional Documents
Culture Documents
d. informan yang dipilih adalah mulai dari usia 11 sampai denagn 17 tahun. Kemudian
2. Sumber data tertulis, yaitu bahan pustaka yang relevan dengan masalah penelitian atau pun
menganalisis, penafsiran data dan pelapor. Hasil penelitian ini berarti peneliti bertindak sebaga
instrumen kunci. Hal ini sesuai denagn pendapat (Aminuddin, 1990: 15) bahwa manusia sebagai
instrumen dapat menghasilkan data yang reabilitasnya sama dengan data yang dihasilkan oleh
instrument yang dibuat secara lebih objektif. Untuk mendukung instrumen kunci tersebut
digunakan pula instrument berupa panduan wawancara. Pwnduan wawancara tersebut direkan
data langsung ke lokasi penelitian. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah
metode cakap dan simak. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik rekam dan
teknik catat (Sudaryanto, 1993: 23). Dengan teknik rekam ini, peneliti dapat mengurangi
kelemahan ingatan, pikiran, pengamatan dan pencatatan. Teknik yang lain yang dapat digunakan
adalah teknik cacat, yakni dengan pencacatan pada kartu data yang telah disediakan dan segera
Selain itu, peneliti juga menggunakan tekik elisitasi, yaitu teknik yang dilakukan oleh
peneliti dengan cara mengajukan pertanyaan langsung dan terarah. Misalnya “ai dibuata putto?”.
Pertanyaan tersebut diajukan kepada informan dengan maksud untuk memperoleh ujaran atao
Teknik rekam digunakan denagn pertimbangan bahwa data yang diteliti berupa data lisan.
Teknik ini dapat dilakukan baik dengan berencana sistematis maupun serta-merta (rekam).
Teknik rekam merupakan teknik utama catat hanya sebagai koreksi terhadap hasil rekaman yang
kurang jelas.
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini mengacu pada
pendekatan struktural yang bersifat deskriptif sinkronis yakni peneliti berupaya memberikan
gambaran objektif tentang bentuk sapaan dalam bahasa Bajo dengan memberlakukan bahasa
Semua data yang ditemukan dalam penelitian, dikumpulkan dan selanjutnya data tersebut
yang dipergunakan dalam menganalisis bahasa dan segala uraiannya didasarkan pada kenyataan
HASIL PENELITIAN
Demikian pula dalam bahasa Bajo, dipakai seperangkat bentuk sapaan yang pemakaiannya
disesuaikan dengan beberapa pertimbangan; yaitu: (1) berdasarkan jenis kelamin antara
pembicara dengan lawan bicara, (2) berdasarkan kedudukan antara pembicara dengan laean
bicara, (3) berdasarkan usia antara pembicara dengan lawan bicara, (4) berdasarkan kekeluargaan
antara pembicara dengan lawan bicara, dan (5) berdasarkan situasi pembicara dengan lawan
bicara.
Munculnya kata kakek, nenek, ayah, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, paman, dan
bibi dalam berbahasa Indonesia karena adanya perbedaan jenis kelamin. Akibat perbedaan jenis
kelamin tersebut maka bahasa Bajo muncul pula kata sapaan “mbo ‘lilla”, “mbo ‘dinda”, “ua”,
sapaan terjemahan
mbo‘lilla “kakek”
ua “ayah”
putto “paman”
b. Sapaan untuk perempuan
sapaan terjemahan
mbo‘dinda “nenek”
mma “ibu”
aye “bibi”
Pembicara dal lawan bicara harus menyadari atau harus tahu benar akan kedudukannya
pada waktu berkomunikasi. Kedudukan sebagai anak kandung, sebagai ibu kandung, sebagai
nenek, kakek, cucu, mertua, menantu, dan lain-lain akan menentukan pemakaian sapaan yang
berbeda.
Dalam bahasa Bajo, seorang anak menyapa ayahnya dengan kata sapaan “ua”. Demikian
pula seorang anak akan menyapa ibunya dengan kata sapaan “mma”. Bila seorang cucu menyapa
kakeknya menggunakan kata sapaan “mbo‘lilla” dan bila menyapa neneknya menggunakan kata
sapaan “mbo‘dinda”. Seorang menantu menyapa mertuanya menggunakan kata sapaan “ua‘toa”
untuk mertua laki-laki dan untuk mertua perempuan menggunakan sapaan “mma‘toa”.
Jabatan seseorang menentukan pula dalam memilih kata sapaan yang digunakan. Dalam
bahasa Bajo kepala desa akan disapa “Pa desa” itu berlaku pada situasi nonformal. Sebaliknya
sebuah keluarga disesuaikan menurut hubungan keluarga. Usia dan pertalian keluarga
merupakan dasar penentuan bentuk sapaan. Kedua faktor ini mengakibatkan pemakaian bentuk
sapaan yang serupa. Hal ini berarti bahwa suatu bentuk sapaan adalah perwujudan tingkat usia
sapaan yang digunakan oleh pembicara yang berusia muda untuk menyapa seorang kakek dan
nenek yang fungsinya sebagai lawan bicara. Sebaliknya untuk kata sapaan “na‘lilla”, “na‘dinda”,
“ndi‘lilla”, “ndi‘dinda”, dan “umpu” adalah sapaan yang digunakan oleh pembicara yang berusia
tua untuk menyapa seorang anak laki-laki, anak perempuan dan cucu.
Sebagai lawan bicara yang berusia tua atau kakek, nenek, ayah, dan ibu maka disapa
dengan “mbo‘lilla” dan “mbo‘dinda” “ua” dan “mma” oleh seorang pembicara yang berusia
muda. Untuk pembicara yang berusia tua (kakek atau nenek) hendak menyapa cucunya sebagai
Sapaan dalam hubungan keluarga adalah kata-kata yang dipergunakan untuk menyapa
orang-orang atau anak yang masih mempunyai hubungan persaudaraan. Yang dimaksud dengan
hubungan keluarga adalah pertalian dua keluarga atau lebih yang disebabkan oleh perkawinan
antara keluarga itu. Pengertian keluarga di sini dibedakan atas dua jenis, yaitu keluarga dalam
arti terbatas dan keluara dalam arti luas. Keluarga dalam arti terbatas adalah hubungan antara
suami istri dan anak-anak. Keluarga dalam arti luas adalah hubungan pertalian darah antara
orang-orang diluar keluarga terbatas, misalnya hubungan antara anak dengan saudara-saudara
Untuk memperjelas pengertian di atas, berikut akan disajikan bagan keluarga terbatas dan
keluarga luas.
1
Suami Istri
(Ayah) 2 (Ibu)
3 5
4 6
7
Anak Anak
(1) (2)
8
Keterangan bagan:
1 = menyapa “mma’na”
2 = menyapa “ua’na”
3 = menyapa “ua”
6 = menyapa “mma”
7 = menyapa “ndi”
8 = menyapa “ka”
b. Bagan keluarga luas 1
1 3
2 4
Keterangan bagan:
1 = 3 = menyapa “kemenakang”
5 = “ndi”
6 = “ka”
----- = menurunkan
Ayah Ibu
(suami) Ibu Ayah (Istri)
(Istri) (Suami)
1 3
4 2
Anak laki-laki Anak wanita
7 Anak 5
8 6
Keterangan bagan:
----- = menurunkan
Dalam bagian ini secara berturut-turut akan diuraikan sapaan yang digunakan dalam
keluarga dan sapaan yang digunakan di luar keluarga (sapaan dalam masyarakat).
Sapaan dalam keluarga adalah kata sapaan yang dipergunakan untuk menyapa orang-
orang atau anak-anak yang masih mempunyai hubungan persaudaraan. Hubungan persaudaraan
1. Persaudaraan Langsung
a. Keturunan berurutan
Keturunan berurutan adalah urutan orang-orang yang menurunkan atau melahirkan
orang-orang itu. Orang-orang itu yang termasuk dalam keturunan ini adalah kakek/nenek, ayah,
ibu, anak, dan cucu. Sapaan dalam bahasa Bajo untuk menyapa orang-orang tersebut adalah
sebagai berikut:
Dalam bahasa Bajo kata sapaan yang digunakan untuk menyapa seorang kakek adalah
“mbo’lilla”, kata sapaan itu digunakan bila seorang cucu hendak menyapa kakeknya. Kisalnya,
“pugai ai kita mbo’lilla?” (apa yang kita buat kakek?). maksud kata kita dalam sapaan ini adalah
sebagai “pengang’nggaang” atau ketakziman (rasa hormat). Pada masyarakat Bajo orang yang
muda dianggap sudah sewajarnya untuk menghormati atau menghargai orang yang lebih tua.
Latar penuturan contoh kalimat tersebut di atas adalah diucapkan di rumah. Konteks
kalimatnya adalah merupakan kalimat Tanya dan diucapkan dalam suasana santai dan akrab.
Mitra tutur kalimat di atas adalah diucapkan oleh seorang cucu kepada kakeknya.
Bila mana seorang kakek hedak menyapa orang yang sebaya dengan kakek yang lain, maka
sapaan untuk kakek yang lain itu adalah disapa dengan sapaan “mbo’na” disertai dengan
menyebut nama cucu orang yang disapa tersebut. Misalnya “tike maningga kita mbo’na?” (kita
dari mana kakek?) kemudian diikuti dengan menyebut nama cucu kakek itu. Dalam bahasa Bajo
“pangang’nggaang” atau