Professional Documents
Culture Documents
APRIL 2010
Daftar Isi
LAMPIRAN
Konservasi Air Tanah .................................................................................................... 23
Peta Zona Musim Berdasarkan Pembagian BMG ......................................................... 24
Daerah irigasi, air payau dan intrusi air asin ................................................................. 25
Sumur Bor di NTB ........................................................................................................ 26
Gambar konstruksi sumur bor air tanah ........................................................................ 29
1
STRATEGI PEMANFAATAN AIR TANAH PADA LAHAN KERING
Kini NTB dikatagorikan sebagai salah satu daerah yang rawan bencana. Hal itu sekaligus
membuktikan terjadinya degradasi hutan dan lahan pada ambang yang mengkhawatirkan. Suhu
udara sempat menembus 36 hingga 40 derajat celcius sehingga melahirkan berbagai bencana,
baik kesulitan air bersih, kekeringan/puso hingga munculnya berbagai wabah penyakit.
Mengantisipasi perubahan iklim tersebut, Gubernur H.M.Zainul Majdi,MA dan Wagub NTB,
Ir.H.Badrul Munir, MM mencanangkan ProgramNTB Hijau.
Selanjutnya Gubernur mengingatkan perubahan iklim yang terjadi merupakan warning
(peringatan) agar semua pihak peduli kepada hutan dan lingkungan. "Dalam membangun kita
dituntut menerapka kaedah-kaedah tata ruang yang benar, serta menghindari pola konsumsi dan
gaya hidup masyarakat yang boros sumberdaya alam" ujarnya. Pola konsumsi yang boros energi
separti air, kayu, ruang dan lain-lain, akan menyumbang emisi karbon dan bahan beracun/
berbahaya lainnya di atmosfir,
Menurutnya, Kondisi lingkungan yang buruk telah berdampak pada menurunnya produksi
pangan rata-rata per kapita sehingga dunia sedang menuju kelaparan, terjadinya pengguguran dan
musnahnya biota tertentu. Hal itu, terbukti indonesia yang dulu merupakan negara pengekspor
pangan kini menjadi negara pengimpor pangan terbesar di dunia meliputi beras, gula, jagung,
kedelai, telur dan lain-lain. "Dalam lima tahun terakhir telah terjad deforestasi rata-rata 1,2-1,5
juta hektar per tahun sehingga menimbulkan lahan kritis baru sekitar 50-an juta hektar.
Ini merupakan deforestasi terbesar di dunia, ungkapnya. Sementara itu, di provinsi NTB
saat ini masih memiliki lahan kritis seluas 509.225,75 hektar atau 25,09% dari luas daratan. Dari
luas tersebut dirinci seluas 237.592,94 hektar terletak di dalam kawasan hutan (11,61%) dan
seluas 271.632,81 hektar diluar kawasan hutan (13,4%). Dampaknya sudah terrasa, antara lain
berkurangnya sumber mata air dari 750 titik pada 5 tahun yang lalu, kini tinggal 340 titik saja,
belum lagi meningkatnya skala terjadinya berbagai bencana alam seperti kekeringan, banjir,
tanah longsor dan lain-lain.
Menyikapi kondisi ini, Gubernur mengajak seluruh masyarakat untuk tidak melakukan
pengerusakan lingkungan baik berupa penebangan hutan, pengelolaan lahan yang tidak
memperhatikan kaidah-kaidah konversasi tanah, membuang limbah/sampah sembarangan,
menggunakan racun dalam mencari ikan, merusak daerah tangkap mata air, dan lain-lain.
Mari kita tumbuhkan semangat menanam, dengan memanfaatkan setiap jengkal tanah, maupun
pekarangan kita, ajaknya.
Kata kunci dari pidato Gubernur tersebut adalah deforestri, perubahan iklim,
kekeringan, konservasi
2
- Hal yang paling mencemaskan adalah berubahnya iklim sehingga berdampak buruk
pada pola pertanian di Indonesia yang mengandalkan makanan pokok beras pada
pertanian sawah yang bergantung pada musim hujan. Suhu bumi yang panas
menyebabkan mengeringnya air permukaan sehingga air menjadi langka. Ini memukul
pola pertanian berbasis air.
- Meningkatnya resiko kebakaran hutan.
1.2 Kekeringan
Kekeringan adalah merupakan salah satu bencana yang sulit dicegah dan datang berulang.
Secara umum pengertian kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah dari kebutuhan
air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Terjadinya kekeringan
di suatu daerah bisa menjadi kendala dalam peningkatan produksi pangan di daerah tersebut.
Dewasa ini bencana kekeringan semakin sering terjadi bukan saja pada periode tahun-
tahun El Nino, tetapi juga pada periode tahun dalam keadaan kondisi normal. Klasifikasi
Kekeringan Pengertian kekeringan dapat diklasifikasikan lebih spesifik sebagai berikut :
Kekeringan ini berkaitan dengan tingkat curah hujan yang terjadi berada di bawah kondisi
normal dalam suatu musim. Perhitungan tingkat kekeringan meteorologis merupakan indikasi
pertama terjadinya kondisi kekeringan. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi meteorologis
sebagai berikut:
- kering : apabila curah hujan antara 70%-80%, dari kondisi normal (curah hujan di bawah
normal)
- sangat kering : apabila curah hujan antara 50%-70% dari kondisi normal (curah hujan
jauh di bawah normal)
- amat sangat kering : apabila curah hujan di bawah 50% dari kondisi normal (curah hujan
amat jauh di bawah normal).
Kekeringan ini berkaitan dengan berkurangnya pasokan air permukaan dan air tanah.
Kekeringan hidrologis diukur dari ketinggian muka air waduk, danau dan air tanah. Ada jarak
waktu antara berkurangnya curah hujan dengan berkurangnya ketinggian muka air sungai,
danau dan air tanah, sehingga kekeringan hidrologis bukan merupakan gejala awal terjadinya
kekeringan. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi hidrologis adalah sebagai berikut:
- kering: apabila debit sungai mencapai periode ulang aliran di bawah periode 5 tahunan
- sangat kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran jauh di bawah
periode 25 tahunan
- amat sangat kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran amat jauh di
bawah periode 50 tahunan
Kekeringan ini berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam tanah (lengas
tanah) sehingga tak mampu lagi memenuhi kebutuhan air bagi tanaman pada suatu periode
3
tertentu. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah terjadinya gejala kekeringan meteorologis.
Intensitas kekeringan berdasarkan definisi pertanian adalah sebagai berikut:
- kering : apabila 1/4 daun kering dimulai pada ujung daun (terkena ringan s/d sedang)
- sangat kering : apabila 1/4-2/3 daun kering dimulai pada bagian ujung daun (terkena
berat)
- amat sangat kering: apabila seluruh daun kering (puso)
Kekeringan ini terjadi berhubungan dengan berkurangnya pasokan komoditi yang bernilai
ekonomi dari kebutuhan normal sebagai akibat dari terjadinya kekringan meteorologis, pertanian
dan hidrologis. Intensitas kekeringan sosial ekonomi dapat dilihat dari ketersediaan air minum
atau air bersih sebagai berikut:
Kekeringan ini terjadi karena ketidaktaatan pada aturan yang disebabkan: kebutuhan air
lebih besar dari pasokan yang direncanakan sebagai akibat ketidaktaatan pengguna terhadap pola
tanam/pola penggunaan air, dan kerusakan kawasan tangkapan air, sumber air sebagai akibat dari
perbuatan manusia. Intensitas kekeringan akibat ulah manusia terjadi apabila:
- Rawan: apabila penutupan tajuk 40%-50%
- Sangat rawan: apabila penutupan tajuk 20%-40%
- Amat sangat rawan: apabila penutupan tajuk di DAS di bawah 20%.
Batasan tentang kekeringan bisa bermacam-macam tergantung dari cara meninjaunya. Ditinjau
dari Agroklimatologi yaitu keadaan tanah dimana tanah tak mampu lagi memenuhi
kebutuhan air untuk kehidupan tanaman khususnya tanaman pangan.
4
Potensi Lahan Kering di NTB
Jika dilihat secara global potensi lahan kering di NTB (Suwardji 2005), mencakup
wilayah yang cukup luas mencapai 1.807.463 Ha. Atau 84 % dari luas lahan di NTB, namun dari
sejumlah tersebut yang riil dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan status lahan adalah
sekitar 626.034,6 ha atau 31 % dari luas wilayah NTB.
5
3 Strategi Pelaksanaan
3.1 Penentuan Daerah Rawan Kekeringan
Daerah rawan kekeringan adalah daerah yang pada setiap musim kemarau yang normal selalu
berpeluang untuk terjadinya kekurangan air atau kekeringan. Pada umumnya daerah rawan
kekeringan adalah daerah dengan tipe iklim kering dan kurang memiliki sarana dan prasarana
irigasi. Daerah rawan kekeringan dapat ditentukan dengan cara:
1. Pembuatan peta kekeringan
2. Penentuan tipe-tipe iklim
Dasar pembuatan peta potensi tersebut adalah:
1. Rata-rata curah hujan sepanjang pengamatan (minimal 5 tahun).
2. Curah hujan rendah (di bawah 100 mm/bulan) berpotensi terjadi kekeringan.
3. Curah hujan tinggi (di atas 300 mm/bulan) berpotensi terjadi banjir dan tanah longsor.
4. Peta dapat digunakan sebagai gambaran awal untuk perencanaan.
Faktanya agar dilakukan evaluasi di lapangan. Adapun kriteria yang digunakan dalam
curah hujan bulanan adalah:
1. Rendah, bila curah hujan di bawah 100 mm/bulan
2. Sedang, bila curah hujan antara 100-300 mm/bulan
3. Tinggi, bila curah hujan di atas 300 mm/bulan
6
Indonesia berdasarkan pada kriteria bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering secara berturut-
turut. Kriteria dalam klasifikasi iklim didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan
lembab (BL) dan bulan kering (BK) dengan batasan memperhatikan peluang hujan, hujan efektif
dan kebutuhan air tanaman.
Konsepnya adalah:
1. Padi sawah membutuhkan air rata-rata per bulan 145 mm dalam musim hujan.
2. Palawija membutuhkan air rata-rata per bulan 50 mm dalam musim kemarau.
3. Hujan bulanan yang diharapkan mempunyai peluang kejadian 75% sama dengan 0,82 kali
hujan rata-rata bulanan dikurangi 30.
4. Hujan efektif untuk sawah adalah 100%.
5. Hujan efektif untuk palawija dengan tajuk tanaman tertutup rapat adalah 75%.
Dapat dihitung hujan bulanan yang diperlukan untuk padi atau palawija (X) dengan
menggunakan data jangka panjang yaitu:
Padisawah: Palawija:
145=1,0(0,82X-30) 50=0,75(0,82X-30)
X=213mm/bulan X=118mm/bulan.
213 dan 118 dibulatkan menjadi 200 dan 100 mm/bulan yang digunakan sebagai batas penentuan
bulan basah dan kering
Bulan Basah (BB) : Bulan dengan rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm
Bulan Lembab (BL) : Bulan dengan rata-rata curah hujan 100-200 mm
Bulan Kering (BK) : Bulan dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm
7
5. E <3
Berdasarkan kriteria di atas kita dapat membuat klasifikasi tipe iklim Oldeman untuk
suatu daerah tertentu yang mempunyai cukup banyak stasiun/pos hujan. Data yang dipergunakan
adalah data curah hujan bulanan selama 10 tahun atau lebih yang diperoleh dari sejumlah
stasiun/pos hujan yang kemudian dihitung rata-ratanya.
8
Tabel 3. Penjabaran Tipe-tipe Agroklimat
Langkah pengerjaannya: Buat tabel curah hujan bulanan rata-rata suatu daerah. Paling tidak
data yang kita perlukan untuk tiap lokasi adalah data hujan bulanan selama 10 tahun.
Tentukan jumlah Bulan basah atau bulan kering berturut-turut berdasarkan metode
Oldeman dan tentukan klas oldemannya (tipe utama serta subdivisinya) tiap-tiap stasiun/pos
hujan. Misalnya:
9
Tabel 5. Type Iklim Oldeman NTB (contoh tabel)
No. Kabupaten/Lokasi Kelas Rangking
Oldeman Kebasahan
Kabupaten Bima
1 Kecamatan Sape : Sumi E4 5
2 Kecamatan Sape : Lanta – Karumbu E2
3 Kecamatan Sape : Naru, Kalodu, D3
Sakuru
Kota Bima
1 Kota Bima : Rasanae Timur B1
2 Kota Bima : Asakota A2
Langkah selanjutnya membuat peta spasial berdasarkan zona klasifikasi tipe iklim
Oldemannya, contoh:
Dari peta tersebut dapat kita tentukan Luasan (dalam Ha) dan persentasenya, serta
penjabarannya seperti yang ada di dalam tabel 3. sehingga dapat diketahui rekomendasi pola
tanamnya baik pada lahan kering maupun pada lahan basah
Sebagai misal Peta hasil superimpose dengan Peta Lahan Kering, Peta Potensi Air Tanah Peta
Zona Awal Musim Hujan dll, sehing didapat gambaran secara spasil Peta Potensi Kekeringan
suatu zona/wilayah.
Analisa untuk menentukan pola pemanfaatan air tanah pada lahan kering memerlukan data
dan kajian mengenai :
10
Tabel 6. Kebutuhan Data , Sumber Data Dan Pelaksana
11
10 Data/Peta Sebaran Spasial DAS, Debir
Daerah Aliran Sungai, serta luasan
Sunga/Das
11 Data / Peta Mengetahui sebaran spasial dan P2AT,
sumur bor volume pemakaian air tanah Distamben
P2AT dan NTB, Dinas
instansi lain Pertanian
Perlu dilakukan koordinasi lintas instansi untuk mendapatkan kajian yang komprehensif.
Tentang penggunaan air tanah untuk mengatasi kekeringan.
Penggunaan air tanah hanya dilakukan jika layak secara ekonomi dan layak dari aspek
lingkungan lingkungan air tanah.
12
3.3.2 Data Air Tanah Di NTB
Air tanah tidak selalu terdapat secara merata di suatu daerah. Hal-hal yang menentukan
keberadaan dan potensi air tanah berdasarkan kajian Peta Hidrogeologis antara lain :
- Jenis batuan : batuan yang berumur lebih tua umumnya lebih masif dan sulit
mengalirkan air. Batuan hasil gunung api yang tersebar di NTB merupakan lapisan
pembawa air yang baik. Sedangkan batugamping dapat menjadi akuifer yang baik jika
terdapat banyak rekahan dan pasokan airtanah dari daerah resapan banyak. Eksplorasi air
tanah lebih sulit pada daerah gamping karena rekahan yang tidak seragam.
- Daerah resapan : Air tanah mengalir dari daerah resapan ke daerah lepasan membutuhkan
waktu puluhan tahun. Walaupun setting batuannya cocok sebagai akuifer, jika tidak
mendapatkan airtanah dari daerah resapan yang memadai, maka potensinya akan kecil.
- Morfologi : pada daerah pedataran muka air tanah akan lebih dangkal
- Tingkat Eksploitasi air tanah : tingkat eksplorasi airtanah yang tinggi dapat menyebabkan
turunnya muka airtanah dan intrusi air laut yang menurunkan kualitas air tanah.
Pengeboran air tanah tidak selalu 100% berhasil mendapatkan air karena faktor2 di atas, dan
penambahan kedalaman pengeboran tidak menjamin akan mendapatkan air tanah.
Pengelolaan air tanah didasarkan pada batas-batas cekungan air tanah (CAT). Saat ini ada
9 CAT diusulkan untuk ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
13
Sumber : Distamben NTB, 2000
Gambar 3. Peta Jenis dan Potensi Akuifer di NTB
14
Akuifer di NTB berdasarkan jenis batuan penyusun dapat dibagi menjadi :
- aluvium dan endapan pantai : umumnya memiliki potensi airtanah baik, setempat
produktif, namun ada risiko intrusi air laut jika diambil berlebihan.
- batuan hasil gunung api : pada daearah pedataran umumnya memiliki potensi airtanah
produktif – sedang, sedang pada daerah pegunungan berupa daerah resapan dengan muka
air tanah yang dalam.
- batuan yang mengandung lapisan batugamping, berumur tersier : air tanah mengalir pada
rekah2an, setempat produktif tergantung pasokan daerah resapan.
- batuan lain yang berumur tersier atau lebih tua : umumnya air tanah sulit didapatkan atau
produktifitasnya rendah.
Berdasarkan Peta Kekeringan yang bersumber dari Dinas Pertanian NTB khususnya
di P. Lombok, Peta Jenis dan Potensi Akuifer di NTB (Gambar 3), hasil superimpose-nya
dapat di lihat pada Gambar 4.
15
Zona Perlindungan dan Pengendalian Pengambilan
Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTB telah melakukan penyelidikan potensi
airtanah untuk menentukan daerah resapan dan zona pembatasan pengambilan air tanah pada
beberapa cekungan air tanah yang ada di NTB (yang telah diusulkan untuk ditetapkan dengan
Perpres).
Peta zona perlindungan dan pengendalian ini dibuat untuk skala 1:100.000, sehingga
untuk pembatasan pengambilan pada lokasi detil perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
16
Keterangan Zona Konservasi
Zona Aman Potensi Tinggi
Air tanah dapat dimanfaatkan untuk industri dan irigasi dengan debit maksimum antara 400-800
m3/hari. Untuk rumah tangga debit maksimum 50 m3/hari. Pengambilan pada pesisir perlu
dibatasi untuk menghindari intrusi air laut.
Daerah Resapan
Air tanah tidak dikembangkan untuk keperluan apapun, selain air minum dan rumah tangga.
Untuk keperluan lain hanya boleh memanfaatkan mata air.
Zona Rawan
Air tanah telah menunjukkan penurunan kualitas dan muka air, tidak dikembangkan untuk
keperluan apapun, selain air minum dan rumah tangga jika tidak terdapat sumber air lain.
Berikut ini adalah superimpose Peta Kekeringan dari Dinas Pertanian NTB dengan zona
konservasi air tanah.
17
Gambar 7 Peta Kekeringan dan Zona Pengendalian Pengambilan Air Tanah
Pemanfaatan air permukaan lebih mudah, lebih murah dan lebih kecil dampak
lingkungannya dibanding dengan melakukan pengeboran air tanah, sehingga sebelum
memanfaatkan air tanah perlu dikaji sumber – sumber air permukaan yang terdapat di suatu
daerah.
18
Prioritas Pemanfaatan Air Tanah
Jika terdapat benturan kepentingan dalam pemanfaatan air tanah, maka urutan prioritas
peruntukan dan pemanfaatan air tanah adalah :
- air minum
- air untuk rumah tangga
- air untuk perkebunan, peternakan, dan pertanian sederhana
- air untuk irigasi
- air untuk industri
- air untuk pertambangan dan energi
- air untuk usaha perkotaan.
Skenario pemanfaatan air tanah untu kepentingan pertanian dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
19
Air tanah pada akuifer tertekan dapat dipergunakan untuk industri dan irigasi dengan debit
maksimum 200 m3/hari.
Zona Rawan
Air tanah telah menunjukkan penurunan kualitas dan muka air, tidak dikembangkan untuk
keperluan apapun, selain air minum dan rumah tangga jika tidak terdapat sumber air lain.
4.2 Saran
1. Perlu dilakukan kajian bersama antar instasi terkait dan perguruan tinggi untuk
membuat peta type iklim spasial pada masing-masing zona, pembuatan peta spasial
kekeringan.
2. Perlu dilakukan kajian lebih detail potensi air tanah khususnya pada lahan
kering/marjinal dengan melakukan survei geofisik, sehingga dapat dibuat peta potensi
air tanah pada masing zona/wilayah lahan kering.
20
3. Perlu rekomendasi konkrit dari teknologi penggunaan lahan kering seperti agroforestri
dengan mempertimbangkan kondisi biofisik wilayah dengan pengolongan
pengembangan sebagai berikut :Agrosiviculture (pepohonan dengan tanaman
pangan),Silvopasture (pepohonan dengan tanaman pangan dan ternak dengan padang
pengembalaan, Silvofisheri (pepohonan dan ikan), Apiculture (pepohonan dan lebah),
Sericulture (pepohonan dan ulat sutra), bentuk manapun yang dipilih, teknik
konservasi tanah dan air harus menjadi komoponen pokok pengelolaanya.
21
Daftar Pustaka :
1. http://www.klimatologibanjarbaru.com/pages/publikasi/keterangan-oldeman.php, 2010
2. Suardji, B.Sc,Ir,.M.App.Sc,.Ph.D., Prof. 2005, Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering,
Program Magister PSLK Fakultas Pertanian Universitas Mataram, 2005
3. Dinas Pertanian dan Hortikultura Provinsi NTB dan P3LKT Unram, Peta Lahan Kering dan
Pengembangannya
4. Dinas Pertambangan dan Energi, berbagai hasil penyelidikan.
22
LAMPIRAN
23
Peta Zona Musim Berdasarkan Pembagian BMG
24
Daerah irigasi, air payau dan intrusi air asin
25
Sumur Bor di NTB
Sumur Bor Distamben NTB dan Instansi Pusat untuk keperluan Air Bersih
Tahun Pelaksana Lobar Loteng Lotim KLU KSB Sum- Dompu Kab. Kota NTB
bawa Bima Bima
sd. Kanwil 1 7 4 3 1 1 17
2000 Tamben NTB
2001 DPE NTB 2 1 1 4
2002 DPE NTB 1 1
2003 DPE NTB 1 1 2 1 1 6
2004 DPE NTB 1 1 1 1 4
2005 DPE NTB 1 1 1 3
2006 Badan 1 1
Geologi
DPE NTB 1 1 2 1 1 6
2007 Badan 1 1 2 1 5
Geologi
DPE NTB 2 1 2 1 1 1 8
2008- Badan 3 1 1 1 1 1 1 9
2009 Geologi
DJMBP 2 2 1 1 1 1 8
DPE NTB 2 1 1 4
JUMLAH 7 18 17 1 6 10 4 7 6 76
Bor untuk air bersih memiliki debit pompa rata2 1-2 l/dt dengan waktu operasional sekitar 2 – 4
jam per hari, maka jumlah air tanah yang diambil dari 76 bor (dengan asumsi semua bor tetap
berfungsi) tersebut berkisar antara 0,2 – 0,8 juta m3 per tahun.
Bor P2AT
Jenis Bor LOBAR LOTENG LOTIM KSB+SBW DOMPU BIMA + NTB
1985-2001 1981-95 1985-97 sd th 2000 sd th 2000 KOTA BIMA
sd th 2000
Explorasi 12 18 21 51
Prod 87 106 193
Piezo 3 3
Irigasi 57 47 55 159
Air Baku 8 2 7 17
Peternakan 3 3
TOTAL 99 18 130 65 52 62 426
26
Peta Sumur Bor Distamben NTB, Badan Geologi dan DJMBP
27
Peta Bor P2AT (sebagian yg diketahui koordinatnya)
28
Gambar konstruksi sumur bor air tanah
29