You are on page 1of 4

www.hukumonline.

com

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA


NOMOR PER-15/MEN/VII/2005 TAHUN 2005
TENTANG
WAKTU KERJA DAN ISTIRAHAT PADA SEKTOR USAHA PERTAMBANGAN UMUM PADA
DAERAH OPERASI TERTENTU

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa usaha pertambangan umum memiliki karakteristik tersendiri yang antara lain
disebabkan karena lokasi usahanya pada umumnya berada pada tempat terpencil sehingga
tidak dapat diberlakukan waktu kerja dan waktu istirahat yang biasa;
b. bahwa Pasal 77 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tantang
Ketenagakerjaan memungkinkan pengaturan waktu kerja khusus untuk sektor tertentu;
c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan huruf a dan huruf b dipandang perlu untuk
mengatur waktu kerja dan istirahat di sektor usaha pertambangan umum dengan Peraturan
Menteri.

Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang
Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu;
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-234/MEN/2003 tentang
Waktu Kerja dan Istirahat pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral pada
Daerah Tertentu;
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 tentang
Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.

Memperhatikan:
Hasil Pertemuan Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
TENTANG WAKTU KERJA DAN ISTIRAHAT PADA SEKTOR USAHA PERTAMBANGAN UMUM
PADA DAERAH OPERASI TERTENTU.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Waktu kerja adalah waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan pada satu periode
tertentu.
2. Daerah operasi tertentu adalah lokasi tempat dilakukan eksplorasi, eksploitasi dan atau
pengapalan hasil tambang.

www.hukumonline.com
www.hukumonline.com

3. Periode Kerja adalah waktu tertentu bagi pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan Jadual kerja yang ditetapkan dengan mengabaikan hari-hari kalender.
4. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan lain
dalam bentuk lain.
5. Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perorangan, milik
persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
6. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
7. Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pasal 2
(1) Perusahaan di bidang pertambangan umum termasuk perusahaan jasa penunjang yang
melakukan kegiatan di daerah operasi tertentu dapat menerapkan:
a. waktu kerja dan istirahat sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor KEP-234/MEN/2003;
b. periode kerja maksimal 10 (sepuluh) minggu berturut-turut bekerja, dengan 2 (dua)
minggu berturut-turut istirahat dan setiap 2 (dua) minggu dalam periode kerja
diberikan 1 (satu) hari istirahat.
(2) Dalam hal perusahaan menerapkan periode kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b maka waktu kerja paling lama 12 (dua belas) jam sehari tidak termasuk waktu
istirahat selama 1 (satu) jam.
(3) Perusahaan yang menggunakan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib
membayar upah kerja setelah 7 (tujuh) jam kerja dengan perhitungan sebagai berikut:
a. untuk waktu kerja 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari, wajib membayar upah kerja lembur
1
untuk setiap hari kerja sebesar 3 /2 (tiga setengah) x upah sejam;
b. untuk waktu kerja 10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari, wajib membayar upah kerja lembur
untuk setiap hari kerja sebesar 51/2 (lima setengah) x upah sejam;
c. untuk waktu kerja 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari, wajib membayar upah kerja lembur
untuk setiap hari kerja sebesar 71/2 (tujuh setengah) x upah sejam;
d. untuk waktu kerja 12 (dua belas) Jam 1 (setu) hari, wajib membayar upah kerja
lembur untuk setup hari kerja sebesar 91/2 (sembilan setengah) x upah sejam.

Pasal 3
Pelaksanaan waktu istirahat diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian
Kerja Bersama sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Pasal 4
(1) Perusahaan dapat melakukan pergantian dan atau perubahan waktu kerja dengan memilih
dan menetapkan kembali waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

www.hukumonline.com
www.hukumonline.com

(2) Pergantian dan atau perubahan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
diberitahukan terlebih dahulu oleh Pengusaha kepada pekerja/buruh sekurang-kurangnya 30
(tiga puluh) hari sebelum tanggal perubahan dilaksanakan.
(3) Dalam hal perusahaan akan melakukan perubahan waktu kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), maka Pengusaha memberitahukan secara tertulis atas perubahan tersebut
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota
dengan tembusan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di
Provinsi.

Pasal 5
Waktu yang dipergunakan pekerja/buruh dalam perjalanan dari tempat tinggal yang diakui oleh
perusahaan ke tempat kerja adalah termasuk waktu kerja apabila perjalanan memerlukan waktu 24
(dua puluh empat) jam atau lebih.

Pasal 6
Dalam hal perusahaan telah memilih dan menatapkan salah satu dan atau beberapa waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan ternyata pekerja/buruh dipekerjakan kurang dari waktu
kerja tersebut, maka perusahaan wajib membayar upah sesuai dengan waktu kerja yang dipilih
dan ditetapkan.

Pasal 7
Dalam hal libur resmi jatuh pada suatu periode kerja yang telah dipilih dan ditetapkan oleh
perusahaan berdasarkan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka libur resmi
tersebut dianggap hari kerja biasa.

Pasal 8
Perhitungan upah dan upah kerja lembur tunduk kepada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor KEP-102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.

Pasal 9
(1) Perusahaan yang menggunakan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, harus
melaporkan pelaksanaannya 3 (tiga) bulan sekali kepada instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Menteri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. waktu kerja yang dipilih dan ditetapkan serta waktu istirahat;
b. jumlah pekerja/buruh yang dipekerjakan;
c. daftar upah kerja lembur;
d. perubahan pelaksanaan waktu kerja.

Pasal 10
Perusahaan harus menyesuaikan waktu kerja dan periode kerja sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.

Pasal 11
Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 26 Juli 2005
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

www.hukumonline.com
www.hukumonline.com

Ttd.
FAHMI IDRlS

www.hukumonline.com

You might also like